KEVIN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN
PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG
2014
- PENDAHULUAN
Bank Century merupakan salah satu bank besar yang beberapa tahun lalu mengalami masalah dengan penyimpangan yang dilakukan oleh Bank Century terhadap laporan keuangan yang diterbitkannya. Dalam kasus ini, peran auditor sangat dibutuhkan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai Bank Century dianggap menyesatkan antara lain karena audit investigasi BPK memuat ‘dosa’ Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang belum secara resmi menetapkan penghitungan perkiraan biaya penanganan Bank Century secara keseluruhan. Hal tersebut dapat muncul karena adanya penghilangan fakta yang material, atau adanya pernyataan fakta material yang salah (www.antara.co.id dalam Pramitasari, 2013).
Bila ditelusuri lebih dalam, yang berada di balik penyimpangan tersebut adalah auditor itu sendiri. Dalam hal ini, pihak auditor bertindak secara tidak professional dalam auditnya dan terjadi persekongkolan antara pihak dalam dengan auditor, spesifiknya dalam hal ini auditor menerima sogokan dari Bank Century agar laporan keuangan yang tidak sehat menjadi sehat kembali. Hal ini jelas menguntungkan perusahaan, karena hal ini memudahkan perusahaan untuk bisa mendapat dana pinjaman dari Bank Indonesia dan kemudian para investor tertarik untuk menginvestasikan sahamnya ke Bank Century, dan menarik nasabah ke Bank Century. Karena hal ini, auditor secara jelas telah melanggar kode etik yang ada, spesifiknya mengenai independensi (karodalnet.blogspot.com dalam Pramitasari, 2013).
Kasus lainnya adalah mengenai fraud dalam Bank Negara Indonesia (BNI) yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,7 triliun. Kasus ini terkuak oleh Kepala Divinisi Internasional terhadap kejanggalan prosedur L/C BNI cabang Kebayoran Baru. Berdasarkan laporan dari Divisi Internasional yang dirilis pada 7 Agustus 2003, Direktur Utama BNI menurunkan tim audit khusus yang dirilis pada awal September 2003 membuktikan kebenaran pembobolan uang negara sebesar Rp 1,7 tiliun (www.kompas.co.id dalam Pramitasari 2013).
Pemaparan dua kasus di atas merupakan contoh nyata terjadinya fraud pada beberapa perusahaan di Indonesia. Terlihat jelas bahwa peran auditor sangat penting dalam menilai kewajaran dan kelayakan laporan keuangan serta dalam mengunkap indikasi fraud yang terjadi di perusahaan. Profesi auditor merupakan profesi yang ‘menjual’ kepercayaan kepada masyarakat. Profesi auditor memiliki peran penting dalam penyediaan informasi keuangan yang andal bagi seluruh pemangku kepentingan. Peranan auditor juga penting dalam pengungkapan praktik keuangan yang dapat merugikan negara atau perusaan yang dilakukan dengan akuntansi forensik, yang merupakan bagian dari audit khusus.
Akuntansi forensik adalah suatu ilmu akuntansi yang digunakan untuk menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius untuk mengungkap kecurangan dan penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (Miqdad dalam Pramitasari, 2013).
Beberapa contoh di atas menunjukkan pentingnya audit, khususnya audit khusus dalam penangan kasus yang berhubungan dengan fraud dan telah banyak penelitian mengenai akuntansi forensik dan audit investigatif yang merupakan bagian dari audit khusus. Namun, penelitian-penelitian tersebut masih merupakan penelitian yang bersifat normative dan berisi data kualitatif saja. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Pramitasari (2013) merupakan penelitian yang melakukan rekonstruksi pada kasus yang ditangani oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menghitung kerugian negara.
Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya. Pengembangan dan penyempurnaan ini dilakukan dengan melakukan perhitungan kerugian keuangan yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group. Sepsifiknya, kasus yang dipilih adalah kasus yang terjadi pada tahun 2002, dimana Bank Lippo melaporkan tiga buah laporan keuangan yang isinya berbeda. Oleh Sebab itu, judul dalam penelitian ini adalah Penghitungan Kerugian dengan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif pada kasus Fraud yang Dilakukan oleh Lippo Group pada tahun 2002.
Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
Bagaimanakah prosedur pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif pada kasus Penghitungan Kerugian Keuangan pada Fraud yang Dilakukan oleh Lippo Group?
Bagaimanakah peran akuntansi forensik dan audit investigatif untuk menghitung krtugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Untuk memahami prosedur penanganan kasus Penghitungan Kerugian pada fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.
Untuk mengidentifikasi peran akuntansi forensik dan audit investigatif dalam menghitung kerugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi peneliti mengenai ilmu akuntansi forensik dan audit investigatif serta pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus penhitungan kerugian yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.
Bagi Dunia Praktik
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai praktik akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus-kasus tertentu. Hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan mengenai pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif ini dalam dunia praktik sehingga dapat mencegah fraud yang sama terjadi kembali.
Bagi Penelitian yang Akan Datang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian sejenis dan sebgagai referensi untuk mempraktikkan pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus oleh Lippo Group.
- LANDASAN TEORI
Pengertian dan Jenis-jenis Audit
Menurut Arens dan Loebbecke (2003), audit adalah sebuah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai informasi dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan korespondensi informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan audit seharusnya hanya boleh dilakukan oleh seseorang yang independen dan kompeten. Menurut Mulyadi (2002), audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk menetapkan tingkat kepatuhan antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan pelaporannya kepada pemakai yang berkepentingan.
Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan definisi audit sebagai suatu proses sistematik dalam pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai informasi kegiatan dan kejadian ekonomi yang dinyatakan untuk menentukan kelayakan informasi yang dinyatakan tersebut dalam mematuhi kriteria yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Dalam melaksanakan audit, terdapat beberapa faktor yang harus diperatikan, yaitu:
Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan standar yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut.
Penetapan entitas ekonomi dan perioda waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit.
Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008), pada umumnya audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
Audit laporan keuangan.
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal pada laporan keuangan klien untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit ini kemudian digunakan oleh pihak lain sebagai acuan.
Audit kepatuhan.
Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda, tergantung pengguna laporan audit. Contohnya, kriteria yang digunakan adalah sistem pengendalian internal perusahaan tersebut, atau standar akuntansi yang berlaku di negara perusahaan. Audit kepatuhan juga sering disebut sebagai fungsi audit internal karena yang melakukan adalah internal perusahaan.
Audit operasional.
Audit Operasional adalah penelaahan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubugannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang objektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk menilai kinerja berdasarkan kebijakan, standar, atau target yang ditetapkan manajemen, mengidentifikasi peluang, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Hasil dari audit operasional ini akan diserahkan kepada pihak yang meminta dilakukan audit ini.
Tujuan dan Manfaat Audit Independen
Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kewajaran Laporan keuangan diukur berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan , yang disebut dengan asersi manajemen. Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori (Arens dan Loebbecke, 2003).
Keberadaan atau kejadian. Asersi ini merupakan pernyataan manajemen aktiva, kewajiban, dan ekutias yang tercantum dalam neraca benar-benar pada tanggal neraca serta apakah pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan laba rugi benar-benar terjadi selama perioda akuntansi.
Kelengkapan. Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya dicatat dalam laporankeuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi keberadaan. Jika asersi keberadaan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika asersi kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu rendah. Asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan, sedangkan asersi ekebradaan berkaitan dengan penyebutam amgka yang seharusnya tidak dimasukkan.
Hak dan kewajiban. Auditor harus memastikan apakah aktiva memang menjadi hak klien dan apakah kewajiban merupakan utang klien pada tanggal tertentu.
Penlialian atau alokasi. Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, atau beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat.
Penyajian dan pengungkapan. Asersi ini menyangkut masalah apakah komponen-komponen laporan keuangan telah diklasifikasikan, diuraikan, dan diungkapkan secara tepat. Pengungkapan berhubungan dengan apakah informasi dalam laporan keuangan termasuk catatan yang terkait, telah menjelaskan secara jelas hal-hal yang dapat memengaruhi penggunaannya.
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008), auditor umumnya diklasifikasikan berdasarkan siapa yang mempekerjakan auditor tersebut.
Akuntan Publik. Akuntan publik adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang telah dibuat oleh kliennya.
Akuntan pemerintah. Akuntan pemerintah adalah akuntan profesional yang berkerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap eprtanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dlam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
Akuntan internal. Akuntan internal adalah akuntan yang berkerja dalam perusahaan yang bertugas menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan iformasi yang dihasilkan oleh ebrbagai bagian organisasi.
Pengertian dan Jenis-jenis Laporan Auditor
Pembuatan laporan auditor merupakan langkah terakhir dan yang paling penting dari proses audit. Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai kelayakan atau ketepatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya disajikan secara wajar sesuai dengan pronsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yang diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya. Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audit, auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Sangat penting untuk dilihat standar yang terakhir, karena standar ini mensyaratkan suatu pernyataan atas laporan keuangan secara keseluruhan, atau pernyataan bahwa pendapat tidak dapat diberikan disertai dengan alasannya. Standar ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara jelas mengenai sifat pemeriksaan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi tanggung jawabnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit bentuk baku.
Dikarenakan fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keeragaman pelaporan untuk menghindari bias. Oleh karena itu, standar profesional telah merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan audit yang ahrus disertakan pada laporan keuangan.
Secara umum, menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008), terdapat lima opini auditor, yaitu:
Wajar tanpa pengecualian
Opini wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsisten dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha satu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum jika sudah menggunakan prinsip dalam pembuatan laporan keuangan, bila ada perubahan prinsip dari perioda ke perioda, maka harus cukup dijelaskan, dan informasi-informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Wajar dengan catatan penjelas
Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan Bahasa penjelasan. Hal ini biasanay terjadi bila ada auditor lain yang telah melakukan audit pada bagian tertentu, atau adanya tansaksi yang tidak sesuai denga kaidah akuntansi yang berlaku umum namun masih bisa diterima oleh auditor.
Wajar dengan pengecualian
Opini ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan wajar, namun ada beberapa unsur atau akun yang dikecualikan dengan kondisi bahwa pengecualian ini tidak memengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa keadaan yang membuat auditor harus memberikan pengecualian, diantaranya adalah adanya pembatasan lingkup audit, auditor tidak dapat memperoleh informasi atau melakukan proses audit yang penting karena kondisi-kondisi yang di luar kekuatan auditor dank lien, laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tidak adanya konsistensi dalam penyusunan laporan keuangan.
Tidak wajar
Opini ini diberikan jika laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, perbahan saldo laba, dan arus kas organisasi dengan wajar. Auditor memberikan opini ini bila tidak dilakukan pembatasan ruang lingkup audit, sehingga auditor bisa dan harus mengumpulkan seluruh bukti untuk menyatakan opini ini.
Tidak berpendapat
Auditor tidak menyatakan opini jika auditor tidak berhasil meyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pernyataan ini diberikan jika auditor banyak dibatasi lingkup auditnya, dan tidak adanya independensi auditor. Bila salah satu dari kondisi tadi terpenuhi, maka auditor tidak bisa memberikan opini mengenai laporan keuangan secara keseluruhan.
Tujuan dan Manfaat Laporan Auditor
Dalam perusahaan perseroan, pemilik perusahaan, atau pemegang saham akan mempekerjakan para manajer dan karyawan untuk menjalankan perusahaan dan mendapatkan keuntungan. Para manajer yang menjalankan perusahaan akan memberikan pertanggungjawabannya pada pemegang saham melalui lapora keuangan. Oleh karena kinerja dari para manajer diukur menggunakan laporan keuangan, maka para manajer akan tergiur untuk melakukan manipulasi pada laporan keuangan agar kinerjanya terlihat bagus sehingga para manajer bisa mendapat timbal balik yang besar dari pemegang saham. Akibat dari adanya manipulasi tersebut, maka akan berbahaya bagi para pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh manajer saja.
Oleh karena adanya fenomena ini, maka para pemangku kepentingan yang menggunakan laporan keuangan membutuhkan jasa professional yang menjamin kewajaran dari laporan keuangan yang dibuat oleh para manajer. Laporan atau opini auditor adalah salah satu alat yang bisa digunakan oleh pemangku kepentingan secara umum untuk menjamin kewajaran dari laporan keuangan sehingga bisa meminimalisir risiko informasi yang ada. Dengan adanya laporan auditor yang independen, maka pemerintah juga diuntungkan karena mempercepat proses pelaporan pajak karena sudah ada yang menjamin dan pertanggungjawaban untuk program yang bekerjasama dengan pemerintah akan lebih kredibel.
Menurut Garner (2009) dalam bukunya yang berjudul “Black Law Dictionary”, definisi fraud adalah:
“1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is a usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of a material fact or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.”
Kamus Hukum mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld): menggelapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 KUHP dan Pasal 268 KUHPer.
Dari kedua definisi mengenai fraud tersebut, dapat disimpulkan definisi fraud adalah kecurangan atau penggelapan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja, namun ada kecurigaan dan tetap dibiarkan, atau mengetahui dan membiarkan adanya salah saji, atau bahkan memang direncanakan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Dari definisi-definisi yang telah dibahas, maka dapat dikatakan bahwa cakupannya sangat luas da nada beberapa kategori dari kecurangan tersebut. Namun, secara umum, unsur-unsur kecurangan adalah:
Harus ada salah pernyataan
Dari suati masa lampau atau sekarang
Fakta bersifat material
Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan
Dengan maksud untuk menyebabkan suatu pihak beraksi
Pihak yang dirugikan harus beraksi terhadap salah pernyataan tersebut
Yang merugikannya
Kecurangan dalam hal ini juga termasuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseoang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi professional yang bergerak di bidang pemeriksaan atas kecuarangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan memunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal sebagai Fraud Tree.
Gambar 1. Fraud Tree
Sumber: Association of Certified Examiners, 2004
Dari bagan tersebut, ACFE membagi fraud menjadi tiga jenis berdasarkan perbuatan.
Penyimpangan atas aset
Penyimpangan atas aset meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Hal ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya tangible atau mudah diukur. Penyimpangan atas aset dalam bentuk penjarahan kas dilakukan dalam tiga bentuk berdasarkan arus masuknya kas.
Skimming
Uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para auditor, yaitu lapping.
Larceny
Uang dijarah saat uang tersebut telah masuk ke perusahaan, secara umum disebut pencurian. Larceny merupakan bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal sejak awal peradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini berkaitan erat dengan lemahnya sistem pengendalian internal, khususnya yang berkenaan dengan perlindungan keselamatan aset (Tuanakota, 2010).
Fraudulent disbursements
Uang dijarah sekali arus uang sudah terekam dalam sistem. Isitlah ini dekat dengan penggelapan dalam Bahasa Indonesia.
Billing Schemes
Skema permainan dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sasarannya. Pelaku fraud dapat mendirikan perusahaan bayangan yang seolah-olah merupakan pemasok atau rekanan atau kontraktor. Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan (Tuanakotta, 2010).
Payroll Schemes
Merupakan skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilapoerkan lebih besar daripada gaji yang dibayarkan.
Expense reimbursement schemes
Merupakan sekma permainan melalui pembayaran kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan, ada beberapa permainan melalui skema permainan melalui mekanisma reimbursement ini, antara lain rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya atau biaya dilaporkan lebih besar dari pengeluaran yang sebenarnya, hal ini lazimnya dilakukan dalam pengeluaran yang tidak ada atau tidak memerlukan bukti pendukung.
Check tampering
Merupakan skema permainan melalui pemalsan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan orang yang memunyai kuasa mengeluarkan cek, endorsemennya, nama kepada siapa cek dibayarkan, atau ceknya disembunyikan.
Register disbursements
Merupakan pengeluaran yang sudah masuk ke dalam cash register. Skema permainan melalui mekanisma ini pada dasarnya ada dua, yakni false refunds dan false voids.
Pernyataan Palsu atau Salah Pernyataan
Pernyataan palsu meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atay ekskutif suat perusahaan atau instansi pemerintah untuk menurupi kondisi keuangan yang sebnarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Jenis fraud ini sangat dikenal auditor yang melakukan audit umum. Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), namun tudak menjadi perhatian akuntan forensik (Tuanakotta, 2010).
Korupsi
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Korupsi merupakan jenis yang paling banyak terjadi di negara-negara berkembang yang proses hukumnya lemah dan masih belum memiliki kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor ontegritasnya masih belum jelas. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerjasama sama-sama menikmati keuntungan
Penyalahgunaan wewenang
Penyuapan
Penerimaan yang tidak sah
Pemerasan secara ekonomi
Cybercrime
Selain itu, menurut Simanjuntak (2008) fraud dapat diklaisifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan Pencatatan
Kecurangan yang berupa pencurian aset dapat dikelompokkan dalam tiga kategori.
Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi
Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi di antara catatan akuntansi yang valid, seperti kickback.
Pencurian aset yang tidak tampak pada buku dan tidak dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi yang dibukukan, seperti pencurian untuk pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan.
Berdasarkan Frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya.
Tidak berulang
Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan, walaupun terjadi beberapa kali, pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat, misalnya pembayaran cek meingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar.
Berulang
Dalam kecurangan beruulang, tindakan menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisias, diawali sekali saja. Selanjutnya, kecurangan terjadi terus menerus sampai dihentikan. Misalnya, pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan pemasukan data setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perntah untuk menghentikannya.
Berdasarkan Konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya, kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bonafide maupun pseudo. Dalam bonafide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
Berdasarkan Keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Kecurangan khusus
Kecurangan khusus terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh (1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan seperti bank, dana pension, reksadana dan (2) klaim asuransi yang tidak benar.
Kecurangan umum
Kecurangan ini mungkin dihadapi oleh semua orang dalam operasi bisnis secara umum. Misalnya, kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Terdapat empat faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, atau disebut juga dengan istilah GONE (Simanjuntak, 2008).
Greed
Opportunity
Need
Exposure
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan. Sedangkan faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan.
Tabel 1.
Faktor Pemicu Fraud
Faktor Individual | Faktor Umum |
Greed (Keserakahan) | Opportunity (Kesempatan) |
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut adalah sebagai berikut. Misi/tujuan organisasi/perusahaan ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak Aturan perilaku pegawai dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan Gaya manajemen memberikan contoh bekerja sesuai dengan dan aturan perilaku yang ditetapkan perusahaan/organisasi Praktik penerimaan pegawai mencegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik | Kesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesemaptan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan, namun ada yang mempunyai kesempatan lebih besar. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan memunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan. |
Need (Kebutuhan) | Exposure (Pengungkapan) |
Motivasi, berhubungan dengan kebutuhan, yang cenderung berhubungan dengan pikiran/pandangan dan keperluan pegawai yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan tempat ia bekerja. Selain itu, tekanan yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur memunyai motif untuk melakukan kecurangan. Beberapa kemungkinan keterlibatan kecurangan. Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai untuk mengetahui masalah secara dini. Proses penerimaan karyawan yang tidak adil. Kecerobohan atau tidak hati-hati, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaluknya produk motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan. | Pengungkapan suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut, baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenai sanksi apabila perbuatannya terungkap. |
Sumber: Simanjuntak, 2008
Fraud menurut Amrizal (2004) bila dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan daripada kecurangan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.
Gejala kecurangan pada manajemen.
Ketidakcocokkan diantara manajemen puncak.
Moral dan motivasi karyawan rendah.
Departemen akuntansi kekurangan staf.
Tingkat keluhan yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen. Pemasok, atau badan otoritas.
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
Penjualan/laba menurun, sementara utang dan piutang dagang meningkat.
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
Gejala kecurangan pada karyawan
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa penjelasan yang mendukung.
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.
Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku besar atau jurnal.
Penghancuran, penghilangan, perusakan dokumen pendukung pembayaran.
Kekurangan barang yang diterima.
Faktur ganda.
Penggantian mutu barang.
Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuanan. Sedangkan karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan pribadi, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva.
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dolakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen, salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities. Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen, misalnya berupa manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Lesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan atau sengaja menghilangkan syatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan (Amrizal, 2004).
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan. Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meluputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsp akuntansu yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang dari kelemagan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut.
Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi perhatiam larena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut.
Perubahan perilaku secara siginifikan, seperti easy going, tidak seperti biasanya.
Gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal.
Gaya hidup di atas rata-rata.
Sedang menjalani trauma emosional di rumah atau tempat kerja.
Penjudi berat.
Peminum berat.
Sedang dililit utang.
Temuan audit atas kekeliruan atau ketakberesan dianggap tidak material ketika ditemukan.
Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering kerja sendiri.
Menurut Amrizal (2004), sebelum terjadi fraud, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang auditor internal. Tindakan pencegahan tersebut antara lain sebagai berikut.
Membangun struktur pengendalian internal yang baik.
Manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian internal yang baik dan efektif dalam mencegah kecurangan. Struktur pengendalian internal itu terdiri dari lima komponen.
Lingkungan pengendalian.
Penaksiran risiko.
Standar pengendalian.
Informasi dan komunikasi.
Pemantauan/pengawasan.
Mengefektifkan aktivitas pengendalian.
Review kinerja.
Pengelolaan informasi.
Pengendalian fisik.
Pemisahan tugas.
Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG).
Keadilan
Melindungi pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Transparansi
Keterbukaan bagi stakeholder yang terkait untuk memahami proses suatu pengambilan keputusan/pengelolaan suatu perusahaan. Perusahaan juga wajib mengungkapkan informasi material kepada pemgang saham dan pemerintah secara benar, akurat, dan tepat waktu.
Akuntabilitas
Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antara anggota direksi, komisaris, pemegang saham, dan pengawas.
Tanggung jawab
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan yang berlaku, termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada.
Moralitas
Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prnsip ini terkandung unsur-unsur kejujuran, kepekaan sosial, dan tanggun jawab individu.
Keandalan
Pihak manajemen perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisma dalam pengelolaan perusahaan.
Komitmen
Pihak manajemen dutuntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu menungkatkan nila perusahaan dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnya serta menurunkan risiko perusahaan.
Pengertian dan Lingkup Akuntansi Forensik
Di Amerika Serikat pada awalnya, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Istilah akuntansi forensik tersebut bermula dari penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum. Di Amerika, profesi yang bergerak di bidang akuntansi forensik disebut auditor forensik atau pemerika fraud bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) yang bergabung dalam Association of Certified Fraud Examiners (ACFE).
Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sector public maupun privat (Tuanakotta, 2010). Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administrative. Akuntansi forensik merupakan praktik khusus budang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan actual atau yang diantisipasi atau litigasi (Crumbley, 2005).
Dari berbagai kesimpulan di atas, Pramitasari (2013) menyimpulkan akuntansi forensik sebagai bidang ilmu akuntansi yang menangani secara khusus tentang kecurangan yang berhubungan dengan masalah hukum. Penyelesaian masalah dalam temuan akuntansi forensik dilaksanakan melalui proses pengadilan.
Awalnya akuntansi forensik merupakan perpaduan sederhana antara akuntansi dan hukum, akan tetapi dalam beberapa kasus yang sylit ada satu bidang tembahan yang berpadu, yaiut bidang auditing, sehingga akuntansi forensik menjadi perpaduan antara akuntansi, hukum, dan auditing. Akuntansi forensik dapat dipraktikkan di sector public maupun sector privat (Tuanakotta, 2010).
Di sector public maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan kerugian, di sector public berurusan dengankerugian bagi negara dan keuangan dengara, sedangkan di sector privat, berurusan dengan kerugian karena terjadi cidera janji dalam suatu perikatan. Kerugian merupakan titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik. Titik kedua adalah tindakan melawan hukum yang dapat menimbulkan tuntutan akibat terjadi kerugian. Titik ketifa menunjukkan adanya keterkaitan antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum. Berikut ini segitiga akuntansi forensik yang menjelaskan hubungan kasualitas antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum (Tuanakitta, 2010).
Gambar X Segitiga Akuntansi Forensik
Sumber: Tuanakotta, 2010
Oerbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranah para ahli dan praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum adalag ranah akuntansi forensik. Akuntan forensik membantu para ahli dan praktisi hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menentukan hubungan kausalitas tersebut. Segitiga akuntansi forensik, selain menjelaskan hubungan kausalitas antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum, juga menjelaskan hbungan antara ulmu akuntansi, hukum, dan auditing.
Atribut, Standar, dan Kode Etik Akuntansi Forensik
Setiap profesi memiliki persyaratan bagi anggotanya. Umumnya persyaratan bagi akuntan forensik serupa dengan auditor pada umumnya, misalnya dalam menerapkan professional skepticism dansifat pantang menyerah. Namun, sifat khas pekerjaan investigator (auditor yang melakukan investifasi) atau akuntan forensik mewarnai ciri khas tuntutan dan persyaratan profesi ini.
Atribut
Davia (2000) memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud.
Hindari pengmpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature.
Auditor harus mengidentifikasi terlebih dahulu siapa pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan namun tidak dapat menjawab pertanyaan penting, yaitu siapa yang melakukannya.
Fokus pada pengumpulan bukti untuk proses pengadilan.
Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan. Banyak kasus kecurangan kandas di siding pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan pelanggaran.
Kreatif dalam menerapkan teknik investigasi.
Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku kejahatan, dan jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan.
Identifikasi adanya persekongkolan.
Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan. Pengendalian internal yang bagaimanapun baiknya, tidak akan dapat mencegah hal ini, ada dua macam persekongkolan, yaitu persekongkolan yang bersifat sukarela dan persekongkolan yang terjadi karena seseorang tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya.
Kenali pola fraud.
Dalam memilih strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam penbukuan atau di luar pembukuan.
Kualitas Akuntan Forensik
Akuntan forensik memiliki ciri-ciri yang sama dengan akuntan dan auditor, yaitu harus tunduk kepada kode etik profesinya. Sikap independen, objektif, dan skeptic juga harus dimiliki oleh akuntan forensik (Howard dan Sheetz, 2007). Kualitas yang harus dimiliki oleh akuntan forensik menurut Bologna dan Lindquist (2005) adalah sebagai berikut.
Kreatif: kemampuan untuk melihat sesuatu yang dianggap orang lain situasi bisnis normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal.
Rasa ingin tahu: keinginan untuk menemukan apa yang sesingguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
Tidak menyerah: kemampuan untuk terus maju pantang mundur walaupun fakta tidak mendukung dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
Akal sehat: kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
Business sense: kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan sekadar memahami bagaimana transaksi dicatat.
Percaya diri: kemampuan untuk memercayai diri sendiri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).
Standar
Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan standar mereka. Dengan standar ini, puhak yang diaudit, pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para investigator dan forensik accountant (Pramitasari, 2013).
Pickett dan Pickett (2002) merumuskan standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang dirujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan pegawai di perusahaan. Standar tersebut adalah sebagai berikut (Tuanakotta, 2010).
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti-buktu tersebut dapat diterima di pengadilan
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, serta jejak audit tersedia.
Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi pegwai dan senantiasa menghormatinya.
Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam hukum administrative maupun dalam hukum pidana.
Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protocol, dikumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
Akuntan forensik sering disebut juga sebagai auditor forensik atau auditor investigasi. Di Indonesia terlihat peran-peran akuntan forensik, seperti BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah menghitung kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Auditor forensik dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga di balik angka-angka yang tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang sedang berkembang agar dapat mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, serta dapat menemukan adanya penyimpangan (Pramitasari, 2013). Menurut Karni (2000), Pekerjaan auditor atau akuntan forensik dapat diuraikan sebagai berikut.
Fraud Auditor.
Fraud auditor berperan untuk mencegah dan mengoreksi kecurangan-kecurangan dalam dunia bisnis pada umumnya. Keahlian seorang fraud auditor dapat dikembangkan antara lain untuk mengevaluasi laporan keuangan karena adanya window dressing yang dapat menyesatkan para investor dalam mengambil keputusan.
Expert witness.
Dalam hal ini, auditor memberkan keterangan sesuai dengan keahliannya jika diminta oleh enyidik dengan harapan dapat memperjelas perkara pidana khusus yang sedang ditangani oleh penyidik.
Litigation Consultant.
Peran auditor forensik sebagai konsultan litigasi terbatas pada pemberian nasihat dan konsultasi pada pengacara.
Perbedaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset. Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntansi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi, dan lain sebagainya (Tuanakotta, 2010).
Akuntansi forensik umumnya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan, baik dari laporan pihak dalam, atau orang ketiga, atau petunjuk terjadinya kecurangan, serta petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena laporan dari pihak dalam atau orang ketiga dan ketidaksengajaan (Tuanakotta, 2010).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud, maka seorang akuntan forensik harus memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat. Seorang akuntan forensik juga harus memiliki pengetahuan mengenai perilaku manusia/organisasi, pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan, pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi, pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (Tuanakotta, 2010).
Investigasi secara dapat didefinisikan sebagai penmbuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku. Dalam filsafat auditing, dikenal konsep due audit care, prudent auditor, seorang professional yang berupaya untuk menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor dalam melaksanakan tugasnya (Mautz dan Sharaf, 1961).
Pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui aksioma dalam pemerukaan fraud. Aksioma adalah asumsi dasar yang tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya. Ada tiga aksioma yang tidak boleh diabaikan oleh pemeriksa fraud atau investigator (Fraud Examiners Manual, 2006).
Fraud selalu tersembunyi.
Berbeda dengan kejahatan laun, sifat fraud adalah tersembunyi atau mengandung tipuan, yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi. Metoda untuk menutupi fraud ini begitu rapi sehingga pemerika fraud atau investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh, karena itu, pemerika fraud atau investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemerikaannya membuktikan tidak ada fraud.
Pembuktian fraud secara timbal balik.
Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud tidak terjadi. Sebaluknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya untuk membuktikan fraud itu terjadi. Harus ada upaya pembuktian timbal balik. Kedua sisi fraud harus diperiksa
Hanya pengadilan yang menetapkan bahwa fraud memang terjadi.
Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud terjadu. Hanya pengadilan yang memunyai kewenangan untuk menetapkan hal tersebut. Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah atau tidak. Bersalah atau tidaknya seseotang merupakan dugaan atau bagian dari teori, sampau pengadilan memberikan keputusannya
Kemahiran pemeriksa dalam menguasai konsep keuangan dalam kasus yang dihadapinya dan kemampuannya dalam menarik kesimpulan dari penerapan konsep tersebut akan membantunya dalam mengungkapkan apakah perbuatan itu merupakan fraud menurut hukum. Dalam contoh L/C fiktif, seorang pemeriksa harus memahami dengan baik segala seluk beluk mengenai L/C dan celah-celah, bahkan tipologi dari kejahatan dan modus operandi L/C fiktif (Pramitasari, 2013).
Tidak kalah penting adalah kemahiran pemeriksa untuk menyampaikan konsep-konsep penting itu secara sederhana, sehingga mudah dicerna oleh hakim yang harus memutuskan dan jaksa atau pengacara pembela yang harus diyakinkan. Diagram yang menunjukkan arus uang dari hasil kejahatan kepada pelaku yang merupakan oak kejahatan merupakan contoh dari kemampuan menyajikan sesuatu yang rumit secara sederhana. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication sebagai berkut:
“predication is the totally of circumstances that would lead a reasonable, professionally trained, and prudent individual to believe a fraud has occurred, is occurring, and/or will occur. Predication is the basis upon which an examination is the basis upon which an examinations should not be conducted without proper predication.”
Setiap investigasi dumulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir dengan suatu litigasi. Padahal, ketika memulai litigasi pemeriksa belum memiliki bukti yang cukup. Ia baru memiliki dugaan atas dasar predication yang dijelaskan di atas. Keadaan ini tidak berbeda dengan ilmuan yang membuat dugaan atas pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian dugaan ini diujinya. Seperti hopotesis yang harus diuji oleh ilmuan, pemeriksa fraud membuat teori fraud meliputi langkah-langka berikut (Tuanakotta, 2010).
Analisis data yang tersedia.
Ciptakan hipotesis berdasarjan analisis tersebut.
Uji atau tes hipotesis tersebut.
Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
Investigasi dengan Teknik Audit
Kata investigasi dalam akuntansi forensik umumnya berarti audit investigasi atau audit investigatif. Karena itu, secara alamiah, di antara beberapa teknik investigasi ada teknik-teknik audit, teknik audit adalah cara-cara dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah ukti audit. Karena itu, ada penulis yang menggunakan istilah teknik audit dan jenis bukti audit secara bergantian. Ada lima teknik yang diterapkan dalam audit investigatif (Tuanakotta, 2010).
Memeriksa fisik dan mengamati
Memeriksa fisik lazimnya diartikan sebagai perhitungan secara tunai, surat berharga, persediaan barang, aktiva tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatanindera kita untuk mengetahui sesuatu. Indera yang digunakan bisa salah satu atau beberapa indera sekaligus.
Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan dan konfirmasi
Seperti dalam audit pada umumnya, juga dalam investigasi, permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Dalam invetigasi, kuta harus memerhatikan apakah pihak ketiga memunyai kepentingan dalam investigasi.
Memeriksa dokumen
Tidak ada investigasi tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis.
Review analitikal
Teknik review analitikal yang dapat diterapkan adalah sebagai ebrikut.
Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich.
Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich merupakan istilah yang diambil dari Bahasa Jerman. Dalam Betriebs Vergleich, kita mebandingkan perusahaan yang kita investigasi dengan saingannya yang memiliki ukuran yang sama. Apabila perusahaan lainnya memiliki jumlah yang cukup banyak, kita dapat memiliki rata-rata industry yang lebih andal. Pada dasarnya betriebs vergleich ini yang dimanfaatkan oleh para akademisi untuk menganalisis kompetisi atau persaingan.
Dalam Zeit Vergleich kita membandingkan perusahaan yang kita investigasi sekarang dengan hal yang sama di masa lalu. Dalam zeit vergleich kita mencoba memahami bagaimana perusahaan yang kita investigasi ini berbeda dengan masa lalunya dan mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Membandingkan anggaran dan realisasi
Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Dalam teknik ini, yang perlu dipahamu adalah mekanisma pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran, dan insentif yang terkandung dalam sistem anggarannya.
Dalam entitas yang merupakan sentral laba, pejabat tertentu menerima insentif sesuai dengan keberhasilan yang diukurn dengan pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi penjualannya dibuat tinggi. Penjualan kredit dan pengiriman barang secara besar-besaran pada akhir tahun merupakan indikasi mengenai hal itu. Pengembalian barang setelah akhir tahun memperkuat adanya indikasi fraud.
Hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lain.
Beberapa akun, baik dalam satu atau beberapa laporan keuangan, bisa memiliki keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review analitikal. Contoh: angka penjualan dengan eprsediaan dan piutang rata-rata, angka penjualan dengan Boys bagian penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan, dan sebagainya.
Menggunakan data non keuangan.
Inti dari review analitikal adalah mengenal pola hubungan. Pola ini tidak hanya terihat dalam data keuangan. Pola hubungan non keuangan pun dapat bermacam-macam bentuknya. Berbagai macam rasio pun telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk berbagai industry.
Regresi atau analisis tren
Dengan data historical yang memadai, review analitikal dapat menungkapkan tren. Tren ini dapat semakin mudah dianalisis dalam bentuk grafik.
Menggunakan indicator ekonomi makro.
Indicator-indikator ekonomi makro seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indicator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdaganan Indonesia, serta harga mntak mentah dan kimoditi lain dapat memengaruhi besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam tahun tertentu.
Menghitung kembali
Menghitung kembali adalah mengecek ekbenaran dari perhitungan yang telah dilakukan. Prosedur ini merupakan prosedur standar dalam audit. Biasaynya pekerjaan ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor. Dalam investigasi, penghitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak perjanjian dyang rumit, mundkin sudah ada terjadi perubahan atau renegosiasi berkalu-jali dengan pejabat yang berbeda. Penghitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.
Bila teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasil dihumpun akan mendukung penapat auditor independen. Dalam audit investigatif, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari wilayah garapan, atau probing, maupun pendalaman.
Mengenai teknik audit eksploratif dari teknik audit untuk audit investigatif, Davia (2000) mengibaratkan seperti orang memancing. Memancing bukan sekadar memasang umpan pada kail dan melemparkan tali pancing, sambal mengharapkan ikan akan datang. Mungkin saja ikannya akan datag dan memakan umpan. Banyak auditor mencoba menangkap fraud dengan cara dimikan. Pemancing yang terampil mulai dengan bertanay kepada dirinya, ikan apa yang akan kupancing hari ini, unutuk ikan yang berbeda, ada pancing yang berbeda, umpan yang berbeda, dan lokasi yang erbeda. Probing atau ksplorasi dalam menemukan fraud tidak berbeda dari memancing tadi, kunci keberhaslan dari semua teknik investigasi adalah sebagai berikut.
Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi.
Kuasai dengan baik teknik-teknik investigasi.
Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih.
Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang dipulih.
Hubungan Audit Investigatif dengan Akuntansi Forensik
Audit investigatif mendahului forensik secara kontekstual. Perlu ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisma. Audit investigatisi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistem hukum yang berlaku denagn tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecuranagan (Pramitasari, 2013). Sementara itu akuntansi forensik meliputi investigasi fraud dan menginvestigasi pembukuan maupun catatan yang terkait dengan sengketa. akuntansi forensik cenderung lebih berfokus kepada suatu dugaan atau peristiwa tertentu, bukannya seperti auditor yang meberikan opini terhadap laporan keuangan (Pramitasari, 2013).
Audit investigatif juga merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional yang memuat adanya indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisma dengan konsekuensi terjadinya kerugian uang negara. Namun, audit investigatof dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai ebrita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat. Meskupun merupakan audit yang bersifat khusus, teknologi atau emtoda audit yang diterapkan dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku (Pramotasari, 2013).
Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi dilakukan melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti audit yang bersifat khusus. Hal ini ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau ekcurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan negara. Modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundang-ndangan yang dilanggar, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian ayng ditimbulkan, dan alat bukti perkara harus dapat dikumpulkan dan diketahui oleh auditor. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud (www.itjen.deptan.go.id diakses pada tanggal 20 Januari 2013).
Pelaksanaan akuntansi forensik ini selalu diiringi dengan pelaksanaan audit investigatif. Audit investigatif ini berguna untuk menggali informasi berkaitan dengan hal-hal yang dicurigai dalam kejadian tertentu. Dengan dilakukannya akuntansi forensik dan audit envstigatif, maka dilakukan uji menyeluruh terhadap semua materi pemeriksaan dengan teknik pengendalian internal dalam tata cara internal audit (Noor, 2002).
Akuntansi forensik dan Audit investigatif termasuk ketaatan, namun dalam praktiknya, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, terutama menyangkut kebijakan manajemen, hukum formal, maupun hukum material. Keuda ilmu ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, oleh sebab itu sebagian orang menyebut kedua ilmu ini dengan audit forensik. Audit forensik bisa didefinisikan sebafai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang ada, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak criminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli di pengadilan (www.panjikeris.wordpress.com diakses tanggal 20 januari 2013).
Ringkasan penelitian terdahulu mengenai akuntansi forensic dan audit investigative dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No. | Peneliti | Judul Penelitian | Hasil Penelitian |
1. | Wiratmaja (2000) | Akuntansi Forensik Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi | Akuntansi Forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif, dan perusasif melalui penerapan prosedur audit forensic dan audit investigative yang bersifat litigation support untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan. Belum tersedianya institusi yang menghasilkan tenaga akuntansi forensic dan audit forensic memerlukan upadaya dari institusi penyelenggaran pendidikan dalam menyediakan kurikulum yang menangani masalah nasional, khususnya pengungkapan dan penanganan kasus korupsi. |
2. | Miqdad (2008) | Mengungkap Praktik Kecuranagn (Fraud) pada Korporasi dan Organisasi Publik Melalui Akuntansi Forensik | Upaya untuk memberantas korupsi dan kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius atau mengungkap kecurangan, penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku pada organisasi public maupun swasta dan sebagai kelengkapan untuk proses hukum dapat dilakukan dengan forensic auditing. Forensic auditing merupakan bagian dari audit khsus yang digunakan untuk proses rekonstruksi transaksi kecurangan keuangan ketika diajukan sebagai kasus korupsi di pengadilan memenuhi persyaratan bukti. |
3. | Jumansyah, Dewi, dan Tan (2011) | Akuntansi Forensik dan Prospeknya Terhadap Penyelesaian Masalah-masalah Hukum di Indonesia. | Prospek profesi akuntan forensic untuk ikut serta dalam penyelesaian kasus-kasus hukum di Indonesia sangat besar dan penting. Kasus-kasus hukum di Indonesia khususnya yang berhubungan dengan kecurangan perlu melibatkan akuntan forensic dalam penyelesaiannya, karena akuntan forensic dapat membantu para ahli dan para pengak hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menemukan potensi kerugian yang timbul akibat adanya kecurangan. Selain itu, prospek akuntan forensic lebih besar karena prinsipnya orang yang bekerja di lembaga keaungan, perlu memahami tentang akuntansi forensic ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. |
4. | Pramitasari (2013) | Rekonstruksi Akuntansi Forensuj dan Audit Investigatif pada Kasus yang Ditangani oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) | Dapat dilakukannya rekonstruksi prosedur Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang meliputi persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Tahap perisapan dimulai dengan diterimanya surat permintaan dari Kepilisian Wilayah Madiun yang meminta bantukan kepada BPKP untuk melaksanakan prosedur penghitungan kerugian keuangan negaea untuk kasus ini. Tahap pelaksanaan terdiri dari pengumpulan dan evaluasi bukti, penghitungan kerufian negara, ekspos internal, dan ekspos eksternal. Dari hasil penghitungan kerugian keuangan negara, diketahui bahwa pada tahun 2002 terdapat kerugian negara sebesar Rp1.731.064.280,00, tahun 2003 Rp3.668.148.900,00 dan tahun 2004 Rp2.943.028.120,00 sehingga total kerugian keuangan negara adalah Rp8.342.241.300,00. |
Sumber: dikembbangkan untuk penelitian ini.
Pelasksanaan akuntansi forensic dan audit investigative dimaksdukan untuk menyelidiki adanya indikasi terjadi fraud dalam kasus tertentu. Sebagai ilmu audit khusus, akuntansi forensic ini dapat memberikan identifikasi yang lebih jelas mengenai fraud yang terjadi untuk pada akhirnya bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan yang terjadi karena kasus fraud tersebut.
- METODA PENELITIAN
Struktur penulisan dalam bab ini memiliki satu bagian pembahasan, yaitu mengenai metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dirancang dengan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Pada bab ini, akan dibahas mengenai rancangan penelitian secara rinci mengenai jenis dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, desain penelitian, metoda pengumpulan data, teknik analisis data, teknik analisis keabsahan data, dan tahapan penelitian yang berisi tahapan yang dilakukan oleh peneliti sampai dengan penyampaian hasil dan pembuatan kesimpulan atas hasil penelitian. Penelitian ini dirancang sedemikian rupa guna melakukan penghitungan kerugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group menggunakan akuntansi forensik dan audit investigatif
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.. Pada dasarnya metode kuantitatif digunakan apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktik, antara rencana dengan pelaksanaan. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan – hubungan kuantitatif.
Menurut Arikunto (2002) penelitian dengan pendekatan deskriptif merupakan penelitian non-hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sedangkan analisis kuantitatif adalah metode analisis dengan melakukan perhitungan terhadap data-data yang bersifat pembuktian dari masalah. Sehingga metode deskriptif kuantitatif adalah metode penelitian yang memaparkan atau menjelaskan data melalui angka-angka. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian deskriptif biasanya hanya dilibatkan satu variabel sehingga cenderung tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan hubungan antar variabel. Oleh karena itu, penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Penelitian ini lebih memberikan tekanan pada deskripsi suatu variabel tanpa menghubungkan dengan variabel lain, sehingga informasi yang diperoleh adalah keadaan menurut apa yang sesungguhnya ada pada saat penelitian dilakukan.
Alasan penulis menggunakan metode ini karena tujuan metode ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran serta lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki kemudian disusun, dijelaskan, dianalisis dan akhirnya diperoleh kesimpulan.
Adapun data yang diperlukan dalam penyusunan hasil penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah semua data yang diperoleh dari studi pustaka untuk beberapa teori yang berkaitan dengan permasalahan dan juga sebagai pembanding terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu untuk mendukung pemecahan permasalahan. Data sekunder ini digunakan untuk memperkuat opini yang sudah ada pada data sekunder sehingga akan mampu menambah keyakinan penulis terhadap suatu kesimpulan penelitian. Adapun wujud dari data sekunder yang terdapat di dalam penelitian ini misalnya laporan keuangan yang diterbitkan oleh Lippo Group, laporan audit yang diterbitkan auditor yang mengaudit perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Lippo Group, dan data-data lain yang sesuai dengan tema penelitian.
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data yang tersedia dan laporan-laporan yang relevan dengan objek penelitian untuk mendukung data yang sudah ada. Selain itu, bahan-bahan audio dan video juga bisa dijadikan pendukung data tertulis.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah akuntansi forensik. Variabel ini akan menjelaskan mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung kerugian yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group. Variabel ini menjelaskan mulai dari perencanaan hingga pencarian bukti dan pembuktian hingga pelaporan hasil temuan dengan melaukan analytical review.
Langkah-langkah yang akan diambil peneliti untuk melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut.
Mengumpulkan data yang berhubungan dengan kasus yang diteliti berupa dokumen dari publikasi-publikasi, baik digital maupun cetak dari berbagai media
Melakukan tabulasi dan pengolahan data mentah agar bisa digunakan untuk melakukan analytical review dengan alat banti Microsoft Excel 2013.
Melakukan pengolahan data dengan metodologi akuntansi forensik dan audit investigatif pada data yang telah dikumpulkan dan diolah
Melakukan perhitungan kerugian berdasarkan analytical review dan pengolahan data yang telah dilakukan.
Memberikan analisis akhir dari hasil perhitungan.
Amrizal. 2004. Membangun Kultur dan Etika Internal Organisasi yang Anti Kecurangan. Artikel BPKP
Arens, A. A., Elder, R. J., dan Beasley, M. S. 2006 Auditing dan Jasa Assurance Edisi Keduabelas. Jakarta: Penerbit Erlangga
Arens, A. A., Loebbecke. 2003. Auditing dan Pendekatan Terpadu Edisi Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2000. Manual Investigation.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2004. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2006. Fraud Examiners Manual.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2008. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse.
Bologna, G. J. dan Lindquist, R. J. 1995. Fraud Auditing and Forensics Accounting; New Tools and Techniques, Second Edition. New York: John
Crumbley, D. L. 2005. Forensic and Investigative Accounting. CCH Group: ISBN 0808013653.
Davia, H. R. 2000. Fraud 101: Techniques and Strategies of Detection. New York: McGraw Hill
Garner, B. A. 2009. Black’s Law Dictionary, Ninth Edition. St. Paul: West Group
Howard, S. dan Sheetz, M. 2007. Forensic Accounting and Investigation for Non-Experts. New York: John Wiley
Karni, S. 2000. Auditing: Audit Khusus & Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
Marbun, B. N. 2006. Kamus Hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka SInar Harapan
Mautz, R. K. dan SHaraf, H. A. 1961. The Philosophy of Auditing. American Accounting Association
Miqdad, M. 2008. Mengungkap Praktek Kecurangan (Fraud) pada Korporasi dan Organisasi Publik Melalu Audit Forensik. Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 3, Nomor 2, Mei 2008.
Moeljatno. 2006. Kitab UNdang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara
Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat
Noor, P. 2002. iSawyer’s Internal Auditing, the Practice of Modern Internal Auditing 5th Edition. Jakarta: Salemba Empat
Pickett, K. H. S. dan Pickett, J. M. 2002. Financial Crime Investigation and Control. New York: John Wiley and Sons
Tuanakotta, T. M. 2009. Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Salemba Empat
Tuanakotta, T. M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat
Wiratmaja, I. D. N. 2000. Akuntansi Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Pramitasari, M. 2013. Rekonstruksi Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif pada Kasus yang Ditangani oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP); Studi Kasus pada Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Pengelolaan Pos Anggaran DPRD Kota Madiun Tahun Anggaran 2002, 2003, dan 2004. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung