PENGARUH HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP HARGA SAHAM PT.ASTRA INTERNATIONAL TBK

IKA CAESARINA ERDIANTI & DANIEL SUGAMA STEPHNAUS

MAKALAH MATA KULIAH METODE PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak terutama bahan bakar kendaraan merupakan kebutuhan yang sudah menjadi kebutuhan utama.Selain kebutuhan pokok berupa kebutuhan sandang,papan dan pangan masyarakat sekarang telah menjadikan bahan bakar sebagai kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan tersier seperti kendaran bermotor dan transportasi umum.Keperluan kendaraan bermotor saat ini tidak bisa lepas dari keseharian masyarakat khususnya masyarakat perkotaan.Bahkan pada saat ini setiap individu memerlukan untuk memiliki kendaraan bermotor masing-masing yang digunakan untuk keperluan masing-masing individu.Menurut data dari badan pusat statistik menunjukkan adanya peningkatan kendaraan seperti sepeda motor.Data tahun 2009 menunjukkan 52 767 093 unit sepeda motor yang terjual, tahun 2010 menunjukkan 61 078 188 unit sepeda motor, tahun 2011 menunjukkan 68 839 341 unit yang terjual. Dari data tersebut menunjjukan bahwa semakin tahun kendaraan bermotor semakin meningkat hal ini menunjukkan semakin hari kebutuhan kendaraan bermotor semakin diperlukan bagi masyarakat.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor maka keperluan akan bahan bakar minyakt erutama bahan bakar kendaraan bermotor sangat diperlukan dan dibutuhkan masyarakat masa kini.Tetapi sangat disayangkan bahwa kepemilikan kendaraan bermotor tidak hanya dimiliki oleh masyarakat menengah keatas kebutuhan kendaraan bermotor juga diperlukan untuk masyarakat menengah kebawah sehingga perlunyaKebutuhan subsidi BBM di tahun 2014 dirasakan cukup besar, hal tersebut dikarenakan terjadinya kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional. Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pengeluaran rutin serta dengan berbagai pertimbangan yang lain, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengupayakan pengurangan atau penurunan subsidi BBM melalui peningkatan harga jual BBM. Adanya penurunan subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintah memang akan mengurangi beban pengeluaran pemerintah dalam anggaran negara akan tetapi di sisi lain dengan pengurangan subsidi BBM tersebut maka akan menimbulkan meningkatnya harga BBM yang akan menyebabkan efek spiral.Efek spiral yang muncul adalah adanya kenaikan harga semua varang dan jasa.Sektor yang akan terpengaruh langsung oleh kenaikan harga BBM adalah sektor transportasi dan sektor iindustri.

Pengaruh terhadap sektor transportasi baik angkutan umum maupun hasil produksi kendaraan bermotor tentunya mempengaruhi biaya produksi.Dengan danya peningkatan biaya produksi maka harga jual produk akan mengalami kenaikan sehingga akan mendorong laju inflasi (Handoko dan Susilo,2000)

Kenaikan harga BBM yang terjadi pada 18 November 2014 tidak menyebabkan harga saham menurun drastis seperti pada tabel berikut yang menunjukkan harga saham H-7 dan H+7 setelah kenaikan harga BBM pada PT.Astra International Tbk selaku perusahaan produsen kendaraan bermotor.

Tabel 1. Harga Saham Sebelum dan Sesudah Kenaikan BBM

Hari ke-SebelumSesudah
17,0757,200
27,1007,200
37,1007,100
46,9756,925
56,7257,050
66,9257,025
76,9506,925

Dengan berpengaruhnya kenaikan BBM terhadap penjualan maka dapat menyebabkan minat pembelian kendaraan bermotor menurun.Dengan menurunnya minat pembelian dan permintaan kendaraan bermotor maka akan mempengaruhi minat pasar terhadap pembelian kendaraan bermotor.Minat pasar dapat mempengaruhi harga saham dari perusahaan produsen yang bersangkutan.Berpengaruhnya kebijakan fiskal dan moneter dapat mempengaruhi pasar modal.perubahanlingkungan yang dimotori oleh kebijakan-kebijakan makro ekonomi kebijakanmoneter, kebijakan fiskal maupun regulasi pemerintah dalam sektor riil dan keuangan, akan pula mempengaruhi gejolak di Pasar Modal ( Suryawijaya dan Setiawan, 1998).

Berubahnya harga saham karena faktor harga penjualan yang meningkat karen aharga BBM yang naik cukup berpengaruh terhadap industri produsen kendaraan bermotor.Sehingga harga pasar kendaraan bermotor dapat mempengaruhi minat pembelian kendaraan bermotor yang juga akan berpengaruh pada harga saham produsen kendaraan bermotor tersebut.Menurut Suryawijaya dan Setiawan (1998) Trading Volume Activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar modal. Para investor dapat juga melakukan pengamatan entang informasi volume perdagangan dikaitan dengan harga saham. Saham dengan volume perdagangan tinggi akan menghasilkan return saham yang tinggi (Chordia et al, 2000). Beberapa peneliti menunjukan hasil yang berbeda, penelitian yang dilakukan Cheng et al, (2001) menyatakan volume perdagangan tidak signifikan mempengaruhi return sahan sementara penelitian yang dilakukan Chenet al, (2001) menunjukan volume perdagangan memunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah pengaruh kenaikan BBM berpengaruh terhadap Harga Saham.

Apakah ada perbedaan harga saham sebelum kenaikan harga BBM dan harga   saham setelah kenaikan harga BBM.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui apakah kenaikan BBM mempengaruhi harga saham dari  perusahan produsen kendaraan bermotor.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan harga saham sebelum dan sesudah kenaikan BBM

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk peneliti, penelitian ini memiliki manfaat untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara kenaikan BBM dengan harga saham produsen kendaraan bermotor.

Selain itu penelitian ini bertujuan untuk pengimplementasian pelajaran mata kuliah peneliti.

Untuk dosen mata kuliah ini penelitian ini digunakan sebagai bahan penilaian mata kuliah ekonometrik.

Bagi emiten, penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam mempertimbangkan penetapan keputusan yang berkaitan dengan hargasaham pada pasar modal di Indonesia.

Bagi pihak lain, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pasar modalIndonesia.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Teori Motivasi

Setiap perusahaan harus memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya karena kelangsungan hidup perusahaan tersebut sebagai organisasi yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen sangat tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2001).

Menurut Kotler (2005) ada 6 macam teori motivasi yaitu:

Teori Isi (Content Theory)

Teori ini berkaitan dengan beberapa nama, seperti Moslow, McGregor, Herzberg, Atkinson, dan McCelland. Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di dalam konsumen yang menimbulkan tingkah laku tertentu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menerapkan teori ini adalah:

a. Kebutuhan konsumen sangat bervariasi.

b. Perwujudan kebutuhan adalah tindakan juga sangat bervariasi antara satu konsumen dengan konsumen yang lain.

c. Para konsumen tidak selalu konsisten dengan tindakanya, karena dorongan

  suatu kebutuhan.

2. Teori Proses (Process Theory)

Teori ini menekankan bagaimana dengan tujuan apa setiap konsumen dimotivasi. Menurut teori, kebutuhan hanyalah sebagai salah satu elemen dalam suatu proses, tentang bagaimana konsumen itu bertingkah laku. Dasar dari teori proses mengenai motivasi adalah adanya pengharapan, yaitu apa yang dipercayai oleh konsumen dan apa yang diperoleh dari perilakunya.

3. Teori Penguatan (Reinforcment Theory)

Teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam siklus proses belajar. Menurut teori ini konsumen bertingkah laku tertentu karena telah belajar, bahwa perilaku tertentu akan menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan dan konsumen akan menguasai perilaku yang akan menghasilkan konsekuensi yang menyenangkan.

4. Teori Motivasi Freud

Teori ini menjelaskan hal terbesar yang membentuk perilaku konsumen adalah

segi psikologisnya. Yang dimaksud di sini adalah konsumen yang tidak mengerti akan motivasinya sendiri dalam melakukan suatu pembelian. Contoh: konsumen A bersantap di Restoran X karena rasa lapar. Di sisi lain, konsumen A bersantap di Restoran X kerena marasa lebih prestis. Di sisi lain lagi, konsumen A bersantap di Restoran X karena membantu dia untuk merasa lebih nyaman dan santai. Ketika konsumen melakukan penilaian singkat mengenai restoran-restoran yang ada di daerahnya, faktor-faktor lokasi, harga suasana, rasa, keanekaragaman menu akan mempengaruhi emosi konsumen dimana hal ini mendukung terjadinya proses pembelian.

5. Teori Motivasi Hezberg

Teori ini menjelaskan dua faktor teori motivasi yaitu teori motivasi yangterdiri dari faktor yang memuaskan konsumen dan teori yang terdiri dari faktor yang berakibat ketidakpuasan konsumen. Contoh: Restoran X menawarkan fasilitas pelayanan yang memuaskan, jika makanan yang telah dipesan belum dihidangkan dalam waktu 15 menit, maka akan diberikan secara cuma-cuma. Jika pesaing Restoran X tidak menawarkan kepada konsumennya hal yang sama, hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan konsumen. Pertama, restoranrestoran harus selalu melakukan pelayanan terbaiknya untuk mencegah ketidakpuasan konsumen (contoh: pelayanan yang lama). Kedua, restoran harus mencari tahu variabel-variabel mana yang menjadi motivasi utama konsumen sehingga restoran dapat meningkatkan kualitasnya dengan mencari solusinya.

6. Teori Motivasi Abraham Maslow

Teori Maslow dikenal juga sebagai Teori Hirarki disebutkan darimana kebutuhan manusia dapat disusun secara hirarki. Kebutuhan paling atas menjadi motivator utama jika kebutuhan tingkat bawah semua sudah terbenuhi. Dari teori hirarki kebutuhan tersebut, oleh Maslow dikembangkan atas dasar tiga asumsi pokok, yaitu:

a. Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginannya

tidak selalu terpenuhi.

b. Kebutuhan yang sudah terpenuhi, tidak akan menjadi pendorong lagi.

c. Kebutuhan manusia tersusun menurut hirarki tingkat pentingnya  kebutuhan.

Dari teori hirarki kebutuhan tersebut, oleh Maslow dikembangkan atas

dasar tiga asumsi pokok, yaitu:

a. Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginannya tidak selalu terpenuhi.

b. Kebutuhan yang sudah terpenuhi, tidak akan menjadi pendorong lagi.

c. Kebutuhan manusia tersusun menurut hirarki tingkat pentingnya kebutuhan.

Menurut Setiadi (2003) kebutuhan manusia oleh Maslow

diklasifikasikan atas lima jenjang yang secara mutlak harus dipenuhi menurut tingkat jenjangnya. Masing-masing tingkat dijelaskan sebagai berikut:

a. Physiological Needs

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan mempertahankan hidup dan bukti yang nyata akan tampak dalam pemenuhanya atas sandang, pangan, dan papan.

b. Safety Needs

Manifestasinya dapat terlihat pada kebutuhan akan keamanan jiwa, keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun, dan jaminan hari tua.

c. Social Needs

Kebutuhan sosial ini merupakan kebutuhan yang paling penting untuk diperhatikan segera setelah kebutuhan rasa aman dan kebutuhan psikologis sudah terpenuhi.

d. Esteem Needs

Kebutuhan ini lebih bersifat egoistik dan berkaitan erat dengan status seseorang. Semakin tinggi status seseorang maka akan semakin tinggi pula kebutuhannya akan pengakuan, penghormatan, prestis, dan lain-lain.

e. Self-Actualization Needs

Kubutuhan jenis ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi, yaitu untuk menunjukkan prestasinya yang maksimal tanpa terlalu menuntut imbalan dari organisasi. Motivasi yang ada pada diri konsumen akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan yang mencapai sasaran kepuasan.

Adanya motivasi seorang konsumen berhubungan dengan keputusan pembelian suatu barang.Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) “Motivation can be described as the driving force within individuals that impels them to action”. Artinya motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang memaksanya untuk melakukan suatu tindakan. Setiadi (2003) mendefinisikan motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.

2.2 Teori Event Study

Event Study adalah suatu pengamatan mengenai pergerakan saham di pasar

modal untuk mengetahui apakah ada abnormal return yang diperoleh pemegang saham akibat dari suatu peristiwa tertentu (Peterson, 1989).Jogiyanto (2000) mengatakan peristiwa (event) yang dimaksud adalah event yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study dapat digunakan untuk mengukur kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji pasar bentuk setengah kuat. Jogiyanto (2000) juga mengatakan bahwa pengujian kandungan informasi dan pengujian efisiensi pasar bentuk setengah kuat merupakan dua pengujian yang berbeda. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman.Mac Kinlay (1997) dalam Hasanudin dan Sutapa (2004) mengatakan kegunaan event study adalah memberikan rasionalitas di dalam pasar, bahwa efek suatu peristiwa akan segera dengan cepat terefleksi pada harga suatu surat berharga di pasar modal. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa event study merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk mengukur bagaimana efek suatu peristiwa tertentu semisalkan peristiwa kenaikan BBM terhadap nilai suatu perusahaan yang tercermin dari perubahan harga saham.

Menurut Fama (1991) dalam Suryawijaya dan Setiawan (1998) kecepatan reaksi harga saham terhadap suatu kejadian menggambarkan tingkat efisiensi pasar.

2.3 Teori kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah tidak lepasa dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia .Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan perekonomian dengan mengubah-ubah anggaran penerimaan dan pengeluran pemerintah (Rahardja dan Manurung, 2001). Sedangkan Kebijakan moneter adalah kebijakan pengendalian besaran moneter seperti jumlah uang beredar, tingkat bunga, dan kredit yang dilakukan oleh bank sentral (Warjiyo dan solikin, 2003). Kebijakan fiskal dan kenbijakan moneter melahirkan sebuah yang dapat meneyebabkan kajian tentang kebijakan fiskal dan moneter.Menurut Rahardja, Manurung (2008); Mankiw (2007); Nanga (2001); Nopirin (2000), kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Menurut Rahardja, Manurung (2008), perbandingan nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan menjadi anggaran tidak berimbangan dan anggaran berimbang. Hasil yang dicapai dari kebijakan fiskal merupakan interaksi dari dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan. Pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan pendapatan keseimbangan.a. Anggaran defisit (deficit budget) Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi anggaran defisit dan anggaran surplus. Anggaran defisit adalah anggaran yang direncankan untuk defisit , sebab pengeluaran yang direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah, politik anggaran defisit, ditempuh bila pemerintah ingin mengstimulir pertumbuhan ekonomi.

Hal ini dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Dengan asumsi kondisi

awal anggaran pemerintah adalah anggaran berimbang , bila pemerintah menempuh

anggaran defisit, maka jika pemerintah menempuh politik anggaran defisit, pemerintah dianggap memiliki kebijakan fiskal ekspasif.

b. Anggaran surplus (surplus budget)

Kebalikan dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan penerimaan lebih besar dari pengeluaran . Atau dapat juga dikatakan pemerintahan menempuh politik anggaran surplus. Karena itu juga, politik anggaran surplus sering diidentikan dengan kebijakan fiskal kontraksi. Politik anggaran surplus dilakukan bila perekonomian sedang dalam tahap ekspansif dan terus memanas (overheating). Melalui anggaran surplus pemerintah mengerem pengeluarannya untuk menurunkan tekanan permintaan atau mengurangi daya beli dengan menaikan pajak. Pengaruh anggran surplus terhadap output keseimbangan adalah kebalikan dari pengaruh anggaran defisit.

c. Anggaran berimbang (balanced budget)

Pemerintah dikatakan menempuh politik anggaran berimbang bila pengeluaran direncanakan akan dengan penerimaan  tidak ada ketentuan pokok dalam kondisi ekonomi seperti apa politik anggaran berimbang ditempuh. Namun bila pemerintah memiliki politik anggaran berimabang, dua hal yang ingin dicapai adalah peningkatan disiplin dan kepastian anggaran.

  • METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Cresswell (2003), penelitian kuantitatif adalah metoda-metoda untuk menguji teori-teori terntentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel yang diukur menggunakan instrument-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data adalah data sekunder, alasannya karena data yang disediakan oleh pihak BEI sudah dalam bentuk yang telah diolah sehingga peneliti dapat langsung memakai data yang telah diolah tersebut.

3.3 Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah harga saham yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia sebelum dan sesudah kenaikan BBM 18 November 2014 yang dilakukan pada masa pemerintahan Jokowi.Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu..Kriteria yang ditentukan pada penelitian ini adalah peneliti menggunakan perusahaan yang mendapat dampak langsung dari kenaikan BBM yaitu perusahaan kendaraan bermotor.Peneliti menggunakan perusahaan PT.Astra International tbk sebagai sampel penelitian karena PT.Astra International merupakan produsen kendaraan bermotor yang tentu saja terpengaruh dengan meningkatnya harga BBM selain itu PT.Astra International merupakan perusahaan kendaraan bermotor yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel independent (variabel yang tidak terpengaruh atau variabel yang berdiri sendiri) dan variabel dependent (variabel yang terpengaruh oleh variabel independent).Variabel dependent pada penelitian ini adalah harga saham perusahaan PT.Astra International Tbk.Variabel independent pada penelitian ini adalah kenaikan harga BBM.

3.5 Metode Analisis Data dan Alat Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis event study yang dipakai dalam penelitian-penelitian event study, antara lain oleh Suryawijaya danSetiawan (1998), Affandi, et al (1998), dan Paultje (2001). Langkah pertama yangdilakukan adalah menentukan periode penelitian. Periode penelitian yang digunakan adalah 7 hari harga saham sebelum kenaiaknan BBM 18 November 2014 dan sesudah kenaikan BBM 18 November 2014.

3.6 Uji Hipotesis

Pada penelitian ini peneliti menentukan uji hipotesis sebagai berikut:

Ho : Harga saham sebelum dan sesudah kenaikan BBM sama atau tidak berbeda secara nyata.

H1 : Harga saham sebelum dan seudah kenaikan BBM tidak sama atau berbeda secara nyata

3.7 Tahapan-Tahapan Penelitian

Pada awalnya peneliti melakukan riset harga saham dari PT Astra International Tbk 7 hari sebelum kenaikan BBM dan 7 hari sesudah kenaikan BBM.Lalu peneliti melakukan uji normalitas untuk menentukan apakah data peneliti normal.Lalu selanjutnya peneliti melakukan uji paired sample t-test untuk melihat apakah ada pengaruh kenaikan bbm terhadap harga saham.

DAFTAR PUSTAKA

Jogiyanto HM (2000), “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, BPFE.

Kotler, Phillip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Paultje, Novi (2001), “Reaksi Pasar Modal terhadap Pengumuman Kabinet

Baru”, tidak dipublikasikan, Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang

Suryawijaya M A, dan F A Setiawan (1998), “Reaksi Pasar Modal Indonesia terhadap Peristiwa Politik Dalam Negeri, Event Study pada Peristiwa 27 Juli 1996” Kelola, No. 18/VII/1998, h 137-153

Susilo, Sri Y (2002),” Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM dan

Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap kinerja Ekonomi Makro”, Wahana, Agustus .

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALIAS AUDIT PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI MALANG

IAN PRADIPTA WIJAYA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATE KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Berdasarkan hal tersebut maka akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya. Terlebih dengan adanya kasus keuangan yang menimpa banyak perusahaan yang ikut melibatkan akuntan publik, membuat akuntan publik harus memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Karena dalam kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan auditan yang mampu menyajikan temuan dan melaporkan dengan sesungguhnya tentang kondisi keuangan kliennya. Adapun kualitas audit, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang sangat penting peranannya dalam menentukan kualitas audit tersebut diantaranya adalah kompetensi dan independensi. Oleh karena itu maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1)Apakah kompetensi dan independensi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit. (2)Apakah kompetensi dan independensi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian ini menggunakan Sampel Auditor yang berada di wilayah Kota Malang. karena tidak semua KAP mau diberikan kuisioner maka peneliti menggunakan sampel auditor yang berada di Kota Malang. Penelitian ini diharapkan mampu melihat pengaruh Independensi dan Kompetensi seorang auditor terhadap Kualitas Audit di kota Malang.

Kata-kata kunci: Kompetensi, Indepensi, Auditor Independen, Kantor Akuntan Publik

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Hal ini didasari oleh pekerjaan auditor sendiri yang mana pekerjaan tersebut menuntut independensi dan kejujuran dari dalam diri seorang auditor. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang telah disajikan oleh manajemen perusahaan         dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja,1998). Profesi akuntan publik ini bertanggung jawab dalam menaikan dan menilai kelayakan dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Sehingga masyarakat memperoleh keandalan mengenai informasi dalam laporan keuangan guna mengambil keputusan.

Guna menunjang profesionalismenya sebagai seorang auditor, IAI ( ikatan Akuntan Indonesia)  menetapkan sebuah pedoman bagi seorang auditor, yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan stnadar pelaporan. Pedoman inilah yang harus ditaati dan diikuti oleh seorang auditor guna menunjang profesionalismenya.

Selain standar audit yang telah ditetapka dan telah dibuat, seorang auditor juga harus mentaati kode etik profesi yang mana kode etik ini mengatur mengenai perilaku akuntan publik atau auditor dalam menjalankan praktik profesinya baik didalam masyarakat umum maupun dengan sesama anggota audit. Kode etik ini mengatur berbagai hal mengenai tanggung jawab profesi, kerahasiaan, perilaku profesionalitas serta standart teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

Akuntan publik atau auditor independen yang mengaudit perusahaan klien memiliki posisi strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengembang tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan yang diaudit. Karena perusahaan ingin laporan keuangannya tampak lebih baik oleh pihak luar agar kinerja manajemen tampak baik di mata pihak luar.

Kepercayaan yang diterima dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan audit maka auditor harus meningkatkan kualita audit yang dihasilkan. Skandal dalam negri yang terjadi pada 1998 yang terjadi pada 10 kantor akuntan publik yang diindikasi melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank bank yang dilikuidasi. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan persusahaan didenda oleh Barpepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003).

Karena banyaknya terjadi skandal keuangan, memunculkan pertanyaan pertanyaan mengenai kemampuan auditor dalam mendeteksi trik trik rekayasa atau apakah rekaya tersebut telah diketaui auditor namun auditor ikut menutupi rekayasa tersebut. seperti yang terjadi pada kasus Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003). Oleh sebab itu perlu adanya independensi auditor. Terkait kondisi tersebut, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah komptensi dan independensi auditor tersebut mempengaruhi hasil audit yang dihasilkan oleh auntan publik.

Kualitas audit ini sangant penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu muncul kekhawatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan yang telah dibuat dan profesi akuntan publik.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi dan kualitas audit. Dimana ke dua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Kemungkinan dimana seorang auditor menemukan kesalahan saji tergantung pada kompetensi auditor. Sedangkan pada saat menemukan salah saji tersebut, kemungkinan auditor melaporkan kesalahan tersebut tergantung pada independensi auditor. Sehingga kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas audit.

Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk melakukan

tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum

dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta

memahami industri klien.

Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs (1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk melalui pengetahuan dan pengalaman.

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap auditor, maka kantor auditor sendiri perlu di audit oleh sesama auditor demi menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai stadar kualitas yang tinggi.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar

mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit

dan selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya.

Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai

sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa

audit yang diberikannya.

Atas dasar latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat judul

“Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Malang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah kompetensi dan independensi auditor

berpengaruh terhadap kualitas audit secara simultan dan parsial?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan bukti

empiris bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap

kualitas audit baik secara simultan maupun parsial.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yakni:

1.Manfaat bagi mahasiswa

Dapat mengetahui pentingnya kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

2. Manfaat bagi KAP

Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan hasil dari peneltian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam peningkatan independensi dan kompetensi auditornya.

3. Manfaat bagi universitas

Sebagai media pengetahuan dan pengembangan mengenai kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

4. Manfaat bagi masyarakat

Dapat dijadikan acuan mengenai pentingnya suatu independensi dan kempetensi bagi seorang auditor.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Audit

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya  harus memegang prinsip profesi.  Menurt simamora (2002) terdapat 8 prinsip yang dipatuhi akuntan publik yakni:

1. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukan.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publk dan menghormati kepercayaan publik serta menunjukan komitmen atau profesionalisme  

3. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalismenya.

4. kompetensi dab kehati hatian profesional

Setiap anggota harus melakukan jasa profeionalisnya dengan hati hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan pengetahuan dan ketrapilan profesional.

5. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin

6. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan

7. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

8. Perilaku profesional

Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan repurtasi profesi yang baik dan menjahui tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Selain 8 prinsip yang harus dipatuhi oleh seorang audit. Akuntan publik juga harus berpedoman terhadap Standar yang telah ditetapkan yakni Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah ditetapkan oleh Ikantan Akuntan Indonesia (IAI). Standar tersebut terdiri dari Standar umum, Standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP, 2001; 150:1):

1. Standar Umum

Audit harus dilaksanakan oeh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang mencukupi sebagai seorang auditor.

Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertimbangkan oleh auditor.

Dalam pelaksanaan dan penyususnan laporan audit, auditor wajib menggunakan kemahiran profesinalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan harus direncanakan sebaik baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya

Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian inten harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat lingkup pengujian yang akan dilakukan.

Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfrimasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keunagan audit.

3. Standar pelaporan.

Laporan audior harus menyatakan apakan laporan keuangan teah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya

Pengungkapan informatid dalam laporan keunagan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

Laporan auditor harus memuat pernyataa pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluluhan atau suatu asersri.

Oleh sebab itu, seorang audit memiliki fungi untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manjer dan para pemegang saham dengan menggunakna pihak luar sebagai pemberi pengesahan terhadap laporan keungan. Para pemegang saham dapat menggunakan laporan keunagan yang telah di audit sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, auditor dituntut untuk dapat memberikan laporan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidak selarasn yang teradi antara pihak majemen dan pemilik.

Moizer (1986) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit sendiri terpusat pada kinerja yang dilaukan  oleh auditor dan kepatuhan auditor terhadap stnadar yang telah ditetapkan tau digariskan. IAI sendiri menyatakan bahwa audit yang dilakukan oleh auditor dikatakan berkualitas bila memenuhi standar auditing dan standar pnegendalian mutu.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa ;

“Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualita audit. Lebih lanjutm persepsi penggunaan laporan keunganan atas kualitas audit merupakan fungi dari persepsi atas independensi dan keahlian auditor”

Maka dari pendapat diatas, terlihat bahwa audit dituntut oleh pihak yang berempentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dan untuk menjalankan kewajiban, auditor harus memiliki kompetensi, independensi, dan due profesional care. Tetapi dalam fungsinya, auditor sendiri sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Dimana manajemen inin operaso perusahaan atau kinerjanya tampak baik dimata pemegang saham dengan menggambarkan laba yang tinggi dengan maksud agar mendapatkan penghargaan.

Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang perna dilakukan salah satunya adalah oleh Deis dan Gitoux(1992) mereka meneliti faktir penentu kualitas audit di sektor publik dengan menggunakan sampel KAP yang mengaudit intuisi sektor publik. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan kualitas audit. Faktor penentu kualitas audit yang lain adalah pendidikan, struktur audit kemampuan pengawas, profesionalisme dan beban kerja.

2.2 Kompetensi

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama.

Lee dan Stone (1995), mendefinissikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan uuntuk melakukan audit secara objektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus (1986), yang mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan di pergerakannya yang melalui proses pemberlajaran, dari “mengetahui sesuatu”  menjadi “mengetahui bagaimana”. Seperti misalnya dari sekedar pegetahuan yang tergantung pada aturan tertenntu kepada suatu pernyataan yang bersifat intitusif.

Keahlian atau kompetensi diartikan sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit Bedard(1986) dalam Sri Lastanti (2005:88). Berdasarkan uraia tersebut, dapat dikatakan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang berpengetahuan dan berpengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

2.2.1 Pengetahuan

SPAP 2001 mengenai standar umum, menjelasan bahwa ketika melakukan audit, seorang auditor harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seseorang karena dengan demikian auditor akan mempunya banyak pehetahuan mengenai bidang yang digelutinya. Sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih seksama. Selain itu auditor juga akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang makin kompleks (Meinhard, 1987 dalam Harhinto, 2004:35).

Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan keahlian seorang audit pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Secara umum menurut kushayanto (2003) terdapat 5 pengetahuan yang haru dimiliki auditor, yakni:  pengetahuan pengauditan umum, pengetahuan mengenai isu akuntansi yang baru, pengetahuan area fungsional, pengetahuan mengenai bisnis umum serta pengetahuan penyelesaian masalah, pengetahuan mengenai industri khusus.

Sedangkan menutur Murtanto dan Gundono, (1999) terdapta 2 pandangan mengenau keahlian, yakno pangdangan perilaku terhadap keahlian yang didasarkan paradigma einhorn.  Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Yang kedua yakni pandangan kognitif mengenai keahlian dari sudut pandang pengerahuan. Dimana pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat dimasa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).

2.2.2 Pengalaman

Seorang audit dituntut untuk memiliki keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian seorang audit tidak dipengaruhi oleh pendidikan formal, tetapi banyak dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman. Auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan dan memahamu kesalahan secara akurat.

2.3 Independensi

Independen berarti seorang auditor tidak mudah dipengaruhi. Seorang akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur dan tidak hanya jujur terhadap manajemen dan terhadap pemilik perusahaan, namun juga terhadap piak lain yang memberikan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik tersebut (Chrisstiawan, 2002).

Independensi sendiri adlah sikap yang diharapkan oleh seorang akuntan publik atau auditor, dimana seorang auditor diharapkan tidak emmpunya kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritas dan objekrivitas. Hal tersebut tertuang dalam kode etik auditor.

Penelitian terdahulu mengenai independensi telah dilakukan oleh Shockley (1981) dimana terdapat 4 faktor yang mempengaruhi independensi yakni: (1.) Persaingan antar akuntan publik, (2.) Pemberian jasa konsultan manajemen kepada klien (3.) Ukuran KAP, dan (4.) Lamanya hubungan audit.

2.3.1 Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)

Di Indonesia sendirim masa kerja auditor telah diatur dalam keputusan mentri No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akunan publik. Keputusan mentri tersebut membatasi masa kerja auditor dengan klien paling lama adalah 3 tahun untuk klien yang sama. Sementasa untuk Kantor Akuntan Publik diperbolehkan sampai 5 tahun lamanya. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien, sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntasi. Penugasan audit yang terlalu lama dapat mengurangi independensi seoran auditor. Karena auditor merasa puas, kurang inovasi dan kurang ketat dalam menjalankan prosedur audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama dapat pula meningkatkan independesi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisiendan lebih tahan terhadap tekanan klien (Supriyono, 1988)

2.3.2 Tekanan Dari Klien

Saat melakukan tugasnya, auditor sering kali mengalami konflk kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi perusahaan dan kinerjaya tampak berhasil  melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud menciptakan suatu penghargaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan terhadap auditor agar laporan keuangan auditan sesuai dengan keinginan klien. Pada saat tersebut, auditor megalami konflik pribadi, dimana bila menuruti manajemen, maka hal tersebut tentunya melanggar standar profesi. Sedangkan bila tidak menuruti manajemen, maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.

Selain itu tekanan dari kantor akuntan yang lain (KAP) semakin besar, dimana KAP semakin bertambah sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Terlebih mulai banyaknya perusahaan yang melakukan merjer atau akuisi akibat adanya krisis ekonomi. Sehinga KAP akan semakin sulit untuk mendapatkan klien baru dan enggan melepas klien yang sudah ada.

Harianto (2004) menemukan bahwa klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikanfee audit yang cukup besar dan dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Dan probabilitas terhadi kebangkrutan klien yang mempunyai keunagan yang baik cenderung kecil.  Pada kondisi tersebut menyebabkan seorang auditor merasa puas diri dan uran teliti dalam melakukan tugas auditnya.

Untuk memenuhi kualitas audit yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa laporan keungan harus berpedoman pada kode etik, stndar profesi, dan standar akuntansi keunagan yang berlaku di Indonesia. Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitasnya dalam menjalankan tugas dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dapat bertindak adilm tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan ihak tertentu untuk memnuhi kepentingan pribadinya.

2.3.3 Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)

Tuntutan pada profesi auditor untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi kantor akuntan publik. Kejelasan mengenai informasi adanya sistem pengendalian yang berkualitas dan sesuai dengan standar profesi merupak salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas mengenai jasa yang diberikan.

Oleh karena hal ium pekerjaan akuntan pubik dan operasi akuntan publik perlu di audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang lain. Adanya monitor atau audit ini guna melihat keayakan desain sistem pengendalia kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapart mencapai kualitas audit yang tinggi. Peer review ini sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor ini dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit.

2.3.4 Jasa Non Audit

Jasa yang diberikan oleh KAP ini tidak hanya jasa atestasi saja melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa lain seperti penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti 2002). Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan dan akan mempengaruhi kualitas audit sendiri.

Pemberian jasa selain audit merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, kerena manajemen akan meningkarkan tekanan pada auditor agar bersedia mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen sendiri, yakni opini wajar tanpa pengecualian (Harhinto, 2004). Jika saat pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. kemudian auditor tidak mau repurtasinya menjadi buruk karena memberkan alternatif yang salah bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas dari auditor tersebut.

2.4 Kerangka Teoritis

Salah satu fungsi akuntan publik adalah untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keuputusan. Namun sering kali adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan ekseternal perusahaan menuntut aditor untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas supaya dapat digunakan oleh pihak pihak tersebut.

Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang baik karena dengan kedua hal tersebut auditor mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keunagan kliennya. Kemudian dengan sikap independensi yang dimiliki auditor, maka ia dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya. Sehingga kompetensi dan independensi memiliki pengaruh dalam menghasilkan laporan audit yang berkualitas baik proses maupun hasilnya.

2.5 Hipotesis

Hipotesis yang dibuat oleh peneliti yakni

H1 Ada pengatuh secara parsial antara kompetensi dan Independensi auditor terhadap kualitas audit.

H2 Ada pengaruh secara simltan antara kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit.

Kedua hipotesis diatas didasarkan pada perkiraan sementara peneliti yang menyatakan bahwa apabila tingkat kompetensi dan independensi tinggi, maka di duga bahwa tingkat kualitas audit akan meningkat, begitupun sebaliknya jika tingkat kompetensi dan independensi auditor menurun maka kualitas audit akan turun.

3.  METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Robert Donmoyer (dalam Given, 2008) penelitian kuantitatif adalah pendekatan pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik dibanding naratif. Sedangkan menurut Cooper & Schindler (2006), Penelitian kuantitatif adalah riset yang mencoba melakukan pengukuran akurat mengenai sesuatu.

Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.

3.2 Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi auditor yang bekerja di KAP yang terdapat di kota Malang.

Sedangkan untuk sampel penelitian, peneliti menggunakan auditor di 8 KAP yang ada di kota Malang. karena dari beberapa penelitian sebelumnya, tidaksemua KAP mau menerima kuisioner yang telah dibuat dan mau mengisinya.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yakni Kompetensi Auditor sebagai variabel X1 dan Independensi Auditor sebagai X2. Sedangkan untuk variabel dependen adalah Kualitas Audit sebagai Y.

Kompetensi Auditor (X1) adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Independensi (X2) adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak memunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritras dan objektivitas

Sedangkan untuk cariabel dependen yakni kualitas audit (Y) adalahh segala kemungkinan (probabiliy) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan meaporkannya dalam laporan keunagan auditan, diman dalam melaksanakan tugasnya auditor berpedoman pada standar audit dan kode etik akuntan publik yang relvan dan berlaku di Indonesia.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yakni tinjauan lapangan, dimana peneliti terjun langsung kelapangan dan membagikan kuisioner kepada auditor yang berada di kota malang dan diharapkan memperoleh data langsung di lapangan melalui kuisioner yang dibagikan

Peneliti juga menggunakan metode dokumentasi, dimana penelitian ini mempelajari literatur dan buku buku serta relevansi yang relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam upaya penyusunan landasan teori yang berguna dalam pembahasan penelitian.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :

1. Data primer

Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Indriantoro dan Bambang Supeno (1999) yang mengatakan bahwa daa primer meruakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat penelitian dilakukan secara langsung. Data primer ini diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada responden, yakni auditor yang berada di KAP kota Malang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Bambang Supeno (1999). Sebagai penelitian empiris atau pendukung penelitian, maka peneliti menggunakan sumber data yang berasal dari artikel, jurnal, dan penelitian terdahulu yang terkait.

3.4 Instrumen Penelitian

Konesep penelitian meliputi konsep kompetensi dan independesi sebagai ariabel bebas, dimana kompetensi diproksikan menjadi 2 sub variabel yakni pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan independensi diproksikan menjadi 4 sub variabel yakni tekanan dar klien, lama hubungan dengan klien, telaah dari auditor lain, dan jasa non audit. Dan variabel terikatnya adalah kualitas audit.

Konsep tersebut diukur dengan memberikan skor untuk tiap jawaban yang diberikan responden melalui kuisioner terututup. Adapun untuk pemberian skornya telah ditetapkan. Berikut tabel penilaian atau skor alternatif dari setiap pernyataan yang diberilkan dan akan digunakan dalam penelitian.

Jenis PernyataanJenis JawabanSkor
PositifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5
NegatifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5

Bentuk pernyataan tersebut terbagi menjadi positif dan negati. Tabel berikut menyajikan mengenai keterangan setiap jenis pernyataan yang terdapat dalam instrumern

Variabel PenelitianSub Variabel PenelitianJenis PernyataanNomer Pernyataan
Kompetensi1. Pengetahuanpositif1,3,4,6
negatif2,5
2. Pengalamanpositif7,8,10
negatif9
Independensi3. Lama Hubungan dengan klienpositif1,2
negatif3
4. Tekanan dari Klienpositif5
negatif4,6,7,8,9,
5. Telaah dari rekan Auditpositif
negatif10,11
6. Jasa non auditpositif12,14
negatif13
Kualitas auditpositif2,3,4,5,6
negatif1

3.5 Model dan Teknik Analisis Data

3.5.1 Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Linear Regression Analysis). Purbayu (2005) mengemukakan bahwa korelasi berganda adalah hubungan dari beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari satu variabel independen, hubungan kedua variabel tersebut disebut analisis regresi berganda (Wahid Sulaiman, 2004)

Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut :

Y =α + β1X1 + β2X2 + e

Keterangan :   Y : Kualitas Audit.

X1 : Kompetensi Auditor.

X2 : Independensi Auditor.

α : Konstanta.

β : Koefisien Regresi.

e : Error.

3.5.2 Teknik Analisis Data

3.5.2.1 Uji Kualitas Data

Komitemen pengukuran dan pengujian suatu kuesioner atau hipotesis sangat bergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. data penelitian tidak berguna bila instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak memiliki reabilitas (tingkat keandalan) dan validity (tingkat kebenaran). Pengujian pengujuran tersebut masing masung menunjukan konsisternsi dan akurasi data yang dikumpulkan. Pengujian ini menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solituon)

a. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran yang meunjukan sejauh mana instrumen pengukuran tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh penguji (Purbaya, 2005). Uji ini dotunjukan guna mengukut seberapa nyata suatu pengujian atau instrument. Dikatakan valid bila mengukur tujuannya dengan nyata dan benar.

Pengujian validitas data dilakukan secara statistik dengan menghitung korelasi antara masing masing pertanayaan dengan skor total. Data dikatakan valid bila r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel pada signifikansi 5% (0,05)

b. Uji Realinilitas

Realibilitas adalah ukuran yang menunjukan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan. Reliabilitas variabel yang dibentuk dari daftar pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha < dari 0,60

3.6.2.2 Uji Asumsi Klasik

Untuk memperoleh nilai yang tidak bias, maka model regresi harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut asusmsi kelasik. Asumsi kelasi tersbeut yakni:

a.Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya terdistribusi normal atau tidak (Goazli, 2005). Model regresi yang baik adalah yang memiliki data normal atau mendekati normal.

Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan SPSS untuk pengujian terhadap tiap bariabel. Untuk mendeteksi normalitas suati data, data dikatakan normal bila jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Nugroho, 2005: 24 dalam Jimmy, 2007).

b. Multikolinearitas

Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas yang  satu dengan variable bebas yanglain. Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas. Gejala multikolinearitas adalah gejala korelasi antarvariabel independen. Gejala ini ditunjukkan dengan korelasi yang signifikan antarvariabel independen. Apabila

terjdi gejala multikolinearitas, salah satu langkah untuk memperbaiki model adalah dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model yang paling baik (Purbayu, 2005: 238). Wahid Sulaiman (2004: 89).

Uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance.Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,10 maka tidak terjadi gejala Multikolinieritas (Ghozali, 2005:92).

c. Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas (Ghozali, 2005 :105). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas(Ghozali, 2005 :105). Salah satu uji untuk menguji heterokedastisitas ini adalah dengan melihat penyebaran dari varians residual (Purbayu, 2005: 242).

3.5.2.3 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan analisis regresi linear yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompetensi dan indepensi auditor sebagai variabel independen terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen. untuk menguji hipotesis mengenai kompetensi dan indepensi

auditor secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, digunakan pengujian hipotesis secara simultan dengan uji F dan secara parsial dengan uji t. a. Uji Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Untuk menentukan nilai t tabel ditentukan dengan tingkat signifikasi 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k- 1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika t hitung > t tabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Jika thitung < ttabel (n-k-1) maka Ho diterima

Selain itu uji t tersebut dapat pula dilihat dari besarnya probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Utuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara parsial terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

b. Uji Simultan (Uji F)

Uji F ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variable-variabel independen (bebas) terhadap variable dependen (terikat).Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika Fhitung> Ftabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) berpengaruh terhadap nilai variabel

( Y ) Jika Fhitung< Ftabel (n-k-1) maka Ho diterima

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) tidak berpengaruh terhadap nilai

variabel (Y). Selain itu uji F dapat pula dilihat dari besarnya

probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan alpha 5% atau 0,05 maka hasil uji F dapat dihitung dengan bantuan program SPSS pada table ANOVA.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara bersama-sama terhadap kualitas audit sebagaivariabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

Daftar Pustaka

Irawati. 2011. Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit pada kantor akuntan publik di makassar. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Hasanuddin Makasar

Amirin, Tatang. 2009. Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel dari Populasi Tak Terhingga dan Tak Jelas.

Elfarini, Eunike Christina. 2007. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Ghozali, Imam.2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : BP Undip

Gujarati, D.1999. Ekonometrika (Alih bahasa: Sumarno Zein). Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Salemba Empat: Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supeno. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi I Yogyakarta : BPFE

Kusharyanti. 2003. Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit Dan Kemungkinan Topik Penelitian Di Masa Datang. Akuntansi dan Manajemen (Desember).

PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE DENGAN DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI BIDANG TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BEI

FELISIA MAGDALENA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKAlAH MATA KULIAH METODA PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan  mengetahui pengaruh debt covenant sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang mengambil sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria – kriteria yang  digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bei pada bidang transportasi yang menerbitkan obligasi pada tahun 2011-2013, menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2011-2013, dan menyajikan debt covenant. Dengan metode purposive sampling diperoleh 12 sampel.

Sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji analisis sederhana dan regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa debt covenant terbukti secara signifikan memperlemah efek negatif growth opportunity terhadap leverage

Keywords : growth opportunity, leverage, debt covenant

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu perusahaan baik perusahaan terbuka maupun perusahaan perseorangan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham atau para investornya. Perusahaan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan sendiri ditentukan oleh keputusan investasi. Keputusan investasi tersebut diambil oleh manajer keuangan dalam mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset  tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Setiap perusahaan akan membutuhkan dana untuk berinvestasi, baik investasi jangka panjang maupun investasi jangka pendek. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan. Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan oleh perusahaan berada di tangan manajer sebagai agen. Manajer harus mampu menghimpun modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan (Yuke dan Hadri, 2005). Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan. Biaya modal merupakan konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang diambil manajer. Ketika manajer menggunakan utang, biaya modal yang  timbul adalah sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditor. Sedangkan saat manajer menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul  opportunity cost  dari dana atau modal sendiri yang digunakan. 

Utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk utang lebih disukai daripada modal sendiri karena dua alasan. Alasan pertama adalah biaya emisi obligasi  lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Alasan kedua adalah penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan mengakibatkan harga saham mengalami penurunan (Husnan, 2000).

Problem underinvestment yaitu problem dalam hal pemegang saham menolak investasi dengan peningkatan nilai karena lebih menguntungkan kreditur. Hal ini terjadi karena pemegang saham memikul seluruh biaya proyek tetapi hanya menerima sebagian peningkatan nilai perusahaan dan sebagian peningkatan nilai perusahaan lainnya dibagi dengan kreditur. Hal ini terjadi pada saat perusahaan dengan kesempatan investasi tinggi menghadapi proyek dengan NPV positif.  Underinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki free cash flow yang rendah sementara proyek dengan NPV positif membutuhkan dana dalam jumlah besar. Agar dapat mengeksekusi proyek dengan NPV positif, perusahaan  memutuskan untuk mengambil utang.

Aliran kas internal yang tinggi akan menghasilkan aliran kas yang melebihi kebutuhan (excess cash flow). Kelebihan aliran kas ini dapat digunakan secara bebas oleh manajer. Manajer dapat menggunakan kelebihan aliran kas untuk pembayaran dividen, pembayaran utang, investasi berlebihan (overinvestment), atau konsumsi berlebihan (excessive perquisities). Pembayaran dividen dan utang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan kreditur. Overinvestment dan konsumsi berlebihan akan menurunkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Oleh karena itu, peningkatan kelebihan aliran kas akan meningkatkan biaya pengawasan yang dipikul pemegang saham (Jensen, 1986). Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain karena kelebihan modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sementara shareholders beranggapan bahwa kelebihan modal seharusnya dibagikan sebagai deviden. Konflik antara shareholders dan manajer dapat diatasi dengan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan pada proyek-proyek baru. Utang juga dapat digunakan sebagai jaminan bahwa kelebihan modal akan dibayarkan sebagai deviden kepada shareholders.

Meski demikian utang menimbulkan konflik baru, yaitu konflik antara shareholders dan bondholders. Konflik tersebut muncul karena adanya perbedaan struktur penerimaan dan tingkat risiko antara  shareholders dan  bondholders. Dilihat dari struktur penerimaan, bondholders memperoleh pendapatan yang tetap dari bunga dan pengembalian pokok pinjaman. Sementara shareholders memperoleh pendapatan dari sisa laba perusahaan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada bondholders. Dilihat dari tingkat risiko, bondholders menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan risiko yang dihadapi oleh shareholders.

Tinggi rendahnya konflik antara shareholders dan bondholders dipengaruhi oleh growth opportunities perusahaan yang dilihat dari kesempatan investasi. Semakin besar kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan, semakin besar pula konflik antara shareholders dan  bondholders. Untuk memperkecil konflik tersebut perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memilih dana internal sebagai sumber pendanaannya.

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sunarsih (2004). Sunarsih melakukan penelitian mengenai simultanitas hubungan antara kebijakan utang (leverage) dan kebijakan maturitas utang (debt maturity). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang memiliki hubungan yang komplementer. Hal ini berarti bahwa ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai growth opportunity, leverage,  debt maturity, dan  debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Namun penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh growth opportunity terhadap leverage berubah positif saat  debt covenant atau  short term debt memoderasi hubungan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa debt covenant maupun short term debt terbukti dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara shareholders dan bondholders.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh growth opportunity terhadap  leverage dan  debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Penelitian yang dilakukan oleh Dang juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity.

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan debt maturity. Dalam penelitian tersebut Fatmasari menghitung  leverage dengan membandingkan  total debt dengan  total aset. Sementara growth opportunity  pada penelitian ini dihitung dengan proksi investasi, yaitu dengan membandingkan total capital expenditure dan  total assets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap  leverage dan debt maturity. Selanjutnya dalam penelitian tersebut Fatmasari memasukkan debt covenant sebagai variabel moderating. Fatmasari menggunakan 2 jenis debt covenant, yaitu debt covenant dengan 20 indikator dan debt covenant dengan 24 indikator. Penelitian yang menggunakan 20 indikator debt covenant menunjukkan bahwa debt covenant berpengaruh positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa debt covenant terbukti dapat mengurangi hubungan negatif antara growth opportunity dan leverage. Sementara penelitian yang menggunakan 24 indikator debt covenant menunjukkan bahwa  debt covenant berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji kembali hubungan antara growth opportunity, leverage, dan debt covenant. Penelitian ini akan menguji pengaruh growth opportunity terhadap leverage. Penelitian ini menggunakan ukuran variabel yang berbeda dari ukuran variabel yang digunakan dalam penelitian Fatmasari (2010). Penelitian ini akan memasukkan harga pasar saham dalam pengukuran variabelnya. Leverage dalam penelitian ini diukur dengan market leverage ratio. Sementara growth opportunity yang diproksikan dengan set kesempatan investasi diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu market to book value of equity

 Selanjutnya, akan dilakukan pengujian debt covenant sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi hubungan antara growth opportunity dan leverage. Debt covenant  yang digunakan dalam penelitian ini akan menggabungkan debt covenant yang ditemukan pada saat penelitian. Sehingga beberapa tipe debt covenant  dalam penelitian ini berbeda dari tipe debt covenant  dalam penelitian sebelumnya.

 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti mengambil judul PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE  DENGAN  DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

1.2          Rumusan Masalah

Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

Apakah growth opportunity berpengaruh terhadap leverage?

Apakah debt covenant yang berfungsi sebagai variabel moderating berpengaruh  pada hubungan antara growth opportunity dan leverage?

1.3          Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ini untuk memberikan bukti dan analisis mengenai :

Pengaruh growth opportunity terhadap leverage

Peran  debt covenant sebagai variabel moderating dalam hubungan antara growth opportunity dan leverage.

1.4          Manfaat Penelitian

Memberikan masukan bagi para peneliti lain yang tertarik dengan penelitian di bidang pasar modal terutama yang terkait dengan growth opportunity, leverage, dan debt covenant.

Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan.

Sebagai bahan pertimbangan bagi bondholders dalam pengambilan keputusan investasi.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Agency Theory (Teori Keagenan)

Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.

Konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agent dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya suatu asimetri information atau asymetric information.

Set Kesempatan Investasi

Chung dan Charoenwong (1991) menyatakan bahwa esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang–peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan, maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.

Myers (1977) mengemukakan suatu konsep mengenai set kesempatan investasi. Menurut konsep ini perusahaan adalah kombinasi  asset in place yang sifatnya tangible dan kesempatan investasi yang sifatnya intangible. Kombinasi keduanya akan berpengaruh pada struktur modal dan nilai perusahaan. Lebih lanjut Myers (1977) menyatakan bahwa kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan di masa depan adalah sebuah opsi. Nilai  opsi ini tergantung pada kemungkinan perusahaan untuk melakukan investasi secara maksimal.

Menurut Jensen (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi (high growth), aktif melakukan investasi, memiliki  cash flow yang rendah dan asset in place yang kecil. Dalam keadaan demikian, perusahaan berpotensi mengalami underinvestment problem.

Selanjutnya Myers (1986) menjelaskan bahwa underinvestment problem terjadi saat perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menghadapi kesempatan berinvestasi pada proyek dengan NPV positif yang mensyaratkan penggunaan dana yang besar. Dalam keadaan free cash flow rendah dan assets in place  yang kecil, perusahaan akan mengambil utang untuk mengambil kesempatan investasi yang ada. Namun hal ini memungkinkan terjadinya konflik antara  shareholder dan  bondholdersShareholders beranggapan bahwa keuntungan harus dibagi sebagai deviden. Sementara  bondholders beranggapan bahwa keuntungan harus digunakan untuk melunasi utang. Pada keadaan seperti ini, perusahaan akan memilih untuk meninggalkan proyek dengan NPV positif dan kehilangan kesempatan untuk tumbuh. Agar dapat  meneruskan proyek–proyek dengan NPV positif perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal atau menggunakan utang dalam jumlah kecil.

Sementara itu menurut Myers (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat (slow growth), memiliki free cash flow dan assets in place yang bessar. Dalam keadaan demikian perusahaan berpotensi mengalami  overinvestment problem. Jensen (1986) berpendapat bahwa  overinvestment problem terjadi karena adanya kelebihan modal. Kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila diinvestasikan kembali dalam perusahaan sehingga manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain. Manajer beranggapan tindakan tersebut akan meningkatkan kesempatan bertumbuh perusahaan di atas ukuran yang optimal dan kompensasi yang akan diterimanya sebagai imbalan dari pertumbuhan tersebut. Namun, shareholders berangapan bahwa kelebihan modal tersebut harus dibagikan sebagai deviden.

Perusahaan dengan  overinvestment problem menggunakan utang sebagai sumber pendanaan investasi pada proyek–proyek baru. Utang tersebut juga sebagai jaminan bahwa  free cash flow yang tinggi akan digunakan untuk membayar deviden. Selain itu, pengambilan utang akan menempatkan perusahaan dan manajer pada pengawasan pihak eksternal. Sehingga kecenderungan manajer untuk berinvestasi pada proyek dengan NPV negatif dapat dicegah. 

Leverage

Leverage adalah penggunaan  asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki  biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.  Leverage juga dapat meningkatkan variabilitas keuntungan karena jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah biaya tetapya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada  analisis keuangan dalam melihat  trade off antara  risiko dan keuntungan.  Agus Sartono (2008) memaparkan konsep sebagai berikut :

Operating leverage

Perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan operating leverage. Menggunakan leverage operasi perusahaan mengharapkan bahwa penjualan akan meningkatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil pengguanaan biaya tetap operasi terhadap laba sebelum bunga dan pajak  disebut  degree of operating leverage (DOL). Besar kecilya  DOL akan berdampak pada tinggi rendahnya risiko bisnis perusahaan. Semakin besar DOL, maka semakin besar pula risiko bisnis yang ditanggung perusahaan.

Financial Leverage

Financial Leverage adalah pengguanaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan akan  memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham.  Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap disebut  degree of financial leverage  (DFL). Pengguanaan  financial leverage yang tinggi  mengakibatkan risiko keuangannya  juga meningkat.

Combined leverage

Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa.  Degree combined leverage (DCL) merupakan multiplier effect atas perubahan laba per lembar saham karena perubahan penjuaalan.  DCL mengukur keseluruhan  risiko perusahaan, DCL merupakan fungsi dari DOL dan DFL.

Financial leverage adalah suatu pilihan. Tidak ada perusahaan yang disyaratkan untuk memiliki utang jangka panjang atau pendanaan dengan saham preferen. Sebagai alternatif perusahaan dapat membiayai pengeluaran operasional dan modalnya dari sumber–sumber internal dan penerbitan saham biasa. Namun, jarang ada perusahaan yang tidak memiliki financial leverage. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan peningkatan pengembalian kepada pemegang saham biasa.

Leverage yang menguntungkan (favorable) atau positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dengan menggunakan dana yang didapat dalam bentuk biaya tetap (dana yang didapat dengan menerbitkan utang bersuku bunga tetap atau saham preferen dengan tingkat deviden yang konstan) daripada biaya pendanaan tetap yang harus dibayar. Sedangkan leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau negatif terjadi ketika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan tetapnya.

Debt Covenant

Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditur untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery pinjaman  (Cochran, 2001).  Sebagian kesepakatan  hutang berisi perjanjian (covenant) yang mengharuskan peminjam memenuhi syarat yang disepakati dalam perjanjian hutang  (Scott, 2000). Watts dan Zimerman (1986) mengidentifikasikan perjanjian seperti pembatasan dividen dan pembatasan pembelian kembali saham, pembatasan modal kerja, pembatasan merger, pembatasan akuisisi, pembatasan investasi, pembatasan pelepasan asset, pembatasan pembiayaan masa depan merupakan bentuk debt covenant.

Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman (lender atau kreditor) dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan model kerja dan kekayaan pemilik berada di bawah tingkat yang telah ditentukan, yang mana semuanya menurunkan keamanan (atau menaikkan resiko) bagi kreditur yang telah ada. Kontrak ini didasarkan pada teori akuntansi positf, yakni hipotesis debt covenant, yang menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang, manajer memiliki kecenderungan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan.

Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi fokus utama penelitian (Sekaran, 2006). Variabel independen pada penelitian ini adalah leverage. Pengukuran leverage pada penelitian ini menggunakan pendekatan nilai pasar utang (market leverage ratio), yaitu perbandingan antara nilai buku total utang dengan nilai pasar perusahaan. Rasio ini digunakan dengan pertimbangan adanya kecenderungan penggunaan utang yang pada umumnya  didasarkan pada besarnya aset yang dapat dijadikan jaminan. Berikut ini adalah rumus  market leverage ratio :

  Rumus 1.

Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen entah secara positif atau negatif (Sekaran, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini adalah growth opportunity. Growth opportunity pada penelitian ini dilihat dari kesempatan investasi suatu perusahaan.

Kesempatan investasi pada penelitian ini diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu  market to book value of equity. Menurut Barclay  et al (1995) penggunaan market to book value of equity mampu mencerminkan potensi nilai perusahaan di masa depan. Gaver dan Gaver (1993) dan Hartono (1999) menyatakan bahwa penggunaan nilai pasar dalam membentuk rasio kesempatan investasi sudah tepat karena mampu menunjukkan potensi perusahaan untuk tumbuh (growth opportunity) di masa depan.

  Rumus 2.

Variabel Moderating

Variabel moderating adalah variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan variabel bebas (Sekaran, 2006). Kehadiran variabel moderating mengubah hubungan awal antara variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel moderating dalam penelitian ini adalah  debt covenantDebt covenant yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt covenant yang digunakan dalam perjanjian utang obligasi. Pengukuran debt covenant dilakukan dengan menggunakan indeks debt covenant

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berikut ini adalah uraian mengenai penelitian – penelitian terdahulu.

Sunarsih (2004) meneliti simultanitas kebijakan utang dan kebijakan  debt maturity, serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas mempunyai hubungan yang komplementer. Hal ini berarti ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Penelitian ini juga menganalisis variabel–variabel eksogen yang mempengaruhi kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Variabel–variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesempatan investasi, firm size, efek signaling, non debt tax shield, dan asset maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size dan non tax debt shield berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis yang diajukan. Sedangkan, variabel kesempatan investasi dan efek signaling menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size, efek signaling, dan assets maturity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan maturitas utang. Sedangkan, kesempatan investasi menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan.

Bukhori (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan saham institusi dan set kesempatan investasi terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan set kesempatan investasi berpengaruh terhadap kebijakan utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai konflik keagenan antara shareholders dan  debtholders. Billett meneliti hal tersebut dengan menguji hubungan antara growth opportunity, debt maturity, leverage, dan debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Billet  et al menemukan bahwa pengaruh negatif growth opportunity terhadap  leverage dapat dikurangi melalui penggunaan debt covenant atau utang dengan debt maturity yang pendek.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai  leverage,  debt maturity, dan firm investment. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi mencoba mengontrol  underinvestment problem dengan mengurangi jumlah leverage. Dengan kata lain, growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Dang menguji hipotesis yang menyatakan bahwa debt maturity yang pendek dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Dang menunjukkan bahwa hipotesis tersebut tidak terbukti. Dang juga meneliti hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap perubahan leverage dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage dan debt maturity. Selanjutnya, Fatmasari meneliti pengaruh debt covenant dalam memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage, serta hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  debt covenant terbukti secara signifikan dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Namun, hasil penelitiannya tidak menunjukkan debt covenant dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap  debt maturity.

Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, dan aktif melakukan investasi. Karena aktif melakukan investasi, perusahaan memiliki free cash flow yang rendah. Sehingga pada saat menghadapi proyek dengan NPV positif perusahaan mengalami underinvestment problem.

Agar dapat melaksanakan proyek dengan NPV positif perusahaan mengambil utang. Namun, keputusan ini mengakibatkan terjadinya konflik antara shareholders dan  bondholders. Dari sisi shareholders, keuntungan harus dibagi sebagai deviden, sedangkan dari sisi bondholders, keuntungan harus digunakan untuk membayar utang. Dalam beberapa kasus bondholders memperoleh keuntungan yang cukup sedangkan shareholders tidak memperoleh keuntungan yang normal dari proyek dengan NPV positif. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan utang pada perusahaan dengan kesempatan  investasi yang tinggi adalah mahal. Agar dapat meneruskan proyek dengan NPV positif, perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal.

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu perusahaan pada tahap mature dan memiliki tingkat pertumbuhan  yang rendah berpotensi mengalami overinvestment problem. Penyebabnya adalah adanya kelebihan modal pada perusahaan tersebut. Kelebihan modal tersebut akan memicu konflik antara manajer dan shareholders. Manajer berpendapat bahwa kelebihan modal tersebut harusnya digunakan untuk berinvestasi pada proyek – proyek lain karena kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila  diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sedangkan shareholders berpendapat bahwa manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek yang kurang menguntungkan sehingga shareholders menginginkan kelebihan modal yang ada dibagikan sebagai deviden.

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

2.6.2 Pengaruh Debt Covenant dalam Memoderasi  Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, aktif berinvestasi, dan free cash flow yang rendah. Saat perusahaan tersebut memperoleh kesempatan investasi pada proyek dengan NPV positif, perusahaan mengalami underinvestment problem. Underinvestment problem terjadi karena proyek dengan NPV positif membutuhkan dana yang besar sementara perusahaan memiliki free cash flow yang rendah.

Agar dapat melaksanakan proyek tersebut, perusahaan mengambil utang. Namun tindakan tersebut justru menimbulkan konflik  antara  shareholders dan bondholders. Shareholders beranggapan keuntungan perusahaan harus dibagikan sebagai deviden sementara bondholders beranggapan keuntungan harus digunakan untuk membayar utang dan bunga utang. Untuk menghindari konflik antara bondholders dan shareholders, pada akhirnya perusahaan menggunakan dana internal. Sehingga jumlah leverage perusahaan kecil. 

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu pada perusahaan yang telah berada pada tahap mature, berpotensi mengalami overinvestment problem.  Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan sehingga perusahaan manajer menginvestasikan dana tersebut pada proyek – proyek lain. Pada keadaan demikian terjadi konflik antara shareholders dan manajer. Manajer menginginkan dana tersebut diinvestasikan pada proyek lain dengan harapan tingkat pertumbuhan perusahaan di atas ukuran optimal dan manajer mengharapkan kompensasi dari pencapaian tersebut. Sementara  shareholders menentang hal tersebut karena manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek dengan NPV negatif.

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

Rerangka Teoristis

Rounded Rectangle: Debt
Covenant

Gambar 1.1 Kerangka Teoristis

  • METODA PENELITIAN

3.1 Metoda Penelitian

Metode Penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya tepat untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:2) adalah sebagai

berikut: “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,empiris dan sistematis”

Menurut Nazir (2003) metode penelitian adalah: “Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptitf kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala pengukuran (Sugiyono, 2002: 7).

Penelitian kuantitatif mengambil jarak antara peneliti dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen formal, standar dan bersifat mengukur (Sukmadinata,2006: 95).

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu. Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2. Menerbitkan obligasi pada tahun 2009 – 2013

3. Menerbitkan laporan keuangan secara periodik pada tahun 2009 – 2013

4. Mencantumkan debt covenant pada catatan atas laporan keuangan

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau non publikasi entah di dalam  atau luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi para peneliti. 

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dan mempublikasikan debt covenant perjanjian utang bank jangka panjang selama tahun 2009 – 2013. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

Alat Analisis yang Digunakan

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2007).

Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kolmogrov-Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Situmorang, 2010:151).

Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel independen adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel independen (Homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji dengan

menggunakan uji Glejser dengan pengambilan keputusan jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas. 

Analisis Regresi

Analisis regresi linear sederhana

Leverage =  +  GO

Analisis uji nilai selisih mutlak

Leverage =  +  GO + +  (GO-DC)

Hipotesis Statistik

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

ANALISIS TRADING VOLUME ACTIVITY (TVA) SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI XL KE AXIS

FELIANI ANGGRAENI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Persaingan antar perusahaan merupakan hal biasa di dalam dunia bisnis. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi atau cara agar dapat selalu mempertahankan eksistensi atau bahkan mengembangkan perusahaan tersebut. Akuisisi merupakan salah satu bentuk penggabungan dimana perusahaan pengakuisisi mengambil alih kendali dan kepemilikan atas perusahaan yang diakuisisi. Pengambilalihan ini berupa kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset. Akuisisi dilakukan dalam upaya akan mendukung untuk menciptakan industri telekomunikasi yang sehat dan akan menciptakan multiple effect yang luar biasa bagi perekonomian nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis Trading Volume Activity (TVA) sebelum dan sesudah akuisisi XL ke AXIS.

Kata-kata kunci: akuisisi, trading volume activity

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, bisnis telekomunikasi yang ada di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sampai saat ini tercatat sekitar delapan perusahaan telekomunikasi yang ada di Indonesia. Perusahaan ini terdiri dari Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan swasta, dalam negeri maupun asing. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan bisnis telekomunikasi yang terjadi saat ini cukup ketat sehingga perlu adanya strategi-strategi khusus dalam mengelola sistem kinerja perusahaan agar lebih efisien dan memiliki sistem kontrol yang lebih baik.

Dengan semakin berkembangnya persaingan di dalam bisnis telekomunikasi, teknologi informasi diharapkan dapat hadir untuk membantu para pelaku bisnis mengembangkan bisnisnya dalam rangka peningkatan kriteria perusahaan.

PT. XL Axiata, Tbk (XL) merupakan salah satu perusahaan yang meramaikan persaingan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, XL selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggannya. XL mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Oktober 1996. dan merupakan perusahaan swasta pertama yang menyediakan layanan telepon seluler di Indonesia

Pada tanggal 26 September 2013, XL Axiata telah menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi Axis Telekom Indonesia melalui penandatanganan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement -CSPA) dengan Saudi Telecom Company (STC) dan Teleglobal Investment B.V. (Teleglobal), yang merupakan anak perusahaan STC. Upaya XL dalam melakukan akuisisi dan merger dengan Axis ini akan mendukung untuk menciptakan industri telekomunikasi yang sehat dan akan menciptakan multiple effect yang luar biasa bagi perekonomian nasional,” kata Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Hasnul Suhaimi. (http://tekno.kompas.com, diakses pada tanggal 17 desember 2014).

Dalam transaksi ini, XL akan membayar nilai nominal saham yang disepakati dan akan membayar sebagian dari hutang dan kewajiban AXIS. Transaksi ini akan mengatasi permasalahan yang dihadapi XL saat ini dan memberikan kapasitas tambahan bagi XL yang akan bermanfaat bagi  para  stakeholders.

Manfaat akusisi AXIS oleh XL ini adalah sebagai berikut: (1) Lebih dari 65 juta pelanggan akan diuntungkan melalui kualitas layanan yang lebih prima dan cakupan jaringan yang lebih luas. (2) Transaksi ini akan mendukung pengembangan industri telekomunikasi Indonesia sekaligus menjadi referensi untuk ekspansi bisnis yang berfokus pada pertumbuhan dan belanja modal yang efisien. (3) Mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Rencana Broadband Nasional. (4) Memperkuat posisi XL sebagai salah satu operator terdepan di industri.

Dari yang telah diungkapkan di atas, penulis ingin mengetahui besar saham akuisisi sebelum dan sesudah XL menjadi Axis Telekom Indonesia menggunakan Trading Volume Activity. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis TVA (Trading Volume Activity) sebelum dan sesudah akuisisi XL ke Axis Telekom Indonesia”.

1.2  Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yang diutarakan, yaitu:

Bagaimana rata-rata volume perdagangan sebelum dan sesudah akuisisi XL ke Axis?

Bagaimana perbedaan Trading Volume Activity sebelum dan sesudah akuisisi XL ke Axis?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah:

Mengetahui bagaimana rata-rata volume perdagangan sebelum dan sesudah akuisisi XL ke Axis.

Mengetahui apa saja perbedaan Trading Volume Activity sebelum dan sesudah akuisisi XL ke Axis.

1.4  Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

  1. Bagi Mahasiswa/i

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan maupun referensi.

  • Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembelajaran yang lebih baik kedepannya.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Saham

“Saham merupakan bukti kepemilikan sebagian dari perusahaan” (Hartono, 2008: 25). Berdasarkan pendapat Rusdin (2005:72) saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dimana pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sedangkan menurut Hartono (2008: 112) pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan.  Saham biasa dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas, atau cukup disebut ekuitas, menunjukkan bagian kepemilikan  di sebuah perusahaan. Masing-masing lembar saham biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan (Bodie, Kane, Marcus, 2006: 59).

Menurut Hartono (2008: 112-113). pemegang saham biasa memiliki beberapa hak, yaitu:

Hak Kontrol

Hak pemegang saham untuk memilih pimpinan perusahaan. Pemegang saham dapat melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi atau pada tindakan-tindakan yang membutuhkan persetujuan pemegang saham.

Hak Menerima Pembagian Keuntungan

Hak pemegang saham biasa untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Bagian dari keuntungan perusahaan ini berupa deviden dan semua pemegang saham biasa memiliki hak yang sama.

Hak Preemptive

Hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.  Hak Preemptive memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tanbahan saham yang baru, sehingga persentase pemilikannya tidak berubah. Hal ini bertujuan untuk tujuan melindungi hak kontrol dari pemegang saham lama

dan melindungi harga saham lama dari kemerosotan nilai.

Menurut Arifin (2001:115-116) yang dikutip dari Sri Artatik (2007), pergerakan saham dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

Kondisi fundamental emiten

Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Nilai fundamental merupakan nilai intrinsik dari suatu saham yang dianalisis dengan menggunakan analisis yang menggunakan data-data finansial yaitu data-data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, contohnya laba, dividen yang dibagi, penjualan dan sebaginya (Jogiyanto, 1998:70). Sedangkan menurut Arifin (2001:116), faktor fundamental merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham. Perkembangan harga saham tidak akan terlepas dari perkembangan kinerja perusahaan. Secara teoritis jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan maka harga saham akan merefleksikannya dengan peningkatan harga saham, demikian sebaliknya (Ang, 1997: 187). Earning per share dan Price Earning Ratio merupakan data rasio dari laporan keuangan perusahaan dan merupakan faktor fundamental yang mempengaruhi pergerakan harga saham (Arifin, 2001:116). Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar resiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham-saham yang bagus atau saham blue chip tentu memiliki resiko yang lebih kecil jika dibanding dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya bagus. Baik kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, maupun manajemennya.

Hukum permintaan dan penawaran

Faktor hukum permintaan dan penawaran digunakan investor untuk mengetahui kondisi fundamental perusahaan dalam melakukan transaksi jual beli. Transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham. Perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga saham karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit tidak akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga akan terlalu mahal.

Tingkat suku bunga

Investor harus memperhatikan faktor suku bunga untuk mengetahui harapan hasil dari setiap investasi yang dilakukannya. Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana invertasi akan mengalami perubahan, ada yang cenderung naik dan ada pula yang cenderung turun. Bunga yang tinggi ini tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investor produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya jika dibanding dengan investasi dalam bentuk saham. Karena investor akan menjual saham dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan.

Valuta asing

Dolar Amerika (US Dollar) merupakan mata uang kuat yang mempengaruhi nilai dari mata uang negara-negara lain. Sebagai contoh ketika suku bunga dolar Amerika naik, investor asing mengharapakn hal yang sama. Mereka akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dolar, otomatis harga saham akan turun.

Dana asing di Bursa

Mengamati jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik maupun keamananya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham.

Indeks harga saham

Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik turunnya harga saham di pasar bursa.

News dan Rumors

Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa. Begitu banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, dalam penelitian ini akan difokuskan pada factor fundamental emiten sebagai pertimbangan utama dalam menanamkan saham.

2.2 Pasar Modal

Pasar modal memunyai peranan penting dalam perekonomian terutama  dalam pengalokasian dana masyarakat. Menurut Jogiyanto (2008), pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dan jangka panjang dengan menjual saham atau surat-surat berharga atau mengeluarkan obligasi. Menurut Usman (1990:62), umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal dengan nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan. Pasar modal berfungsi sebagai sarana alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang mempunyai kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif yang membutuhkan dana.

Menurut Tandelilin (2007:13), pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, yang memiliki peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return relatif besar adalah sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar.

Menurut Kasmir(2001 : 183-189), para pelaku yang terlibat di pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain utama adalah sebagai berikut:

Emiten

Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa disebut emiten. Dalam melakukan emisi, para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya sudah tertuang dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara lain :

Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau kapasitas produksi.

Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal sendiri dengan modal asing.

Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru.

Investor

Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi disebut investor. Sebelum membeli surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas perusahaan, prospek usaha emiten dan analisis lainnya. Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain:

Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden.

Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki maka semakin besar pengusahaan (menguasai) perusahaan.

Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi, pengharapannya adalah pada saham yang benar-benar dapat menaikkan keuntungannya dari jual beli sahamnya.

Lembaga Penunjang

Fungsi lembaga penunjang ini antara lain turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Lembaga penunjang yang memegang peranan penting di dalam mekanisme pasar modal adalah sebagai berikut:

Penjamin emisi (underwriter). Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.

Perantara perdagangan efek (broker/pialang). Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli (investor). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh broker antara lain meliputi:

Memberikan informasi tentang emiten.

Melakukan penjualan efek kepada investor

Perdagangan efek (dealer), berfungsi sebagai:

Pedagang dalam jual beli efek.

Sebagai perantara dalam jual beli efek.

Penanggung (guarantor). Lembaga penengah antara si pemberi kepercayaan dengan si penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya.

Wali amanat (trustee).

Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari si pemberi amanat (investor). Kegiatan wali amanat meliputi:

Menilai kekayaan emiten.

Menganalisis kemampuan emiten.

Melakukan pengawasan dan perkembangan emiten.

Memberi nasehat kepada para investor dalam hal yang berkaitan dengan emiten.

Memonitor pembayaran bunga dan pokok obligasi.

Bertindak sebagai agen pembayaran.

Perusahaan surat berharga (securities company). Mengkhususkan diri dalam perdagangan surat berharga yang tercatat di bursa efek. Kegiatan perusahaan surat berharga antara lain:

Sebagai pedagang efek.

Penjamin emisi.

Perantara perdagangan efek.

Pengelola dana.

Perusahaan pengelola dana (investment company). Mengelola surat-surat berharga yang akan menguntungkan sesuai dengan keinginan investor, terdiri dari 2 unit yaitu sebagai pengelola dana dan penyimpan dana.

Kantor administrasi efek. Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka memperlancar administrasinya. Tugasnya adalah sebagai berikut:

Membantu emiten dalam rangka emisi.

Melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham para investor.

Membantu menyusun daftar pemegang saham.

Mempersiapkan koresponden emiten kepada para pemegang saham.

Membuat laporan-laporan yang diperlukan.

2.3 Teori Kombinasi Bisnis

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.22 revisi tahun 2010 lampiran A, kombinasi bisnis adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis. Transaksi yang kadangkala disebut sebagai ”penggabungan sesungguhnya (true merger)” atau ”penggabungan setara (merger of equals)” juga merupakan kombinasi bisnis sebagaimana istilah ini dipergunakan dalam pernyataan ini. Dengan demikian, kombinasi bisnis bisa dilakukan dengan membeli aset neto perusahaan, mengambil alih hutang, membeli sebagian aset neto perusahaan lain dan bersama-sama membentuk satu atau lebih bisnis lainnya, atau membeli saham perusahaan di atas 50%.

Penggabungan usaha dilakukan untuk memperoleh efisiensi operasi melalui integrasi secara horizontal atau vertikal atau mendiversifikasikan risiko usaha melalui konglomerasi.

Integrasi horizontal ð penggabungan perusahaan-perusahaan dalam line-business atau pasar yang sama.

Integrasi vertikal ð penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda secara berturut-turut, tahapan produksi dan/atau distribusi, misalnya penggabungan usaha antara perusahaan kain dengan perusahaan pakaian jadi.

Konglomerasi ð penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk dan/atau jasa yang tidak saling berhubungan, misalnya penggabungan usaha antara perusahaan minyak dengan perusahaan komputer.

2.4 Teori Volume Perdagangan Saham

Volume perdagangan saham merupakan banyaknya lembarsaham yang diperdagangkan dalam satu hari perdagangan. Ditinjau dari fungsinya, maka dapat dikatakan bahwa TVA merupakan suatu variasi dari  event study. Pendekatan  trading volume activity  ini dapat digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak form efficiency) karena pada pasar yang belum efisien atau efisien dalam bentuk lemah,perubahan harga belum dengan segera mencerminkan informasi yang ada sehingga peneliti hanya dapat mengamati reaksi pasar modal melalui pergerakan volume perdagangan pada pasar modal yang diteliti (Sunur, 2006).

Menurut Ambar dan Bambang (1998), volume perdagangan saham adalah aktivitas perdagangan saham yang terjadi pada waktutertentu yang diperoleh dengan membandingkan atau membagi antara saham yang diperdagangkan dengan saham yang beredar di bursa efek.

Perubahan volume perdagangan saham di pasar modal menunjukkan aktivitas perdagangan saham di bursa dan mencerminkan keputusan investasi investor. Aktivitas volume perdagangan ini digunakan untuk melihat apakah investor individual menilai pengumuman tersebut informatif. Sehingga dapat dikatakan informasi tersebut dapat memengaruhi suatu investasi.

Perhitungan aktivitas volume perdagangan dilakukan dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham yang beredar perusahaan tersebut dalam kurun waktu yang sama.

Menurut Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat (2000), volume perdagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari t. Volume perdagangan saham yang besar mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. Apabila suatu saham aktif diperdagangkan, maka dealer tidak akan lama menyimpan saham tersebut sebelum diperdagangkan. Hal ini mengakibatkan menurunnya tingkat bid-ask spread. Volume perdagangan saham berpengaruh negatif terhadap bid ask spread (Magdalena, 2004).

2.5 Devidend Signaling Theory

Asimetri informasi memberi kesan bahwa manajer mempunyai informasi melebihi investor luar. Jika manajer mempunyai informasi yang tidak dipunyai oleh investor,  maka manajer dapat menggunakan perubahan dalam dividen sebagai cara untuk menunjukkan sinyal informasi dan kemudian menurunkan asimetri informasi. Kemudian investor akan menggunakan pengumuman dividen sebagai informasi untuk menilai harga saham perusahaan. Winarno  (2010) menyatakan bahwa  dividend signaling theory  banyak menjadi referensi bagi penelitian pasar modal khususnya yang terkait dengan kandungan informasi dividen. Menurut teori ini seorang manajer yang mempunyai informasi mendalam  akan menggunakan kebijakan dividen sebagai referensi kualitas  earnings  kepada investor. Pengumuman dividen  dianggap memiliki kandungan informasi apabila pasar bereaksi pada saat pengumuman dividen yang tercermin pada adanya perubahan harga dan atau volume perdagangan sekuritas dari perusahaan yang bersangkutan. Reaksi yang terkait dengan perubahan harga dapat diukur melalui  return  maupun  abnormal return  jika pengumuman dianggap memiliki kandungan informasi.

Menurut teori sinyal terdapat asimetri informasi antara manajer dan investor. Manajer mengetahui prospek perusahaan di masa depan, sedangkan investor tidak (Gelb, 1999). Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar, maka pada umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu  sinyal yang tercermin dari perubahan harga saham (Schweitser, 1989).

  • METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada makalah ini adalah even study. Suatu peristiwa (even study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Even study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi (information content) dari suatu pengumuman digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan (Jogiyanto, 2009)

3.2 Penentuan Sampel

Pada penelitian ini  menggunakan saham XL untuk mengetahui perbedaan

sebelum dan sesudah akuisi XL ke Axis. Periode pengamatan yang digunakan adalah 14 hari sebelum dan sesudah akuisi XL ke Axis.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, karena tidak memungkinkan untuk memperoleh data tersebut secara langsung. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain yang dipubikasikan dalam bentuk yang sudah jadi (J.Supranto, 1992). Data ini berasal dari sumber www.yahoo.finance.com. Data ini adalah data historis volume perdagangan secara harian. Data yang digunakan adalah volume perdagangan saham 14 hari sebelum dan sesudah akuisi XL ke Axis.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang akan diteliti dapat didefinisikan sebagai berikut:

Trading volume activity (TVA)

Volume perdagangan saham merupakan jumlah saham yang diperdagangakan dalam periode tertentu. Volume perdagangan saham diukur dengan Trading Volume Activity (TVA) dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu dengan jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu. Setelah itu, rata-rata masing-masing volume perdagangan saham antara sebelum dan sesudah pemecahan saham dihitung untuk mengetahui besarnya perbedaan. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya digunakan uji beda dua rata-rata antara sebelum dan sesudah pemecahan saham

Adapun rumus yang digunakan yaitu (Suad Husnan,2001):

            TVA =

Tanggal pengumuman akuisi XL ke Axis

Merupakan tanggal terjadinya akuisi XL ke Axis. Tanggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah  Juni 2014.

3.5 Analisis Data

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis uji beda dua rata-rata (t-test). Pengujian dengan cara ini menggunakan metodologi studi peristiwa (event study).

Untuk menganalisis dampak peris-tiwa akuisisi terhadap beberapa indikator yang biasa di-gunakan untuk melihat reaksi pasar yang tercermin dari n aktivitas volume perdagangan saham diperlukan suatu pengujian hipotesis. Tujuan pengujian hipotesis ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas volume perdagangan saham sebelum, saat dan sesudah pengumuman. Pengujian beda nyata TVA dapat dilakukan menggunakan uji t berpasangan jika data berdistribusi normal dan menggunakan uji pengkat bertanda Wilcoxon jika data tidak berdistribusi normal.

Dalam hal ini, pengujian normalitas data, uji beda nyata TVA menggunakan software SPSS 20. Sedangkan pengujian volatilitas menggunakan Microsoft Excel 2017.

3.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara TVA saham sebelum dengan sesudah akuisisi XL ke Axis

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara TVA saham sebelum dengan Sesudah akuisi XL ke Axis.

Pengujian beda 2 sampel berpasangan dapat dilakukan menggunakan uji t berpasangan. Pengujian ini bisa dilakukan jika data yang dimiliki terdistribusi secara normal. Uji Kolmogorov smirnov digunakan untuk mengetahui apakah suatu data berdistribusi normal. Jika sig. yang dihasilkan lebih dari 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan dapat dilakukan uji t berpasangan. Jika data yang digunakan tidak berdistribusi normal, tidak dapat dilakukan uji t berpasangan. Uji yang dapat digunakan adalah uji tanda berpangkat Wilcoxon. Dari hasil pengujian beda 2 sampel berpasangan, jika didapatkan peluang lebih dari 5% (sig.>5%) maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara TVA saham sebelum dengan sesudah akuisisi XL ke Axis.

3.7 Tahapan Penelitian

Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengumpulkan data volume perdagangan dan menghitung Trading Volume Activity menggunakan Microsoft Excel 2007.

Melakukan pengujian kenormalan data menggunakan uji Kolmogorov smirnov untuk mengetahui apakah data berdistribusi secara normal menggunakan software SPSS 20.

Melakukan pengujian beda 2 sampel berpasangan (paired sample t test) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan sebelum dan sesudah akuisi XL ke Axis menggunakan software SPSS 20.

Melakukan pengujian Volatilitas untuk mengetahui pergerakan harga saham menggunakan Microsoft Excel.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.xl.co.id/corporate/id/investor/informasi/xl-akuisisi-axis

http://tekno.kompas.com/read/2014/03/20/1034103/xl.resmi.akuisisi.axis

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.f

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Sadikin, Ali. 2011. Pengaruh Return On Asset Dan Tobin’s Q Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Retail Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Aritanong, HS dkk. 2009. Analisis Return, Abnormal Return, Aktivitas Volume Perdagangan Atas Pengumuman Merger Dan Akuisisi. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.

ANALISIS PENGARUH KEMASAN ROKOK A MILD TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI ROKOK MAHASISWA UNIVERSITAS MA CHUNG

DYAH AYU S.P. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Salah satu aspek penilaian konsumen terhadap suatu produk adalah kemasan. Kemasan yang menarik dapat menimbulkan ketertarikan konsumen untuk membeli produk. Judul penelitian adalah Analisis Pengaruh Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok Mahasiswa Universitas Ma Chung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kemasan terhadap keputusan pembelian konsumen produk A Mild.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan variabel kemasan sebagai variabel bebas dan keputusan pembelian sebagai variabel terikat. Metode pengambilan data adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada 66 mahasiswa yang pernah mengkonsumsi produk A Mild dengan teknik non probability sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi linier sederhana.

Analisis regresi linier sederhana menghasilkan metode hubungan yaitu Y = 9.653 + 0,447X + e. Hasil uji hipotesa menunjukkan variabel kemasan secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian dengan hasil t-hitung sebesar 4,947,0,000 < 0,05. Koefisien determinasi adalah 0,227 yang berarti pengaruh variabel kemasan terhadap keputusan pembelian adalah 27,70% dan sisanya 72,30% dipengaruhi oleh variabel lain.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemasan berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk A Mild. Disarankan PT HM Sampoerna Tbk agar memperbaiki kemasan sehingga keputusan pembelian konsumen terhadap produk A Mild meningkat.

Kata-kata kunci: kemasan, keputusan pembelian konsumen.

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, tidak luput juga diikuti dengan pertumbuhan dan lahirnya perusahaan-perusahaan, baik itu bergelut dalam bidang barang maupun jasa dimana setiap perusahaan selalu berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan dan mempertahankan pangsa pasar yang ada. Hal tersebut dapat membuat persaingan manjadi semakin ketat khususnya bagi para pelaku usaha.

Perusahaan dapat dikatakan berhasil atau menang dalam persaingan apabila perusahaan tersebut berhasil mandapatkan dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang telah mereka bidik sebelumnya. Dengan banyaknya jumlah pelanggan yang didapat tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar dan pertumbuhan kearah yang lebih baik. Pada dasarnya semakin bertambahnya pesaing-pesaing dalam bidang tertentu maka semakin banyak pula pertimbangan yang harus dipilih oleh para konsumen karena semakin banyak pula produk-produk yang ditawarkan. Tentunya konsumen tersebut akan memilih produk barang atau jasa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Oleh sebab itu perusahaan-perusahaan dituntut untuk lebih inovatif dalam menghasilkan produk barang maupun jasa sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh para calon konsumen mereka guna menarik perhatian konsumen dan menghadapi persaingan dari para pesaing.

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang dipilih. Pemasaran yang baik itu bukan kebetulan, melainkan hasil dari eksekusi dan perencanaan yang cermat. Praktik pemasaran terus ditingkatkan dan diperbaharui diseluruh industri untuk meningkatkan peluang keberhasilan (Kotler dan Keller, 2009).

Seorang pemasar harus lebih jeli dalam membaca perubahan-perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar lingkungan perusahan, karena penting untuk mengetahui apa kelebihan, kekurangan, ancaman dari pesaing dan tren atau mode yang sedang dianut pada saat tertentu. Dengan demikian perusahaan dapat membuat strategi yang lebih efektif dan efisien dalam menjalankan kegiatan usahanya dan lebih siap dalam menghadapi persaingan-persaingan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Menurut Kotler dan Keller (2009), selain memantau perubahan lingkungan perusahaan, pemasar juga perlu mengembangkan pengetahuan khusus tentang pasar khusus mereka. Pemasar yang baik menginginkan informasi untuk membantu mereka menginterpretasikan kinerja masa lalu dan merencanakan kegiatan masa depan. Para pemasar membutuhkan informasi yang tepat dan akurat, serta dapat dilakukan terhadap konsumen, pesaing dan merek mereka.

Perubahan lingkungan senantiasa terjadi terus menerus dalam proses perkembangan suatu negara, yang secara langsung maupun tidak langsung, akan memperbaharui kehidupan dan tata ekonominya, cara-cara pemasaran dan perilaku manusia-manusianya (Basu Swastha dan T. Hani Handoko, 2000).

Dapat diketahui bahwa angka pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun, maka kemungkinan jumlah permintaan akan produk barang maupun jasa juga akan ikut meningkat. Jumlah penduduk yang besar tersebut dapat menjadi pasar yang sangat potensial bagi perusahaanperusahaan untuk memasarkan produk-produk perusahaan tersebut karena pada umumnya bertambahnya permintaan juga harus diimbangi dengan bertambahnya penawaran agar kondisi perekonomian di Indonesia tetap setabil. Untuk memenuhi setiap permintaan-permintaan yang berbeda dari konsumen yang berbeda-beda, hal tersebut menjadi alasan mengapa perusahaan harus mempelajari dan memahami perilaku konsumen mereka. Antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lain tidak seluruhnya memiliki perilaku yang sama oleh karena itu diperlukan penanganan yang berbeda pula.

Dengan mendapatkan pemahaman konsumen yang menyeluruh dan mendalam, akan membantu memastikan bahwa produk yang tepat dipasarkan pada konsumen yang tepat dengan cara yang tepat (Kotler dan Keller, 2009). Menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko (2000), setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan menyalurkan barang-barang dan jasa-jasa, sistem ini sangat kompleks dan barang-barang ekonomis yang tersedia beraneka ragam. Perusahaan pun berkepentingan dengan hampir setiap kegiatan manusia dalam sistem ini, karena perilaku konsumen merupakan bagian dari kegiatan manusia. Sehingga bila membicarakan perilaku konsumen itu berarti membicarakan kegiatan manusia, hanya dalam lingkup yang lebih terbatas.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha dan Handoko, 2000). Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor eksternal maupun faktor internal sehingga pada akhirnya perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian.

Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009). Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang terpikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengambilan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi (Kotler,2005). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan pembelian. Menurut Wijayanti (2008) produk, harga dan promosi dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan (Kotler, 1997). Konsumen semakin banyak memiliki alternatif dan sangat berhati-hati dalam menentukan keputusan untuk melakukan pembelian dengan mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan, keunggulan produk, pelayanan dan perbandingan harga sebelum memutuskan untuk membeli (Tjiptono, 2000). Oleh sebab itu untuk dapat mendapat perhatian konsumen maka pihak pemasar harus dapat menawarkan produk yang sesuai dengan harapan konsumennya karena penawaran produk adalah jantung dari program pemasaran dari suatu organisasi dan biasanya merupakan langkah awal dalam membentuk bauran pemasaran.

Faktor lainnya adalah harga. Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Harga berperan sebagai salah penentu dalam pilihan pembeli, karena konsumen akan memutuskan apakah harga suatu produk sudah tepat atau belum. Keputusan penetapan harga juga harus berorientasi pada pembeli. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka menukar suatu nilai (harga) untuk mendapatkan suatu nilai atau manfaat dari produk yang dikonsumsinya. Jika konsumen menganggap bahwa harga lebih tinggi dari nilai produk, maka konsumen tersebut mungkin tidak akan membeli produk itu kembali. Jika konsumen menganggap harga berada di bawah nilai produk atau sesuai dengan manfaat, maka konsumen tersebut kemungkinan akan membelinya kembali.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah promosi. Promosi adalah mengkomunikasikan informasi antara penjual dan pembeli potensial atau orang lain dalam saluran untuk mempengaruhi sikap dan perilaku (Cannon,dkk, 2008). Salah satu tujuan dari kegiatan promosi adalah agar informasi mengenai suatu produk dapat diterima oleh para konsumen dan juga dapat untuk meyakinkan para konsumen bahwa produk yang ditawarkan memiliki keunggulan lain bila dibanding dengan produk sejenis lainnya. Dengan demikian ketika konsumen sedang mencari informasi mengenai suatu produk untuk memenuhi kebutuhannya, maka dengan adanya kegiatan promosi tersebut konsumen dapat dengan mudah mendapat informasi mengenai produk yang dibutuhkan dan bagi produsen sendiri produknya juga akan mudah dikenali oleh para konsumen. Semakin sering suatu produk dipromosikan maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan mendorong para konsumen untuk mencoba mengkonsumsinya.

Pola pembelian pada setiap rumah tanggga berbeda-beda, karena setiap rumah tangga memiliki jenis pengeluaran yang bermacam-macam dari kebutuhan yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Jenis pengeluaran yang bermacam-macam itulah yang akhirnya membentuk suatu gaya hidup rumah tangga, dimana gaya hidup setiap rumah tangga menjadi berbeda-beda dan hal tersebut yang menjadikan alasan mengapa prosentase dari pendapatan suatu rumah tangga untuk setiap jenis pengeluaran rumah tangga itu berbeda-beda, misalkan untuk rumah tangga yang mengkonsumsi rokok pastinya memiliki perbedaan bila dibanding dengan rumah tangga yang tidak mengkonsumsi rokok.

Tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia cukup tinggi. Saat ini enam dari sepuluh rumah tangga termiskin di Indonesia mempunyai pengeluaran untuk rokok. Rokok memiliki prioritas kedua setelah beras. Pengeluaran untuk rokok itu mengalahkan konsumsi yang lebih penting. Konsumsi untuk rokok itu menempati posisi kedua, yang pertama padi-padian. Tren konsumsi rokok di Indoesia semakin tak terkendali. Di 2007, satu dari tiga orang Indonesia merokok, bahkan 65,6% laki- laki di Indonesia mengkonsumsi rokok. Lebih mencengangkan lagi, di 2007, remaja umur 15-19 tahun yang mengkonsumsi rokok mencapai 18,8%. “Jika dibiarkan terus menerus bisa mencapai 25%. Demikian disampaikan oleh Peneliti Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdilah Ahsan dalam seminar soal rokok di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (18/3/2011).

A Mild diluncurkan oleh Sampoerna pada tahun 1989. A Mild merupakan pionir produk rokok kategori LTLN (Low Tar Low Nicotine) di Indonesia. Pada tahun 2012, A Mild mempertahankan posisi sebagai merk rokok dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. A Mild juga meluncurkan kemasan limited edition tetapi tidak mengubah kemasan yang lama.

Oleh karena itu, laporan ini dibuat untuk mengetahui pentingnya kemasan dari produk A Mild, sehingga mengakibatkan terjadinya keputusan pembelian produk oleh konsumen. Berdasarkan latar belakang di atas diambil judul laporan metodologi penelitian : “Analisis Pengaruh Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok Mahasiswa Universitas Ma Chung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menguji pengaruh dimensi kemasan rokok terhadap keputusan membeli rokok. Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh kemasan rokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

Bagaimana pengaruh kualitas produk rokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

Bagaimana pengaruh selera merokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

Menguji pengaruh kemasan rokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

Menguji pengaruh kualitas produk rokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

Menguji pengaruh selera merokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya maupun yang terkait serta langsung didalamnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

Bagi Perusahaan

Dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dan bahan acuan tentang bagaimana faktor-faktor tertentu mempengaruhi keputusan pembelian.

1.4.1 Bagi Universitas

Sebagai suatu hasil karya dan sebuah karya yang dapat dijadikan sebagai bahan wacana dan pustaka bagi mahasiswa atau pihak lain yang memiliki ketertarikan meneliti dibidang yang sama.

1.4.2 Bagi Penulis

Penulisan dan penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan sebagai sumber sumbangan yang cukup penting terhadap aplikasi langsung di masyarakat atas pengetahuan secara teori yang didapat selama dibangku kuliah dengan praktis.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disusun dalam 3 bab dalam tahapan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN         

Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan secara umum, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

Rerangka Teoritis sebagai kerangka acuan penelitian  dalam pembahasan masalah yang akan diteliti dan sebagai dasar analisis yang diambil dari berbagai literatur. Selain berisi landasan teori, bab ini juga meliputi kerangka pikir teoritis dan hipotesis.

BAB III   METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi variabel penelitian dan definisi operasional, jenis, sumber data, populasi dan penentuan sample, metode pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan.

  • RERANGKA TEORITIS

2.1  Landasan Teori

2.1.1  Manajemen Pemasaran

Pengertian Pemasaran

Kemampuan perusahaan dalam memasarkan produknya sangat mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya karena pemasaran merupakan salah satu faktor penting dalam siklus yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kegiatan pemasaran perusahaan juga harus dapat memberikan kepuasan pada konsumen jika menginginkan usahanya tetap berjalan.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi lain pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok medapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan produk lain (Kotler dan Keller, 2009). Sedangkan menurut Cannon, dkk, (2008), pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliaran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen.

Pemasaran bukanlah sekedar penjualan dan periklanan. Hal ini karena tujuan dari pemasaran adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut secara sangat baik. Ini berlaku dengan baik jika produk tersebut merupakan barang dan jasa, atau bahkan suatu ide. Jika seluruh pekerjaan pemasaran telah dilakukan dengan baik, pelanggan tidak perlu banyak dibujuk. Mereka akan siap untuk membeli, setelah itu, mereka akan merasa puas dan siap untuk membeli dengan cara yang sama pada kesempatan berikutnya (Cannon, dkk, 2008).

2.2 Produk

2.2.1 Pengertian Produk

Manusia memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan barang dan jasa. Produk menurut Philip Kotler adalah: “segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan” (1997:52). Basu Swastha dan Irawan, menyatakan bahwa produk adalah: ”suatu sifat kompleks, baik dapat diraba maupun tidak diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan, pelayanan pengusaha dan pengecer, yang diterima pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan” (1990:165).

Fandy Tjiptono mengartikan produk sebagai: “segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan/dikonsumsi pasar sebagai pemenuh kebutuhan/keinginan pasar yang bersangkutan” (1999:95). Produk yang ditawarkan tersebut meliputi: barang fisik, jasa, orang/pribadi, organisasi, dan ide. Secara lebih rinci, konsep produk meliputi: barang, kemasan, merk, warna, label, harga, kualitas, pelayanan dan jaminan.

Selama ini banyak penjual melakukan kesalahan dengan memberikan perhatian lebih banyak pada produk fisik daripada manfaat yang dihasilkan dari produknya. Mereka menempatkan diri lebih dari sebagai penjual daripada memberikan pemecahan kebutuhan. Padahal perusahaan harus berpusat pada kebutuhan pelanggan, bukan hanya pada keinginan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan produk merupakan alat untuk memecahkan masalah konsumen. Fandy Tjiptono menyatakan bahwa dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar perlu memahami lima tingkatan produk:

Produk utama atau inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi pelanggan setiap produk.

Produk generic, produk dasar yang memenuhi fungsi produk paling dasar/rancangan produk minimal dapat berfungsi.

Produk harapan (expected product) yaitu produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal diharapkan dan disepakati untuk dibeli.

Produk pelengkap (equipmented product) yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi/ditambahi berbagai manfaat dan layanan sehingga dapat menentukan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk asing.

Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa datang (1999:96-97).

2.2.2 Klasifikasi Produk

Klasifikasi produk biasanya dilakukan berdasarkan beberapa sudut pandang, namun secara umum produk dapat dibagi 2 yaitu:

  1. Barang

Barang menurut Tjiptono (….) adalah “produk yang berwujud fisik sehingga dapat bisa dilihat, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dan perlakuan fisik lainnya” (1999:98). Ditinjau dari daya tahannya, terdapat 2 macam barang yaitu:

Barang tahan lama (durable goods)

Merupakan barang berwujud yang biasanya bisa tahan lama dengan banyak pemakaian, atau umur ekonomisnya untuk pemakaian normal satu tahun atau lebih. Contoh: lemari es dan televisi.

Bahan tidak tahan lama (non durable goods)

Merupakan barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu kali pemakaian, atau umur ekonomisnya dalam pemakaian normal kurang dari sattu tahun. Contoh: sabun mandi dan makanan.

  • Jasa

Jasa menurut Kotler (1992:45) adalah “setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya jasa tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”.  Produk jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.

Produk juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan kriteria ini Fandy Tjiptono mengklasifikasikan produk menjadi:

Barang Konsumen

Barang Konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir (individu atau rumah tangga), dan bukan untuk kepentingan bisnis, barang konsumen dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

Convenience Goods

Convenience Goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian yang tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera dan memerlukan usaha yang minimum dalam perbandingan dan pembelianya. Contohnya: rokok, sabun mandi, pasta gigi, dan permen.

Shooping Goods

Shooping goods adalah barang yang proses pemilihan dan pembelianya, dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria pembanding meliputi harga, kualitas, dan model masing-masing. Contohnya: alat rumah tangga, pakaian, dan kosmetik.

Speciality goods

Speciality goods adalah barang yang memiliki karakteristik atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang ini terdiri atas barang-barang mewah, dengan merek dan model yang spesifik, seperti mobil jaguar dan pakaian desain terkenal.

Unsought goods

Unsought goods adalah barang yang tidak diketahui oleh konsumen atau kalaupun sudah diketahui oleh konsumen, konsumen belum tentu tertarik untuk membelinya. Contohnya: batu nisan, ensiklopedi, dan tanah pekuburan.

Barang industri

Barang industri adalah barang yang di konsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis). Barang industri digunakan untuk keperluan selain di konsumsi langsung yaitu: untuk diolah menjadi barang lain atau untuk dijual kembali. Barang industri dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

Material and part

Merupakan barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk jadi. Kelompok ini dibagi menjadi dua kelas yaitu bahan baku serta bahan jadi dan suku cadang.

Capital Items

Merupakan barang tahan lama (long Lasting) yang memberi kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola produk jadi. Capital items dibagi menjadi dua kelompok yaitu instalasi (meliputi bangunan dan peralatan kantor).

Supplies and service

Merupakan barang yang tidak tahan lama serta jasa yang memberi kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola keseluruhan produk jadi (1999:98-101).

Atribut Produk

Produk akan berhasil apabila memiliki atribut-atribut yang sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Atribut produk menurut Sumarno (1994:188) adalah “suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan pembelinya”.

Atribut produk menurut Tjiptono (1999:103) adalah “unsur-unsur produk yang dipanndang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian”. Atribut produk secara umum meliputi:

Desain Produk

Sumarno (2000:192)menyatakan bahwa “desain atau bentuk produk merupakan atribut yang sangat penting untuk memengaruhi konsumen agar mereka tertarik dan kemudian membelinya”. Dalam praktiknya kita dapat melihat bahwa desain produk dari merek tertentu, berbeda dengan desain produk yang sama namun merek yang berbeda.

Gobe (2005:97) menyatakan bahwa “desain produk yang baik harus dapat memberikan pengalaman sentuhan yang menyenangkan bagi pelanggan” (2005:7). Gobe meyakini bahwa “ dalam membeli sesuatu konsumen tidak hanya memerlukan infomasi mengenai produk, mereka cenderung menyentuh produk untuk proses evaluasi” .

Warna produk

Penglihatan merupakan indera yang utama bagi manusiia dalam mengeksploitasi dan memahami dunia. Warna merupakan elemen penting dalam desain grafis yang memiliki pengaruh besar terhadap penglihatan audiens. Pada suatu produk, warna adalah elemen penting yang dilihat pertama kali oleh audiens. Warna juga merupakan hal yang menjadi pertimbangan kualitas suatu produk.

Marc Gobe menyatakan bahwa secara umum warna-warna memiliki efek psikologis atau emosi sebagai berikut:

Warna yang memiliki gelombang panjang berarti memprovokasi. Warna-warna yang memiliki gelombang panjang antara lain warna merah dan kuning. Warna merah sebagai warna yang paling merangsang, akan menarik perhatian mata lebih cepat dibanding warna lain. Warna kuning, berada di tengah gelombang cahaya yang dapat dideteksi oleh mata, karena warna kuning menjadi warna yang paling cerah dan mudah menarik perhatian. Warna-warna seperti ini cocok untuk produk-produk yang membutuhkan lebih seperti garis polisi.

Warna yang memiliki gelombang pendek berarti menenangkan. Warna-warna yang memiliki gelombang pendek antara lain biru dan hijau. Warna biru mempunyai sifat yang menyegarkan dan memberi rasa rileks. Sedangkan warna hijau memberi kesan sejuk dan alami (2005:84-85).

Merek

Merek menurut Kotler (….) dalamSusanto (2001;575) adalah “nama, istilah, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dengan pesaing-pesaing”. David Baker (….) dan Tjiptono (1999:105) menyatakan bahwa “merek berbeda dengan produk”. Produk adalah sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik, sedang merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Produk bisa lebih dengan mudah ditiiru pesaing, sedang merek memiliki keunikan yang relative sukar ditiru atau dijiplak.

Istilah merek (brand) mempunyai pengertian yang luas. The American Marketing Association dalam Basu Swastha merumuskan sebagai berikut:

Brand adalah nama, istilah, symbol, atau desain atau kombinasi yang dimaksudkan untuk memberi tanda barang atau jasa dari seseorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

Brand name terdiri atas kata-kata, huruf, dan atau angka-angka yang dapat diucapkan.

Brand mark adalah bagian dari merek yang dinyatakan dalam bentuk symbol,desain, atau warna atau huruf tertentu.

Trade mark adalah merek yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah didaftarkan kepada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk menggunakannya (1984:135).

Merek menurut Fandy Tjiptono memilki beberapa tujuan, yaitu:

Identitas

Merek bermanfaat untuk membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Merek juga bermanfaat untuk memudahkan konsumen mengenali produk saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

Alat promosi

Merek bermanfaat sebagai alat daya tarik produk.

Membina citra

Yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas serta prestise tertentu kepada konsumen.

Mengendalikan pasar (1999:106).

Merek yang digunakan oleh suatu perusahaan tidak bisa sembarangan, karena merek dapat menentukan persepsi konsumen terhadap produk. Merek yang baik menurut Fandy Tjiptono harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

Merek harus khas atau antik.

Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakaiannya.

Merek harus menggambarkan kualitas produk.

Merek harus mudah diucapkan, dikenali dan diingat.

Merek harus dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk (1998:108).

Kemasan

Pengemasan (packaging) menurut Swastha (1984:139) adalah “kegiatan-kegiatan umum dalam perencanaan barang yang melibatkan penentuan desain dan pembuatan bungkus atau kemasan bagi suatu barang”. Tjiptono (1999:106) menyatakan bahwa: “pengemasan, berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah atau pembungkus untuk suatu produk”. Tjiptono (1999) menyatakan bahwa pemberian kemasan pada produk memiliki beberapa tujuan, yaitu:

Pelindung isi (protection)

Misalnya dari kerusakan, kehilangan, berkurangnya dan sebagainya.

Memberikan kemudahan dalam penggunaan (operation)

Misalnya supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang dan sebagainya.

Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable)

Misalnya untuk diisi kembali atau untuk wadah lain.

Memberi daya tarik (promotion)

Yaitu aspek artistik, warna, bentuk maupun desainnya.

Identitas produk (image)

Misalnya berkesan kokoh, awet, lembut, dan mewah.

Distribusi (shipping)

Misalnya mudah disusun, dihitung dan ditangani.

Informasi (labelling)

Yaitu menyangkut isi, pemakaian dan kualitas.

Cermin inovasi produk

Berkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang (1999:106). Pemberian kemasan suatu produk biasanya disertai strategi tertentu. Basu Swastha menyatakan bahwa kemasan produk meliputi masalah-masalah sebagai berikut:

Perubahan Bungkus

Perubahan bungkus suatu produk umumnya untuk melakukan perubahan produk, yaitu adanya penurunan penjualan dan usaha untuk memperluas pasar. Kemasan baru juga diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk promosi perusahaan.

Pembungkus Produk Line

Perusahaan kadang mengadakan pembungkusan untuk beberapa jenis barang dalam kelompok yang sama yang disebut pembungkusan kelompok (family packaging). Strategi ini sama dengan strategi merek kelompok.

Pembungkusan yang dapat digunakan lagi

Strategi penggunaan bungkus kembali biasanya digunakan untuk mendorong pembelian ulang. Strategi ini banyak dipakai pada produk kebutuhan rumah tanga dan produk makanan.

Pembungkusan Ganda

Perusahaan yang menggunakan strategi ini memakai satu kemasan untuk membungkus beberapa satuan barang, seperti rokok, Iilin, dan kok ( l984:141).

Pemberian label

Label menurut Swastha (1984:44) adalah “bagian dari sebuah barang yang berupaya keterangan (kata-kata) tentang barang tersebut atau penjualnya”. Label bisa merupakan bagian dari kemasan atau merupakan etiket (tanda pengenal) yang dicantelkan pada produk. Misalnya tulisan “hanya untuk dewasa” pada kemasan obat. Stanton(….)  dalam Tjiptono (1990:107) membagi label menjadi 3 macam yaitu:

Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.

Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian dan kinerja produk serta karakteristik-karakterisrik lainya yang berhubungan dengan produk.

Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas produk dengan huruf, angka atau kata.

Kemasan

Pengertian Kemasan

Banyak komunikator pemasaran makin menyadari peran penting yang ditampilkan oleh kemasan produk. Peran dari kemasan semakin meningkat hingga menimbulkan ekspresi-eskpresi seperti “pengemasan sekurang-kurangnya bentuk mahal dari iklan”, “setiap kemasan adalah iklan lima-detik” dan “kemasan adalah produk”. Peran periklanan dari kemasan berhubungan dengan riset yang mengungkapkan bahwa konsumen menghabiskan sedikit waktu sekitar 10 detik sampai 12 detik memandang merek sebelum berpindah atau menyeleksi untuk melakukan keputusan pembelian (Shimp, 2003:307).

Menurut Angipora (2003: 151) kemasan adalah seluruh kegiatan merancang dan memproduksi pembungkus suatu produk. Ada beberapa alasan mengapa kemasan sangat diperlukan antara lain :

Pengemasan sebagai alat untuk melindungi produk. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke  konsumen. Kemasan dirancang dengan tepat akan melindungi produk dari hal-hal yang dapat mengurangi mutu, jumlah dan penampilan.

Pengemasan sebagai sarana yang dapat memberikan kemudahan  penggunaan. Kemasan harus dapat memberikan kemudahan dalam penggunaan produk. Misalnya kemasan harus mudah dibuka dan ditutup, tidak boleh terlalu berat.

Kemasan berguna dalam melaksanakan program pemasaran perusahaan. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif sehingga produk dapat dibedakan dari produk pesaing. Beberapa kemasan dapat menjadi daya tarik sendiri dalam penjualan sehingga sekaligus menjadi media promosi.

Fungsi Kemasan

Kemasan memiliki fungsi yang sangat penting,  Setiadi (2005:46) memberikan beberapa prinsip bagi perancang kemasan agar memahami proses kemasan antara lain :

Kemasan berfungsi sebagai informasi, sehingga desain kemasan harus jujur dan memberikan informasi tentang produk. Artinya kemasan harus sesuai dengan desain yang tertera pada kemasan dengan isinya.

Kemasan memiliki fungsi sebagai pelindung produk serta memiliki fungsi kepraktisan yang harus sesuai dengan pandangan konsumen.

Kemasan memilki fungsi branding/merek sebagai sarana komunikasi citra dan posisi produk dipasar.

Peranan fungsi kemasan dalam pemasaran juga ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain :

Meningkatkan standar kesehatan dan sanitasi yang dituntut oleh masyarakat.

Mahalnya harga tempat untuk peragaan produk yang diperlukan oleh pihak produsen dan sulitnya memperoleh tempat ditoko-toko eceran.

Susahnya menghadapi pengecer yang hanya mau menjual produk dengan kemasan yang efektif  saja.

Keputusan Pembelian

Pengertian Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009). Menurut Kotler dan Amstrong (2001) keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar akan membeli. Berdasarkan tujuan pembelian, konsumen dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu konsumen akhir (individual) dan konsumen organisasional (konsumen industrial, konsumen antara, konsumen bisnis). Konsumen akhir terdiri atas individu atau rumah tangga yang tujuan akhirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk konsumsi. Sedangkan konsumen organisasional terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis (memperoleh laba) atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pada umumnya manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis informasi yang tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang mungkin bisa muncul dari tindakannya sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu.

Menurut Semuel (dikutip dari Schiffman dan Kanuk, 2004, hal: 547) keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan yang ada, artinya bahwa syarat seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang terpikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengambilan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi.

Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya resiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi resiko yang dipikirkan itu (Kotler,2005). Menurut Kotler (1996), ada 5 tahap dalam proses pengambilan keputusan yang dilalui:

Pengenalan Masalah

Merupakan suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Jika kebutuhan tersebut diketahui, maka konsumen akan segera memahami kebutuhan yang belum perlu segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya serta kebutuhan yang sama-sama harus segera dipenuhi.

Pencarian Informasi

Yang menjadi pusat perhatian para pemasar adalah sumber-sumber informasi pokok yang akan diperhatikan konsumen dan pengaruh relatif dari setiap informasi terhadap rangkaian keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen terbagi menjadi empat kelompok :

Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan)

Sumber niaga (periklanan, petugas penjualan, penjual, dan pameran)

Sumber umum (media massa, organisasi konsumen)

Sumber pengalaman (pernah menangani, menguji, mempergunakan produk).

Sumber-sumber informasi ini memberikan pengaruh yang relatif berbeda-beda sesuai dengan jenis produk dan ciri-ciri pembeli. Mengenai sumber informasi yang dipergunakan oleh konsumen, pemasar perlu mengidentifikasi sumber-sumber itu dengan cermat dan menilai pentingnya masing-masing sumber informasi itu.

Evaluasi Alternatif

Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal maka selanjutnya konsumen harus melakukan penelitian tentang beberapa alternatif yang menentukan langkah selanjutnya. Perubahan ini tidak dapat terpisah dari pengaruh sumber-sumber yang dimiliki konsumen (waktu, uang dan informasi).

Keputusan Membeli

Pada tahap evaluasi, konsumen memeringkat merek-merek dan bentuk-bentuk maksud pembelian. Konsumen juga mungkin membentuk minat untuk membeli produk yang paling disukai.

Perilaku Pasca Pembelian

Tahap ini sangat ditentukan oleh pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk yang ia beli. Setelah pembelian akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasaan kemudian melakukan tindakan untuk mendapatkan perhatian dari pasar.

Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian

Perilaku keputusan pembelian sangat berbeda untuk masing-masing produk. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), perilaku keputusan pembelian terbagi menjadi empat jenis, yaitu:

Perilaku pembelian kompleks

Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan eskpresi diri. Umumnya konsumen harus mempelajari banyak hal tentang kategori produk.

Pada tahap ini, pembeli akan melewati proses pembelajaran, mula-mula mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak. Pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk membelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Konsumen harus membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak dengan teks yang panjang. Konsumen harus memotivasi wiraniaga toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek akhir.

Perilaku pembelian pengurangan disonansi (ketidaknyamanan)

Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaknyamanan pasca pembelian ketika mereka mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi semacam itu, komunikasi pasca penjualan yang dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merek mereka.

Perilaku pembelian kebiasaan

Perilaku pembelian kebiasaan terjadi ketika dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Konsumen hanya mempunyai sedikit keterlibatan dalam kategori produk ini, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil satu merek. Jika mereka terus mengambil merek yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan dari pada loyalitas yang kuat terhadap sebuah merek. Konsumen seperti ini memiliki keterlibatan rendah dengan sebagian besar produk murah yang sering dibeli.

Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan mempertimbangkan keputusan tentang merek yang akan dibeli. Sebagai gantinya, konsumen menerima informasi secara pasif ketika mereka menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan akan suatu merek dan bukan keyakinan merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merek, mereka memilih merek karena terbiasa dengan merek tersebut, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah melakukan pembelian. Oleh karena itu, proses pembelian melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh perilaku pembelian, yang mungkin diikuti oleh evaluasi atau mungkin tidak.

Perilaku pembelian mencari keragaman

Perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah, tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek. Pemimpin pasar akan mencoba mendorong perilaku pembeli kebiasaan dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin. Perusaahan penantang akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan harga yang lebih murah, kesepakatan kupon khusus, sampel gratis, dan iklan yang menampilkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2005). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti (Ferdinand, 2006). Variabel dependen yaitu variabel yang nilainya diprngaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian (Y).

Keputusan Pembelian dalam penelitian ini diukur melalui (Setyaji, 2008) :

Prioritas pembelian

Keyakinan dalam membeli

Kemudahan mendapat/memperoleh

Pertimbangan manfaat

Variabel Independen (X)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik yang pengaruhnya positif maupun yang pengaruhnya negatif (Ferdinand, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari adalah kemasan (X).

Penelitian Terdahulu

Penelitian tedahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka menyusun skripsi ini. Terdapat beberapa penelitian tedahulu yang akan mengarahkan penelitian ini diantaranya yaitu :

Penelitian Afiana (2012) yang berjudul Fungsi Kemasan Produk Pengambilan Keputusan Pembelian You C 1000 dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan yang baik dari You C 1000 berfungsi untuk pengambilan keputusan pembelian.

Penelitian Indriastuti (2003) yang berjudul Pengaruh Kemasan Produk Kosmetik Terhadap Keputusan Pembelian dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan produk kosmetik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.

Penelitian Wiguno (2006) yang berjudul Pengaruh Kemasan Produk Terhadap Keputusan Konsumen dalam Membeli Produk Jajan Khas Kota Gresik dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan produk pudak mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel terikat (keputusan pembelian) adalah variabel bahan kemasan.

Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan

Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara atau dugaan yang paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya atau jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris.

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir (Sugiyono, 2012:63). Hubungan dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut :

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap   

  keputusan membeli rokok.

Rerangka Teoritis

Sekaran dalam Sugiono (2012:60) mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Ringkasan hasil penelitian terdahulu merupakan landasan untuk menyusun konseptual penelitian. Konsep penelitian ini bisa digambarkan seperti pada halaman berikut :

Text Box: (X)
Kemasan

Text Box: (Y)
Keputusan Pembelian
                                                   H1

  • METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah melalui pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif  merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.

Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode kuantitatif sering juga disebut metode tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim, 2002: 35).

Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan sebagai metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable dan indikator. Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda–beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan simbol–simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dati metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul.

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.2 Populasi

Sugiyono (2001: 55) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.

Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108). Kerlinger (Furchan, 2004: 193) menyatakan bahwa populasi merupakan semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan  secara jelas. Nazir (2005: 271) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan  populasi  finit sedangkan, jika jumlah individu dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak terhingga, disebut populasi  infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah desa adalah populasi  finit. Sebaliknya, jumlah pelemparan mata dadu yang terus-menerus merupakan populasi infinit.

Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi (Margono, 2004: 118). Ia menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian.

Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan sebagai berikut :

Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memilki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000 orang guru SMA pada awal tahun 1985, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun, lulusan program Strata 1, dan lain-lain.

Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif.  Misalnya guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang.

Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu, sekarang dan yang akan menjadi guru. Populasi seperti ini disebut juga parameter. Selain itu, menurut Margono (2004: 119) populasi dapat dibedakan ke dalam hal berikut ini:

Populasi teoretis (teoritical population), yakni sejumlah populasi yang batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi yang lebih luas, maka ditetapkan terdiri dari guru; berumus 25 tahun sampai dengan 40 tahun, program S1, jalur skripsi, dan lain-lain.

 Populasi yang tersedia  (accessible population),  yakni sejumlah populasi yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, guru sebanyak 250 di kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik yang telah ditetapkan dalam populasi teoretis. Margono (2004: 119-120) pun menyatakan bahwa persoalan populasi penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:

Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya, seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah, hasilnya akan sama saja.

 Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsurunsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen.

3.3 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109; Furchan, 2004: 193). Pendapat yang senada pun dikemukakan oleh Sugiyono (2001: 56). Ia menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang  diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,  kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.

Margono (2004: 121) menyataka bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh  (monster)  yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Hadi (Margono, 2004: 121) menyatakan bahwa sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal berikut:

Peneliti bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian saja.

 Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil-hasil kepenelitiannya, dalam arti mengenakan kesimpulan-kesimpulan kepada objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas.

Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan berbagai alasan. Nawawi (Margoino, 2004: 121) mengungkapkan beberapa alasan tersebut, yaitu:

Ukuran Populasi

Dalam hal populasi ta terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya tidak diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama sekali tidak mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian juga dalam populasi terbatas (terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk mengumpulkan data dari populasi 50 juta murid sekolah dasar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, misalnya.

Masalah Biaya

Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang diselidiki. Semakin besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih-lebih bila objek itu   tersebar di wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu cara untuk mengurangi biaya.

Masalah Waktu

Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada penelitian populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan keimpulan diinginkan dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal ini, lebih tepat.

Percobaan yang Sifatnya Merusak

Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi karena dapat merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien yang akan dianalisis keadaan darahnya, juga tidak mungkin mencoba seluruh neon untuk diuji kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan hanya pada sampel.

Masalah ketelitian

Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan cukup dapat dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan analisis data. Penelitian terhadap populasi belum tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi peneliti akan bosan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan itu semua, penelitian terhadap sampel memungkinkan ketelitian dalam suatu penelitian.

Masalah ekonomis

Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang peneliti; apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan? Jika tidak, mengapa harus dilakukan penelitian? Dengan kata lain penelitian sampel pada dasarnya akan lebih ekonomis daripada penelitian populasi.

3.4  Teknik Sampling

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2001: 56). Margono (2004: 125) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.

Secara skematis, menurut Sugiyono (2001: 57) teknik sampling ditunjukkan pada gambar  di bawah ini:

Dalam penelitian sampel ditentukan dengan menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana tidak semua anggota populasi dalam posisi yang sama-sama memiliki peluang untuk dipilih menjadi sampel. Metode pengambilan sampelnya menggunakan purposive sampling, menurut Darmawan (2013:152) purposive sampling yaitu responden yang terpilih menjadi anggota sampel atas dasar pertimbangan peneliti sendiri kuisioner diberikan kepada konsumen dalam hal ini adalah mahasiswa Universitas Ma Chung Malang yang pernah membeli atau mengkonsumsi produk A Mild.

3.5 Jenis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis Data

Data kuantitatif yaitu data atau keterangan yang berupa angka-angka tabel atau bagan.

Data kualitatif yaitu data atau keterangan yang berupa penjelasan atau kalimat secara rinci yang berhubungan dengan pokok pembahasan.

Sumber Data

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. (Marzuki, 2005:55) yaitu data yang diperoleh dari responden, melalui pengisian kuesioner yang diberikan pada responden.

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012:137). Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data gambaran perusahaan, struktur organisasi dan data sejarah perusahaan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik Wawancara

Menurut pengertiannya wawancara adalah Tekhnik pengumpulan data atau informasi dari “informan” dan atau “Responden” yang sudah di tetapkan, dan di lakukan dengan cara tanya jawab sepihak tetapi sistematis atas dasar tujuan penelitian yang hendak di capai. Sutrisno Hadi (1986) Mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut:

Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

Bahwa apa yang dikatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan wawancara diperlukan ketrampilan dari seorang peneliti dalam berkomunikasi dengan responden. Seorang peneliti harus memiliki ketrampilan dalam mewawancarai, motivasi yang tinggi, dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut dalam menyampaikan wawancara. Seorang peneliti juga harus bersikap netral, sehingga responden tidak merasa ada tekanan psikis dalam memberikan jawaban kepada peneliti.

Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, yaitu:

Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Dalam hal ini perlu adanya kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan pedoman wawancara model ini sangat tergantung pada pewawancara.

Pedoman pewawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list. Pewawancara hanya tinggal memberi tanda v (check).

Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam suksesnya wawancara:

Dalam pelaksanaan wawancara, sering kita temukan dilapangan adanya perbedaan persepsi pandangan tentang hal-hal tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian, antara peneliti dengan orang yang diwawancarai. Berdasar hal tersebut, yang perlu diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif naturalistik, ada dua istilah yaitu informasi emic dan etic. Informasi emic adalah informasi yang berkaitan dengan bagaimana pandangan responden terhadap dunia luar berdasar perspektifnya sendiri, sedangkan yang berdasar perspektif peneliti disebut informasi etic.

Kuesioner (Angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu: Prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik.

Prinsip Penulisan Angket:

Isi dan tujuan pertanyaan.

Maksudnya adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan. Kalau bentuk pengukuran, maka dalam mebuat pertanyaan harus teliti.

Bahasa yang digunakan.

Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket) harus disesuaikan dengan kemampuan bahasa responden.

Tipe dan bentuk pertanyaan.

Pertanyaan tidak mendua.

Tidak menayakan yang sudah lupa

Pertanyaan tidak menggiring kejawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja.

Pertanyaan tidak terlalu panjang.

Pertanyaan dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit.

Angket yang diberikan digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti.

Penampilan fisik angket akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variable dengan lainnya dan pengukurannya. Tanpa operasionalisasi variabel, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar variable yang masih bersifat konseptual. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002, p69) Definisi Operasional Variabel adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diamati dan diukur dengan menentukan hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Sugiyono (2004, p31), definisi operasional adalah penentuan construct  sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. 

Variabel penelitian adalah sesuatu  yang berbentuk apa saja ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga  diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti dibagi menjadi dua kelompok Sugiyono (2006, p33), yaitu:

Variabel bebas (independent variable)

Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab terjadinya perubahan atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya (X) adalah Age Subculture dan Gender.

Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel terikat (Y) adalah lifestyle dan pemilihan program televisi  (Z).

3.7 Model Penelitian

Model penelitian yang diusulkan dalam penelitian ini merupakan model yang dibangun dari beberapa penelitian sebelumnya. Sebagaimana dalam pembahasan bab sebelumnya telah dijabarkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh kemasan rokok A Mild terhadap keputusan membeli rokok.

Dalam bab sebelumnya juga telah dibahas hubungan antara kemasan rokok A Mild terhadap keputusan membeli rokok, pembahasaan tersebut tergambar pada bagan dibawah ini :

Gambar 3.5

Bagan Hubungan Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok

Melalui penjabaran hubungan tersebut, penulis membangun sebuah model dasar yang mencoba menjelaskan hubungan tersebut. Model dasar yang dibangun adalah :

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap

keputusan membeli rokok.

3.8 Alat Analisis

Analisa Deskriptif

Menurut Sugiyono (2012:172) analisa deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2006) Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi  atau  content dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Uji  validitas ini bertujuan untuk menguji ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya, agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut.  Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes.

Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas menurut Ghozali (2002:132), adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Contoh: Meteran jika hari ini digunakan untuk mengukur satuan panjang seluas 3 (tiga) meter, maka di lain waktu, besok atau lusa akan tetap 3 (tiga) meter. Hal itu berarti alat ukur satuan panjang atau meteran tersebut reliable (andal) karena tetap konsisten.

Model-model yang digunakan untuk anaisis reliabilitas menurut Arif (2009:302), antara lain:

Alpha (Cronbach), yaitu model ini merupakan model internal konsistensi berdasarkan rata-rata korelasi antar-item.

Split-Half, yaitu model ini membagi pengukuran menjadi dua bagian dan menganalisis korelasi antara kedua bagian tersebut.

Guttman, yaitu model ini menganalisis menggunakan batas bawah Guttman untuk uji reliabilitas.

Parallel, yaitu model ini mengasumsikan bahwa seluruh item mempunyai varian yang sama dan varrian error error yang sama pula.

Strict Parallel, yaitu model ini menggunakan asumsi bahwa pada model Parallel dan juga mengasumsikan bahwa rata-rata item adalah sama.

Uji Normalitas

Uji Normalitas ini bertujuan untuk mengetahui data yang terus menerus sahihnya itu normal atau tidak, data yang Normal selanjutnya bisa di analisis dengan metode Product moment person, dan data yang tidak normal di selanjurnya di ukur melalui metode rank spearman, kebanyakan data yang di teliti untuk konsentrasi manajmen keuangan ini pasti Normal, Contoh kalimat penyusunan Uji Normalitas : Agar data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dipertanggugjawabkan, terlebih dahulu harus diuji normalitasnya. Hal ini penting untuk mengetahui apakah data yang diperolehdalam penelitian tersebut normal atau tidak. Menurut Sugiyono (2008;295) penguji data dalam penelitian dapat menggunakan rumus Chi Kuadrat (X2), Menurut Sugiyono (2008;259) rumus Chi Kuadrat sebagai berikut:

Uji Regresi Linier Sederhana

Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis linier sederhana, tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh kemasan (variabel independen) terhadap keputusan pembelian (variabel independen). Analisis regresi linier sederhana menurut Sugiyono (2010:270) “Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen”.

Y= a + bX + e

Keterangan:

Y = Keputusan pembelian

X = Pengaruh kemasan

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

e = Faktor diluar penelitian

Hipotesis (Uji t)

Hubungan variabel independen secara parsial dengan variabel dependen, akan diuji dengan uji  t (menguji signifikansi korelasi  product moment) dengan membandingkan ttabel dengan thitung. Adapun rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2008 : 250) dalam menguji hipotesis (Uji t) penelitian ini adalah:   

Keterangan:

t   =  nilai uji t

r   =  koefisien korelasi

r2 =  Koefisien Determinasi

n  =  Banyak Sampel yang Diobservasi

Setelah dilakukan uji hipotesis (uji t) maka kriteria yang ditetapkan, yaitu dengan membandingkan nilai  t hitung dengan nilai  t tabel yang diperoleh berdasarkan tingkat signifikansi (α) tertentu dan derajat kebebasan (df) = n-k

Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ho diterima jika thitung ≤ ttabel

Ho ditolak jika thitung >  ttabel

Apabila Ho diterima, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel independen tidak  mempunyai hubungan yang signifikan  dengan variabel dependen dan sebaliknya Apabila  Ho  ditolak, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel independen mempunyai hubunhan yang signifikan dengan variabel dependen.

Dalam memudahkan dan mempercepat proses pengolahan data, penulis mengunakan komputerisasi dengan menggunakan program software  Statistikal Product & Service Solutions (SPSS) for Windows Release 21.00.

3.9 Hipotesis Statistik

Hipotesis Statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Benar atau salah suatu hipotesis tidak pernah diketahui dengan pasti, kecuali jika seluruh populasi diperiksa. hipotesis yang paling sering kita dengar adalah “menerima” dan “menolak”. Kalimat menolak dalam hipotesis dapat bermakna bahwa hipotesis yang diberikan adalah salah, sebaliknya kalimat menerima hanya semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempercayai penolakan hipotesis tanpa ada bukti-bukti lebih lanjut. Oleh karena itu beberapa statistikawan maupun peneliti memilih menggunakan kata-kata “belum dapat diterima”, “tidak lebih baik daripada”, “tidak ada perbedaan antara”, dan lain-lain daripada harus menggunakan kata “menerima” atau “menolak”. Baru setelah ia melakukan pengujian, hipotesis tersebut akan ditolak.

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir (Sugiyono, 2012:63)

Ho : ρ    = 0

0 berarti tidak ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y.

Ha : ρ     ≠ 0

“tidak sama dengan nol” berarti ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y.

ρ  = nilai korelasi yang dihipotesiskan.

Maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap  

  keputusan membeli rokok.

3.10 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan suatu rangkaian yang dilakukan secara terus-menerus, terencana dan sistematis dengan maksud untuk mendapatkan pemecahan masalah. Oleh karena itu langkah yang diambil dalam penelitian haruslah tepat dan saling mendukung antara komponen satu dengan komponen lainnya. Tahapan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penentuan topik/judul penelitian.

Penentuan masalah penelitian.

Penentuan tujuan penelitian.

Penentuan manfaat penelitian.

Penentuan metode penelitian.

Penentuan populasi, sampel dan teknik sampling.

Penentuan jenis, sumber data dan teknik pengumpulan data.

Penentuan alat analisis.

Perumusan hipotesis.

Penyusunan laporan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta: Mitra Utama

Anggraini, Irma Zanitha. 2001. Pengaruh Elemen-Elemen Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Hand and Body Lotion Merek Citra. Skripsi Tidak DipublikasikanFakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.

Astuti, Sri Wahjuni dan I Gde Cahyadi. 2007. Pengaruh Elemen Ekuitas Merek Terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan Di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda. Majalah Ekonomi. Tahun XVII. No. 2. Agustus. Hal. 145 – 156. Universitas Airlangga. Surabaya.

Durianto, Darmadi. Sugiarto dan toni Sitinjak. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar: Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ferdinand, A. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. Hal 14-16

Ritonga, Rahman. 1997. Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Sugiyono. 2001, Metode Penelitian Binis, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutisna. 2003. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Ritonga, Rahman. 1997. Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEN (EVENT STUDY PADA SAHAM LQ-45 DI BEI PERIODA AGUSTUS 2013-AGUSTUS 2014)

CINDY MARCELLIA SUDJOKO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIS DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan perekonomian suatu negara salah satunya dapat terlihat dari aktivitas pasar modalnya. Hal ini didasarkan pada fungsi pasar modal sebagai sarana transaksi jualbeli modal. Efisiensi pasar modal sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pasar modal perlu mendapatkan pembahasan yang cukup serius. Hal tersebut dikarenakan pengembangan pasar modal yang efisien akan meningkatkan kepercayaan para investor melakukan investasi di pasar modal.

Sebagai pasar yang sedang berkembang, pengumuman pembagian dividen intern perusahaan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi investor untuk berinvestasi. Battcharya (1979), yang mengembangkan dividend signaling theory mengatakan bahwa perusahaan menggunakan pengumuman pembagian dividen sebagai sinyal mengenai prospek perusahaan. Husnan (1993) mengatakan ketika investor hendak mengetahui hasil investasi, maka dividen dapat digunakan sebagai indikator untuk memperkirakan prospek keuntungan. Informasi mengenai prospek perusahaan yang ada dalam pengumuman dividen dapat juga dijadikan referensi oleh para investor untuk melakukan tarnsaksi di pasar modal. Transaksi yang terjadi merupakan reaksi dari pasar berdasarkan masuknya informasi baru karena berdasarkan efisiensi pasar, jika suatu pengumuman yang memiliki kandungan informasi maka diharapkan akan terjadi reaksi pasar, dimana informasi yang digunakan adalah informasi yang tersedia saat ini, sehingga reaksi yang ditimbulkan tepat dan cepat serta bersifat tidak berkepanjangan. Namun apabila suatu pengumuman yang memiliki kandungan informasi tidak menimbulkan reaksi bagi pasar atau reaksinya lambat, maka pasar dikatakan tidak efisien.

Reaksi pasar dapat diukur dengan abnormal return dan trading volume nactivity. Menurut Anwar (2004), reaksi pasar tercermin dari terjadinya perubahan harga saham dan tingkat perdagangan saham. Abnormal return merupakan return tak wajar yang merupakan kelebihan return yang sesungguhnya terhadap return normal yaitu return yang diharapkan (Hartono, 2010:579). Volume perdagangan merupakan jumlah saham yang diperdagangkan selama satu hari perdagangan tertentu (Lindrianasari, 2009).

Pengumuman dividen sebagai bahan referensi invetor untuk melakukan transaksi di pasar modal yang menurun dianggap sebagai suatu bad news oleh pasar, tentunya akan direaksi negatif oleh pasar. Pasar menganggap perusahaan yang bersangkutan memiliki prospek perusahaan yang kurang baik.

Penelitian terdahulu mengenai reaksi pasar terhadap adanya pengumuman dividen telah banyak dilakukan, baik itu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Hasil-hasil studi yang menemukan kandungan informasi dari pengumuman dividen dilakukan oleh Akbar dan Baig (2010), Ammir dan Shah (2011), Octasoni (2009), Nugroho (2008) dan Kosasih (2004). Penelitian yang dilakukan oleh Watts (1973, 1976), Ang (1975), dan Gonedes (1978) dalam Hartono (2010:566), Ali dan Chowdhury (2010), Karim (2010), Nawawi (2010) dan Agriani (2011) tidak menemukan bukti bahwa pengumuman dividen mengandung informasi.

Berdasarkan uraian di atas dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih dalam mengenai “REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEN” (Event Study Pada Saham LQ-45 Di BEI Perioda Agustus 2013-Agustus 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

Apakah terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung adalah:

Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen.

Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat dari disusunnya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan yang berhubungan dengan pengumuman pembagian dividennya. 

Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi.

Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan referensi bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis pada masa yang akan datang.

Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai media pengembangan dan pengetahuan mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman pembagian dividen.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Investasi

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001). Mulyadi (2001: 284) menyatakan bahwa “investasi adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang.” Investasi juga dapat didefinisikan sebagai penanaman modal atau pemilikan sumber-sumber dalam jangka panjang yang akan bermanfaat pada beberapa periode akuntansi yang akan datang (Supriyono, 1987). Sedangkan Halim (2003) mendefinisikan investasi sebagai penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2003).

Menurut Halim (2003: 2), pada umumnya investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Investasi pada financial assets

Investasi pada financial assets dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu:

Investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar uang, misalnyaberupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasaruang dan lainnya.

Investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar modal,misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi dan lainnya.

Investasi pada real asset

Investasi pada real asset diwujudkan dalam bentuk pembelian assetproduktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaanperkebunan dan lainnya.

2.1.1 Jenis-Jenis Investasi

Investasi dapat dibagi menjadi empat golongan sebagai berikut ini (Mulyadi, 2001):

Investasi yang tidak menghasilkan laba (non-profit investment)

Investasi jenis ini timbul karena adanya peraturan pemerintah atau karenasyarat-syarat kontrak yang telah disetujui, yang mewajibkan perusahaanuntuk melaksanakannya tanpa mempertimbangkan laba atau rugi.

Investasi yang tidak dapat diukur labanya (non-measurable profit investment)

Investasi ini dimaksudkan untuk menaikkan laba, namun laba yangdiharapkan akan diperoleh perusahaan dengan adanya investasi ini sulituntuk dihitung secara teliti. Sebagai contoh adalah pengeluaran biaya promosi produk untuk jangka panjang, biaya penelitian danpengembangan, dan biaya program pelatihan dan pendidikan karyawan.

Replacement investment

Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk penggantian mesin danperalatan yang ada. Informasi penting yang perlu dipertimbangkan dalamkeputusan penggantian mesin dan peralatan adalah informasi akuntansidiferensial yang berupa akitva diferensial dan biaya diferensial.Penggantian mesin biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan adanyapenghematan biaya (biaya diferensial) yang akan diperoleh atau adanyakenaikan produktivitas (pendapatan diferensial) dengan adanyapenggantian tersebut.

Investasi dalam perluasan usaha (expansion investment)

Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitasproduksi atau operasi menjadi lebih besar dari sebelumnya. Untukmemutuskan jenis investasi ini, yang perlu dipertimbangkan adalah apakahaktiva diferensial yang diperlukan untuk perluasan usaha diperkirakanakan menghasilkan laba diferensial (yang merupakan selisih antarapendapatan diferensial dengan biaya diferensial) yang jumlahnyamemadai. Kriteria yang perlu dipertimbangkan adalah taksiran laba masayang akan datang (yang merupakan selisih pendapatan dengan biaya) dankembalian investasi (return on investment) yang akan diperoleh karenaadanya investasi tersebut.

2.1.2 Tujuan Investasi

Di samping untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang, ada beberapa tujuan lain dari sebuah investasi (Tandelilin, 2001), yaitu:

Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang.

Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

Untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu.

Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan. Proses keputusan investasi terdiri dari lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi tersebut menurut Tandelilin (2001) adalah sebagai berikut:

1. Penentuan tujuan investasi.

2. Penentuan kebijakan investasi.

3. Pemilihan strategi portofolio.

4. Pemilihan aset.

5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio.

2.1.3 Saham

Rusdin (2008) mengemukakan saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Robert Ang (1997: 2) menyatakan  “Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikkan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan berbentuk Perseroan Tebatas.” Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2006). Sedangkan menurut Husnan (2005: 29),

“Saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya”.

Dalam transaksi jual dan beli di Bursa Efek, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Menurut Darmadji (2001: 6), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan jenis-jenis saham yaitu:

Saham ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:

Saham Biasa (common stock)

Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak klaimberdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila terjadilikuidasi, pemegang saham biasa yang mendapatkan prioritaspaling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan assetperusahaan. Menurut Siamat (2004), ciri-ciri dari saham biasaadalah sebagai berikut:

Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.

Memiliki hak suara (one share one vote).

Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhirapabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.

Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen merupakan saham dengan bagian hasil yang tetapdan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegangsaham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagianhasil atas penjualan asset. Saham preferen mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa. Adapun ciri-ciri dari saham preferen menurut Siamat (2004) adalah:

Memiliki hak paling dahulu memperoleh deviden.

Tidak memiliki hak suara.

Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.

Memiliki hak pembayaran sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.

Saham ditinjau dari cara peralihan:

Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks)

Pada saham atas unjuk tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudahdipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapapun yang memegang saham ini, maka akan diakuisebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

Saham Atas Nama (Registered Stocks)

Saham atas nama merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapanama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melaluiprosedur tertentu.

Saham ditinjau dari kinerja perdagangan:

Blue Chip Stocks

Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi,sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabildan konsisten dalam membayar dividen.

Income Stocks

Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayardividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan padatahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampumenciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teraturmembagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dantidak mementingkan potensi.

Growth Stocks

Saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatanyang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyaireputasi tinggi.

Speculative Stock

Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsistenmemperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapimempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masamendatang, meskipun belum pasti.

Counter Cyclical Stocks

Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makromaupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi,harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampumemberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuanemiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masaresesi.

2.2 Pasar Modal

Pasar modal mempunyai peranan penting dalam perekonomian terutama dalam pengalokasian dana masyarakat. Menurut Jogiyanto (2008), pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dan jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi. Pasar modal berfungsi sebagai sarana alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang mempunyai kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif yang membutuhkan dana. Pasar modal menurut Tandelilin (2007: 13) adalah sebagai berikut:

“Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, yang memiliki peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return relatif besar adalah  sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar).”

Pendapat lain menyatakan bahwa pasar modal berarti suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal sendiri biasanya berbentuk saham (Fuady, 2001). 

Instrumen pasar modal berupa surat berharga (efek). Sedangkan pakar pasar modal Marzuki Usman (1997:11) menyatakan bahwa secara teoritis pasar modal didefenisikan sebagai perdagangan instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri (stocks) maupun utang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sectors). Dengan demikian pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial market).

2.2.1 Instrumen Pasar Modal

Objek yang diperjualbelikan dalam pasar modal adalah hak kepemilikan atas suatu perusahaan (modal) dan surat pernyataan utang perusahaan dalam bentuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang. Yang menjadi objek transaksi dalam pasar modal, yang dalam teminologin pasar keuangan disebut efek, selain saham dan obligasi dikenal dengan instrumen derivatif lainnya seperti option, warrant, right.

Instrumen pasar modal pada dasarnya adalah instrumen keuangan jangka panjang atau surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan efek adalah setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, setiap right, warrant, option, atau derivatif dari efek, atau setiap instrumen yang ditetapkan sebagai efek.

Darmadji dan. Fakhrudin (2006: 4) mengklasifikasikan jenis-jenis efek sebagai berikut:

Efek Penyertaan (equity securities), adalah efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjadi pemegang saham perusahaan yang menerbitkan efek tersebut. Efek yang termasuk efek penyertaan adalah saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

Efek Utang (debt securities, adalah efek dimana penerbitnya mengeluarkan atau menjual surat utang, dengan kewajiban menebus kembali pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Besarnya bunga dan perioda pembayaran bunga atau kupon yang dibayarkan oleh penerbit sesuai dengan kesepakatan awal. Efek yang termasuk dalam efek utang adalah obligasi (bonds) dan surat utang jangka menengah (medium term note).

Efek Derivatif merupakan efek turunan  dari efek “utama”, baik yang bersifat penyertaan maupun utang. Efek turunan dapat berarti turunan langsung dari efek “utama” maupun turunan selanjutnya atau turunan kedua. Efek yang termasuk dalam efek derivatif adalah warrant, right, option, futures, forward, swap, dan lain-lain.

Efek lain-lain merupakan efek yang tidak termasuk dalam efek penyertaan, utang, maupun derivatif. Yang termasuk dalam kelompok efek lain-lain adalah Reksa Dana, Sertifikat Penitipan, dan lain-lain.

2.2.2 Peranan Pasar Modal

Rusdin (2008) menyatakan bahwa ada lima peranan pasar modal di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.

Pasar modal sebagai alternatif investasi.

Pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik.

Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transaparan.

Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pasar Modal

Husnan (2003), menyatakan bahwa berikut ini adalah aktor-faktor yang mempengaruhi pasar modal:

Penawaran sekuritas, yang berarti harus banyak perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.

Permintaan sekuritas, ini berarti bahwa masyarakat harus memiliki dana yang cukup besar untuk digunakan dalam membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan dalam pasar modal.

Kondisi politik dan ekonomi, dimana politik yang stabil akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang akhirnya mempengaruhi penawaran dan permintaan sekuritas.

Hukum dan peraturan, hukum yang jelas akan melindungi pemodal dari informasi yang tidak jelas.

Lembaga-lembaga pendukung pasar modal akan membantu kegiatan pasar modal secara cepat. Lembaga ini antara lain adalah bank kustodian, biro administrasi efek, wali amanat, akuntan, notaries, konsultan hukum, dan penilai.

2.2.4 Efisiensi Pasar Modal

Menurut Suad Husnan (2005) secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut.

“Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar seperti itu disebut dengan pasar efisien” (Jogiyanto, 2003: 369).

Pasar modal dikatakan efisieni bila informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pemodal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya te;ah tercermin dalam harga-harga saham.

Dari pendapat-pendapat pakar keuangan, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan pasar modal yang efisien adalah sebagai berikut:

Pasar menyediakan informasi yang akurat, lengkap, relevan, dan jujur.

Investor tidak dimungkinkan mendapat abnormal return.

Harga sekuritas tidak dapat diprediksi.

2.2.5 Bentuk Efisiensi Pasar Modal

Menurut Jogiyanto (2000), bentuk efisiensi pasar dapat ditinjau tidak hanya dari segi ketersediaan informasinya saja, tetapi juga dapat dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan berdasarkan analisis dan informasi yang tersedia. Pasar efisien yang ditinjau dari sudut informasi saja disebut efisiensi pasar secara infomasi (informationally efficient market). Kunci utama untuk mengukur pasar modal efisien adalah hubungan antara sekuritas dengan informasi. Dimana informasi yang dapat digunakan untuk menilai pasar efisien adalah informasi yang lama, informasi yang sedang dipublikasikan atau semua informasi termasuk informasi privat. Fama (1970) dalam Jogiyanto (2009) menyajikan tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketia macam bentuk informasi, yaitu:

Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah, jika harga-harga dari sekuritastercemin secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Informasi masalalu ini merupakan informasi yang sudah terjadi. Bentuk efisiensi pasarsecara lemah ini berkaitan dengan teori langkah acak (random walk theory) yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan dengan nilaisekarang. Jika pasar efisien secara bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalutidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Ini berartibahwa untuk pasar yang efisien bentuk lemah, investor tidak dapatmenggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan keuntungan yangtidak normal.

Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)

Pasar dikatakan efisien setengah kuat, jika harga-harga sekuritas secarapenuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporankeunangan perusahaan emiten. Semua informasi yang dipublikasikan akantersebar dan diterima oleh pemodal pada waktu yang hampir bersamaan, sehingga harga secara langsung dan cepat melakukan penyesuaian daninvestor tidak mendapatkan keuntungan yang normal.

Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secarapenuh mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasiprivat. Jika pasar efisien dalam bentuk ini berhubungan satu dengan yanglain, maka tidak ada individual investor atau grup dari investor yang dapatmemperoleh keuntungan tidak normal (abnormal return) karenamempunyau informasi privat.Salah satu jenis informasi privat adalah jenis informasi yangberasal dari orang dalam (insider information) yang mempunyai akses atasinformasi berharga mengenai keputusan penting yang telah direncanakanoleh perusahaan. Sehingga dengan modal informasi tersebut merekamelakukan analisa dan mengambil posisi transaksi yang sesuai. Pada saatmengumumkan perseroan tersebut dikeluarkan, maka informasi tersebutmenjadi tersedia bagi masyarakat dan akan mendongkrak harga sahamtersebut. Informasi privat yang demikian mampu memberikan keuntunganabnormal yang konsisten bagi para pemodal yang memiliki informasitersebut.

2.3 Dividen

Dividen merupakan pembayaran yang diberikan kepada pemilik perusahaan atau pemegang saham atas modal yang mereka tanamkan di dalam perusahaan. Dalam hubunganya dengan jumlah pajak yang dibayarkan, maka pembayaran dividen berbeda dengan pembayaran bunga karena dividen tidak dapat mengurangi jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan (Syamsuddin, 2011). Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998).

Deviden adalah pembagian laba yang diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Deviden akan diterima oleh pemegang saham hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi deviden tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan deviden (Sartono, 2001).

Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki (Bardiwan, 1992). Sedangkan menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001) dividen adalah pemabagian sisa laba bersih perusahaan yang didisrtribusikan kepada pemegang saham.

2.3.1 Jenis-Jenis Dividen

Berikut ini merupakan jenis-jenis dividen:

Cash Dividend adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M. Munandar, 1983).

Script dividend seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang tunai yang cukup untuk membayar dividend cash (Arief Suaidi 1994).

Property Dividend

Liquidating Dividend adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividend) sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (M. Munandar 1983).

Stock Dividend adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M. Munandar 1983).

2.4 Trading Volume Activity (TVA)

Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator dari reaksi pasar terhadap suatu pengumuman. Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter voulume perdagangan saham (Marwan Asri dan Faisal, 1998). Volume perdaganagn saham (Trading Volume Activity) merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Suad Husnan, 1992).

Jumlah saham yang diterbitkan merupakan jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham. Menurut Robert Ang (1997), pendekatan volume perdagangan saham dapat digunakan sebagai proksi reaksi pasar. Dimana volume perdagangan saham lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya suatu informasi baru melalui penjumlahan saham yang diperdagangkan. Sedangkan definisi TVA yang dirumuskan oleh Beaver et. al (1968) adalah keseluruhan nilai transaksi pembelian maupun penjualan saham oleh investor dalam satuan uang. Volume perdagangan saham diukur melalui aktivitas perdagangan relatif.

Pendekatan TVA (Trading Volume Activity) dapat digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisien pada bentuk lemah (weak form efficiency), karena pada pasar yang belum efisien perubahan harga belum mencerminkan informasi yang ada sehingga peneliti hanya dapat mengamati reaksi pasar modal dengan melalui pergerakan volume perdagangan pada pasar modal yang diteliti (Sunur, 2006: 18).

2.5 Abnormal Return

Menurut Jogiyanto (2008), abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang diharapkan oleh investor (expected return). Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005).

  • METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu bertujuan menguji hipotesis melalui pengujian aplikasi teori pada keadaan tertentu, dimana hasil pengujian digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, yakni mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari telaah teoritis (Indriantoro & Supomo, 1999: 23). Bentuk penelitian ini adalah penelitian event study, yaitu studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman (Jogiyanto, 2003: 410).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria dalam pemilihan sampel adalah saham-saham teraktif yang masuk dalam perhitungan LQ-45 selama Agustus 2013 sampai Agustus 2013.

Dari populasi dapat diambil sampel penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 118) “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Dengan menggunakan kriteria tersebut, maka diperoleh sampel saham LQ-45 sebanyak 36

No.KodeNama Emiten
1AALIAstra Agro Lestari Tbk
2ADROAdaro Energy Tbk
3AKRAAKR Corporindo Tbk
4ASIIAstra Internasional Tbk
5ASRIAlam Sutera Realty Tbk
6BBCABank Central Asia Tbk
7BBNIBank Negara Indonesia Tbk
8BBRIBank Rakyat Indonesia Tbk
9BBTNBank Tabungan Negara Tbk
 10BDMNBank Danamon Tbk
11BMRIBank Mandiri (Persero) Tbk
12BMTRGlobal Mediacom Tbk
13BSDEBumi Serpong Damai Tbk
14CPINCharoen Pokphand Indonesia Tbk
15EXCLXL Axiata Tbk
16GGRMGudang Garam Tbk
17HRUMHarum Energy Tbk
18ICBPIndofood CBP Sukses Makmur Tbk
19INCOVale Indonesia Tbk
20INDFIndofood Sukses Makmur Tbk
21INTPIndocement Tunggal Prakarsa Tbk
22ITMGIndo Tambangraya Megah Tbk
23JSMRJasa Marga (Persero) Tbk
25KLBFKalbe Farma Tbk
26LPKRLippo Karawaci Tbk
27LSIPPP London Sumatra Tbk
28MNCNMedia Nusantara Citra Tbk
29PGASPerusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
30PTBATambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
31PWONPakuwon Jati Tbk
32SMGRSemen Indonesia (Persero) Tbk
33TLKMTelekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
34UNTRUnited Tractors Tbk
35UNVRUnilever Indonesia Tbk
36WIKAWijaya Karya (Persero) Tbk

Tabel 1. Sampel Perusahaan

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif yang diperoleh melalui sumber data sekunder, yaitu situs resmi Bursa Efek Indonesia http://www.yahoo.finance.com.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metoda dokumentasi. Nawawi (2005) menjelaskan bahwa metoda dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan buku mengenai pendapat maupun dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna (Faisal, 1990).

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang akan diteliti dapat didefinisikan sebagai berikut

Trading volume activity (TVA)

Trading volume activity (TVA) menunjukkan aktivitas perdagangan saham dan mencerminkan seberapa aktif dan likuid suatu saham diperdagangkan di pasar modal. “Perhitungan TVA dilakukan dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dengan keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan selama periode penelitian” (Foster dalam Yusuf et.al 2009: 799).

Menurut Jogiyanto (2008), abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang diharapkan oleh investor (expected return). Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005).

3.5 Analisis Data

Studi peristiwa merupakan suatu studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa atau informasi yang dipublikasikan. MacKinley (1997) mendefinisikan event study (studi peristiwa) sebagai salah satu metodologi penelitian yang menggunakan data-data pasar keuangan untuk mengukur dampak dari suatu kejadian yang spesifik terhadap nilai perusahaan, biasanya tercermin dari harga saham dan volume transaksinya. Uji T adalah untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Jogiyanto, 2003:411).

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji T berpasangan (paired sample t- test) menggunakan bantuan program SPSS. Uji T berpasangan dapat digunakan apabila data berdistribusi normal. Uji Kolmogorov smirnov dapat diterapkan untuk menguji kenormalan suatu data. Apabila sig. yang dihasilkan lebih dari 5% maka dapat dismpulkan bahwa data berdistribusi normal dan sebaliknya. Apabila data yang dimilki tidak berdistribusi normal, maka dapat menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test.

3.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Untuk menguji hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) secara signifikan sebelum dan sesudah pembagian dividen, maka digunakan alat uji Paired Sampe t-Test bila data terdistribusi normal. Namun, bila data tidak terdistribusi normal, maka digunakan alat uji Wilcoxon Signed Rank test. Hipotesis statistik untuk pengujian ini adalah sebagai berikut.

H0: μsebelum – μsesudah= 0

H1: μsebelum– μsesudah≠ 0

Jika Sig. > 0.05 (5%), maka maka H0 diterima.

Untuk menguji hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Abnormal Return secara signifikan sebelum dan sesudah pembagian dividen, maka digunakan alat uji One Sample t-Test.

3.7 Tahapan Penelitian

Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengumpulkan dan mengolah data berupa Trading Volume Activity dan Abnormal Return yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan Microsoft Excel.

Mengelompokkan data melakukan perhitungan Trading Volume Activity (TVA) dan Abnormal Return dengan menggunakanrumus sebagai berikut:

TVA = Saham yang diperdagangkan / Saham yang beredar           …………..(1)

Abnormal Return = Rit – E(Rit) ……………………………………………(2)

AR          : Abnornal Return

Rit           : tingkat pengembalian saham individual I perioda t

E(Rit) : tingkat pengembalian saham yang diharapkan pada perioda t

Melakukan perhitungan rata-rata TVA dan abnormal return.

Menguji normalitas data rata-rata TVA dan abnormal return pada program SPSS.

Menguji hipotesis-hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) dengan uji Paired Sample t-Test atau Wilcoxon Signed Ranks Test dan abnormal return dengan uji one sample t-test pada program SPSS.

Melakukan uji volatilitas pada rata-rata Trading Volume Activity dan abnormal return dengan menggunakan Microsoft Excel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. (2003). Analisis Investasi. Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat : Jakarta.

Agus Sartono. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.

Ang, Robert (1997), Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Mediasoft Indonesia.

Anwar, Chairul. 2004. Studi Peristiwa Reaksi Pasar Terhadap Pemilihan Umum Tanggal 5 April 2004 Pada Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis, Jilid 9 (2): h:98-108.

Bhattacharya, Sudipto. 1979. Imperfect Information, Dividend Policy, and “the Bird in hand” Fallcy. Dalam The Bell Journal of Economics, 10(1): h:259- 270.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab. Cet. Ke-3. Jakarta: Salemba Empat, 2001.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.f

Ginting, SC &Rahyuda, H. 2012. perbedaan volume perdagangan saham dan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa stock split pada perusahaan di bursa efek indonesia. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud),Bali

Hartono, Jogiyanto. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Lindrianasari. 2009. Analisis Komparatif Volume Perdagangan Saham dan Return Saham Sebelum dan Sesudah Pengumuman Earnings. Dalam Jurnal Ekonomi Bisnis & Akuntansi Ventura, 12(1): h:49-60.

Lukman Syamsuddin..2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. cetakan ke 1. Jakarta:Salemba Empat.

Rusdin. 2008. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.

Suad Husnan. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Pendek), Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.

Suad Husnan. 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi kelima, Yogyakarta: BPFE

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Supriyono, R.A. 1987. Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian biaya serta Pembuatan Keputusan. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Tandelilin, Eduardus. 2007. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Wardhani, L,S. 2012. Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Peristiwa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Putaran II 2012  (Event Study pada Saham Anggota Indeks Kompas 100). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang

PENGARUH TINDAKAN PENCEGAHAN, PENDETEKSIAN, DAN AUDIT INVESTIGATIF DALAM UPAYA MEMINIMALISASI KECURANGAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

CINDY CLAUDIA HANDOKO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa adanya pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya dalam meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan. Penelitian ini digunakan data primer yang penyebaran kuesionernya dilakukan di Malang dengan responden dari auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik Malang. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan convience sampling. Penganalisaan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan uji regresi berganda.

Kata-kata kunci: Tindakan Pencegahan, Pendeteksian, Audit Investigatif dan Meminimalisasi Kecurangan

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan merupakan entitas ekonomi yang mengelola dana yang bersumber dari  penjualan dan hasil labanya, dimana perusahaan memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan secara berkala atas pengelolaan sumber dana tersebut  kepada para stakeholder. Laporan keuangan bermanfaat besar bagi sebagian besar kalangan untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung-jawaban manajemen atas sumber daya yang digunakan. Menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998:3), Laporan keuangan merupakan salah satu media informasi yang sangat penting untuk mengetahui kinerja sebuah perusahaan. Laporan keuangan yang wajar adalah laporan keuangan yang penyajiannya memenuhi Standar Akuntansi Keuangan. Yaitu laporan keuangan yang penyajian laporan keuangan yang disajikan secara wajar, relevan dan transparan.

Tuntutan transparasi dan akuntabilitas dari stakeholder mendorong pihak manajemen untuk menghasilkan laporan yang berkualitas dan bebas dari unsur fraud. Semakin berkembangnya suatu perusahaan membuat dana yang dikelola perusahaan juga semakin besar. Maka, perlu adanya pengawasan yang lebih untuk mencegah terjadinya fraud  dalam lingkungan perusahaan tersebut.

Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh auditor internal dan auditor eksternal untuk mengembangkan teknik pemeriksaan terhadap kecurangan. Adanya gagasan oleh Panel on Audit Effectiveness dari AICPA yaitu auditor hendaknya melaksanakan jenis tindakan preventif, audit investigatif, pemeriksaan forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan prospek dalam mendeteksi adanya kecurangan. Profesi akuntan telah memulai perubahan dari pengujian hal yang tidak biasa (irregulariries) menjadi pengujian terhadap adanya kecurangan (fraud). Perubahan yang terjadi ini mengakibatkan perubahan prosedur audit yaitu bagaimana mengembangkan teknik-teknik untuk menemukan adanya pola kecurangan yang potensial terjadi melalui pengembangan profil seseorang yang diduga sebagi pelaku serta melakukan prosedur subtantif yang akurat tidak hanya dengan melihat pengendaliannya saja.

Dalam mengungkapkan tindakan kejahatan ekonomi termasuk tindakan korupsi harus adanya kerjasama antara akuntan dengan penegak hukum bukan hanya penting namun merupakan sebuah keharusan. Auditor sebagai penyidik adanya tindakan kecurangan maupun perilaku korupsi harus mempelajari bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk memperkuat hal yang diselidiki, sedangkan pihak akuntan harus mengerti dan memahami data-data dan keuangan apa saja yang dapat diterima oleh hukum.

Meningkatnya kecurangan dalam laporan keuangan dapat memberikan keuntungan bagi pelaku bisnis karena dapat melebih-lebihkan hasil usaha dan kondisi keuangan perusahaan tersebut sehingga laporan keuangan perusahaan terlihat baik di publik. Dengan adanya kecurangan pada laporan keuangan akan merugikan publik yang mengambil keputusan berdasarkan laporan keuangan perusahaan tersebut. Menurut teori GONE  dalam Simanjuntak (2008:122), empat motivasi yang mendasari seseorang melakukan kecurangan adalah Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).

Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 1997) menemukan bahwa 83% kasus fraud terjadi dilakukan oleh pemilik perusahaan atau dewan direksi (Brennan dan McGrath, 2007). Selain itu Ernst & Young (2003) dalam Brennan dan McGrath (2007) juga menemukan lebih dari setengah pelaku fraud adalah manajemen.

Adanya kasus Enron  pada tahun 2001 yang merupakan perusahaan terbesar ke tujuh di Amerika Serikat yang bergerak di bidang industri energi yang jatuh bangkrut karena memanipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan yang besar pada perusahaan tersebut padahal perusahaan mengalami kerugian dan keadaan semakin parah karena tidak independennya seorang audit yang dilakukan oleh KAP Arthur Andersen, tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, namun juga melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron.

Phar Mor Inc, termasuk perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada tahun 1992. Phar Mor sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke dalam saku pribadi individu pada pihak manajemen. Melakukan fraud dengan membuat dua laporan keuangan yaitu, laporan inventory dan laporan keuangan. Pada laporan inventory dibuat dua laporan dimana salah satunya berisikan informasi yang tidak benar dan diserahkan kepada auditor. Laporan keuangan yang benar yang berisi mengenai kerugian yang dialami perusahaan ditujukan hanya untuk pihak manajemen dan laporan lainnya dimanipulasi sehingga terlihat bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan yang banyak.

Hal apa yang membuat seseorang melakukan tindakan kecurangan dan standar akuntansi yang bagaimana yang harus dilakukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia supaya kecurangan dapat diminimalisasi. Pencegahan yang bagaimana harus dilakukan untuk meminimalisasi kerugian-kerugian yang terjadi pada perusahaan dan apabila hal tersebut telah terjadi, pendeteksian dan investigasi apa yang harus dilakukan oleh auditor internal dan eksternal untuk mengetahui letak kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menurut Association  of Certified Fraud Examinations (ACFE) yang merupakan salah satu asosiasi di USA yang kegiatannya dalam pencegahan dan penanggulangan kecurangan dengan mengkategorikan kecurangan ke dalam tiga kelompok, antara lain:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kredibtor. Kecurangan ini dapar bersifat financial ataupun non-financial.

2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation). Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan aset lainnya serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

3. Korupsi (Corruption). Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE bukan korupsi yang berdasarkan pada UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (Economic extortion).

Oleh karena itu, seorang auditor harus memahami bagaimana standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.

Untuk membuat jera pelaku kecurangan harus diberikan hukuman (punishment) agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Apabila hukum negara belum kuat, maka pelaku kecurangan pun tidak akan jera. Apabila tidak adanya tindakan pencegahan untuk meminimalisasi tindakan kecurangan tersebut maka akan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Peneliti akan membahas mengenai tindakan apa yang harus dilakukan untuk meminimalisasi kecurangan yang sering terjadi di perusahaan dan tindakan selanjutnya apabila ditemukan adanya kecurangan dan akhirnya sanksi apa yang akan diberikan kepada pelaku kecurangan tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul Pengaruh Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan dalam Laporan Keuangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah tindakan pencegahan berpengaruh dalam upaya meminimalisasi   kecurangan dalam laporan keuangan?

2. Apakah tindakan pendeteksian berpengaruh dalam upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan?

3. Apakah tindakan audit investigatif berpengaruh dalam upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan?

4. Apakah tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif    berpengaruh dalam upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan?

1.3 Tujuan Penelitian           

Berdasarkan penelitian yang ingin diteliti, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa pengaruh tindakan pencegahan terhadap upaya  meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

2. Untuk menganalisa pengaruh pendeteksian terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

3. Untuk menganalisa pengaruh audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

4. Untuk menganalisa pengaruh pencegahan,pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu yang diteliti khususnya mengenai pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Bagi Universitas

Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu akuntansi khususnya fraud karena penelitian ini mengacu pada pengaruh tindakan pencegahan , pendeteksian dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi keecurangan dalam laporan keuangan.

Bagi Kantor Akuntan Publik

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk perbaikan dan perubahan yang positif dengan memahami faktor-faktor apa saja yang mencegah timbulnya kecurangan dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila ditemukan adanya bukti-bukti audit yang negatif.

Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian yang lebih lanjut.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Fraud telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh para praktisi dan akademisi (Intal dan Do, 2002). Berikut ini definisi fraud dari sudut pandang yang berbeda:

1. Menurut Arens  dan Loebbecke (1997) dalam Soselisa dan Mukhlasin (2008), Kecurangan terjadi ketika terjadi salah saji dibuat dalam suatu keadaan yang mengetahui bahwa hal itu adalah suatu kepalsuan dan dilakukan dengan maksud untuk melakukan kecurangan.

2. Menurut Statement of Auditing Standards No. 99, Tindak kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subyek audit.

3. Menurut Encyclopedia Britannica dalam Intal dan Do (2002), Dalam hukum, fraud didefinisikan sebagian penyajian fakta yang keliru dengan tujuan merampas kepemilikan yang berharga dari seseorang.

4. Menurut Oxford English Dictionary dalam Intal dan Do (2002), Sebuah tindak pidana kecurangan dengan menggunakan penyajian yang palsu untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak adil atau mengambil paksa hak atau kepentingan orang lain.

5. Menurut Binbangkum, n.d, Fraud merupakan suatu tindak ketidaksengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh kepentingan pribadi.

6. Menurut Association of Certified Fraud Examiners dalam Ernst & Young LLP (2009), Kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain.

Dari beberapa definisi fraud (kecurangan) diatas, dapat diketahui bahwa pengertian fraud  sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut Binbangkum (n.d) secara umum, unsur-unsur dari kecurangan adalah sebagai berikut:

1. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation)

2. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present)

3. Fakta bersifat material (material fact)

4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly)

5. Dengan maksud (intent)  untuk menyebabkan suatu pihak beraksi

6. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)

7. Yang merugikannya (detriment)

2.1.1 Jenis-jenis Fraud

Menurut Albrecth dan Albrecth (….) dikutip oleh Nguyen (2008), fraud diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:

1. Embezzlement employee atau occupational fraud merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan. Jenis fraud ini dilakukan oleh bawahan dengan melakukan kecurangan pada atasannya secara langsung maupun tidak langsung.

2. Management fraud merupakan jenis fraud  yang dilakukan oleh manajemen puncak kepada pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang mengandalkan laporan keuangan. Jenis fraud  ini dilakukan manajemen puncak dengan cara menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada informasi keuangan.

3. Invesment scams merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh individu/ perorangan kepada investor. Jenis fraud ini dilakukan individu dengan mengelabui atau menipu investor dengan cara menanamkan uangnya dalam investasi yang salah.

4. Vendor fraud merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh organisasi atau perorangan yang menjual barang atau jasa kepada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan organisasi dengan memasang harga terlalu tinggi untuk barang dan jasa atau tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran telah dilakukan.

5. Customer fraud merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud  ini dilakukan pelanggan dengan cara membohongi penjual dengan memberikan kepada pelanggan yang tidak seharusnya atau menuduh penjual memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya.

Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System (ACFE) membagi fraud (kecurangan) dalam tiga jenis berdasarkan perbuatannya yaitu:

1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation) meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud  yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung.

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement) merupakan tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

3. Korupsi (Corruption), jenis fraud ini paling susah dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat terdeteksi karena pihak yang bekerjasama menikmati keuntungan (simbolis mutualisme). Termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),  penerimaan yang tidak sah/ illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic exortion).

 Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk pohon kecurangan (fraud tree). Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting anaknya.

fraud-tree.jpg

Gambar 2.1. Pohon Kecurangan

Pada pohon kecurangan ini terdapat tiga cabang utama, yaitu: Corruption, Asset Misappropriation, dan fraudulent statements. Penjelasan dari masing-masing cabang beserta rantingnya secara umum adalah sebagai berikut:

a. Corruption

Korupsi dalam pengertian ini terdiri dari konsep benturan kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), pemberian hadiah yang melawan hukum (illegal graduaties) dan pemerasan (economic exortion).

1. Benturan kepentingan (conflict of interest)

Ciri-ciri indikasinya adalah:

a. Dilakukan selama bertahun-tahun. Bukan hanya saja selama pejabat tersebut berkuasa namun melalui kontrak jangka panjang, bisnis tetap berjalan meskipun pejabat tersebut telah lengser.

b. Nilai kontraknya relatif mahal daripada kontrak yang dibuat at arm’s length. Dalam bahasa sehari-hari praktek ini dikenal sebagai mark up atau penggelembungan.

c. Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Penguasa biasanya menggunakan saudaranya (nepotisme) sebagai  adanya keterlibatan kerjasama (kolusi)  yang melibatkan penyuapan (bribery).

2. Penyuapan (bribery)

Hal ini meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan dan persembahan sesuatu yang bernilai dengan maksud untuk mempengaruhi suatu tindakan (official act). Official act mencakup penyuapan yang dilakukan untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh bawahan atau terhadap instansi pemerintahan. Pemberian atau hadiah tersebut merupakan bentuk dari penyuapan.

b. Pengambilan aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan aset dapat digolongkan sebagai ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). Dalam bahasa sehari-hari hal ini disebut sebagai mencuri. Namun, dalam istilah hukum, mengambil aset secara illegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi asset disebut menggelapkan.

1. Skimming

Uang sudah dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke dalam perusahaan

2. Larceny

Penjarahan yang dilakukan ketika uang sudah masuk ke dalam  kas perusahaan dan baru dijarah.

3.  Billing Schemes

Skema permainan (schemes) dengan menggunakan proses billing atau pembebanan penagihan sebagai sarananya.

4. Payroll Schemes

Skema permainan melalui pembayaran gaji dengan adanya pembayaran pegawai secara fiktif (ghost employee) atau pemalsuan gaji karyawan.

5. Expense Reimbursement Schemes

Skema permainan pembayaran kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan.

6. Check Tampering

Skema permainan melalui pemalsuan cek. Cek tersebut ditandatangani oleh orang yang berkuasa terhadap cek tersebut.  

c. Fraudulent Statements

Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material dimana laporan keuangan tersebut akan merugikan pihak investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non-financial.

1. Salah saji material (misstatements, overstatements atau understatements)

a. Menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari sebenarnya (asset/revenue overstatements)

b. Menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari sebenarnya (asset/revenue understatements)

Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud  yang paling ditakuti di masa depan dimana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.

2.1.2 Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle)

Segitiga kecurangan ini adalah gagasan dari seorang mahasiswa yang bernama Donald R. Cressy yang pada waktu itu dia melakukan penelitian disertasi doktornya di bidang sosiologi tentang kriminalitas di masyarakat.

Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat model klasik untuk menjelakan occupational offender atau pelaku kecurangan dalam hubungan kerja dan penelitian tersebut memiliki hipotesis bahwa orang yang dipercaya melanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebgai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan menyeuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana yang dipercayakan kepadanya.

Hipotesis ini dikenal sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle) seperti pada gambar dibawah ini:

fraud-triangle.jpg

Gambar 2.2. Segitiga Kecurangan

Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan terdiri atas tiga faktor, yaitu:

1. Pressure (tekanan).

Cressey percaya bahwa pelaku kecurangan bermula dari faktor tekanan yang menghimpit. Pelaku kecurangan tersebut mempunyai kebutuhan yang mendesak yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain. Konsep yang terpenting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan akan uang), padahal orang tersebut tidak dapat berbagi dengan orang lain.  

Bagi pelaku kecurangan yang tidak dapat membagi masalah (keuangan) dengan orang lain, sebenarnya apabila ia berbagi masalah dengan orang lain dapat membantu mencari pemecahan masalahnya. Namun, Cressy mencatat adanya masalah non-financial­ tertentu yang dapat diselesaikan dengan mencuri uang atau aset dengan menyampingkan kepercayaan yang diberikan terkait dengan jabatannya.

Dalam penelitiannya juga Cressey menemukan bahwa Inon-shareable yang dihadapi oleh orang-orang yang diwawancarainya timbul berbagai situasi, yaitu:

a. Violation of Ascribed Obligation

Jabatan dengan tanggung jawab keuangan dan jujur serta mematuhi pedoman profesi prilaku yang ada diperusahaan tempat kita bekerja.

b. Problems Resulting from Personal Failure

Kegagalan pribadi merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang memiliki jabatan yang dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahan menggunakan akal sehatnya dan hal tersebut merupakan tanggung jawab pribadi.

c. Physical Isolation

Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian yang disebabkan banyaknya tekanan masalah dan tidak mau menceritakan kepada orang lain.

d. Status Gaining

Status ini berkaitan dengan kebiasaan buruk yang tidak mau kalah dari tetangganya (pesaing). Pelaku berusaha mempertahankan status dan bahkan meningkatkan statusnya.

e. Employer-employee Relations

Hal ini mencerminkan kesalahan atau ketidaksukaannya seorang pegawai dalam menduduki jabatannya yang sedang dipegangnya sekarang. Tetapi pada saat yang sama ia tidak memiliki pilihan lain kecuali ia harus tetap bekerja (Theodorus, 2007:110).

2. Opportunity (kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi bahwa adanya peluang untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui oleh orang lain. Cressey berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peluang. Pertama, general information yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang megandung kepercayaan dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang di dengar maupun di lihat. Kedua, technical skill merupakan keahlian atau ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kecurangan tersebut.

3. Rationalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecuranganbukan sesudahnya. Pembenaran sebenarnya merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri bahkan merupakan bagian motivasi untuk melakukan tindakan kejahatan. Rationalization diperlukan agar pelaku  dapat mencerna perilakunya yang illegal untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.

2.1.3 Faktor-Faktor Pendorong terjadinya Fraud

Menurut Cressey (….) , faktor-faktor pendorong terjadinya kecurangan, yaitu:

1. Niat (Intent)

Merupakan karakteristik yang membedakan kecurangan dengan kesalahan atau kekeliruan. Pelaku kecurangan berniat melakukan kecurangan untuk keuntungan dirinya dengan merugikan pihak lainnya.

2. Pendorong/tekanan (Incentive/Pressure)

Manajemen atau karyawan ada kemungkinan memiliki dorongan atau tekanan yang menjadi alasan melakukan kecurangan. Untuk melakukan kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi dan peminum atau mempunyai harapan atau tujuan yang tidak realitis.

3. Kesempatan (Oppurtunity)

Keadaan lingkungan yang ada di tempat kerja memberikan kesempatan untuk melakukan kecurangan yang disebabkan oleh pengawasan yang lemah.

4. Rasionalisasi/sikap (Rationalization/Attitude)

Beberapa individu memiliki sikap, karakter atau nilai etika yang mengikutinya untuk pembenaran dalam melakukan tindakan tidak jujur.

2.1.4 Faktor Pemicu Kecurangan

Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan GONE Theory adalah sebagai berikut:

            a. Keserakahan (Greed)

            b. Kesempatan (Opportunity)

            c. Kebutuhan (Need)

            d. Pengungkapan (Exposure)

            Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan disebut juga sebagai faktor individual. Faktor Opportunity dan Exposure  merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan disebut juga sebagai faktor generik atau umum.

1. Faktor generik

a. Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan atau jabatan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang memiliki kesempatan yang besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi atau perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.

b. Pengungkapan (Exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap. 

2. Faktor Individu

Faktor ini melekat pada diri seseorang. Hal ini dibagi dalam dua kategori, antara lain:

1. Moral 

Faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed). Beberapa hal untuk mengurangi risiko tersebut adalah:

a. Misi atau tujuan organisasi atau perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan).

b. Aturan perilaku pegawai dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi atau perusahaan.

c. Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan aturan perilaku yang telah ditetapkan organisasi atau perusahaan.

d. Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik.

2. Motivasi

Faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need). Beberapa cara mengurangi kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan, antara lain:

a. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan, misalnya; memperlakukan pegawai decara wajar, berkomunikasi secara terbuka dan adanya mekanisme agar setiap keluhan dapat didiskusikan dan diselesaikan.

b. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang wajar sehingga karyawan merasa diperlakukan secara adil.

c. Bantuan konsultasi pegawai untuk mengetahui masalah secara dini.

d. Proses penerimaan karyawan untuk mengidentifikasi calon karyawan yang berisiko tinggi dan mendiskualifikasinya.

e. Kehati-hatian, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati dengan mata telanjang sebaliknya produk motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan.

2.1.5 Gejala adanya Fraud

Kecurangan akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi atau keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakteristik yang bersifat kondisi atau situasi tertentu,perilaku atau kondisi seorang pribadi tersebut disebut red flag (fraud indicators). Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms)  seperti dibawah ini:

            a. adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang.

            b. Dokumentasi yang mencurigakan.

            c. Keluhan dari pelanggan atau kecurigaan dari rekan sekerja.

2.1.5.1 Kecurangan Manajemen

Kecurangan manajemen merupakan sebuah bentuk kecurangan yang berada di luar definisi hukum yang sempit atas penggelapan, kecurangan dan pencurian. Kecurangan manajemen terdiri atas seluruh bentuk kecurangan yang dipraktikan oleh para manajer untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan perusahaan. Kecurangan manajemen lebih sering ditutupi daripada diungkapkan. Kecurangan manajemen biasanya ditutupi-tutupi oleh para korbannya untuk menghindari dampak merugikan dari publisitas yang buruk. Beberapa gejala kecurangan manajemen, antara lain:

            a. Ketidakcocokan diantara manajemen puncak.

            b. Moral dan motivasi karyawan rendah.

            c. Departemen akuntansi kekurangan staf.

d.Tingkat komplain yang tinggi terhadap perusahaan dari pihak konsumen, pemasok dan badan otoritas.

e. Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.

f. Penjualan atau laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang terus meningkat.

g. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.

h. Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.

i. Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2.1.5.2 Kecurangan Karyawan

Berikut ini beberapa kecurangan karyawan, antara lain:

a. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian atau penjelasan pendukung.            

b. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.

c. Pencatatan yang salah atau tidak akurat pada buku jurnal atau buku besar.

d. Penghancuran, penghilangan, pengerusakan dokumen pendukung pembayaran.

e. Kekurangan barang yang diterima.

f. Kemahalan harga barang yang dibeli.

g. Faktur ganda.

h.         Penggantian mutu barang.

2.1.6 Klasifikasi Fraud

Selain itu, pengklasifikasikan fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yaitu:

1. Berdasarkan pencatatan merupakan kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori:

a. Pencurian aset yang terlihat secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi.

b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti kickback.

c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi yang dibukukan, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di write off.

2. Berdasarkan frekuensi, Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya yaitu:

a. Tidak berulang. Dalam kecurangan yang tidak berulang, walaupun terjadi beberapa kali pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).

b. Berulang. Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/ diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus menerus sampai diberhentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.

c. Berdasarkan konspirasi. Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan tterdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide  conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, adanya pihak-pihak yang tidak mengetahui adanya kecurangan.

3. Berdasarkan keunikan, kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: pengambilan aset yang disimpan oleh deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan klaim asuransi yang tidak benar.

b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.

2.1.7 Faktor Situasional Kecurangan

Faktor-faktor situasional kecurangan adalah sebagai berikut:

1. Faktor tekanan merupakan suatu perangsang yang berhubungan dengan motivasi karyawan untuk melakukan kecurangan sebagai ketamakan atau tekanan keuangan pribadi diantara bermacam pertimbangan.

2. Faktor rasionalisasi merupakan pertimbangan perilaku yang curang sebagai suatu konsekuensi dari suatu ketiadaan integritas pribadi karyawan atau penalaran moral lain.

3. Faktor peluang merupakan suatu kelemahan dalam sistem, dimana karyawan memiliki kuasa (tenaga atau kemampuan) untuk memanfaatkan kemungkinan berbuat curang.

2.2 Tindakan Pencegahan dalam Meminimalisasi Kecurangan

Ada ungkapan yang secara mudah menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Menurut Donald R. Cressey ungkapan tersebut adalah fraud by need, by greed, by opportunity. Namun, jika kita ingin mencegah adanya kecurangan, hilangkan atau tekan sedapat mungkin penyebabnya. Menghilangkan atau menekan  need dan greed yang mengawali terjadi kecurangan dilakukan sejak menerima seseorang (recruitment process) meskipun proses tersebut bukan merupakan jaminan akan mencegah tindak kecurangan. Hal ini ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang diberikan pimpinan perusahaan atau lembaga. Upaya pencegahan kecurangan dapat dimulai dari pengendalian internal. Pengendalian internal mengalami perkembangan dalam pemikiran prakteknya. Salah satu tujuan adanya pengendalian intern adalah saah satunya utnuk mengawasi kinerja manajemen serta karyawan agar tingkat kecurangan bisa ditekan (Metteo Wahyana, 2008:14). Menurut (COSO, 1992) kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah, antara lain:

a. Membangun struktur pegendalian internal yang baik

Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengawasi dan mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin sulit. Untuk itu agar tujuan yang telah ditetapkan Top Manajemen dapat dicapai, keamanan aset perusahaan terjamin dan kegiatan operasi dapat dijalankan secara efektif dan efisien, maka pihak manajemen perlu menciptakan suatu struktur pengendalian intern yang baik dan efektif untuk mencegah kecurangan. Dalam memperkuat struktur pengendalian internal perusahaan COSO pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu kerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup aspek manajemen risiko, yaitu pengendalian intern yang terdiri atas lima komponen yang saling terkait yaitu:

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Menetapkan corak suatu organisasi atau perusahaa, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.

2. Penaksiran risiko (risk assessment) adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.

3. Standar pengendalian (control activities) adalah kebijakan dari prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan dengan:

                        a. Penelaahan terhadap kinerja

                        b. Pengolahan informasi

                        c. Pengendalian fisik

                        d. Pemisahan tugas

4. Informasi dan komunikasi (information and communication) adalah pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi mnecakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.

5. Pemantauan (monitoring) adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.

b. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian

1.  Review Kinerja

Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja yang sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan atau kinerja periode sebelumya, menghubungkan suatu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.

2. Pengolahan Informasi

Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokkan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum (general control) dan pengendalian aplikasi (application control). Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemprosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk mainframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir (end user). Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya dan diolah secara lengkap dan akurat.

c. Meningkatkan kultur organisasi

Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

d. Mengefektifkan fungsi internal audit

Internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan sesakma sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.

2.3 Pendeteksian Kecurangan

Pencegahan yang dilakukan oleh auditor internal tidak memadai, internal auditor harus memahami juga bagaimana cara mendeteksi kecurangan sejak dini. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat digeneralisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakterisitik tersendiri sehingga untuk dapt mendeteksi kecurangan harus adanya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin ada dalam perusahaan. Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti tidak langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan dengan munculnya gejala-gejala seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan atau kecurigaan teman kerja. Kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu baik yang merupakan kondisi atau keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang.

Karakterisitik yang bersifat situasi/kondisi tertentu, perilaku/kondisi seseorang personal dinamakan red flag (fraud indicators). Timbulnya red flag tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag selalu muncul disetiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap red flag dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.

2.3.1 Objek Pendeteksian

Dari beberapa referensi dan sumber, peneliti melihat objek-objek yang diteliti untuk meminimalisasi adalah sebagai berikut:

a. Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)

Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:

1. Analisis Vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca atau laporan arus kas dengan menggambarkan presentasenya. Contoh, adanya kenaikan presentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan presentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.

2. Analisis Horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis presentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Contoh, adanya kenaikan penjualan sebesar 140% dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan atau transaksi illegal lainnya.

3. Analisis Rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Contoh, current ratio adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.

b. Penyalahgunaan aset (asset misappropriation)

Teknik untuk mendeteksi kecurangan dalam hal ini sangat bervariasi. Namun, adanya pemahaman yang tepat atas pengendalian internal yang baik akan membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Maka dari itu terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode tersebut akan sangat efektif apabila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menemukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan memberikan peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.

c. Korupsi (Corruption)

Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksi. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (red flag) si penerima maupun si pemberi. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat dideteksi melalui teknik audit. Kecurangan seperti inidapat terbentuk:

1. Ayat jurnal penyesuaian yang kurang otorisasi dan rincian yang mendukung.

2. Pengeluaran yang kurang dokumen pendukung.

3. Pemasukan yang salah dan tidak tepat dalam buku besar.

4. Pembayaran yang tidak diotorisasi dan tidak sah.

5. Penggunaan dan konversi aktiva korporat yang tidak diotorisasi.

6. Penerapan dana korporat yang salah.

7. Pernyataan yang salah dan palsu dalam laporan keuangan dari segi keuntungan dan nilai aktiva.

8. Pencurian aktiva korporat oleh pegawai, agen dan petugas.

9. Pemusnahan, peniruan dan pemalsuan dokumen untuk mendukung pembayaran.

10. Kolom jumlah yang tidak benar jumlahnya.

2.4 Audit Investigatif

Audit investigatif adalah salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya strategi memerangi korupsi dengan pendekatan investigatif (Haryono Umar, 2009). Audit investigati secara umum dapat dikatakan sebagai proses penyelidikan yang berlandaskan hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran dengan tingkat kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai suatu permasalahan yang ditemukan.

2.4.1 Tujuan Audit Investigatif

Menurut  Picket dan Picket ( 2002) dalam Financial Crime Investigation and Control adalah sebagai berikut:

1. Memberhentikan manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggungjawabkan kewajiban fidusiernya. Kewajiban fidusier ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan oleh karyawannya.

2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya relevan bukti. Tujuannya adalah menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.

3. melindungi reputasi karyawan yang tidak bermasalah

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. Banyaknya bukti dalam keuangan berupa dokumen yang disusun untuk membuat kebohongan.

5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi.  Hal ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izin-izin untuk proses penyitaan atau penjualan aset.

6. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.

7. Menyapu bersih semua karyawan yang melakukan kejahatan.

8. Memastikan perusahaan tidak lagi menjadi korban penjarahan yang mengambil sumber daya perusahaan.

9. Menentukan bagaimana investigasi secara standar sesuai dengan peraturan perusahaan sesuai dengan buku pedoman.

10. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima oleh pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.

11. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil.

12. mendalami tuduhan (baik oleh dalam atau luar perusahaan, baik lisan maupun tertulis,  baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng)  untuk menanggapi secara tepat.

13. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik.

14. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga.

15. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.

16. Menentukan siapa saja pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.

17. Menindaklanjuti para pelaku kecurangan yang telah terbukti.

18. Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggung jawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.

19. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.

20. Mengidentifikasikan saksi yang melihat atau terjadinya kecurangandan memastikan bahwa mereka memberik bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan terhadap si pelaku.

21. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat.

2.4.2 Investigatif dengan Teknik Audit

Banyak auditor yang berpengalaman pu, merasa ragu untuk terjun dalam bidang investigatif. Padahal teknik-teknik audit yang mereka kuasai memadai untuk dipergunakan dalam audit investigatif. Teknik audit adalah cara-cara yang digunakan dalam mengaudit laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit.Teknik audit yang dilakukan ada tujuh tahap, yaitu:

a. Memeriksa fisik dan mengamati

Memeriksa fisik dapat diartikan bahwa sebagai perhitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya.

Mengamati diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahu sesuatu. Maka peneliti tidak membedakan antara memeriksa dan mengamati. Kedua teknik ini investigator menggunakan inderanya untuk mengetahui dan memahami sesuatu.

b. Meminta informasi dan konfirmasi

Meminta informasi baik lisan maupun tulisan kepada auditan merupakan prosedur biasa dilakukan oleh auditor. Dalam audit juga dalam investigatif permintaan informasi harus diperkuat dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting dan memerlukan prosedur yang normal dalam suatu investigasi.

Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasikan) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Dalam audit, teknik ini umumnya diterapkan untuk mendapatkan kepastian mengenai saldo utang piutang. Tapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan. Dalam investigatif ini harus memperhatikan apakah pihak ketiga memiliki kepentingan dalam investigatif.

c. Memeriksa dokumen

Tidak ada  investigatif apabila tanpa pemeriksaan dokumen. Dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital.

d. Review Analitikal

Dellote Haskins dan Sells mencatat menggunakan teknik ini dalam audit manual mereka di tahun 1930-an. Di akhir 1960-an dan awal 1970-an DHS mengembangkan berbagai perangkat lunak review analikal diantaranya Statical Techniques for Analytical Review (STAR) in auditing. Dalam review analitikal yang penting bukan perangkat lunaknya tetapi semangatnya, seperti yang dikatakan Houck di atas “think analytical first” ini ciri auditor dan investigator yang tangguh.

Menurut Stringer dan Stewart dalam: Analytical review is a form of deductive reasoning in which the property of the individual details is inferred from evidence of the reasonableness of  the aggregate result.  Perhatikan mereka dalam mendifinisikan review analitikal sebagai a form of deductive reasoning, sebagai bentuk penalaran deduktif. Tekanannya adalah pada penalaran, proses berfikirnya. Penalaran yang membawa seseorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dalam gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat.

1. Membandingkan anggaran dengan realisasi

Membandingkan anggaran dengan realisasi dapat mengindikasikan adanya kecurangan. Yang harus benar-benar diketahui adalah seluruh mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan intensif (keuangan maupun non keuangan) yang terkandung didalamnya sistem anggaran.

Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center, pejabat tertentu menerima intensif sesuai dengan keberhasilan yang diukur dengan pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi penjualannya dibuat tinggi (overstated).

2. Hubungan antara satu data dengan data keuangan lainnya

Beberapa akun baik dalam satu maupun beberapa laporan keuangan bisa mempunyai keterkaitan yang  dapat dimanfaatkan untuk review awal.

3. Menggunakan data non keuangan

Inti dari adanya review analitikal adalah mengenal pola hubungan (relationship pattern). Pola hubungan ini tidak mesti hanya antara data satu data keuangan dengan data keuangan lainnya. Pola hubungan non keuangan pun bisa berbagai macam bentuknya.

4. Regresi atau analisis trend

Dengan data historical yang memadai review analitikal dapat mengungkapkan trend. Berbagai perangkat lunak mempermudah hitungan dan grafiknya. Misalnya, STAR, perangkat lunak Delloite.          

5. Menggunakan indikator ekonomi makro

Hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun dengan indikator-indikator ekonom seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indikator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia, harga minya mentah dan komoditi lainnya. Kehandalan perumusan ekonometri akan membantu auditor atau investigator melalui data agregat tanpa harus melakukan pemeriksaan SPT sebagai langkah pertama.

e. Menghitung kembali

Menghitung kembali tidak lain untuk mengecek kebenaran perhitungan. Ini merupakan prosedur yang sangat wajar dalam audit. Tugas ini biasanya diberikan kepada seorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor yaitu seorang junior auditor. Dalam investigatif perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks didasarkan pada kontrak atau perjanjian yang rumit, yang mungkin telah tejadi perubahan dan renegoisasi berkali-kali dengan pejabat yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan oleh investigator yang berpengalaman.

2.4.3 Prinsip-Prinsip Investigatif

a. Investigatif merupakan metode atau teknik yang dapat digunakan dalam audit investigatif.

b. investigatif memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman selain itu memerlukan pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan dan prinsip-prisip investigatif guna pemecahan permasalahan yang dihadapi.

Ada juga prinsip berdasarkan pengalaman dan praktek yang dapat dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan investigatif mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.

2. Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperoleh dapat memberikan kesimpulan tersendiri.

3. Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi.

4. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigatif.

5. Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka akan juga merespon sebagaimana manusia.

2.4.4 Tahap-Tahap Audit Investigatif

Dalam melakukan audit investigatif ada beberapa tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Persiapan dan perencanaan. Setiap kegiatan audit harus disertai dengan persiapan dan perencanaan. Audit investigatif lebih ditekankan pada sikap kehati-hatian           dan independen serta arif karena sering terjadi konflik kepentingan antara auditor dan auditan. Dalam menunjuk petugas investigatif harus dipertimbangkan auditor yang memiliki pengalaman, integritas yang tinggi, kemauan, keuletan, keberanian, independen dan tidak ada hubungan istimewa antara auditor dengan auditan.

1. Membuat PKA. Dalam menyusun PKA audit investigatif, auditor harus memahami betul permasalahan yang akan diaudit. Oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran, ruang lingkup, waktu audit, menyusun strategi dan langkah audit.

2. Pelaksanaan audit terlebih dahulu diladakan pembicaraan pedahuluan dengan auditan  untuk menjelaskan tujuan audit dan mendapat informasi tambahan serta menciptakan suasana yang mendukung kelancaran.

Dalam melaksanakan investigatif perlu diperhatikan agar pelaku mudah diarahkan untuk mengakui perbuatannya maka diperlukan untuk mengumpulkan bahan dan bukti yang berkaitan dengan kasus yang diaudit dan dapat dijadikan sebagai bukti. Alat bukti menurut KUHP pasal 184:

            1. Keterangan saksi

            2. Keterangan saksi ahli

            3. Bukti petunjuk

            4. Keterangan/ pengakuan terdakwa

            Keterangan atau pengakuan terdakwa tidak saja cukup untuk pembuktian melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lainnya. Bukti dalam audit adalah (1) klarifikasi (2) hasil pengujian fisik (3) dokumentasi (4) observasi (5) tanya jawab atau hasil wawancara (6) prosedur analisa.

2.4.5 Laporan Audit Investigatif

Laporan audit merupakan alat formal auditor untuk mengkomunikasikan kesimpulan yang diperoleh tentang hasil auditnya kepada pihak yang bekepentingan. Saat ini belum ada standar khusus untuk laporan audit investigatif atau audit khusus. Standar umum bahwa laporan harus dibuat secara tertulis setelah berakhirnya pelaksanaan audit dan laporan disampaikan kepada pihak yang berwewenang dan bersifat rahasia. Laporan audit investigatif biasany diberikan kepada pihak yang memberi instruksi (kepolisian, jaksa, pengadilan).

2.5 Rerangka Pemikiran

Rerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini mengenai pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigatif terhadap upaya dalam meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Rounded Rectangle: Pencegahan (X1)Variabel Independen                                                              Variabel Dependen

Rounded Rectangle: Pendeteksian (X2)
Rounded Rectangle: Meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan (Y)

            Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran

2.6 Perumusan Hipotesis

Perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:           

Ha1: Tindakan pencegahan berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

H01: Tindakan pencegahan tidak berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Ha2: Tindakan pendeteksian berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

H02: Tindakan pendeteksian tidak berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Ha3:Tindakan audit investigatif berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

H03: Tindakan audit investigatif tidak berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

Ha4: Tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

H04: Tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif tidak berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

  • METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu, metode yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai suatu fenomena yang terjadi dalam suatu populasi (Indrianto dan Supomo, 2002:26).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausal yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif terhadap variabel dependen yaitu pengaruhnya terhdap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Penelitian ini mengambil objek auditor yang bertugas di Kantor Akuntan Publik di kota Malang. Metode sampling yang digunakan adalah convience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber. Data primer ini dikumpulkan melalui metode survey dengan menggunakan kuesioner (Indriantoro dan Supomo, 2002:26). Kuesioner langsung diberikan secara langsung kepada responden.

3.4 Metode Analisis

Data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah meganalisis data berdasarkan metode penilaian data. Kegiatan analisis dan pengolahan data dengan melakukan tabulasi terhadap kuisioner dengan memberikan dan menjumlahkan bobot jawaban pada masing-masing pertanyaan untuk masing-masing variabel.

Analisis data ini menggunakan metode regresi berganda yang dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi adalah studi menegenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui.

Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan satu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan yaitu meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen yang ada. Dalam penelitian ini persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Penjelasan model diatas adalah sebagai berikut:

Y         : Meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan

b1,b2,b3 : Koefisien regresi

X1          : Tindakan pencegahan

X2          : Pendeteksian

X3          : Audit investigatif

a          : Konstan

3.5 Uji Instrumen Penelitian           

Peneliti uji instrumen penelitian data-data akan diolah sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini, uji validitas diukur dengan melakukan korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total skor variabel.

2. Uji Reabilitas

 Hasil uji reabilitas digunakan untuk mengetahui instrumen penelitian yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik cronbach alpha. Dimana suatu instrumen dikatakan tidak reliabel bila memiliki koefisien atau alpha sebesar; (1) <0,6 tidak reliabel (2) 0,6-0,7 acceptable (3) 0,7-0,8 baik (4) > 0,8 sangat tidak baik.

3.6 Uji  Hipotesis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Pada dasarnya merupakan eksistensi dari modal regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua variable atau lebih  variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala interval atau rasio dalam suatu pengukuran linear.

Riset dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan media kuesioner. Kuesioner diberikan kepada responden dengan meminta izin dan membuat janji terlebih dahulu. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti sendiri dengan menandatangani kantor tempat penelitian dan bertemu langsung dengan objek penelitian dalam hal ini auditor eksternal yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang ada diwilayah Malang.

1. Uji Asumsi Klasik

Dalam melakukan uji asumsi klasik ini, peneliti melakukan dua uji, yaitu sebagai berikut:

a. Uji Multikolonieritas

Multikolonieritas menyatakan hubungan antar sesama variabel independen (Santoso, 2000:206) menyatakan bahwa deteksi adanya multikolineritas dibagi menjadi dua yaitu: (a) besaran VIF (Variance Inflation Factor)  dan tolerance. Pedoman model regresi bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai nilai tolerance mendekati 1, dan (b) besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independen.

b. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas terjadi jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain yang terjadi ketidaksamaan. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat melihat grafik scatterplot. Deteksinya dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu Y (Santoso, 2000:210).

Dasar pengembilan keputusan adanya heterokedastisitas antara lain: (a) jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar) maka telah terjadi heterokedastisitas dan (b) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Deteksi heterokedastisitas dapat menggunakan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen residual. Jika hasil uji Glejser signifikan, maka model regresi tersebut bebas heterokedastisitas (Ghozali, 2005:105).

c. Uji Normalitas

Menguji dalam sebuah model regresi berganda yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000:214). Dasar pengambilan keputusan data normal adalah sebagai berikut: (a) Jika data menyebar dsekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas dan (b) jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas ( Ghozali, 2005:110).

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan melalui analisis regresi berganda, yaitu:

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen, yaitu pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigatif dalam menjelaskan variasi variabel dependen yaitu: berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk menunjukkan presentase tingkat kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan. Nilai R2 memiliki range antara 0 sampai 1, jika nilai R2 memiliki range antara 0  sampai dengan 1, jika R2 semakin mendekati 1 maka semakin besar variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen diukur dengan korelasi (R), jika R diatas 0,5 maka korelasi atau hubungan antar variabel independen adalah kuat. Sebaliknya jika angka R dibawah 0,5 maka korelasi atau hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah (Santoso, 2002:167).

b. Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji Statistik t)

Uji t diperlukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen terhadap variabel dependen. Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Demikian pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, bila Ha diterima maka ada hubungan yang sigifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005:58).

c. Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F)

Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel independen, yaitu: pengaruh tindakan pencegahan, pendeteksian dan audit investigasi yang mempengaruhi terhadap satu variabel dependen, yaitu: berpengaruh terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan. Secara bebas dengan signifikansi sebesar 0,05 dapat disimpulkan (Ghozali, 2005:45) :

                        1. Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ha diterima.

                        2. Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak.

3.7 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya

Variabel independen dalam penelitian ini adalah tindakan pencegahan, pendeteksian, dan audit investigatif sedangkan variabel dependennya adalah berpengaruhnya terhadap upaya dalam meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan. Dalam penelitian ini, skala pengukuran yang digunakan oleh peneliti adalah skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Skala Likert umumnya menggunakan lima angka penelitian, yaitu: (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju. Pengukuran dari masing-masing variabel dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Tindakan Pencegahan

Pencegahan kecurangan adalah aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tiga tujuan pokok, yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku ( Amin Widjaja, 2009:12).

2. Tindakan Pendeteksian

Kecurangan akan terlihat melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi/keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang. Karakteristik yang bersifat kondisi atau situasi tertentu, perilaku atau kondisi seseorang tersebut dinamakan Redflag (fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul disetiap kasus kecurangan yang terjadi (Amrizal, 2004:11-16).

3. Audit Investigatif

Salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya dalam meminimalisasi kecurangan dengan melakukan pendekatan investigatif. Audit investigatif dapat dikatakan sebagai proses penyelidikan yang berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran dengan tingkat kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai suatu permasalahan yang ditemukan (Theodorus M, 2007:201).

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Ratna. 2012. “Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud (Kecurangan)”.

ACFE. (2004). “Occupational Fraud and Abuse”. USA: Association of Certified Fraud Examiners.

Amrizal. (2004). “Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Auditor Internal”. Jakarta. Dari http://www.pdf.com

Cressey, D. R. (1973). “Other People’s Money: A Study in the Social Psychology of Embezzlesment”. New Jersey: Montclair Patterson Smith.

Fitriyani, Rika. (2012).”Pengaruh Kemampuan Auditor Investigatif Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Prosedur Audit dalam Pembuktian Kecurangan (Fraud) Studi Kasus Pada Auditor Investigatif di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat Bandung”. Skripsi: Universitas Pasundan.

Ghozali, Iman. (2005). “Aplikasi Analis Multivariate dengan Program SPSS”. Semarang: Universitas Diponegoro.

Koroy. (2008). “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, h. 22-31.

Martantya, Daljono. (2013). “Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan dan Peluang”.  Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 12, h. 1-12.

Muhammad, Iqbal. (2010). “Pengaruh Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan Dalam Laporan Keuangan”. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Mulyadi dan Puradiredja, K. (1998). “Auditing”. Salemba Empat: Jakarta.

Nabila, Atia Rahma. (2013). “Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan Dalam Perspektif Fraud Triangle”.

Norbarani, Listiana. (2012). “Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan dengan Analisis Fraud Triangle yang diadopsi dalam SAS No.99”.

Riduan Simanjuntak, Ak, MBA, CISA, CIA. “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”.

Rosandi, Raisya. (2009). “Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan”. Skripsi.

Skousen, C.J., K. R. Smith,  dan C. J .Wright. (2009). “Detecting and Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No.99”. Corporate Governance and Firm Performance Advances in Financial Economics, Vol. 13, h. 53-81.

Soselisa dan Mukhlasin. (2008). “Pengaruh Faktor Kultur Organisasi Manajemen Strategik Keuangan dan Auditor Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XI Unika Atmajaya.

Tuanakotta, Theodorus M. (2007). “Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Wibowo, Winny W. (2009). “Pengaruh Penetapan Fraud Early Warning System (FEWS) Terhadap Aktivitas Bisnis Perusahaan”. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik. Vol. 4, h. 77-111.

Widjaya, Amin. (1992). “Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing)”. Rineka Cipta:  Jakarta.

Wilopo. (2006). “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi”.

Pengaruh Tindakan Pencegahan, Pendeteksian dan Audit Investigatif Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan Dalam Laporan Keuangan

Lembar Pertanyaan / Kuesioner

Kepada Yth,

Bapak/Ibu Auditor

Di KAP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama               : Cindy Claudia Handoko

Status              : Mahasiswa

Fak/Jur            : Fakultas Ekonomi dan Bisnis/ Akuntansi

Tujuan             : Kelengkapan Informasi Penyusunan Ekonometrik

Dalam menyelesaikan tugas mata kuliah ekonometrik, saya sangat mengharapkan bantuan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Daftar pertanyaan/kuesioner ini ditunjukkan kepada anggota komite audit di tempat anda bekerja. Anggota yang dimaksudkan merupakan satu satuan tim komite audit. Keberhasilan ini tergantung pada kejujuran dan kesediaan Bapak/Ibu dalam mengisinya. Atas kesediaan waktunya saya ucapkan banyak terima kasih.

Malang , 25 November 2014

Cindy Claudia Handoko

Data dan Keterangan Responden

Nama                                       : ………………………………………..

Umur                                       : …………. tahun

Jenis Kelamin                          :       Laki-laki        Perempuan

Pendidikan terakhir                 :

        D3                 S1                          S2                           S3

Nama instansi tempat anda bekerja saat ini    :

Lama bekerja di instansi ini    :

       < 3 tahun              3-10 tahun            10-20 tahun                > 20 tahun

Posisi anda saat ini                  :

      Partner       Manajer       Supervisor      Auditor Senior       Auditor Junior

Berikan penilaian dengan memilih salah satu dari 5 point skala berikut ini dengan memberikan tanda check (√) pada kolom yang telah disediakan:

Keterangan JawabanNilai Penelitian
STS : Sangat Tidak Setuju1
TS : Tidak Setuju2
 N : Netral3
S : Setuju4
SS : Sangat Setuju5

Pertanyaan tentang Tindakan Pencegahan Berpengaruh Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan (X1)

No.PertanyaanSTSTSNSSS
1.Apakah kesadaran tentang adanya kecurangan (Fraud awareness) dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan.     
2.Dapatkah pemecatan menimbulkan efek jera (deter) bagi pelaku kecurangan.     
3.Apakah pemberian sanksi (punishment) yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan berikan penghargaan (reward) kepada mereka.     
4.Dengan menerapkan Sistem Pengendalian Internal yang baik dapat mencegah terjadinya kecurangan.     
5.Menjalankan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dapat mencegah adanya kecurangan.     
6.Apakah dengan melaksanakan evaluasi kinerja secara berkala dapat mencegah adanya kecurangan.     
7.Menerapkan pegendalian pengembangan sistem dan dokumen (Systems Development and Documentation controls) dapat mencegah timbulnya kecurangan.     
8.Melakukan inspeksi mendadak dan melaksanakan pertemuan antara pengawas /pemeriksa dengan karyawan instansi pemerintah atau swasta dapat mencegah adanya kecurangan.     
9.Apakah mengevaluasi, merancang, dan menerapkan kontrol yang secara proaktif dapat mencegah timbulnya kecurangan.     
10.Hati nurani seorang karyawan sangat berpengaruh dalam pekerjaannya dapat menekan timbulnya kecurangan.     

Pertanyaan tentang Tindakan Pendeteksian Berpengaruh Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan (X2)

No.PertanyaanSTSTSNSSS
1.Dengan melihat ayat jurnal penyesuaian yang kurang otorisasi dan rincian yang kurang mendukung dapat mendeteksi suatu kecurangan.     
2.Sebuah pernyataan yang salah dan palsu dalam laporan keuangan dari segi keuntungan dan nilai aktiva dapat dijadikan alasan adanya indikasi kecurangan.     
3.Pelajari orang-orang dilingkungan audit kita, seperti pengendalian intern, jurnal penyesuaian, catatan hukuman dan rasio.     
4.Membandingkan laporan keuangan dalam beberapa periode dapat dijadikan alat deteksi untuk melihat kecurangan.     
5.Perubahan gaya hidup seorang karyawan yang tiba-tiba berubah dapat dijadikan alasan adanya indikasi pendeteksian kecurangan.     
6.Kecurangan dapat dideteksi dengan memeriksa dokumen, telaah data ekstren, dan wawancara.     
7.Melakukan review analitik yang dilakukan oleh auditor secara keseluruhan dapat menemukan indikasi adanya kecurangan.     
8.Apakah mencocokan faktur pembelian perusahaan dengan faktur pejualan perusahaan menyuplai barang bisa dijadikan dokumen bukti adanya indikasi adanya kecurangan.     

Pertanyaan Audit Investigasi Berpengaruh Terhadap Upaya Meminimalisasi Kecurangan (X3)

No.PertanyaanSTSTSNSSS
1.Auditor memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya bukti yang relevan dan bertujuan untuk menekankan bisa diterimanya bukti-bukti transaksi sebagai alat bukti adanya indikasi kecurangan.     
2.Membandingkan antara anggaran  dengan realisasi dapat dijadikan alasan untuk menilai adanya indikasi kecurangan.     
3.Apakah seorang auditor atau investigator mempunyai gambaran mengenai wajar, layak, dan pantasnya suatu data individual yang disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat untuk melihat adanya indikasi adanya kecurangan.     
4.Menggunakan data non-keuangan, mengenal pola hubungan, (relationship pattern) tiap transaksi dapat dijadikan refrensi untuk melihat adanya indiksi kecurangan.     
5.Investigasi memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman, selain itu memerlukan pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan dan prinsip-prinsip investigasi guna pemecahan permasalahan yang dihadapi.     
6. Apakah informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi sehingga investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi.     
7.Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam melakukan audit investigasi.     
8.Seorang petugas investigatif harus mempunyai pengalaman, integritas yang tinggi, kemauan, keuletan dan keberanian, independen dapat mempengaruhi ditemukan indikasi adanya kecurangan.     
9.Tekanan negatif yang diberikan kepada seorang investigator oleh pihak-pihak yang kontra dapat mempengaruhi independensi saat dia melakukan audit investigasi.     
10.Indikasi adanya kecurangan itu bisa berasal dari pengalaman dalam pengoperasian sitem informasi akuntansi.     

Pertanyaan tentang Meminimalisasi Kecurangan

No.PertanyaanSTSTSNSSS
1.Sebagai auditor eksternal saya bekerja secara profesional, independen dan menjalankan kode etik.     
2.Saya berperan besar dalam menentukan kecurangan dalam laporan keuangan.     
3.Investor akan menilai baik perusahaan atas peran saya dalam proses audit perusahaan tersebut.     
4.Peran saya dalam mengaudit terkadang dibatasi oleh pihak manajemen.     
5.Apabila saya tidak menemukan kecurangan, saya merasa diri saya tidak pantas untuk menjadi auditor.     
6.Sebagai seorang auditor eksternal saya harus bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar  tidak terjadi kecurangan.     
7.Pengaturan rotasi auditor (akuntan publik) merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya kecurangan yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik.     
8.Identifikasi atas faktor-faktor penyebab kecurangan, menjadi dasar untuk memahami kesulitan dan hambatan dalam pendeteksian kecurangan.     
9.Auditor harus dapat memperkirakan bentuk-bentuk kecurangan apa saja yang bisa terjadi.     
10.Auditor harus dapat megidentifikasi pihak-pihak yang dapat melakukan kecurangan.     
11.Ketertutupan pihak manajemen dapat berakibat sulitnya melakukan pendeteksian kecurangan.     
12.Auditor harus melakukan pengujian atas dokumen-dokumen atau informasi-informasi yang diperoleh.     
13.Kondisi mental dan pengawasan kerja yang buruk merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan.     

PERBEDAAN SESUDAH DAN SEBELUM KENAIKAN BBM TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN UD. PODOMORO NONGKOJAJAR

SANDRA CICILIA ERKANAWATI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

1, PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM ini secara otomatis akan diikuti oleh kenaikan harga pada barang dan jasa yang ada di seluruh masyarakat Indonesia seluruh kota yang ada di Indonesia. Kenaikan harga barang dan jasa ini juga menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan mempersulit perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap dan masyarakat dengan perekonomian menengah ke bawah.

Apabila terjadi kenaikan harga BBM di negara ini, maka hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply). Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada tingkat harga dan waktu tertentu.

Permintaan dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang ditawarkan mengalami kenaikan. Begitu juga dengan penawaran, akan berkurang sebagai akibat permintaan dari masyarakat yang juga mengalami penurunan. Harga barang dan jasa menjadi melonjak sebagai akibat dari naiknya biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah imbas dari kenaikan harga BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “Jika harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, dan sebaliknya  jika harga barang turun, jumlah barang yang diminta akan bertambah” (Jaka, 2007:58).

Masalah lain yang muncul sebagai akibat dari kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang mengalami kenaikan. Kondisi perekonomian Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli pada masyarakat juga akan mengalami penurunan, munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.

BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Sehingga secara pasti mempengaruhi harga barang dan jasa. Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan atau peningkatan sehingga juga akan mempengaruhi semakin besarnya biaya hidup yang dikeluarkan dengan penerimaan pendapatan yang tetap dan pada penerimaan pendapatan yang mengalami fluktuasi karena pendapatan yang tidak menetu pada setiap harinya dan hal ini terjadi pada pedagang mulai dari pedagang menengah ke atas sampai dengan pedagang menengah ke bawah.

Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai  “Perbedaan Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Penerimaan Pendapatan Pada UD. Podomoro”.

Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap penerimaan pendapatan pada UD. Podomoro. Dalam makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

Apa dampak kenaikan harga BBM terhadap penerimaan pendapatan UD. Podomoro?

Bagaimana dampak kenaikan harga BBM terhadap penerimaan pendapatan UD. Podomoro ?

Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang ada pada rumusan masalah yang ada di atas, secara garis besar tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai dampak dari kenaikan harga BBM. Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui secara jelas mengenai :

Dampak dari kenaikan harga BBM, baik itu dampak positif maupun dampak negatifnya.

Dapat mengetahui mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap penerimaan pendapatan pada UD. Podomoro

Manfaat penelitian

Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaaan atau manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai pengembangan ilmu, sesuai dengan masalah  yang dibahas dalam makalah ini. Secara praktis, makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:

Penulis

Seluruh kegiatan penyusunan dan hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengalaman, wawasan dan ilmu dari masalah yang dibahas dalam makalah ini;

Pembaca

Makalah ini daharapkan dapat dijadikan sebagai sumber tambahan dan sumber informasi dalam menambah wawasan pembaca.

2. LANDASAN TEORI

 Teori Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, kata inflasi sering muncul, terutama jika dalam pembahasan mengenai ilmu ekonomi makro. Begitu juga dalam masalah keuangan dan perbankan. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai turunnya atau melemahnya nilai mata uang akibat banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata inflasimemiliki arti kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang (Depdiknas, 2005:423).

Menurut Jaka (2007:113) menyatakan, Inflasi adalah suatu gejala ekonomi dimana terjadi kemerosotan nilai uang karena banyaknya uang yang beredar atau suatu keadaan yang menyatakan terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan menunjukan suatu proses turunnya nilai uang secara continue.

Pendapat lain menyatakan bahwa inflasi adalah  proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus  berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang (Samuelson, 1986:292). Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga naik (Samuelson, 1986:293).

Ada beberapa pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Menurut A.P. Lehner, inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Ahli yang lain, yaitu Ackley memberi pengertian inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Sedangkan menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.

Dalam definisi lain, inflasi merupakan proses dimana terjadinya kenaikan harga barang-barang dan jasa-jasa secara menyeluruh dalam satu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun. Inflasi terjadi ketika harga mengalami kenaikan, sementara nilai uang mengalami penurunan. Inflasi juga dapat diartikan  sebagai proses menurunnya nilai mata uang yang diakibatkan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dibandingkan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.

Pengertian Perekonomian

Sebelum membahas perekonomian, perlu dibahas mengenai ilmu ekonomi. Menurut Samuelson (1986:5) mengatakan, Ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih dan menggunakan sumberdaya yang langka dan yang memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya – baik saat ini maupun dimasa depan – kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.

Sementara secara etimologi, kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos,yang berarti rumah tangga, dan Nomos, yang berarti aturan. Jadi ekonomi secara bahasa adalah aturan rumah tangga (Jaka, 2007:96). Secara istilah ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ekonomi diartikan sebagai ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (Depdiknas, 2005:287). Sementara perekonomian diartikan sebagai tindakan (aturan atau cara) berekonomi (Depdiknas, 2005:287). Dalam suatu Negara, ekonomi merupakan suatu tata kehidupan yang sangat penting. Perekonomian di suatu Negara merupakan suatu system yang digunakan oleh pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Jenis-Jenis  Inflasi

Berdasarkan Tingkat Keparahan

Inflasi ringan (creeping inflation)

Besarnya inflasi ini di bawah 10% dalam setahun.

Inflasi sedang

Besarnya inflasi antara 10% – 30% setahun.

Inflasi berat

Besarnya inflasi antara 30% – 100%.

Hiperinflasi

Besarnya inflasi ini diatas 100% dalam setahun.

Berdasarkan Sumbernya

Importer Inflation

Inflasi ini berasal atau bersumber dari luar negeri, yang terjadi karena adanya kecenderungan kenaikan barang-barang di luar negeri.

Domestic Inflation

Inflasi ini berasal atau bersumber dari dalam negeri sendiri, yang akan memengaruhi pertumbuhan perekonomian dalam negeri. Domestic inflation terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga mengalami kenaikan.

Berdasarkan Penyebabnya

Demand Full Inflation

Adalah inflasi yang timbul karena adanya kenaikan yang sangat tinggi terhadap permintaan barang dan jasa.

Cost Push Inflation

Adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa, bukan karena adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran.

Selain demand full inflation dan cost push inflation, ada beberapa jenis inflasi jika dilihat dari faktor penyebabnya, yaitu:

Inflasi Tarikan Permintaan

Inflasi tarikan permintaan terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. 

Inflasi Dorongan Biaya

Inflasi dorongan biaya terjadi sebagai akibat adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi proses produksi dari suatu perusahaan. 

Inflasi Struktural

Inflasi struktural terjadi akibat dari berbagai kendala atau kekakuan struktural yang menyebabkan penawaran menjadi tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

Penyebab terjadinya inflasi

Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga naik. Selain itu, inflasi juga diakibatkan oleh:

Pengeluaran pemerintah lebih banyak dari permintaan

Adanya tuntutan upah yang tinggi

Adanya lonjakan permintaan barang-barang dan jasa-jasa

Adanya kenaikan dalam biaya produksi.

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan distribusi (kurangnya produksi (product or service) juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) sepertikebijakan fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur dan regulasi.

Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan hargafaktor produksi meningkat.

Inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment, dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan dan penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi, bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Jika dihubungkan dengan kenaikan harga BBM, inflasi yang terjadi disebabkan oleh adanya tekanan dalam proses produksi dan distribusi. Para produsen akan mengurangi jumlah barang yang akan diproduksi atas pertimbangan biaya produksi yang melonjak. Kalaupun proses produksi tetap lancar, proses distribusi lah yang akan menghambatnya. Akibat dari kenaikan harga BBM biaya atau ongkos untuk mendistribusikan barang hasil produksi akan mengalami kenaikan.

Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas (Hamid, 2000:144). Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah yang beresiko tinggi.

Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan dampak yang positif, yaitu : 

Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternatif seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.

Pembangunan Nasional akan lebih pesat

Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN  yang awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.

Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.

Mengurangi Pencemaran Udara

Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.

b.     Dampak negatif dari kenaikan BBM adalah sebagai berikut :

Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal. Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.

Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)

Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban transportasi dan lain-lain.

Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.

Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran. Dengan meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.

Inflasi. Inflasi akan terjadi jika harga BBM menglami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa.

Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan Perekonomian

Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.

Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah “Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan terjadi adalah “Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.

Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap.  Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.

Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang. Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga.

Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi minyak.

Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional

Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:

Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di masyarakat

 Inflasi dapat mengakibatkan ketidak merataan pendapatan dalam masyarakat

Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri ataukaryawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan para kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur.

Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK). Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga memengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.

Teori kebijakan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita – cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick  sebagaimana dikutip Leo Agustino(2008: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

Kebijakan sebenarnya tidak serta  merta dapat dibedakan dari administrasi

Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan

Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implicit

Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi

Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Budi Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi.

Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang, ketentuanketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan.  Policy  diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan  wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturanaturan yang ada didalamnya.

Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno (2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Winarno (2007: 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensikonsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Menurut  Lasswell (1970) kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and practices).

Menurut  Anderson (1979) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah (a purposive corse of problem or matter of concern).

Menurut  Heclo (1977) kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.

Menurut  Eulau (1977) kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan kebijakan.

Menurut  Amara Raksasa Taya (1976) kebijakan adalah suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.

Menurut  Friedrik (1963) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan.

Menurut  Budiardjo (1988) kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut  Good (1959) kebijakan adalah sebuah pertimbangan yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.

Menurut  Indrafachrudi (1984) kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.

Menurut Friedrich, Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Menurut PBB, Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk) bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.

Menurut KBBI, Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tetang perintah, organisasi, dan sebagainya).

Menurut Mustopadidjaja, Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Menurut Said Zainal Abidin, kebijakan secara umum menurut dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :

Kebijakan umum atau publik yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.

Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.

Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

2Teori Kebijakan Publik

Menurut Thomas Dye kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.

Anderson (1975): Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses management, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik (Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 2003, hal 2). Ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif ( tindakan pemerintah mengenai segal sesuatu masalah ) atau negatif ( keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu ).

Woll (1966): Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Aminullah dalam Muhammadi (2001: 371 – 372): Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.

Talidzuhu Ndraha: kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat. William N. Dunn: Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.

Easton (1969): Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.

Bill Jenkins: Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.

Heclo (1972): istilah kebijakan secara luas, yakni sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making yaitu apa yang dipilih oleh pemerintah untuk mengatasi suatu masalah publik, baik dengan cara melakukan suatu tindakan maupun untuk tidak melakukan suatu tindakan.

Teori kebutuhan manusia

Menurut Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen berikut:

Bernapas secara normal.

Makan dan minum yang cukup.

Eliminasi (buang air besar dan kecil).

Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

Tidur dan istirahat.

Memilih pakaian yang tepat.

Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menycsuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifIkasi lingkungan.

Menjaga kebersihan diri dan penampilan.

Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain.

Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran, dan opini.

Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.

Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.

Belajar, mencmukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Menurut Jean Waston membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 2 peringkat utama, yaitu :

kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs)

kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher order needs)

Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan Abraham Maslow (dalam Potter dan Perry, 1997) dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia sebagai berikut:

Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, oksigen, cairan (minuman), nutrisi (makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.

Kebutuhan rasa aman dan perlindungan: perlindungan fisik dan perlindungan psikologis.

Perlindungan fisik, perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup: Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dan lingkungan, dan sebagainya.

Perlindungan psikologis, perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan sebagainya.

Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan sebagainya.

Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa pcrcaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.

Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mcncapai potensi diri sepenuhnya.

Gardner Murpy menggambarkan kebutuhan itu atas empat kategori, yang terdiri dari Kebutuhan dasar yang berkaitan bagian-bagian penting tubuh misalnya kebutuhan untuk makan, minum, udara, dan sejenisnya. Kebutuhan akan kegiatan, meliputi kebutuhan untuk tetap bergerak. Kebutuhan sensorik yang meliputi kebutuhan untuk warna, suara, ritme, kebutuhan yang berorientasi terhadap lingkungan dan sejenisnya. Kebutuhan untuk menolak sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti rasa sakit, ancaman, ketakutan, dan sejenisnya.

Sedangkan Erich Fromm mengidentifikasi kebutuhan manusia itu berasal dari kondisi keadaannya, yang meliputi:

Keterhubungan versus narcissisme

Transenden-creativitas versus penghancuran

Kekeluargaan versus non kekelargaan

Rasa identitas-individualitas versus konformitas kelompok

Kebutuhan pengabdian rasional versus irrasional

Kebutuhan dasar manusia menurut Knowles yang dapat dijadikan konsep dasar untuk pengembangan program pembelajaran pendidikan non formal, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kebutuhan fisik. Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang paling mudah dilihat. Dalam hubungan dengan pendidikan, maka kebutuhan itu meliputi kebutuhan untuk melihat, mendengar, beristirahat.

Kebutuhan bertumbuh. Menurut para ahli psikologi dan psikiatri kebutuhan untuk pertumbuhan dan berkembang merupakan kebutuhan yang paling dasar dan universal. Hal ini terlihat pada anak-anak adanya dorongan untuk belajar berbicara, merangkak, berjalan dan tumbuh dengan berbagai cara..

Kebutuhan akan keselamatan; kebutuhan akan keselamatan mencakup keselamatan fisik dan psikologik seperti perlindungan atas ancaman harga diri..

Kebutuhan akan pengalaman baru; sementara manusia mencari keselamatan, mereka juga menciptakan ketegangan dalam bentuk petualangan yang mengasyikkan dan penuh risiko.

Kebutuhan untuk dikasihi; semua orang ingin disukai, meskipun cara yang ditempuh untuk mencapainya kadang-kadang menunjukkan dorongan yang bertentangan.

Kebutuhan untuk dikenal; setiap manusia merasa perlu untuk dihargai, dipuji dan dihormati oleh orang lain.

Teori Penjualan

IAI dalam SAK No 23 paragraf 2 (2009) menyatakan, “Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau lainnya.”

Definisi penjualan menurut Mulyadi (2008:202), “Penjualan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penjual dalam menjual barang atau jasa dengan harapan akan memperoleh laba dari adanya transaksi-transaksi tersebut dan penjualan dapat diartikan sebagai pengalihan atau pemindahan hak kepemilikan atas barang atau jasa dari pihak penjual ke pembeli.”

Aktivitas penjualan merupakan pendapatan utama perusahaan karena jika aktivitas penjualan produk maupun jasa tidak dikelola dengan baik maka secara langsung dapat merugikan perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena sasaran penjualan yang diharapkan tidak tercapai dan pendapatan pun akan berkurang.

Pengertian penjualan menurut Henry Simamora dalam buku “Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis” menyatakan bahwa “Penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa”. (2000;24)

Pengertian penjualan menurut Chairul Marom dalam buku “Sistem Akuntansi Perusahaan Dagang” menyatakan bahwa “Penjualan artinya penjualan barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan yang biasanya dilakukan secara teratur”.(2002;28)

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga jual yang telah disepakati.

Menurut Sulistiyowati (2010:270) penjualan adalah “Pendapatan yang berasal dari penjualan produk perusahaan, disajikan setelah dikurangi potongan penjualan dan retur penjualan.”

Menurut Sugiono, Soenarno dan Kusumawati (2010:133) “ Penjualan bersih merupakan selisih antara penjualan baik yang dilakukan secara tunai maupun kredit dengan retur penjualan dan potongan penjualan.” Penjualan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

Penjualan kredit, yaitu penjualan yang pembayaran dilakukan di kemudian hari dalam jangka waktu yang telah ditetapkan setelah barang diterima oleh customer. Penjualan kredit inilah yang menimbulkan piutang dagang, sehingga penjualan tidak dapat dipisahkan dari timbulnya piutang usaha.

Penjualan tunai, yaitu penjualan yang pembayarannya dilakukan secara langsung saat terjadinya transaksi.

Klasifikasi Transaksi Penjualan

Ada beberapa macam transaksi penjualan menurut La Midjan (2001;170) dalam bukunya “Sistem Informasi Akuntansi 1” dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Penjualan Tunai

Penjualan Kredit

Penjualan Tender

Penjualan Ekspor

Penjualan Konsinyasi

Penjualan Grosir”

Menurut pengertian diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

Penjualan  Tunai

Adalah penjualan yang bersifat cash dan carry pada umumnya terjadi secara  kontan dan dapat pula terjadi pembayaran selama satu bulan dianggap kontan.

Penjualan Kredit

Adalah penjualan dengan tenggang waktu rata-rata diatas satu bulan.

Penjualan Tender

Adalah penjualan ynag dilaksanakan melalui prosedur tender untuk memegangkan tender selain harus memenuhi berbagai prosedur.

Penjualan Ekspor

Adalah penjualan yang dilaksanakan dengan pihak pembeli luar negeri yang mengimpor barang tersebut.

Penjualan Konsinyasi

Adalah penjualan yang dilakukan secara titipan kepada pembeli yang juga sebagai penjual.

Penjualan Grosir

Adalah penjualan yang tidak langsung kepada pembeli, tetapi melalui pedagang grosir atau eceran.

Dokumen-Dokumen Penjualan

Dokumen-dokumen penjualan menurut La Midjan (2001;183) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Akuntansi 1” antara lain sebagai berikut:

Order Penjualan Barang (Sales Order)

Nota Penjualan Barang

Perintah Penyerahan Barang (Delivery Order)

Faktur Penjualan (Invoice)

Surat pengiriman Barang (Shipping Slip)

Jurnal Penjualan (Sales Journal)

Menurut pengertian diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

Order Penjualan Barang (Sales Order)

Merupakan penghubung antara beragam fungsi yang diperlukan untuk memproses langganan dengan menyiapkan peranan penjualan.

Nota Penjualan Barang

Merupakan catatan atau bukti atas transaksi penjualan barang yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan dan sebagai dokumen bagi pelanggan.

Perintah Penyerahan Barang (Delivery Order)

Merupakan suatu bukti dalam pengiriman barang untuk diserahkan kepada pelanggan setelah adanya pencocokan rangkap slip.

Faktur Penjualan (Invoice)

Adalah dokumen yang menunjukan jumlah yang berhak ditagih kepada pelanggan yang menunjukan informasi kuantitas, harga dan jumlah tagihannya.

Surat Pengiriman Barang (Shipping Slip)

Jurnal Penjualan (Sales Journal)

Dapat disimpulkan bahwa dokumen-dokumen penjualan terdiri dari: Order Penjualan Barang, Nota Penjualan Barang, Perintah Penyerahan Barang, Faktur Penjualan, Surat Pengiriman Barang dan  Jurnal Penjualan.

Bagian-Bagian Penjualan

Menurut Krismiaji (2002;275) dalam bukunya “Sistem Informasi Akntansi” menyatakan bahwa bagian-bagian penjualan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

Bagian Penjualan

Bagian Kredit

Bagian Gudang

Bagian Pengiriman

Bagian Penagihan”

Menurut pengertian diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

Bagian Penjualan

Adalah bagian penjualan menerima surat pesanan dari pihak pembeli dan membuat surat order penjualan atas dasar surat pesanan tersebut.

Bagian Kredit

Adalah atas dasar surat pesanan dari pembeli yang diterima dibagian penjualan, bagian ini memeriksa data kredit pelanggan yang selanjutnya memberikan persetujuan terhadap surat pesanan tersebut dan memeriksannya ke bagian gudang.

Bagian Gudang

Adalah bagian gudang yang bertugas untuk menyimpan persediaan baran dagangan serta mempersiapkan barang dagangan yang akan dikirim kepada pembeli.

Bagian Pengiriman

Adalah bagian ini mengeluarkan surat order penjualan dan kemudian membuat nota pengiriman atas barang yang dipesan.

Bagian Penagihan

Adalah bagian ini bertugas untuk membuat faktur penjualan dan kemudian didistribusikan kepada:

Rangkap pertama (asli) diberikan kepada pelanggan

Rangkap kedua diberikan kepada bagian piutang

Rangkap ketiga diarsipkan brdasarkan nomor urut bersamaam dengan surat order penjualan

Dapat disimpulkan bahwa bagian-bagian penjualan terdiri dari: Bagian Penjualan, Bagian Kredit, Bagian Gudang, Bagian Pengiriman, dan Bagian Penagihan.

Tujuan Penjualan

Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan adalah kegiatan yang penting, karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut maka akan terbentuk laba yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Tujuan umum penjualan yang dimiliki oleh perusahaan menurut Basu Swastha (2005;404) dalam bukunya “Manajemen Penjualan”,  yaitu:

Mencapai volume penjualan tertentu.

Mendapat laba tertentu.

Menunjang pertumbuhan perusahaan”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan umum perusahaan dalam kegiatan penjualan adalah untuk mencapai volume penjualan,  mendapat laba yang maksimal dengan modal sekecil-kecilnya, dan menunjang pertumbuhan suatu  perusahaan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penjualan

Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha (2005;406) dalam buku “Manajemen Penjualan”  antara lain sebagai berikut:

Kondisi dan Kemampuan Penjual

Kondisi Pasar

Modal

Kondisi Organisasi Perusahaan

Faktor-Faktor Lain.

Menurut pengertian diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

Kondisi dan Kemampuan Penjual

Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah  penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah:

Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan

Harga produk atau jasa

Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman

Kondisi Pasar

Pasar sebagai kelompok penbelian atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan dan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya.

Modal

Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya.

Kondisi Organisasi Perusahaan

Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjual ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan.

Faktor-faktor lain

Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan, yaitu: kondisi dan kemampuan penjualan, kondisi pasar, modal, kondisi organisasi perusahaan, dan faktor-faktor lain.

Proses Penjualan

Menurut Basu Swastha (2005;410) dalam buku “Manajemen Penjualan” menyebutkan beberapa tahapan penjualan, yaitu:

Persiapan Sebelum Penjualan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan tenaga penjual dengan memberikan pengertian tentang barang yang dijualnya, pasar yang di tuju, dan teknik-teknik penjualan yang harus dilakukan.

Penentuan Lokasi Pembeli Potensial

Dari lokasi ini dapatlah dibuat sebuah daftar tentang orang-orang atau perusahaan yang secara logis merupakan pembeli potensial dari produk yang ditawarkan.

Pendekatan Pendahuluan

Berbagai macam informasi perlu dikumpulkan untuk mendukung penawaran produknya kepada pembeli, misalnya tentang kebiasaan pembeli, kesukaan, dan sebagainya. Semua kegiatan ini dilakukan sebagai pendekatan pendahuluan terhadap pasarnya.

Melakukan Penjualan

Penjualan dilakukan bermula dari suatu usaha untuk memikat perhatian calon pembeli, kemudian diusahakan untuk menarik daya tarik mereka. Dan akhirnya penjual melakukan penjualan produknya kepada pembeli.

Pelayanan Sesudah Penjualan

Dalam tahap akhir ini penjual harus berusaha mengatasi berbagai macam keluhan atau tanggapan yang kurang baik dari pembeli. Pelayanan penjualan ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepada pembeli bahwa keputusan yang diambilnya tepat dan barang yang dibelinya betul-betul bermanfaat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan proses penjualan bermula dari persiapan sebelum penjualan, penentuan lokasi pembeli potensial, pendekatan pendahuluan, melakukan penjualan, dan berakhir pada pelayanan sesudah penjualan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Pengertian metodologi penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Adapun pendapat Husein Umar (2003:303) menjelaskan pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut: “Objek penelitian menjelaskan tentang apa atau siapa yang menjadi objek penelitian juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu.”

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perbedaan sebelum dan sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap penerimaan pendapatan pada UD. Podomoro.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak lepas dari ilmu tentang penelitian yang sudah dicoba dan diatur menurut aturan serta urutan secara menyeluruh dan sistematis. Adapun pengertian penelitian menurut I Made Wiratha (2006:76), adalah sebagai berikut “Penelitian didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.”

Untuk menerapkan suatu teori terhadap suatu permasalahan, diperlukan metode yang dianggap relevan dan membantu memecahkan permasalahan. Adapun pengertian dari metode menurut Wiratha (2006:77), adalah sebagai berikut “Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.”

Sedangkan pengertian dari metode Penelitian menurut Wiratha (2006:77), adalah sebagai berikut “Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.”

Berdasarkan dari pengertian di atas, maka metode penelitian adalah teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan dan mencatat data, baik data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah yang kemudian menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kebenaran atau data yang diinginkan.

Pengertian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif, menurut Donmoyer (….) dalam Given, 2008: 713), adalah pendekatan pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik daripada naratif.

Menurut Cooper & Schindler (2006: 229), riset kuantitatif mencoba melakukan pengukuran yang akurat ter-hadap sesuatu. Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.

Menurut Sugiyono, (2003:14) terdapat beberapa jenis penelitian antara lain:

Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.

Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar.

Populasi dan sample

Sugiyono (1997 : 57) memberikan pengertian bahwa Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Nazir (1983 : 372) mengatakan bahwa populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya. Sedangkan Nawawi (1985 :141) menyebutkan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap.

Sedangkan riduwan dan tita lestari (1997:3) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian.

Arikunto (1998 :117) mengatakan bahwa :’sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.” Sugiyono (1997 :57)memberikan pengertian bahwa “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh populasi.

Populasi yang diambil oleh penulis adalah semua penerimaan bersih yang diterima oleh UD. Podomoro. Sedangkan sample yang diambil adalah 15 hari sebelum dan sesudah kenaikkan bahan bakar minyak (BBM).

Jenis dan sumber data

Sumber data yang diambil oleh penulis didapat dari hasil wawancara dengan pemilik UD. Podomoro itu sendiri. Jenis data yang diambil oleh penulis adalah primer dan sekunder. Karena wawancara yang dilakukan oleh penulis melalui 2 cara yaitu tatap muka secara langsung dan wawancara melalui telepon.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah Wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk lebih mendalami responden secara spesifik yang dapat dilakukan dengan tatap muka ataupun komuikasi menggunakan alat bantu komunikasi. Sugiyono (2013:194) mengemukakan wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Terdapat 2 macam wawancara , yaitu Wawancara Terstruktur  digunakan teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam melakukan wawancara, selain membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Teknik wawancara yang dipakai oleh penulis adalah wawancara tidak terstruktur.

Variabel Penelitian

Menurut Best (….) yang disebut variabel penelitian adalah kondisi-kondisi atau serenteristik-serenteristik yang oleh peneliti dimanupulasikan, dikontrol atau dioservasi dalam suatu penelitian. Sedang Direktorat Pendidikan Tinggi Depdikbud menjelaskan bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Dari kedua pengerian tersebut dapatlah dijelaskan bahwa variabel penelitian itu meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang kan diteliti. Variable dalam penelitian penulis adalah:

Penerimaan pendapatan UD. Podomoro

Pengumuman kenaikan bahan bakar minyak

15 hari sebelum dan seudah kenaikan bahan bakar minyak

Metode Analisis Data

Metode analisis yang dipakai oleh penulis adalah metode kuantitatif dengan menggunakan uji normalitas dan uji t yaitu paired sampel t – test. Karena dara yang dipakai oleh penulis adalah data perbedaan penerimaan pendapatan sebelum dan sesudah kenaikan bahan bakar minyak pada UD. Podomoro.

Tahapan-tahapan Penelitian

Penulis menentukan judul yang akan dipakai dan diteliti oleh penulis

Penulis mengajukan surat permohonan untuk dapat melakukan wawancara dengan pemilik UD. Podomoro

Penulis melakukan janji untuk wawancara dengan pemilik UD. Podomoro

Penulis melakukan wawancara dengan pemilik UD. Podomoro

Penulis meneliti data yang telah didapat menggunakan program spss

Penulis melakukan hipotesis dan menganalisis data yang telah didapat

Penulis membuat laporan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uny.ac.id/8530/3/BAB%202%20-%2007401241045.pdf

Imron, Ali. 2002. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

http://widisudharta.weebly.com/metode-penelitian-skripsi.html

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN SUB SEKTOR ASURANSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

ALBERTINA WIDIANA S. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG—KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Para pelaku bisnis saat ini sedang dihadapkan pada tantangan yang berat dan beragam seperti globalisasi, inovasi teknologi, dan persaingan yang ketat. Adanya persaingan yang ketat di antara para pelaku bisnis ini menyebabkan semakin tingginya tuntutan dari pelanggan ke produsen. Untuk menghadapi situasi yang demikian, para pelaku bisnis diharapkan dapat memperbaiki perusahaannya. Suatu perusahaan harus dapat menunjukkan nilai perusahaannya. Nilai perusahaan seringkali dikaitkan dengan kinerja dan nilai pasar. Suatu perusahaan dengan kinerja yang baik dapat dikatakan memiliki nilai yang baik pula. Nilai perusahaan penting karena nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran para pemegang saham (Brigham & Gapensi, 2002). Hal ini dapat dicapai dengan cara setiap perusahaan memiliki keunggulan kompetitif tertentu dibandingkan dengan organisasi lainnya. Keunggulan kompetitif ini dapat dibentuk dengan berbagai cara, misalnya menciptakan produk dengan desain unik, menggunakan teknologi modern, desain organisasi, dan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efektif, efisien, dan ekonomi.

Di masa lalu, kekayaan dan daya saing perusahaan selalu didasarkan pada kepemilikan sumber daya yang bersifat fisik (tangible asset) (Zulmiati, 2012). Namun sekarang ini ilmu pengetahuanlah yang menjadi aset ekonomi paling penting dan faktor determinan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Ilmu pengetahuan merupakan komponen penting untuk membangun kapasitas dan meningkatkan produktivitas, melebihi kekuatan modal dan tenaga kerja.

Untuk dapat bertahan, perusahaan harus mengubah bisnisnya yang didasarkan pada tenaga kerja (labor based business) menjadi bisnis yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge based business) dengan karakteristik pengetahuan (Suwarjuwono, 2003). Solikhah, et al. (2010) dan Starovic & Marr (2003) juga menemukan bahwa pengetahuan telah menjadi mesin baru dalam pengembangan suatu bisnis. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengukur aset pengetahuan (knowledge asset) adalah modal intelektual (intellectual capital) (Zulmiati, 2012; Solikhah, et al., 2010; Petty & Guthrie, 2000).

Pelaporan keuangan seringkali dianggap kurang memadai sebagai pelaporan kinerja perusahaan dikarenakan adanya keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai perusahaan (Zulmiati, 2012). Seharusnya ada informasi lainnya yang perlu disampaikan pada para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menjelaskan nilai lebih dari perusahaan. Canibao & Mora (2000) mengatakan bahwa salah satu tanda informasi akuntansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan untuk membuat keputusan adalah semakin meningkatnya kesenjangan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan dalam pasar keuangan.

Perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan adalah nilai intellectual capital (Pramelasari, 2010). Intellectual capital pada umumnya merupakan perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku aset perusahaan tersebut (Ulum et al, 2008). Edvinson & Malone (1997) menyatakan bahwa intellectual capital merupakan nilai yang tersembunyi (hidden asset) dalam perusahaan yang tidak terlihat seperti aset fisik lainnya dan tidak tercermin dalam laporan keuangan.

Bontis (2000) mengungkapkan intellectual capital terdiri atas human capital, structural capital, dan customer capital. Human capital menunjukkan  kemampuan pengetahuan individu suatu organisasi yang diwakili oleh karyawannya. Stuctural capital adalah pengetahuan yang dimiliki perusahaan berbentuk teknologi, penemuan baru, data, publikasi, dan prosedur internal. Customer capital adalah pengetahuan di jalur pemasaran dan hubungan pelanggan dimana dikembangkan oleh organisasi melalui jalannya suatu bisnis.

Intellectual capital memegang peranan penting dalam meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Kaplan & Norton, 2004 dalam Artinah, 2011). Intellectual capital yang terdiri dari sumber daya dan kemampuan perusahaan yang berharga, sulit ditiru dan bersifat tidak tergantikan, sehingga akan menghasilkan keunggulan kompetitif serta kinerja yang superior dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memakainya (Barney, 1991 dalam Aji, 2011).

Fenomena intellectual capital berkembang terutama setelah munculnya PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang aset tak berwujud. Aset tak berwujud merupakan aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).

Nilai perusahaan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai perusahaan dalam menjalankan usahanya. Nilai perusahaan dapat dilihat dari kinerja dan nilai pasar perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan menunjukkan kondisi yang telah dicapai perusahaan sebagai gambaran kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan. Modal intelektual merupakan salah satu aspek yang dapat membuat perusahaan mendapatkan nilai yang baik.

Dalam penelitian ini, intellectual capital diproksikan dengan menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAIC diciptakan untuk menyediakan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) maupun aset tak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan sebuah kemampuan perusahaan untuk membentuk nilai tambah (value added). Value added (VA) merupakan indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (Zulmiati, 2012). Keunggulan dari VAIC adalah data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang digunakan adalah angka-angka standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Sedangkan alternatif pengukuran intellectual capital yang lain terbatas pada menghasilkan indikator keuangan dan non keuangan yang unik yang hanya melengkapi profil perusahaan secara individu. Indikator tersebut khususnya indikator non keuangan tidak tersedia oleh perusahaan lain (Tan, et al., 2007).

Penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan, pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan yang berkaitan dengan nilai perusahaan memberikan hasil yang berbeda. Firer & William (2003) menyatakan bahwa hubungan antara efisiensi VAIC dan kinerja keuangan (ROA, ATO, MB) adalah terbatas dan tidak konsisten. Chen, et al., (2005), Tan, et al., (2007), dan Ulum, et al., (2008) menunjukkan bahwa intellectual capital yang diproksikan dengan VAIC berpengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan. Sedangkan hasil penelitian Kuryanto & Syafruddin (2008) menyatakan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan ROE, EPS, dan ASR. Penelitian Lili & Didik (2012) memberikan hasil bahwa VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap ROE, sedangkan VAHU berpengaruh negatif terhadap ROE.

Dari perbedaan hasil penelitian inilah membuat diperlukannya penelitian ulang untuk menguji pengaruh intellectual capital yang diproksikan dengan VAIC terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi, yang menggunakan komponen VAIC (VACA, VAHU, dan STVA) sebagai variabel independen dan Tobin`s Q sebagai variabel dependen. Tobin`s Q digunakan sebagai variabel dependen karena mampu memberikan perhitungan tentang nilai perusahaan secara lengkap baik kinerja perusahan, pertumbuhan perusahaan, maupun semua unsur terkait utang dan modal saham.

Penelitian ini berusaha mengukur pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan sub sektor asuransi di Indonesia. Pemilihan sub sektor asuransi ini dikarenakan sub sektor asuransi merupakan salah satu perusahaan yang memanfaatkan inovasi jasa yang diciptakannya untuk bersaing dalam memberikan nilai tersendiri atas jasa yang dihasilkan bagi konsumen (Widiyaningrum, 2004; dalam Putri, 2011).

Berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan Sub Sektor Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Apakah Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh secara simultan terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi?

Apakah Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh secara parsial terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut:

Untuk membuktikan pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi.

Untuk membuktikan pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara parsial terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi Penulis

Peneliti dapat mengetahui lebih luas mengenai intellectual capital dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan khususnya terhadap Tobin`s Q.

Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen dalam mengelola sumber daya intelektual sehingga dapat digunakan dengan lebih efektif dan menciptakan nilai bagi perusahaan.

Bagi Pembaca

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi dan menambah pengetahuan tentang intellectual capital serta pengaruhnya terhadap nilai perusahaan.

Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka dan menjadi bahan referensi bagi universitas.

  • LANDASAN TEORI

2.1       Stakeholder Theory

Freeman & Reed (1983) dalam Ulum (2009) menyatakan stakeholder adalah:

“any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organization`s objectives or is affected by the achievement of an organization`s objectives”.

Pramelasari (2010) mengungkapkan bahwa teori stakeholder menganggap posisi para stakeholder lebih powerful dibandingkan dengan posisi shareholder saja. Kelompok stakeholder tersebut antara lain pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur, pemerintah serta masyarakat (Belkaoui, 2003). Konsesus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba akuntansi hanya sebuah ukuran return bagi shareholder, sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan stakeholder dan didistribusikan kepada stakeholder yang sama (Meek & Gray, 1998 dalam Putra, 2012).

Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama manajemen untuk mengungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan (Pramelasari, 2010). Tujuan utama teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan untuk meningkatkan pencipataan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi para stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2008). Teori ini sebenarnya menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan dengan para stakeholder nya. Para stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, manajer juga diwajibkan untuk mengelola organisasi demi keuntungan semua stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2009).           

Untuk mencapai nilai perusahaan, manajemen perusahaan harus mampu mengelola semua sumber daya yang dimilik oleh perusahaan. Sumber daya tersebut dapat berupa karyawan (human capital), aset fisik (physical capital) maupun structural capital. Bila perusahaan mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya dengan baik, maka akan tercipta value added bagi perusahaan  dan bagi para stakeholder (Zulmiati, 2012).

2.2       The Resource-Based Theory

Resource-Based Theory (RBT) muncul sebagai kerangka kerja baru yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keuntungan kompetitif (Zulmiati, 2012). Astuti & Sabeni (2005) menjelasakan sumber daya perusahaan dalam resource-based theory adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik untuk tiap-tiap perusahaan. Keuntungan di atas rata-rata berasal dari sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaaan tidak hanya digabungkan untuk memberikan produk yang bernilai, tetapi juga akan sulit bagi perusahaan lain untuk meniru atau memperolehnya.

Resource-based theory membahas mengenai sumber daya yang dimiliki perusahaan dan bagaimana perusahaan mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya tersebut. Bila perusahaan mampu mengelola sumber dayanya dengan baik, maka akan tercipta keunggulan kompetitif yang akan menciptakan nilai bagi perusahaan (Ningrum, 2012; Zulmiati, 2012; Pramelasari, 2010).  Lev (1987) dalam Ningrum (2012) menyebutkan bahwa resource-based theory meyakini perusahaan akan mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja optimal dengan mengakuisisi, menggabungkan, dan menggunakan aset-aset pentingnya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan kinerja yang optimal.

Pearce & Robinson (2008) mengungkapkan terdapat tiga jenis sumber daya yang dimiliki perusahaan, yaitu:

Aset berwujud (tangible assets)

Merupakan jenis aset yang terdiri dari sarana fisi dan keuangan yang digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Aset ini terdiri dari fasilitas produksi, bahan baku, sumber daya keuangan, real estate, dan komputer.

Aset tidak berwujud (Intangible assets)

Aset jenis ini dapat berupa merek, reputasi perusahaan, moral organisasi, pemahaman teknik, paten, merk dagang, serta pengalaman dalam organisasi. Aset tidak berwujud ini seringkali memegang peranan yang penting untuk menciptakan keunggulan kompetitif, walaupun aset ini tidak dapat disentuh atau dilihat.

Kapabilitas organsiasi

Kapabilitas organisasi bukanlah sebuah input seperti aset berwujud ataupun aset tidak berwujud. Kapabilitas organisasi merupakan suatu keahlian, kapabilitas, dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta proses. Kapabilitas ini diperlukan perusahaan untuk mengubah input menjadi output.

Selain itu, Pearce & Robinson (2008) juga menjelaskan beberapa kriteria dari resource-based theory untuk menentukan sumber daya kunci, antara lain:

Penting untuk mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara lebih baik dibandingkan dengan alternatif lainnya.

Hanya sedikit pihak yang memiliki sumber daya atau keahlian yang setingkat dengan yang dimiliki oleh perusahaan.

Menghasilkan bagian terbesar dari laba keseluruhan dengan cara dikendalikan oleh perusahaan.

Bersifat tahan lama atau berkesinambungan dengan waktu.

Zulmiati (2012) menyebutkan dalam resource-based theory keunggulan kompetitif perusahaan didapatkan dari kemampuannya untuk merangkai dan memanfaatkan kombinasi sumber daya yang tepat. Seiring dengan meningkatnya keefektifan dan kemampuan perusahaan, jumlah sumber daya yang dibutuhkan perusahaan akan mengalami peningkatan. Melalui penggunaan yang terus menerus, kemampuan dari beberapa jenis sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara terus menerus, akan makin sulit untuk dipahami dan ditiru oleh pesaing. Sehingga untuk mengembangkan keunggulan kompetitif, suatu perusahaan harus memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih unggul dari pesaingnya.

Zulmiati (2012) menjelaskan empat karakteristik sumber daya dan kemampuan perusahaan yang menjadi penentu keunggulan kompetitif perusahaan, antara lain:

Daya tahan

Faktor daya tahan ini akan bervariasi tergantung pada sumber daya masing-masing. Namun dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih akan mengurangi umur efektif dari hampir semua sumber daya yang ada.

Transparansi

Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keunggulan komptetitifnya sangat tergantung pada kecepatan perusahaan lain untuk meniru strategi perusahaan. Kemampuan tertentu yang rumit yang dimiliki oleh perusahaan dan membutuhkan banyak sumber daya akan lebih sulit untuk dipahami dan ditiru oleh perusahaan pesaing dibandingkan dengan kemampuan perusahaan yang hanya membutuhkan satu sumber daya dominan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepemilikan atas sumber daya yang unik menjadi sumber daya perusahaan akan membuat perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Kemampuan transfer

Perusahaan dapat mendapatkan sumber daya atau kemampuan untuk meniru keunggulan kompetitif pesaiang yang lebih unggul dengan cara melakukan akuisisi atau penugasan atas perusahaan lain. Hasilnya adalah keunggulan kompetitif pesaing akan menghilang karena telah dapat dititu oleh perusahaan lain.

Replikabilitas

Transferability yang tidak sempurna pada kemampuan dan sumber daya membatasi kemampuan perusahaan untuk membeli dengan maksud meniru kesuksesan. Beberapa sumber daya dan kapabilitas dapat ditiru dengan mudah melalui replikasi. Investasi internal dapat dilakukan untuk mengakuisisi sumber daya atau kapabilitas, sehingga keunggulan kompetitif dapat dipertahankan dari upaya peniruan oleh pesaing.

Susanto (2007) mengungkapkan bahwa agar dapat bersaing, suatu perusahaan membutuhkan dua hal utama. Pertama, memiliki keunggulan di semua sumber daya yang dimilikinya, baik berupa aset berwujud (tangible assets) maupun aset tidak berwujud (intangible assets). Kedua, adalah kemampuan dalam mengelola dengan efektif sumber daya yang dimiliki. Kombinasi dari aset dan kemampuan akan melahirkan kompetensi yang khas dari sebuah perusahaan yang akan menghasilkan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya.

Susanto (2007) juga menjelaskan bahwa dalam teori ini, hal yang paling penting adalah menentukan sumber daya kunci yang potensial bagi perusahaan sehingga dapat meraih keunggulan kompetitif. Sumber daya tersebut mencakup seluruh aset, kapabilitas, proses organisasi, atribut-atribut, pengetahuan, dan sebagainya yang dikendalikan oleh perusahaan sehingga dapat memperbaiki tingkat efisiensi dan efektivitasnya.

Lebih lanjut Susanto (2007) menjelaskan sumber daya perusahaan terdiri dari tiga macam, yaitu sumber daya yang bewujud, sumber daya tidak berwujud, dan sumber daya manusia. Tiap-tiap sumber daya tersebut memiliki kontribusi yang berbeda dalam upaya pencapaian keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perusahaan perlu untuk menentukan sumber daya mana yang menjadi daya kunci yang akan menciptakan keunggulan kompetitif. Untuk menentukan sumber daya kunci resource-based theory memberikan beberapa kriteria, yaitu:

Sumber daya tersebut mampu mendukung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Sumber daya tersebut tersedia dalam jumlah terbatas atau langka dan tidak mudah ditiru. Empat karakteristik yang membuat suatu sumber daya sulit ditiru, yaitu sumber daya tersebut unik secara fisik, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya, sumber daya yang unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan pesaing, dan sumber daya yang membutuhkan investasi modal yang besar untuk mendapatkannya.

Sumber daya tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Suatu sumber daya dikatakan semakin berharga bila semakin banyak membawa keuntungan bagi perusahaan.

Durability (daya tahan sumber daya), semakin lambat suatu sumber daya mengalami depresiasi, maka sumber daya tersebut semakin berharga. Sumber daya akan semakin berharga apabila bahkan mengalami apresiasi seperti brand awareness reputasi dan budaya perusahaan.

2.3       Intellectual Capital

2.3.1    Pengertian Intellectual Capital

Stewart (1997) dalam (Ulum, 2009) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

“the sum of everything in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material-knowledge information, intellectual property, experience-that can be put to use to create wealth.”

Klein & Prusak (1994) dalam Ulum (2009) mendefiniskan intellectual capital sebagai material yang disusun, ditangkap, dan digunakan untuk menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi. Edvinson & Sullivan (1997) dalam Cheng et al, (2010) mendefiniskan intellectual capital sebagai pengetahuan yang dapat diubah menjadi nilai. Roos et al, (1997) dalam Ulum (2009) menyatakan intellectual capital sebagai berikut:

“IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider.”

Williams (2001) dalam Ulum (2009) mendefiniskan intellectual capital sebagai berikut:

“the enhanced value of a firm attributable to assets, generally of an intangible nature, resulting from the company`s organizational function, processes and information technology networks, the competency and efficiency of its employees and its relationship with its customers. Intellectual capital assets are developed from (a) the creation of new knowledge and innovation; (b) application of presents knowledge to present issues and concerns that enhance employees and customers; (c) packaging, processing and transmission of knowledge; and (d) the acquisition of present knowledge created thorugh research and learning.”

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa intellectual capital adalah suatu nilai tersembunyi yang ada di dalam perusahaan yang berisi informasi tentang kualitas sumber daya manusia, struktur organisasi, dan strategi perusahaan serta hubungan antara perusahaan dengan pihak eksternal seperti mitra atau pelanggan yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kekayaan perusahaan.

2.3.2    Komponen Intellectual Capital

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD, 1999) dalam Ulum (2007) menjelaskan intellectual capital sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tidak berwujud yaitu organizational (structural) capital dan human capital. Organizational (structural) capital mengacu pada hal-hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia di dalam suatu organisasi (yaitu sumber daya tenaga kerja/ karyawan) dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi seperti konsumen dan supplier.

Bontis et al, (2000) dalam Ulum (2008) menyatakan umumnya intellectual capital dibagi menjadi tiga komponen, yaitu human capital (HU), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Human capital mencerminkan individual knowledge stock suatu organisasi yang dipresentasikan karyawannya. Human capital meliputi kompetensi, komitmen dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Structural capital meliputi non-human strorehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam structural capital adalah database, organizational chart, manual process, strategies, routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai materialnya. Sedangkan customer capital adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship.

International Federation of Accountant (IFAC) (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu organizational capital, relational capital, dan human capital. Organizational capital meliputi intellectual property dan infrastructure assets.

Tabel 1. Klasifikasi Komponen Intellectual Capital

Organizational CapitalRelational CapitalHuman Capital
Intellectual Property:BrandsKnow-How
Patens Copyrights Design rights Trade secret Trademarks Service marks Infrastructure assets: Management philosophy Corporate cultureCustomers Customer loyalty Backlog orders Company names Distribution channels Business CollaborationEducation Vocational qualification Work-related knowledge Work related competencies Enterpreneurial spirit, Innovativeness, Proactive and Reactive abilities, Changebility
Intellectual Property: Management processes Information systems Networking systems Financial relationsBrands: Licensing agreements Favourable contracts Franchising agreementsKnow How

Pada umumnya peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari 3 komponen utama yaitu (Sawarjuwono & Kadir, 2005):

Human Capital (HC)

Drapper (1997) dalam Ulum (2009) mendefiniskan human capital sebagai akumulasi nilai investasi pada pelatihan, kompetensi, serta masa depan karyawan. Pada human capital inilah terdapat sumber innovation dan improvement, namun merupakan komponen yang sulit diukur. Human capital sebagai sumber innovation dan improvement karena di dalamnya terdapat pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan perusahaan. Human capital akan meningkat jika perusahaan memanfaatkannya dengan baik, sehingga perusahaan akan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Dengan memiliki karyawan yang berkeahliaan dan berketerampilan, maka kinerja perusahaan akan meningkat dan keberlangsungan perusahaan tersebut akan terjamin. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan meningkatkan persepsi pasar, mengembangkan pengetahuan kompetensi, dan keterampilan karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Structural Capital (SC)

Menurut Sawarjuwono & Kadir (2005) structural capital merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi proses rutinitas perusahaan dan stukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Misalnya sistem operasional perusahaan, proses manufaktur, budaya organisasi, dan filosofi manajemen.

Zulmiati (2012) mengatakan bahwa structural capital muncul dari proses dan nilai organisasi, serta merefleksikan fokus internal dan eksternal perusahaan ditambah dengan pembaharuan dan pengembangan nilai di masa akan datang. Belkaoui (2003) mengungkapkan bahwa penaksiran intellectual capital yang paling bagus adalah structural capital yang dimiliki perusahaan dan diasumsikan tidak akan diproduksi dan dibagikan.

Relational Capital (RC) atau Customer Capital (CC)

Relational capital merupakan hubungan yang harmonis, association network yang dimiliki perusahaan dengan para mitranya baik para pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang menambah nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Customer capital menurut Drapper (1997) dalam Ulum (2009) adalah nilai dasar pelanggan, hubungan dengan pelanggan, serta potensi pelanggan. Customer capital diperluas definisnya dan dimasukkan ke dalam relational capital meliputi pengetahuan yang menempel pada semua hubungan organisasi yang dikembangkan dengan pelanggan, pesaing, pemasok, asosiasi perdagangan serta pemerintah (Bontis et al, 2000).

2.3.3    Pengukuran Intellectual Capital

Tan et al , (2007) dalam Ulum (2009) mengelompokkan metoda pengukuran intellectual capital dalam 2 kategori, yaitu pengukuran non moneter dan pengukuran moneter. Pengukuran berbasis non moneter antara lain:

The Balanced Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992)

Brooking`s (1996) Technology Broker Method

Skandia IC Report Method, dikembangkan oleh Edvinssion dan Malone (1997)

The IC-Index, dikembangkan oleh Roos et al, (1997)

Intangible Assets Monitor Approach, dikembangkan oleh Sveiby`s (1997)

The Heuristic Frame, dikembangkan oleh Joia (2000)

Vital Sign Scorecard, dikembangkan oleh Vanderkaay`s (2000)

The Ernst & Young Model, dikembangkan oleh Barsky dan Marchant (2000)

Sedangkan model penelitian berbasis moneter (Tan et al, 2007 dalam Ulum 2009) antara lain:

The EVA and MVA Model, dikembangkan oleh Bontis et al, (1999)

The Market-to-Book Value Model, dikembangkan oleh berbagai penulis

Tobin`s Q Method, dikembangkan oleh Luthy (1998)

Pulic`s VAIC Model (1998, 2000)

Calculated Intangible Value, dikembangkan oleh Dzinkowski (2000)

The Knowledge Capital Earnings Model, dikembangkan oleh Lev dan Feng (2001)

Tan et al (2007) dalam Zulmiati (2012) juga menyebutkan metoda lain yang digunakan oleh beberapa peneliti akuntansi dan praktisi, antara lain:

Human Resource Costing & Accounting, dikembangkan oleh Johanson dan Grojer (1998)

Accounting for The Future, dikembangkan oleh Nash (1998)

Total Value Creation, dikembangkan oleh McLean (1999)

The Value Explorer and Weightless Weight, dikembangkan oleh Andriessen dan Tissen (2000) Andriessen (2001)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan VAIC sebagai alat ukur intellectual capital berdasarkan penelitan-penelitian terdahulu yang juga menggunakan VAIC. Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian Kuryanto (2008) menunjukkan pengaruh negatif antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan, hasil Chen et al, (2005), Tan et al, (2007) dalam Ulum et al, (2008) menujukkan hasil pengaruh positif antara intellectual capital yang diproyeksikan dengan VAIC terhadap kinerja perusahaan. Solikhah Rohman & Meiranto (2010) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Hasilnya, modal intelektual terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan.

Pengukuran dalam penelitian ini mengukur intellectual capital perusahaan yang berbasis moneter karena metoda VAIC mengukur value added perusahaan dari selisih nilai buku dan nilai pasar perusahaan yg menyangkut angka-angka dalam laporan keuangan dan sisi moneter perusahaan tersebut dan penelitian terdahulu mengenai intellectual capital juga merupakan penelitian berbasis moneter.

2.4       Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)

VAIC merupakan metoda yang dikembangkan Pulic (1998) yang didesain untuk menyajikan informasi tentang penciptaan nilai efisiensi dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini relatif mudah dan sangat mungkin dilakukan karena dikonstruksikan dari akun-akun dalam laporan keuangan (laporan posisi keuangan dan laporan laba komprehensif). Perhitungannya dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah atau value added (VA). VA adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (value creation). Value added didapat dari selisih antara output dan input  (Pulic, 1998).

Nilai ouput (OUT) adalah pendapatan dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan untuk dijual, sedangkan input (IN) meliputi seluruh bebaan yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dalam rangka menghasilkan pendapatan. Hal yang perlu diingat adalah bahwa beban karyawan tidak termasuk dalam input. Beban karyawan tidak termasuk dalam input karena karyawan sangat berperan aktif dalam proses penciptaan nilai (Tan et al, 2007 dalam Pramelasari, 2010). Value added dapat dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

Ouput: penjualan total dan pendapatan lain

Input: beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan)

VAIC dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

 STVA

Keterangan:

VACA: Value Added of Capital Employed

VAHU: Value Added Human Capital

STVA: Structural Capital Value Added

2.4.1    Value Added of Capital Employed (VACA)

VACA adalah indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari capital employed (CE) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan capital employed (CE). Dengan demikian, pemanfaatan yang capital employed lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan (Tan et al, 2007 dalam Ulum, 2009).

Berdasarkan konsep resource-based theory, agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, perusahaan membutuhkan sebuah kemampuan untuk mengelola aset baik aset fisik maupun aset intelektual. VACA merupakan bentuk kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya berupa capital asset. Dengan pengelolaan capital asset yang baik, diyakini perusahaan dapat meningkatkan nilai pasar dan kinerja perusahaannya (Pramelasari, 2010). VACA dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

VACA: Value Added Capital Employed, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

2.4.2    Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU menunjukkan berapa banyak value added dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dengan human capital mengindikasikan kemampuan human capital untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Pulic (1998) dalam Ulum (2009) mengungkapkan bahwa total salary dan wage costs merupakan indikator human capital perusahaan.

Berdasarkan konsep resource-based theory, agar dapat bersaing perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan harus dapat mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan (Pramelasari, 2010). VAHU dapat dihitung dg rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

VAHU: Value Added Human Capital, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

HC: Human Capital (beban karyawan)

2.4.3    Structural Capital Value Added (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi structural capital dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added dan merupakan indikasi keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural capital bukanlah ukuran yang independen sebagaimana human capital (HC) dalam proses penciptaan nilai. Semakin besar kontribusi human capital dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi structural capital dalam hal tersebut. STVA dapat dihitung dengan rumus (Pulic, 1998).

Keterangan:

STVA: Structural Capital Value Added, rasio dari SC terhadap VA

SC: Structural Capital (VA-HC)

VA: Value Added

2.5       Nilai Perusahaan

2.5.1    Pengertian Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan seringkali dikaitkan dengan kinerja dan nilai pasar perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik bila kinerjanya juga baik. Menurut Keown, dkk (2006) nilai pasar merupakan nilai yang berlaku di pasaran, yang ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti pula oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan keputusan investasi, pendanaan dan manajemen aset (Brigham & Gapensi, 2002).         Suad (2000)  mendefinisikan nilai perusahaan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli bila perusahaan tersebut dijual. Sehingga, bila perusahaan menawarkan sahamnya ke publik, maka nilai perusahaan akan tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Fama (1978) dalam Wahyudi & Pawestri (2006) menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut dengan nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan nilai aset perusahaan sesungguhnya. Optimalisasi nilai perusahaan adalah tujuan perusahaan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, di mana satu keputusan keuangan yang diambil akan berpengaruh terhadap keputusan keuangan lain dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama & French, 1998 dalam Wahyudi & Pawestri, 2006).

2.5.2    Metoda Pengukuran Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan sering kali diukur dengan menggunakan rasio-rasio penilaian atau rasio pasar. Rasio ini merupakan ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan risiko. Menurut Weston & Copeland (2008), rasio penilaian terdiri dari:

Price Earning Ratio (PER)

Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah rasio PER. Rumus untuk menghitung PER adalah:

Price to Book Value (PBV)

Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV, maka berarti bahwa pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut. Rumus untuk menghitung PBV adalah:

Rasio Tobin`s Q

Rasio Tobin`s Q dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator untuk menilai nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental.

2.6       Tobin`s Q

2.6.1    Pengertian Tobin`s Q

Rasio-rasio keuangan digunakan oleh investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat menjadi indikasi bagi manajemen tentang penilaian investor terhadap kinerja perusahaan di masa lampau dan prospeknya di masa depan. Salah satu rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan adalah Tobin`s Q (Permanasari, 2010). Tobin`s Q atau biasa disebut Q ratio atau Q theory diperkenalkan pertama kali oleh James Tobin tahun 1969. James Tobin merupakan ekonom Amerika yang meraih nobel di bidang ekonomi dengan mengajukan hipotesis bahwa nilai pasar suatu perusahaan seharusnya sama dengan biaya penggantian aset perusahaan tersebut sehingga mencipatkan keadaan ekuilibrium (Haosana, 2012).

Pengertian Tobin`s Q menurut James Tobin dalam Juniarti (2009) adalah:

“Tobin`s Q is the ratio of the market value of a firm assets (as measured by the market value of the market value of its outstanding stock and debt) to the replacement cost of the firm`s assets”.

Tobin`s Q mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai kombinasi antara aset berwujud dan aset tidak berwujud. Nilai Tobin`s Q perusahaan yang rendah (antara 0 dan 1) mengindikasikan bahwa biaya ganti aset perusahaan lebih besar dibandingkan dengan nilai pasar perusahaan tersebut. Sedangkan jika nilai Tobin`s Q suatu perusahaan tinggi (lebih dari 1) maka nilai perusahaan lebih besar daripada nilai aset perusahaan yang tercatat (Haosana, 2012). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, maka dikatakan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

2.6.2    Keunggulan Tobin`s Q

Tobin`s Q mampu memberikan informasi paling baik karena dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam perusahaan, misalnya terjadinya perbedaan cross-sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi (Sukamulja, 2004).

Selain itu, dalam Tobin`s Q terdapat semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa dan ekuitas perusahaan yang dimasukkan, tetapi seluruh aset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh aset perusahaan, berarti perusahaan tidak hanya fokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham tetapi juga kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan tidak hanya dari ekuitas tetapi juga dari pinjaman oleh kreditur (Permanasari, 2010; Darmawati dkk, 2003).

Menurut Ricardo (….) dalam Juniarti (2009), Tobin`s Q meringkas informasi yang akan datang yang relevan dengan keputusan investasi perusahaan. Perusahaan meningkatkan modal saham jika Q tinggi karena jika nilai Tobin`s Q di atas satu maka perusahaan akan menghasilkan rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan dikeluarkan oleh biaya aset.

Secara khusus, Tobin`s Q sering digunakan sebagai alat pengukur intangible assets atau modal intelektual dalam perusahaan seperti kekuatan monopoli, sistem manajerial, dan peluang pertumbuhan, Dengan adanya modal intelektual inilah suatu perusahaan sering dinilai lebih oleh pasar. Rupert (1998) dalam Juniarti (2009) mengungkapkan hal tersebut tercermin dari banyaknya perusahaan yang memiliki aset berwujud yang tidak signifikan dalam laporan keuangan tetapi penghargaan pasar terhadap perusahaan tersebut sangat tinggi. Sehingga itulah mengapa Tobin`s Q menjadi alat pengukuran kinerja yang populer.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, khususnya tentang nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010).

2.6.3    Perhitungan Tobin`s Q

Nilai Tobin`s Q umumnya dihitung dengan membagi nilai pasar perusahaan (diukur dari nilai pasar saham yang beredar dan utang) dengan biaya penggantian aset. Rumus dasar ini kemudian dikembangkan kembali oleh Lindenberg & Ross (1981) dalam Juniarti (2009) dengan rumus:

Perhitungan yang lebih akurat dilakukan oleh Yan Liu dalam Juniarti (2009) dengan menambahkan biaya iklan serta biaya reseach and development sebagai proksi intangible asset, dengan rumus:

Perkembangan lain dari rumus Tobin`s Q dilakukan oleh Chung & Pruitt (1994). Perkembangan ini dilakukan karena pada kenyataannya biaya penggantian aset sering tidak tersedia dan sulit diperhitungkan. Sehingga biaya penggantian aset disamakan dengan nilai buku aset. Rumus yang terbentuk adalah:

Keterangan:

ME:      Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harag penutupan saham

PS:    Nilai likuidasi saham preferen perusahaan yang beredar

DEBT: Total utang+ persediaan- aset lancar

TA: Nilai buku total aset perusahaan

Klapper & Love (2002) telah menyesuaikan rumus Tobin`s Q dengan kondisi transaksi keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Rumus tersebut adalah:

Keterangan:

ME: Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham

DEBT: Total utang

TA: Total aset perusahaan

2.7       Penelitian Terdahulu

Bontis et al, (2000) meneliti hubungan antara Intellectual Capital (IC) dengan kinerja perusahaan di Malaysia. Bontis menggunakan mahasiswa MBA part-time sebanyak 107 mahasiswa, 60% responden bekerja di industri jasa dan 40% di industri non-jasa. Penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner dan analisisnya dengan Partial Least Square (PLS).

Firer & William (2003) meneliti hubungan antara intellectual capital dengan model Pulic terhadapa kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan IC dengan tiga dasar ukuran kinerja perusahaan yaitu profitability (ROA), productivity (ATO), dan market valuation (MB) secara umum adalah terbatas.

Chen et al, (2005) menggunakan model intellectual capital Pulic untuk meneliti hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan tahun 1992-2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan.

Najibullah (2005) meneliti hubungan intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja keuangan yaitu return on assets (ROA), return on equity (ROE), growth revenue (GR) dan employee productivity (EP) dengan sampel perusahaan perbankan di Bangladesh. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap growth revenue dan market valuation (MB).

Tan et al, (2007) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapore sebagai sampel penelitian untuk melihat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS). Kinerja keuangan yang digunakan adalah ROE, earning per share (EPS) dan annual stock return (ASR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intellectual capital berhubungan secara positif dengan kinerja perusahaan dan intellectual capital juga berhubungan secara positif dengan kinerja keuangan di masa mendatang.

Ulum (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan populasi penelitian berupa perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai tahun 2006. Penelitian ini memberikan hasil bahwa dari hasil pengujian dengan Partial Least Square (PLS) diketahui bahwa secara statistik ada pengaruh antara intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006, serta terhadap kinerja keuangan masa depan baik perioda 2004-2005 maupun 2005-2006.

Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE, EPS, dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian terhadap 73 perusahaan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh positif antara intellectual capital perusahaan dengan kinerjanya. Baik kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan di masa mendatang.

Solikhah Rohman & Meiranto (2010) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Penelitian ini menggunakan alat uji Partial Least Square (PLS). Hasilnya dapat disimpulkan bahwa modal intelektual terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, modal intelektual juga terbukti secara signfikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan.

Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Dengan metoda analisis regresi berganda, penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA, sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA.

Haryanto & Henny (2013) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan diproksikan dengan ROE, sedangkan nilai pasar perusahaan diproksikan dengan market-to-book-value. Hasil penelitian tersebut memberi kesimpulan bahwa adalah besarnya intellectual capital yang dimiliki perusahaan tidak mempengaruhi kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2007-2008. VACA dan STVA secara signifikan tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan sedangkan VAHU secara signifikan berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan. VACA dan VAHU secara  signifikan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, sedangkan STVA secara  signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Jaluanto & Kurniyawan (2013) meneliti pengaruh modal intelektual terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2010. Nilai pasar perusahaan diproksikan dengan MtBV, sedangkan kinerja keuangan perusahaan diproksikan dengan ROE, ROA, dan EP. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif antara modal intelektual dengan nilai pasar perusahaan (MtBV), namun secara signifikan berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan.

Firmasnyah & Iswajuni (2014) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas (ROA), nilai pasar (M/Bit), pertumbuhan (Grit) dan actual return (MRit) pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian yang menggunakan alat uji regresi berganda ini memberikan kesimpulan bahwa intellectual capital profitabilitas, nilai pasar dan actual return tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan.

 Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka yang menjadi perbedaan dari penelitian ini adalah proksi yang digunakan untuk mewakili nilai perusahaan sebagai variabel independen adalah Tobin`s Q. Penggunaan Tobin`s Q dilakukan karena Tobin`s Q merupakan salah satu alat analisis keuangan untuk menilai kinerja perusahaan melalui potensi perkembangan harga saham, potensi kemampuan manajer dalam mengelola aset perusahaan dan potensi pertumbuhan ekonomi (Sudiyanto & Puspitasari, 2010. Tobin`s Q juga merupakan alat pengukur intangible assets (Rupert, 1998 dalam Juniarti, 2009). Sehingga dapat dikatakan bahwa Tobin`s Q memiliki komponen-komponen perhitungan yang lengkap untuk mengukur nilai perusahaan. Penelitian ini juga lebih fokus pada perusahaan dalam sektor asuransi, karena perusahaan ini merupakan perusahaan jasa yang banyak memberikan pelayanan kepada pelanggan. Sehingga perusahaan ini harus sering mengadakan pelatihan untuk karyawannya. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data terkini yaitu 5 tahun terakhir yang dimungkinkan akan lebih tampak pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan.

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No.PenelitiVariabelMetodaHasil
 Firer & William (2003)Variabel dependen: ROA, ATO, MB Variabel independen: CEE, HCE, SCE Variabel kontrol: LCAP, Lev, ROE, tipe industriAnalisis regresi bergandaCEE dan HCE berpengaruh signifikan negatif terhadap ATO. CEE berpengaruh signifikan positif terhadap MB.
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
 Chen, Cheng & Hwang (2005)Variabel dependen: M/B, kinerja keuangan (ROA, ROE, GR, EP). Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, ADAnalisis regresi bergandaVAIC, VACA & VAHU berpengaruh positif terhadap MtBV, ROE, ROA, GR, dan EP. STVA tidak berhubungan signifikan terhadap M/B. STVA berhubungan  signifikan positif terhadap ROE  
 Syed Najibullah (2005)Variabel Dependen: ROA, ROE, GR, EP Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAPartial least squareIntellectual Capital berpengaruh terhadap growth revenue dan market valuation (MB).
 Tan Plowman & Hancock (2007)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan Variabel Independen: VAIC (perusahaan di bursa efek Singapore)Partial least squareIC berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, baik di masa kini maupun masa datang. Rata-rata pertumbuhan IC berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa akan datang. Kontribusi IC terhadap kinerja perussahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.
 Ulum (2008)Variabel dependen: ROA, ATO, GR Variabel independen: VAIC, VACA, VAHU, STVA, ROGICPartial least squareIntellectual capital (VAIC) berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.  
     
    IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan masa depan. ROGIC tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan masa depan.
 Kuryanto (2008)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan Variabel Independen: VACA, VAHU, STVAPartial least squareTidak ada pengaruh antara IC dengan kinerja perusahaan. Tidak ada pengaruh antara IC dengan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Tidak ada pengaruh positif antara tingkat pertumbuhan IC dengan kinerja perusahaan di masa akan datang.
 Solikhah Rohman & Meiranto (2010)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan, nilai pasar perusahaan Variabel Independen: VAICPartial least squareModal intelektual terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keungan perusahaan. Modal intelektual terbukti signfikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan.
 Muhimatul & Hapsari (2012)Variabel Dependen: ROE, EPS, MBV Variabel Independen: VACA, VAHU, STVAPartial least squareIC VAIC berpengaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan.
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
    IC VAIC berpengaruh positif dengan kinerja keungan perusahaan di masa depan. ROGIC tidak berpengaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Kontribusi IC terhadap kinerja keuangan di masa depan berbeda-beda sesuai dengan jenis industrinya.
 Lili & Didik (2012)Variabel Dependen: MtBV, ROA, ROE Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi berganda  IC memiliki pengaruh positif terhadap (MtBV) dan ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap MtBV dan ROE, ROA,sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV, ROE dan ROA.
 Haryanto & Henny (2013)Variabel Dependen: ROE,MtBV Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC tidak   mempengaruhi   ROE, dan MtBV. VACA dan STVA secara signifikan tidak berpengaruh terhadap MtbV sedangkan VAHU secara signifikan
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
    berpengaruh terhadap MtBV. VACA dan VAHU secara         signifikan tidak           berpengaruh terhadap ROE, sedangkan STVA secara signifikan berpengaruh terhadap ROE.
 Jaluanto & Kurniyawan (2013)Variabel Dependen: MtBV, ROE, ROA, EP Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC secara positif tidak berhubungan dengan MtBV, tetapi berhubungan positif dengan  ROE, ROA, EP.
 Firmasnyah & Iswajuni (2014)Variabel Dependen: ROA, M/Bit, Grit, MRit Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC berpengaruh terhadap ROA, M/Bit dan MRit tetapi tidak berpengaruh terhadap Grit.

 Hipotesis

 Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kaliamt pertanyaan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Maka, hipotesis dalam penelitian ini antara lain:

H1: Diduga intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2: Diduga intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.1 : Diduga VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.2 : Diduga VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.3 : Diduga STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Value Added Capital Employed (VACA) terhadap Tobin`s Q

Value Added Capital Employed (VACA) merupakan indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic, 1998 mengasumsikan bahwa jika satu unit capital employed menghasilkan return yang lebih besar dari pada perusahaan lainnya, maka perusahaan tersebut dikatakan lebih baik dalam memanfaatkan capital employed. Sehingga, pemanfaatan capital employed yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan. Capital employed menunjukkan hubungan yang harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya, baik dari pemasok yang berkualitas, pelanggan yang loyal, serta hubungan dengan pemerintah maupun masyarakat (Belkaoui, 2003).

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Bila capital employed dimanfaatkan dikelola dengan baik, maka value added bagi perusahaan akan bertambah. Sehingga, keunggulan bersaing dapat dicapai dan secara relatif dapat meningkatkan nilai pasar perusahaan. Sehingga akan dimungkinkan menghasilkan nilai Tobin`s Q yang semakin baik. Hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

H2.1 : VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Tobin`s Q

Value Added Human Capital (VAHU) merupakan komponen dari VAIC yang menunjukkan berapa banyak value added yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dan human capital dapat menghasilkan kemampuan dari human capital untuk menghasilkan nilai perusahaan (Pulic, 1998). Dengan demikian, VAHU adalah indikator dari kualitas sumber daya manusia perusahaan dan kemampuan sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut untuk menghasilkan nilai tambah dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk human capital.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Dengan bertambahnya value added tersebut, maka nilai perusahaan juga akan meningkat yang ditandai dengan nilai Tobin`s Q yang semakin meningkat. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:

H2.2 : Diduga VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Tobin`s Q

Structural Capital Value Added (STVA) mengukur jumlah structural capital yang diperlukan guna menghasilkan satu rupiah dari value added serta merupakan indikasi keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural capital adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal dan kinerja bisnis keseluruhan.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Struktur atau sistem di perusahaan yang berjalan baik dapat diindikasikan dengan nilai structural capital yang tinggi. Dengan struktur yang baik, perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan usahanya akan berlangsung lebih lama. Sehingga, kredibilitas perusahaan tidak diragukan. Maka, keunggulan bersaing akan dapat dicapai yang secara relatif akan menghasilkan nilai perusahaan yang baik. Sehingga, dapat dimungkinkan untuk menghasilkan nilai Tobin`s Q yang semakin tinggi. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:

H2.3 : Diduga STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

2.9       Rerangka Teoritis

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, rerangka teoritis dalam penelitian ini yang menggunakan value added intellectual capital (VAIC) sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen adalah sebagai berikut:

3. METODA PENELITIAN

3.1       Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu bentuk penelitian di mana data yang diperoleh adalah data berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2003). Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menyajikan fakta atau mendiskripsikan statistik, dengan tujuan untuk menunjukkan hubungan antara variabel dan menguji suatu teori.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah hypothesis testing. Suatu prosedur pengujian hipotesis tentang parameter populasi menggunakan informasi dari sampel dan teori probabilitas untuk menentukan apakah hipotesis tersebut secara statistik dapat diterima atau ditolak (Riyanto, 2001). Untuk pengujian hipotesis, peneliti melakukan beberapa tahap terlebih dahulu, yaitu merumuskan hipotesis, menentukan nilai kritis (α dan df), menentukan nilai hitung, mengambil keputusan, dan membuat kesimpulan (Riyanto, 2001).

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif karena menggunakan uji hipotesis dengan tujuan menjelaskan sifat-sifat dari hubungan sebab-akibat dan memahami hubungan di antara berbagai variabel. Peneliti melakukan analisis dengan menggunakan angka-angka yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Kemudian setelah diperoleh hasil berupa angka-angka, selanjutnya penulis mendeskripsikan angka-angka tersebut dan menarik kesimpulan berdasarkan angka-angka tersebut.

3.2       Populasi dan Sampel

3.2.1    Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjad perhatian peneliti baik yang jumlahnya tak terhingga maupun yang jumlahnya berhingga. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 hingga tahun 2013 dengan jumlah sebanyak 11 perusahaan.

3.2.2    Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat mempresentasikan populasi yang ada.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah salah satu cara dalam pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan syarat tertentu sebagai kriteria yang harus dipenuhi sehingga didapatkan sampel yang representative.

Beberapa kriteria dalam menentukan sampel untuk penelitian ini antara lain:

Perusahaan tersebut merupakan perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama lima tahun berturut-turut mulai tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditan secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga tahun 2013 dan menerbitkan laporan keuangan yang berakhir setiap 31 Desember.

Perusahaan tersebut menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya.

Perusahaan tersebut selama tahun 2009-2013 secara berturut-turut laba sebelum pajaknya tidak bernilai negatif.

Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009-2013 dengan jumlah 11 perusahaan. Dari 11 perusahaan sektor asuransi tersebut terdapat 10 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009-2013, sementara 1 perusahaan tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009-2013. Selain itu dari 11 perusahaan asuransi di BEI, 1 perusahaan memiliki nilai laba sebelum pajak yang negatif. Sehingga total perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di BEI mulai tahun 2009-2013.

Tabel 3. Rekapitulasi Obyek Penelitian

KeteranganJumlah
Perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia11
Perusahaan asuransi (insurance) yang memiliki laporan keuangan lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013(1)
Perusahaan asuransi (insurance) yang laba sebelum pajaknya bernilai negatif selama tahun 2009 hingga tahun 2013(1)
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian 9

Sumber: Data diolah, 2014

Berikut ini adalah 9 perusahaan yang termasuk dalam sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2009-2013:

Tabel 4. Daftar Sampel Perusahaan

No.Kode SahamNama Perusahaan
1.ABDAAsuransi Bina Dana Arta Tbk
2.AHAPAsuransi Harta Aman Pratama Tbk
3.AMAGAsuransi Multi Artha Guna Tbk
4.ASDMAsuransi Dayin Mitra Tbk
5.ASJTAsuransi Jaya Tania Tbk
6.ASRMAsuransi Ramayana Tbk
7.LPGILippo General Insurance Tbk
8.MREIMaskapai Reasuransi Indonesia Tbk
9.PNINPanin Insurance Tbk

Sumber: http://www.idx.co.id

3.3       Jenis dan Sumber Data

3.3.1    Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan (Sugiyono, 2010). Data kuantitatif pada penelitian ini dinyatakan dari angka pada laporan keuangan perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.3.2    Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder selama perioda 2009-2013. Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang diperlukan (Bungin, 2005). Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari publikasi laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI. Data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh laporan keuangan perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di BEI dari tahun 2009-2013. Selain itu, beberapa data lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buku, jurnal, dan skripsi yang memiliki hubungan dengan penelitian ini, dan website www idx.co.id.

Definisi Operasional Variabel

Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah komponen pembentuk intellectual capital antara lain sebagai berikut:

Value Added  Capital Employed (VACA)

VACA merupakan indikator untuk value added yang diciptakan oleh suatu unit dari physical capital (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Rumus menghitung VACA adalah:

……………………………………………………….(1)

Keterangan:

VACA: Value Added Capital Employed, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU adalah hubungan antara value added dan human capital yang menunjukkan berapa banyak value added yang dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dengan rumus sebagai berikut:

                         ……………………………………………………….(2)

Keterangan:

VAHU: Value Added Human Capital, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

HC: Human Capital (beban karyawan)

Structural Capital Value Added (STVA)

STVA adalah hubungan antara value added dengan structural capital yang menunjukkan kontribusi structural capital dalam pencipataan nilai (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Rumus menghitung STVA adalah:

            ……………………………………………………….(3)

Keterangan:

STVA: Structural Capital Value Added, rasio dari SC terhadap VA

SC: Structural Capital (VA-HC)

VA: Value Added

3.4.2    Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diprosikan dengan Tobin`s Q. Rumus yang digunakan adalah:

……………………………………………(4)

Keterangan:

ME: Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham

DEBT: Total utang

TA: Total aset perusahaan

Tabel 5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No.Variabel/ IndikatorDefinisi KonsepDefinisi OperasionalReferensi
 Intellectual Capital
1.VACAIndikator untuk penambahan nilai yang diciptakan oleh satu unit dari physical capitalKeterangan: VA: Value Added CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)Pulic, 1998 dalam Ulum  2009

(dilanjutkan…)

(…lanjutan)

No.Variabel/ IndikatorDefinisi KonsepDefinisi OperasionalReferensi
 Intellectual Capital
2.VAHUMenunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah investasi kepada human capital terhadap organisasiKeterangan: VA: Value Added HC:Human Capital (beban karyawan)Pulic, 1998 dalam Ulum  2009
3.STVAIndikator untuk mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VAKeterangan: SC:Structural Capital (VA-HC) VA: Value AddedPulic,1998 dalam Ulum  2009
 Nilai Perusahaan
4.Tobin`s QTobin`s Q merupakan rasio antara nilai pasar perusahaan ditambah dengan total utang perusahaan terhadap total aset perusahaan  Keterangan: ME:      Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham DEBT: Total utang TA:Total aset perusahaanKlapper & Love (2002)

Sumber:Data diolah, 2014

Teknik Analisis Data

Statistik Deskriptif

Pengujian dengan menggunakan statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran profil data sampel. Selain itu statistik deskriptif juga berguna untuk mendeskripsikan gambaran umum dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian. Statistik deksriptif yang digunakan antara lain mean, standard deviation, maximal, dan minimal (Ghozali, 2011).

Analisis Regresi

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan program SPSS 20 (Statistical Program for The Social Sciences) sebagai alat bantu pengolahan data. Analisis regresi akan menghasilkan koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini didapatkan dengan cara melakukan prediksi terhadap nilai variabel dependen melalui suatu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan tujuan untuk meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan data yang ada (Tabachnick , 1996 dalam Ghozali, 2011). Model dasar yang ada dalam penelitian ini adalah:

………………………………..……(5)

Keterangan:

Y: variabel dependen

a: konstanta

X1: VACA (variabel independen)

X2 : VAHU (variabel independen)

X3: STVA (variabel independen)

b1, b2, b3 : koefisien regresi berganda masing-masing X1, X2, X3

e : faktor penganggu

Sehingga persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

            …………….…(6)

3.6       Uji Asumsi Klasik

3.6.1    Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan variabel independen dalam sebuah model regresi terdistribusi secara normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov. Variabel-variabel independen akan diuji normalitasnya terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian dengan menggunakan kolmogorov smirnov adalah sebagai berikut:

Angka signifikansi (Sig) > 0.05, maka data dikatakan terdistribui normal

Angka signifikansi (Sig) < 0.05, maka data dikatakan tidak terdistribui normal

Selain menggunakan kolmogorov smirnov, uji normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan grafik normal probability plot, yaitu dengan melihat sebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik tersebut. Data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal akan menunjukkan bahwa model regresi yang diuji memenuhi asumsi normalitas.

3.6.2    Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel-variabel independennya. Untuk melihat ada atau tidaknya gejala multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variablilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Sehingga, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi karena VIF= 1/ Tolerance. Nilai yang umum digunakan untuk menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas adalah nilai tolerance ≈ 1 atau sama dengan nilai VIF < 10 (Ghozali, 2011).

3.6.3    Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedatisitas. Modal regresi yang baik adalah model yang homoskedastisitas atau bebas dari gejala heteroskedastisitas. Untuk melihat adanya gejala heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser. Bila variabel independen signfikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi heteroskedastisitas. Model rgeresi disimpulkan tidak mengalami heteroskedastisitas bila probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Selain itu, heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan grafik scatterplot. Titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur akan menunjukkan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi tersebut layak digunakan (Ghozali,2011).

3.6.4    Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan dalam penelitian ini karena data dalam penelitian ini menggunakan data runtut waktu yang sering terjadi masalah autokorelasi yaitu timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lain. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada perioda t1. Bila terjadi korelasi, maka dikatakan terjadi gejala autokorelasi. Gejala autokorelasi diuji dengan statistik d dari Durbin Watson (DW test) dengan angka-angka yang diperlukan adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4-dL, dan 4-dU. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi gejala autokorelasi adalah sebagai berikut (Gujarati, 2006):

Bilai nilai DW mendekati 2, maka tidak terjadi gejala autokorelasi

Bila nilai DW mendekati 0 atau 4, maka terjadi gejala autokorelasi, baik positif maupun negatif.

3.7       Uji Goodness of Fit (Uji Model)

3.7.1    Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu menggunakan metoda Quick Look. Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Hal ini menyatakan bahwa semua variabel independen dalam model secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali,2011).

3.7.2    Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Kelemahan utama dalam penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan menggunakan nilai adjusted R2 ketika mengevaluasi model regresi terbaik. Berbeda dengan R2 , nilai adjusted Rdapat naik atau turun ketika terjadi penambahan variabel independen dalam model. Penelitian ini juga menggunakan adjusted Runtuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan variabelnya (Ghozali, 2011).

3.7.3    Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (parsial). Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan tingkat signifikansi 5% adalah sebagai berikut (Santoso, 2010):

Signifikansi t ≤ 0.05, maka Ha diterima dan Ho ditolak

Signifikansi t ≥ 0.05, maka Ha ditolak dan Ho diterima

3.7.4    Uji r Parsial

Uji r parsial digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen dapat didominasi variabel dependen secara parsial. Variabel independen yang paling dominan adalah variabel independen yang memiliki r parsial paling tinggi dengan melihat nilai Standardized Coefficient Beta (Santoso, 2010).

3.8       Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang ada dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Ho1:       Tidak terdapat pengaruh intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha1:      Terdapat pengaruh intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.1:    VACA tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.1: VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.2: VAHU tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.2: VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.3: STVA tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.3: STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

3.9       Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Pengumpulan data

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data berupa laporan keuangan, kemudian memasukkan data yang diperlukan ke dalam Microsoft Excel, serta menghitung data dengan menggunakan rumus.

Pengolahan data

Tahap ini merupakan tahap untuk mengolah data dengan menggunakan program SPSS 20. Karena pada saat uji normalitas, ada data yang dinyatakan tidak normal, maka penulis menormalkan data tersebut dengan menggunakan logaritma natural (log 10).

Analisis data dan pembahasan

Setelah semua data diolah dengan menggunakan SPSS 20, penulis kemudian melakukan analisis terhadap hasil pengujian tersebut. Selain itu, setelah dianalisis, penulis juga melakukan pembahasan terkait dengan hasil pengolahan data dengan SPSS.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Riahi‐Belkaoui. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: A Study of the Resource‐Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital, Vol. 4 Iss: 2, pp.215 – 226.

Aji, A. R. 2011. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Square: Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro Semarang.

Artinah, B. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan). Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah Kalimantan.

Astuti, P. D & Sabeni, A. 2005. Hubungan Intellectual Capital Disclosure and Market Capitalization. Journal of Intellectual Capital, Vol.6 No.3. Pp 397-416.

Bahagia, Malla., 2008. Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen dan Kwbijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM). Skripsi yang tidak dipublikasikan. UIN Syarifhidayatullah Jakarta.

Barney, J. B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. Vol. 17. 

Bontis, N., W.C.C. Keow, S. Richardson. 2000. Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 85-100.

Brigham, EF and Lc Gapensi. 2002. Intermediate Financial Management, Fifth Edition. New York. The Drysden Press.

Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta. Prenada Media.

Canibao, L.  & Mora, A. 2000. Evaluating The Statistical Significance of de Facto Accounting Harmonization: A Study of European Global Player. European Accounting Review. Vol. 9 (3), 2000, 349-369.

Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang, 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firms’ Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 No. 2. Pp. 159-176.

Chung, Kee H. & Stephen W. Pruitt. 1994. A Simple Approximation of Tobin`s Q. Journal of Financial Management, Vol. 23, No. 2, 1994. College Publisher.

Darmawati, Deni. Khomsiyah. Rika Gelar Rahayu. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Trisakti Jakarta.

Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. Sydney: McGraw-Hill Book Company.

Draper, T. 1997. Measuring Intellectual Capital: Formula for Disaster, Stanford Hoover Institute Editorial.

Edvinson, L. & Malone, M. S. 1997. Intellectual Capital. London. Piatkus.

Eric, B. Lindenberg and Stephen, A. Ross. 1981. Tobin`s Q Ratio and Industrial Organization. The Journal of Business. Vol. 54, No.1. pp 1-32. The University of Chicago Press.

Fama, Eugene F. 1978. The Effects of a Firm’s Investment and Financing Decisions on the Welfare of Its Security Holders. The American Economic Review. 272-284.

Firer, S., and S.M. Williams, 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348-360.

Firmasnyah, Yanuar & Iswajuni. 2014. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas, Nilai Pasar, Pertumbuhan, dan Actual Return Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. No. 1, April.

Freeman & Reed. 1983. Stockholders and Stakeholders: A New Perspective on Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital, Vol.4, No. 3.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBMSPSS19. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro Semarang.

Gujarati, D.N. 2006. Essential of Econometrics. The McGraw-Hill Companies.

Haosana, Cincin. 2012. Pengaruh Return On Asset dan Tobin`s Q Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Retail Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Hasanuddin Makasar.

Haryanto, Melinda & Henny. 2013. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar Perusahaan. Jurnal Manajemen. Vol. 12, No. 2.

IFAC. 1998. The Measurement and Management of Intellectual Capital.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Salemba Empat.

Indriantoro, dan Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi danManajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.

Jaluanto & Kurniyawan, Leonardus Adi. Studi Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Makanan dan Minuman. Serat Acitya-Jurnal Ilmiah. UNTAG Semarang.

Juniarti. 2009. Penggunaan Economic Value Added (EVA) dan Tobin’S Q Sebagai
Alat Ukur Kinerja Finansial Perusahaan di Industri Food And Beverage Yang
Listing di Bursa Efek Indonesia. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Kaplan & Norton, 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Jakarta. Erlangga.

Keown, J., Arthur, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Ketujuh. Jakarta. Salemba Empat.

Klapper, L.F. and I. Love. 2002. Corporate Governance, Investor Protection and Performance in Emerging Markets, Journal of Corporate Finance. Vol. 195.

Klein, D.A and Prusak, L. 1994. Characterising Intellectual Capital, Cambridge, MA, Centre for Business Innovation, Ernst and Young.

Kuryanto, B. & Syafruddin, M. 2008. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi.

Lang, L.H.P., Stulz, R.M, and Walkling, 1989. Managerial Performance, Tobin’s Q, and the Gains from Successful Tender Offers. Journal of Financial Economics (September), 137-154.

Lili, N. E. & Didik, M. A. 2012. Pengaruh Elemen Pembentuk Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Journal of Accounting, Vol.1, No.2. Universitas Diponegoro Semarang.

Meek, G.K., & S.J. Gray. 1988. The Value Added Statement: an Innovation for The US Companies. Accounting Horizons, Vol. 12 No. 2. pp. 73-81.

Muhimatul, L. & Hapsari, H. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Publik (Non Keuangan) di Indonesia. Jurnal Review Akuntansi Keuangan. Universitas Muhamadiyah Malang.

Najibullah, Syed, December 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance in Context of Commercial Banks of Bangladesh. School of Business Independent University, Bangladesh.

Ningrum, Nora Riyanti. 2012. Analisis Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Governance Terhadap Financial Performance. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Pearce, J. A & Robinson, R.B. 2008. Strategic Management Formulation, Implementation and Control. 10th , Mc Graw-Hill.

Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Petty & Guthrie. 2000. Intellectual Capital Literature Review: Measurement, Reporting, and Management. Journal of Intellectual Capital, Vol.1, No.2.

Pramelasari, M. Y. 2010. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Pulic, A. 1998. Measuring The Performance of Intellectual Capital Potential in Knowledge Economy. Paper.Presented at the 2nd McMaster Word Congresson Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential.

Putra , I Gede Cahyadi. 2012. Pengaruh Modal Intelektual pada Nilai Perusahaan Perbankan Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika Vol 2, No 1 Des 2012. ISSN 2089-3310.

Putri, G. Dian Kharisma. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Umur Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual Capital.

Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro, Semarang.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya. SIC.

Roos, J., G. Roos, N.C. Dragonetti, and L. Edvinsson. 1997. Intellectual Capital: Navigating in the New Business Landscape. Macmillan Business,

Houndsmills.

Rupert, Booth. 1998. The Measurement of Intellectual Capital. Management Accounting. (Nov), Vol. 76, page 26-28.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Solikhah, B., Rohman, A.,& Meiranto, W. 2010. Implikasi Intellectual Capital  Terhadap Financial Performance, Growth Dan Market Value; Studi Empiris Dengan Pendekatan Simplistic Specification. Simposium Nasional Akuntansi. Universitas Diponegoro.

Starovic, D. & Marr, B. 2003. Understanding Corporate Value: Managing and Reporting Intellectual Capital. CIMA.

Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations, Doubleday/Currency, New York, New York, United States of America.

Suad, Husnan. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, Edisi Ketiga. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.

Sudiyatno, Bambang & Puspitasari, Elen. 2010. Tobin`s Q dan Altman Z-Score Sebagai Indikator Pengukuran Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi. Vol.2 No.1. Hal. 9-21. ISSN: 1979-4886.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sukamulja, Sukmawati. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan. Vol.8.No.1. Juni 2004. Hal 1-25

Susanto, A. B. 2007. Resource Based Versus Market Based. Eksekutif no.338. Mei. Hlm. 24-25.

Suwarjuwono, T. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 5, No.1.

Suwarjuwono, T & Kadir, P. A. 2005. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.5 No. 1. Pp 35-37.

Tabachnick B. G. 1996. Using Multivarite Statistics. Third Edision. Harper Collins.

Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock, 2007. Intellectual Capital and Financial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1. pp. 76-95.

Tobin’s, James, 1969. A General Equilibrium Approach to Monetary Theory. Journal of Money, Credit and Banking (February), 12- 29.

Ulum, Ihyaul, 2008. Intellectual Capital performance Sektor Perbankan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 2, November, halaman 77-84.

Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali & Anis Chariri. 2008. Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares. Proceeding SNA XI. Pontianak.

Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital : Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Inetrving. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Weston, J. Fred dan Copeland, Thomas E. 2008. Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Jakarta. Binarupa Aksara.

Williams. S. Mitchell. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure Pratices Related? Journal of Intellectual Capital. Vol.2 , Iss: 3, pp. 192-203.

Zulmiati, R. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Zuraedah. Isnaeni Ken. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AUDIT DELAY DI INDONESIA

(Studi Empiris Pada Perusahaan-Perusahaan LQ 45 yang Terdaftar

Di Bursa Efek  Indonesia pada tahun 2010-2013 )

Christian Aditya Rahardjo & Daniel Sugama Stephhanus

MAKALAH PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Perbedaan waktu antara laporan keuangan dan tanggal pendapatan audit menunjukkan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam periode penyelesaian audit. Kondisi ini dapat mempengaruhi tanda baca informasi yang dipublikasikan dan akan mempengaruhi reaksi pasar terhadap informasi yang panjang. Hal ini juga akan mempengaruhi tingkat ketidakpastian berdasarkan diterbitkannya informasi dalam laporan keuangan auditor yang mengandung informasi laba perusahaan.

 Penelitian ini bertujuan untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay. mereka antara lain total aset, kerugian dan keuntungan operasi, pendapat auditor, profitabilitas, dan auditor reputasi. Populasi penelitian adalah LQ 45 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia yang digunakan pada periode 2010-2013.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 15 perusahaan. Penggunaan analisis data menggunakan regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total aset, kerugian operasi dan keuntungan, dan pendapat auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Di sisi lain, profitabilitas dan reputasi auditor tidak memiliki pengaruh terhadap audit delay.

Kata-kaya kunci: audit delay, ukuran perusahaan, kerugian operasi dan laba, auditor pendapat, profitabilitas, reputasi auditor.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis yang akan memberikan lapangan kerja beragam untuk angkatan kerja, salah satu yang termasuk sebagai angkatan kerja adalah sarjana ekonomi. Perkembangan dalam dunia bisnis ini harus sudah mulai dipersiapkan oleh para calon mahasiswa/i khususnya di bidang akuntansi, agar setelah lulus dapat mengetahui  langsung mengenai pekerjaannya seperti menjadi karyawan di suatu perusahaan atau sebuah instansi pemerintahan, maupun melanjutkan pendidikan lagi untuk mengambil gelar S2 atau gelar profesi seperti gelar Ak (Akuntan Publik)  yang nantinya dapat digunakan untuk membuka kantor akuntan publik (KAP).

Di dalam kantor akuntan publik (KAP) terdapat auditor, yang dimaksud dengan auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dari kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Auditordapat dibedakan menjadi auditor pemerintah, auditor intern, auditor independen dan auditor pajak. Untuk dapat menjadi auditor maka dibutuhkan adanya profesionalisme auditor. Salah satu kriteria profesionalisme dari auditor adalah ketepatan waktu dalam penyampaian laporan auditnya. Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan kepada masyarakat umum dan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) juga tergantung dari ketepatan waktu auditordalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Ketepatan waktu ini terkait dengan manfaat dari laporan keuangan itu sendiri. Pemenuhan standar audit oleh auditor dapat berdampak pada lamanya penyelesaian laporan audit, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hasil audit.

Pelaksanaan audit yang sesuai dengan standar membutuhkan waktu semakin lama. Hal ini berdasarkan pada ketetapan dari Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001) khususnya tentang standar pekerjaan lapangan mengatur tentang prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan seperti perlu adanya perencanaan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internai dan pengumpulann bukti-bukti kompeten yang diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian pekerjaan auditnya. Hal yang penting adalah bagaimana agar dalam penyajian laporan keuangan itu bisa tepat waktu atau tidak terlambat dan kerahasiaan informasi terhadap laporan keuangan tidak bocor kepada pihak lain yang bukan kompetensinya untuk ikut memengaruhinya. Tetapi apabila terjadi hal yang sebaliknya yaitu terjadi keterlambatan maka akan menyebabkan manfaat informasi yang disajikan menjadi berkurang dan tidak akurat.

Beberapa faktor yang memengaruhi audit delay telah banyak oleh para peneliti sebelumnya antara lain Whittred (1980),  Carslaw dan Kaplan (1991), Halim (2000), Hanipah (2001), dan Subekti dan Widiyanti (2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi audit delay jugatelah banyak dilakukan dalam beberapa penelitian sebelumnya seperti ukuran perusahaan, total revenue, tingkat profitabilitas, lamanya menjadi klien KAP, tahun buku perusahaan.

Arah hubungan faktor tersebut adalah berhubungan positif sangat kuat dengan audit delay. Hasil penelitian Whittred (1980), membuktikan bahwa audit delay yang lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima pendapat qualified opinion. Fenomena ini terjadi karena proses pemberian pendapat qualified tersebut melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior dan perluasan lingkup audit.

Carslaw dan Kaplan (1991), melakukan penelitian mengenai audit delay pada perusahaan publik di New Zealand. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, jenis opini akuntan publik, auditor, tahun buku perusahaan, kepemilikan perusahaan dan proporsi hutang terhadap total aset. Variabel yang berpengaruh adalah ukuran perusahaan dan perusahaan melaporkan kerugian.

Halim (2000), melakukan penelitian tentang audit delay di Indonesia dengan

menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997. Variabel independen yang digunakan antara total revenue, jenis industri, bulan penutupan buku tahunan, lamanya menjadi klien KAP, rugi/laba operasi, tingkat profitabilitas, jenis opini. Hasil penelitian multivariate menunjukkan bahwa ketujuh faktor tersebut secara serentak sangat berpengaruh terhadap audit delay, namun yang konsisten berpengaruh adalah tahun buku dan pelaporan kerugian.

Hanipah (2001), melakukan penelitian tentang penelitian rata-rata audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada tahun 1999. Variabel yang digunakan antara lain ukuran perusahaan, jenis pendapat akuntan publik, tingkat profitabilitas, pelaporan laba / rugi dan auditor. Waktu penyelesaian auditcenderung panjang apabila ukuran perusahaan menjadi semakin besar, mendapatkan opini unqualified opinion, tingkat profitabilitas yang rendah dan mengalami kerugian.

Subekti dan Widiyanti (2004) berhasil membuktikan bahwa audit delay yang panjang dialami oleh perusahaan yang tingkat profitabilitasnya tinggi, ukuran perusahaan besar, perusahaan non finansial mendapatkan opini non WTP dan diaudit oleh KAP besar (the big six). Meskipun telah banyak dilakukan penelitian tentang audit delay pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), namun masih banyak perbedaan hasil. Hasil penelitian tersebut beragam, mungkin dikarenakan perbedaan sifat variabel independen dan variabel dependen yang diteliti, perbedaan periode pengamatan atau perbedaan dalam metodologi statistik yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu hal terpenting dalam penyajian laporan keuangan adalah laporan keuangan tersebut dapat digunakan semestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan laporan keuangan tersebut disajikan dengan tepat waktu. Hal itu dipengaruhi juga oleh lamanya proses audit yang dijalankan. Lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal ditandatanganinya laporan audit (tanggal opini) ini kemudian didefinisikan sebagai audit  delay (Halim, 2000).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang

memengaruhi audit delay pada perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Adapun faktor-faktor yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, solvabilitas, kualitas auditor, dan opini auditor. Dengan demikian, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian kali ini adalah: “Apakah faktor ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, solvabilitas, kualitas auditor, dan opini auditor mempengaruhi audit delay?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menguji bagaimana pengaruh ukuran perusahaan, laba rugi operasi, opini auditor, tingkat profitabilitas dan reputasi auditor mempengaruhi audit delay.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagi Auditor

Membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi audit delay sehingga dapat mengoptimalkan kinerja yang berimbas pada tepatnya waktu pelaporan keuangan.

2. Bagi Akademisi

Memberi deskripsi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

audit delay di Indonesia, bukti empiris tersebut dapat dijadikan tambahan

wawasan dalam penelitian berikutnya.

3. Bagi Praktisi

Hasil penelitian dapat dijadikan pedoman dalam melakukan

pekerjaan audit sehingga mempersingkat rentang waktu audit, meningkatkan

efisiensi dan efektivitas dengan mencermati faktor-faktor yang dominan

memengaruhi audit delay.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Laporan Keuangan

Laporan Keuangan adalah informasi keuangan yang disajikan dan disiapkan oleh manajemen dari suatu perusahaan kepada pihak internal dan eksternal, yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang merupakan salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang mengomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan sehingga manajemen mendapatkan informasi yang bermanfaat. Laporan keuangan memunyai tujuan utama yakni memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis. Para pemakai laporan keuangan akan menggunakannya untuk meramalkan, membandingkan dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya.

2.1.2 Audit

Secara umum auditing adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. (Mulyadi,

2002:9).

Menurut PSAK pengertian dari audit adalah suatu proses sistematik yang bertujuan untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang dikumpulkan atas pernyataan atau asersi tentang aksi-aksi ekonomi, kejadian-kejadian dan melihat tingkat hubungan antara pernyataan atau asersi dan kenyataan, serta mengomunikasikan hasilnya kepada yang berkepentingan.  

Audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Audit laporan keuangan (financial statement audit).

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.

2. Audit kepatuhan (compliance audit ).

Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu . Kriteria- kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena oleh pegawai perusahaan.

3. Audit operasional (operational audit).

Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.

Tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan yang dapat bersifat

implisit atau eksplisit. (Arens, 1995 : 114).

2.1.3 Laporan Audit (Audit Report)

Laporan Audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku yang terdiri dari tiga paragraf yaitu paragraf pengantar (introductory paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph) dan paragraf pendapat

(opinion paragraph). Terdapat tiga fakta yang diungkapkan oleh auditor dalam paragraf pengantar :

1. Tipe jasa yang diberikan oleh auditor

2. Obyek yang dianut. Di dalam objek tersebut berisi dua hal penting yaitu auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan setelah ia melakukan audit dan obyek yang di audit oleh auditor bukanlah catatan melainkan laporan keuangan kliennya.

3. Pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya.

Terdapat 2 paragraf yang digunakan oleh auditor yang pertama paragraf  lingkup berisi pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar auditing tersebut serta, suatu pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditor. Berikutnya paragraf pendapat merupakan paragraf yang digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya mengenai laporan keuangan yang disebutkannya dalam paragraf pengantar yaitu paragraf pertama laporan audit baku.

2.2 Variabel dependen (y)

Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan Audit Delay.

2.2.1 Audit Delay

Menurut Ashton et al., (1987) dalam penelitian Wirakusuma (2004), Audit Delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit dari akhir tahun fiskal perusahaan sampai tanggal laporan audit dikeluarkan. Audit  delay merupakan lamanya / rentang

waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Audit delay inilah yang dapat mempengaruhi ketepatan informasi yang dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan yang berdasarkan informasi yang

dipublikasikan.

Menurut Abdula (1996) dalam Owusu-Ansah (2000), semakin panjang waktu yang dibutuhkan di dalam mempublikasikan laporan keuangan tahunan sejak akhir tahun buku suatu perusahaan milik klien, maka semakin besar pula kemungkinan informasi tersebut bocor kepada investor tertentu atau bahkan bisa menyebabkan insider trading dan rumor-rumor lain di bursa saham. Apabila hal ini sering terjadi maka akan mengarahkan pasar tidak dapat lagi bekerja dengan maksimal.

Dengan demikian, regulator harus menentukan suatu regulasi yang dapat mengatur batas waktu penerbitan laporan keuangan yang harus dipenuhi pihak emiten. Tujuannya untuk tetap menjaga reliabilitas dan relevansi suatu informasi yang dibutuhkan oleh pihak pelaku bisnis di pasar modal. Ketepatan waktu penyusunan atau pelaporan suatu laporan keuangan perusahaan bisa berpengaruh pada nilai laporan keuangan tersebut. Keterlambatan informasi akan menimbulkan reaksi negatif dari pelaku pasar modal. Informasi laba yang dihasilkan perusahaan dijadikan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual kepemilikan yang dimiliki oleh investor. Artinya, informasi yang dipublikasikan tersebut akan menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham.

2.3 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari ukuran perusahaan sebagai x1, laba/rugi operasi sebagai x2, opini auditor sebagai x3, tingkat profitabilitas sebagai x4.

2.3.1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston 2001). Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002).

Sedangkan menurut Ferry dan Jones (….) dalam Sujianto (2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Keadaan yang dikehendaki oleh perusahaan adalah perolehan laba bersih sesudah pajak karena bersifat menambah modal sendiri.

Laba operasi ini dapat diperoleh jika jumlah penjualan lebih besar daripada jumlah biaya variabel dan biaya tetap. Agar laba bersih yang diperoleh memiliki jumlah yang dikehendaki maka pihak manajemen akan melakukan perencanaan penjualan secara seksama, serta dilakukan pengendalian yang tepat, guna mencapai jumlah penjualan yang dikehendaki. Manfaat pengendalian manajemen adalah untuk menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strategi usahanya dengan efektif dan efisien. Dalam aspek finansial, penjualan dapat dilihat dari sisi perencanaan dan sisi realisasi yang diukur dalam satuan rupiah. Dalam sisi perencanaan, penjualan direfleksikan dalam bentuk target yang diharapkan dapat direalisir oleh perusahaan.

Menurut Dyer dan Mc Hugh (1975)  dalam Halim (2000) perusahaan besar lebih konsisten untuk tepat waktu dibandingkan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin besar nilai aktiva suatu perusahaan, maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya. Perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dari pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan.

2.3.2 Laba/Rugi Operasi

Menurut Carslow (1991) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), ada dua alasan mengapa perusahaan yang menderita kerugian cenderung mengalami audit delay yang lebih panjang. Pertama, ketika kerugian terjadi perusahaan ingin menunda bad news sehingga perusahaan akan meminta auditor untuk menjadwal ulang penugasan audit. Kedua, auditor akan lebih berhati-hati selama proses audit jika

percaya bahwa kerugian ini mungkin disebabkan karena kegagalan keuangan perusahaan dan kecurangan manajemen informasi tentang laba perusahaan dapat

digunakan sebagai :

1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian.

2. Sebagai pengukur prestasi manajemen.

3. Sebagai dasar penentuan besarnya penggunaan pajak.

4. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara.

5. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus.

6. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.

7. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran.

8. Sebagai dasar pembagian deviden

2.3.3 Opini Auditor

Opini audit adalah pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan keuangan dari entitas yang telah diaudit. Kewajaran ini menyangkut materialitas, posisi keuangan, dan arus kas. Menurut SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), opini audit ada 5 macam, yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Kriteria pendapat wajar tanpa pengecualian antara lain :

– Laporan keuangan lengkap

– Tiga standar umum telah dipenuhi

– Bukti yang cukup telah diakumulasi untuk menyimpulkan bahwa tiga standar lapangan telah dipatuhi

– Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles)

– Tidak ada keadaan yang memungkinkan auditor untuk menambahkan paragraf penjelas atau modifikasi laporan

2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku (Unqualified Opinion with Explanatory Paragraph)

Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. Auditor menyampaikan pendapat ini jika :

– Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP

– Keraguan besar akan konsep going concern

– Auditor ingin menekankan suatu hal

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI, 2002:508.11), jenis pendapat ini diberikan apabila:

– Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak m,empengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

– Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Opini ini dikeluarkan ketika auditor tidak puas akan seluruh laporan keuangan yang disajikan.

Opini audit adalah pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan keuangan dari entitas yang telah diaudit. Kewajaran ini menyangkut materialitas, posisi keuangan, dan arus kas. Menurut SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), opini audit ada 5 macam, yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Kriteria pendapat wajar tanpa pengecualian antara lain :

– Laporan keuangan lengkap

– Tiga standar umum telah dipenuhi

– Bukti yang cukup telah diakumulasi untuk menyimpulkan bahwa tiga standar lapangan telah dipatuhi

– Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles)

– Tidak ada keadaan yang memungkinkan auditor untuk menambahkan paragraf penjelas atau modifikasi laporan

2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku (Unqualified Opinion with Explanatory Paragraph)

Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. Auditor menyampaikan pendapat ini jika :

– Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP

– Keraguan besar akan konsep going concern

– Auditor ingin menekankan suatu hal

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI, 2002:508.11), jenis pendapat ini diberikan apabila:

– Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak m,empengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

– Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Opini ini dikeluarkan ketika auditor tidak puas akan seluruh laporan keuangan yang disajikan.

2.3.4 Tingkat Profitabilitas

Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik. Oleh karena itu, perusahaan yang mampu menghasilkan profit akan cenderung mengalami audit delay yang lebih pendek, sehingga good news tersebut dapat segera disampaikan kepada para investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Sebagai dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan dengan hasil

akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah dilaksanakan oleh

perusahaan dalam periode berjalan. Perusahaan yang profitable memiliki insentif untuk menginformasikan ke publik kinerja unggul mereka dengan mengeluarkan laporan tahunan secara cepat

2.4 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Whittred (1980) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), membuktikan bahwa audit delay yang lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima pendapat qualified opinion. Fenomena ini terjadi karena proses pemberian pendapat qualified tersebut melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior dan perluasan lingkup audit.

Ashton dan Elliot (1987) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), meneliti hubungan antara audit delay dengan beberapa variabel independen yang terdiri dari total pendapatan, kompleksitas perusahaan, jenis industri, status perusahaan publik atau non-publik, bulan penutupan tahun buku, kualitas sistem pengendalian internal, kompleksitas operasional, kompleksitas keuangan, kompleksitas pelaporan keuangan, EDP, campuran relatif antara waktu pemeriksaan pada interim dan akhir tahun, lamanya perusahaan menjadi klien kantor akuntan publik, besarnya laba atau rugi, tingkat profitabilitas dan jenis opini.

Carslaw dan Kaplan (1991) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), melakukan penelitian mengenai audit delay pada perusahaan publik di New Zealand. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, jenis opini akuntan publik, auditor, tahun buku perusahaan, kepemilikan perusahaan dan proporsi hutang terhadap total asset. Variabel yang berpengaruh adalah ukuran perusahaan dan perusahaan melaporkan kerugian.

Hossain (1998) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan publik di Pakistan, dengan menggunakan sampel 103 perusahaan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange pada tahun 1993. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, debt equity ratio, perusahaan melaporkan laba / rugi, adanya cabang perusahaan untuk perusahaan multinasional dan auditor. Dari hasil uji korelasi antar variabel independen menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara variabel cabang dalam perusahaan multinasional dan auditor dibandingkan korelasi variabel-variabel perusahaan lainnya.

Halim (2000), melakukan penelitian tentang audit delay di Indonesia dengan

menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997. Variabel independen yang digunakan antara total revenue, jenis industri, bulan penutupan buku tahunan, lamanya menjadi klien KAP, rugi / laba operasi, tingkat profitabilitas, jenis opini. Hasil penelitian multivariate menunjukkan bahwa ke tujuh faktor tersebut secara serentak sangat berpengaruh terhadap audit  delay, namun yang

konsisten berpengaruh adalah tahun buku dan pelaporan kerugian.

Hanipah (2001), melakukan penelitian tentang penelitian rata-rata audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada tahun 1999. Variabel yang digunakan antara lain ukuran perusahaan, jenis pendapat akuntan publik, tingkat profitabilitas, pelaporan laba / rugi dan auditor. Waktu penyelesaian audit cenderung panjang apabila ukuran perusahaan menjadi semakin besar, mendapatkan opini unqualified opinion, tingkat profitabilitas yang rendah dan mengalami kerugian.

Subekti dan Widiyanti (2004), berhasil membuktikan bahwa audit delay yang panjang dialami oleh perusahaan yang tingkat profitabilitasnya tinggi, ukuran perusahaan besar, perusahaan non finansial mendapatkan opini non WTP dan diaudit oleh KAP besar (the big six).

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis diatas maka hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut:

H1: Faktor ukuran perusahaan memengaruhi audit delay.

Perusahaan yang mendapatkan laba yang besar tidak ada alasan untuk menunda penerbitan laporan keuangan auditan karena ini merupakan berita baik yaitu prestasi yang dicapai cukup menggembirakan. Sebaliknya, perusahaan yang menderita kerugian akan berusaha memperlambat penerbitan laporan keuangan auditan (Ashton et a.l, 1984 dalam penelitian Soegeng Soetedjo, 2006). Auditor akan berhati-hati selama proses audit dalam merespon kerugian perusahaan apakah kerugian tersebut

disebabkan oleh kegagalan finansial atau kecurangan manajemen. Jadi, semakin laba suatu operasi perusahaan, maka audit delay nya semakin pendek.:

H2: Faktor laba/rugi operasi mempengaruhi audit delay.

Menurut Carslaw dan Kaplan (1991) dalam Wirakusuma (2004) perusahaan yang tidak menerima opini audit standar unqualified opinion diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang alasannya perusahaan yang menerima opini tersebut memandang sebagai bad news dan akan memperlambat proses audit.

Disamping itu penerimaan opini selain qualified merupakan indikasi terjadinya konflik antara auditor dan perusahaan yang pada akhirnya memperpanjang audit delay. Jadi, perusahaan yang tidak menerima opini audit standart unqualified opinion mengalami audit delay yang panjang.

H3 : Faktor opini / jenis pendapat akuntan publik memengaruhi audit delay.

Na’im (1984) dalam Subekti dan Widiyanti (2004), menemukan bahwa tingkat profitabilitas yang lebih rendah akan memacu kemunduran publikasi laporan keuangan auditan. Perusahaan publik yang mengumumkan tingkat profitabilitas yang rendah cenderung mengalami penerbitan laporan keuangan auditan dari auditor yang lebih panjang daripada perusahaan non publik (Ashton et al., 1984). Ini berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan pasar terhadap pengumuman tersebut. Jadi, semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka semakin pendek audit delay nya

H4 : Faktor tingkat profitabilitas memengaruhi audit delay.

Kualitas auditan berpengaruh terhadap kredibilitas laporan keuangan ketika perusahaan go public. Oleh karena itu, underwritter yang memiliki reputasi tinggi, menginginkan emiten yang dijaminnya, memakai auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula. Auditor yang memiliki reputasi tinggi, akan menggunakan auditor yang memiliki reputasi, keduanya akan mengurangi underpricing. Dari penelitian yang sudah ada maka antara reputasi tinggi auditor berpengaruh terhadap audit delay. (Subekti dan Widayanti, 2004). Jadi, semakin tinggi reputasi auditor maka audit delay nya semakin pendek.

2.6 Gambar dari rerangka teoritis

Ukuran Perusahaan
Laba/Rugi Operasi
Opini Auditor
Tingkat Profitabilitas
Audit Delay

3. METODA PENELITIAN

3.1 Metoda Penelitian

Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah yang berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka. Ukuran sampel untuk survei oleh statistik dihitung dengan menggunakan rumusan untuk menentukan seberapa besar ukuran sampel yang diperlukan dari suatu populasi untuk mencapai hasil dengan tingkat akurasi yang dapat diterima. pada umumnya, para peneliti mencari ukuran sampel yang akan menghasilkan temuan dengan minimal 95% tingkat keyakinan (yang berarti bahwa jika Anda survei diulang 100 kali, 95 kali dari seratus, anda akan mendapatkan respon yang sama) dan plus / minus 5 persentase poin margin dari kesalahan. Banyak survei sampel dirancang untuk menghasilkan margin yang lebih kecil dari kesalahan.

Beberapa survei dengan melalui pertanyaan tertulis dan tes, kriteria yang sesuai untuk memilih metode dan teknologi untuk mengumpulkan informasi dari berbagai macam responden survei, survei dan administrasi statistik analisis dan pelaporan semua layanan yang diberikan oleh pengantar komunikasi. Namun, oleh karena sifat teknisnya metode pilihan pada survei atau penelitian oleh karena sifat teknis, maka topik yang lain tidak tercakup dalam cakupan ini.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang akan menjadi objek penelitian adalah perusahaan-perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010–2013. Pemilihan sampel perusahaan LQ 45 pada penelitian ini dikarenakan perusahaan LQ 45 di Indonesia rentan terhadap perubahan yang terjadi di bidang lainnya seperti bidang sosial, politik, keamanan, baik yang terjadi di dalam negeri. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar saham terbesar dan paling representatif di Indonesia. Berdasarkan populasi tersebut dapat ditentukan sampel yang menjadi objek penelitian ini. Dalam penentuan sampel tersebut, teknik sampling yang dipergunakan adalah purposive sampling yaitu metode pengambilan sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Alasan pemilihan metode ini adalah metode ini mewakili sampel dan dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang dilakukan. Dalam penelitian ini, kriteria yang ditetapkan adalah:

1. Perusahaan–perusahaan tersebut telah menerbitkan laporan keuangannya selama lima tahun berturut–turut, tahun 2001–2005, untuk periode yang berakhir pada 31 Desember.

2. Perusahaan–perusahaan tersebut mulai terdaftar pada BEJ tahun 2001 atau

sebelumnya dan masuk dalam kategori perusahaan LQ 45.

3. Saham–saham perusahaan tersebut aktif diperdagangkan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber

lain yang sudah dipublikasikan berupa laporan tahunan perusahaan-perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010–2013. Data sekunder perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI yaitu audit delay, profit after taxes, total assets, ROI, opini auditor dan reputasi auditor, yang tersedia di Pojok Bursa Efek Indonesia.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel dependen penelitian ini adalah audit delay yang diukur berdasarkan lamanya waktu penyelesaian audit dari akhir tahun fiskal perusahaan sampai tanggal laporan audit dikeluarkan, yaitu per 31 Desember sampai tanggal tertera pada laporan auditor independen. Variabel ini diukur secara kuantitatif dalam jumlah hari.

Variabel Independen

a. Variabel ukuran perusahaan

Diukur berdasarkan total assets/ total aktiva yang dimiliki oleh setiap perusahaan sampel dan digunakan sebagai tolok ukur skala perusahaan. Variabel ini diproksi dengan menggunakan logaritma.

b. Variabel laba/rugi operasi diukur dengan dummy yaitu untuk perusahaan yang mengalami laba diberi kode dummy 1 dan yang mengalami rugi diberi kode dummy 0.

c. Variabel opini/jenis pendapat akuntan publik diukur dengan dummy yaitu untuk opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) diberi kode dummy 1 dan untuk opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) diberi kode dummy 0.

d. Variabel tingkat profitabilitas diukur berdasarkan nilai ROA (Return on

Asset) yaitu Net Profit dibagi dengan Total Asset. Perusahaan yang tingkat

profitabilitasnya tinggi diduga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit akan lebih cepat.

e. Variabel Reputasi auditor diukur dengan menggunakan dummy dengan

mengelompokkan auditor-auditor yang berasal dari KAP yang bermitra dengan

kelompok lima besar di Amerika Serikat. Kelompok 5 besar diberi kode 1, sedangkan

untuk KAP selain yang bermitra dengan kelompok 5 besar diberi kode 0.

3.5 Model Penelitian

Persamaan regresi yang digunakan adalah :

Y = β0 + β 1 X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + β 4 X4 + β 5 X5 + ε

Keterangan :

Y = Audit Delay

β X1 = Ukuran perusahaan

β X2 = Laba / rugi operasi

β X3 = Opini / jenis pendapat akuntan

publik

β X4 = Tingkat profitabilitas

β X5 = Reputasi auditor

ε = Gangguan

3.6 Alat Analisis yang Digunakan

3.6.1 Uji Normalitas Data

Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas adalah uji statistik non-parametric One Kolmogorov Smirnov. Jika angka probabilitas <  = 0,05 maka variabel tidak terdistribusi secara normal. Sebaliknya, bila angka probabilitas >  = 0,05 maka variabel terdistribusi secara normal (Ghozali, 2005: 114).

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Ghozali (2005: 91), uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.

3.6.3 Uji Multikolinearitas

Suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi antara variabel bebas yang satu dengan yang lainnya. Uji ini bertujuan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Dalam penelitian ini, menggunakan tolerance and value inflation factor atau VIF (Aliman, 2000 : 57). Jika nilai tolerance  > 0,10 dan VIF  < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut, dan sebaliknya jika tolerance < 0,10 dan VIF > 10 maka terjadi gangguan multikolinearitas pada penelitian tersebut.

3.6.4 Uji Heterokedastisitas

Untuk menguji apakah dalam model regresi tersebut terjadi heterokedastisitas atau tidak, diperlukan uji heterokedastisitas yang bertujuan untuk mengetahui terjadinya varian tidak sama untuk variabel bebas yang berbeda. Untuk mengetahui adanya heterokedastisitas adalah dengan melihat ada / tidaknya pola tertentu pada grafik Scatter Plot dengan ketentuan:

a. Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka menunjukkan telah terjadi heterokedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3.6.4 Uji Autokorelasi

Untuk menguji apakah dalam model regresi tersebut terjadi autokorelasi atau tidak, diperlukan uji autokorelasi yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada model regresi adalah dengan melakukan uji Durbin Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya korelasi:

1. Bila nilai dw terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

2. Bila nilai dw lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

3. Bila nilai dw lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

4. Bila nilai dw negatif diantara batas atas atau upper bound (du) dan batas bawah atau lower bound (dl) atau dw terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

3.7 Hipotesis Statistik (Ho dan Ha)

3.7.1 Uji Hipotesis Alternatif Parsial (Uji t)

Dalam pengujian ini dilakukan uji dua sisi dengan derajat kebebasan sebesar 5% agar kemungkinan terjadinya gangguan kecil. Kriteria Pengujian :

a. Jika angka probabilitas <  = 5%, maka ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

b. Jika angka probabilitas >  = 5%, maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

 3.7.2 Uji Hipotesis Alternatif Serempak (Uji F).

Dalam pengujian ini dilakukan uji dua F dengan derajat kebebasan sebesar 5% agar kemungkinan terjadinya gangguan kecil. Analisis pengujian :

Jika angka probabilitas < α = 5%, maka ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Jika angka probabilitas > α = 5%, maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (X) terhadap variable terikat (Y).

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi ke-6 Jakarta: PT. Salemba Empat,2002

Anthony, R.N and Govindarajan, 1995, “Management Control System”, Eight Edition, Irwin, Chicago.

Boyton, WC and G. Kell, 2003, “Modern Auditing”, Seventh Edition, John Wiley &

Sons, Inc, New York.

Chariri Anis dan Imam Ghozali, 2001, “Teori Akuntansi”, Edisi Pertama, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Ghozali, Imam, 2002, “Analisis Multivariate SPSS”, Universitas Diponegoro.

Halim, Varianada, 2000, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay”, Jurnal

Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, No. 1, pp. 63 – 75.

IAI, 2004, “Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta.

Indonesian Capital Market Directory, 2001-2005.

IAI, Kompartemen Akuntan Publik, 2001, “Standar Profesional Akuntan Publik”, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Imam Ghozali dan Kristianus Ukago, 2005, “Faktor- Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Bukti Empiris Emiten di BEI”, Jurnal Maksi Vol. 5, pp. 13 – 33.

Jogiyanto, 2000, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Edisi II, Yogyakarta : BPFE.

Komarudin, 1996, “Manajemen Keuangan”, Bandung : Penerbit Alumni.

Munawir S, 2003, ”Analisis Laporan Keuangan”, Yogyakarta : Liberty.

Saleh, Rahmat, 2004, “Studi Empiris Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”, SNA VII Denpasar Bali, 2-3 Desember 2004, pp. 897 – 991.

Santoso, Singgih, 2002, “SPSS Versi 10”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Soetedjo, Soegeng, (2006). “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Log (ARL)”.

Vol 9 No. 2. Agustus. pp 77 – 92. Subekti, Imam dan Novi Wulandari Widiyanti,

“Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay Di Indonesia”. SNA

VII Denpasar Bali. 2-3 Desember 2004. pp 991 – 1002.

Wirakusuma, Made Gede, 2004, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rentang Waktu penyajian Laporan Keuangan Ke Publik (Studi Empiris Mengenai Keberadaan Divisi Internal Audit Pada Perusahaan- Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”, SNA VII Denpasar Bali, 2-3 Desember 2004, pp.1202 – 1221.