PENGARUH PROFESIONALISME, ETIKA PROFESI, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

JONATHAN KURNIA PRATAMA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di era globalisasi ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara, perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dapat memicu persaingan yang semakin meningkat antara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola usaha. Salah satu kebijakan yang selalu ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen, mengingat kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi.

Auditor dalam melakukan audit atas laporang keuangan tidak hanya bekerja untuk kepentingan kliennya saja, melainkan untuk kepentingan-kepentingan pihak lain yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan auditan. Profesi auditor diharapkan oleh banyak orang untuk dapat memberikan jaminan kepercayaan atas laporan keuangan suatu perusahaan melalui pemeriksaan dan pendapat yang diberikan sehingga seorang auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 2; menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Standar Akuntasi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Oleh karena itu auditor harus meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna peningkatan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan. Gambaran tentang Profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009), tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Dengan profesionalisme yang tinggi, kebebasan auditor akan terjamin.

Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang menimpa salah satu akuntan publik yaitu Drs. Hans Burhanuddin Makarao, yang dikenakan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena tidak mematuhi Standar Auditing-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT. Samcon pada tahun buku 2008, yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap Laporan Auditor Indepeden (www.antara.co.id).

Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi

isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Dewi, 2009). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Di samping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat.

Ada beberapa kasus yang menyebutkan tidak sedikit akuntan melakukan kecurangan dalam memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya tekanan psikologis yang diterima akuntan dari perusahaan yang tidak akan menggunakan jasanya kembali di periode yang akan datang, bila akuntan tidak memberikan pendapat yang positif atas laporan keuangan yang diperiksanya saat ini. Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang menimpa 10 (sepuluh) KAP yang melakukan pelanggaran saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998. Contoh lainnya adalah pada tahun 2000 banyak bank-bank yang dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata sebagian besar kondisi bank itu tidak sehat. Selain itu disebutkan pula adanya kasus rekayasa laporan keuangan oleh akuntan intern yang banyak dilakukan sejumlah perusahaan go-public (Winarna, 2001:3).

Selain profesionalisme dan etika profesi, seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam laporan auditan. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi, mempengaruhi jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Informasi yang tidak material atau tidak penting biasanya diabaikan oleh auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi jika informasi tersebut melampaui batas materialitas (materiality), pendapat auditor akan terpengaruh.

Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhanyang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut.Selain itu tingkat materialitas tergantung pada dua aspek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional.

Aspek kondisional adalah aspek yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi dilema etika dalam menjalani karier bisnis (Mulyadi, 2002). Misalnya, klien mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. Untuk mencegah adanya tekanan dari pihak manajemen, maka auditor memerlukan independensi. Misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, dia harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit. Auditor akan menjadi sepenuhnya tidak independen apabila dia mendapatkan imbalan yang lebih agar memberikan pendapat yang wajar tanpa pengecualian.

Materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena hilangnya informasi penting (Haryono, 2001 dalam Martiyani, 2010:20). Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencaku semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Terdapat dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu; konsep materialitas dan konsep resiko audit. Karena auditor tidak bisa memeriksa setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia harus bersedia menerima beberapa jumlah kekeliruan kecil. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberikan pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan mempengaruhi neraca secara material apabila mencapai angka Rp 200.000.000 adalah tidak memadai baginya untuk merancang prosedur audit yang diharapkan dapat mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp 200.000.000 (Hastuti dkk, 2003 dalam Martiyani, 2010:21).

Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme auditor maupun etikaprofesi. Skandal di dalam negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran, menyusul keberatan pemerintah atas sanksi berupa peringatan plus yang telah diberikan. 10 KAP tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh auditor yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Martiyani, 2010:22). Sehingga penulis memiliki keingin untuk melakukan penelitian terhadap Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Malang.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:

Bagaimanakah pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah maka tujuan dari penelitian adalah memberikan bukti:

Pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Penelitian

Manfaat bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah penulis mampu memahami bagaiamana pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Keilmuan

Manfaat keilmuan dari penelitian ini adalah menjadi tambahan referensi atau rujukan mengenai pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Praktik

Manfaat praktik dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi KAP dan pihak-pihak lain yang berkepentingan agar dapat mengambil kebijakan-kebijakan terkait dengan peningkatan profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor yang memengaruhi pertimbangan tingkat materialitas auditor.

  • LANDASAN TEORI

Pertimbangan Tingkat Materialitas

2.1.1 Pengertian Materialitas

Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit menurut Arens dan Loebeccke (1996) dalam Noveria (2006:25) adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.

Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu atau informasi yang dikatakan material.

2.1.2 Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas

Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji, dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru.

Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan penting yang diambil oleh auditor yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.

Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkan, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.

2.1.3 Konsep Materialitas

Materialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan, bagi para pemakai laporan keuangan dalam konteks pembuatan keputusan (Frishkoff, 1970 dalam Hastuti dkk, 2003: 1209). Peran konsep materialitas adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti.

Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi seharusnya dikomunikasikan. Dalam laporan akuntansi hanya informasi material yang seharusnya disajikan. Informasi yang tidak material sebaiknya diabaikan atau dihilangkan. Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki. Material seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan keputusan investor, baik yang hanya berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metode informasi yang disajikan. Informasi yang material dibagi menjadi dua yaitu (Mulyadi, 2002:72):

Informasi yang kurang material, adalah informasi yang penting yang memerlukan penjelasan dalam laporan audit yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. Informasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja.

Informasi yang sangat material, adalah informasi yang sangat penting terhadap pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.

Pertimbangan yang digunakan oleh auditor dalam menentukan apakah suatu informasi termasuk ke dalam jenis informasi yang kurang atau sangat material meliputi: besar dan sifat informasi, ketidakpastian yang melekat dalam informasi, seberapa jauh dampak informasi tersebut meresap, dan kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh informasi tersebut.

Dengan demikian pertimbangan tingkat materialitas adalah pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan seberapa penting tingkat materialitas, pengetahuan tentang tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

Profesionalisme Auditor

2.2.1 Pengertian Profesionalisme

Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan ketrampilan karena pendidikan dan latihan.

Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Arens et al. (2003) dalam Noveria (2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat  yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi (Guntur dkk, 2002 dalam Ifada dan M. Ja’far, 2005:13).

Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28):

Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.

Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.

Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya.

Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

2.2.2 Konsep Profesionalisme

Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dalam Lestari dan Dwi (2003: 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

Pengabdian pada Profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.

Kewajiban Sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

Keyakinan terhadap peraturan profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

Etika Profesi

Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah  laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2005:118). Definisi etika secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) dalam Suraida (2003: 118) adalah ”a set of moral principles or values.Prinsip-prinsip etika tersebut (yang dikutip dariThe Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity, promise keeping, loyalty, fairness, caring for others, responsible citizenship, pursuit of excellent and accountability (Suraida, 2005: 118).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (Diakses di http://www.wikipedia.com tanggal 17 Februari 2009).

Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, UnitPeer Review Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi (Martadi dan Sri, 2006:17):

Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretense. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya.

Ada dua sasaran dalam kode etik ini, yaitu pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua,  kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.

Dengan demikian, Etika Profesi merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Pengalaman Auditor

Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani (Asih, 2006:26). Alasan yang paling umum dalam mendiagnosis suatu masalah adalah ketidakmampuan menghasilkan dugaan yang tepat. Libby dan Frederick (1990) dalam Suraida (2005:119) menemukan bahwa makin banyak Pengalaman Auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit.

Definisi lain menyebutkan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktik (Knoers & Haditono, 1999 dalam Asih, 2006:12).

Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001 dalam Asih, 2006:13). Sebagaimana yang disebutkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bahwa persyaratan yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik-praktik dalam bidang auditing sebagai auditor independen.

Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisicated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman (Taylor dan Tood, 1995 dalam Asih, 2006:13).

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjuntak, 2005:27).

Sebagai seorang akuntan yang profesional, harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan yang lain. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor yunior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktik-praktik audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya Pengalaman Auditor.

Dengan demikian, Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.

Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Herawaty dan Susanto (2008)

Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004), Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,613) dan signifikan padap-value di bawah 0,05 (p=0,01), dan Etika Profesi mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-valuedi bawah 0,05 (p=0,002).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, sedangkan perbedaannya adalah:

Penelitian ini menambahkan variabel pengalaman auditor sebagai variabel independen.

Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) menggunakan KAP di wilayah Jakarta, sedangkan penelitian ini menggunakan KAP di wilayah Malang.

Hipotesis Penelitian

Melalui model penelitian ini terdapat empat hipotesis yang nantinya akan diuji. Keempat hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

­1 ­: Profesionalisme auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

H­2­ : Etika profesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

H­3­ : Pengalaman auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas.

H­4­ : Profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Rerangka Teoritis

  • METODA PENELITIAN

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana metoda penelitian ini bersifat induktif, obyektif, dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan-pertanyaan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Penelitian dengan menggunakan metoda kuantitatif digunakan untuk membuktikan dan menolak suatu teori atau hipotesis. Penelitian ini bertolak dari suatu teori yang kemudian di teliti, dihasilkan data, kemudian dibahas dan diambil kesimpulan. Menurut Sugiyono (2002, 7) penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan, yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara acak, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Kemudian terdapat pengujian hipotesis. Uji hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan dari analisis data, baik dari percobaan yang terkontrol, maupun dari yang tidak terkontrol. Dalam sebuah uji statistik sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara statistik jika kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor yang kebetulan, sesuai dengan batas probabilitas yang sudah ditentukan sebelumnya. Uji hipotesis disebut juga “konfirmasi analisis data”. Keputusan dari uji hipotesis hampir selalu dibuat berdasarkan pengujian hipotesis nol (Ho). Ini adalah pengujian untuk menjawan pertanyaan yang mengamsusikan hipotesis nol adalah benar. Daerah kritis dari uji hipotesis adalah serangkaian hasil yang bisa menolak hipotesis nol, untuk menerima hipotesis alternatif.

Kemudian penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat dengan cara tertentu berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan melakukan perbandingan diantara data yang terkumpul/diteliti (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 53).

Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2007:72), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertenu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Malang.

Daftar Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar KAP di Kota Malang

No.Nama Kantor Akuntan Publik
1KAP Made Sudarma, Thomas & Dewi
2KAP Drs. Nasikin
3KAP Drs. Jimmy Andrianus
4KAP Drs. Koenta Adji
5KAP Drs. Supriadi & rekan
6KAP Drs. Soewardhono & rekan
7KAP Wayan Sadha
8KAP Benny, Tony, Frans & Daniel
9KAP Krisnawan, Busroni, Achsin & Alamsyah
10KAP Subagyo & Luthfi
11KAP Thoufan Nur, CPA

3.2.2. Sampel

Menurut Sugiyono (2002: 73), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metoda quota sampling. Quota sampling dapat dikatakan sebagai jugdement sampling dua tahap. Tahap pertama, adalah tahapan di mana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota  dari populasi yang akan diteliti. Tahapan kedua, adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamora, 2005:75).

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Malang. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Pamela, 2001:56).

Data sekunder dalam peneilitan ini diperoleh dari sejumlah data tau dokumen yang berasal dari tangan kedua atau lebih yang berkaitan terhadap obyek penelitian (Cooper dan Pamela, 2001:57).

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini Pertimbangan Tingkat Materialitas, yaitu pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan pengetahuan tentang tingkat materialitas, seberapa penting tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

Variabel Independen (X)

Profesionalisme Auditor (X­1­)

Profesionalisme auditor merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur oleh organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

Etika Profesi (X­2­)

Etika Profesi adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Pengalaman Auditor (X­3­)

Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.

Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y          : variabel dependen

ɑ          : konstanta

β1        : koefisien profesionalisme auditor

X1        : nilai variabel profesionalisme auditor

β2        : koefisioen etika profesi

X2        : nilai variabel etika profesi

β3        : koefisien pengalaman auditor

X3        : nilai variabel pengalaman auditor

Alat Analisis Statistik

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

3.6.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat graik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000: 347).

Dasar pengambilan keputusan antara lain:

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.

3.6.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Dengan menggunakan nilai tolerance, nilai yang terbentuk harus di atas 10% dengan menggunakan VIF(Variance Inflation Faktor), nilai yang terbentuk harus kurang dari 10, bila tidak maka akan terjadi multikolinieritas dan model regresi tidak layak untuk digunakan (Santoso, 2000:377).

3.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik plot (scatterplot) di mana  penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu serta arah penyebarannya berada di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada regresi ini, sehingga model regresi yang dilakukan layak dipakai (Santoso, 2000: 348).

3.6.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada seseorang individu atau kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang sama atau pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang digunakan adalah menggunakan Durbin Watson Test (DW test).

3.6.2 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif adalah cara menganalisis data tanpa menggunakan perhitungan angka-angka, melainkan mempergunakan

perbandingan yang berhubungan dengan responden, dengan menggunakan analisis persentase yaitu metode yang membandingkan jumlah responden yang memilih dari masing-masing pilihan dengan jumlah responden secara keseluruhan dikalikan 100%.

3.6.3 Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi sederhana adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Santoso, 2000:334). Pengujian analisis regresi sederhana dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Kriteria hipotesis diterima:

– Jika P value (sig) < α Į sebesar 0,05

– Jika koefisien regresi searah dengan hipotesis

3.6.4 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi linier berganda atau disebut juga multiple regression analysis adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependennya (Santoso, 2000:349).

Pengujian atas variabel-variabel penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak antara semua variabel independen terhadap pertimbangan tingkat materialitas secara simultan. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Jika P value (sig) <  Į (alpha), maka terdapat  pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Asih. (2006). Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor         dalam Bidang Auditing.Skripsi.Tidak Dipublikasikan

Badudu dan Sutan. (2002).Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka         Sinar Harapan.

Hastuti, dkk. (2003). Hubungan antara Profesionalisme dengan Pertimbangan      Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan.        Prosiding Simposium Nasional Akuntansi.Oktober. hal 1206-1220

Herawati dan Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan    Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat        Materialitas Akuntan Publik.Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.11 No.

            1

Ifada dan M. Ja’far. (2005). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor        terhadap Peranan Internal Auditor dalam Pengungkapan Temuan Audit.

Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi.Vol.7 No. 3

Mulyadi. (2002).Auditing.Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2002).Statistik Untuk Penelitian.Bandung: CV Alfabeta

Yanuar. (2008). Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Pengalaman Auditor         terhadap Tingkat Materialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Auditor BPK Yogyakarta). Skripsi.

http://www.antara.co.id diakses tanggal 26 November 2014

tingkat materialitas.JPGLAMPIRAN

profesionalisme.JPG
etika profesi.JPG
pengalaman.JPG

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALIAS AUDIT PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI MALANG

IAN PRADIPTA WIJAYA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATE KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Berdasarkan hal tersebut maka akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya. Terlebih dengan adanya kasus keuangan yang menimpa banyak perusahaan yang ikut melibatkan akuntan publik, membuat akuntan publik harus memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Karena dalam kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan auditan yang mampu menyajikan temuan dan melaporkan dengan sesungguhnya tentang kondisi keuangan kliennya. Adapun kualitas audit, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang sangat penting peranannya dalam menentukan kualitas audit tersebut diantaranya adalah kompetensi dan independensi. Oleh karena itu maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1)Apakah kompetensi dan independensi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit. (2)Apakah kompetensi dan independensi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian ini menggunakan Sampel Auditor yang berada di wilayah Kota Malang. karena tidak semua KAP mau diberikan kuisioner maka peneliti menggunakan sampel auditor yang berada di Kota Malang. Penelitian ini diharapkan mampu melihat pengaruh Independensi dan Kompetensi seorang auditor terhadap Kualitas Audit di kota Malang.

Kata-kata kunci: Kompetensi, Indepensi, Auditor Independen, Kantor Akuntan Publik

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Hal ini didasari oleh pekerjaan auditor sendiri yang mana pekerjaan tersebut menuntut independensi dan kejujuran dari dalam diri seorang auditor. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang telah disajikan oleh manajemen perusahaan         dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja,1998). Profesi akuntan publik ini bertanggung jawab dalam menaikan dan menilai kelayakan dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Sehingga masyarakat memperoleh keandalan mengenai informasi dalam laporan keuangan guna mengambil keputusan.

Guna menunjang profesionalismenya sebagai seorang auditor, IAI ( ikatan Akuntan Indonesia)  menetapkan sebuah pedoman bagi seorang auditor, yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan stnadar pelaporan. Pedoman inilah yang harus ditaati dan diikuti oleh seorang auditor guna menunjang profesionalismenya.

Selain standar audit yang telah ditetapka dan telah dibuat, seorang auditor juga harus mentaati kode etik profesi yang mana kode etik ini mengatur mengenai perilaku akuntan publik atau auditor dalam menjalankan praktik profesinya baik didalam masyarakat umum maupun dengan sesama anggota audit. Kode etik ini mengatur berbagai hal mengenai tanggung jawab profesi, kerahasiaan, perilaku profesionalitas serta standart teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

Akuntan publik atau auditor independen yang mengaudit perusahaan klien memiliki posisi strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengembang tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan yang diaudit. Karena perusahaan ingin laporan keuangannya tampak lebih baik oleh pihak luar agar kinerja manajemen tampak baik di mata pihak luar.

Kepercayaan yang diterima dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan audit maka auditor harus meningkatkan kualita audit yang dihasilkan. Skandal dalam negri yang terjadi pada 1998 yang terjadi pada 10 kantor akuntan publik yang diindikasi melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank bank yang dilikuidasi. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan persusahaan didenda oleh Barpepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003).

Karena banyaknya terjadi skandal keuangan, memunculkan pertanyaan pertanyaan mengenai kemampuan auditor dalam mendeteksi trik trik rekayasa atau apakah rekaya tersebut telah diketaui auditor namun auditor ikut menutupi rekayasa tersebut. seperti yang terjadi pada kasus Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003). Oleh sebab itu perlu adanya independensi auditor. Terkait kondisi tersebut, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah komptensi dan independensi auditor tersebut mempengaruhi hasil audit yang dihasilkan oleh auntan publik.

Kualitas audit ini sangant penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu muncul kekhawatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan yang telah dibuat dan profesi akuntan publik.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi dan kualitas audit. Dimana ke dua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Kemungkinan dimana seorang auditor menemukan kesalahan saji tergantung pada kompetensi auditor. Sedangkan pada saat menemukan salah saji tersebut, kemungkinan auditor melaporkan kesalahan tersebut tergantung pada independensi auditor. Sehingga kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas audit.

Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk melakukan

tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum

dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta

memahami industri klien.

Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs (1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk melalui pengetahuan dan pengalaman.

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap auditor, maka kantor auditor sendiri perlu di audit oleh sesama auditor demi menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai stadar kualitas yang tinggi.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar

mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit

dan selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya.

Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai

sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa

audit yang diberikannya.

Atas dasar latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat judul

“Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Malang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah kompetensi dan independensi auditor

berpengaruh terhadap kualitas audit secara simultan dan parsial?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan bukti

empiris bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap

kualitas audit baik secara simultan maupun parsial.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yakni:

1.Manfaat bagi mahasiswa

Dapat mengetahui pentingnya kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

2. Manfaat bagi KAP

Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan hasil dari peneltian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam peningkatan independensi dan kompetensi auditornya.

3. Manfaat bagi universitas

Sebagai media pengetahuan dan pengembangan mengenai kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

4. Manfaat bagi masyarakat

Dapat dijadikan acuan mengenai pentingnya suatu independensi dan kempetensi bagi seorang auditor.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Audit

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya  harus memegang prinsip profesi.  Menurt simamora (2002) terdapat 8 prinsip yang dipatuhi akuntan publik yakni:

1. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukan.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publk dan menghormati kepercayaan publik serta menunjukan komitmen atau profesionalisme  

3. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalismenya.

4. kompetensi dab kehati hatian profesional

Setiap anggota harus melakukan jasa profeionalisnya dengan hati hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan pengetahuan dan ketrapilan profesional.

5. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin

6. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan

7. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

8. Perilaku profesional

Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan repurtasi profesi yang baik dan menjahui tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Selain 8 prinsip yang harus dipatuhi oleh seorang audit. Akuntan publik juga harus berpedoman terhadap Standar yang telah ditetapkan yakni Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah ditetapkan oleh Ikantan Akuntan Indonesia (IAI). Standar tersebut terdiri dari Standar umum, Standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP, 2001; 150:1):

1. Standar Umum

Audit harus dilaksanakan oeh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang mencukupi sebagai seorang auditor.

Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertimbangkan oleh auditor.

Dalam pelaksanaan dan penyususnan laporan audit, auditor wajib menggunakan kemahiran profesinalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan harus direncanakan sebaik baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya

Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian inten harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat lingkup pengujian yang akan dilakukan.

Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfrimasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keunagan audit.

3. Standar pelaporan.

Laporan audior harus menyatakan apakan laporan keuangan teah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya

Pengungkapan informatid dalam laporan keunagan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

Laporan auditor harus memuat pernyataa pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluluhan atau suatu asersri.

Oleh sebab itu, seorang audit memiliki fungi untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manjer dan para pemegang saham dengan menggunakna pihak luar sebagai pemberi pengesahan terhadap laporan keungan. Para pemegang saham dapat menggunakan laporan keunagan yang telah di audit sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, auditor dituntut untuk dapat memberikan laporan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidak selarasn yang teradi antara pihak majemen dan pemilik.

Moizer (1986) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit sendiri terpusat pada kinerja yang dilaukan  oleh auditor dan kepatuhan auditor terhadap stnadar yang telah ditetapkan tau digariskan. IAI sendiri menyatakan bahwa audit yang dilakukan oleh auditor dikatakan berkualitas bila memenuhi standar auditing dan standar pnegendalian mutu.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa ;

“Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualita audit. Lebih lanjutm persepsi penggunaan laporan keunganan atas kualitas audit merupakan fungi dari persepsi atas independensi dan keahlian auditor”

Maka dari pendapat diatas, terlihat bahwa audit dituntut oleh pihak yang berempentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dan untuk menjalankan kewajiban, auditor harus memiliki kompetensi, independensi, dan due profesional care. Tetapi dalam fungsinya, auditor sendiri sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Dimana manajemen inin operaso perusahaan atau kinerjanya tampak baik dimata pemegang saham dengan menggambarkan laba yang tinggi dengan maksud agar mendapatkan penghargaan.

Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang perna dilakukan salah satunya adalah oleh Deis dan Gitoux(1992) mereka meneliti faktir penentu kualitas audit di sektor publik dengan menggunakan sampel KAP yang mengaudit intuisi sektor publik. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan kualitas audit. Faktor penentu kualitas audit yang lain adalah pendidikan, struktur audit kemampuan pengawas, profesionalisme dan beban kerja.

2.2 Kompetensi

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama.

Lee dan Stone (1995), mendefinissikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan uuntuk melakukan audit secara objektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus (1986), yang mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan di pergerakannya yang melalui proses pemberlajaran, dari “mengetahui sesuatu”  menjadi “mengetahui bagaimana”. Seperti misalnya dari sekedar pegetahuan yang tergantung pada aturan tertenntu kepada suatu pernyataan yang bersifat intitusif.

Keahlian atau kompetensi diartikan sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit Bedard(1986) dalam Sri Lastanti (2005:88). Berdasarkan uraia tersebut, dapat dikatakan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang berpengetahuan dan berpengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

2.2.1 Pengetahuan

SPAP 2001 mengenai standar umum, menjelasan bahwa ketika melakukan audit, seorang auditor harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seseorang karena dengan demikian auditor akan mempunya banyak pehetahuan mengenai bidang yang digelutinya. Sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih seksama. Selain itu auditor juga akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang makin kompleks (Meinhard, 1987 dalam Harhinto, 2004:35).

Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan keahlian seorang audit pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Secara umum menurut kushayanto (2003) terdapat 5 pengetahuan yang haru dimiliki auditor, yakni:  pengetahuan pengauditan umum, pengetahuan mengenai isu akuntansi yang baru, pengetahuan area fungsional, pengetahuan mengenai bisnis umum serta pengetahuan penyelesaian masalah, pengetahuan mengenai industri khusus.

Sedangkan menutur Murtanto dan Gundono, (1999) terdapta 2 pandangan mengenau keahlian, yakno pangdangan perilaku terhadap keahlian yang didasarkan paradigma einhorn.  Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Yang kedua yakni pandangan kognitif mengenai keahlian dari sudut pandang pengerahuan. Dimana pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat dimasa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).

2.2.2 Pengalaman

Seorang audit dituntut untuk memiliki keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian seorang audit tidak dipengaruhi oleh pendidikan formal, tetapi banyak dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman. Auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan dan memahamu kesalahan secara akurat.

2.3 Independensi

Independen berarti seorang auditor tidak mudah dipengaruhi. Seorang akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur dan tidak hanya jujur terhadap manajemen dan terhadap pemilik perusahaan, namun juga terhadap piak lain yang memberikan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik tersebut (Chrisstiawan, 2002).

Independensi sendiri adlah sikap yang diharapkan oleh seorang akuntan publik atau auditor, dimana seorang auditor diharapkan tidak emmpunya kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritas dan objekrivitas. Hal tersebut tertuang dalam kode etik auditor.

Penelitian terdahulu mengenai independensi telah dilakukan oleh Shockley (1981) dimana terdapat 4 faktor yang mempengaruhi independensi yakni: (1.) Persaingan antar akuntan publik, (2.) Pemberian jasa konsultan manajemen kepada klien (3.) Ukuran KAP, dan (4.) Lamanya hubungan audit.

2.3.1 Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)

Di Indonesia sendirim masa kerja auditor telah diatur dalam keputusan mentri No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akunan publik. Keputusan mentri tersebut membatasi masa kerja auditor dengan klien paling lama adalah 3 tahun untuk klien yang sama. Sementasa untuk Kantor Akuntan Publik diperbolehkan sampai 5 tahun lamanya. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien, sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntasi. Penugasan audit yang terlalu lama dapat mengurangi independensi seoran auditor. Karena auditor merasa puas, kurang inovasi dan kurang ketat dalam menjalankan prosedur audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama dapat pula meningkatkan independesi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisiendan lebih tahan terhadap tekanan klien (Supriyono, 1988)

2.3.2 Tekanan Dari Klien

Saat melakukan tugasnya, auditor sering kali mengalami konflk kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi perusahaan dan kinerjaya tampak berhasil  melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud menciptakan suatu penghargaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan terhadap auditor agar laporan keuangan auditan sesuai dengan keinginan klien. Pada saat tersebut, auditor megalami konflik pribadi, dimana bila menuruti manajemen, maka hal tersebut tentunya melanggar standar profesi. Sedangkan bila tidak menuruti manajemen, maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.

Selain itu tekanan dari kantor akuntan yang lain (KAP) semakin besar, dimana KAP semakin bertambah sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Terlebih mulai banyaknya perusahaan yang melakukan merjer atau akuisi akibat adanya krisis ekonomi. Sehinga KAP akan semakin sulit untuk mendapatkan klien baru dan enggan melepas klien yang sudah ada.

Harianto (2004) menemukan bahwa klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikanfee audit yang cukup besar dan dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Dan probabilitas terhadi kebangkrutan klien yang mempunyai keunagan yang baik cenderung kecil.  Pada kondisi tersebut menyebabkan seorang auditor merasa puas diri dan uran teliti dalam melakukan tugas auditnya.

Untuk memenuhi kualitas audit yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa laporan keungan harus berpedoman pada kode etik, stndar profesi, dan standar akuntansi keunagan yang berlaku di Indonesia. Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitasnya dalam menjalankan tugas dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dapat bertindak adilm tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan ihak tertentu untuk memnuhi kepentingan pribadinya.

2.3.3 Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)

Tuntutan pada profesi auditor untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi kantor akuntan publik. Kejelasan mengenai informasi adanya sistem pengendalian yang berkualitas dan sesuai dengan standar profesi merupak salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas mengenai jasa yang diberikan.

Oleh karena hal ium pekerjaan akuntan pubik dan operasi akuntan publik perlu di audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang lain. Adanya monitor atau audit ini guna melihat keayakan desain sistem pengendalia kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapart mencapai kualitas audit yang tinggi. Peer review ini sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor ini dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit.

2.3.4 Jasa Non Audit

Jasa yang diberikan oleh KAP ini tidak hanya jasa atestasi saja melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa lain seperti penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti 2002). Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan dan akan mempengaruhi kualitas audit sendiri.

Pemberian jasa selain audit merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, kerena manajemen akan meningkarkan tekanan pada auditor agar bersedia mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen sendiri, yakni opini wajar tanpa pengecualian (Harhinto, 2004). Jika saat pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. kemudian auditor tidak mau repurtasinya menjadi buruk karena memberkan alternatif yang salah bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas dari auditor tersebut.

2.4 Kerangka Teoritis

Salah satu fungsi akuntan publik adalah untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keuputusan. Namun sering kali adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan ekseternal perusahaan menuntut aditor untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas supaya dapat digunakan oleh pihak pihak tersebut.

Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang baik karena dengan kedua hal tersebut auditor mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keunagan kliennya. Kemudian dengan sikap independensi yang dimiliki auditor, maka ia dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya. Sehingga kompetensi dan independensi memiliki pengaruh dalam menghasilkan laporan audit yang berkualitas baik proses maupun hasilnya.

2.5 Hipotesis

Hipotesis yang dibuat oleh peneliti yakni

H1 Ada pengatuh secara parsial antara kompetensi dan Independensi auditor terhadap kualitas audit.

H2 Ada pengaruh secara simltan antara kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit.

Kedua hipotesis diatas didasarkan pada perkiraan sementara peneliti yang menyatakan bahwa apabila tingkat kompetensi dan independensi tinggi, maka di duga bahwa tingkat kualitas audit akan meningkat, begitupun sebaliknya jika tingkat kompetensi dan independensi auditor menurun maka kualitas audit akan turun.

3.  METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Robert Donmoyer (dalam Given, 2008) penelitian kuantitatif adalah pendekatan pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik dibanding naratif. Sedangkan menurut Cooper & Schindler (2006), Penelitian kuantitatif adalah riset yang mencoba melakukan pengukuran akurat mengenai sesuatu.

Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.

3.2 Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi auditor yang bekerja di KAP yang terdapat di kota Malang.

Sedangkan untuk sampel penelitian, peneliti menggunakan auditor di 8 KAP yang ada di kota Malang. karena dari beberapa penelitian sebelumnya, tidaksemua KAP mau menerima kuisioner yang telah dibuat dan mau mengisinya.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yakni Kompetensi Auditor sebagai variabel X1 dan Independensi Auditor sebagai X2. Sedangkan untuk variabel dependen adalah Kualitas Audit sebagai Y.

Kompetensi Auditor (X1) adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Independensi (X2) adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak memunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritras dan objektivitas

Sedangkan untuk cariabel dependen yakni kualitas audit (Y) adalahh segala kemungkinan (probabiliy) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan meaporkannya dalam laporan keunagan auditan, diman dalam melaksanakan tugasnya auditor berpedoman pada standar audit dan kode etik akuntan publik yang relvan dan berlaku di Indonesia.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yakni tinjauan lapangan, dimana peneliti terjun langsung kelapangan dan membagikan kuisioner kepada auditor yang berada di kota malang dan diharapkan memperoleh data langsung di lapangan melalui kuisioner yang dibagikan

Peneliti juga menggunakan metode dokumentasi, dimana penelitian ini mempelajari literatur dan buku buku serta relevansi yang relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam upaya penyusunan landasan teori yang berguna dalam pembahasan penelitian.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :

1. Data primer

Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Indriantoro dan Bambang Supeno (1999) yang mengatakan bahwa daa primer meruakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat penelitian dilakukan secara langsung. Data primer ini diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada responden, yakni auditor yang berada di KAP kota Malang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Bambang Supeno (1999). Sebagai penelitian empiris atau pendukung penelitian, maka peneliti menggunakan sumber data yang berasal dari artikel, jurnal, dan penelitian terdahulu yang terkait.

3.4 Instrumen Penelitian

Konesep penelitian meliputi konsep kompetensi dan independesi sebagai ariabel bebas, dimana kompetensi diproksikan menjadi 2 sub variabel yakni pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan independensi diproksikan menjadi 4 sub variabel yakni tekanan dar klien, lama hubungan dengan klien, telaah dari auditor lain, dan jasa non audit. Dan variabel terikatnya adalah kualitas audit.

Konsep tersebut diukur dengan memberikan skor untuk tiap jawaban yang diberikan responden melalui kuisioner terututup. Adapun untuk pemberian skornya telah ditetapkan. Berikut tabel penilaian atau skor alternatif dari setiap pernyataan yang diberilkan dan akan digunakan dalam penelitian.

Jenis PernyataanJenis JawabanSkor
PositifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5
NegatifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5

Bentuk pernyataan tersebut terbagi menjadi positif dan negati. Tabel berikut menyajikan mengenai keterangan setiap jenis pernyataan yang terdapat dalam instrumern

Variabel PenelitianSub Variabel PenelitianJenis PernyataanNomer Pernyataan
Kompetensi1. Pengetahuanpositif1,3,4,6
negatif2,5
2. Pengalamanpositif7,8,10
negatif9
Independensi3. Lama Hubungan dengan klienpositif1,2
negatif3
4. Tekanan dari Klienpositif5
negatif4,6,7,8,9,
5. Telaah dari rekan Auditpositif
negatif10,11
6. Jasa non auditpositif12,14
negatif13
Kualitas auditpositif2,3,4,5,6
negatif1

3.5 Model dan Teknik Analisis Data

3.5.1 Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Linear Regression Analysis). Purbayu (2005) mengemukakan bahwa korelasi berganda adalah hubungan dari beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari satu variabel independen, hubungan kedua variabel tersebut disebut analisis regresi berganda (Wahid Sulaiman, 2004)

Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut :

Y =α + β1X1 + β2X2 + e

Keterangan :   Y : Kualitas Audit.

X1 : Kompetensi Auditor.

X2 : Independensi Auditor.

α : Konstanta.

β : Koefisien Regresi.

e : Error.

3.5.2 Teknik Analisis Data

3.5.2.1 Uji Kualitas Data

Komitemen pengukuran dan pengujian suatu kuesioner atau hipotesis sangat bergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. data penelitian tidak berguna bila instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak memiliki reabilitas (tingkat keandalan) dan validity (tingkat kebenaran). Pengujian pengujuran tersebut masing masung menunjukan konsisternsi dan akurasi data yang dikumpulkan. Pengujian ini menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solituon)

a. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran yang meunjukan sejauh mana instrumen pengukuran tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh penguji (Purbaya, 2005). Uji ini dotunjukan guna mengukut seberapa nyata suatu pengujian atau instrument. Dikatakan valid bila mengukur tujuannya dengan nyata dan benar.

Pengujian validitas data dilakukan secara statistik dengan menghitung korelasi antara masing masing pertanayaan dengan skor total. Data dikatakan valid bila r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel pada signifikansi 5% (0,05)

b. Uji Realinilitas

Realibilitas adalah ukuran yang menunjukan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan. Reliabilitas variabel yang dibentuk dari daftar pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha < dari 0,60

3.6.2.2 Uji Asumsi Klasik

Untuk memperoleh nilai yang tidak bias, maka model regresi harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut asusmsi kelasik. Asumsi kelasi tersbeut yakni:

a.Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya terdistribusi normal atau tidak (Goazli, 2005). Model regresi yang baik adalah yang memiliki data normal atau mendekati normal.

Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan SPSS untuk pengujian terhadap tiap bariabel. Untuk mendeteksi normalitas suati data, data dikatakan normal bila jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Nugroho, 2005: 24 dalam Jimmy, 2007).

b. Multikolinearitas

Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas yang  satu dengan variable bebas yanglain. Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas. Gejala multikolinearitas adalah gejala korelasi antarvariabel independen. Gejala ini ditunjukkan dengan korelasi yang signifikan antarvariabel independen. Apabila

terjdi gejala multikolinearitas, salah satu langkah untuk memperbaiki model adalah dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model yang paling baik (Purbayu, 2005: 238). Wahid Sulaiman (2004: 89).

Uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance.Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,10 maka tidak terjadi gejala Multikolinieritas (Ghozali, 2005:92).

c. Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas (Ghozali, 2005 :105). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas(Ghozali, 2005 :105). Salah satu uji untuk menguji heterokedastisitas ini adalah dengan melihat penyebaran dari varians residual (Purbayu, 2005: 242).

3.5.2.3 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan analisis regresi linear yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompetensi dan indepensi auditor sebagai variabel independen terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen. untuk menguji hipotesis mengenai kompetensi dan indepensi

auditor secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, digunakan pengujian hipotesis secara simultan dengan uji F dan secara parsial dengan uji t. a. Uji Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Untuk menentukan nilai t tabel ditentukan dengan tingkat signifikasi 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k- 1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika t hitung > t tabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Jika thitung < ttabel (n-k-1) maka Ho diterima

Selain itu uji t tersebut dapat pula dilihat dari besarnya probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Utuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara parsial terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

b. Uji Simultan (Uji F)

Uji F ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variable-variabel independen (bebas) terhadap variable dependen (terikat).Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika Fhitung> Ftabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) berpengaruh terhadap nilai variabel

( Y ) Jika Fhitung< Ftabel (n-k-1) maka Ho diterima

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) tidak berpengaruh terhadap nilai

variabel (Y). Selain itu uji F dapat pula dilihat dari besarnya

probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan alpha 5% atau 0,05 maka hasil uji F dapat dihitung dengan bantuan program SPSS pada table ANOVA.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara bersama-sama terhadap kualitas audit sebagaivariabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

Daftar Pustaka

Irawati. 2011. Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit pada kantor akuntan publik di makassar. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Hasanuddin Makasar

Amirin, Tatang. 2009. Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel dari Populasi Tak Terhingga dan Tak Jelas.

Elfarini, Eunike Christina. 2007. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Ghozali, Imam.2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : BP Undip

Gujarati, D.1999. Ekonometrika (Alih bahasa: Sumarno Zein). Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Salemba Empat: Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supeno. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi I Yogyakarta : BPFE

Kusharyanti. 2003. Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit Dan Kemungkinan Topik Penelitian Di Masa Datang. Akuntansi dan Manajemen (Desember).

ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN SEKURITAS DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODA 2009 – 2010)

SHYEN RIESCA POERNOMO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL MATA KULIAH EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Intellectual Capital merupakan aset tak berwujud atau sumber daya berupa pengetahuan dan kemampuan yang tersedia pada perusahaan yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan di masa depan bagi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh bukti mengenai pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan, yang diproksikan dengan Economic Value Added (EVA).

Penelitian ini menggunakan Price to Book Value (PBV) sebagai variabel kontrol untuk memperkuat nilai hasil variabel independen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 7 perusahaan sekuritas yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2009 hingga 2013, dengan teknik purposive sampling. Pengujian yang dilakukan menggunakan uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan Intellectual Capital memiliki pengaruh terhadap Kinerja Perusahaan.

Kata-kata kunci: Intellectual Capital (IC), Kinerja Perusahaan, Economic Value Added (EVA)

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini para pelaku bisnis menyadari bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan sumber daya berwujud (tangible asset) yang dimilikinya, namun juga pada aset tak berwujud (intangible asset) perusahaan. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya yang berdasarkan tenaga kerja menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge based). Salah satu komponen dari intangible asset adalah Intellectual Capital. Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan yang melengkapi laporan kinerjanya dengan laporan Intellectual Capital. Hal tersebut didorong oleh kesadaran bahwa laporan keuangan tradisional telah kehilangan relevansinya disebabkan oleh adanya perbedaan antara nilai pasar dengan nilai buku perusahaan yang mengindikasikan adanya aset tak berwujud (intangible asset) (Yogidanarinto, 2011).

Intellectual Capital merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran aset tak berwujud dalam bidang manajemen, informasi, sosiologi maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000 dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Pada perusahaan yang telah menerapkan manajemennya berdasarkan pengetahuan modal, seperti sumber daya alam; sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang diperhatikan daripada dengan modal yang berdasarkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Hal ini disebabkan karena penggunaan modal lain dapat menjadi lebih efisien dan ekonomis jika perusahaan lebih mengutamakan modal ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Abidin (2000), intellectual capital masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Sehingga, perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan dasar konvensional dalam berbisnis. Oleh karena itu, masih banyak aktivitas perusahaan yang didasarkan pada pengetahuan, keahlian, maupun teknologi (misalnya, pengeluaran untuk informasi dan pelatihan). Teknologi masih dicatat sebagai biaya bukan sebagai investasi yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan di masa mendatang. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital dan customer capital, yang merupakan elemen pembangun intellectual capital perusahaan.

Penelitian ini mengukur kinerja intellectual capital yang diukur dengan menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) yang dikembangkan oleh Pulic. Dalam metode ini, Pulic (1998) berpendapat bahwa intellectual capital dihitung dengan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan. Tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan nilai tambah (value added). VAIC™ menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (Value Added Capital Employed – VACA), human capital (Value Added Human Capital – VAHU), dan structural capital (Structural Capital Value Added – STVA) telah secara efisiensi dimanfaatkan oleh perusahaan.

Dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, metode yang paling sering digunakan adalah menggunakan rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan dapat dengan mudah dilakukan, namun memiliki kelemahan tidak dapat mengukur kinerja perusahaan dari sisi nilai perusahaan. Rasio keuangan hanya dapat mengukur tingkat profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas perusahaan (Sugiono, 2009). Konsep Economic Value Added (EVA) dapat melengkapi analisis rasio keuangan, sebab EVA dapat mengukur kinerja secara tepat dengan memerhatikan kepentingan dan harapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham).

Penerapan konsep EVA dalam suatu perusahaan dapat membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan. Hal ini merupakan salah satu keunggulan dari EVA jika dibandingkan dengan metoda perhitungan yang lain. Sebab selain dapat mengukur kinerja suatu perusahaan, EVA juga dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan. Selain itu, EVA juga merupakan salah satu unsur Intangible Asset, dimana hal ini menunjukkan bahwa EVA memiliki turunan yang sama dengan Intellectual Capital. Sehingga, penelitian ini menggunakan EVA sebagai variabel dependen yang digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan.

Penelitian ini merupakan penelitian replika dari penelitian Prof. Dr. H. Soegeng Soetedjo, SE., Ak, dan Safrina Mursida, SA (2014), yang meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan, yang diproksikan dengan ROA, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan rasio Economic Value Added (EVA) sebagai pengukur kinerja keuangan perusahaan dan perusahaan yang diteliti adalah perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009 hingga 2013. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan rasio Price to Book Value (PBV), yang juga merupakan salah satu nilai tambah dan sebagai alat ukur kinerja perusahaan, sebagai variabel kontrol. Kegunaan dari variabel kontrol, salah satunya adalah untuk memperkuat nilai variabel independen pada penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara Intellectual Capital dengan Kinerja Perusahaan. Oleh karena itu, peneliti membuat mini skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Sekuritas Di Bursa Efek Indonesia Perioda 2009 – 2010)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Sructural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan, dalam hal ini Economic Value Added (EVA) sebagai variabel dependen?

2. Apakah terdapat pengaruh variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Sructural Capital Value Added (STVA) secara parsial terhadap kinerja perusahaan, dalam hal ini Economic Value Added (EVA) sebagai variabel dependen?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh dari variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Sructural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh dari variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Sructural Capital Value Added (STVA) secara parsial terhadap kinerja perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai pengaruh Intellectual Capital (modal intelektual) terhadap kinerja perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, khususnya dalam hal ini adalah perusahaan yang berada pada sektor sekuritas.

2. Bagi Perusahaan

Perusahaan dapat mengetahui dan meningkatkan modal intelektual yang dimiliki, agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan maupun nilai perusahaan di mata investor.

3. Bagi Penelti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan penelitian ini sebagai referensi dan informasi untuk penelitiannya, yang juga menggunakan Intellectual Capital sebagai bahan penelitian. 7

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Resource Based Theory

Resources based theory membahas bagaimana perusahaan dapat mengolah dan memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, resources based theory menjelaskan bahwa perusahaan yang mengelola dan memanfaatkan sumber daya intelektual yang baik dapat mencapai keunggulan kompetitif dan nilai tambah perusahaan. Untuk mencapai keunggulan kompetitif, maka perusahaan harus memanfaatkan dan mengembangkan sumber modal perusahaan, salah satunya adalah dengan intellectual capital (Prasetyanto & Chariri, 2013; Chen, et al., 2005).

Resource based theory merupakan pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategi dan keunggulan kompetitif perusahaan yang meyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Sumber daya yang unggul merupakan sumber daya yang langka dan sulit ditiru oleh pesaing. Menurut Barney (1991) dalam Rahardian (2011), sumber daya perusahaan merupakan semua aset, kemampuan, proses organisasional, informasi dan pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang hal tersebut menyebabkan perusahaan mampu mengimplementasikan berbagai strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan. Sehingga memiliki sumber daya yang unggul, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keunggulan yang lebih kompetitif daripada perusahaan lainnya. Atas dasar keunggulan kompetitif dan nilai tambah tersebut maka investor yang merupakan stakeholder akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan dengan berinvestasi lebih tinggi.

2.2 Stakeholder Theory

Pandangan teori stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan memiliki stakeholders, bukan sekedar shareholder (Riahi-Belkaoui, 2003). Stakeholder tersebut meliputi pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah dan masyarakat. Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah “laba akuntansi hanya merupakan ukuran return bagi pemegang saham (shareholder)”, sedangkan value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders yang kemudian didistribusikan kembali kepada stakeholders yang sama (Meek & Gray, 1988 dalam Ulum, Ghozali & Chariri 2008).

Istilah stakeholders dalam definisi klasik adalah definisi Freeman & Reed (1983) dalam Ulum (2009) menyatakan bahwa stakeholders adalah sebagai berikut: “Any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organization’s objectives, or is affected by the achievement of an organisation’s objectives

Teori stakeholder lebih mepertimbangkan posisi para stakeholders yang dianggap powerfull. Kelompok stakeholders tersebut yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan. Watt & Zimmerman (1986) dalam Ulum (2009), menjelaskan bahwa bidang manajerial dari teori stakeholder memiliki pendapat bahwa kekuatan stakeholders untuk memengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholders atas sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi. Ketika para stakeholders berupaya untuk mengedalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.

Dalam konsep intellectual capital, teori stakeholder harus dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manajerial (Deegan, 2004). Bidang etika menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi dan manajer harus mengelola organisasi secara maksimal untuk penciptaan nilai perusahaan (value creation). Penciptaan nilai perusahaan harus memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki, termasuk karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun modal structural (structural capital). Pengelolaan yang baik atas potensi yang dimiliki tersebut, dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan (disebut juga dengan VAIC), yang kemudian akan mendorong kinerja keuangan perusahaan.

2.3 Intellectual Capital (IC)

2.3.1 Pengertian Intellectual Capital (IC)

Banyak definisi intellectual capital menurut pakar dan kalangan bisnis. Intellectual capital dikemukakan pertama kali oleh Tom Stewart pada Juni 1991 (Ulum, 2009). Stewart mengartikan intellectual capital sebagai berikut: “Intellectual capital is the sum of everything everybody in a company knows that gives it a competitive edge. Intellectual capital is intangible and intellectual matrial-knowledge, information, intellectual property, experience-that can put to use to create wealth. It is collective brainpower.

Bontis et al. (2000 dalam Ulum, 2009) mengambil kesimpulan bahwa secara umum para peneliti menjelaskan tiga elemen utama dari modal intelektual, yaitu modal sumber daya manusia (human capital), modal struktural (structural capital), dan modal kostumer (costumer capital). Dalam hal ini, human capital merupakan kombinasi antara pengetahuan, pengalaman dan perilaku tentang kehidupan dan bisnis. Sedangkan, structural modal meliputi database, strategi dan segala hal yang dapat membuat nilai perusahaan lebih besar dibandingkan nilai materialnya. Selanjutnya, costumer capital merupakan pengetahuan yang melekat dalam hubungan costumer dengan marketing channels, dimana perusahaan atau organisasi dapat mengembangkannya melalui perjalanan bisnis.

Internasional Federation of Accountant (IFAC) tahun 2009 mendefinisikan intellectual capital sebagai intellectual property, intellectual asset, dan knowledge asset yang diartikan sebagai saham atau modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Sedangkan menurut Burr & Girardi (2002), modal intelektual merupakan produk dari interaksi antara kompetensi, komitmen organisasi dan pengendalian kerja dari karyawan. Dari definisi yang dijelaskan oleh beberapa peneliti, dapat disimpulkan bahwa intellectual capital adalah sumber daya berupa pengetahuan dan kemampuan yang tersedia pada perusahaan yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan di masa depan bagi perusahaan.

Pengetahuan tersebut akan menjadi intellectual capital bila diciptakan, dipelihara dan ditransformasi serta diatur dengan baik (Widiyaningrum, 2004).

2.3.2 Komponen Intellectual Capital (IC)

Edvinson dari Skandia AFS, Hubert St. Onge dari CIBC, Charles Amstrong CEO dari Amstrong Word Industry dan Gordon Petrash dari The Dow Chemical Company dalam Widiyaningrum (2004) membagi komponen dari Intellectual Capital menjadi Human Capital, Structural Capital dan Customer Capital.

1. Human Capital

Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan dalam bentuk kemampuan intelektual, kreativitas dan inovasi-inovasi yang dimiliki oleh karyawannya, yang sulit untuk diukur. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh semua orang yang ada dalam perusahaan. Sumber daya manusia inilah yang nantinya akan mendukung terciptanya modal struktural dan modal konsumen yang merupakan inti dari intellectual capital. Human capital akan meningkat bila perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.

2. Structural Capital

Sturctural capital merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Modal struktural merupakan mediasi antara human capital dengan intellectual capital. Artinya, karyawan yang memiliki intelektual tinggi namun, jika tidak didukung oleh sarana yang memadai untuk mengaplikasikan inovasi mereka maka kemampuan tersebut tidak akan menghasilkan modal intelektual.

3. Customer Capital

Costumer capital meliputi pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan, supplier, hubungan baik antara pemerintah dan industri atau hubungan baik dengan pihak luar. Customer capital juga meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi pasar yang ingin dituju dan memosisikan perusahaan dalam pasar.

2.3.3 Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)

Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAIC), pada tahun 1997 dikembangkan oleh Pulic dan didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari tangible asset dan intangible asset perusahaan. VAIC merupakan alat untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Metode ini diawali dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA), dimana VA merupakan indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam value creation.

VA merupakan selisih antara output (OUT) dan input (IN). Output menunjukkan pendapatan dan termasuk penjualan seluruh produk dan jasa. Sedangkan input menunjukkan seluruh beban yang digunakan untuk memperoleh pendapatan, kecuali beban karyawan. Hal ini dikarenakan beban karyawan memiliki peran aktif dalam proses value creation, sehingga intellectual potential (dalam hal ini, beban karyawan) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen input.

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (Value Added Capital Employed – VACA), human capital (Value Added Human Capital – VAHU), dan structural capital (Structural Capital Value Added – STVA). VACA menunjukkan book value dari aset bersih perusahaan (Chen, et al., 2005). Komponen ini memberikan nilai secara nyata.

VAHU menunjukkan total value added terhadap beban karyawan perusahaan. Stewart (2000) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen, sehingga konsumen tidak akan berpaling pada pesaing. VAHU merupakan seberapa besar value added dibentuk oleh pengeluaran pekerja dalam rupiah. Hubungan antara value added dan human capital menandakan adanya kemampuan human capital di dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan.

VACA adalah perbandingan antara value added dengan capital employed. Rasio merupakan indikator untuk value added yang dibuat oleh satu unit modal fisik. Pulic (1998) mengasumsikan, jika satu unit capital employed dapat menghasilkan return yang lebih besar pada suatu perusahaan maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan capital employed dengan lebih baik. Pemanfaatan capital employed dengan lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan, ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan untuk memanfaatkan physical capital dengan lebih baik (Kuryanto & Syafruddin, 2008).

Value Added Structural Capital (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital dalam proses penciptaan nilai (value creation). STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan value added dan merupakan suatu indikasi seberapa sukses structural capital dalam proses penciptaan nilai (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dalam model Pulic (1998), structural capital diperoleh dari value added dikurangi dengan human capital.

2.4 Price to Book Value (PBV)

PBV atau Price to book value merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar saham terhadap nilai bukunya. Perusahaan yang baik umumnya mempunyai nilai rasio PBV diatas 1, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar daripada nilai buku perusahaan. Semakin tinggi nilai rasio PBV, maka semakin tinggi penilaian investor dibandingkan dengan dana yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut (Robert Ang, 1997 dalam Nasehah, 2012). Sehingga semakin besar pula peluang para investor untuk membeli saham perusahaan.

Price to book value (PBV) menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkann harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi para pemegang sahamnya. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih besar pula (Agus Sartono, 2001).

PBV menggambarkan seberapa besar nilai buku saham perusahaan dihargai oleh pasar. PBV adalah perbandingan nilai pasar dengan nilai buku suatu saham (Tryfino, 2009). Sedangkan, Sawir (2002) berpendapat bahwa rasio Price to Book Value menggambarkan nilai pasar keuangan terhadap manajemen dan organisasi dari perusahaan yang sedang berjalan (going concern). Suatu perusahaan yang berjalan baik dengan staf manajemen yang kuat dan organisai yang berfungsi kurangnya sama dengan nilai buku aktivanya.

2.5 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya (IAI, 2007). Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba.

Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen, yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis. Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 macam, yaitu menurut Jumingan (2006):

1. Analisis perbandingan laporan keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif).

2. Analisis tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.

3. Analisis persentase per komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang.

4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan.

5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu.

6. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.

7. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.

8. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

2.6 Economic Value Added (EVA)

2.6.1 Pengertian Economic Value Added (EVA)

Economic Value Added (EVA) merupakan ukuran kinerja keuangan yang lebih mampu menangkap laba ekonomis perusahaan yang sebenarnya daripada ukuran-ukuran lain. Menurut Tunggal (2001) dalam Iramani dan Erie (2005), EVA/Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI) adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta dimana perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital).

Rahardjo (2005) mendefinisikan EVA sebagai laba usaha dikurangi dengan pajak dan biaya bunga atas hutang, serta dikurangi dengan cadangan untuk biaya modal. EVA juga merupakan ukuran kinerja secara langsung berhubungan dengan kekayaan pemegang saham dari waktu ke waktu. Sedangkan menurut Brigham (2006), Economic Value Added (EVA) adalah nilai yang ditambahkan oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu.

Tandelilin (2010), menyatakan bahwa EVA merupakan ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Dengan asumsi, jika kinerja manajemen baik (efektif) maka akan tercemin pada peningkatan harga saham perusahaan.

Berdasarkan definisi EVA yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan alat untuk menilai kinerja keuangan perusahaan yang memiliki unsur biaya modal dan laba operasi perusahaan, yang digunakan dalam menciptakan nilai perusahaan untuk mengukur keuntungan nyata operasi perusahaan.

2.6.2 Manfaat Economic Value Added (EVA)

Menurut Utomo (1999), manfaat EVA adalah sebagai berikut.

1. EVA digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan, karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation)

2. EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memerhatikan kebijakan struktur modal

3. EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti hal-nya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal. Sehingga, nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.

4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya

Sedangkan menurut Tunggal (2001), beberapa manfaat EVA sebagai alat ukur kinerja perusahaan antara lain adalah sebagai berikut.

1. EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lai, baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis maupun menganalisis kecenderungan (trend)

2. Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah

2.6.3 Keunggulan Economic Value Added (EVA)

Menurut Mirza (1997), metoda EVA memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut.

1. EVA memfokuskan nilai tambah dengan memperhitungkan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi

2. Perhitungan EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding, seperti standar rata-rata industry atau data perusahaan lain

3. Pengaplikasian EVA menunjukkan bahwa metoda tersebut merupakan ukuran yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan. Sehingga, EVA merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan.

4. Metoda EVA digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya, dengan memperhatikan harapan para penyedia dana yang dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modalnya

5. Metoda EVA dapat dipertimbangkan dalam penentuan arah strategi perkembangan portofolio perusahaan

2.6.4 Kelemahan Economic Value Added (EVA)

Selain memiliki berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Mirza (1997), kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

1. EVA hanya mengukur hasil akhir, konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu

2. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau memberli saham tertentu.

Sedangkan menurut Utama dan Afriani (2002), kelemahan dari EVA adalah sebagai berikut.

1. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Sedangkan nilai perusahaan adalah akumulasi dari EVA selama umur perusahaan. Sehingga, bisa saja EVA suatu perusahaan pada tahun yang berlaku bernilai positif, sedangkan nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA di masa mendatangnya bernilai negative

2. Perhitungan EVA tetap berdasarkan pada laporan keuangan, khususnya laba perusahaan. Laporan keuangan dapat “dikelola” untuk dapat memberikan gambaran yang sesuai keinginan pengelola, dimana istilah “dikelola” tersebut biasa disebut dengan window dressing atau earnings management

3. Secara praktis, EVA belum tentu dapat diterapkan dengan mudah, karena proses perhitungan EVA membutuhkan estimasi untuk biaya modal. Sedangkan estimasi ini bagi perusahaan yang belum go public, sulit untuk dilakukan dengan tepat. Sebab, kesalahan dalam melakukan estimasi terhadap biaya modal tersebut dapat mengurangi manfaat EVA.

2.7 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu adalah sebagai berikut.

1. Daud & Amri (2008) meneliti pengaruh intellectual capital (IC) dan corporate social responsibility (CSR) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE dengan populasi penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006-2007. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa IC dan CSR secara simultan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Secara parsial, IC berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sedangkan CSR berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

2. Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja 73 perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa intellectual capital berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan.

3. Ulum, Ghozali & Chariri (2008) meneliti hubungan antara bahwa intellectual capital dengan kinerja perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI selama tahun 2004-2006. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4. Artinah (2011) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas, yang diproksikan dengan ROE, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Penelitian ini menunjukkan intellectual capital berpengaruh terhadap profitabilitas, dalam hal ini ROE. Secara parsial, capital employed efficiency berpengaruh positif terhadap profitabilitas; sedangkan human capital efficiency dan structural capital efficiency tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.

5. Fajarini & Firmansyah (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan, yang diproksikan dengan DER, NPM, TAT, ROE, ROA, dan PBV, studi empiris pada perusahaan LQ 45. Hasil dari penelitian tersebut secara statistik terbukti terdapat pengaruh signifikan antara intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan LQ 45 di Indonesia.

6. Taurisca (2013) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap corporate financial performance, yang diproksikan dengan ROA, NPM, ATO dan ROE, pada perusahaan yang termasuk dalam Indeks IDX 30-Blue Chip. Hasil penelitiannya adalah Intellectual Capital (VAIC) berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA), berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproksikan dengan Net Profit Margin (NPM), tidak berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproksikan dengan Assets Turn Over (ATO) dan Intellectual Capital (VAIC) tidak berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproksikan dengan Return On Equity (ROE).

7. Salim & Karyawati (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan, yang dalam hal ini kinerja keuangan diukur dengan ROE dan EPS. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufacturing, banking dan credit agencies selain bank, securities dan real estate yang terdaftar di BEI periode 2010-2011; dimana perusahaan-perusahaan tersebut memiliki karakteristik perusahaan padat intellectual capital. Hasil penelitiannya secara keseluruhan modal intelektual mempengaruhi kinerja keuangan, dengan bukti hasil penelitiannya yaitu: Capital Employed Efficiency berpengaruh positif terhadap ROE dan EPS perusahaan; Human Capital Efficiency berpengaruh signifikan terhadap ROE, namun tidak signifikan berpengaruh terhadap EPS; sedangkan Structural Capital Efficiency menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap EPS, namun belum terbukti signifikan terhadap ROE.

8. Gozali & Hatane (2014) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan (ROA, ROE, Employee Productivity) dan nilai perusahaan (Market to Book Value Ratio, Tobin’s Q) khususnya di industri keuangan dan industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008–2012. Penelitian mereka diuji menggunakan partial least square (PLS) yang menyimpulkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara VAIC dengan kinerja keuangan dan nilai perusahaan.

9. Pratiwi (2014) menganalisis pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia, yang diproksikan dengan ROA dan ROE. Hasil analisis tersebut menyatakan bahwa ketiga komponen intellectual capital secara simultan berpengaruh pada ROA dan ROE Bank Umum Syariah di Indonesia. Secara parsial yang berpengaruh positif terhadap ROA hanya human capital, sedangkan yang lain tidak berpengaruh. Sementara, yang berpengaruh positif secara parsial terhadap ROE adalah human capital dan capital employed, sedangkan structural capital tidak berpengaruh terhadap ROE.

10. Soetedjo& Mursida (2014) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan, yang diproksikan dengan ROA, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010. Hasil penelitian yang mereka lakukan menyimpulkan bahwa ketiga komponen pembentuk intellectual capital, yaitu Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE) dan Customer Employed Efficiency (CEE) secara simultan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan perbankan yang dihitung melalui ROA (profitabilitas). Selain itu, didapatkan hasil pula bahwa ketiga komponen pembentuk intellectual capital tersebut secara parsial, juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka yang menjadi perbedaan dari penelitian ini memiliki sektor yang lebih fokus pada perusahaan dalam sektor sekuritas. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang banyak memberikan pelayanan jasa kepada pelanggan. Sehingga, membutuhkan pelatihan untuk setiap karyawannya. Selain itu, perbedaan dari penelitian ini menggunakan EVA untuk menilai kinerja perusahaan, dimana EVA juga dapat menunjukkan nilai tambah suatu perusahaan. Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol, dimana variabel kontrol tersebut memiliki fungsi untuk memperkuat variabel independen. Penelitian ini juga menggunakan data terkini yaitu 5 tahun terakhir untuk menguji kinerja keuangan, yang dimungkinkan akan lebih tampak pengaruh IC terhadap nilai tambah dan kinerja perusahaan masa depan.

2.8 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2010), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kaliamt pertanyaan. Sebab, jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H1: Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital, yaitu Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Kinerja Perusahaan, yaitu Economic Value Added (EVA) sebagai variabel independen.

H2: Secara parsial terdapat pengaruh terhadap Kinerja Perusahaan sebagai berikut.

H2.1: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif terhadap Economic Value Added (EVA)

H2.2: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif terhadap Economic Value Added (EVA)

H2.3: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh positif terhadap Economic Value Added (EVA)

2.9 Rerangka Teoritis

Saat ini perusahaan semakin menyadari bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada aset berwujud tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi dan teknologi, pengelolaan organisasi, serta sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu suatu organisasi bisnis perlu mengetahui pentingnya aset pengetahuan (knowledge asset) sebagai aset yang tidak berwujud. Pendekatan yang digunakan untuk penilaian dan pengukuran aset pengetahuan (knowledge asset) adalah Intellectual Capital (IC).

Metoda pengukuran intellectual capital dengan penilaian moneter, salah satunya yang dikenal adalah model Pulic yang dikenal dengan nama VAICTM. Intellectual Capital terdiri dari tiga elemen, yaitu modal manusia (human capital); customer capital dan human capital. Dalam penelitian ini, ketiga elemen tersebut dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan, yang dalam hal ini kinerja perusahaan diproksikan dengan Economic Value Added (EVA).

VACA (X1) + VAHU (X2) + STVA (X3) + PBV (Variable Kontrol) = EVA (Y)  

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sesuai dengan judul “Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Price to Book Value (PBV) Sebagai Variabel Kontrol”, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan hypothesis testing. Penelitian kuantitatif adalah sebuah penelitian terhadap masalah sosial atau manusia, berdasarkan pengujian teori yang tersusun atas variabel yang diukur dengan angka dan dianalisis dengan prosedur statistik, dalam rangka untuk menentukan kebenaran generalisasi prediktif dari teori-teori (Creswell, 1994). Sedangkan menurut Kasiram (2008), penelitian kuantitatif merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, yang dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda, dan lain-lain. Sedangkan menurut Sugiyono (2010), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti (Djarwanto, 1994). Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini yang diambil menggunakan teknik purposive sampling, dimana pengumpulan data sampel berdasarkan kriteria tertentu yaitu sebagai berikut.

1. Perusahaan yang diambil merupakan perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013

2. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap pada tahun 2009 hingga 2013

3. Perusahaan tidak mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga 2013

4. Laporan keuangan perusahaan dalam bentuk mata uang Rupiah

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, terpilihlah 9 perusahaan sekuritas yang telah memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.

3.3 Gambaran Obyek Penelitian

Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013 sebanyak 10 perusahaan. Dari 10 perusahaan tersebut, 9 diantaranya memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009 hingga 2013, sedangkan 1 perusahaan tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009 hingga 2013. Dan dari 9 perusahaan ini, terdapat 2 perusahaan yang mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga 2013. Sehingga jumlah perusahaan sekuritas yang digunakan dan memenuhi kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 perusahaan.

Tabel 1. Rekapitulasi Obyek Penelitian KeteranganJumlah
Perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 201310
Perusahaan yang tidak memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga 2013-1
Perusahaan yang mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga 2013-2
Total Perusahaan yang Menjadi Sampel dalam Penelitian7

Sumber: Data diolah

Berikut ini merupakan daftar 7 perusahaan sekuritas yang terdafatar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013, yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Tabel 2. Daftar Perusahaan Sampel Penelitian

KODENama Perusahaan (Terbaru)
AKSIMajapahit Securities Tbk
HADEHD Capital Tbk
KRENKresna Graha Sekurindo Tbk
PEGEPanca Global Securities Tbk
PANSPanin Sekuritas Tbk
RELIReliance Securities Tbk
TRIMTrimegah Securities Tbk

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data penelitian ini termasuk tipe data kuantitatif dengan sumber berupa data sekunder, yang diperoleh dari penelitian secara tidak langsung melalui media perantara http://www.idx.co.id. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang dibuat dalam bentuk angka (Sugiyono, 2010). Sedangkan data sekunder merupakan sumber data yang diambil oleh peneliti secara tidak langsung.

Sample dalam penelitian ini adalah perusahaan sekuritas yang telah go public dan listing di Bursa Efek Indonesia, serta telah mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit pada tahun 2009-2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang umumnya bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data yang digunakan diambil dengan cara mengunduh laporan keuangan perusahaan yang ada pada website http://www.idx.co.id.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda dokumentasi. Menurut Indrianto & Supomo (2002), metoda dokumentasi atau disebut juga metoda arsip memuat tentang kejadian di masa lalu. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh melalu Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan dalam bentuk laporan posisi keuanagn, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan.

Tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

3.6 Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (Sumadi Suryabrata, 2000). Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variabel dengan lainnya dan pengukurannya. Tanpa operasionalisasi variabel, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar variable yang masih bersifat konseptual. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi variabel terikat (dependen variable) dan variabel bebas (independen variable).

3.6.1 Variabel terikat (dependen variable)

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah economic value added (EVA) pada perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. EVA yang digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu alat ukur kinerja perusahaan, yang juga dapat menunjukkan nilai tambah suatu perusahaan. Menurut Young & O’Byrne (2001), EVA adalah selisih antara laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal. Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan dengan biaya modal rata-rata tertimbang. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

EVA = NOPAT – (WACC x Modal yang diinvestasikan) ……………. (1)

Keterangan:

NOPAT = Laba Operasi Setelah Pajak

WACC = Nilai Rata-rata Tertimbang dari Biaya Modal

Dari rumus di atas, dapat dilihat bahwa:

1. Jika EVA > 0, maka hal ini menandakan telah terjadi penambahan nilai ekonomi dalam perusahaan

2. Jika EVA = 0, maka hal ini menandakan secara ekonomis perusahaan dalam keadaan seimbang. Sebab, semua laba yang tersedia digunakan untuk membayar kewajiban pada penyedia dana, baik kreditur maupun pemegang saham.

3. Jika EVA < 0, maka hal ini menandakan bahwa tidak ada nilai tambah pada perusahaan. Sebab, dari perhitungan EVA tidak memenuhi harapan-harapan penyedia dana, terutama pada para pemegang saham.

3.6.2 Variabel bebas (independen variable)

Menurut Sekaran (2006), variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah komponen utama dari VAICTM, yaitu Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Structural Capital Value Added (STVA). Penelitian ini juga menggunakan variabel bebas yang digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini, yaitu Price to Book Value (PBV).

Berikut merupakan perhitungan dari variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.

1. Value Added Capital Employed (VACA) sebagai X1

VACA adalah perbandingan antara value added dengan capital employed. Pulic (1998) mengasumsikan, jika satu unit capital employed dapat menghasilkan return yang lebih besar pada suatu perusahaan maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan capital employed dengan lebih baik. VACA menjadi indikator kemampuan intelektual perusahaan untuk memanfaatkan modal fisik yang lebih baik (Rachmawati, 2012). Berikut perhitungan dari VACA.

……………………………………………………………………. (2)

Keterangan:

VA (Value Added): Output (OUT)– Input (IN), dimana Output adalah total penjualan dan pendapatan lainnya; sedangkan Input adalah beban dan biaya, selain beban karyawan.

CE (Capital Employed): Dana yang tersedia (ekuitas)

2. Value Added Human Capital (VAHU) sebagai X2

VAHU menunjukkan total value added terhadap beban karyawan perusahaan. Stewart (2000) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen. VAHU merupakan seberapa besar value added dibentuk oleh pengeluaran pekerja dalam rupiah. Hubungan antara value added dan human capital menandakan adanya kemampuan human capital di dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan. Berikut ini merupakan perhitungan dari VAHU.

…………………………………………………………………….. (3)

Keterangan:

VA(Value Added): OUT – IN

HC (Human Capital): Beban Karyawan

3. Structural Capital Value Added (STVA) sebagai X3

Value Added Structural Capital (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital dalam proses penciptaan nilai (value creation). STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan value added dan merupakan suatu indikasi seberapa sukses structural capital dalam proses penciptaan nilai (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Berikut merupakan perhitungan dari STVA.

……………………………………………………………………… (4)

Keterangan:

VA (Value Added): OUT – IN

SC (structural capital): VA – HC

4. Price to Book Value (PBV) sebagai X4

PBV menggambarkan seberapa besar nilai buku saham perusahaan dihargai oleh pasar. PBV adalah perbandingan nilai pasar dengan nilai buku suatu saham (Tryfino, 2009). Berikut merupakan perhitungan dari PBV.

……………………………….. (5)

3.7 Metoda Analisis Data

3.7.1 Analisis Data Deskriptif

Analisis data deskriptif merupakan suatu cara menganalisis data dengan mendeskripsikan data riil yang terkumpul, tanpa adanya maksud untuk membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Analisis data deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti. Data yang telah dikumpulkan diolah, kemudian dimasukkan ke dalam tabulasi dan dideskriptifkan. Teknik pengelolaan data terhadap variabel-variabel penelitian ini dilakukan dengan electronial dan processing (dengan bantuan komputer). Program perangkat lunak yang digunakan adalah SPSS versi 21.

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien regresi pada penelitian ini, maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan program SPSS.

3.7.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Hermi & Kurniawan, 2011). Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik.

Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula. Dengan data seperti ini maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi. Normal atau tidaknya data, berdasarkan distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Sehingga, uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang dimiliki dengan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data yang dimiliki.

Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, uji histogram, uji normal P-Plot, uji Chi Square, atau dengan Skewness dan Kurtosis. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji P-Plot dan Kolmogorov-Smirnov. Pada uji P-Plot, jika data menyebar di sekitar garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan pada uji Kolmogorov-Smirnov, jika nilai signifikasi pada tabel Kolmogorov-Smirnov lebih dari 5% maka data terdistribusi normal.

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel bebasnya (Ghozali, 2009).

Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai VIF kurang dari 10. Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

1. Menambah data penelitian.

2. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari model regresi.

3. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.7.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut Homokedastisitas, sedangkan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang Homokedastisitas atau Non-Heterokedastisitas (Hermi & Kurniawan, 2011).

Terjangkit atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil tabel coefficients. Jika nilai signifikansi (Sig) pada tabel coefficients di atas 0,05 maka tidak terjangkit heteroskedastisitas. Selain itu, hal ini juga dapat dilihat dari grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residual SPRED. Jika ada pola-pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas, tetapi jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).

3.7.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (non-autokorelasi). Pendeteksian autokorelasi menggunakan nilai Durbin Watson (DW) (Hermi & Kurniawan, 2011).

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan batasan-batasan nilai DW untuk melihat apakah model regresi terjangkit autokorelasi atau non-autokorelasi.

Tabel 3. Keputusan Autokorelasi

KriteriaHoKeputusan
0 < DW < dLDitolakTerdapat autokorelasi positif
dL < DW < dUTidak ada keputusanTidak terdapat keputusan
4-dL < DW < 4DitolakTerdapat autokorelasi negatif
4-dU < DW < 4-dLTidak ada keputusanTidak terdapat keputusan
dU < DW < 4-dUDiterimaTidak terdapat autokorelasi

Autokorelasi juga dapat dilihat melalui cara sebagai berikut (Santoso, 2010).

1. DW < (-2): Terdapat autokorelasi positif

2. (-2) < DW < 2: Tidak terdapat autokorelasi

3. 2 < DW: Terdapat autokorelasi negatif

3.7.3 Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e …………………………………………….. (6)

Keterangan:

Y: Economic Value Added (EVA)

α: Konstanta

β1,- β4: Koefisien Regresi

X1: Value Added Capital Employed (VACA)

X2: Value Added Human Capital (VAHU)

X3: Structural Capital Value Added (STVA)

X4: Price to Book Value (PBV)

e: Disturbance error

3.7.3.1 Uji F-Statistik

Pengujian simultan menganalisis pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini memiliki tujuan untuk menolak hipotesis nol (H0), sehingga hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima (Hermi & Kurniawan, 2011). Pembuktian dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai F tabel dengan nilai F hitung.

Nilai F hitung dapat langsung dilihat pada hasil output SPSS. Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Selain dari nilai F hitung, pembuktian juga dapat dilihat dari tingkat signifikansi. Tingkat signifikansi dapat dilihat dari tabel ANOVA. Pada penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5%, sehingga apabila nilai signifikansi di bawah 0,05 dapat dikatakan secara simultan variabel independen terdapat pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.7.3.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2009).

3.7.3.3 Uji t-Statistik

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) secara parsial. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficients pada output program SPSS. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%, sehingga jika nilai sig. suatu variabel di bawah 0,05 maka variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan berarti H0 ditolak. Begitu pula sebaliknya, jika nilai sig. di atas 0,05 maka variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dan berarti H0 diterima. Sedangkan jika dilihat melalui nilai t, nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel menunjukkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Namun, jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel maka berarti variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.

3.7.3.4 Uji r-parsial

Uji r-parsial memiliki fungsi untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Nilai r-parsial yang semakin besar menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial juga semakin besar, begitu pula dengan sebaliknya. Besarnya nilai r-parsial dapat dilihat pada tabel coefficients di hasil output program SPSS, pada nilai Beta di kolom Unstandardized Coefficienst.

3.8 Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan hipotesis sebagai berikut.

H01: Tidak terdapat pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

Ha1: Terdapat pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

H02.1: Value Added Capital Employed (VACA) tidak berpengaruh terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

Ha2.1: Value Added Capital Employed (VACA) berpengaruh signifikan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

H02.2: Value Added Human Capital (VAHU) tidak berpengaruh terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

Ha2.2: Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh signifikan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

H02.3: Structural Capital Value Added (STVA) tidak berpengaruh terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

Ha2.3: Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh signifikan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

3.9 Tahapan Penelitian

Ada beberapa langkah yang peneliti lakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Merumuskan masalah

2. Merumuskan hipotesis

3. Mengumpulkan data laporan keuangan perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013.

4. Menyeleksi perusahaan sekuritas yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian.

5. Menghitung nilai variabel independen dan variabel dependen, dalam bentuk milyaran rupiah.

6. Memasukkan data variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 21.

7. Menentukan tingkat signifikansi dan melakukan uji asumsi klasik dan uji regresi linear berganda untuk menganalisis data, dengan menggunakan SPSS versi 21.

8. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1 (H1)

Pada pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka H01 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Sedangkan, uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

9. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2 (H2)

Pada pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r-parsial. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka H01 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Sedangkan, uji r-parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

10. Menganalisis hasil data melalui hasil output SPSS versi 21. Data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan menggunakan kata-kata.

11. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan dari penelitian, serta saran untuk penelitian selanjutnya.

4.  PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum dan Data Perusahaan

Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan sekuritas, dimana perusahaan sektor sekuritas banyak memberikan pelayanan jasanya yang lebih mengutamakan modal sumber daya manusianya, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Perusahaan-perusahaan yang digunakan adalah perusahaan yang memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009 hingga 2013 dan yang tidak mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga 2013. Perusahaan sekuritas yang diambil untuk menjadi sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 7 perusahaan, yaitu: Asia Kapitalindo Securities Tbk., yang sekarang telah berubah nama menjadi Majapahit Securities Tbk; HD Capital Tbk.; Kresna Graha Sekurindo Tbk; Panca Global Securities Tbk; Panin Sekuritas Tbk; Reliance Securities Tbk; Trimegah Securities Tbk dan Yulie Sekurindo Tbk. Data tabulasi yang dimasukkan ke dalam SPSS untuk diuji dalam bentuk milyaran rupiah.

4.2 Deskripsi Data

Deskripsi data merupakan sebuah ringkasan data dari seluruh data yang digunakan dalam penelitian. Hasil dari deskripsi data dapat dilihat dalam hasil output SPSS pada kolom Descriptive Statistic. Hasil deskripsi data pada variabel independen dan dependen dalam penelitian dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 4. Hasil Statistik Deskripsi Descriptive Statistics
NMeanStd. DeviationMinimumMaximum
VACA35.1811.19750-.59.57
VAHU352.70663.82428-11.679.87
STVA35.6200.54418-.363.00
PBV351.4366.73801.633.65
EVA35-7.742948.73961-165.00121.00

4.2.1 Analisis Deskripsi Variabel Dependen

Hasil dari analisis deskripsi Economic Value Added (EVA) menunjukkan jumlah data sebesar 35, memiliki rata-rata -7,7429 dengan deviasi standar sebesar 48,73961. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata EVA 7 perusahaan sekuritas dari tahun 2009 hingga 2013 sebesar -7,7429, yang berarti rata-rata perusahaan tidak memiliki nilai tambah, dan nilai deviasi standarnya sebesar 48,73961, yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata EVA adalah 48,73961. Besarnya penyimpangan rata-rata EVA tersebut disebabkan oleh nilai-nilai EVA yang terlalu tinggi dan terlalu rendah. Nilai EVA yang terendah sebesar -165, dimana nilai tersebut adalah nilai EVA yang dimiliki oleh perusahaan Trimegah Securities Tbk pada tahun 2012. Sedangkan nilai EVA yang tertinggi sebesar 121, yang nilai tersebut merupakan nilai EVA perusahaan Panin Sekuritas Tbk pada tahun 2010.

4.2.2 Analisis Deskripsi Variabel Independen

Berikut ini merupakan hasil analisis deskripsi pada 4 variabel independen, yang seluruhnya memiliki jumlah data sebanyak 35.

1. Value Added Capital Employed (VACA)

Hasil dari analisis deskripsi Value Added Capital Employed (VACA) menunjukkan nilai rata-ratanya sebesar 0,1811, yang menandakan bahwa rata-rata dari 7 perusahaan mulai tahun 2009 hingga 2013 memiliki kemampuan intelektual perusahaan untuk memanfaatkan modal fisik sebesar 18,11%. Nilai deviasi standar VACA sebesar 0,1975, yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata VACA adalah 19,75%. VACA memiliki nilai terendah sebesar -0,59, yang nilai ini dimiliki oleh Majapahit Securities Tbk pada tahun 2011; dan memiliki nilai tertinggi sebesar 0,57, yang nilai tersebut dimiliki oleh Kresna Graha Sekurindo Tbk pada tahun 2010.

2. Value Added Human Capital (VAHU)

Hasil dari analisis deskripsi Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan nilai rata-ratanya sebesar 2,7066, yang menandakan bahwa kemampuan pekerja rata-rata dari 7 perusahaan mulai tahun 2009 hingga tahun 2013 dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan sebesar 270,66%. Nilai deviasi standar VAHU sebesar 3,82428, yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata VAHU sebesar 382,428%. Besarnya penyimpangan tersebut dikarenakan oleh nilai-nilai VAHU yang jauh berbeda. Nilai tertinggi dari VAHU adalah 9,87, yang nilai tersebut dimiliki oleh Panin Sekuritas Tbk pada tahun 2010. Sedangkan nilai terendah VAHU sebesar -11,67, yang nilai tersebut dimiliki oleh Majapahit Securities Tbk pada tahun 2011.

3. Structural Capital Value Added (STVA)

Hasil dari analisis deskripsi Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan nilai rata-ratanya sebesar 0,62, yang menandakan bahwa rata-rata dari 7 perusahaan mulai tahun 2009 hingga 2013 membutuhkan modal struktural sebesar 62% dalam proses penciptaan nilai perusahaan. STVA memiliki nilai deviasi standar sebesar 0,54418, yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata STVA sebesar 54,418%. Nilai terendah dari STVA adalah sebesar -0,36, yang nilai tersebut dimiliki oleh Trimegah Securities Tbk pada tahun 2012. Sedangkan nilai tertinggi dari STVA adalah sebesar 3, yang nilai tersebut dimiliki oleh Majapahit Securities pada tahun 2013.

4. Price to Book Value (PBV)

Hasil dari analisis deskripsi Price to Book Value (PBV) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 1,4366, yang menandakan bahwa besar nilai buku saham rata-rata dari 7 perusahaan mulai 51

tahun 2009 hingga 2013 yang dihargai oleh pasar sebesar 143,66%. Nilai yang rata-rata PBV yang tinggi ini menunjukkan penilaian investor yang tinggi pula dibandingkan dengan dana yang ditanamkan dalam perusahaan. PBV memiliki nilai deviasi standar sebesar 0,73801, yang berarti besarnya penyimpangan rata-rata PBV adalah sebesar 73,81%. Nilai terendah dari PBV adalah sebesar 0,63, yang nilai ini dimiliki oleh HD Capital Tbk pada tahun 2013. Sedangkan nilai tertinggi dari PBV adalah sebesar 3,65, yang nilai ini dimiliki oleh Kresna Global Securities Tbk pada tahun 2013.

4.3 Hasil Uji Asumsi Klasik

4.3.1 Hasil Uji Normalitas

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
VACAVAHUSTVAPBVEVA
N3535353535
Normal Parameters a,bMean.18112.7066.62001.4366-7.7429
Std. Deviation.197503.82428.54418.7380148.73961
Most Extreme DifferencesAbsolute.161.218.218.180.218
Positive.084.113.218.180.218
Negative-.161-.218-.099-.137-.176
Kolmogorov-Smirnov Z.9551.2891.2881.0671.287
Asymp. Sig. (2-tailed).321.072.072.205.073
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada residual seluruh variabel di atas diketahui nilai dari Asymp. Sig. (2-tailed) di atas 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh data variabel independen, yaitu Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU); Structural Capital Value Added (STVA) dan Price to Book Value (PBV), dan variabel dependen, yaitu Economic Value Added (EVA), berdistribusi normal. Hal ini berarti menandakan bahwa model regresi layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.

4.3.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Tabel 6. Hasil Uji Multikolinearitas

Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas di atas, diketahui bahwa seluruh variabel independen (Value Added Capital Employed –VACA, Value Added Human Capital – VAHU, Structural Capital Value Added – STVA dan Price to Book Value – PBV) memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) di bawah 10 dan nilai Tolerance mendekati 1. Hal ini menandakan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah multikolinearitas.

4.3.3 Hasil Uji Heterokedastisitas

Tabel 7. Hasil Uji Heterokedastisitas Coefficients a
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.
BStd. ErrorBeta
1(Constant)13.5338.7391.549.132
VACA19.00036.550.188.520.607
VAHU-.7621.657-.146-.460.649
STVA6.7077.367.183.910.370
PBV2.5935.848.096.443.661
a. Dependent Variable: ABRES

Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel independen (Value Added Capital Employed –VACA, Value Added Human Capital – VAHU, Structural Capital Value Added – STVA dan Price to Book Value – PBV) pada tabel Coefficients memiliki nilai Sig. di atas 0,05. Hal ini menandakan bahwa ke-empat variabel independen terbebas dari masalah heterokedastisitas. Selain itu, hasil uji heterokedastisitas juga dapat dilihat dari penyebaran pola seperti pada gambar grafik Scattrerplot berikut ini.

Gambar 1. Grafik Scatterplot

Dari gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Sehingga dari hasil tabel coefficients dan grafik scatterplot di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen dalam penelitian ini tidak terjangkit heterokedastisitas.

4.3.4 Hasil Uji Autokorelasi

Dari perhitungan menggunakan tabel Durbin-Watson didapatkan hasil sebagai berikut.

1. dL: 1,222

2. 4-dL: 2,778

3. dU: 1,726

4. 4-dU: 2,274

Sedangkan nilai DW dapat dilihat dari tabel di bawah ini Tabel 8. Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson Model Summary b
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
1.780a.608.55532.495251.895
a. Predictors: (Constant), PBV, STVA, VAHU, VACA
b. Dependent Variable: EVA

Berdasarkan hasil uji autokorelasi di atas, dapat diketahui bahwa nilai DW berada di antara nilai dU dan 4-dU, selain itu nilai DW juga mendekati angka 2. Hal ini menandakan bahwa model regresi yang digunakan berada pada daerah tidak terdapat autokorelasi atau tidak terjangkit autokorelasi.

4.4 Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Model regresi linear berganda pada penelitian ini dapat diketahui melalui tabel coefficients berikut ini.

Tabel 9. Coefficients Model Regresi

Berdasarkan hasil tabel di atas, dapat dibuat model regresi sebagai berikut.

Y= -43,224 – 107,241 VACA + 12,123 VAHU + 25,721 STVA + 4,280 PBV

Persamaan model regresi linear berganda di atas memiliki arti sebagai berikut.

1. Konstanta dengan nilai -43,224 menunjukkan bahwa jika tidak terdapat nilai variabel-variabel independen (yaitu: VACA, VAHU, STVA dan PBV) maka nilai EVA dari 7 perusahaan sekuritas dalam penelitian ini sebesar -43, 224.

2. VACA memiliki koefisien regresi sebesar -107,241. Hal ini menandakan bahwa setiap penambahan nilai 1 satuan VACA akan menurunkan nilai EVA dari 7 perusahaan sekuritas dalam penelitian ini sebesar 107,241.

3. VAHU memiliki koefisien regresi sebesar 12,123. Hal ini menandakan bahwa setiap penambahan nilai 1 satuan VAHU akan meningkatkan nilai EVA dari 7 perusahaan sekuritas dalam penelitian ini sebesar 12,123.

4. STVA memiliki koefisien regresi sebesar 25,721. Hal ini menandakan bahwa setiap penambahan nilai 1 satuan STVA akan meningkatkan nilai EVA dari 7 perusahaan sekuritas dalam penelitian ini sebesar 25,721.

5. PBV memiliki koefisien regresi sebesar 4,280. Hal ini menandakan bahwa setiap penambahan nilai 1 satuan PBV akan meningkatkan nilai EVA dari 7 perusahaan sekuritas dalam penelitian ini sebesar 4,280.

4.4.1 Hasil Pengujian Hipotesis

4.4.1.1 Hasil Uji F-Statistik

Hasil dari uji F-Statistik dapat dilihat dari tabel di bawah ini, dengan ketentuan nilai Sig. yang di bawah 0,05 menunjukkan pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Tabel 10. Hasil Uji F-Statistik ANOVAa
ModelSum of SquaresDfMean SquareFSig.
1Regression49090.438412272.61011.622.000b
Residual31678.248301055.942
Total80768.68634
a. Dependent Variable: EVA
b. Predictors: (Constant), PBV, STVA, VAHU, VACA

Dari tabel ANOVA di atas, dapat diketahui bahwa nilai Sig. seluruhnya berada di bawah 0,05. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa VACA, VAHU, STVA dan PBV secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap EVA perusahaan. Sehingga hal ini membuktikan bahwa penelitian menolak H01.

4.4.1.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil dari Uji Koefisien Determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the Estimate
1.780a.608.55532.49525
a. Predictors: (Constant), PBV, STVA, VAHU, VACA
b. Dependent Variable: EVA

Berdasarkan hasil tabel Model Summary di atas, pada kolom Adjusted R Square dapat disimpulkan bahwa besar tingkat pengaruh 4 variabel independen (VACA, VAHU, STVA dan PBV) terhadap variabel independen (EVA) adalah sebesar 55,5%. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 44,5%, variabel dependen (EVA) dipengaruhi oleh variabel independen di luar model penelitian.

4.4.1.3 Hasil Uji t-Statistik

Hasil dari Uji t-Statistik dapat dilihat dari tabel berikut ini, dengan ketentuan nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel dan nilai Sig di bawah 0,05 menunjukkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 12. Hasil Uji t-Statistik

Hasil Uji t-Statistik pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut.

1. Nilai t hitung dari VACA adalah sebesar -1, 863, sedangkan nilai t tabel dari VACA adalah 1,691. Jadi, nilai dari t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel. Nilai Sig. VACA sebesar 0,072, yaitu di atas 0,05. Kedua hasil nilai tersebut, menunjukkan bahwa VACA tidak memiliki pengaruh terhadap EVA. Sehingga dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak mampu menolak H02.1.

2. Nilai t hitung dari VAHU adalah sebesar 4,646, sedangkan nilai t tabel dari VAHU sebesar 1,691. Hal ini menandakan bahwa nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel. VAHU memiliki nilai Sig. di bawah 0,05 yaitu sebesar 0. Dari kedua hasil nilai tersebut, dapat diketahui bahwa VAHU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap EVA. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menolak H02.2.

3. Nilai t hitung dari STVA adalah sebesar 2,217, sedangkan nilai t tabel dari STVA sebesar 1,691. Hal ini menandakan bahwa nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel. STVA memiliki nilai Sig. di bawah 0,05 yaitu sebesar 0,034. Dari kedua hasil nilai tersebut, dapat diketahui bahwa STVA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap EVA. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menolak H02.3.

4. Nilai t hitung dari PBV adalah sebesar 0,465, sedangkan nilai t tabel dari PBV sebesar 1,691. Hal ini menandakan bahwa nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel. PBV memiliki nilai Sig. di atas 0,05 yaitu sebesar 0,645. Dari kedua hasil nilai tersebut, dapat diketahui bahwa variabel independen PBV, sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini, tidak memiliki pengaruh terhadap EVA.

4.4.1.4 Hasil Uji r-parsial

Hasil Uji r-parsial dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 13. Hasil Uji r-parsial 60

Dari tabel di atas, pada kolom Standardized Coefficients-Beta dapat diketahui hal-hal berikut ini.

1. Nilai r-parsial VACA sebesar -0,435, yang berarti bahwa 43,5% dari EVA mampu dijelaskan oleh VACA. Nilai negatif VACA menunjukkan bahwa VACA memiliki pengaruh yang negatif/berkebalikan terhadap EVA.

2. Nilai r-parsial VAHU sebesar 0,951, yang berarti bahwa 95,1% dari EVA mampu dijelaskan oleh VAHU. Nilai positif VAHU menunjukkan bahwa VAHU memiliki pengaruh yang positif terhadap EVA.

3. Nilai r-parsial STVA sebesar 0,287, yang berarti bahwa 28,7% dari EVA mampu dijelaskan oleh STVA. Nilai positif STVA menunjukkan bahwa STVA memiliki pengaruh yang positif terhadap EVA.

4. Nilai r-parsial PBV sebesar 0,065, yang berarti bahwa 6,5% dari EVA mampu dijelaskan oleh PBV. Nilai positif PBV menunjukkan bahwa PBV memiliki pengaruh yang positif terhadap EVA.

4.5 Implikasi Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji 4 hipotesis dengan variabel kontrol Price to Book Value (PBV) yang terbagi dalam 2 hipotesis besar, yaitu (1) pengaruh variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan, dalam hal ini adalah Economic Value Added (EVA), serta (2) pengaruh dari masing-masing variabel independen secara parsial, yaitu VACA; VAHU dan STVA terhadap variabel dependen EVA.

Sebelum dilakukan uji regresi linear berganda untuk menguji hipotesis, penelitian ini melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu, yang terdiri dari uji normalitas; uji multikolinearitas; uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Pada hasil uji normalitas, didapatkan hasil bahwa seluruh variabel independen maupun dependen terdistribusi normal. Pada hasil uji asumsi klasik yang lainnya, diketahui bahwa seluruh model regresi penelitian tidak terkena masalah multikolinearitas, heterokedastisitas maupun autokorelasi. Sehingga, dari hasil uji asumsi klasik ini dapat dilanjutkan ke uji regresi linear berganda untuk mengetahui hasil uji hipotesis penelitian.

Pada uji regresi linear berganda dapat diketahui model regresi penelitian ini adalah Y= -43,224 – 107,241VACA + 12,123VAHU + 25,721STVA + 4,28PBV. Hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,555, yang berarti bahwa 55,5% penelitian EVA dapat dijelaskan oleh VACA, VAHU, STVA dan PBV. Sisanya (44,5%), dapat dijelaskan oleh variabel indepeden di luar model penelitian. Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa seluruh variabel independen (VACA, VAHU, STVA) dan variabel control PBV secara simultan memengaruhi variabel dependen (EVA). Sehingga, dalam penelitian ini mampu menolak H01 dan menerima Ha1.

Dalam uji hipotesis kedua, yang meneliti pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen, dapat diketahui bahwa VAHU dan STVA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap EVA. Sedangkan VACA dan PBV tidak memiliki pengaruh pada EVA. Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat di bawah ini.

1. Pada hasil uji t-Statistik nilai dari t hitung VACA lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel dan nilai Sig. VACA di atas 0,05, yaitu sebesar 0,072. Sehingga hal ini menandakan bahwa VACA tidak memiliki pengaruh pada EVA, yang berarti penelitian tidak mampu menolak H02.1 dan menolak Ha2.1. Selain itu pada uji r-parsial, juga dapat diketahui nilai negatif VACA pada tabel coefficients dalam kolom Unstandardized Coefficients-Beta menunjukkan bahwa VACA memiliki pengaruh yang negatif/berkebalikan terhadap EVA.

2. Pada hasil uji t-Statistik nilai dari t hitung VAHU lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel dan nilai Sig. VAHU di bawah 0,05, yaitu sebesar 0. Sehingga hal ini menandakan bahwa VAHU memiliki pengaruh yang signifikan pada EVA, yang berarti penelitian mampu menolak H02.2 dan menerima Ha2.2. Selain itu pada uji r-parsial, juga dapat diketahui nilai positif VAHU pada tabel coefficients dalam kolom Unstandardized Coefficients-Beta menunjukkan bahwa VAHU berpengaruh positif terhadap EVA.

3. Pada hasil uji t-Statistik nilai dari t hitung STVA lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel dan nilai Sig. STVA di bawah 0,05, yaitu sebesar 0,034. Sehingga hal ini menandakan bahwa STVA memiliki pengaruh yang signifikan pada EVA, yang berarti penelitian mampu menolak H02.3 dan menerima Ha2.3. Selain itu pada uji r-parsial, juga dapat diketahui nilai positif VAHU pada tabel coefficients dalam kolom Unstandardized Coefficients-Beta menunjukkan bahwa VAHU berpengaruh positif terhadap EVA.

4. Pada hasil uji t-Statistik nilai dari t hitung PBV lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel dan nilai Sig. PBV di atas 0,05, yaitu sebesar 0,645. Sehingga hal ini menandakan bahwa PBV, sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini, tidak memiliki pengaruh pada EVA. Namun pada uji r-parsial diketahui bahwa PBV memiliki nilai positif pada tabel coefficients dalam kolom Unstandardized Coefficients-Beta, hal ini menunjukkan bahwa PBV berpengaruh positif terhadap EVA.

5.  PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya pengaruh seluruh variabel Intellectual Capital, yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA); Value Added Human Capital (VAHU) dan Structural Capital Value Added (STVA), terhadap kinerja perusahaan (Economic Value Added – EVA), baik secara simultan maupun secara parsial. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan sekuritas, dimana perusahaan ini banyak memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009 hingga 2013 dan memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013 untuk meneliti adanya pengaruh dari Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan. Untuk memperkuat nilai variabel independen, penelitian ini menggunakan variabel kontrol Price to Book Value (PBV), dimana variabel ini juga merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan.

Sebelum melakukan uji analisis linear berganda, penelitian ini terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik, yang terdiri dari Uji Normalitas; Uji Multikolinearitas; Uji Heterokedastisistas dan Uji Autokorelasi, untuk melihat apakah data pada penelitian ini mengalami masalah atau dapat dilanjutkan untuk diuji pada tahap selanjutnya. Dari hasil Uji Normalitas, dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen maupun dependen berdistribusi normal. Selain itu, dari hasil uji asumsi klasik yang lainnya dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen dalam penelitian ini tidak mengalami masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas maupun autokorelasi. Sehingga dari uji asumsi klasik, seluruh data dapat dilanjutkan untuk dilakukan uji regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dan analisis regresi linear berganda dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini.

1. Dari hasil uji F-Statistik dapat diketahui bahwa pada tabel ANOVA menunjukkan nilai Sig. di bawah 0,05, yang berarti seluruh variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Sehingga penelitian ini mampu menolak H01 dan menerima Ha1, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

2. Dari hasil uji t-Statistik dan hasil uji r-parsial dapat disimpulkan bahwa secara parsial, Value Added Human Capital (VAHU) dan Structural Capital Value Added (STVA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Economic Value Added (EVA). Sedangkan, Value Added Capital Employed (VACA) tidak memiliki pengaruh terhadap Economic Value Added (EVA). Sehingga, penelitian ini menolak Ha2.1 dan tidak mampu menolak H02.1 yang berisi bahwa Value Added Capital Employed (VACA) tidak berpengaruh terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan; mampu menolak H02.2 dan menerima Ha2.2, yang menyatakan Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh signifikan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan; serta mampu menolak H02.3 dan menerima Ha2.3, yang menyatakan Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh signifikan terhadap Economic Value Added (EVA) perusahaan.

3. Dari hasil-hasil penelitian di atas dan beberapa hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, Intellectual Capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Perusahaan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti berikut ini.

1. Penelitian Intellectual Capital terbatas, hanya dapat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa

2. Penelitian ini hanya mengambil satu sektor perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, yaitu perusahaan sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009 hingga 2010. Sedangkan, masih banyak sektor perusahaan lainnya yang juga bergerak dalam bidang jasa. Sehingga, hasil penelitian ini belum tentu sama jika diaplikasikan pada perusahaan lainnya.

5.3 Saran

Bagi para peneliti selanjutnya, apabila akan melakukan penelitian terhadap Intellectual Capital disarankan untuk:

1. Menambahkan variabel-variabel independen yang berhubungan dengan sumber daya manusia perusahaan yang dinilai mampu untuk mengukur kinerja perusahaan.

2. Menambahkan beberapa sektor perusahaan yang juga bergerak dalam bidang jasa

3. Menggunakan periode yang lebih dari 5 tahun, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. 2000. Pelaporan MI: Upaya Mengembangkan Ukuran-ukuran Baru. Media Akuntansi, Edisi 7. Thn. VIII. pp. 46-47

Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Media Staff Indonesia. Jakarta.

Artinah, Budi. 2011. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan). Socioscientia (Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial). FEBRUARI 2011, VOLUME 3 NOMOR 1.

Barney, J. B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. Vol. 17, pp.99-120.

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: a Study of The Resource-Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital. Vol.4 No.2.pp.215-226.

Bontis, N., Keow, W.C.C., & Richardson, S. 2000. Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital. 1(1), pp. 85-100.

Brigham, Eugene F. & Houston, Joel F. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku Satu, Edisi Sepuluh. PT. Salemba Empat. Jakarta.

Burr & Girardi. 2002. Complexity And Knowledge Managemen. Gramedia Pustaka. Bandung.

Chen, M., Cheng, S., & Hwang, Y. 2005. An Empirical Investigation of The Relations between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital. 6(2), 159- 176.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. Sage Publication. California.

Daud, R.M. & Amri, A. 2008. Pengaruh Intellectual Capital Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia). JURNAL TELAAH & RISET AKUNTANSI. Vol. 1, No. 2. Juli 2008. Hal. 213-231.

Djarwanto. 1994. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi. Liberty. Yogyakarta.

Indah, Fajarini S.W. & Firmansyah, Riza. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan LQ 45). Jurnal Dinamika Akuntansi. IV (1): 1-12

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gozali, A. & Hatane, S. E. 2014. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Dan Nilai Perusahaan Khususnya Di Industri Keuangan Dan Industri Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2012. BUSINESS ACCOUNTING REVIEW. VOL. 2, NO.2, JULI 2014: 208-217.

Hermi & Kurniawan, Ary. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik (JPAK). Vol. 6, No.2, Juli 2011. Hal 83-95.

IFAC,I.F. 2009. International Good Practice Guidance Evaluating and Improving Governance in Organizations.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi 2007. Salemba Empat. Jakarta.

Indrianto & Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Iramani, R.R., dan Erie Febrian. 2005. Financial value added: suatu paradigma dalam pengukuran kinerja dan nilai tambah perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 7(1): 1-10.

Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Kasiram, M. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. UIN-Malang Press. Malang.

Kuryanto, B dan Syafruddin, M. 2008. Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. 1-30.

Meek, G.K., & Gray, S.J. 1988. The Value Added Statement: an Innovation for The US Companies. Accounting Horizons. Vol. 12 No. 2. pp. 73-81.

Mirza, Teuku. 1997. EVA sebagai Alat Penilai. Majalah Manajemen dan Usahawan Indonesia.

Moss, Sylvia dan Tubbs, L. Stewart. 2000. Human Communication: Prinsip – Prinsip Dasar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Prasetyanto, P. & Chariri, A. 2013. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Kinerja Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Keuangan di BEI Periode Tahun 2009–2011). DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-12. ISSN (Online): 2337-3806.

Pratiwi, Ema. 2014. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah Di Indonesia. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Pulic, Ante. 1998. Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy. Paper Presented at the 2nd McMaster word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential.

Pulic, Ante. 1999. Measuring the Performance of Intellectual Potential in the Knowledge Economy. Paper Presented at the 2nd “Word Congress on the Management of Intellectual Capital”.

Putra, I Gede Cahyadi. 2012. Pengaruh Modal Intelektual Pada Nilai Perusahaan Perbankan Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika (JINAH). Volume 2, Nomor 1, Desember 2012. ISSN: 2089-3310.

Rachmawati, Damar A.D. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan. Jurnal Nominal. Volume I Nomor I/Tahun 2012. Akuntansi. Erlangga. Jakarta.

Rahardian, Ariawan A. 2011. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares (LQS). Skripsi (Tidak dipublikasikan). Universitas Diponegoro. Semarang.

Salim, Selvi M. & Karyawati, G. 2013. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan. Journal of Business and Entrepreneurship. ISSN: 2302 – 4119 Vol. 1, No. 2; Mei 2013

Santoso, Singgih. 2010. Statistik Multivariat. PT Gramedia. Jakarta.

Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPEF-YOGYAKARTA. Yogyakarta.

Sawir, Agnes. 2002. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Soetedjo, H. Soegeng & Mursida, S. 2014. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan. SNA 17 Mataram, Lombok. Universitas Mataram. 24-27 Sept 2014.

Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. Universitas Sumatera Utara.

Sugiono, A. 2009. Manajemen Keuangan Untuk Praktisi Keuangan. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Educational Psychology. Eagles. New York.

Tan et al. 2007. Intellectual capital and financial returns of companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1, 2007 pp. 76-95

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi. Kanisius. Yogyakarta.

Taurisca, Safiria. 2013. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Corporate Financial Performance (Studi Empiris Perusahaan Yang Termasuk Dalam Indeks Idx 30 – Blue Chip). Jurnal. Universitas Dian Nuswantoro.

Tryfino. 2009. Cara Cerdas Berinvestasi Saham. Transmedia Jakarta. Jakarta.

Tunggal, A.W. 2001. Memahami Konsep Value Added dan Value Based Management. Harvarindo. Jakarta.

Ulum, I., Ghozali, I., & Chariri, A. 2008. Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares. Simposium Nasional Akuntansi 11 (SNA 11). Universitas Tanjung Pura Pontianak.

Ulum, I. 2009. INTELLECTUAL CAPITAL: Konsep dan Kajian Empiris (1 ed). Graha Ilmu. Yogyakarta.

Ulum, I. 2013. iB-VAIC: Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Inferensi (terakreditasi). Volume 7, no 1, hlm 183-204. ISSN: 1978-7332.

Utama, S. & Afriani, C. 2002. Praktek Corporate Governance dan Penciptaan Nilai Perusahaan: Studi Empiris di BEJ. Manajemen Usahawan Indonesia. 08/TH.XXXIV, Agustus 2002, hlm 3-14.

Utomo, Lisa L. 1999. Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja Manajemen Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1, No. 1, Mei 1999: 28 – 42.

Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall. New York.

Widyaningrum, A. 2004. Modal Intelektual. Departemen Akuntansi FEUI. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 1 pp. 16-25.

Yogidanarinto, A.P. 2011. Analisis Nilai Tambah Sebagai Indikator Modal Intelektual dan Pengaruhnya pada Kinerja Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Program Strata-1. Universitas Diponegoro. Semarang.

Young, S.D., & O’Byrne Stephen F. 2001. EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai. Edisi pertama. Salemba empat. Jakarta.

Yuliana, K. 2011. Analisis Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Metoda Economic Value Added Dan Market Value Added Pada Perusahaan Mayora Indah. Tugas Akhir. Program Studi Akuntansi. Universitas Ma Chung Malang.

Yuniasih, N., Wirama D., & Badera, I. 2010. Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan: Kajian Berdasarkan Modal Intelektual. Simposium Nasional Akuntansi 13. 1-28.

PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR, KURS, BI RATE, INFLASI DAN NET EXPORT TERHADAP IHSG PERIODA JANUARI 2009—SEPTEMBER 2014

GUNAWAN SANTOSO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL MATA KULIAH EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitian ini meneliti mengenai dampak jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan dan paesial terhadap IHSG. Penelitian ini menggunakan perioda waktu Januari 2009—September 2014 data yang digunakan meruapakn data bulanan. Sehingga jumlah data masing-masing variabel berjumlah 69. Teknik analisis adalah regresi berganda yang diawali dengan uji asumsi klasik. Alat untuk menggolah data ada software IBM SPSS 20, Hasil dari penelitian ini ada variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Sementara secara parsial variabel kurs dan inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG. Dan untuk variabel jumlah uang beredar, BI rate dan Net Export berpengaruh positif terhdap IHSG.

Kata-kata kunci: jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan net export, IHSG. ii

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar modal dapat dikatakan sebagai sarana berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang diperjual belikan. Merupakan salah satu saranan dalam melakukan investansi, pihak yang membutuhkan dana menjual berbagai instrumen keuangan meliputi obligasi, ekuitas, reksa dana, instrumen derivatif dan instumen lainnya. Adanya aktivitas jual beli merupakan suatu indikator adanya pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana. Tidak hanya d Indonesia, negara-negara yang berkembang maupun yang sudah maju juga membutuhkan dana. Perusahaan pada umumnya membutuhkan dana agar dapat melakukan aktivitasnya. Serta umumnya aktivitas perusahaan dalam melakukan pencarian dana dengan penjualan instrumen keuangan jangka panjang.

Adanya pihak yang mengontrol dalam aktivitas ini, di Indonesia aktivitas pasar modal dinaungi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan adanya pasar modal di Indonesia perusahaan-perusahaan yang sudah memenuhi syarat untuk bergabung menjadi bagian dari BEI menghimpun dana dengan menjual instrumen keuangan. Pada umumnya syarat pertama yang ada untuk perusahaan adalah perusahaan yang go public, dengan tujuan agar para calon investor dapat mengetahui prospek kedepan perusahaan.

Terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin go public. perusahaan harus memnuhi syarat-syarat yang terdapat pada papan utama dan papan pengembangan yang telah diatur oleh BEI. Penanaman modal oleh investor banyak melakukan pertimbangan, sebagai pihak yang memiliki dana lebih mengharapkan adanya return yang lebih daripada investasi dengan cara lain Tandelilin (2010). Pendanaan oleh investor bukan semata-mata dilakukan tanpa pertimbangan. Menurut Sharpe Et All (1993), merumuskan investasi merupakan sebuah pengorabanan atas aset yang dimiliki sekarang guna mendapatkan aset pada masa mendatang yang tentu saja dengan harapan jumlah yang lebih besar. Sementara keputusan dalam melakukan investasi memerlukan perimbangan yang seksama.

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan seorang investor menginvestasikan dana yang dimiliki. Dalam beberapa penelitian yang mencangkup makro ekonomi telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih berubah-ubah. Penulis menggunakan beberapa variabel yang diperkirakan memiliki pengaruh terdapah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).Diantaranya tingkat inflasi, BI Rate,jumlah uang beredar, net export, dan nilai kurs terhadap dollar amerika. Sementara menggunakan variabel dependen IHSG , karena IHSG merupakan indikator pergerakan harga saham yang dapat menggambarkan keaadaan pasar di BEI.

Pemilihan variabel independen pada penelitian ini memiliki acuan terhadap peneliti-peneliti terdahulu. Seperti Penelitian mengenai peran profitabilitas, suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terdap harga saham di pasar modal Indonesia selama krisis ekonomi oleh Utami & Rahayu (2003). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel penelitian berpengaruh secara simultan terhadap harga saham saat terjadi krisis. Namun secara parsial hanya suku bunga dan nilai tukar yang memiliki pengaruh signifikan.

Sementara Wardhone (2003) dalam Avonti & Prawoto (2004), meneliti mengenai pengaruh inflasi, PDB, dan BI Rate terhadap IHS sektor manufaktur. Pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh parsial maupun simultan secara signifikan. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa penelitian Utan & Rahayu (2003) dan penelitian Wardhone (2003) berbeda terhadap ada atau tidaknya pengaruh pada harga saham.

Akan tetapi penelitian Avonti & Prawoto (2004) meneliti bahwa ada pengaruh simultan dan parsial pada nilai tukar (kurs) dan tingkat suku bunga terhadap IHSG. Sementara hal serupa yang mendukung terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Hariyono (2014) bahwa terdapat pengaruh baik secara simultan dan parsial terhadap kurs (IDR/USD) dan IHSG dengan variabel independen jumlah uang beredar, BI Rate dan Net Export terhadap kedua variabel dependen.

Dengan perbedaan hasil penelitian yang pernah dilakukan, hal ini menjadi dasar penulis mencoba melakukan replikasi dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekonomi secara makro jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh terhadap IHSG. Sehingga pada penelitian ini penulis memberikan judul “ PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR, KURS, BI RATE, INFLASI DAN NET EXPORT TERHADAP IHSG (Perioda Januari 2009—September 2014)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah variabel jumlah uang beredar, kurs BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG?

2. Bagaimana masing-masing variabel (jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export ) berpengaruh secara parsial terhadap IHSG?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk membuktikan adanya pengaruh variabel jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG.

2. Untuk membuktikan adanya pengaruh variabel jumlah uang beredar, kurs BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara parsial terhadap IHSG.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan mengenai perekonomian makro dimana Indonesia sebagai negara berkebang sebagai sarana investasi.

2. Bagi Rekan-Rekan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai makro ekonomi khusunya pada bidang investasi dan mengenai dunia pasar modal khususnya untuk fluktuatif harga IHSG.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Ilmu Ekonomi

Seperti dalam pengatar ilmu ekonomi, ekonomi dibagi menjadi 2 secara garis besar yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Sebelum bjauh membahas mengenai sub dari ilmu ekonomi, ada baiknya mengetahui pengertian ilmu ekonomi. Menurut Mankiw (2006) mengatakan bahawa bagaimana seorang mempelajari serta mengolah sumber daya yang ada untuk pengoptimalan. Sehingga ilmu ekonomi meruoakan tahapan dalam mengatasi masalah ekonomi yang ada serta keputusan dalam menyelesaikan masalah ekonomi.

Adapun 10 prinsip ekonomi menurut Mankiw (2006) dibagi menjadi beberapa sub. Diantaranya mengenai pengambilan keputusan, interaksi dan perekonomian secara keseluruhan. Hal-hal mendasar mengenai pengambilan keputusan secara individu terdapat pada prinsip 1sampai dengan prinsip 4:

1. Prinsip 1: Orang-orang menghadapi tradeoff (pertukaran) antara berbagai pilihan tujuan

2. .Prinsip 2: Biaya adalah apa yang anda korbankan untuk mendapatkan sesuatu. Maksudnya, biayauntuk setiap tindakan diukur dalam kesempatan-kesempatan yang terlewatkan.

3. Prinsip 3: Orang-orang rasional berpikir pada batas (margin). Maksudnya, orang-orang yangrasional mengambil keputusan dengan membandingkan biaya marginal dengan keuntungan marginal.

4. Prinsip 4: Orang-orang tanggap terhadap insentif. Maksudnya, orang-orang mengubah perilakumereka sebagai respons atas perubahan insentif yang mereka hadapi.

Hal-hal mendasar mengenai interaksi di masyarakat terdapat pada prinsip 5 sampai dengan prinsip 7:

1. Prinsip 5: Perdagangan dapat menguntungkan kedua belah pihak yang melakukannya.

2. Prinsip 6: Pasar adalah tempat yang baik untuk mengorganisasikan kegiatan ekonomi.

3. Prinsip 7: Pemerintah terkadang mampu meningkatkan hasil-hasil dari pasar. Maksudnya, pemerintah dapat meningkatkan kinerja pasar seandainya terjadi kegagalan pasar atau hasil dari pasar merata.

Hal-hal mendasar mengenai perekonomian secara keseluruhan terdapat pada prinsip 8 sampaidengan prinsip 10:

1. Prinsip 8: Standar hidup suatu negara bergantung pada kemampuannya menghasilkan barang dan jasa. Jadi, produktivitas merupakan sumber yang utama dari standar hidup.

2. Prinsip 9: Harga-harga meningkat jika pemerintah mencetak uang yang terlalu banyak.Pertumbuhan jumlah uang yang terlalu banyak adalah penyebab utama inflasi

3. Prinsip 10 : Masyarakat menghadapi tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran.

Prinsip-prinsip ekonomi yang dikemukakan diata, memiliki keterkaitan antara satu dan yang lain. seperti pengambilan keputusan dengan interaksi serta dengan keadaan perekonomian yang ada.

2.2 Ekonomi Makro

Ekonomi makro, dilihat dari namanya memiliki arti perekonomian secara luas berdasarkan cakupannya. Menurut Dornbusch & Fischer (1994) ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang berurusan dengan berbagai masalah makroekonomi yang penting (major macroeconomic issues) dan sekaligus merupakan persoalan yang dihadapi didlam kehidupan sehari-hari.

Sementara menurut Mankiw (2006) ekonomi makro merupakan pembelajaran mengenai fenomena-fenomena yang ada secara global bahkan cangkupannya dapat dilihat secara luas, termasuk kedalamnya tingkat inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonmi. Dengan kata lain ekonomi makro merupakan cakupan permasalahn ekonomi yang tidak hanya mencangkup satu negara saja, tetapi mencangkup banyak negara.

Menurut Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010) kebijakan ekonomi makro yang dilakukan oleh pemerintah sebagai keiikutsertaan pemerintah dalam memacu kehidupan ekonomi selalu dihadapkan kepada masalah pertumbuhan, inflasi, dan pengangguran sebagai central issues macroeconomic. Dengan kata lain bahwa yang menjadi masalah pokok dalam ekonomi makro dan mencakup keseluruhan variabel variabel dalam ekonomi makro adalah masalah pertumbuhan, inflasi dan pengangguran.

Selain menghadapi permasalahan pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan masalah inflasi, masalah yang sering dihadapi oleh setiap negara di dunia adalah masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi dan masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Untuk lebih jelas mengenai masalah masalah yang akan dihadapi oleh perekonomian suatu negara dapat terlihat jelas dari gambar dibawah ini

Gambar 1. Masalah dalam Ekonomi Makro

Sumber: Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010:13)

2.2.1Pasar Makro

Menurut Boediono (2012), dalam ekonomi makro terdapat empat pasar yang saling berubungan dan terdapat lima pelaku ekonomi. Empat pasar tersebut adalah:

1. Pasar Barang :

Di pasar barang, permintaan total masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa bertemu dengan seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi dan ditawarkan oleh seluruh produsen yang ada di masyarakat dalam suatu periode. Di pasar ini kita ingin mengetahui apa yang terjadi dengan tingkat harga umum (P) dan kuantitas total barang-barang dan jasa-jasa (Q) Dengan demikian dengan mempelajari pasar barang kita bisa mengetahui (a) tinggi rendahnya tingkat inflasi, dan (2) naik turunnya GDP (Gross Domestic Product).

Gambar 2. Pasar Barang

Sumber: Boediono 2012

2. Pasar Uang

Di pasar uang, permintaan (atau kebutuhan) masyarakat akan uang (kartal dan giral) bertemu dengan jumlah uang (kartal dan giral) yang beredar. Pertemuan antara permintaan dan penawaran uang akan menentukan harga uang , yang tidak lain adalah tingkat bunga.

Gambar 3. Pasar Uang

Sumber: Boediono 2012

3. Pasar Tenaga Kerja

Di pasar tenaga kerja, permintaan (kebutuhan) total akan tenaga kerja dari sektor swasta dan pemerintah bertemu dengan jumlah angkatan kerja yang tersedia pada waktu itu. Pertemuan permintaan dan penawaran tenaga kerja tersebut akan menentukan harga tenaga kerja , yaitu tingkat upah.

Gambar 4. Pasar Tenaga Kerja

Sumber: Boediono 2012

4. Pasar Luar Negeri

Di pasar luar negeri, permintaan dunia akan barang-barang ekspor dalam negeri bertemu dengan penawaran barang-barang tersebut yang dapat disediakan oleh para eksportir. Sebaliknya, permintaan barang-barang impor untuk dalam negeri bertemu dengan penawaran barang-barang tersebut yang dapat ditawarkan pihak luar negeri. Pertemuan antara permintaan barang-barang ekspor dan penawaran barangbarang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor. Harga rata-rata ekspor dikalikan dengan volume ekspor memberikan penerimaan devisa dari ekspor. Pertemuan antara permintaan impor dan penawaran barang-barang tersebut dari luar negeri menentukan harga rata-rata impor. Harga rata-rata impor dikalikan dengan volume impor memberikan pengeluaran devisa untuk impor. Penerimaan devisa dikurangi pengeluaran devisa tersebut disebut neraca perdagangan. Harga rata-rata ekspor dibagi denganharga rata-rata impor disebut dasar penukaran luar negeri (terms of trade).

Gambar 5. Pasar Luar Negeri

Sumber: Boediono 2012

2.2.2 Pelaku Pasar Makro

Dalam ekonomi makro menurut Boediono (2012) menggolongkan orang-orang atau lembaga-lembaga yang melakukan kegitan ekonomi menjadi lima kelompok besar, yaitu :

1. Rumah Tangga

2. Produsen

3. Pemerintah

4. Lembaga-lembaga keuangan

5. Negara-negara lain

Gambar 6. Kaitan antara pelaku dan pasar dalam ekonomi makro beserta keterangan

Sumber: Boediono 2012

Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa :

a) Menerima penghasilan dari dari para produsen dari penjualan tenaga kerja mereka (upah), deviden, dan dari menyewakan tanah hak milik mereka.

b) Menerima penghasilan dari lenbaga-lembaga keuangan berupa bunga.

c) Membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen).

d) Menyisihkan sisa penghasilannya untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan.

e) Membayar pajak kepada pemerintah.

f) Masuk dalam pasar uang sebagai peminta (demander) karena kebutuhan mereka akan uang tunai untuk misalnya transaksi sehari-hari.

Kelompok Produsen melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa :

a) Memproduksi dan menjual barang dan jasa (sebagai suplaier dalam pasar barang),

b) Menyewa faktor-faktor produksi yang dimiliki rumah-tangga untuk proses produksi,

c) Menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain ( selaku demander dalam pasar barang),

d) Meminta kredit dari lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka ( sebagai demander dalam pasat uang),

e) Membayar pajak kepada pemerintah.

Kelompok Lembaga-lembaga Keuangan mencakup semua bank dan lembaga keuangan lainnya kecuali Bank Sentral ( BI) melakukan kegiatan:

a) Menerima simpanan/deposito dari rumah tangga,

b) Menyediakan kredit dan uang giral ( sebagai suplaier dalam pasar uang).

Pemerintah melakukan kegiatan:

a) Menarik pajak langsung dan tak langsung,

b) Membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pemerintah (sebagai demander dalam pasar barang),

c) Meminjam uang dari luar negeri,

d) Menyewa tenaga kerja (sebagai demander dalam pasar tenaga kerja),

e) Menyediakan kebutuhan uang ( kartal ) bagi masyarakat ( ebagai suplaier di pasar uang).

Negara-negara lain melakukan kegiatan:

a) Menyediakan kebutuhan barang impor (suplaier di pasar barang),

b) Membeli hasil-hasil ekspor kita (demander di pasar barang),

c) Menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri,

d) Membeli barang di pasar barang untuk perusahaannya yang ada di dalam negeri .

e) Masuk dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang dari luar negeri (devisa) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal dalam negeri untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaannya yang ada di dalam negeri (misal : Indonesia). Jadi , negara-negara lain tersebut dapat sebagai suplaier uang maupun sebagai demander uang.

2.3 Produk Domestik Bruto (PDB)

Dalam perekonomian suatu negara terdapat suatu indikator yang digunakan untuk menilai apakah perekonomian berlangsung dengan baik atau buruk. Indikator dalam menilai perekonomian tersebut harus dapat digunakan untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indokator yang tepat serta sesuai untuk melakukan pengukuran adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

Pengertian PDB menurut Mankiw (2006) adalah nilai pasar dari semua barang atau jasa akhir (final) yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periodea tertentu. Namun dalam PDB terdapat beberapa hal yang tidak disertakan seperti nilai dari kegiatan yang berasal dari luar pasar, kualitas pasar dan distribusi pasar. Dalam hal pengukuran, PDP mencoba menjadi ukuran yang meliputi banyak hal, termasuk di dalamnya adalah barang – barang yang diproduksi dalam perekonomian dan dijual secara legal di pasaran.

Sedangkan hal – hal yang tidak dapat diukur oleh PDB yaitu PDB mengecualikan banyak barang yang diproduksi dan dijual secara gelap, seperti obat – obatan terlarang. GDP juga tidak mencakup barang – barang yang tidak pernah memasuki pasar karena diproduksi dan dikonsumsi dalam rumah tangga. Menurut Mankiw (2006) PDB dapat dihitung dengan komponen – komponen dari PDB. PDB (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi (c), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX):

……………………………………………………………………………(i)

Persamaan ini merupakan persamaan identitas – sebuah persamaan yang pasti benar dilihat dari bagaimana variabel – variabel persamaan tersebut dijabarkan. Komponen menurut Mankiw (2006) tersebut ialah :

1. Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga.

2. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.

3. Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal).

4. Ekspor neto (net exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor).

2.4 Inflasi

Venieris & Sebold (1978) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu. Dari pendapat yang dikemukakan dapat dikatakan apabila kenaikan tingkat harga yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya haraga-harga secara umum dan berkelanjutan. Sementara kebalikan dari inflasi adalah deflasi.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikomsumsi oleh masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilakusanakan olleh Badan Pusan Statisti (BPS). Kemudian BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota.Indikator inflasi laninya berdasarkan international best practice menurut data (www.bps.go.id) antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga perdagangan besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Laju inflasi adalah tingkat presentase kenaikan dalam beberapa indeks harga dari satu periode ke periode lainnya. perubahaan tingkat harga berkaitan dengan perubahaan dalam daya beli uang atau nilai uang. Kedua istilah ini mengacu pada sejumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu. Daya beli turun jika harga naik. Dengan demikian menurut Lipsey, Steiner, Purvis (1990) inflasi yang berarti kenaikan umum pada tingkat harga, akan mengurangi daya beli uang. Sebaliknya daya beli uang akan naik bila tingkat harga menurun.

2.5 Uang

Uang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari denyut kehidupan ekonomi masyarakat. Stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh sejauh mana peranan uang dalam perekonomian oleh masyarakat dan otoritas moneter. Definisi uang bisa dibagi dalam dua pengertian, yaitu definisi uang menurut hukum (law) dan definisi uang menurut fungsi. Definisi uang menurut hukum yaitu sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai uang dan sah untuk alat transaksi perdagangan. Sedangkan definisi uang menurut fungsi, yaitu sesuatu yang secara umum dapat diterima dalam transaksi perdagangan serta untuk pembayaran hutang-piutang.

Uang dikenal mempunyai empat fungsi, dua diantaranya merupakan fungsi yang sangat mendasar sedangkan dua lainnya adalah fungsi tambahan. Dua fungsi dasar tersebut adalah peranan uang sebagai Boediono (2012):

1. Alat tukar (means of exchange).

Peranan uang sebagai alat ukar mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain (masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan untuk membeli suatu barang.

2. Alat penyimpan nilai/daya beli (store of value).

Terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan. Pemegangan uang merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan tersebut bisa dipegang dalam bentuk-bentuk lain, seperti tanah, kerbau, berlian, emas, saham, mobil dan sebagainya. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai.

Dua fungsi uang lainnya adalah sebagai berikut:

3. Satuan hitung (unit of account).

Sebagai satuan hitung, uang juga mempermudah tukar-menukar. Dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti misalnya kereta api dan apel, bisa menjadi seragam apabila masing-masing dinyatakan dalam bentuk uang.

4. Ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for deferred payments).

Sebagai ukuran bagi pembayaran masa depan, uang terkait dengan transaksi pinjam-meminjam atau transaksi kredit, artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan uang nanti. Dalam hubungan ini, uang merupakan salah satu cara menghitung pembayaran

2.5.1 Pengertian Jumlah Uang Beredar

Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian sangat penting untuk membedakan diantara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri dari dua jenis yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam peredaran sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang yang ada di dalam perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang beredar atau money supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan arti luas.

Uang beredar dalam arti sempit (M1) didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (currency plus demand deposits).

……………………………………………………………………………………(ii)

Keterangan:

M1= Jumlah Uang beredar

C = Uang Kartal

DD = Uang Giral

Uang giral (DD) di sini hanya mencakup saldo rekening koran/ giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank pada bank lain atau bank sentral (Bank Indonesia) ataupun saldo rekening koran milik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukan dalam definisi DD. Satu hal lagi yang penting untuk dicatat mengenai DD ini adalah bahwa yang dimaksud disini adalah saldo atau uang milik masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk membayar/ berbelanja.

Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran, bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang ―mendekati‖ uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan ini sebenarnya adalah juga adalah daya beli potensial bagi pemiliknya, meskipun tidak semudah uang tunai atau cek untuk menggunakannya.

Berdasarkan sistem moneter Indonesia, uang beredar M2 sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian. M2 diartikan sebagai M1 ditambah deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya.

…………………………………………………………………………(iii)

Keterangan:

M2= Jumlah Uang beredar secara luas

SD = Deposito berjangka

DD = Saldo tabungan

Definisi M2 yang berlaku umum untuk semua negara tidak ada, karena hal-hal khas masing-masing negara perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, M2 besarnya mencakup semua deposito berjangka dan saldo tabungan dalam rupiah pada bankbank dengan tidak tergantung besar kecilnya simpanan tetapi tidak mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan dalam mata uang asing.  

2.6 Teori Suku Bunga (BI Rate)

Menurut kaum Klasik tingkat bunga merupakan hasil interaksi antara tabungan (S) dan investasi (I). Teori Klasik menyatakan bahwa tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pulakeinginan masyarakat untuk menabung. Artinya menurut Nopirin (1992) pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan/mengurangi pengeluaran unuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin besar.

Uang akan mempengaruhi tingkat ekonomi (GNP), sepanjang uang ini akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan demikian akan mempengaruhi GNP. Menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang unuk tujuan spekulasi. Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi. Untuk berspekulasi di pasar surat berharga dikarenakan spekulasi orang perlu memegang uang tunai, dan karena kegiatan spekulasi tersebut bisa menghasilkan keuntungan, maka orang bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai untuk tujuan tersebut. Kemungkinan keuntungan tersebut timbul karena adanya ketidakpastian mengenai perkembangan tingkat bunga atau harga obligasi di masa depan. Hanya dalam suasana ketidakpastian, orang bisa berspekulasi menurut Boediono (2012).

2.7 Teori Nilai Tukar (Kurs)

Untuk menjelaskan fluktuasi nilai kurs dalam jangka panjang dapat dijelaskan dengan kerangka teori paritas daya beli. Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Cassell (1992). Teori paritas daya beli didasarkan pada prinsip yang disebut hukum satu harga (the law of one price). Teori ini menyatakan bahwa satu unit dari setiap mata uang seharusnya mampu membeli barang-barang di semua negara dalam jumlah yang sama.

Teori paritas daya beli menurut Muliadi (2004) mengandung dua pengertian, yaitu pengertian absolut dan pengertian relatif. Secara absolut teori paritas daya beli merumuskan bahwa kurs antara dua mata uang merupakan rasio dari tingkat harga umum dari dua negara yang bersangkutan. Sedangkan menurut teori paritas daya beli versi relatif menyatakan bahwa fluktuasi kurs dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarannya terhadap perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang sama.

Beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak bekerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga.

2.8 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG adalah penggambaran secara keseluruhan keadaan harga-harga saham pada suatu bursa untuk waktu tertentu dibandingkan dengan harga saham secara keseluruhan pada waktu yang berbeda sehingga dapat dilihat kecendrungan kenaikan atau penurunan. Agar indeks benar-benar mencerminkan pergerakan harga saham yang sesungguhnya, maka perlu diadakan penyesuaian terhadap berbagai kegiatan seperti IPO, right issue, company listing dan delisting.

IHSG merupakan indeks gabungan dari seluruh saham yang terdaftar, yang dikeluarkan oleh BEI. Tujuannya untuk memudahkan investor mengukur kinerja portofolio global mereka. Indeks tersebut memasukan hasil-hasil dari perdagangan saham yang telah dikelompokan dalam sektornya masing-masing.

Adapun rumus untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut:

Σ …………………………………………………………………………………..(iv)

Keterangan:

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

ΣPs: = Total harga saham

Divisor = Harga dasar saham

2.9 Penelitian Terdahulu

Tabel 1. Penelitian terdahulu

NoPenelitiJudul PenelitianVariabel yang digunakanHasil Penelitian
1Utami & Rahayu (2003)Peran Profitabilitas, suku bunga, inflasi, dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal Indonesia selama krisis ekonomiVariabel Independen: 1.Profitabilitas 2.BI_RATE 3.Inflasi 4.Kurs Variabel Dependen: Harga sahamSecara Simultan variabel Independen berpengaruh secara signifikan selama krisis. Secara parsial suku bungan dan nilai tukar berpengaruh secara signifikan.
NoPenelitiJudul PenelitianVariabel yang digunakanHasil Penelitian
2Wardhone (2003)Analisi pengaruh inflasi, PDB, kurs, dan BI Rate terhadpa indeks harga saham manufakturVariabel Independen: 1.Inflasi 2.PDB 3.Kurs 4.BI_RATE beredar Variabel Dependen: HIS ManufakturTidak terdapat pengaruh simultan maupun parsial seignifikan terhadap HIS Manufaktur
3Avonti & Prawoto (2004)Analisis pengaruh nilai tukar IDR/USD dan tingkat suku bunga terhadap IHSG di BEI (Januari 2000-Desember 200)Variabel Independen: 1.Kurs 2.BI_RATE Variabel Dependen: IHSGTerdapat pengaruh kurs dan Bi rate secara simultan dan parsial terhadpa IHSG
4Kewal (2012)Pengaruh inflasi, BI rate, kurs dan pertumbuhan PDB terhadap IHSG (2000–2009)Variabel Independen: 1.Inflasi 2.BI_RATE 3.Kurs Variabel Dependen: IHSGKurs yang memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Dan inflasi, BI rate, dan PDB tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadpa IHSG
5Hariyono (2014)Pengaruh uang beredar, inflasi BI Rate, Net Export terhdap kurs dan IHSG saat quantitative easing (quantitative easing Desember 2008–September 2013)Variabel Independen: 1.Uang beredar 2. Inflasi 3.BI_RATE 4.Net export Variabel Dependen: 1.Kurs 2.IHSGTerdapat pengaruh baik secara simultan dan parsial terhadap kurs (IDR/USD) dan IHSG dengan variabel independen jumlah uang beredar, BI Rate dan Net Export terhadap kedua variabel dependen.

Sumber: Data diolah, 2014

2.10 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebgai berikut:

H1: jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan Net Export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG.

Pengujian hipotesis ini adalah untuk mengerahu apakah secara bersama-sama variabel terkait dapat berpengaruh pada IHSG. Selain jumlah uang beredar merupakan indikator yang penting dalam siklus ekonomi. Sementara kurs (IDR/USD) digunakan untuk melakukan perdagangan secara internasional menggunakan dollar amerika. Sehingga pembeli yang membutuhkan dollar amerika akan apakah akan terpengaruh melakukan transaksi apabila nilai kurs tinggi. Sementara di dalam negeri kebijakan moneter mengenai BI rate apakah berpengaruh terhadap keinginan konsumen. Serta tingkat inflasi mengetahui kondisi ekonomi dapat mempengaruhi pergerakan ekonomi atau tidak. Dan nilai net export mengetahui pengaruh konsumsi dalam negeri serta kecenderungan suatu negaradalam perekonomian.

H2.1: jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.2: Kurs (IDR/USD) berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.3: Tingkat BI rate berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.4: Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.5: Tingkat net export berpengaruh positif terhadap IHSG

2.11 Kerangka Teoritis

Jumlah Uang BeredarKurs (IDR/USD)BI RateInfalsiNet ExportIHSGH2.1H2.2H2.5H2.4H2.3H1Berpengaruh ParsialBerpengaruh Simultan.

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif uji hipotesis (hypotesis testing). Menurut Sugiyono (2010) penelitian kuantitatif adalah moteda penelitian yang berlandasakan pada filsafat positivisma, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, serta pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang diterapkan. Sementara menurut Cooper & Schindler (2006), riset kuantitatif mencoba melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu. Sofani (2014) menyatakan hypothesis testing merupakan suatu prosedur pengujian hipotesis tentang parameter populasi menggunakan informasi dari sampel dan teori probabilitas untuk menentukan apakah hipotesis tersebut secara statistik dapat diterima atau ditolak.

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis yang bertujuan untuk menjelaskan sifat dan hubungan yang dapat dipaparkan oleh angka-angka, yaitu jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh terhadap IHSG. Setelah dilakukan pengujian, peneliti mencoba menjelaskan angka-angka tersebut dan menarik kesimpulan dari uji tersebut.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Margono (2010) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.

Sementara Santoso (2009) mendefinisikan populasi adalah sebagai kumpulan data yang mengidentifikasikan suatu fenomena. Populasi dalam statistik ttidak hanya terbatas pada masalah-maslaah manusia atau bisnis, namun dapat lebih luas cakupannya. Menurut Supomo dan Indriantoro (2002), populasi merupakan kumpulan dari seluruh elemen pusat obyek penelitian. Sehingga dapat dikatakan populasi merupakan semua bagian terkait dalam obyek penelitian.

Margono (2010) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada. Menurut Sugiyono (2010), teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling meliputi simple random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random, dan area random. Nonprobability sampling meliputi sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.

Sementara dalam penelitian ini hanya menggunakan sampel. Sampel yang digunakan merupakan bagian dari makro ekonomi, pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi IHSG. Sampel yang digunakan meliputi jumlah uang beredar, kurs, BI rate, inflasi dan Net Export. Pengambilan sampel dengan data bulanan yang dimulai dari Januari 2009 sampai September 2014.

3.3 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam pe

nelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data jumlah uang beredar (Rp)

2. Data kurs (IDR/USD)

3. Data BI Rate

4. Data tingkat inflasi

5. Data net export

6. Data Indeks Harga Saham Gabungan BEI

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data yang dinyatakan dalam angka-angka yang menunjukkan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Menurut Arikunto (2004), sumber data adalah subyek darimana data diperoleh. Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan atau yang tidak dipublikasikan.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah data sekunder. Dimana hasil dari pencatatan suatu badan yang dipublikasikan melalusi website. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber sebagai berikut:

1. http://www.bi.go.id

2. http://www.bps.go.id

3. http://www.finace.yahoo.com

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda dokumentasi yakni menggunakan data historis yang diambil selama kurun waktu 2007-2013. Langkah awal dalam pengumpulan data dimulai dengan melakukan studi kepustakaan, yakni dengan membaca buku, jurnal, atau artikel yang berkaitan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian data yang sekiranya dibutuhkan dalam penelitian, baik mengenai daftar jenis data yang dibutuhkan, teknik pengumpulan data, sumber pengumpulan data, dan gambaran teknik pengolahan serta penganalisisan data. Selanjutnya peneliti mulai melakukan pengumpulan data melalui berbagi sumber. Kemudian bersamaan dengan pengumpulan data peneliti melakukan penelitian dimulai dari mengolah sampai menganalisi data penelitian ini.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya menurut Sugiyono (2010). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen.

3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas menurut Sugiyono (2010). Variabel dependen disebut juga dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah IHSG. Data yang digunakan adalah data bulannan IHSG.

…………………….(v)

3.4.2 Variabel Independen

Variabel independen disebut juga variabel bebas. Menurut Sugiyono (2010), variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Jumlah uang beredar

Jumlah yang tersedia dalam perekonomian yang dapt digunakan oleh masyarakat dala bentuk uang kartal dan uang giral.

b) Kurs (IDR/USD)

Nilai tukar mata uang suatu negara. Dalam penelitian ini menggunakan nilai tukar rupiah terhadpa dollar amerika.

c) BI rate

Merupaka suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

d) Inflasi

Kecenderungan dari kenaikan harga yang meningkat secara umum dan dalam bentuk yang berkelanjutan.

e) Net Export (NX)

………………………………………………………………………..(vi)

Pembelajaran barang –barang dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi dengan pembelanjaan barang-barang asing oleh warga negara.

3.5 Hipotesis

H1: jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan Net Export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG.

Pengujian hipotesis ini adalah untuk mengerahu apakah secara bersama-sama variabel terkait dapat berpengaruh pada IHSG. Selain jumlah uang beredar merupakan indikator yang penting dalam siklus ekonomi. Sementara kurs (IDR/USD) digunakan untuk melakukan perdagangan secara internasional menggunakan dollar amerika. Sehingga pembeli yang membutuhkan dollar amerika akan apakah akan terpengaruh melakukan transaksi apabila nilai kurs tinggi. Sementara di dalam negeri kebijakan moneter mengenai BI rate apakah berpengaruh terhadap keinginan konsumen. Serta tingkat inflasi mengetahui kondisi ekonomi dapat mempengaruhi pergerakan ekonomi atau tidak. Dan nilai net export mengetahui pengaruh konsumsi dalam negeri serta kecenderungan suatu negaradalam perekonomian.

H2.1: jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.2: Kurs (IDR/USD) berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.3: Tingkat BI rate berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.4: Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap IHSG

H2.5: Tingkat net export berpengaruh positif terhadap IHSG

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti oleh peneliti. Menganalisis data deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul dalam teknik penelitian yang telah ditentukan sebelumnya dengan kondisi yang apa adanya. Data tersebut kemudian diolah, ditabulasikan dan dideskripsikan.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Kemeudian setelah mengetahui hasil analisis data deskriptif, maka untuk langkah selanjutnya, peneliti harus melakukan uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan oleh peneliti telah memberikan hasil yang representatif serta memenuhi hipotesis penelitian. Uji Asumsi klasik ini dilakukan peneliti melalui program IBM SPSS Statistics 20. Uji asumsi klasik dibagi menjadi 4 yakni: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

3.6.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang bagaiman distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non parametric.

Data yang terdistribusi normal mempunyai sebaran yang normal. Sebaran ini bisa dilihat pada grafik Normal P-P Plot dan kurva histogram. Pada kurva histogram, jika batang grafik terdapat di sekitar garis kurva yang berbentuk lonceng berarti model regresi telah memenuhi asumsi normalitas. Pada grafik.

Normal P-P Plot, jika data (yang berupa titik-titik) menyebar dan berada disekitar garis normal atau garis diagonal dengan arah yang sama, maka asumsi normalitas terpenuhi (data terdistribusi normal). Selain melihat grafik dan kurva, uji normalitas dapat diuji dengan menggunakan uji statistik one sample Kolmogrov-Smirnov. Jika hasil uji one sample Kolmogrov-Smirnov menunjukkan probabilitas (tingkat signifikansi) >0,05 atau 5%, maka data residual dikatakan terdistribusi normal menurut Santoso (2009).

3.6.2.2 Uji Mutikolinearitas

Tujuan digunakannya uji ini adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat atau terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Menurut Gujarati (2003) menyatakan bahwa multikolinearitas menguji hubungan yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi. Penelitian yang baik adalah penelitian dengan model regresi yang tidak terjangkit multikolinearitas di antara variabel independen atau yang memiliki data non-multikolinearitas.

Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai VIF<10. Menurut Santoso (2009) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan jika data terjangkit multikolinearitas:

a. Menambah data penelitian atau memperluas ukuran sampel penelitian.

b. Memasukan persamaan tambahan ke dalam model.

c. Transformasi variabel.

d. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari model regresi.

e. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut heteroskedastisitas menurut Gujarati ( 2003).

Pendeteksian gejala heteroskedastisitas dapat menggunakan metoda Glejser, yakni dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai residual mutlaknya dan melihat grafik Scatterplot. Untuk melakukan uji ini maka terlebih dahulu melakukan transformasi data menjadi absolut pada variabel dependen, sehingga variabel dependen yang digunakan pada uji ini merupakan variabel yang telah ditransformasikan menjadi absolut.

Terjangkit atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil tabel coefficents. Jika variabel independen signifikan secara statistik (Sig. lebih kecil dari 0,05 atau 5%) terhadap nilai residual yang diperlakukan sebagai variabel dependen, maka variabel independen tersebut menunjukkan ada heterokedastisitas, dan demikian pula sebaliknya menurut Ghozali (2009).

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Untuk memeriksa adanya autokorelasi, biasanya dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW). Nilai statistik hitung diatas dibandingkan dengan nilai teoritisnya, dan kriteria pengambilan kesimpulannya sebagai berikut:

1. Jika DW < dL maka terdapat autokorelasi positif

2. Jika DW > 4 – dL, maka terdapat autokorelasi. negatif

3. Jika dU < DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.

4. Jika dL ≤ DW ≤ dU atau 4 – dU ≤ DW ≤ 4 – dL, uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

3.6.3 Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen menurut Sugiyono (2010). Dalam kata lain, regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis hipotesis untuk memastikan bahwa model penelitian yang telah dirumuskan dapat diterapkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, model regresi yang digunakan yaitu:

Y=α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e……………….…..……(vii)

Keterangan:

α: Konstanta

Y: IHSG

X1: Jumlah uang beredar

X2: Kurs (IDR/USD)

X3: BI rate

X4: Inflasi

X5: Net Export

3.6.3.1 Pengujian Secara Simultan

a. Uji Statistik F

Ghozali (2009) menuturkan bahwa Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel independen yang ada berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen. Uji F dapat dilihat pada tabel ANOVA. Penelitian ini menggunakan nilai F tabel sebesar 2,93. Berikut ini adalah ketentuan analisis uji F:

a. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel atau jika probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,05), maka model penelitian dapat digunakan atau model tersebut sudah tepat (maka Ho ditolak dan Ha diterima).

b. Jika nilai F hitung lebih kecil dari F tabel atau jika probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05), maka model penelitian tidak dapat digunakan atau model tersebut tidak tepat (maka Ha ditolak dan Ho diterima).

b. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model penelitian dalam menerangkan variabel dependen. Dengan kata lain uji ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji koefisien determinasi (R2) dilihat pada tabel Model Summary dimana jika variabel independen yang digunakan dalam penelitian tidak lebih dari 2 variabel, maka besarnya pengaruh dapat dilihat pada kolom R Square namun jika variabel independen yang digunakan dalam penelitian lebih dari 2 maka besarnya pengaruh dapat dilihat pada kolom Adjusted R Square. Penelitian ini menggunakan 6 variabel independen, maka nantinya peneliti akan melihat nilai Adjusted R Square pada Model Summary untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel depende

3.6.3.2 Pengujian Secara Parsial

a. Uji Statistik t

Uji statistik t menurut Ghozali (2009) menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai uji t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel Coefficient. Penelitian ini menggunakan angka 1,699 sebagai angka t tabel untuk digunakan sebagai perbandingan terhadap t hitung. Berikut ini adalah ketentuan analisis uji t:

a. Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel atau jika probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,05), maka maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ho ditolak, Ha diterima).

b. Jika nilai t hitung lebih kecil dari t tabel atau jika probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05), maka variabel independen akan dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ha ditolak, Ho diterima).

b. Uji r parsial

Uji r parsial menurut Ghozali (2009) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase variabel bebas secara parsial terhadap variabel dependen. Dengan kata lain untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilihat pada kolom Beta Standardized Coefficient pada tabel Coefficient. Nilai Beta Standarized Coefficient berkisar antara 0-1 (0 < r parsial < 1). Bila r parsial = 0, menunjukkan tidak adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, bila r parsial semakin mendekati 1 menunjukkan semakin kuat pengaruh variabel bebas terhadap variabel dependen.

3.7 Tahapan Penelitian

Peneliti dalam melakukan penelitian ini melalui beberapa tahapan:

1. Merumuskan hipotesis penelitian baik H0 maupun Ha.

2. Melakukan studi terhadap ilmu ekonomi , khususnya ekonomi makro.

3. Melakukan eliminasi populasi untuk menentukan sampel penelitian. Eliminasi dilakukan jika perusahaan tidak memenuhi kriteria purposive sampling.

4. Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada berdasarkan data sekunder yang didapatkan

5. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan IBM SPSS Statistics 20.

6. Melakukan uji analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) pada data yang telah ditabulasi dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 20 hingga data benar-benar memenuhi semua persyaratan asumsi klasik.

7. Melakukan analisis regresi linear berganda dengan model regresi yang telah ditentukan dengan bantuan IBM SPSS Statistics 20.

8. Menentukan tingkat signifikansi (sebesar 5%).

9. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1 (H1) berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan. Hipotesis 1 (H1) diuji dengan menggunakan uji F (ANOVA) dan uji koefisien determinasi (R2). Pada tabel Anova (uji F) jika tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan (>0,05), maka H01 ditolak dan Ha1 diterima. Dalam kata lain, varibel independen berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel dependen. Uji koefisien determinasi (R2) yang dilihat dari nilai Adjusted R Square untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Nilai ini terdapat pada tabel Model Summary. Nilai Adjusted R Square yang dilihat bukan nilai R2 dikarenakan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu variabel. Jika nilai Adjusted R Square berada di atas 50% maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen besar.

10. Menarik kesimpulan untuk Hipotesis 2 (H2.1 – H2.5) berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan. Pengujian secara parsial.

11. Mengolah data dengan analisis sensitivitas dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 20. Analisis sensitivitas dilakukan dengan analisis regresi linear berganda pada variabel independen yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

12. Mendeskripsikan data yang telah dianalisis ke dalam kata-kata untuk selanjutnya dibandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.

13. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

4.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum Obyek Penelitian

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dunia ekonomi. Beberapa variabel yang diasumsikan mempengaruhi salah satu indikator perekonmian Indonesia khususya saham adalah IHSG. IHSG adalah penggambaran secara keseluruhan keadaan harga-harga saham pada suatu bursa untuk waktu tertentu dibandingkan dengan harga saham secara keseluruhan pada waktu yang berbeda sehingga dapat dilihat kecendrungan kenaikan atau penurunan. Agar indeks benar-benar mencerminkan pergerakan harga saham yang sesungguhnya, maka perlu diadakan penyesuaian terhadap berbagai kegiatan seperti IPO, right issue, company listing dan delisting.

4.2 Deskripsi Umum Variabel Penelitian

Peneliti melakukan analisis deskriptif terhadap variable penelitian. Statistik deskriptif terhadap variabel penelitian dilakukan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran dari variabel yang terlibat dalam penelitian. Dalam tabel statistik deskriptif menunjukan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan devisiasi standar. Berikut merupakan tabel analisis deskriptif dengan jumlah 69 data diambil dari setiap bulan (Januari 2009 – September 2014) dari masing-masing variabel.

Tabel 2. Tabel Statistik Deskriptif

Sumber: Data diolah, 2014

Descriptive Statistics
NMeanStd. DeviationMinimumMaximum
Jumlah_Uang_Beredar692803167,22651063,27018741454009856
Kurs699912,311126,751850812226
BI_Rate69,066159,0069608,0575,0875
Inflasi69,054832,0178521,0241,0917
Net_Export69886443588,581387666817,320-23291281063683218194
IHSG693692,05961008,502011290,325137,58

Sumber: Data diolah, 2014

Dari pengujian diatas menunjukan bahwa satu variabel tidak normal dengan nilai Asymp. Sig (2-tailed) berada dbawah 5% atau 0,05. Variabel yang tidak normal adalah kurs sebesar (0,006). Sementara untuk variabel lain dapat dikatakan normal karena terlah memenuhi syarat. Dengan satu variabel yang terjangkit ketidak normalan data, maka harus dilakukan transformasi data untuk menormalkan data.

4.3.1.2 Uji Normalitas Sesudah Transformasi Data

Dalam setelah dilakukan uji normalitas, ditemukan data yang tidak normal sehingga dilakukan pengujian dengan Log10 untuk data yang tidak normal. Kemudian dilakukan kembali uji normalitas kembali dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Uji Normalitas Sesudah Transformasi Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 
Jumlah_Uang_BeredarKurs2BI_RateInflasi 
N69696969 
Normal Parameters a,bMean2803167,223,9935,066159,054832 
Std. Deviation651063,270,04761,0069608,0178521 
Most Extreme DifferencesAbsolute,113,186,160,151 
Positive,113,186,160,151 
Negative-,082-,120-,144-,068 
Kolmogorov-Smirnov Z,9391,5451,3321,258 
Asymp. Sig. (2-tailed),341,017,058,085 
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Net_ExportIHSG
N6969
Normal Parameters a,bMean886443588,583692,0596
Std. Deviation1387666817,3201008,50201
Most Extreme DifferencesAbsolute,055,119
Positive,055,076
Negative-,042-,119
Kolmogorov-Smirnov Z,455,986
Asymp. Sig. (2-tailed),986,285

Sumber: Data diolah, 2014

Setelah dilakukan transformasi data, ternyata variabel kurs tetap tidak normal. variabel tidak normal dengan nilai Asymp. Sig (2-tailed) berada dbawah 5% atau 0,05. Variabel yang tidak normal adalah kurs sebesar (0,017). Meskipun ada peningkatan nilai namun masih di bawah 0,05 sehingga perlu dilakukan langkah berukutnya proses bootstrap untuk membuat menormalkan data. Data yang telah melalui pengujian bootsrap secara otomatis akan langsung menjadi normal.

4.3.2 Uji Multikolinearitas

Tabel 5. Uji Multikolinearitas

Sumber: Data diolah, 2014

Dari pengujian ini dapat dikatakan semua variabel independen tidak terjangkit multikolinearitas. Dapat dilihat dengan nilai VIF < 10. Semua variabel menunjukan angka kurang dari 10. VIF untuk jumlah uang beredar 2,309, Kurs 4,883, BI rate dengan nilai 4,592, Inflasi 1,745 dan Net Export 2,422. Secara keseluruhan dapat dilanjutkan ketahapan uji berikutnya karena tidak terjangkit multikoleniaritas.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Gambar 7. Hasil uji heteroskedastisitas

Sumber: data diolah, 2014

Pada Gambar 7 menunjukan bahwa data menyebar dan tidak membentuk pola, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel-variabel dalam penelitian ini terberbas dari heteroskedastisitas. Dengan kata lain variabel ini bersifat homoskedastiditas. Kemudai dapat dilakukan pengujian lebih lanjut.

4.3.4 Uji Autokorelasi

Tabel 6. Uji Autokorelasi Model Summaryb
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
1,985a,970,967181,89618,719

Sumber: Data diolah, 2014

Tabel 6 di atas membuktikan bahwa data pada penelitian ini tidak terjangkit autokorelasi dikarenakan hasil nilai Durbin-Watson sebesar 0,719.

4.4 Analisis Regresi Berganda

Tabel 7. Koefisien model berganda Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized Coefficientst
BStd. ErrorBeta
1(Constant)41180,8603692,91511,151
Jumlah_Uang_Beredar,002,0001,18135,523
Kurs2-10880,2501023,870-,514-10,627
BI_Rate12701,8826790,809,0881,870
Inflasi-107,3451632,163-,002-,066
Net_Export1,661E-009,000,002,067

Sumber: Data diolah, 2014

Tabel di atas menunjukkan koefisien yang digunakan untuk menentukan model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini:

Y = 41.180,860 + 0,002 X1 -10.880,250 X2 + 12.701,882 X3 – 107,345 X4 + (1,66×10-8) X5 ……………………………………………………………………………………………………………………………(viii)

Keterangan:

1. Konstanta sebesar 41.180,860 menunjukan bahwa jika tidak ada variabel-variabel independen maka nilai IHSG yang terdapat di BEI selama perioda Januari 2009-September 2014 adalah sebesar 41.180,860.

2. Koefisien regresi X1 yaitu uang beredar adalah 0,002. Yang menyatakan bahwa setiap penambahan jumlah uang beredar Rp1,00 miliar akan meningkatkan nilai IHSG sebesar Rp0,002 miliar.

3. Koefisien regresi X2 yaitu kurs adalah -10.880,25. Yang menyatakan bahwa setiap kenaikan kurs sebesar Rp1,00 miliar akan menurunkan nilai IHSG sebesar Rp10.880,25.

4. Koefisien regresi X3 yaitu BI rate adalah 12.701,882. Yang menyatakan bahwa setiap kenaikan BI rate sebesar 1% miliar akan menaikan nilai IHSG sebesar Rp12.701,882.

5. Koefisien regresi X4 yaitu inflasi adalah –107,345. Yang menyatakan bahwa setiap kenaikan inflasi sebesar 1% miliar akan menurunkan nilai IHSG sebesar Rp107,345.

6. Koefisien regresi X5 yaitu Net Export adalah (1,66×10-8). Yang menyatakan bahwa setiap kenaikan Net Export sebesar $1 miliar akan menaikan nilai IHSG sebesar Rp(1,66×10-8).

4.5 Pengujian Hipotesis

4.5.1 Pengujian Secara Simultan

4.5.1.1 Hasil Uji Statistik F

Tabel 8. Uji Statistik F ANOVAa
ModelSum of SquaresdfMean SquareFSig.
1Regression67076756,465513415351,293405,466,000b
Residual2084431,8436333086,220
Total69161188,30868

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan nilai dari tabel 8 dapat diketahui nilai signifikansi menunjukan angka sebesar 0,0000. Tingkat signifikan berada di bawah tingkat error yaitu 5%, maka variabeli independen berpengaruh signifikan secara simultan. Sehingga H01 ditolak dan menerima Ha1. 50

4.5.1.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 9. Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summary
ModelRR SquareAdjusted R Square
1,985a,970,967

Sumber: Data diolah, 2014

Dalam tabel 9 peneliti melihat hasil uji koefisien determinasi dari Adjusted R Square. Adjusted R Square pada penelitian ini adalah sebesar 0,967, walaupun bernilai positif namun pengaruh yang hanya sebesar 0,967 atau sebesar 96,7% yang menyatakan bahwa secara simultan variabel independen mampu mempengaruhi nilai IHSG sehingga sisanya dipengarui oleh variabel lain diluar variabel penelitian ini.

4.5.2 Pengujian Secara Parsial

4.5.2.1 Hasil Uji Statistik t

Tabel 10. Hasil Uji t Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.
BStd. ErrorBeta
1(Constant)41180,8603692,91511,151,000
Jumlah_Uang_Beredar,002,0001,18135,523,000
Kurs2-10880,2501023,870-,514-10,627,000
BI_Rate12701,8826790,809,0881,870,066
Inflasi-107,3451632,163-,002-,066,948
Net_Export1,661E-009,000,002,067,947

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan nilai signifikansi digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen dan dependan signifikan atau tidak, bila nilai signifikansi di bawah 0,05 maka pengaruhnya signifikan. Hasil uji statistik pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Nilai signifikansi uji t pada jumlah uang beredar dan kurs sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial jumlah uang beredar dan kurs berpengaruh signifikan.

2. Nilai signifikansi uji t pada BI rate sebesar 0,066 atau lebih besar dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial BI rate sebesar tidak berpengaruh signifikan.

3. Nilai signifikansi uji t pada inflasi sebesar 0,948 atau lebih besar dari 0,948. Menyatakan bahawa secara parsial inflasi sebesar tidak berpengaruh signifikan.

4. Nilai signifikansi uji t pada Net Export sebesar 0,947 atau lebih besar dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial Net Export sebesar tidak berpengaruh signifikan.

4.5.2.2 Hasil Uji r parsial

Tabel 11. Hasil uji r parsial Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized Coefficients
BStd. ErrorBeta
1(Constant)41180,8603692,915
Jumlah_Uang_Beredar,002,0001,181
Kurs2-10880,2501023,870-,514
BI_Rate12701,8826790,809,088
Inflasi-107,3451632,163-,002
Net_Export1,661E-009,000,002

Sumber: Data diolah, 2014

Hasil uji r parsial dapa dilihat pada hasil tabel coefficients yaitu pada bagian standardized coeffient, berikut ini adalah analisis r parsial variabel independen terhadap variabel dependen.

1. Nilai r parsial variabel jumlah uang beredar sebesar 1,181 menunjukan bahwa jumlah uang beredar menunjukan nilai positif pengaruh antara jumlah uang beredar dan nilai IHSG.

2. Nilai r parsial variabel kurs sebesar -0,514 menunjukan bahwa kurs menunjukan nilai negatif memiliki pengaruh berbanding terbalik antara jumlah uang beredar dan nilai IHSG.

3. Nilai r parsial variabel BI rate sebesar 0,088 menunjukan bahwa BI rate menunjukan nilai positif pengaruh antara BI rate dan nilai IHSG.

4. Nilai r parsial variabel inflasi sebesar -0,002 menunjukan bahwa inflasi menunjukan nilai negatif memiliki pengaruh berbanding terbalik antara inflasi dan nilai IHSG.

5. Nilai r parsial variabel Net Export sebesar 0,088 menunjukan bahwa Net Export menunjukan nilai positif pengaruh antara Net Export dan nilai IHSG.

4.6 Implikasi Hasil Penelilitian

Penelitian ini ingin menguji 6 Hipotesis yang dibagi menjadi 2 hipotesis besae:

1. Pengaruh yang terdiri dari ekonomi makro, diantaranya jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG. Hipotesis ini terulis dalam hipotesis 1.

2. Pengaruh yang terdiri dari ekonomi makro, diantaranya jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara parsial terhadap IHSG. Hipotesis ini terulis dalam hipotesis 2.1 – 2.5.

Penelitian ini menemukan adanya salah satu variabel pengujian yang tidak normal. Variabel kurs merupakan variabel dari penelitian ini yang tidak normal. Kemudian peneliti melanjutkan pengujian dengan menggunkan Log10 namun variabel kurs tetap masih belum normal. Kemudian peneliti melakukan uji bootstrap. Dengan uji bootstrap akhirnya variabel kurs normal dan dapat dilakukan pengujian selanjutnya. Sehingga variabel dalam penelitian ini tetap seperti apa yang ada diawal.

Sebagai hipotesis penelitian, jumlah uang beredar, kurs (IDR/USD), BI Rate, inflasi dan Net Export berpengaruh secara simultan terhadap IHSG.Pada uji F dapat diketahui nilai signifikansi menunjukan angka sebesar 0,0000. Tingkat signifikan berada di bawah tingkat error yaitu 5%, maka variabeli independen berpengaruh signifikan secara simultan. Sehingga H01 ditolak dan menerima Ha1.

Dari hasil pengujian secara parsial di atas, maka dapat disimpulkan tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, penelitian ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model regresi namun dijelaskan oleh variabel diluar model regresi:

1. Nilai signifikansi uji t pada jumlah uang beredar dan kurs sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial jumlah uang beredar dan kurs berpengaruh signifikan. Pengaruh yang ditunjunkan jumlah uang beredar adalah positif, jadi dapat dikatakan menolak H02.1dan menerima Ha2.1.

2. Nilai signifikansi uji t pada jumlah kurs sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial kurs berpengaruh signifikan. Pengaruh yang ditunjukan kurs adalah negatif, jadi dapat dikatakan menerima H02.2dan menolak Ha2.2.

3. Nilai signifikansi uji t pada BI rate sebesar 0,066 atau lebih besar dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial BI rate sebesar tidak berpengaruh signifikan. Pengaruh yang ditunjunkan BI rate adalah positif, jadi dapat dikatakan menolak H02.3dan menerima Ha2.3.

4. Nilai signifikansi uji t pada inflasi sebesar 0,948 atau lebih besar dari 0,948. Menyatakan bahawa secara parsial inflasi sebesar tidak berpengaruh signifikan. Pengaruh yang ditunjukan inflasi adalah negatif, jadi dapat dikatakan menerima H02.4dan menolak Ha2.4.

5. Nilai signifikansi uji t pada Net Export sebesar 0,947 atau lebih besar dari 0,05. Menyatakan bahawa secara parsial Net Export sebesar tidak berpengaruh signifikan. Pengaruh yang ditunjunkan Net Export adalah positif, jadi dapat dikatakan menolak H02.5dan menerima Ha2.5.

5.  PENUTUP

5.1 Simpulan

Dalam penelitian ini mebuktikan mengenai pengaruh jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap IHSG. Secara simultan dan parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen menjawab hasil hipotesis penelitian. Secara garis besar terdapat 2 hipotesis dan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengujian hipotesis 1 (H1) mengenai pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen, disimpulkan menerima Ha1 dan menolak H01. Dengan kata lain jumlah uang beredar, kurs, BI Rate, inflasi dan net export berpengaruh secara simultan terhdapa IHSG

2. Pada pengujian hipotesis 2 (H2.1—H2,5) mengenai pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Dari 5 hipotesis 2 diantaranya menolak Ha. Dimana penolakan Ha dikarenakan variabel kurs dan inflasi berpengaruhi secara negatif sehingga penelitian secara parsial Ha2.2 dan Ha2.4 ditolak. Sementara untuk Ha2.1, Ha2.3, dan Ha2.5 dapat disimpulkan hipotesis penelitian diterima. Karena jumlah uang beredar, BI rate dan Net Export berpengaruh positif terhadap IHSG serta mendukung hipotesis penelitian.

5.2 Keterbatasan Penelitian

1. Masih banyak variabel diluar penelitian yang dapat digunakan sebagai variabel dalam menilai IHSG. Seperti kenaikan BBM pada November 2014. Penelitian ini tidak mencantumkan karena data yang diperlukan masih belum tersedia.

2. Penelitian ini hanya menggunakan 2 mata uang Rupiah dan Dollar Amerika dalam pengambilan sampel kurs.

5.3 Saran

Diharapkan penelitian selanjutnya dapat memperbaiki penelitian ini dengan memperhatikan hal-hal ini:

1. Dapat menambah variabel yang berkaitan dengan ekonomi makro seperti Foreign Direct Investment (FDI), karena FDI merupakan salah satu variabel yang menggambarkan tingkat investasi langsung kepada suatu negara. Dalam penggunaan FDI dapat menggunakan FDI dari negara Jepang karena menurut penulis Jepang merupakan negara yang berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Terutama dalam bidang otomotif, beberapa merk dari perusahaan Jepang sangat banyak digunakan di Indoneisa.

2. Penelitian selanjutnya dapat mencantumkan kenaikan BBM yang terjadi dalam era pemerintahan baru, untuk mengetahui aoakah memiliki pengaruh terhadap IHSG di BEI.

3. Penggunaaan data yang digunakan dapat diganti menjadi mingguan apabila ingin lebih mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan IHSG yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2004. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Avonti, A. A. & Prawoto, H. 2004. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/USD dan Tingkat Suku Bunga BI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Bisnis, vol. 3, no. 5, pp. 41-50.

Boediono. 2012. Seri synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro. Edisi 4. Yogyakarta: BEPE.

Cooper, D.R, and Schindler, P.S. 2006. Metode Riset Bisnis, Terjemahan, PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Dornbusch, Fischer. 1994. Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Dornbusch, Rudiger & Fischer, Stanley. 1994. Makroekonomi, edisi keempat. Jakarta: Erlangga

Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hariyono, Erick. 2014. Pengaruh Uang Beredar, Inflasi, BI Rate, Net Export Terhadap Kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan Saat Quantitative Easing (Quantitative Easing Desember 2008—September 2013). Skripsi. Universitas Ma Chung. Malang.

Mankiw, N. G., 2006. Principles of Economics PengantarEkonomi Mikro. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Margono, S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Nopirin. 1992.Ekonomi Moneter, Edisi keempat. Yogyakarta: PT. BPFE.

Santoso, S. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT Slex Media Komputindo.

Sharpe, William F, et.al. 1995. Investment, 5th edition. New Jersey: Prentice Hall.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supomo, B. & Indrianto, N. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Tandelilin, E. 2010. Portofolio dan Investasi Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.

Utami, M. & Rahayu, M. 2003. Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi, Dan Nilai Tukar Dalam Memengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, vol 5, no 2, pp 123-131.

http://www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 4 Desember 2014, pada pukul 22:00

http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014, pada pukul 12:10

http://www.yahoo.finace.com. Diakses pada tanggal 3 Desember 2014, pada pukul 14:21

ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), OPERATIONAL CASH FLOW (OCF), ECONOMIC VALUE ADDED (EVA), MARKET VALUE ADDED (MVA) DAN REFINED ECONOMIC VALUE ADDED(REVA) TERHADAP RATE OF RETURN SAHAM (ROR) PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

FANNY RASTITI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL MATA KULIAH EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAKSI

Investasi dalam bentuk saham, seorang investor harus memperhatikan kinerja perusahaan yang diinvestasikan. Dalam menilai kinerja suatu perusahaan investor dapat menggunakan beberapa alat ukur, antara lain adalah Earning Per Share (EPS), Operating Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA). Beberapa ukuran tersebut diduga dapat memprediksi besar kecilnya Rate of Return (ROR) dari sebuah saham. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh baik secara simultan maupun parsial antara EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA terhadap ROR saham.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA terhadap RORsaham perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI baik secara parsial maupun secara simultan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan sub sektor yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Dengan adanya karakteristik penyampelan yang ada didapatkan sampel dalam penelitian yaitu sebanyak 7 perusahaan. Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan dengan cara dokumentasi laporan keuangan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) atau website perusahaan dan diolah menggunakan uji statistik regresi linier berganda dengan alat uji statistik SPSS 20.0. Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak ada pengaruh EPS, OCF, EVA MVA dan REVA secara simultan terhadap ROR. Juga tidak ada pengaruh EPS, OCF, EVA MVA dan REVA secara parsial terhadap ROR

Katakata Kunci: Earning per Share (EPS), Operating Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA), Rate of Return (ROR) Saham.

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan dalam bidang farmasi di Indonesia terlihat sangat ketat mengenai peraturan dalam perannya sebagai fungsi kesehatan yang sangat berpengaruh. Industri farmasi ini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Menurut Data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai 13 persen per tahun selama tahun 2006-2011. Total angka penjualan sektor farmasi tahun 2010 sebesar Rp 38,5 triliun meningkat menjadi Rp 43,1 triliun pada 2011.

Persaingan antar perusahaan farmasi cukup sengit, dikarenakan pada era sekarang, timbul banyak obat-obat herbal yang menarik banyak konsumen yang para konsumen tersebut ingin mendapat pengobatan yang alami dan bebas bahan kimia. Hal tersebut membuat para perusahaan farmasi di Indonesia berlomba-lomba agar dapat menarik perhatian konsumen terhadap produk yang mereka jual dan produksi.

Namun investor tentunya dalam menilai suatu perusahaan, tidak hanya melihat laporan keuangan dan besarnya laba atau besarnya dividen yang dibagikan. Beberapa pertimbangan perlu dipikirkan oleh para investor untuk dapat mengambil keputusan investasi yang benar sehingga tidak melakukan kesalahan dalam opsi investasi.

Perusahaan dinilai baik tidak hanya laba yang tinggi, namun perusahaan dinilai baik jika memiliki kinerja yang bagus didalamnya baik itu dalam hal pengelolaan operasional perusahaan maupun pemanfaatan dan pengembalian modal yang baik. Sehingga perusahaan harus dapat menjalankan keduanya itu, agar investor dapat memiliki kepercayaan untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Dalam menilai tingkat pengembalian modal para pemegang saham dalam bentuk saham pada suatu perusahaan, dapat dinilai dengan menghitung Rate of Return (ROR) saham yang ditanamkan pada perusahaan tersebut.

Dari segi operasional perusahaan, dapat dinilai dari bagaimana perusahaan mengelola kas nya dalam operasional perusahaan. Sehingga untuk melihat hal tersebut, penulis ingin menghitung Operating Cash Flow (OCF) Perusahaan. Tentu pengelolaan kas ini dalam perusahaan, dapat berpengaruh pada laba perusahaan. Namun kebijakan perusahaan dalam membagikan labanya kepada para pemegang saham tentu perlu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dihitung dari Earning Per Share (EPS).

Perusahaan yang memiliki kinerja baik merupakan perusahaan yang dapat menciptakan nilai dengan memanfaatkan struktur permodalannya dengan baik. Yang dimaksud disini adalah dapat menghasilkan pengembalian yang lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkannya termasuk di dalamnya biaya modal. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperkenalkan sebuah metoda baru yang bertujuan untuk menilai kinerja suatu perusahaan dari penciptaan nilai yang dilakukan perusahaan, yaitu Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Dalam perhitungan EVA, biaya modal merupakan variabel yang mencerminkan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Namun EVA menghitung capital menggunakan book value, sehingga penulis ingin menambahkan satu formula lagi yaitu Refined Economic Value Added (REVA) yang menghitung capital menggunakan market value.

Sehingga penulis ingin menarik judul “ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), OPERATIONAL CASH FLOW (OCF), ECONOMIC VALUE ADDED (EVA), MARKET VALUE ADDED (MVA) DAN REFINED ECONOMIC VALUE ADDED (REVA) TERHADAP RATE OF RETURN SAHAM (ROR) PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR FARMASI YANG TERDAFTAR DI BUESA EFEK INDONESIA (BEI)”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013?

2. Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

2. Untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013

2. Bagi Perusahaan

Dapat menjadi referensi terbaru perusahaan, sehingga dapat menilai perusahaan lebih baik dari beberapa variabel yang mempengaruhi Rate of Return Saham untuk 5 tahun terakhir dari tahun 2009 hingga 2013.

3. Bagi Para Investor

Investor dapat melihat Rate of Return Saham yang mereka tanamkan dari beberapa sisi, tidak hanya dari segi laba maupun harga saham saja. Namun beberapa variabel independen yang dapat mempengaruhi Rate of Return Saham.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabelvariabel yang berpengaruh terhadap Rate of Return Saham.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Investasi

Menurut Sunariyah (2003) investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan berjangka waktu baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Keputusan penanaman modal tersebut dapat dilakukan oleh orang perorang atau lembaga yang mempunyai kelebihan dana. Pihak yang menanamkan dana disebut investor. Menurut Halim (2005) secara umum investasi dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Real Assets, yaitu investasi dalam bentuk aktiva berwujud atau nyata, seperti investasi untuk kendaraan dan properti.

2. Financial Assets, yaitu investasi dalam bentuk aktiva finansial, atau produk-produk keuangan, seperti; obligasi, dan deposito.

Kepemilikan aktiva finansial dalam rangka investasi pada sebuah institusi atau perusahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu investasi langsung (direct investing) dan investasi tidak langsung. Investasi langsung diartikan sebagai suatu kepemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu perusahaan yang telah go public. Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang memunyai prestasi aktiva-aktiva keuangan dari perusahan lain. Perusahaan investor (investor company) berfungsi sebagai perantara (Jogiyanto, 2000).

2.2 Pasar Modal

Secara format pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) atau modal sendiri (saham), baik yang diterbitkan oleh Pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

Pengertian efek menurut Keppres No. 60 tahun 1998 adalah setiap surat saham, obligasi atau bukti lainnya termasuk sertifikat atau surat pengganti dan bukti sementara dari surat-surat tersebut, bukti keuntungan dan surat-surat jaminan, opsi atau obligasi, atau bukti penyertaan dalam modal atas pinjaman laiinya serta setiap alat yang lazim dikenal sebagai efek. Sedangkan menurut Keppres No. 53 tahun 1990, efek adalah setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warrants, opsi atau setiap derivative dari efek atau setiap instrument yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek.

Adapun defini pasar modal menurut Husnan (2001) adalah pasa untuk berbagai instrument keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh Pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Jadi pasar modal merupakan tempat bertemunya berbagai pihak yang menawarkan dan membutuhkan dana.

2.3 Return Saham

Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya. Jogiyanto (2000 : 143) membedakan return saham menjadi dua jenis yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung secara relatif. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan resiko mendatang. Sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan bersifat tidak pasti.

Rate of Return adalah tingkat pengembalian saham atau investasi yang dilakukan. Komposisi penghitungan rate of return saham terdiri dari capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba/rugi yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif lebih tinggi atau rendah dibandingkan harga saham perioda sebelumnya. Sedangkan dividen merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan pada perioda tertentu sesuai dengan keputusan manajemen. Dividen yang merupakan yield bisa berupa angka nol (0) dan positif (+).

Untuk menghitung rate of return digunakan rumus sebagai berikut,

( ) …………………………………………………………………..(1)

Keterangan:

Pt = Harga saham sekarang

P t-1 = Harga saham periode lalu

Dt = Dividen yang dibayarkan sekarang

atau dengan rumus berikut :

[ ( ) ( ) ] ……………………………………(2)

Keterangan:

D.YD = Dividen Yield

KHS = Kenaikan harga pasar saham dibandingkan dengan harga pembeliannya.

H.S = Harga Saham

Dapat juga dihitung sebagai berikut :

[ ( ) ] …………………………………………………(3)

Keterangan:

ROR = tingkat pengembalian investasi

P1 = harga sekuritas pada akhir periode 1

P0 = harga sekuritas pada awal periode 0

Div = dividen yang dibayarkan selama perioda tersebut.

2.4 Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio adalah suatu metoda untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laba-rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2001:37).Tujuan dari analisis rasio keuangan adalah membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami apa yang perlu dilakukan sehubungan dengan informasi yang berasal keuangan yang sifatnya terbatas.

Muhammad dan Halim (1996), membagi rasio keuangan menjadi lima kelompok. Pembagian rasio keuangan tersebut karena terdapat perbedaan tujuan dan harapan yang ingin dicapai oleh pihak internal (manajemen) dengan pihak eksternal, antara lain adalah pemerintah, kreditor, dan investor. Kelima analisis rasio tersebut secara umum digunakan untuk mengetahui gambaran prospek dan risiko yang akan dihadapi perusahaan di masa mendatang. Kelima faktor tersebut akan mempengaruhi ekspektasi pemakai laporan keuangan terhadap perusahaan di masa mendatang. Lima kelompok rasio keuangan tersebut adalah:

1. Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, dan persediaan.

2. Rasio Aktivitas, merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk memperoleh penjualan. Dengan kata lain, rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.

3. Rasio Solvabilitas, merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio solvabilitas mengukur likuiditas perusahaan untuk jangka panjang,  fokus dari rasio solvabilitas adalah pada sisi kanan neraca. Apabila total hutang lebih besar daripada total aset, maka perusahaan dikatakan tidak solvabel. Ada beberapa macam rasio solvabilitas, antara lain rasio total hutang terhadap total aset, rasio time interest earned, dan rasio fixed charges coverage.

4. Rasio Profitabilitas, merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Bagi investor jangka panjang, rasio profitabilitas dapat digunakan untuk melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Rasio profitabilitas akan dibahas tersendiri, karena merupakan bagian dari penelitian.

5. Rasio Pasar, merupakan rasio yang membandingkan harga pasar terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio pasar lebih banyak dilihat berdasarkan sudut pandang investor atau calon investor, meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio ini. Ada beberapa macam rasio pasar, antara lain PER (Price Earning Ratio), dividend yield, dan pembayaran dividen (dividend payout).

2.4.1 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kamampuan perusahaan menghasilkan laba, baik dengan menggunakan seluruh aktiva yang ada atau modal sendiri, dan juga menjadi alat ukur terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan semua sumber daya perusahaan yang ada dalam kegiatan operasional sehari-hari. Muhammad dan Halim (1996), mendefinisikan rasio profitabilitas sebagai rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator,yaitu:

1. Net Profit Margin(NPM)

Net Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bersih dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai dalam satu perioda.Keuntungan bersih yang dihasilkan merupakan laba sebelum bunga dan pajak atau Earnings Before Interest and Tax(EBIT). Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

Net Profit Margin = EBIT / Penjualan x 100 % …………………………….. (4)

2. Return on Assets(ROA)

Return on Assetsyang juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis

merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.Laba yang dihasilkan merupakan laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Earnings Before Interest and Tax). Rumus yang digunakan adalah :

Return on Assets= EBIT / Total Aktiva x 100% …………………………….. (5)

3. Return on Equity(ROE)

Rasio ROE mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal tertentu.ROE merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Return on Equity = Laba Bersih / Modal Saham ……………………………. (6)

4. Return on Investment(ROI)

Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ROI adalah laba bersih setelah pajak atau Earnings After Tax(EAT). Formula yang digunakan untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut:

Return on Investment = EAT / Total Aktiva ………………………………….. (7)

5. Earning Per Share (EPS)

Keuntungan perlembar saham biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan dalam menentukan harga saham.Earning Per Share atau laba perlembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bersihsetelah pajak atau EAT (Earnings After Tax).

Earning Per Share = EAT / Jumlah lembar saham yang beredar……… (8)

2.5 Aliran Kas (Cashflow)

Menurut Sutrisno (2000), kegiatan investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan diharapkan akan tertutupi oleh penerimaan–penerimaan yang direncanakan diperoleh di masa yang akan datang. Penerimaan-penerimaan tersebut berasal dari proyeksi keuntungan yang akan diperoleh atas investasi yang bersangkutan. Keuntungan atau laba yang akan digunakan untuk menutup investasi tersebut mengandung dua pengertian yaitu yang pertama adalah laba akuntansi, yaitu laba yang terdapat dalam laporan keuangan yang disusun oleh bagian akuntansi, yang dapat dilihat dari laba pada Laporan Laba-Rugi, serta yang kedua adalah laba tunai, yaitu laba yang berupa aliran kas atau cash flow.

Cash flow yang berhubungan dengan sebuah kegiatan investasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Initial cashflow, yaitu aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran-pengeluaran kas untuk keperluan investasi, seperti pengeluaran kas untuk pembelian tanah, pembangunan pabrik, pembelian mesin, pembelian peralatan lain, pembelian kendaraan, dan pengeluaran kas lain dalam rangka mendapatkan aktiva tetap. Termasuk dalam initial cashflow adalah kebutuhan dana yang akan digunakan untuk modal kerja. Initial cashflow biasanya dikeluarkan pada saat pendirian investasi.

2. Operational cashflow (OCF), yaitu aliran kas yang akan dipergunakan untuk menutup investasi. Operational cashflow biasanya diterima setiap tahun selama usia investasi, dan berupa aliran kas bersih. Operational cashflowjuga sering disebut sebagai cashflow saja. Dengan demikian, operational cashflow dapat dihitung dengan menambahkan laba akuntansi (EAT) dengan penyusutan.

Operational Cashflow = EAT + penyusutan …………………………………. (9)

3. Terminal cashflow, yaitu aliran kas yang diterima sebagai akibat habisnya umur ekonomis suatu proyek investasi. Apabila proyek investasi habis umur ekonomisnya biasanya masih ada penerimaan kas, misalnya dari penjualan aktiva tetap yang masih bisa digunakan, juga dana yang digunakan sebagai modal kerja. Oleh karena itu yang termasuk dalam kelompok terminal cashflow adalah nilai residu dan modal kerja.Nilai residu adalah taksiran harga jual aktiva tetap bila usia ekonomis proyek habis. Sedangkan modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001), laporan aliran kas dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori aktivitas utama, yaitu:

1. Aktivitas Operasi

Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

2. Aktivitas Investasi

Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Pengungkapan dari aktivitas investasi perlu dipisahkan untuk mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan aliran kas masa depan.

3. Aktivitas Pendanaan

Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.Pengungkapan secara terpisah dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi klaim terhadap aliran kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan.

Dalam PSAK No 2 paragraf 12 dijelaskan bahwa jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah operasi perusahan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar perusahaan. Informasi mengenai arus kas historis bersama dengan informasi lain berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan. (IAI, 2001).

2.6 Economic Value Added (EVA)

Menurut Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan (2002: 249), Economic Value Added (EVA) merupakan jumlah uang bukan rasio yang diperoleh dengan mengurangkan beban modal (capital charge) dari laba bersih operasi (net operating profit). Menurut Amin Widjaja Tunggal (2001: 1), metode Economic Value Added (EVA) di Indonesia dikenal dengan metode Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI) merupakan suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan, bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital). Economic Value Added (EVA) merupakan tolok ukur kinerja keuangan dengan mengukur perbedaan antara pengembalian atas modal perusahaan dengan biaya modal (Young & O’Byrne, 2001: 831).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Economic Value Added (EVA) merupakan konsep yang mengukur atau menciptakan nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangkan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dengan biaya modal yang timbul sebagai akibat dari investasi yang dilakukan.

Keunggulan Economic Value Added (EVA) menurut Mulia (2002: 133), yaitu:

1. Memfokuskan pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.

2. Memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil yang dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan pada nilai buku.

3. Perhitungan Economic Value Added (EVA) digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding, seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.

4. Digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus kepada karyawan terutama divisi yang memberikan nilai tambah lebih.

5. Pengaplikasian yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung, dan mudah digunakan sehingga merupaka salah satu pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.

Keunggulan Economic Value Added (EVA) menurut Wibowo (2005: 33), yaitu:

1. Sebagai ukuran kinerja masa lampau tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan.

2. Sifat pengukurannya jangka pendek sehingga manajemen cenderung tidak ingin berinvestasi jangka panjang, karena dapat mengakibatkan penurunan nilai Economic Value Added (EVA) pada periode yang bersangkutan serta mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan.

3. Mengabaikan kinerja non-keuangan yang sebenarnya dapat meningkatkan kinerja keuangan.

4. Penggunaan Economic Value Added (EVA) untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan tertentu, misalkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi seperti pada sektor teknologi.

5. Tidak dapat diterapkan pada masa inflasi.

6. Sulit menentukan besarnya biaya modal secara obyektif.

7. Tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan Economic ValueAdded (EVA) secara akurat.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya proses penciptaan nilai suatu perusahaan, yaitu :

1. Jika Economic Value Added (EVA) > 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) positif, yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.

2. Jika Economic Value Added (EVA) = 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) menunjukkan posisi impas atau break event point, berarti tidak ada nilai tambah ekonomis, tetapi perusahaan mampu membayarkan semua kewajibannya kepada para penyandang dana atau kreditur.

3. Jika Economic Value Added (EVA) < 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) negatif, yang menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.

Perhitungan dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) sebagai berikut (Dwitayanti, 2005: 62) :

1. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

……………………………………………………….(10)

2. Invested Capital

……..(11)

3. Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang dengan Pendekatan Weighted Average Cost of Capital (WACC)

[( )( ) ( )]………………………………………(12)

Keterangan :

Tingkat Modal dari Utang (D) = (Total Utang ÷ Total Utang dan Ekuitas) x 100%

Cost of Debt (rd) = (Beban Bunga ÷ Total Utang) x 100%

Cost of Equity (re) = (Laba Bersih Setelah Pajak ÷ Total Ekuitas) x 100%

Total Modal dari Ekuitas (E) = (Total Ekuitas ÷ Total Utang dan Ekuitas) x 100%

Tingkat Pajak (Tax) = (Beban Pajak ÷ Laba Bersih Sebelum Pajak) x 100%

4. Perhitungan Capital Charges

Capital Charges = Invested Capital ∗WACC…………………………………….(13)

5. Perhitungan Economic Value Added (EVA)

EVA = NOPAT −Capital Charges……………………………………………………..(14)

2.7 Market Value Added (MVA)

Menurut Steward (dalam Rahayu, 2007: 32), Market Value Added (MVA) suatu pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah bila Market Value Added (MVA) bertambah. Peningkatan Market Value Added (MVA) dapat dilakukan dengan cara meningkatkan Economic Value Added (EVA) yang merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan, dengan demikian Economic Value Added (EVA) mempunyai hubungan yang kuat dengan Market Value Added (MVA).

Indikator yang digunakan untuk mengukur Market Value Added (MVA) menururt Young dan O’Byrne (2001: 27), yaitu :

1. Jika Market Value Added (MVA) > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.

2. Jika Market Value Added (MVA) < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.

Persamaan dari Market Value Added (MVA), sebagai berikut (Young dan O’Byrne 2001: 26)

MVA = (Nilai pasar − Nilai nominal per lembar saham) * Jumlah saham………(15)

2.8 Hubungan Economic Value Added (EVA) dengan Market Value Added (MVA)

MVA digunakan untuk mengukur seluruh pengaruh kinerja manajerial sejak perusahaan berdiri hingga sekarang.MVA adalah Economic Value Added yang dihasilkan kinerja manajerial sepanjang umur perusahaan yang di-present valuekan (Mirza dkk, 1999).

MVA merupakan pengukur kinerja eksternal, dan hanya dapat diukur jika perusahaan telah go public, dimana MVAcenderung memberikan penilaian yang lebih besar dari tambahan kekayaan investasi yang sesungguhnya berdasarkan harga saham di pasaran.

2.9 Refined Economic Value Added (REVA)

REVA merupakan suatu konsep pengukuran kinerja yang merupakan upaya perbaikan dari EVA. Konsep REVA ini akan dibandingkan dengan beberapa alat pengukuran kinerja lainnya seperti EVA sendiri dan ROE sebagai alat pengukur kinerja yang saat ini dengan mengkaitkannya dengan tingkat return saham.

Konsep REVA diciptakan dengan maksud memperbaiki EVA yang dianggap memiliki kekurangan. Konsep REVA ini sebagaimana juga EVA mendasarkan pengukuran shareholders value dan risk dan return dari modal yang diinvestasikan. Perbedaan REVA dan EVA adalah bahwa REVA memasukkan factor NPV of current dan Future Investment Opportunities (Bacidore et el, 1997) bahwa “The Components of Value”.

REVA merupakan upaya perbaikan terhadap EVA yang dianggap tidak memperhitungkan opportunity cost. EVA telah menunjukkan economic book value dari perusahaan, namun tetap tidak memperhitungkan nilai total dari perusahaan karena tidak memasukkan nilai dari future opportunities. Jadi untuk menghasilkan nilai bagi para investornya, operating profit pada akhir perioda harus melebihi jumlah dana yang diinvestasikan berdasarkan pada market value dari aset.

Apabila EVA menggunakan capital dalam book value, maka REVA menggunakan capital dalam bentuk market value.

Berikut rumus perhitungan REVA :

∗ ( )………………………………………………………(16)

Keterangan :

NOPAT = Net Operating After Tax pada akhir perioda t

Mv.t = Market value equity plus book value of total debt dikurangi non interest bearing current liabilities pada awal perioda

C* = WACC

2.10 Kerangka Pemikir

Gambar 2.1 Kerangka Pemikir

2.11 Penelitian Terdahulu

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun) – Variabel Penelitian – Metoda Analisis – Simpulan

Dodd dan Chen (1996) Dependen: returnsaham, Independen: EVA, ROI, EPS, dan ROE –  Regresi – ROI, EPS, ROE, dan EVA memunyai pengaruh terhadap return saham. Dan yang paling besar pengaruhnya adalah ROI dibandingkan EVA.

Lehn dan Makhija (1996) – Dependen: Return Saham, Independen: ROE, ROI, ROS, EVA, MVA – Regresi – ROE, ROI, ROS, EVA, MVA menunjukkan hubungan yang positif dengan balikan saham, hubungan EVA dengan balikan saham memunyai hubungan yang lebih tinggi.

Wibowo (2005) Dependen: Return saham, Independen: ROA, ROE, EVA – Regresi – Rasio profitabilitas dan EVA tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan

Rahayu (2007) – Dependen: Return saham, Independen: EVA dan MVA – Regresi – EVA dan MVA secara simultan tidak berpengaruh terhadap return saham. Secara parsial baik EVA maupun MVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.

Marshal (2010) – Dependen: Return saham, Independen: EVA, MVA, dan OCF – Regresi – EVA, OCF, dan MVA tidak memiliki pengaruh yg signifikan terhadap return saham, EVA memiliki arah pengaruh negatif sedangakan OCF dan MVA memiliki arah pengaruh positif. Hal tersebut menunjukkan apabila MVA meningkat, ROR juga meningkat. Secara simultan EVA, MVA, dan OCF tidak berpengaruh terhadap ROR.

Andreas (2011) – Dependen: Return saham, Independen: EPS, OCF, EVA, dan MVA – Regresi – Secara simultan EPS, OCF, EVA dan MVA berpengaruh signifikan terhadap ROR perusahaan LQ 45. Secara parsial variabel MVA memiliki pengaruh positif yang signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan LQ 45.

Sumber: Data Olahan, 2014

Kontribusi dalam penelitian ini adalah jika penelitian sebelumnya menggunakan hanya 4 variabel independen, maka penelitian menambahkan satu variabel dependen lagi yaitu REVA. Dikarenakan dalam skripsi Andreas (2011) pada bab V nya menyarankan untuk menambahkan satu variabel independen lagi yaitu REVA.

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementar terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ha1: Terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.

Ha2 : Secara parsial terdapat pengaruh secara berikut

Ha2.1: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.2: Operational Cashflow (OCF) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2: Operational Cashflow (OCF) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.3: Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3: Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.4: Market Value Added (MVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.4: Market Value Added (MVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.5: Refined Economic Value Added (REVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.5: Refined Economic Value Added (REVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya denan instrument-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel (Sugiyono, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013 sebanyak 10 perusahaan

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perusahaan tersebut adalah perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2009, 2010, 2012, dan 2013.

2. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

3. Perusahaan tersebut tidak melakukan delisting pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

4. Perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga tahun 2013

3.2.3 Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 hingga tahun 2013 yang memiliki 10 perusahaan. Dari 10 perusahaan sub sektor farmasi terdapat 8 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013, sementara 2 perusahaan tidak memiliki laporan keungan yang lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Dan perusahaan yang pernah mengalami rugi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah 1 perusahaan. Jadi total perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 perusahaan sector farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 2. Rekapitulasi Obyek Penelitian

(1) Jumlah Perusahaan sub sektor sub sektor farmasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia – Perusahaan sub sektor farmasi yang laporan keuangannya tidak lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013

(2) Perusahaan sub sektor farmasi yang pernah mengalami rugi dari tahun 2009 hingga tahun 2013

(3) Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian 7

Sumber: Data diolah, 2014

Berikut ini merupakan daftar 7 perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 3. Daftar Sampel Perusahaan

No Kode Saham Nama Perusahaan

1 DVLA PT Darya Varia Laboratoria Tbk

2 KAEF PT Kimia Farma Tbk

3 KLBF PT Kalbe Farma Tbk

4 MERK PT Merck Tbk

5 PYFA PT Pyridam Farma Tbk

6 SQBB PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk

7 TSPC PT Tempo Scan Pasifik Tbk

Sumber: http://www.idx.co.id

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data yang dinyatakan dalam angka. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010).

Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indriantoro & Supomo, 2002). Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Laporan keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dengan cara mendownload laporan keuangan perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasala dari berbagai lieratur seperti penelitian lain, penelitian terdahulu, referensi pasar modal Indonesia, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda dokumentasi. Metoda dokumentasi atau disebut juga metoda arsip yang memuat tentang kejadian di masa lalu (Indrianto & Supomo, 2002). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh melalu Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

3.4 Variabel dan Pengukuran Variabel

Variabel dependen pada peneletian adalah Rate of Return (ROR) sedangkan variable independennya meliputi Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA)

3.4.1 Rate of Return (ROR)

Untuk menghitung Rate Of Return (ROR) digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

: Harga saham sekarang

: Harga saham perioda lalu

: Dividen yang dibayarkan sekarang

3.4.2 Earning Per Share (EPS)

EPS dihitung dengan membagi laba bersih atau Earning After Tax (EAT) dengan jumlah lembar saham. Formula yang digunakan untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut:

EPS = EAT / jumlah lembar saham

Keterangan:

EAT : Earning After Tax/Laba setelah pajak

3.4.3 Operational Cashflow (OCF)

Variabel Operational Cashflow diukur berdasarkan nilai Operational Cashflow yang tersaji dalam laporan aliran kas. Operational Cashflow dapat diformulasikan sebagai berikut:

OCF = EAT + penyusutan

Keterangan:

EAT : Earning After Tax/Laba setelah pajak

3.4.4 Economic Value Added (EVA)

Merupakan hasil pengurangan total biaya modal terhadap laba operasi setelah pajak. Biaya modal sendiri berupa cost of debt dan cost of equity. Economic Value Added dapat diformulasikan sebagai berikut:

EVA = NOPAT – Capital Charges

Keterangan:

NOPAT = Net Profit After Tax (Laba Bersih Setelah Pajak)

3.4.5 Market Value Added (MVA)

Merupakan selisih antara nilai perusahaan (nilai pasar kapital) dengan nilai buku capital. Market Value Added dapat diformulasikan sebagai berikut:

MVA = (Nilai pasar − Nilai nominal per lembar saham) * Jumlah saham

3.4.6 Refined Economic Value Added (REVA)

Merupakan perbaikan terhadap EVA yang dianggap tidak memperhitungkan opportunity cost. Refined Economic Value Added dapat diformulasikan sebagai berikut:

∗ ( )

Keterangan :

NOPAT = Net Operating After Tax pada akhir perioda t

Mv.t = Market value equity plus book value of total debt dikurangi non

interest bearing current liabilities pada awal perioda

C* = WACC

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan program SPSS.

3.5.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak memunyai distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non parametric.

Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula. Dengan profit data semacam ini maka data tersebut dianggap bisa mewakili populasi. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data normal. Normal atau tidaknya berdasarkan patokan distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita.

Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, dapat digunakan uji statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S), bila nilai signifikasi pada tabel Kolmogrov- Smirnov <0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2009)

3.5.2.2 Uji Mutikolinearitas

Tujuan digunakannya uji ini adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat atau terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen (Ghozali, 2009). Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai VIF<10

Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

a. Menambah data penelitian.

b. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari model regresi.

c. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut heteroskedastisitas (Sugiyono, 2009).

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residual SPRED. Jika ada pola-pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas, tetapi jika tidak ad pola yang jelas, serta titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Untuk memeriksa adanya autokorelasi, biasanya dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW). Nilai statistik hitung diatas dibandingkan dengan nilai teoritisnya, dan kriteria pengambilan kesimpulannya sebagai berikut (Gujarati, 2003).

1. Jika DW < dL maka terdapat autokorelasi positif

2. Jika DW > 4 – dL, maka terdapat autokorelasi. negatif

3. Jika dU < DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.

4. Jika dL ≤ DW ≤ dU atau 4 – dU ≤ DW ≤ 4 – dL, uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti

3.5.3 Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+e……………………………………..….(17)

Keterangan:

α: Konstanta

Y: Rate of Return Saham (ROR)

X1: Earning Per Share (EPS)

X2: Operational Cashflow (OCF)

X3: Economic Value Added (EVA)

X4: Market Value Added (MVA)

X5: Refined Economic Value Added (REVA)

3.5.4 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk memilih apa saja variabel independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Analisis sensitivitas ini menggunakan uji regresi berganda yang kemudian dipilih apa saja variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Setelah itu variabel yang signifikan tersebut diuji lagi dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel dependen (Santoso, 2010).

3.6 Uji Hipotesis

Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

H01: Tidak terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha1: Terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.1: Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.1: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.2: Operational Cashflow (OCF) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2: Operational Cashflow (OCF) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.3: Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3: Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.4: Market Value Added (MVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.4: Market Value Added (MVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.5: Refined Economic Value Added (REVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.5: Refined Economic Value Added (REVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.6.1 Uji F-Statistik

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel independen yang ada berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen (Ghozali, 2009). Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap vriabel independen Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%.

Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar pengambilan dari signifikansi adalah sebagari berikut (Sugiyono, 2010).

1. Apabila probabilitas signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Apabila probabilitas signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.6.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinnya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3.6.3 Uji t-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Dan sebaliknya apabila tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient (Ghozali, 2011).

3.6.4 Uji r parsial

Uji r parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai r parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Sebaliknya jika nilai r parsial semakin kecil maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilhat pada nilai beta standardized coefficient pada tabel coefficient dengan menggunakan program SPSS (Ghozali, 2011).

3.7 Tahapan-Tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Merumuskan Masalah

2. Merumuskan hipotesis

3. Penyusunan Model

4. Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.

5. Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada.

6. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan SPSS 20 for Windows.

7. Memproses data dengan analissi statistic deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.

8. Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 20 for Windows.

9. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%

10. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1 Untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

11. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2 Untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

12. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan disbandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.

13. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

4.  PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI pada perioda 2009-2013. Berikut adalah beberapa perusahaannya yang digunakan dalam penelitian :

a. DVLA – PT Darya Varia Laboratoria Tbk

b. KAEF – PT Kimia Farma Tbk

c. KLBF – PT Kalbe Farma Tbk

d. MERK – PT Merck Tbk

e. PYFA – PT Pyridam Farma Tbk

f. SQBB – PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk

g. TSPC – PT Tempo Scan Pasific Tbk

4.2 Data Perusahaan terkini

Data perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan 5 tahun terakhir terbaru yaitu dari tahun 2009 hingga 2013. Untuk laporan keuangan tahunan 2014 masih belum ada dikarenakan penelitian ini dilaksanakan disaat tahun 2014 berjalan.

4.3 Statistik Deskriptif

Hasil dari analisis statistic deskriptif pada variabel dependen dan independen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Analisis Statitistik deskriptif variabel dependen dan independen Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

EPS 35 2840.3511 4808.36315 7.05 14822.09

OCF 35 421032511492.86 574269197143.905 9760294856 2174907573579

EVA 35 141809469680.01 241589389420.391 -92741333354 925435252695

MVA 35 5971299539782.20 11873841570248.941 -289957100095 50485661115997

REVA 35 -190615516004.09 642049652903.006 -3126756229961 525694748175

ROR 35 .5814 .62475 -.69 2.29

Sumber: Data Olahan, 2014

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif pada Variabel Dependen

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif ada variabel dependen yaitu Rate of Return Saham (ROR) menunjukkan jumlah datanya sebesar 35. Kemudian ratarata dari Rate of Return Saham (ROR) adalah 0.5814 yang menunjukkan nilai rata-rata Rate of Return Saham (ROR) dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 0.62475 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai Rate of Return Saham (ROR). Nilai tertinggi Rate of Return Saham (ROR) adalah 2,29 dan nilai terendahnya adalah -0,69.

4.3.2 Analisis Statistik Deskriptif pada Variabel Independen

Berikut adalah beberapa hasil analisis Statistik Deskriptif pada 5 (lima) variabel independen :

1. Earning Per Share (EPS)

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif Earning Per Share (EPS) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Earning Per Share (EPS) adalah 2.840,3511 yang menunjukkan nilai rata-rata EPS dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 4.808,36315 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai EPS. Nilai tertinggi EPS adalah 14.822,09 dan nilai terendahnya adalah 7,05.

2. Operating Cash Flow (OCF)

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif Operating Cash Flow (OCF) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Operating Cash Flow (OCF) adalah 421.032.511.492,86 yang menunjukkan nilai rata-rata OCF dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 574.269.197.143,905 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai OCF. Nilai tertinggi OCF adalah 2.174.907.573.579 dan nilai terendahnya adalah 9.760.294.856.

3. Economic Value Added (EVA)

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif Economic Value Added (EVA) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Economic Value Added (EVA) adalah 141.809.469.680,01 yang menunjukkan nilai rata-rata EVA dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 241.589.389.420,391 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai EVA. Nilai tertinggi EVA adalah 925.435.252.695 dan nilai terendahnya adalah -92.741.333.354.

4. Market Value Added (MVA)

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif Market Value Added (MVA) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Market Value Added (MVA) adalah 5.971.299.539.782,20 yang menunjukkan nilai rata-rata MVA dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 11.873.841.570.248,941 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai MVA. Nilai tertinggi MVA adalah 50.485.661.115.997 dan nilai terendahnya adalah -289.957.100.095.

5. Refined Economic Value Added (REVA)

Hasil dari analisis Statistik Deskriptif Refined Economic Value Added (REVA) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Refined Economic Value Added (REVA) adalah -190.615.516.004,09 yang menunjukkan nilai rata-rata REVA dari 7 perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI. Standar Deviation nya sebesar 642.049.652.903,006 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai REVA. Nilai tertinggi REVA adalah 525.694.748.175 dan nilai terendahnya adalah -3.126.756.229.961.

4.4 Uji Asumsi Klasik

4.4.1 Uji Normalitas

4.4.1.1 Uji Normalitas sebelum Transformasi Data

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas sebelum Transformasi Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

EPS OCF EVA MVA REVA ROR

N 35 35 35 35 35 35

Normal Parametersa,b

Mean 2840.3511

Std. Deviation

Most Extreme Differences

Absolute .426 .334 .303 .318 .363 .111

Positive .426 .334 .303 .318 .273 .111

Negative -.278 -.237 -.227 -.299 -.363 -.078

Kolmogorov-Smirnov Z 2.519 1.974 1.795 1.881 2.146 .654

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .001 .003 .002 .000 .785

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber : Data Olahan, 2014

Dari hasil uji normalitas sebelum melakukan transformasi data, tabel Kolmogorov-Smirnov Z pada nilai Asymps, Sig. (2-tailed) nya menunjukkan ada 5 (lima) variabel yang tidak terdistribusi normal yaitu EPS (0,000), OCF (0,001), EVA (0,003), MVA (0,002) dan REVA (0,000) karena kelima variabel tersebut memiliki nilai <0,05. Sedangkan nilai Asymps, Sig. (2-tailed) pada variabel ROR memiliki nilai sebesar 0,785 yang berarti terdistribusi normal karena memiliki nilai >0,05. Sehingga untuk data yang tidak normal, harus dilakukan transformasi data dengan menggunakan log10.

4.4.1.2 Uji Normalitas sesudah Transformasi Data

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas sesudah Transformasi Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

EPS_1 OCF1 EVA1 MVA1 REVA1 ROR

N 35 35 26 24 15 35

Normal Parametersa,b

Mean 2.3330 11.2497 10.8832 12.3264 10.8076 .5814

Std. Deviation 1.11970 .63902 .81776 .98211 .47126 .62475

Most Extreme Differences

Absolute .262 .185 .189 .153 .165 .111

Positive .262 .126 .093 .080 .165 .111

Negative -.172 -.185 -.189 -.153 -.150 -.078

Kolmogorov-Smirnov Z 1.550 1.097 .964 .750 .639 .654

Asymp. Sig. (2-tailed) .016 .180 .311 .628 .808 .785

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Data Olahan, 2014

Dari hasil uji normalitas sesudah transformasi data, tabel Kolmogorov- Smirnov Z pada nilai Asymps, Sig. (2-tailed) nya menunjukkan ada 5 (lima) variabel yang terdistribusi normal, yaitu OCF1 (0,180), EVA1 (0,311), MVA1 (0,628), REVA1 (0,808) dan ROR (0,785) karena kelima variabel tersebut memiliki nilai >0,05. Sedangkan nilai Asymps, Sig. (2-tailed) pada variabel EPS_1 sebesar 0,016 dan data masih belum terdistribusi normal setelah dilakukan transformasi data. Sehingga untuk langkah selanjutnya harus dilakukan bootstrap untuk menormalkan data.

4.4.2 Uji Multikolinearitas

Tabel 7. Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber : Data Olahan, 2014

Dari hasil uji multikolinearitas sebelum bootstrap menunjukkan data yang terjangkit multikol ada 5 (lima) variabel. Karena nilai Tolerance pada EPS_1 (0,083), OCF1 (0,03), EVA1 (0,40), MVA1 (0,09) dan REVA1 (0,007) semuanya itu tidak mendekati 1 dan jauh dari 1. Dan nilai VIF nya EPS_1 (12,116), OCF1 (332,440), EVA1 (24,953), MVA1 (105,289) dan REVA1 (148,729) semuanya lebih dari 10 dan seharusnya nilai VIF ≤10. Karena pada uji normalitas masih terdapat variabel yang tidak normal maka dalam uji multikolinearitas juga harus dilakukan proses bootstrap.

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas

Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Data Diolah, 2014

Dari hasil uji heteroskedastisitas diatas, pada nilai sig. nya yang terjangkit heteroskedastisitas adalah variabel EPS_1 (0,018), EVA1 (0,016) dan MVA1 (0,030) karena nilai sig. nya < 0,05. Yang tidak terjangkit heteroskedastisitas adalah OCF1 (0,276) dan REVA1 (0,075) karena nilai sig. nya > 0,05.

4.4.4 Uji Autokorelasi

Tabel 9. Hasil Uji Autokorelasi

Sumber : Data Diolah, 2014

Dari hasil uji autokorelasi diatas menunjukkan nilai D-W nya sebesar 2,310. Hasil tersebut menunjukkan data tidak terkena autokorelasi dikarenakan nilai D-W masih mendekati +2.

4.5 Uji Bootstrap

Karena data dalam penelitian ini tidak normal maka harus dilakukan pengujian menggunakan bootstrap untuk membuat data menjadi normal. Data yang telah melalui uji bootstrap akan langsung menjadi normal dan terbebas dari heteroskedastisitas, tetapi harus dilakukan pengujian ulang untuk  multikolinearitas dan uji autokorelasi.

4.5.1 Uji Multikolinearitas setelah Uji Bootstrap

Tabel 10. Hasil Uji Multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap

Sumber : Data Diolah, 2014

Hasil dari uji Multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap masih terjangkit multikolinearitas. Karena nilai Tolerance pada EPS_1 (0,083), OCF1 (0,03), EVA1 (0,40), MVA1 (0,09) dan REVA1 (0,007) semuanya itu tidak mendekati 1 dan jauh dari 1. Dan nilai VIF nya EPS_1 (12,116), OCF1 (332,440), EVA1 (24,953), MVA1 (105,289) dan REVA1 (148,729) semuanya lebih dari 10 dan seharusnya nilai VIF ≤10. Sehingga solusi yang dilakukan adalah mengeluarkan variabel independen yang paling tinggi nilai VIF nya yaitu OCF1.

Tabel 11. Hasil Uji Multikolinearitas setelah Bootstrap dengan mengeluarkan variabel OCF1

Sumber : Data Olahan, 2014

Hasil dari uji Multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap dan mengeluarkan variabel independen yang paling tinggi VIF nya yaitu OCF1, 4 (empat) variabel tersebut sudah tidak terjangkit multikolinearitas. Dikarenakan nilai Tolerance nya EPS_1 (0,969), EVA1 (0,148), MVA1 (0,109) dan REVA1 (0,359) yaitu mendekati 1. Dan nilai VIF EPS_1 (1,436), EVA1 (0,148), MVA1 (0,109) dan REVA1 (0,359)

4.5.2 Uji Autokorelasi setelah Uji Bootstrap

Tabel 12. Hasil Uji Autokorelasi setelah melakukan Uji Bootstrap

Sumber: Data Diolah, 2014

Dari hasil uji autokorelasi setelah melakukan Uji Bootstrap memiliki nilai D-W sebesar 2,318 yang berarti tidak terkena autokorelasi dikarenakan nilai D-W masih mendekati +2.

4.6 Analisis Regresi Berganda

Koefisien untuk menentukan model regresi berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Berganda

Sumber : Data Diolah, 2014

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dibentuk model regresi yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Y = -14,988 – 1,163EPS_1 + 0,174OCF1 + 0,317EVA1 + 0,249MVA1 + 0,907REVA1

Penjelasan terhadap persamaan regresi linier berganda tersebut adalah sebagai berikut.

a. Konstanta sebesar -14,988 menunjukkan jika variabel independen (EPS_1. OCF1, EVA1, MVA1, REVA1) bernilai 0 (nol), maka nilai Rate of Return Saham (ROR) sebesar -14,988.

b. Koefisien Regresi EPS_1 sebesar -1,163 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai EPS_1 akan menurunkan nilai Rate of Return Saham sebesar 1,163.

c. Koefisien Regresi OCF1 sebesar 0,174 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai OCF1 akan menaikkan nilai Rate of Return Saham sebesar 0,174.

d. Koefisien Regresi EVA1 sebesar 0,317 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai EVA1 akan menaikkan nilai Rate of Return Saham sebesar 0,317.

e. Koefisien Regresi MVA1 sebesar 0,249 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai MVA1 akan menaikkan nilai Rate of Return Saham sebesar 0,249.

f. Koefisien Regresi REVA1 sebesar 0,907 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai REVA1 akan menaikkan nilai Rate of Return Saham sebesar 0,907.

4.7 Pengujian Hipotesis

4.7.1 Uji Statistik F

Hasil uji statistik F pada penelitian ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 14. Hasil Uji Statistik F

Sumber : Data Diolah, 2014

Dari hasil uji F diatas menunjukkan nilai Sig. nya sebesar 0,345 yaitu > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen (EPS_1, OCF1, EVA1, MVA1, REVA1) tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen nya (ROR). Sehingga dapat disimpulkan, hasil uji ini menunjukkan H01 diterima yang berarti tidak ada pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA secara simultan terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI dan menolah Ha1.

4.7.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil dari uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 15. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Sumber :Data Diolah, 2014

Untuk melihat besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen jika variabel dependen nya sebanyak 1 hingga 2 variabel maka nilai R Square yang dilihat. Namun karena variabel dependen yang digunakan disini sebanyak 5 (lima) maka untuk melihat besar pengaruhnya melihat di Adjusted R Square yaitu sebesar 0,741 atau 74,1 %. Sehingga dapat disimpulkan besar pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA terhadap ROR yaitu sebesar 74,1%, sedangkan sisanya yaitu 25,9% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian.

4.7.3 Uji t

Hasil uji statistik t dan signifikasinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 16. Hasil Uji t

Sumber : Data Diolah, 2014

Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel coefficients yaitu pada nilai t dan siginifikansi (Sig), apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel berarti variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan nilai signifikansi digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen dan dependen signifikan atau tidak. Bila nilai signifikansi di bawah 0,05 maka pengaruhnya signifikan. Hasil uji statistik pada masing-masing variabel adalAh sebagai berikut.

a. Hasil uji t pada EPS_1 nilai t hitung nya sebesar -0,508 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya

0,701 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh EPS_1 secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga hasil penelitian ini menerima H02.1 dan menolah Ha2.1.

b. Hasil uji t pada OCF1 nilai t hitung nya sebesar 0,020 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. Nya 0,988 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh OCF1 secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga hasil penelitian ini menerima H02.2 dan menolah Ha2.2.

c. Hasil uji t pada EVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,270 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,832 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh EVA1 secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga hasil penelitian ini menerima H02.3 dan menolah Ha2.3.

d. Hasil uji t pada MVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,067 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,957 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh MVA1 secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga hasil penelitian ini menerima H02.4 dan menolah Ha2.4.

e. Hasil uji t pada REVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,259 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,839 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh REVA1 secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga hasil penelitian ini menerima H02.5 dan menolah Ha2.5.

4.7.4 Uji r parsial

Tabel 17. Hasil Uji r parsial

Sumber : Data Diolah, 2014

Dari hasil uji r parsial diatas, dapat dilihat pada nilai Standardized Coefficients (Beta). Berikut adalah analisis r parsial variabel independen terhadap variabel dependen.

a. Nilai Beta EPS_1 sebesar -0,367 menunjukkan bahwa 36,7% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh EPS_1. Namun nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa EPS_1 memiliki pengaruh negatif terhadap ROR.

b. Nilai Beta OCF1 sebesar 0,074 menunjukkan bahwa 7,4% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh OCF1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa OCF1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

c. Nilai Beta EVA1 sebesar 0,281 menunjukkan bahwa 28,1% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh EVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa EVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

d. Nilai Beta MVA1 sebesar 0,144 menunjukkan bahwa 14,4% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh MVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa MVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

e. Nilai Beta REVA1 sebesar 0,656 menunjukkan bahwa 65,6% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh REVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa REVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

4.8 Implikasi Hasil Penelitian

Penelitian ini ingin menguji 6 hipotesis yang terbagi dalam dua hipotesis besar yaitu pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA secara simultan terhadap ROR serta pengaruh masing-masing variabel independen yaitu EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA secara parsial terhadap ROR.

Dalam uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas menunjukkan beberapa data variabel yang tidak terdistribusi normal. Kemudian mengatasi dengan menggunakan log10 untuk variabel yang tidak terdistribusi normal lalu diuji kembali. Setelah menggunakan log10, ada 1 variabel yang masih belum terdistribusi normal yaitu EPS. Untuk uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa terkjangkit keduanya. Sehingga dalam mengatasi hal tersbut, perlu dilakukan proses bootstrap serta mengeluarkan variabel independen yang nilai VIF lebih dari 10 dan yang paling tinggi berdasar dari hasil uji multikolinearitas. Jadi variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi hanya ada 4 variabel yaitu EPS, EVA, MVA dan REVA.

Untuk Hipotesis pertama dapat dilihat pada uji F. Dalam hasil uji F menunjukkan nilai Sig. nya sebesar 0,345 yaitu > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen (EPS_1, OCF1, EVA1, MVA1, REVA1) tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen nya (ROR).. Dan besar pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA terhadap ROR adalah Adjusted R Square yaitu sebesar 0,741 atau 74,1 %. Sehingga dapat disimpulkan besar pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA terhadap ROR yaitu sebesar 74,1%. Sehingga dapat disimpulkan, hasil uji ini menunjukkan H01 diterima yang berarti tidak ada pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA secara simultan terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI dan menolak Ha1

Untuk Hipotesis kedua dapat dilihat pada uji t dan uji r parsial. Berikut adalah penjelasan mengenai hasil uji t dan uji r parsial.

a. Hasil uji t pada EPS_1 nilai t hitung nya sebesar -0,508 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,701 yaitu sig. > 0,05. Nilai Beta EPS_1 sebesar -0,367 menunjukkan bahwa 36,7% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh EPS_1. Namun nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa EPS_1 memiliki pengaruh negatif terhadap ROR.

Hal ini menunjukkan bahwa EPS_1 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dan berpengaruh negatif terhadap Rate of Return Saham (ROR). b. Hasil uji t pada OCF1 nilai t hitung nya sebesar 0,020 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,988 yaitu sig. > 0,05. Nilai Beta OCF1 sebesar 0,074 menunjukkan bahwa 7,4% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh OCF1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa OCF1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

Hal ini menunjukkan bahwa OCF1 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dan berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR). c. Hasil uji t pada EVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,270 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,832 yaitu sig. > 0,05. Nilai Beta EVA1 sebesar 0,281 menunjukkan bahwa 28,1% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh EVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa EVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR. Hal ini menunjukkan bahwa EVA1 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dan berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR).

d. Hasil uji t pada MVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,067 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,957 yaitu sig. > 0,05. Nilai Beta MVA1 sebesar 0,144 menunjukkan bahwa 14,4% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh MVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa MVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR. Hal ini menunjukkan bahwa MVA1 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dan berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR).

e. Hasil uji t pada REVA1 nilai t hitung nya sebesar 0,259 dengan nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,839 yaitu sig. > 0,05. Nilai Beta REVA1 sebesar 0,656 menunjukkan bahwa 65,6% dari Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor farmasi mampu dijelaskan oleh REVA1. Namun nilai positif tersebut menunjukkan bahwa REVA1 memiliki pengaruh positif terhadap ROR.

Hal ini menunjukkan bahwa REVA1 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dan berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menyatakan EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA tidak memiliki pengaruh secara simultan maupun secara parsial terhadap ROR pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 hingga 2013. Perbedaan dari penelitian sebelumnya, pada skripsi Andreas (2011) menghasilkan bahwa secara simultan EPS, OCF, EVA dan MVA berpengaruh signifikan terhadap ROR perusahaan LQ 45. Secara parsial variabel MVA memiliki pengaruh positif yang signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan LQ 45. Selain dari hasil penelitian yang berbeda, jika penelitian sebelumnya hanya menggunakan variabel independen yang terdiri dari EPS, OCF, EVA dan MVA maka penelitian kali ini menambahkan REVA. Dan perusahaan yang diteliti adalah perusahaan sub sektor yang terdaftar di BEI yaitu farmasi.

5.  PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA baik secara simultan maupun secara parsial terhadap variabel ROR pada perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang ada maka pada penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara simultan EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA tidak berpengaruh signifikan terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

2. Secara parsial variabel EPS memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

3. Secara parsial variabel OCF memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

4. Secara parsial variabel EVA memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

5. Secara parsial variabel MVA memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

6. Secara parsial variabel REVA memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan sub sektor farmasi dari tahun 2009 hingga 2013.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian peneliti telah menetapkan beberapa batasan untuk penyampelan data dan hal tersebut yang menjadi keterbatasan penelitian. Berikut adalah batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian:

1. Penelitian hanya menganalisis pengaruh EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA sebagai variabel independen terhadap ROR.

2. Penelitian menggunakan data hanya pada perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga.

3. Data penelitian hanya menggunakan data time series selama 5 tahun.

5.3 Saran

Berdasarkan batasan-batasan penelitian yang ada serta kesimpulan dalam penelitian, peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi investor disarankan untuk melihat kinerja perusahaan yang baik tidak hanya dari laba, namun dari tingkat pengembalian saham seberapa besar.

Hal tersebut juga dapat diperhitungkan dari beberapa faktor, seperti EPS, OCF, EVA, MVA dan REVA sebelum menentukan investasi di pasar modal.

2. Bagi penelitian yang akan datang sebaiknya menambahakan beberapa variabel independen yang mempengaruhi Rate of Return Saham seperti IOS dan variabel fundamental lainnya. Selain itu dapat menambah perusahaan lainnya dan tidak hanya di sub sektor farmasi yang terdaftar di BEI saja namun bisa dari sektor lainnya. Juga sebaiknya memperpanjang perioda pengamatan sehingga hasil penelitian akan lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA

Bacidore, Jeffrey M, John A Boquist, Todd T Milbourn and Anjan V Thakor. May/June (1997). The Search for Best Financial Performance Measure. Financial Analyst Journal.

Creswell, John W. (2008). Educational Research. Planing, Conducting, and Evaluating Qualitative & Quantitative Approaches. London. Sage Publications.

Dwitayanti, Dwi. (2005). Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta.

Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19.Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Govindarajan, Vijay dan Robert N. Anthony. (2002). Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi I. Jakarta: Salemba Empat.

Gujarati, Damodar. (2003). Ekonometrika Dasar : Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Halim, Abdu. (2005). Analisis Investasi. Edisi ke-2. SaleLmba Empat. Jakarta.

Husnan, Suad. (2001). Dasar-dasar teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ketiga, AMP YKPN.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2001). “ Standar Akuntansi Keuangan”. Salemba Empat.Jakarta.

Indriantoro, dan Supomo. (2002).Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

Jogiyanto. (2007). Analisis Investasi dan Portofolio. Yogyakarta: BPFE

Mirza, Teuku dan Imbuh Sulistyarini. (1999). “Konsep Economic Value Added : Pendekatan Untuk Menentukan Nilai Riil Manajemen”. Usahawan No. 10 Tahun XXVIII.hal 37 – 40.

Muhammad, Hanafi M. dan Abdul Halim. (1996).“Analisis Laporan Keuangan”.UPP AMP YKPN.Yogyakarta.

Munawir, S. (2001). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty

O’Byrne, F. Stephen dan S. David Young. (2001). Economic Value Added dan Manajemen Berdasarkan Nilai Panduan Praktis untuk Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.

Rahayu, Mariana Sri. (2007). Analisis Pengaruh EVA dan MVA terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Santoso, S. (2010). Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PTElex Media Komputindo.

Sugiyono. (2009). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeda.

Sugiyono.(2010). MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung Alfabeta.

Sunariyah. (2003). Pengantar Pasar Modal. Cetakan Kedua. UPP AMK. Yogyakarta.

Sutrisno. (2000). Manajemen Keuangan : Teori, Konsep, dan Aplikasi. Ekonisia Yogyakarta.

T.W. Mulia. (2002). Penerapan Konsep EVA sebagai Added Aproach dari Analisis Rasio Keuangan untuk Mengukur Kinerja PT Gudang Garam Kediri. Jurnal Manajemen dan Akuntansi

Tunggal, Amin Widjaja.(2001). Memahami Konsep Economic Value Added (EVA) dan Value Based Management (VBM). Harvarindo.

Wibowo, Lucky Bani. (2005). Pengaruh EVA dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Return Pemegang Saham. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

ANALISIS PENGARUH NET PROFIT MARGIN, OPERATING PROFIT MARGIN, RETURN ON ASSETS, DAN LEVERAGE OPERASI TERHADAP PERATAAN LABA PADA 3 PERUSAHAAN TEXTILE DAN GARMENT YANG TERDAFTAR DI BEI SELAMA PERIODA 2012-2013

CHANDRA SETIAWAN D.S. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja suatu perusahaan. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun pihak eksternal. Informasi dalam laporan keuangan berfungsi dalam pengambilan keputusan dalam kinerja suatu perusahaan. Selain daripada itu laporan keuangan sebagai sarana pertanggungjawaban dari pihak manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan.

Secara umum, laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam laporan keuangan semua informasi yang diberikan sangatlah penting akan tetapi dari itu semua informasi laba-lah yang penting dan ditunggu-tunggu oleh para pemangku kepentingan. Hal tersebut dikarenakan laba menjadi salah satu tolak uur bagi suatu perusahaan seperti melihat kinerja suatu perusahaan apakah mengalami peningkatan ataupun sebaliknya. Seringkali para investor yang hanya terpusat pada laba ini membuatnya tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie et al., 1994). Situasi inilah yang disadari oleh manajemen, terutama mereka yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba, sehingga hal ini mendorong timbulnya perilaku yang tidak semestinya. Yang lebih dikenal dengan dysfunctional behavior.

Dysfunctional behavior dari pihak manajemen sangat memiliki keterkaitan dengan teori keagenan. Teori keagenan merupakan persetujuan antara 2 pihak, yaitu prinsipel (pemilik) dengan agen (manajemen), dimana prisipel memberikan wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama prinsipel (Jansen dan Meckling, 1976). Dalam teori ini terdapat perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipel sehingga mungkin saja pihak manajemen tidak selalu melakukan tindakan yang terbaik bagi pihak pemilik. Manajemen mempunyai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya sedangkan pemilik menginginkan peningkatan dalam kekayaannya.Perbedaan kepentingan seperti ini tidak hanya terjadi antara manajemen dan pemegang saham saja akan tetapi pihak-pihak lainnya sebagai pengguna informasi akuntansi. Seperti pihak kreditor dan pemerintah, pihak kreditor menginginkan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan bunga yang rendah sedangkan pemerintah menginginkan pungutan pajak yang besar sedangkan manajemen ingin membayarkan pajak sekecil mungkin ( Jin dan Macfoedz, 1998 dalam Kartika 2005).

Karena perbedaan inilah yang membuat manajemen melakukan manajemen atas laba ( earning management ), atau manipulasi atas laporan keuangan. Ini merupakan salah satu bentuk pemerataan laba ( income smoothing ) yang sering dilakukan oleh manajemen karena laba yang relatif stabil menunjukan kinerja perusahaan yang baik sehingga dapat meningkatkan harga saham. Tindakan pemerataan laba inilah di harapkan dapat membawa keuntungan bagi pemegang saham dan penilaian atas kinerja manajemen.

Pemerataan laba yang disebut juga dengan income smoothing merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level tertentu ( Belkaoui, 1984 ). Adapula menurut Beidelman (1973) pemerataan laba merupakan suatu usaha yang sengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini pemerataan laba merupakan suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan target yang terlihat, karena adanya manipulasi variable akutansi semu atau transaksi riil (Konch dalam Sakno dan Baridwan, 2000). Sementara Beidlmen dalam Chariri dan Ghozali, 2001 : 326 mendefinisikan bahwa perataan laba sebagai usaha yang disengaja untuk meratakan atau memflukyuasikan tingkat laba pada saat sekarang dipandang normal bagi perusahaan.

Menurut Gordon (….) dalam Belkaoui (1993) menyatakan bahwa manajemen mungkin terdorong untuk meratakan laba dengan asumsi bahwa stabilitas dalam laba dan tingkat pertumbuhan akan lebih dipilih daripada arus rata-rata laba yang besar dengan variabilitas yang besar. Selain itu, Heyworth dalam Tjan (2005) menjelaskan manajer termotivasi untuk melakukan perataan laba pada dasarnya bertujuan untuk (a) mengurangi total pajak, (b) meningkatkan kepercayaan diri manajer, (c) Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan, (d) siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingi dan gelombang optimism dan pesimisme dpat diperlunak.

Praktik perataan laba merupakan fenomena yang umum di banyak negara. Walaupun demikian, perataan laba dapat menjadi suatu hal yang merugikan investor karena investor tidak dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai laba untuk mengevaluasi tingkat pengembalian dari portofolionya jika terdapat praktik perataan laba. Oleh karena itu, perlu diketahui sejak awal apakah perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak dan faktor-faktor yang dapat memengaruhinya.

Penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia, antara lain dilakukan oleh Zuhroh (1996), Jin dan Machfoedz (1998), Salno dan Baridwan (2000), Murtanto (2004), dan Suwito dan Herawaty (2005).

Zuhroh (1996) dalam Jin dan Machfoedz (1998) menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan perataan laba, seperti ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, dan leverage operasi. Hasilnya adalah hanya faktor leverage operasi saja yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Selanjutnya, Jin dan Machfoedz (1998) meneliti bahwa faktor-faktor yang mungkin mendorong praktik perataan laba oleh perusahaan adalah ukuran perusahaan, jenis industri, profitabilitas, dan leverage operasi perusahaan. Hasil penelitian ini adalah bahwa hanya faktor leverage operasi saja yang mendorong terjadinya praktik perataan laba.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Murtanto (2004) yang merupakan replikasi dari penelitian Salno dan Baridwan (2000). Walaupun demikian terdapat perbedaan hasil penelitian di antara keduanya, Salno dan Baridwan (2000) dalam Murtanto (2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor ukuran perusahaan, net profit margin, kelompok usaha, dan Winner/Losser Stocks tidak berpengaruh terhadap perataan laba, sedangkan Murtarto (2004) menjelaskan bahwa Winner/Losser Stocks berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Suwito dan Herawaty (2005) meneliti faktor –faktor yang dapat dikaitkan dengan praktik perataan laba dengan mengambil sampel perusahaan yang terdaftar di BEJ selama periode 2000-2002. Dari lima variabel independen yang di uji, yaitu jenis usaha, ukuran perusahaan, rasio profitabilitas, rasio leverage operasi perusahaan, dan net profit margin perusahaan, diperoleh hasil bahwa tidak ada satupun dari faktor-faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap tindakan perataan laba.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti mencoba menguji kembali apakah benar terjadi praktik perataan laba pada perusahaan textile dan garment di Indonesia dengan melihat beberapa faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba. Berdasarkan beberapa latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “ANALISA PENGARUH OPERATING PROFIT MARGIN, NET PROFIT MARGIN, RETURN ON ASSETS DAN LEVERAGE OPERASI, TERHADAP TINDAKAN PERATAAN LABA PERUSAHAAN TEXTILE DAN GARMENT YANG TERDAFTAR DI BEI SELAMA PERIODA 2012-2013”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah net profit margin berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba ?

2. Apakah Operating Profit Margin berpengaruh terhdap terjadinya praktik perataan laba ?

3. Apakah Return On Assets berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba ?

4. Apakah Leverage Operasi berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah net profit margin berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.

2. Untuk mengetahui apakah Operating Profit Margin berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.

3. Untuk mengetahui apakah Return On Assets berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.

4. Untuk mengetahui apakah Leverage Operasi berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.

1.4 Manfaat

1. Manfaat teoritis

Untuk membuktikan secara empiris mengenai praktik perataan laba kelompok industri Textile dan Garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat praktis

(1) Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi investor untuk mengantisipasi adanya praktik perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen, (2) Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak manajemen bahwa dengan pengujian secara empiris dapat diketahui apakah perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi praktik perataan laba tersebut.

3. Penelitian mendatang

Dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan topik serupa.

3.  LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba suatu perusahaan. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, kelompok usaha, harga saham, leverage operasi, rencana bonus dan kebangsaan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Di sisi lain, beberapa penelitian lainnya justru menunjukkan hasil yang berbeda. Oleh karena itulah faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan perataan laba masih belum bisa ditetapkan secara pasti, mengingat penelitian-penelitian terdahulu belum sepenuhnya menunjukkan hasil yang konsisten antara satu dengan lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ronen dan Sadan (1981) menyimpulkan bahwa perusahaan dalam industri yang berbeda akan meratakan laba mereka pada tingkatan yang berbeda. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Belkaoui dan Picur (1984) dimana perusahaan yang bergerak pada sektor industri peripheral memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dalam melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan yang bergerak pada sektor industri riil (Jin dan Machfoedz, 1998).

Moses (1987) dalam Sugiarto (2003) menemukan bahwa praktik perataan laba berhubungan dengan ukuran perusahaan, keberadaan perencanaan bonus, perbedaan laba aktual dengan laba normal serta pengaruh perubahan kebijakan akuntansi. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba adalah kendali kepemilikan, pangsa pasar, kekuatan serikat pekerja dan variabilitas pada masa lalu.

Di Indonesia juga dilakukan beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perataan laba. Jin dan Machfoedz (1998) meneliti faktor yang mungkin mempengaruhi praktik perataan laba oleh perusahaan adalah ukuran perusahaan, jenis industri, profitabilitas perusahaan, dan leverage operasi perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor leverage operasi berpengaruh terhadap perataan laba.

Prasetio dkk (2002) dalam Cahyono (2006) meneliti variabel-variabel yang dapat dikaitkan dengan perataan laba antara lain: ukuran perusahaan, operating profit margin, sektor industri, dan net profit margin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sektor industri berpengaruh terhadap terjadinya praktik perataan laba.

Tjan (2005) yang menggunakan instrumen ukuran perusahaan, net profit margin, dan leverage operasi perusahaan menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suwito dan Herawaty (2005) menemukan bahwa jenis usaha, ukuran perusahaan, rasio profitabilitas perusahaan, rasio leverage operasi perusahaan, dan net profit margin perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tindakan perataan laba.

Berikut ini adalah tabel faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba yang dinyatakan oleh Salno dan Baridwan (2000):

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba

NoFaktor yang berpengaruhPeneliti (tahun)
1. 2.Besaran perusahaan: Total aktiva ProfitabilitasMoses (1987) Archibald (1967), White (1970), Ashari, dkk (1994), Carlson dan Chenchuramaiah
3. 4. 5. 6. 7. 8.Kelompok Usaha Kebangsaan Harga saham Perbedaan laba aktual dan normal Kebijakan akuntansi mengenai laba Leverage operasi(1997) Belkaoui dan Picur (1984), Albrecht dan Richardson (1990), Ashari, dkk (1994) Ashari, dkk (1994) Ilmainir (1993) Ilmainir (1993) Ilmainir (1993) Zuhroh (1996), Jin dan Machfoedz (1998)
1.Besaran perusahaan: – * Total aktiva –   * PenjualanIlmainir (1993), Ashari, dkk (1994), Zuhroh (1996), Jin dan Machfoedz (1998) Saudaragan dan Sepe (1998)
2. 3. 4. 5. 6.* Nilai pasar saham Profitabilitas Kelompok Usaha Rencana bonus Proporsi kepemilikan Status badan usahaAssih (1998) Zuhroh (1996), Jin dan Machfoedz (1998) Jin dan Machfoedz (1998), Assih (1998) Ilmainir (1993) Assih (1998) Assih (1998)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan perusahaan dihasilkan sebagai informasi yang lengkap, dapat dipahami dan dipercaya oleh masyarakat. Laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat berupa laporan arus kas, atau laporan arus dana) serta catatan-catatan maupun laporan lain atau informasi tambahan lain tentang perusahaan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia: 2004).

Stice et. al, (2004) memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda mengenai laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan untuk tujuan umum dan ditekankan kepada pelaporan eksternal perusahaan yang terdiri dari neraca, laporan rugi laba, dan laporan arus kas serta catatan atas laporan keuangan. Demikian pula Weygandt et. al, (2004) menekankan bahwa laporan keuangan lebih merupakan sebuah informasi yang bersifat prinsip untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak diluar perusahaan yang menyediakan informasi tentang sejarah perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk uang. Laporan keuangan ini pada umumnya terdiri dari neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas serta laporan kepemilikan (equity).

Laporan keuangan yang dimaksudkan di atas ditujukan untuk berbagai jenis perusahaan baik komersial, publik maupun swasta. Adapun laporan keuangan yang dihasilkan tersebut haruslah dapat dijadikan sebagai konsumsi yang dapat diandalkan dan bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari investor sekarang, investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda tergantung dari kepentingan masing-masing. Oleh karena itu laporan keuangan perusahaan harus dapat dijadikan sebagai sumber utama informasi keuangan untuk tujuan yang berbeda-beda bagi setiap pemakai.

2.2.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

Perusahaan merupakan pusat perjanjian kontrak antara berbagai pihak yang masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu pemegang saham, manajemen yang diwakili oleh manajer, supplier dan pihak-pihak lainnya termasuk calon investor dan karyawan. Teori yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak tersebut (pihak principal dan agent) disebut teori keagenan (agency theory). Masalah yang mendasari dari teori keagenan adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer dalam perusahaan tersebut. Manajer yang disebut agen dan pemilik yang disebut principal merupakan dua pihak yang masing-masing memiliki tujuan berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama menyangkut bagaimana memaksimumkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang dicapai melalui aktivitas usaha.

Wolk et. al, (2004) menyebutkan bahwa perbedaan kepentingan yang terdapat dalam perusahaan antar pemilik dan manajer merupakan dua kepentingan yang saling berbeda. Pemilik perusahaan lebih tertarik untuk memaksimalkan return on investment (ROI) dan menginginkan security price (kestabilan harga), sementara manajer cenderung memiliki motivasi yang lebih luas baik dari sisi ekonomi maupun psikologi untuk memaksimumkan total kepuasannya.

Sementara menurut Hendriksen dan Breda (2000) menjelaskan dua kepentingan antara pemilik dan manajer lebih mengarah kepada resiko bisnis usaha. Pemilik yang pada dasarnya lebih memilih untuk menghindari resiko sedangkan manajemen yang diwakili oleh manajer menganggap tidak terdapat perbedaan resiko yang ada dalam perusahaan. Dilema yang muncul antara kedua pihak tersebut menciptakan sebuah hubungan yang akan mendorong timbulnya biaya keagenan (egency cost), dimana biaya ini merupakan penurunan kesejahteraan yang dialami oleh principal dan kepentingan agen.

Akibat dari konflik kepentingan yang pada dasarnya masih terus terjadi antara principal dan agen, maka dalam hal ini manajer berusaha untuk melakukan upaya-upaya tertentu dalam menjaga keseimbangan kondisi yang diharapkan. Upaya yang umum dilakukan manajer adalah melalui earning management (manajemen laba) yang salah satunya adalah income smoothing (perataan laba). Tindakan ini ditempuh melalui pemilihan prosedur akuntansi yang dinilai dapat membantu manajer dalam pengambilan keputusan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, misalnya mempermudah perusahaan dalam memperoleh pinjaman dengan persyaratan yang menguntungkan serta menarik minta investor (Stice et al., 2004).

2.2.3 Teori Asimetri Informasi (Information Asymmetry Theory)

Salah satu kondisi yang menyebabkan perbedaan antara agen dan pemilik, di samping masalah keagenan adalah ketidak merataan informasi (information asymmetry) yang berakibat pada besarnya peluang manajer untuk melakukan hal yang menguntungkan bagi kepentingannya. Disamping itu kondisi perusahaan yang dapat dilihat perkembangannya dapat pula mempengaruhi terjadinya ketidakmerataan informasi ini. Shields and Young (1993) dalam Fitri (2004) juga mengemukakan bahwa beberapa kondisi perusahaan yang dapat menimbulkan kondisi information asymmetry yaitu perusahaan yang sangat besar, memiliki penyebaran secara geografis, memiliki produk yang beragam serta membutuhkan teknologi. Hal ini jelas karena memberikan pengaruh kepada investor dimana akan sulit secara objektif dalam membedakan antara perusahaan yang berkualitas tinggi dengan perusahaan yang berkualitas rendah.

Menurut Scott (2006) beberapa perusahaan yang menjalankan transaksi bisnisnya kemungkinan akan memiliki suatu keuntungan dari sisi informasi dibandingkan yang lain. Selanjutnya Scott menyebutkan terdapat dua jenis information asymmetry yang mengakibatkan keuntungan tersebut yaitu adverse selection dan moral hazard.

Adverse selection merupakan jenis information asymmetry yang menimbulkan permasalahan dimana penyampaian informasi dari perusahaan kepada investor luar yang kurang relevan, disebabkan manajer lebih mengetahui kondisi perusahaan saat sekarang dan prospeknya dimasa mendatang dibandingkan pihak investor. Sedangkan dalam moral hazard, permasalahan yang timbul karena lemahnya pengawasan terhadap aktivitas manajer dalam menjalankan perusahaan sehingga mendorong para manajer tersebut untuk memberikan informasi yang bias dan tidak relevan. Akibatnya akan sulit sekali bagi pemegang saham dan kreditur untuk mengamati secara langsung tingkat keseriusan manajer untuk melakukan suatu tindakan bagi kepentingannya.

2.2.4 Signaling Theory

Signaling theory merupakan salah satu bentuk teori yang memberikan gambaran mengenai keadaan dan tindakan manajer perusahaan terhadap pemilik perusahaan maupun calon investor. Hal tersebut berdampak pada keberhasilan dan kegagalan manajer atau agen yang harus disampaikan kepada pemilik atau pemegang saham (Harianto dan Sudomo, 1998). Tindakan yang ditempuh oleh manajer tersebut tidak terlepas dari keinginannya unutk memberikan kesan positif terhadap situasi perusahaan yang dikelolanya sehingga penyampaian sinyal-sinyal yang baik dan bermutu sangat diperlukan. Dalam signaling theory, kesulitan untuk membedakan mana perusahaan yang berkualitas rendah maupun yang berkualitas tinggi dapat dihindari, karena setiap manajer perusahaan yang kualitas perusahaannya lebih tinggi akan mampu memberikan sinyal-sinyal yang lebih baik atau mahal kepada investor dibandingkan dengan perusahaan dengan kualitas yang rendah. Dengan demikian sinyal yang akan disampaikan oleh manajer akan menjadi tolok ukur bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi.

Penyampaian laba yang diperoleh perusahaan merupakan salah satu contoh sinyal yang menunjukkan apakah manajer atau agen telah melakukan kewajibannya sesuai dengan kontrak yang telah dispakati dengan pemilik perusahaan. Laba yang dilaporkan oleh agen akan berdampak pada deviden yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Dengan kata lain deviden juga merupakan suatu sinyal (Scott, 2006) yang akan mempengaruhi keputusan investor terhadap berapa besar jumlah deviden yang mampu dibayarkan oleh perusahaan.

2.2.5 Manajemen Laba (Earnings Management)

Sampai saat ini manajemen laba belum didefinisikan secara akurat dan berlaku secara umum. Walaupun demikian Dechow dan Skinner (2000) dalam Kusuma dan Hadri (2006) menyebutkan dua definisi yang sudah dapat diterima secara luas, yaitu: menurut Schipper (1989) manajemen laba adalah suatu intervensi yang disengaja dilakukan dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Dan menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan terhadap pemegang saham atas dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Kedua pendapat tersebut secara implisit dapat diartikan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer dan penggunaan judgment-judgment dalam pelaporan keuangan.

Tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer saat ini, menurut Scott (2006) meliputi 4 (empat) hal yaitu:

1. Taking a bath

Pola ini biasanya terjadi pada waktu terjadinya pengangkatan CEO baru. Jika perusahaan harus melaporkan kerugian, maka manajemen berusaha menutupinya, dengan cara menangguhkan aset, menyediakan biaya yang dapat diperkirakan di masa depan. Tindakan manajemen ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa mendatang.

2. Income minimization

Hal ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami profitabilitas yang cukup tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila laba pada tahun yang akan datang menurun secara drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3. Income maximization

Hal ini dilakukan pada saat laba menurun. Income maximization bertujuan untuk melaporkan nett income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang.

4. Income smoothing

Hal ini dilakukan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Dari empat hal yang telah disebutkan di atas, jelas terlihat bahwasanya perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bagian dari manajemen laba. Scott (2006) juga menambahkan bahwa perataan laba yang akan diteliti memiliki sebuah pola yang menarik dari manajemen laba dibandingkan tiga hal lainnya yang dinilai lebih ekstrim jika dihubungkan dengan kepentingan pemakai. Davidson et. al, (1987) dalam Beattie et. al, (1994) juga berpendapat bahwa income smoothing merupakan langkah yang sengaja ditempuh manajemen melalui manajemen laba-nya guna mengatur tingkat laba yang diinginkan, namun masih berada dalam prinsip akuntansi yang diterima umum.

Timbulnya manajemen laba dipengaruhi oleh beberapa faktor, Watt dan Zimmerman (1986) membagi faktor tersebut ke dalam tiga hal yang dapat dikaitkan dengan prilaku manajer dalam pengaturan tingkat keuntungan, atau yang dikenal dengan tiga hipotesis yaitu hipotesis model bonus (bonus scheme hypothesis), hipotesis biaya politis (political cost hypothesis) dan hipotesis rasio hutang terhadap aktiva (debt to equity hypothesis atau leverage hypothesis). Hipotesis model bonus menjelaskan bahwa manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Untuk hipotesis biaya politis yang lebih cenderung menyoroti perusahaan dengan skala yang lebih besar cenderung akan mengurangi laba yang dilaporkan dari hasil operasionalnya yang sebagian besar berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan hipotesis rasio debt to equity besar maka manajer cenderung untuk memilih metode akuntansi guna meningkatkan pendapatan maupun laba perusahaan.

Earnings management adalah tindakan manajemen untuk mempengaruhi income yang dilaporkan dan laporan tersebut akan memberikan informasi keuntungan ekonomis yang tidak benar karena alasan telah melaporkan earnings pada tngkat yang diinginkan manajer. Namun tindakan yang dillakukan tersebut masih dalam batas-batas prinsip akuntansi yang berlaku umum (Beattie et. al, 1994).

Selain beberapa hal yang telah dijelasakan di atas, apabila dikaitkan dengan keberadaan perusahaan di bursa saham, maka motivasi utama manajemen melakukan manajemen laba ini yaitu selain untuk mendorong investor membeli saham perusahaan juga untuk meningkatkan nilai pasar saham (Bhat:1996 dalam Stolowy dan Breton, 2000). Dengan demikian jelas terlihat bahwa tindakan tersebut sangat dibutuhkan oleh manajemen dalam rangka menambah firm value

dan going concern perusahaan melalui berbagai teknik yang dilakukan seperti perubahan metode akuntansi yang digunakan, penentuan estimasi piutang tak tertagih, peninjauan kembali nilai residu penyusutan dan lain sebagainya.

Jika dihubungkan dengan praktik perataan laba (income smoothing), maka perataan laba merupakan salah satu pola tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan, sebagaiman yang dikemukakan oleh Beattie et. al, (1994) bahwa perataan laba merupakan salah satu jenis manajemen laba. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perataan laba adalah salah satu tindakan manajemen laba yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen untuk tujuan tertentu.

2.3 Perataan Laba (Income Smoothing)

Laporan keuangan perusahaan memiliki pengaruh yang cukup penting bagi pemakai, yang bertujuan untuk melakukan investasi melalui saham-saham yang diperdagangkan. Apabila dikaitkan dengan teori Efficiency Market Hypothesis (EMH), maka hal tersebut jelas akan berdampak pada pasar saham.

Prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kebebasan kepada manajemen untuk memilih metode maupun kebijakan akuntansi yang dianggap paling sesuai digunakan dalam rangka menyiapkan laporan keuangan. Namun fleksibilitas ini justru dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan perataan laba karena sangat berhubungan dengan kinerja yang diraih, baik saat ini (current performance) maupun di masa yang akan datang (future performance). Manajer selalu berusaha mempertahankan bahkan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya melalui perataan laba agar terhindar dari diskualifikasi kerja yang berakibat buruk bagi kelangsungan karir mereka (Fudenberg & Tirole, 1995 dalam Ahmed et. al, 2002).

2.3.1 Pengertian Perataan Laba (Income Smoothing)

Salah satu pola manajemen laba adalah income smoothing (Scott 2006). Praktik perataan laba adalah salah satu tindakan yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan market returns (Michelson et. al, 2000). Tindakan tersebut sengaja dilakukan manajemen untuk mencapai posisi laba yang diinginkan dalam laporan rugi laba perusahaan guna menarik minat pasar dalam berinvestasi, karena perhatian investor seringkali hanya terpusat pada prosedur yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie e  al., 1994). Disamping itu laba yang dilaporkan dalam posisi yang stabil akan memberikan rasa lebih percaya diri bagi pemilik perusahaan (Hepworth, 1953 dalam Michelson, 2000) yang disertai dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pemegang saham melalui tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba yang dilaporkan, namun masih dalam batas aturan akuntansi yang berlaku (Ronen & Sadan, 1981 dalam Stolowy & Breton, 2000).

Beidleman (1973) dalam Belkaoui (2000) mendefinisikan income smoothing adalah sebagai suatu upaya yang sengaja dilakukan manajemen untuk mencoba mengurangi variasi abnormal dalam laba perusahaan dengan tujuan untuk mencapai suatu tingkat yang normal bagi perusahaan, sedangkan Koch (1981) yang dikutip oleh Kamaruddin et. al, (2003) menyatakan bahwa income smoothing merupakan suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas yang menyolok dari laba yang dilaporkan dalam batas target yang diharapkan dengan memanipulasi variabel akuntansi atau transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Fudenberg & Tirole (1995) yang dikutip oleh Stolowy & Breton mengemukakan bahwa income smoothing (perataan laba) adalah suatu proses manipulasi laba yang sengaja diatur pada waktu terjadinya atau usaha yang sengaja dirancang berkaitan dengan pengurangan arus laba yang dilaporkan, bukan pada saat menambah jumlah laba yang dilaporkan dalam jangka panjang.

Definisi-definisi di atas jelas memperlihatkan bahwa perataan laba merupakan tindakan manajemen yang sengaja dilakukan untuk mengurangi fluktuasi laba setiap periode yang diinginkan guna mencapai jumlah laba yang dianggap normal oleh suatu perusahaan dengan menggunakan alat atau metode akuntansi yang telah dipilih sebelumnya. Tindakan yang dilakukan oleh manajemen ini merupakan motivasi untuk mempengaruhi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan baik investor, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak lainnya.

Menurut Eckel (1981) dalam Stolowy & Breton (2000) terdapat tiga hal penting yang berhubungan dengan prilaku perataan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Keputusan manajer yang dipengaruhi oleh lingkungan perusahaan dan cara kerja merupakan prilaku yang berkaitan dengan natural smoothing. Selanjutnya tindakan yang secara tidak langsung termasuk praktik operasional tertentu berkaitan dengan real smoothing, sedangkan pilihan akuntansi yang digunakan adalah hal yang berhubungan dengan artificial smoothing.

Lebih jauh Koch (1981) masih dalam Stolowy & Breton juga menjelaskan bahwa perataan laba merupakan hal yang lebih besar dengan penggunaan akuntansi variabel artificial daripada dengan variabel ril (transactional). Namun sejauh ini dalam praktiknya tiga macam smoothing yang telah dijelaskan tersebut seringkali hampir tidak dapat dibedakan karena ketiganya dapat dipertimbangkan sebagai hal-hal yang saling berkaitan, sehingga dapat dikatakan bahwa praktik perataan (smoothing) dapat didasarkan pada banyak variabel.

2.3.2 Variabel-variabel Perataan Laba

Moses (1987) mengemukakan bahwa variabel-variabel yang digunakan oleh manajer dalam usaha meratakan angka-angka akuntansi yang sebenarnya merupakan bentuk dari instrumen perataan atau biasa dikenal dengan istilah “smoothing devices“. Karakteristik dari smoothing device sebagai berikut:

1. Manajemen mungkin saja mengurangi variabilitas dalam laba yang dilaporkan karena usaha yang dilakukan manajemen berhubungan dengan laba jangka panjang untuk periode-periode selanjutnya.

2. Penggunaannya hanya sekali dan tidak seharusnya memasukkan atau melibatkan perusahaan pada tindakan yang lebih khusus di masa yang akan datang.

2.3.3 Motivasi-motivasi Perataan Laba

Perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen tidak hanya sekedar untuk mempertahankan kinerja atau untuk meningkatkan kemakmuran pribadi, namun lebih jauh lagi manajemen menginginkan adanya keseimbangan yang dapat memberikan keuntungan, baik dari sisi ekonomis maupun psikologis. Hepworth (1953) dalam Belkaoui (2000) mengklaim bahwa terdapat motivasi yang dilakukan oleh manajer berhubungan dengan perataan laba yaitu keinginan untuk mengembangkan hubungan dengan kreditor, investor dan pekerja serta memperkecil siklus bisnis melalui proses psikologis.

Ada berbagai macam motivasi yang ingin dicapai oleh pihak manajemen dalam perataan laba sebagaimana telah dirangkum oleh Juniarti & Corolina (2005), yaitu (1) mencapai keuntungan pajak, (2) untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen, (3) mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar, (4) untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil, dan (5) untuk menjaga posisi/kedudukan mereka dalam perusahaan.

Menurut Foster (1986) dalam Dwiatmini dan Nurcholis (2001) bahwa perataan laba juga dilakukan oleh manajer untuk beberapa hal berikut:

1. Memperbaiki citra perusahaan dengan memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki tingkat resiko yang rendah.

2. Memberikan informasi yang relevan dalam rangka melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang.

3. Berusaha meningkatkan kepuasan bagi relasi bisnis perusahaan.

4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal bahwasanya perusahaan memiliki kemampuan manajemen yang baik.

5. Adanya motivasi untuk meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

Bhat (1996) dalam Dwiatmini dan Nurcholis (2001) juga ikut memberikan adanya motivasi terhadap perataan laba oleh manajemen yang terdiri dari empat faktor yaitu (1) karena adanya keinginan manajemen dalam memperbaiki persepsi investor terhadap resiko perusahaan yang akan berdampak pada naiknya firm value, (2) menjaga skema kompensasi yang tetap dari waktu ke waktu bagi manajer guna menunjang prestasi yang dicerminkan melalui kinerja, (3) income smoothing mampu memberikan ukuran yang paling baik bagi kualitas manajemen sehingga dapat memberikan kesan baik bagi investor, (4) meningkatkan stabilitas harga saham melalui pengurangan dalam fluktuasi laba.

Motivasi lain yang juga dikemukakan oleh Bleidernan dalam Belkaoui (2000) bahwa ada dua alasan yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam melakukan perataan laba yang dilaporkan. Alasan pertama Beidelman mengemukakan asumsi bahwa suatu arus laba yang stabil akan mampu mendukung tingkat dividen yang lebih tinggi daripada suatu arus laba yang lebih variatif. Hal ini akan memberikan efek menguntungkan terhadap nilai perusahaan serta mengurangi resiko yang ada.

Alasan selanjutnya diungkapkan oleh Bleidernan bahwasanya prilaku perataan laba merupakan indikasi atas kemampuan perusahaan dalam mengatasi siklus secara alami dalam mengendalikan laba yang dilaporkan dan kemungkinan dapat mengurangi korelasi antara expected return perusahaan dengan return portofolio pasar. Alasan kedua ini lebih menginginkan akan adanya pengakuan oleh investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam menormalkan laba serta mengurangi kovarian return pasar, sehingga keuntungan bagi perusahaan adalah meningkatnya nilai saham yang diperdagangkan.

2.3.4 Dimensi Perataan Laba

Dimensi perataan laba berhubungan dengan alat yang digunakan untuk melakukan perataan angka laba (income). Barnea et. al, dalam Belkaoui (2000) membedakan 3 (tiga) dimensi perataan, sebagai berikut:

1. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan; dalam hal ini manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi serta pengaruhnya terhadap laba yang dilaporakan dan lebih cenderung mengurangi variasinya dari waktu ke waktu.

2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu; artinya dimensi ini berkaitan dengan fakta bahwa suatu peristiwa telah terjadi dan memerlukan pengakuan yang tepat, sehingga manajemen memiliki kebebasan yang lebih untuk mengendalikan penentuan periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi peristiwa tersebut. Misalnya melalui penentuan metode depresiasi atau amortisasi.

3. Perataan melalui klasifikasi (atau disebut perataan klasifikatori); dimensi ini tergantung dari klasifikasi item-item rugi laba yang dirancang oleh perusahaan untuk mengurangi perbedaan jumlah laba selain daripada laba bersih yang dilaporkan. Sebagai contoh yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah melalui klasifikasi elemen pendapatan atau biaya dalam mencari pemisahan antara ordinary dan extraordinary item.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dimensi perataan laba berkaitan dengan perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan (yang disebut perataan ril) serta perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu (disebut perataan artifisial). 23

2.3.5 Tipe-tipe Perataan Laba

Dascher dan Malcolm dalam Belkaoui (2000) membedakan perataan laba ke dalam 2 (dua) jenis:

1. Perataan ril (real smoothing)

Perataan laba yang dilakukan melalui suatu transaksi yang aktual atau tidak dilakukan atas dasar efek perataannya terhadap income, sehingga perataan jenis ini berkaitan dengan perataan melalui terjadinya peristiwa atau pengakuan. Misalnya perusahaan mengeluarkan sejumlah dana bagi kepentingan riset dan pengembangan dalam suatu tahun tertentu. Beberapa perusahaan terbukti melakukan perataan laba dengan menggunakan cara ini.

2. Perataan artifisial (artificial smoothing)

Perataan ini juga sering disebut dengan perataan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan untuk memindahkan biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode lainnya. Sehingga perataan ini berkaitan dengan perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu. Disamping itu Copeland dalam Zulkarnaini (2007), juga berpendapat bahwa perataan artifisial merupakan perataan income yang melibatkan pemilihan repetitif pengukuran akuntansi atau aturan pelaporan dalam pola tertentu, dimana pengaruhnya adalah arus income yang dilaporkan menjadi variasi yang lebih kecil dari kecenderungan yang akan muncul jika tidak dilakukan perataan.

Namun dalam praktik, kedua jenis perataan yang telah disebutkan di atas seringkali tidak dapat dibedakan. Suatu perusahaan secara bersamaan memutuskan besarnya transaksi (perataan ril) dan sekaligus bagaimana cara melaporkannya (perataan artifisial).

2.4 Keuntungan Adanya Perataan Laba

Bartov (Parikesit, 2003) mengungkapkan alasan manajemen diuntungkan dengan adanya praktik perataan laba, yaitu:

1. Skema kompensasi manajemen dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan, karena itu setiap fluktuasi dalam laba akan berpengaruh langsung terhadap kompensasinya.

2. Fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat berakibat intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau penggantian manajemen secara langsung. Ancaman ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang sesuai dengan keinginan pemilik.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba

Berkembangnya penelitian tentang perataan laba telah menciptakan image bahwa prilaku perataan laba (income smoothing behaviour) didorong oleh berbagai faktor. Faktor-faktor pendorong perataan tersebut pada umumnya dapat dibedakan atas faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi dan faktor-faktor laba (Kelly, 1983 dan Holthausen & Leftwich, 1983 dalam Moses, 1987).

Faktor konsekuensi ekonomi lebih dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi, sehingga setiap perubahan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan akan mempengaruhi setiap kondisi dimana saat perubahan tersebut dilakukan. Rencana bonus (Moses, 1987), profitabilitas (Ashari et. al, 1994), jenis industry (Michelson et. al, 2000), ukuran perusahaan (Kamaruddin et. al, 2003) dan pembayaran dividen (Beattie et. al, 1994), serta pertumbuhan perusahaan (Kustono, 2007), merupakan contoh-contoh dari kondisi yang dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi, sedangkan untuk faktor laba, yang mampu mempengaruhi adalah angka-angka laba itu sendiri yang akan mendorong prilaku perataan laba oleh manajer. Misalnya perbedaan yang terjadi pada laba yang diharapkan dengan laba aktual. Semakin besar perbedaan yang terjadi maka semakin besar motivasi manajer untuk meratakan laba sesuai dengan yang diharapkan. Dalam penelitian ini variabel independen yang penulis gunakan yaitu Leverage Operasi, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, dan Return on Assets.

2.5.1 Pengaruh Leverage Operasi terhadap Perataan Laba

Leverage operasi timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan biaya tetap. Perusahaan dengan leverage operasi tinggi memiliki laba yang peka terhadap perubahan volume penjualan, sedangkan perusahaan dengan leverage operasi rendah memiliki laba yang secara relatif tidak peka terhadap volume penjualan perusahaan (Tjan, 2005). Perusahaan dengan leverage operasi rendah memiliki risiko kecil jika kondisi perekonomian menurun, namun memiliki laba rata-rata rendah jika kondisi membaik. Sebaliknya, perusahaan dengan leverage operasi tinggi mempunyai risiko besar bila kondisi perekonomian menurun, tatapi kesempatan untuk memiliki laba lebih besar jika kondisi perekonomian membaik. Manajer ingin perusahaannya memiliki leverage operasi rendah karena risikonya rendah. Di samping itu, perusahaan yang leverage operasinya rendah berarti memiliki proporsi biaya tetap yang rendah dan proporsi biaya variabel yang tinggi. Kondisi ini memberikan peluang bagi manajer untuk melakukan perataan laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Yusuf dan Soraya (2004), Suwito dan Herawati (2005), dan Tjan (2005) menghubungkan leverage operasi sebagai salah satu faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh Ashari et al (1994) dalam Jin dan Machfoedz (1998) melihat leverage operasi perusahaan dapat menyebabkan perbedaan di dalam indeks perataan laba meskipun tidak terdapat perbedaan perilaku perataan laba. Hal ini bisa terjadi karena biaya tetap tidak mengikuti perubahan penjualan sebagaimana biaya variabel. Oleh karena itu, untuk perusahaan yang memiliki leverage operasi yang tinggi akan memiliki kecenderungan untuk melakukan perataan laba meskipun sebenarnya perusahaan tersebut tidak melakukan perataan laba.

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis ketiga yang diajukan adalah:

H3 : Leverage operasi perusahaan berpengaruh terhadap terjadinya perataan laba. 26

2.5.2 Pengaruh Operating Profit Margin terhadap Perataan Laba

Pada rasio ini, angka laba yang digunakan dalam perhitungan adalah yang berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Rasio ini mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan sehingga rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil. Jadi manajer dimungkinkan melakukan perataan laba dengan keadaan tersebut. Penggunaan variabel independen ini didukung oleh penelitian Januar eko,dkk (2002).

2.5.3 Pengaruh Net Profit Margin terhadap perataan Laba

Net profit margin (NPM) diambil sebagai salah satu faktor pendorong dilakukannya praktik perataan laba karena merupakan salah satu rasio profitabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih (Abdullah, 2004 dalam Tjan, 2005). Dengan memeriksa net profit margin dan norma industri sebuah perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya, kita dapat menilai efisiensi operasi dan startegi penetapan harga serta status persaingan perusahaan-perusahaan lain dalam industri tersebut.

Net profit margin diprediksi akan mempengaruhi perataan laba yang dilakukan manajer karena secara logis terkait langsung dengan objek perataan laba. Pemilihan variabel net profit margin sebagai variabel independen juga didukung oleh penelitian terdahulu yang menivestigasi penggunaan berbagai instrumen laporan keuangan, seperti metode depresiasi, perubahan kebijakan akuntansi, dan extraordinary items untuk meratakan laba (Archibalt, 1967; Dascher dan Malcom, 1970; Barnea et al., 1975; Ronen dan Sadan, 1975 dan Beattie et al., 1994 dalam Suranta dan Merdistusi, 2004). Secara logis, net profit margin dapat merefleksikan motivasi manajer untuk meratakan laba.

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis keempat yang diajukan adalah:

H4 : Net profit margin perusahaan berpengaruh terhadap terjadinya perataan laba.

2.5.4 Pengaruh Return On Assets terhadap perataan Laba

Archibald (1967) dan Ashari dkk (1994) menyimpulkan bahwa perusahaan yang tingkat return on asset rendah mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meratakan labanya, sedangkan White (1970) menemukan bukti bahwa perusahaan yang ROA menurun cenderung pula untuk melakukan tindakan yang sama. Dapat diduga bahwa fluktuasi laba yang akan memberi dampak pada makin rendah atau menurunnya profitabilitas akan mendorong manajer untuk meratakan labanya.

2.6 Kerangka Konseptual

Masalah perataan laba (income smoothing) merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen laba (earnings management), karena hal tersebut sangat sulit dipisahkan dalam upaya manajemen untuk mengukur income yang dilaporkan dari tahun ke tahun (Wolk et. al, 2004). Lebih jauh konsep yang mendasari manajemen laba dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang diinginkannya.

Anuar et. al, (2000) melakukan pengujian terhadap perusahaan kecil yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk pemerataan laba (smaller firms have greater propensity to smooth income). Hasil pengujian tersebut menyatakan bahwa perusahaan kecil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecendrungan manajemen melakukan perataan laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Ashari et. al, (1994), menemukan hasil bahwa perataan laba yang dilakukan di perusahaan yang terdaftar di Singapore Stock Exchange cenderung dilakukan oleh perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah dan kurang menguntungkan. Jatiningrum (2000) juga mengemukakan bahwa fluktuasi laba yang cenderung menurun akan memberikan dampak tersendiri bagi profitabilitas perusahaan, dimana dampak krisis moneter yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu penyebab manajemen melakukan perataan laba.

Faktor- faktor yang mempengaruhi perataan laba pada perusahaan yaitu Leverage Operasi, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, dan Return on Assets. Leverage operasi timbul pada saat sebuah perusahaan menggunakan aktiva sehingga menimbulkan biaya tetap dengan demikian menyebabkan perbedaan di dalam indeks perataan laba. Jika suatu perusahaan memiliki leverage operasi yang tinggi memiliki kencenderungan untuk melakukan perataan laba meskipun perusahaan tersebut tidak melakukan perataan laba. Net profit Margin merupakan salah satu pendorong dilakukannya praktik perataan laba karena menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Operating profit Margin mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan sehingga rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil. Return On Assets merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga rasio ini memiliki hubungan dengan perataan laba.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diatas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti yang disajikan dalam Gambar 1.

Leverage operasi à Operating Profit Margin à Net Profit Margin à Perataan Laba à Return On Assets

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Net Profit Margin, Operating profit Margin, Return On Assets dan Leverage Operasi berpengaruh pada perataan laba (income smoothing).

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan textile dan garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode pengamatan mulai tahun 2010-2013. Sampel merupakan elemen dari populasi yang dijadikan objek penelitian. Sampel yang diambil adalah 3 perusahaan textile di Bursa Efek Indonesia yang dipilih dengan acak.

Tabel 3. Nama Perusahaan Sampel

NoKodePerusahaan
1ADMGPT POLYCHEM INDONESIA Tbk
2ARGOPT ARGO PANTES Tbk
3DOIDPT DELTA DUNIA MAKMUR Tbk

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian penjelasan atau explanatory yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara vaiabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Yang dijelaskan di sini adalah tentang pengaruh variabel-variabel terhadap tindakan perataan laba. Kemudian dengan berdasarkan analisa yang akan dilakukan maka akan ditentukan apakah variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap perataan laba.

3.3 Metoda Pengumpulan Data

Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi. Yaitu metode pengumpulan data dengan cara mencatat, mengkopi data sekunder yang selanjutnya diolah sesuai kebutuhan peneliti.

3.4 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder selama perioda 2012-2013, yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data tersebut diperoleh dari Pojok Bursa Efek Universitas Ma Chung.

3.5 Pengukuran Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh varibael independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perataan laba. Tindakan perataan laba diukur dengan indeks Eckel. Eckel menggunakan Coefficient Variation (CV) variabel penghasilan dan variabel penjualan bersih. Indeks perataan laba dihitung sebagai berikut (Eckel, 1981 dalam Suwito dan Herawaty, 2005):

Keterangan :

CVі Sales : Coefficients of Variation of Sales.

CVі Earnings : Coefficients of Variation of Earnings.

Apabila CVі Earnings > CVі Sales maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba.

Untuk Coefficients of Variation (CV) dari sales dan earnings dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

σI Sales : Standar deviation of sales

σI Earnings : Standar deviation of earnings

Xі Sales : Means of sales

| Xі | Earnings : Means of earnings

Menurut Ashari, dkk (1994) Indeks Eckel memunyai kelebihan sebagai berikut:

1. Obyektif dan berdasarkan statistik dengan pemisahan (cut off) yang jelas antara perusahaan yang melakukan perataan laba dengan yang tidak.

2. Mengukur terjadinya perataan laba tanpa memaksakan prediksi pendapatan, pembuatan model dari laba yang diharapkan, pengujian biaya atau pertimbangan obyektif.

3. Mengukur terjadinya praktik perataan laba yang menjumlahkan pengaruh dari beberapa variabel perata laba yang potensial dan menyelidiki pola dari perilaku perataan laba selama periode waktu tertentu.

Indeks Eckel dikembangkan secara spesifik sebagai pengukuran dikotomous dari perataan laba sehingga pengklasifikasian perusahaan yang melakukan perataan laba atau tidak tergantung dari Indeks Eckel. Albercht dan Richardson (1990) maupun Ashari, et.al (1994) mengemukakan tiga kemungkinan yang dapat menjadi tujuan perataan laba yang diteliti. Ketiga tujuan tersebut adalah laba operasi, laba sebelum pos luar biasa, dan laba bersih setelah pajak. Penelitian ini hanya menguji laba operasi sebagai tujuan perataan laba karena peneliti menganggap laba operasi merupakan laba yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen ke arah positif atau negatif. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi ukuran perusahaan, net profit margin, financial leverage, rasio profitabilitas, dan operating profit margin. Untuk masing-masing variabel independen, pengukuran yang digunakan adalah:

1. Net Profit Margin (NPM) diukur dengan rata-rata rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total penjualan. Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan rumus:

Net Profit Margin = Laba bersih setelah pajak

Total penjualan

2. Operating profit margin (OPM) yang diukur dari rasio antara laba operasi dengan total penjualan.Pada rasio ini, angka laba yang digunakan dalam perhitungan adalah yang berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Rasio ini mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan sehingga rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil. Jadi manajer dimungkinkan melakukan perataan laba dengan keadaan tersebut. Penggunaan variable independen ini didukung oleh penelitian Januar eko,dkk (2002).

Operating Profit Margin = Laba operasi

Total penjualan

3. Return on asset (ROA) yang diukur dari rasio antara laba bersih setelah pajak dan total aktiva. Archibald (1967) dan Ashari dkk (1994) menyimpulkan bahwa: perusahaan yang tingkat return on asset rendah mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meratakan labanya, sedangkan White (1970) menemukan bukti bahwa perusahaan yang ROA menurun cenderung pula untuk melakukan tindakan yang sama. Dapat diduga bahwa fluktuasi laba yang akan memberi dampak pada makin rendah atau menurunnya profitabilitas akan mendorong manajer untuk meratakan labanya.

ROA = Laba bersih setelah pajak

Total aktiva

4. Leverage operasi perusahaan (LO) diukur dengan rasio antara biaya depresiasi dan amortisasi dengan total biaya. Total biaya merupakan jumlah dari biaya produksi atas pemasaran, biaya umum, dan biaya operasi. Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan rumus:

Leverage operasi = Laba biaya depresiasi dan amortisasi

Total biaya

3.6 Metode Analisis

Dalam menganalisis data yang diperoleh sehubungan dengan masalah perataan laba, metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif. Ada dua metode statistik yang akan digunakan yaitu statistik deskriptif dan inference yang berupa pengujian univariate. Sebelum dilakukan pengujian univariate, dilakukan penghitungan indeks Eckel dan penyajian statistik deskriptif variabel-variabel penelitian.

3.6.1 Statistik Deskriptif

Profil perusahaan secara kuantitatif dalam penelitian ini akan digambarkan dengan metode statistik deskriptif. Penggunaan metode statistik deskriptif memiliki tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data, yang diantaranya dilihat dari rata-rata, dan standar deviasi, varians, dan sebagainya. Analisa ini mendeskripsikan data sampel yang telah terkumpul tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji univariate dengan uji regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Salah satu syarat untuk bisa menggunakan uji regresi adalah terpenuhinya uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

1. Uji Normalitas Data

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal dapat dilihat dari grafik normal P-P Plot dan untuk memvalidasi bahwa data terdistribusi normal digunakan pengujian one-sample kolmogorov smirnov test terhadap masing-masing variabel independen. Variabel dikatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansi residual lebih besar dari 0,05.

2. Uji Multikolinearitas

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi antar variabel bebas (independen). Identifikasi secara statistik untuk menunjukkan adanya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factors (VIF). Indikasi adanya multikolinieritas adalah apabila VIF > 10.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokesdastisitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar lalu menyempit), berarti telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi. Salah satu pengujian yang digunakan untuk menguji adanya gejala autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 1,65 < DW < 2,35 kesimpulan tidak ada autokorelasi

b. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 kesimpulan tidak dapat disimpulkan

c. DW < 1,21 < 2,79 kesimpulan terjadi autokorelasi

3.6.3 Pengujian Hipotesis

3.6.3.1 Pengujian Multivariate

Uji statistik multivariate dipergunakan apabila variabel penelitian terdiri dari dua atau lebih, dan antara variabel-variabel itu akan diteliti apakah ada pengaruh, korelasi, atau pertautan antara dua atau lebih variabel itu. Dalam pengujian multivariate, digunakan binary logistic regression untuk melihat faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan perataan laba. Pengujian hipotesis dengan metode statistik binary logistic regression digunakan jika variabel dependen merupakan variabel dummy yang berskala nominal, sementara variabel independennya dapat berskala nominal, rasio, dan interval.

Untuk menguji H1 sampai dengan H5 digunakan persamaan binary logistic regression sebagai berikut:

TP= a + b (SZ) + c (P) + d (LO) + e (NPM)

Keterangan :

TP : Tindakan perataan laba perusahaan

SZ : Ukuran perusahaan

P : Profitabilitas perusahaan

LO : Leverage operasi perusahaan

NPM : Net profit margin perusahaan.

Pengujian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu:

1. Pengujian secara serentak

Pengujian secara serentak dilakukan untuk mengetahui apakah keempat variabel independen mempunyai pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini, dilakukan uji p-value dengan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai p-value < 0,05 maka semua variabel independen mempunyai pengaruh secara serentak (simultan) terhadap praktik perataan laba.

2. Pengujian secara terpisah

Untuk lebih meyakinkan hasil yang diperoleh dari pengujian multivariate secara serentak, maka dilakukan pengujian multivariate secara terpisah dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independen dari penelitian sebelumnya. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05, yaitu dengan ketentuan bila nilai signifikansi setiap variabel independen < 0,05 maka dinyatakan berpengaruh secara signifikan. Pengujian ini juga untuk membuktikan variabel independen manakan yang paling dominan terhadap variabel dependen.

4.  PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

Langkah awal dalam penelitian ini adalah melakukan perhitungan indeks Eckel dan penyajian statistik deskriptif variabel-variabel penelitian. Perhitungan indeks Eckel dilakukan untuk mengetahui jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba dan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba dari total sampel perusahaan yang diuji. Dari total 34 sub sampel laporan keuangan yang digunakan, sebanyak 12 perusahaan (75%) melakukan praktik perataan laba dan 4 perusahaan (25%) tidak melakukan praktik perataan laba. Statistik deskriptif untuk variable Net Profit Margin, Operating profit Margin, Return on Asset, dan Leverage Operasi :

Statistik Deskriptif untuk Variabel Net Profit Margin, Operating profit Margin, Return on Asset, dan Leverage Operasi Descriptive Statistics
NMinimumMaximumMeanStd. Deviation
NPM3-.0302.0123-.015833.0243660
OPM3-.0308.0253.000967.0287792
ROA3-.0975.0000-.042400.0499457
LO36.468948.96302.351477E122.4585609
Descriptive Statistics 
 

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa mean untuk Net Profit Margin (X1) adalah sebesar 0.15833 dengan nilai minimum -0.302 dan maksimum 0.123 Operating Profit Margin (X2) memiliki rata-rata 0.000967 dengan nilai minimum -0.308 dan maksimum 0.253. Return on Assets (X3) memiliki rata-rata -0.42400 dengan nilai minimum -0.975 dan maksimum 0.0000. Sedangkan Leverage operasi (X4) mempunyai rata-rata sebesar 2.351477E1 dengan minimum 6.4689 dan maksimum 48.9630.

a. Hasil Pengujian Univariate

i. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

One Sample Kolmogorov-Smirnov merupakan langkah awal dalam pengujian univariate. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing

variabel terdistribusi dengan normal. Dari hasil pengujian tersebut, dapat diketahui jenis pengujian apa yang akan digunakan untuk pengujian univariate selanjutnya.

Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
NPMOPMROALO
N3333
Normal ParametersaMean-.015833.000967-.0424002.351477E1
Std. Deviation.0243660.0287792.04994572.2458561E1
Most Extreme DifferencesAbsolute.381.269.268.313
Positive.381.199.199.313
Negative-.278-.269-.268-.224
Kolmogorov-Smirnov Z.659.465.464.541
Asymp. Sig. (2-tailed).778.982.983.931
a. Test distribution is Normal.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi memiliki nilai

probabilita atau p lebih dari 0,05 , artinya variabel tersebut terdistribusi secara normal. Oleh karena itu pengujian selanjutnya untuk variable-variabel tersebut adalah dengan menggunakan regresi linier berganda.

ii. Regresi Linier Berganda

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen seperti NPM, OPM, ROA, dan leverage operasi berpengaruh signifikan terhadap perataan laba. Pengujian hipotesis dengan metode regresi linier berganda digunakan jika memiliki satu variabel dependen dan terdapat dua atau lebih varabel independennya. Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan alat estimasi yang tidak bias yang artinya hasil penelitian tidak dipengaruhi oleh faktor pengganggu lainnya. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbias Estimator) dari persamaan regresi. Uji asumsi klasik terdiri atas: uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi.

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Nomalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Penelitian selanjutnya akan bisa dilakukan apabila variabel independen terdistribusi secara normal. Perlu dilakukan pengujian normalitas dengan statistic uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov disajikan pada tabel berikut:

Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test NPM OPM ROA LO N 3 3 3 3 Normal Parametersa Mean -.015833 .000967 -.042400 2.351477E1 Std. Deviation .0243660 .0287792 .0499457 2.2458561E1 Most Extreme Differences Absolute .381 .269 .268 .313 Positive .381 .199 .199 .313 Negative -.278 -.269 -.268 -.224 Kolmogorov-Smirnov Z .659 .465 .464 .541 Asymp. Sig. (2-tailed) .778 .982 .983 .931 a. Test distribution is Normal.

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai dari Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel-variabel independen. Jika terdapat korelasi akan menyebabkan problem multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Identifikasi adanya multikolinieritas ditandai dengan variance inflation factor (VIF) lebih besar dari sepuluh dan Tolerance (TOL) kurang dari 0,1. Hasil pengujian gejala multikolinieritas disajikan pada tabel berikut:

Hasil Uji Multikolinieritas

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas antar variabel-variabel independen dalam penelitian ini karena masing-masing variabel memiliki nilai VIF < 10 dan TOL >0,1.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokesdastisitas. Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukandengan melihat grafik scattplot yaitu dengan

melihat ada tidaknya polatertentu pada grafik tersebut, dimana sumbu X adalah residual (SRESID) dan sumbu Y adalah nilai Y yang diprediksi (ZPRED). Jika tidak ada polayang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah sumbu 0 (nol) pada sumbu Y maka tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi tersebut.

Hasil Uji Heteroskedastisitas:

Berdasarkan dari grafik scatterplots (Gambar 4.) dapat diketahuibahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung heteroskedastisitas pada model regresi.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antara variabel penggangu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi. Salah satu pengujian yang digunakan untuk menguji adanya gejala autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

1,65 < DW < 2,35 : tidak ada autokorelasi

1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 : tidak dapat disimpulkan

DW < 1,21 < 2,79 : terjadi autokorelasi

Hasil Uji Autokorelasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai Durbin Watson berada diantara 1,65 dan 2,35 (1,65 < 2,316 < 2,35).

b. Pengujian Hipotesis

Uji r

R merupakan korelasi berganda yaitu korelasi antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dimana variabel independen terdiri atas leverage operasi, net profit margin, operating profit margin dan return on assets sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba atau income smoothing. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1, maka hubungan semakin erat sebaliknya jika mendekati 0, maka hubungan lemah. Angka R yang didapat sebesar 0,705 artinya korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen sebsar 0,705 maka dengan ini berarti terjadi hubungan yang sangat erat karena nilai mendekati 1.

Adjusted R square adalah R square yang telah disesuaikan. Nilai yang diperoleh sebesar 0,314. Hal ini menunjukkan seberapa besar pengaruh independen terhadap variabel dependen. Dalam hal ini berarti 31,4% variabel independen mempengaruhi variabel dependen, sedangkan 68,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.Hal ini menunjukkan variabel net profit margin, operating profti margin, return on assets, dan leverage operasi mempunyai pengaruh yang lemah terhadap praktik perataan laba.

Uji F

Uji F merupakan uji koefisien regresi secara bersama-sama untuk menguji signifikansi pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini, dilakukan dengan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai signifikan < 0,05 maka semua variabel independen mempunyai pengaruh secara serentak (simultan) terhadap praktik perataan laba.

Hipotesis untuk uji F adalah:

H0 = Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi tidak berpengaruh secara simultan terhadap perataan laba.

Ha = Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi berpengaruh secara simultan terhadap perataan laba.

ANOVA

Kriteria pengujian :

a. Jika F hitung ≤ F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.

b. Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai dari F hitung adalah 2,718 sedangkan nilai dari F tabel yang diperoleh dari F Table Statisticsadalah senilai 3,357 dan nilai signifikansi > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak yang artinya Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi tidak berpengaruh secara simultan terhadap perataan laba.

Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen yang dimana tingkat signifikansi adalah 0,05. Hipotesis untuk uji t adalah sebagai berikut :

47

a. H0 = Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi tidak berpengaruh terhadap perataan laba

b. Ha = Net Profit Margin, Operating Profit Margin,Return on Assets, dan Leverage Operasi berpengaruh terhadap perataan laba

Kriteria pengujian:

a. Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.

b. Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Berdasar signifikansi :

a. Jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.

b. Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hanya operating profit margin yang berpengaruh secara parsial terhadap perataan laba. Hal ini dikarenakan nilai t hitung dari net profit margin, return on assets, dan leverage operasi kurang dari sama dengan nilai dari t tabel (2,228). Selain itu pula jika dilihat dari nilai signifikansinya yang memenuhi kriteria hanyalah Operating Profit Margin (0,008 < 0,05), sedangkan nilai signifikansi dari variabel independen yang lain tidak memenuhi karena lebih besar dari 0,05.

Tabel 4.6 Hasil Regresi Berganda

Berdasarkan koefisien regresi berganda tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = -1,708 – 12,858 (X1) + 16,497 (X2) + 3.132 (X3) + 0,100 (X4) + e

Nilai konstanta sebesar -1,708 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel bebas (X1, X2, X3, X4 = 0), maka nilai perataan adalah sebesar 0.

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa variable operating profit margin (X2),berpengaruh secara signifikan terhadap praktik perataan laba. Sebaliknya variable net profit margin (X1), return on assets (X3) dan leverage operasi (X4) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik perataan laba.

i. Pengaruh Variabel

1. Pengaruh Variabel Net Profit Margin terhadap Praktik Perataan Laba

Net profit margin mempunyai nilai parameter atau koefisien regresi – 12,858. Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% net profit margin menurunkan perataan laba sebesar 12,858%, dengan asumsi variabel independen lain tetap (X2, X3, dan X4 = 0).Variabel net profit margin (X1) mempunyai signifikansi sebesar 0.060. Nilai ini lebih besar dari 0.05 (0.060>0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel net profit margin (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba (Y).

2. Pengaruh Variabel Operating Profit Margin terhadap Praktik Perataan Laba

Operating profit margin mempunyai nilai parameter atau koefisien regresi 16,497. Nilai koefisienini menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% operating proft margin (X2) meningkatkan perataan laba sebesar 16,497 %, dengan asumsi variabel independen lain tetap (X1, X3, dan X4 = 0). Variabel operating profit margin (X2) mempunyai signifikansi sebesar 0.008, atau lebih kecil dari 0.05 (0.008<0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa operating profit margin (X2) berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba (Y).

3. Pengaruh Variabel Return on Assets terhadap Praktik Perataan Laba

Return on assets mempunyai nilai parameter atau koefeisien regresi 3.132. Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% return on assets meningkatkan perataan laba sebesar 3.132%, dengan asumsi variabel independen lain tetap (X1, X2, dan X4 = 0). Variabel return on assets memunyai signifikansi sebesar 0.646, atau lebih besar dari 0.05  (0.646>0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa return on assets (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba (Y).

4. Pengaruh Variabel Leverage Operasi terhadap Praktik Perataan Laba

Leverage operasi mempunyai nilai parameter atau koefisien regresi 0,100. Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan setiap 1% leverage operasi meningkatkan perataan laba sebesar 0.100%, dengan asumsi variable independen lain tetap (X1, X2, dan X3 = 0). Variabel leverage operasi (X4) mempunyai signifikansi sebesar 0.151 atau lebih besar dari 0.05 (0.151>0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leverage operasi (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba (Y).

5.  PENUTUP

5.1 Simpulan

Penilitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen, yaitu: net profit margin, operating profit margin, return on assets dan leverage operasi terhadap terjadinya praktik perataan laba pada perusahaan textile dan garment yang terdaftar di Bursa Efek Indondesia. Penelitian ini dilakukan pada periode 2012-2013. Pengujian dilakukan dengan menggunakan univariate test (regresi linier berganda) secara serentak. Dari hasil penelitian diperoleh :

1. Terdapat indikasi dilakukannya perataan laba pada perusahaan-perusahaan tekstile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan analisi terdapat 2 perusahaan melakukan praktik perataan laba dan 1 perusahaan tidak melakukan praktik perataan laba.

2. Dari keempat variable independen yang diuji dalam penelitian ini (net profit margin, operating profit margin, return on assets dan leverage operasi) hanya operating profit margin saja yang terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya praktik perataan laba.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Pertimbangan yang harus dibuat dalam menginterpretasikan hasil penelitian karena hanya perusahaan textile dan garment saja yang digunakan sebagai sampel penelitian. Selain itu metode penelitian sampel menggunakan purposive sampling. Jadi ada kemungkinan bahwa karakteristik dari perusahaan yang dijadikan sampel berbeda secara signifikan dari perusahaan yang dikeluarkan dari sampel.

2. Periode waktu yang digunakan selama tiga tahun masih terlalu singkat jika dibandingkan dengan penelitian lain yang dapat mencakup periode waktu sampai lebih dari sepuluh tahun.

3. Penelitian ini menggunakan indeks Eckel, yang hanya dapat mengidentifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba secara buatan dan tidak mengidentifikasikan semua perusahaan yang tidak melakukannya.

4. Penelitian ini hanya menggunakan variabel net profit margin, operating profit margin, return on assets dan leverage operasi.

5.3 Saran

Saran yang diberikan untuk penelitian yang akan datang adalah:

1. Penelitian yang akan datang sebaiknya menggunakan sampel perusahaan yang lebih banyak dan periode waktu yang lebih lama agar diperoleh hasil pengujin yang lebih akurat.

2. Penggunaan indeks selain Eckel (1981) untuk mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Misalnya indeks Michelson (1995) yang membedakan kelompok perata dan bukan perata menjadi empat model, dimana masing-masing memiliki kriteria klasifikasi sampel yang lebih cermat dan akurat.

3. Menambahkan variabel-variabel lain ke dalam pengujian, seperti: harga saham, umur perusahaan, rencana bonus, biaya pensiun, struktur kepemilikan, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi, dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Click to access 2008042903203500312441.pdf

Riahi, Ahmed dan Belkaoui (2004). Accounting Theory, Fifth Edition, Thomson Learning

Sumtaky, Olivia. 2003. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

Yamin, Sofyan, Heri Kurniawan, 2009, SPSS COMPLETE: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS, Salemba Imfotek, Jakarta.

Beattie, V., Brown, S., Ewers, D., John, B., Manson, S., Thomas, D., and Turner, M. 1994. “Extraordinary Items and Income Smoothing: A Positive Accounting Approach”. Journal of Business Finance & Accounting, September, pp 791-811.

Belkaoui, Ahmed Riahi. 1993. ”Accounting Theory, 2th Edition”. Harcourt Brace Jovanovich Colleges Publisher.

Boediono, Gideon S.B. 2005. ”Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur.” Simposium Nasional Akuntansi VII, Solo.

Cahyono, Ari. 2006. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

Harahap, Khairunnisa. 2004. “Asosiasi antara Praktik Perataan Laba dengan Koefisien Respon Laba”. Simposiom Nasional Akuntansi, Bali.

ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (IC) DENGAN VARIABEL KONTROL INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS)TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN INVESTMENT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013

VONNY SANTOSO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel independen yaitu Intellectual Capital (VACA, VAHU, STVA) dan variabel kontrol yaitu Investment Opportunity Set (IOS) (MKKTBKAS, MKTBKEQ, PER, CAPBVA) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel penelitian ini adalah 7 perusahaan yang tergolong dalam perusahaan investment selama perioda tahun 2009 hingga tahun 2013. Teknik yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan variabel dependen kinerja perusahaan (ROE) dan variabel independen adalah Intellectual Capital yang diukur dengan menggunakan VAICTM yaitu (VACA, VAHU, STVA) serta menggunakan variabel kontrol  Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari (MKKTBKAS, MKTBKEQ, PER, CAPBVA).

Kata-kata kunci: intellectual capital, investment opportunity set, kinerja perusahaan

1.  PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Globalisasi menuntun perusahaan untuk melakukan pembaharuan dengan cara berfikir global dan bertindak secara lokal, inovasi teknologi yang makin mempercepat melakukan berbagai aktifitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya menjadikan persaingan di dunia bisnis semakin kompetitif. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya yang bedasarkan tenaga kerja menjadi bisnis yang bedasarkan pengetahuan. Seiring dengan perubahan ini, kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono, 2003).

Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC). Intellectual capital merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran aset tak berwujud yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000 dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Pada perusahaan yang sudah menerapkan manajemen bedasarkan pengetahuan, modal seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang bedasarkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Ini disebabkan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat menggunakan modal lainnya secara efisien dan ekonomis yang pada nantinya akan meningkatkan kinerja perusahaan.

Menurut Abidin (2000), Intellectual capital masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Ini disebabkan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memilih menggunakan modal konvensional dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di Indonesia sendiri jika diamati banyak merek terkenal yang tidak memproduksi sendiri produk yang dijualnya. Perusahaan-perusahaan tersebut pada dasarnya menjual merek, ini disebabkan karena masih sedikitnya perhatian perusahaan terhadap Intellectual capital dengan ketiga komponennya yaitu human capital, struktural capital, dan custormer capital.

Di Indonesia, Intellectual capital mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002).

Sampai saat ini pengukuran Intellectual capital sendiri masih terus berkembang sehingga belum adanya standar khusus bagi pengukuran ini. Pulic (1998; 1999) tidak mengukur secara langsung Intellectual capital perusahaan, tetapi menawarkan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah yang merupakan hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient – VAIC™). Tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan nilai tambah (value added). Sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu dana-dana keuangan) dan intellectual potential (direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemapuan yang melekat pada mereka). VAIC™ menunjukkan bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – value added capital employed), human capital (VAHU – value added human capital), dan structural capital (STVA – structural capital value added) telah secara efisiensi dimanfaatkan oleh perusahaan.

Di Indonesia, penelitian tentang hubungan antara intellectual capital dan kinerja perusahaan juga pernah dilakukan. Dengan menggunakan metode VAICTM, Ulum (2008) melakukan penelitian untuk tiga aspek pengaruh, antara lain pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan, pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang serta pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sekarang dan masa yang akan datang, akan tetapi tingkat pertumbuhan intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.

Kuryanto dan Syafruddin (2008) juga melakukan penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan perusahaan masa depan.

Penelitian ini merupakan replica dari penelitian yang dilakukan oleh Kuryanto dan Syafruddin (2008). Adapun perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah data penelitian ini didapat dari perusahaan Investment yang telah go-public dan listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 sampai tahun 2013. Selain itu, di dalam penelitian ini juga ditambahkan adanya variabel kontrol yaitu Investment Opportunity Set (IOS) yang berguna untuk memperkuat variabel independen yang ada juga selain itu variabel kontrol ini menggambarkan suatu kinerja perusahaan investment yang besamya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mengambil judul “ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (IC) DENGAN VARIABEL KONTROL INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS)TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN INVESTMENT YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013”.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

  1. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013?
  2. Apakah terdapat pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013?
    1. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

  1. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.
  2. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.
    1. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagi peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh Intellectual Capital yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 hingga tahun 2013.

  • Bagi perusahaan

Dapat memberikan masukan bagi manajemen perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaannya, khususnya dengan mengelola intellectual capital yang dimiliki agar dapat bersaing secara global.

  • Bagi universitas

Diharapkan dapat menambah literatur mengenai intellectual capital di Indonesia dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh dari kepemilikan aset intellectual capital terhadap kinerja perusahaan investment yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

  • Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan  referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

2.  LANDASAN TEORI

2.1   Stakeholder Theory

Teori Stakeholder menurut Freeman dan Reed (1983) dalam Ulum (2009) adalah sebagai berikut. “Any indentifible group or individual  who can affect the achievement of an organization’s objectives, or is affected by the achievement of an organization’s objectives”.

Jadi, teori Stakeholder merupakan sekelompok orang atau individu yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan ataupun dapat dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan (Ulum, 2009). Sedangkan, Duran dan Davor (2004) berpendapat bahwa pemegang saham, para pekerja, para supplier, bank, para customer, pemerintah dan komunitas memegang peran penting dalam organisasi (berperan sebagai stakeholder), untuk itu perusahaan harus memperhitungkan semua kepentingan dan nilai-nilai dari para stakeholder nya.

Ulum (2009) mengatakan bahwa manajemen sebuah organisasi diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder mereka dan kemudian melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut kepada stakeholder. Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan  penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder mereka. Tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder ini adalah untuk membantu manajer dalam meningkatkan nilai dampak kegiatan operasi perusahaan dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.

Teori stakeholder dapat diuji dengan menggunakan content analysis atas laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan cara yang paling efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Content analysis atas pengungkapan intellectual capital dapat digunakan untuk menentukan apakah komunikasi terhadap stakeholder benar-benar dilakukan (Ghuthire et al,. dalam Ulum, 2009).

Hubungan teori stakeholder dengan nilai tambah intellectual capital harus dipandang dari dua bidang yaitu bidang etika dan bidang manejerial (Deegan dalam Ulum, 2009). Bidang etika menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manager harus mengelola secara maksimal organisasi untuk penciptaan nilai perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga dengan VAIC yang kemudian akan mendorong kinerja perusahaan. Sedangkan, bidang managerial menjelaskan bahwa para stakeholder harus mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya return yang dihasilkan perusahaan. Bidang manajerial dari teori stakeholder jugaberpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986).

2.2   Resource-based Theory

Resource-Based Theory (RBT) telah muncul sebagai kerangka kerja baru yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keunggulan kompetitif (Barney, 1991; Dierickx dan Cool, 1989; Peteraf, 1993 dalam Smith et al., 1996). Astuti dan Sabeni (2005) menjelaskan tentang Resource-Based Theory yang dipelopori oleh Penrose (1959), mengemukakan bahwa sumberdaya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumberdaya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap – tiap perusahaan. Keuntungan diatas rata-rata berasal dari sumberdaya yang dikendalikan oleh perusahaan yang tidak hanya digabung untuk memberikan produk bernilai, tetapi sulit bagi perusahaan lain untuk meniru atau memperolehnya (Wernerfelt, 1984; Barney, 1986 dalam Galabova dan Abonen, 2011).

Resource Based Theory (RBT) membahas mengenai sumberdaya yang dimiliki perusahaan, dan bagaimana perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif dari sumberdaya yang dimilikinya. Cheng et al., (2010) menjelaskan bahwa dalam teori RBT ini, untuk mengembangkan keunggulan kompetitif, perusahaan harus memiliki sumberdaya dan kemampuan yang superior dan melebihi para kompetitornya. Banyak perushaaan yang mampu membeli perangkat teknologi canggih, akan tetapi tidak semua perusahaan mampu mengoperasikan teknologi tersebut. Sehingga diperlukan kompetensi manusia yang mampu memanfaatkan teknologi tersebut dengan maksimal, sehingga memberikan manfaat besar untuk perusahaan. Dengan demikian , bukan perangkat teknologinya yang merupakan sumber daya yang mampu membawa keunggulan kompetitif, tetapi kompetensi manusia (Human capital) tersebutlah yang merupakan sumber daya yang unggul sehingga dapat menciptakan keunggulan kompetitif.

Pearce dan Robinson (2008) mengungkapkan bahwa sumberdaya perusahaan terdapat tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

  1. Aset Berwujud (Tangible Assets)

Merupakan sarana fisik dan keuangan yang digunakan suatu perusahaan untuk menyediakan nilai bagi pelanggan. Aset ini mencangkup fasilitas produksi, bahan baku, sumberdaya keuangan, real estate serta komputer.

b. Aset Tidak Berwujud (Intangible Assets)

Merupakan sumberdaya seperti merk, reputasi perusahaan, moral organisasi, pemahaman teknik, paten dan merk dagang, serta akumulasi pengalaman dalam suatu organisasi. Meskipun bukanlah aset yang dapat disentuh atau dilihat, aset-aset ini seringkali penting dalam penciptaan keunggulan kompetitif.

c. Kapabilitas Organisasi (Organizational Capability)

Kapabilitas organisasi bukan merupakan input khusus seperti aset berwujud maupun aset yang tidak berwujud, melainkan keahlian, kapabilitas dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta proses. Kapabilitas ini digunakan perusahaan untuk mengubah input menjadi output.

Barney (1991) dalam Aji (2011), mendefinisikan sumber daya perusahaan sebagai semua aset, kemampuan, proses organisasional, informasi dan pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang menyebabkan perusahaan mampu untuk mengimplementasikan berbagai strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan. Resource-based theory adalah suatu pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategi dan keunggukan kompetitif perusahaan yang meyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Sumber daya yang unggul adalah sumber daya yang langka serta susah untuk ditiru pesaing. Dengan sumber daya yang nggul tersebut, perusahaan mampu membuat strategi dan bias melaksanakannya, sehingga perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif atau bersaing dengan perusahaan lain.

Dari penjelasan di atas, Intellectual Capital memenuhi kriteria sebagai sumber daya yang unggul yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif yang menciptakan nilai bagi perusahaan. Nilai perusahaan tersebut berupa timbulnya kinerja yang lebih baik di dalam perusahaan.

2.3   Intellectual Capital

Intellectual Capital pertama kali dikemukakan oleh Tom Stewart, pada Juni 1991 dalam Ulum (2009). Stewart mendefinisikan Intellectual Capital (IC) adalah sebagai berikut: “Intellectual Capital is the sum of everything everybody in a company knows that gives it a competitive edge. Intellectual capital is intangible and intellectual matrial-knowledge, information, intellectual property, experience-that can put to use to create wealth. It is collective brainpower.”

Beberapa definisi lain mengenai intellectual capital yang kemudian menjadi standar pendefinisian adalah sebagai berikut.

Brooking (1996) menjelaskan bahwa intellectual capital adalah “Intellectual capitalis the term given to the combined intangible assets of market, intellectual property, human-centred and infrastructure which enable the company to function”.

Sveiby (1998) menjelaskan intellectual capital merupakan “the invisible intanggible part of the balance sheet can be classified as a familly of three, indifidual competence, internal structural, and external structure”. Sedangkan menurut Williams (2001) mendifinisikan intellectual capital sebagai proses penciptaan nilai melalui pengetahuan dan informasi yang diaplikasikan pada pekerjaan.

Edvinson dan Sullivan (1997) yang dikutip dari Cheng et al., (2010) mengasumsikan definisi yang lebih luas yaitu intellectual capital sebagai pengetahuan yang dapat diubah menjadi nilai. Brehman dan Connell (dalam Cheng et al., 2010) mempertimbangkan definisi yang lebih dangkal tentang intangible assets yaitu yang tidak termasuk sumberdaya manusia, kesetiaan pelanggan, atau reputasi perusahaan. Ulum (2009) kemudian mendefinisikan intellectual capital secara umum sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya.

Walaupun definisi mengenai intellectual capital belum jelas, namun Roos et al., dalam Ulum, (2009) mencoba untuk memisahkan intellectual capital menjadi 3 komponen utama, yaitu human capital, structural capital serta customer capital.

Hal ini juga didukung oleh Bontis (2000) yang mengungkapkan bahwa human capital sebagi representatif dari kemampuan pengetahuan individu suatu organisasi yang diwakili oleh karyawannya. Secara umum, human capital menghasilkan inovasi melalui penemuan produk dan penyediaan jasa yang baru atau meningkatkan proses bisnis perusahaan yang telah ada. Structural capital adalah pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk teknologi, penemuan baru, data, publikasi dan prosedur internal. Sedangkan costumer capital adalh pengetahuan yang melekat dalam jalur pemasaran dan hubungan pelanggan dalam mengembangkan suatu organisasi melalui jalannya suatu bisnis. Edvinson dari Skandia AFS, Hubert St. Onge dari CIBC, Charles Amstrong CEO dari Amstrong Word Industry dan Gordon Petrash dari The Dow Chemical Company dalam Widiyaningrum (2004) membagi komponen dari Intellectual Capital menjadi Human Capital, Structural Capital dan Customer Capital.

1.         Human Capital          

 Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan dalam bentuk kemampuan intelektual, kreativitas dan inovasi-inovasi yang dimiliki oleh karyawannya. Pada industry yang berbasis pada pengetahuan, human capital merupakan faktor utama karena sumber daya ini merupakan cost yang dominan dalam proses produksi perusahaan. Sehingga, kita bisa katakan bila seluruh pegawai dalam perusahaan tersebut keluar maka perusahaan tersebut tidak lagi mempunyai nilai. Sumber daya manusia inilah yang nantinya akan mendukung terciptanya modal struktural dan modal konsumen yang merupakan inti dari intellectual capital.

2. Structural Capital

Meliputi kemampuan perusahaan untuk menjangkau pasar atau hardware, software dan lain-lain yang mendukung perusahaan (Bontis, 2000) dengan kata lain merupakan sarana prasarana pendukung kinerja karyawan. Modal structural merupakan penghubung human capital menjadi intellectual capital. Maksudnya, meskipun karyawan memiliki intelektual yang tinggi namun, kalau tidak didukung oleh sarana yang memadai untuk mengaplikasikan inovasi mereka, maka kemampuan tersebut tidak akan menghasilkan modal intellectual.

3. Customer Capital

Costumer capital terdiri dari pengetahuan dari rangkaian pasar, pelanggan, supplier, hubungan baik antara pemerintah dan industri atau hubungan baik dengan pihak luar (Bontis, 2000). Perusahaan harus mampu menciptakan barang dan jasa yang berbeda dan memiliki nilai lebih di mata konsumen. Customer capital juga meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi pasar yang ingin dibidik dan memosisikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat tercipta melalui pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal structural yang akhirnya menghasilkan hubungan yang baik dengan pihak luar.

Capital employed menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perushaaan dengan mitranya, baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitas (Belkaoui, 2003).

2.4   Value Added Intellectual Coefficent (VAICTM)

Metoda Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1998 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi). Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk meciptakan value added. Value added adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (Pulic, 1998).

Value added dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memeroleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang direprsentasikan dengan labor expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen input. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic (1998) adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). Value added dipengaruhi oleh efisiensi dari human capital dan structural capital. Hubungan lainnya dari value added adalah capital employed.

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added).

Value Added Capital Employed (VACA) mencerminkan book value dari net assets perusahaan (Chen, et al., 2005). VACA adalah perbandingan antara value added dengan modal fisik yang bekerja (capital employed). Rasio ini adalah sebuah indikator untuk value added yang dibuat oleh satu unit modal fisik. Pulic (1998) mengasumsikan, jika satu unit capital employed dapat menghasilkan return yang lebih besar pada suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut mampu memanfaatkan capital employes dengan lebih baik. Pemanfaatan capital employed dengan lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan untuk memanfaatkan physical capital dengan lebih baik (Kuryanto & Syafruddin, 2008).

Value Added Human Capital (VAHU) mencerminkan total value added terhadap total salary and wage cost perusahaan. Stewart (2000) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen, sehingga konsumen tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau karyawan sebagai asset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka miliki. VAHU adalah seberapa besar value added dibentuk oleh pengeluaran pekerja dalam rupiah. Hubungan antara value added dan human capital mengindikasikan adanya kemampuan human capital di dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan. Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya manusia perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan value added dari setiap rupiah yang dikeluarkan kepada human capital (Kuryanto & Syafruddin, 2008).

Value Added Structural Capital (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital dalam proses penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan value added dan merupakan suatu indikasi seberapa sukses structural capital di dalam proses penciptaan nilai (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dalam model Pulic (1998), structural capital diperoleh dari value added dikurangi dengan human capital, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional (Pulic dalam Ulum, 2009).

Model-model pengukuran yang dikembangkan untuk mengukur modal intelektual, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan sehingga untuk memilih model yang paling tepat untuk digunakan merupakan tindakan yang tidak tepat karena pengukuran tersebut hanyalah sebuah alat yang dapat diterapkan pada situasi dan kondisi perusahaan dengan spesifikasi tertentu (Tjiptohadi dan Agustine, 2003).

VAICTM digunakan karena dianggap sebagai indikator yang cocok untuk mengukur IC di riset empiris. Beberapa alasan utama yang mendukung penggunaan VAIC™ diantaranya yaitu pertama VAIC™ menyediakan dasar ukuran yang standar dan konsisten, angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan (Pulic dan Bornemann, 1999), sehingga memungkinkan lebih efektif melakukan analisis komparatif. Kedua, semua data yang digunakan dalam perhitungan VAICTM didasarkan pada informasi yang telah diaudit, sehingga perhitungan dapat dianggap obyektif dan dapat diverifikasi (Pulic, 1998, 2000).

2.5   Variabel Kontrol

2.5.1    Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set (IOS) pertama kali dikemukakan oleh Myers (1976) dalam Utami (2007).  Menurut Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif.  Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam Utami (2007) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size-nya, sementara IOS merupakan opsi untuk berinvestasi pada suatu proyek yang memiliki net present value positif. Menurut kedua penelitian tersebut, IOS juga dapat meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua growth opportunities mampu menghasilkan net present value positif.  Menurut Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besamya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.

Investment Opportunity Set ( IOS) menurut Myers (1977) adalah nilai dari suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in place dengan investment option pada masa depan. Smith dan Wrath (1992) menyatakan sejalan degan pendapat tersebut komponen dari nilai perusahaan merupakan sebuah hasil dari pilihan-pilihan investasi untuk digunakan pada masa yang akan datang dan merupakan proksi dari IOS itu sendiri.

Komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk melakukan investasi di masa yang akan datang merupakan set kesempatan investasi Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS menunjukan opsi pertumbuhan bagi perusahaan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure dari manajer (Myers, 1976 dalam Utami, 2007). Opsi pertumbuhan tersebut bisa berupa investasi tradisional atau discretionary expenditure yang diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitian dan pengembangan teknologi baru (Jones dan Sharma, 2001 dalam Utami, 2007).

Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur & Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi IOS tersebut adalah Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price Ratio, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA).

2.5.1.1 Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka akan semakin tinggi pula nilai IOS.

……………..(1)

2.5.1.2 Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting. Rasio market value to book of equity (MV/BVE) merupakan proksi berdasarkan harga.

….(2)

2.5.1.3 Earning Per Share/Price Ratio

Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.

                                                                                            ………………..(3)

2.5.1.4 Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA)

Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.

                                                                                                                           …(4)

2.6   Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika Prawirosentono, 1997 (dalam Wahdikorin, 2010). Sedangkan menurut Horne (dalam Yogidanarinto, 2011) kinerja adalah hasil pencapaian dalam periode tertentu. Untuk menghasilkan kinerja yang baik perlu dilakukan usaha – usaha yang positif untuk mencapainya. Demikian pula pada suatu perusahaan, apabila perusahaan melakukan aktivitas bisnisnya dengan baik maka akan memperoleh kinerja perusahaan yang baik.

Penilaian kinerja perusahaan yang menggunakan balance score card dilihat dari empat perspektif yaitu perspekti keuangan, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif proses internal dan perspektif pelanggan. Sedangkan Horne dan Wachowicz, 2005 (dalam Rahardian, 2011) menyatakan kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dan dibandingkan melalui analisis laporan keuangan yang berguna bagi pengambilan keputusan. Kinerja keuangan dapat tercerminkan dari analisis rasio-rasio keuangan suatu perusahaan.

Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003). Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengajian secara kritis terhadap review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi solusi terhadap keuangan perusahaan pada suatu perioda tertentu. Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis.

Berdasarkan teknisknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi delapan macam (Jumingan, 2006) yaitu sebagai berikut.

  1. Analisis perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua perioda atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif).
  2. Analisis tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.
  3. Analisis presentase per komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau aktiva total maupun utang.
  4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua perioda waktu yang dibandingkan
  5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu perioda waktu tertentu.
  6. Analisis rasio keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.
  7. Analisis perubahan laba kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
  8. Analisis break even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

Kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dalam laporan keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio keuangan berupa rasio profitabilitas. Menurut Susilowati (2011), kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan), karena laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini Profitabilitas diukur dengan rasio Return on Equity (ROE)

Return On Equity (ROE) Menurut Brigham dan Housten (2001:91), ROE adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham. Adapun pengertian ROE menurut Syamsuddin (2003: 64) adalah suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. ROE secara jelas mengukur keuntungan perusahaan bagi pemiliki saham biasa. Dimana bunga dan dividen dimasukkan ke dalam anlisis laba yang didapat oleh suatu perusahaan dimana disalurkan ke pemiliki modal. Sehingga dengan semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh akan semakin baik pula kedudukan pemilik perusahaan. Rasio ini memperlihatkan kemampuan untuk menghasilkan laba atas investasi bedasarkan nilai buku para pemegang saham, dan seringkali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah industri yang sama. ROE yang tinggi mengindikasikan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif.

2.7   Penelitian Terdahulu

Hasil dari beberapa penelitian terdahulu adalah sebagai berikut.

  1. Ulum (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan populasi penelitiannya adalah perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai dengan 2006. Penelitian Ulum memberkan hasil bahwa berdasarkan hasil pengujian PLS diketahui bahwa secara statistik terbukti terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006, serta terhadap kinerja keuangan masa depan baik untuk perioda 2004-2005 maupun 2005-2006.
  2. Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaaan yang diproksikan dengan ROE, EPS dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan pada 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditarik simpulan bahwa tidak ada pengaruh positif antara Intellectual Capital sebuah perusahaan dengan kinerjanya. Baik terhadap kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan perusahaan masa depan.
  3. Bontis et. al. (2000) meneliti hubungan IC dengan kinerja perusahaan

yang dilakukan di Malaysia. Bontis menggunakan sampel mahasiswa MBA parttime sebanyak 107 mahasiswa, 60% responden bekerja di industri jasa dan 40% diindustri non-jasa. Penelitian ini menggunakan instrumen questionnaire sedangkananalisis menggunakan Partial Least Square (PLS).

  • Fajarini & Firmansyah (2012) meneliti tentang pengaruh Intellectual capital terhadap kinerja perusahaan studi empiris pada perusahaan LQ 45. Analisis rasio yang digunakan dalam menilai kinerja keruangan perusahaan adalah DER, NPM, TAT, ROE, ROA, dan PBV. Simpulan dari penelitian tersebut secara statistic terbukti terdapat pengaruh signifikan antara intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan LQ 45 di Indonesia. Intellectual Capital diuji terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan jarak satu tahun.
  • Rambe (2012) meneliti tentang pengaruh Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Intelectual Capital memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diwakili pengaruh ROA dan ROE. Sedangkan, GR tidak dipengaruhi secara signfikan oleh Intellectual Capital.
  • Artinah (2011) meneliti tentang pengaruh Intellectual Capital terhadap profitabilitas studi empiris pada perusahaan perbankan. Dengan menggunakan metoda analisis regresi berganda, diperoleh hasil bahwa secara parsial Intellectual Capital dan Capital Employed Efficiency berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROE), sedangkan Human Capital Efficiency dan Structural Capital Efficiency tidak berpengaruh terhadap ROE.
  • Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh Intellectual Capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Dengan metoda analisis regresi berganda hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital (VAICTM) memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROE dan ROA sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA dan GR tetapi berpengaruh negatif terhadap ROE.

2.8   Rerangka Pikir

Perusahaan akan mampu bersaing dan memperoleh keuntungan yang maksimal apabila mampu menggunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya dengan baik. Dengan hasil maksimal yang didapat dari penggunaan berbagai sumberdaya perusahaan akan memperlihatkan bagaimana suatu kinerja perusahaan telah dilakukan dengan baik. Intellectual capital merupakan sumberdaya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, karena dengan Intellectual capital perusahaan akan mampu menggunakan sumber daya perusahaan secara efisiensi, ekonomis dan efektif, oleh karena itu intellectual capital akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000, dalam Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Human capital, structural capital dan customer capital sebagai konstruk utama pembentuk intellectual capital memiliki peran secara bersama dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak akan bisa berkerja secara optimal tanpa didukung oleh sistem perusahaan (structural capital) yang baik, begitu pula sumber daya perusahaan yang berkualitas dan sistem perusahaan yang baik akan lebih sempurna apabila didukung oleh hubungan pelanggan (customer capital) yang kuat, dengan demikian ketiga hal ini apabila digunakan dengan maksimal akan membawa dampak pada peningkatan kinerja perusahaan yang lebih baik.

Firer dan Williams (2003), telah membuktikan bahwa intellectual capital mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan VAIC™ yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999) sebagai ukuran kemampuan intelektual perusahaan (corporate intellectual ability) dan juga adanya hubungan yang kuat antara evisiensi value added dengan komponen utama sumber daya perusahaan dan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, makin baik penggunaan intellectual capital sebuah perusahaan maka makin baik pula kinerja yang akan diperlihatkan oleh perusahaan tersebut.

Dari uraian tersebut dan juga penelitian lanjutan yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini dengan menambahkan variabel kontol, maka dapat disusun rerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat digambarkan dalam bagan seperti berikut.

Variabel Dependen Kinerja Perusahaan : Return on Equity (ROE)  
Variabel Kontrol Investment Opportunity Set (IOS): MV/BVA MV/BE Earning per share/Price ratio CA/BVA    

       

2.9   Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati (Good dan Scates, 1954). Atau dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian yang harus diuji kebenarannya.

Berdasarkan penjelasan yang ada, hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

H1:          Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital (VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu Return on Equity (ROE) sebagai variabel dependen.

H2:       Secara parsial terdapat pengaruh sebagai berikut.

H2.1 :Value Added Capital Employed (VACA)berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

H2.2 :Value Added Human Capital (VAHU)berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

H2.3 :Structural Capital Value Added (STVA)berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan Investment yang terdaftar pada bursa efek Indonesia dari tahun 2009-2013

3.  METODA PENELITIAN

3.1   Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini biasanya diukur dengan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan–hubungan kuantitatif. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel (Sugiyono, 2010).

3.2   Populasi dan Sampel

3.2.1    Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.2.2    Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2013.
  2. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap dari tahun 2009-2013.
  3. Laporan keuangan dilaporakan dengan denominasi mata uang Rupiah.

3.2.3    Gambaran Obyek Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Investment yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 sampai dengan 2013 yang berjumlah 7 perusahaan. Dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2013, semua perusahaan memenuhi kriteria atau pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian. Jadi, total perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 perusahaan Investment yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2013.

Berikut ini merupakan daftar dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 1.  Daftar Sampel Perusahaan

NoKode Saham PerusahaanNama Perusahaan
1ALKAAlakasa Industrindo Tbk
2BNBRBakrie & Brothers Tbk
3BHITBhakti Investama Tbk
4BMTRGlobal Mediacom Tbk
5MLPLMultipolar Tbk
6POOLPool Advista Indonesia Tbk
7PLASPolaris Investama Tbk

Sumber: www.idx.com

3.3   Data Penelitian

3.3.1    Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data yang dinyatakan dalam angka. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002). Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Laporan keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh data (download) laporan keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literatur seperti penelitian lain, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3.2    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda dokumentasi, atau disebut juga metoda arsip yang memuat tentang kejadian di masa lalu (Indrianto & Supomo, 2002). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berupa laporan keuangan perusahaan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Tahap-tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

3.4   Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen.

3.4.1    Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi. Variabel dependen di dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diproksikan dengan return on equity (ROE). Formulasi perhitungan kinerja perusahaan adalah sebagai berikut.

Return on Equity (ROE) mengukur pengembalian saham kepada para pemegang saham biasa perusahaan dan biasanya menjadi bahan pertimbangan dan indikator keuangan yang penting bagi investor (Chen et al., 2005).  Rumus yang digunakan untuk mengukur ROE adalah sebagai berikut.

ROE = Laba bersih / ekuitas pemegang saham………………….(5)

3.4.2    Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah intellectual capital yang diukur dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang diukur berdasarkan value added yang diciptakan oleh komponen intellectual capital yang terdiri dari value added of capital employee (VACA), value added of human capital (VAHU), dan structural capital value added (STVA). Formulasi dan tahapan perhitungan VAICTM adalah sebagai berikut (Ulum, 2009).

3.4.2.1 Value Added (VA)

Tahap pertama dalam menghitung VAICTM yaitu dengan menghitung value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual dipasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2009).

                             VA = OUTPUT – INPUT……………………………….(6)

Keterangan:

Output : total penjualan dan pendapatan lain

Input   : beban (beban bunga dan beban operasional) dan biaya lain-lain (selain beban karyawan)

Value added : selisih antara output dan input

3.4.2.2 Value Added of Capital Employee (VACA)

Tahap yang kedua yaitu dengan menghitung VACA yang merupakan perbandingan value added (VA) dengan capital employed (CE). VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi (Ulum, 2009).

                                                VACA = VA/CE………………………………(7)

Keterangan:

VACA : Value Added Capital Employed

VA       : Value added

CE        : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

3.4.2.3 Value Added of Human Capital (VAHU)

Tahap ketiga yaitu dengan menghitung Value Added Human Capital (VAHU). VAHU adalah perbandingan antara value added (VA) dengan human capital (HC). VAHU menunjukkan berapa banyak kontribusi yang dibuat olehsetiap rupiah yang diinvestasikan dalam tenaga kerja untuk menghasilkan nilailebih bagi perusahaan.

                                                VAHU = VA/HC…………………………………(8)

Keterangan:

VAHU : Value Added Human Capital

VA       : Value Added

HC       : Human Capital (beban karyawan terdiri dari gaji dan tunjangan)

3.4.2.4 Structural Capital Value Added (STVA)

Tahap keempat yaitu menghitung STVA yang merupakan rasio SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Ulum, 2009).

                                                STVA = SC/VA………………………………….(9)

Keterangan:

STVA  : Structural Capital Value Added

SC       : Structural Capital (VA – HC)

VA      : Value Added

3.4.3    Variabel Kontrol (IOS)

Variabel kontrol dalam penelitian ini merupakan variabel tambahan yang dberikan oleh peneliti. Variabel kontrol ini berguna untuk membedakan penelitian ini terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan telah diteliti sebelumnya. Variabel kontrol disini juga berfungsi untuk memperkuat variabel independen dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari beberapa macam rasio seperti yang telah dijelaskan dalam  bab sebelumnya.

3.5   Metoda Analisis Data

3.5.1    Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan.

3.5.2    Uji Asumsi Klasik

Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan program SPSS. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.

3.5.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik  parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non-parametrik.

Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula. Dengan profit data semacam ini maka data tersebut dianggap bisa mewakili populasi. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data normal. Normal atau tidaknya berdasarkan patokan distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi, uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data terdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita.

Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, dapat digunakan uji statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S), bila nilai signifikasi pada tabel Kolmogrov-Smirnov <0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2009).

3.5.2.2 Uji Multikolinearitas

Tujuan digunakannya uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat atau terjadi korelasi, maka data diindikasi terjadi multikolinearitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen (Ghozali, 2009). Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off  yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai VIF<10.

 Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

  1. Menambah data penelitian.
  2. Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari model regresi.
  3. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau  terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut heteroskedastisitas (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji heteroskedastisitasdilakukan dengan menggunakan Uji Glejser. Jika variabel indpenden signifikan secara statistik memengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Apabila probabilitas sigifikansinya di atas kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas(Ghozali, 2006).

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. (Ghozali, 2006).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dapat dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW). Nilai statistik hitung dibandingkan dengan nilai teoritisnya, dan kriteria pengambilan kesimpulannya sebagai berikut (Gujarati, 2003).

  1. Jika DW < dL maka terdapat autokorelasi positif
  2. Jika DW > 4 – dL, maka terdapat autokorelasi. negatif
  3. Jika dU < DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.
  4. Jika dL ≤ DW ≤ dU atau 4 – dU ≤ DW ≤ 4 – dL, uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti

Selain itu untuk menditeksi ada atau tidaknya autokorelasi juga dapat dilihat  melalui cara sebagai berikut (Santoso, 2010).

1. Angka DW di bawah -2                    :         terjangkit autokorelasi positif.

2. Angka DW di antara -2 sampai +2 :           tidak terjangkit autokorelasi.

3. Angka Dw di atas +2                         :        terjangkit autokorelasi negatif.

3.5.3    Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6+ β7X7+ e

Keterangan :

α :             konstanta

Y:             Kinerja Perusahaan (ROE)

X1:               Value Added of Capital Employee (VACA)

X2:               Value Added of Human Capital (VAHU)

X3:               Structural Capital Value Added (STVA)

X4:               Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

X5:               Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

X6:               Earning Per Share/Price Ratio

X7:               Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA)

3.5.3.1 Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel independen yang ada berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen (Ghozali, 2009). Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel independen.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar pengambilan dari signifikansi adalah sebagari berikut (Sugiyono, 2010).

  1. Apabila probabilitas signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
  2. Apabila probabilitas signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.5.3.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3.5.3.3 Uji T-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Dan sebaliknya apabila tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient (Ghozali, 2011).

3.5.3.4 Uji r Parsial

Uji r parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai r parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Sebaliknya jika nilai r parsial semakin kecil maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilhat pada  nilai beta standardized coefficient pada tabel coefficient dengan menggunakan program SPSS (Ghozali, 2011).

3.6   Uji Hipotesis

Hipotesis di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H01:      Tidak terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital (VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu Return on Equity (ROE) sebagai variabel dependen pada perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha1:      Terdapat pengaruh antara variabel independen Intellectual Capital (VAICTM) yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA)secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu Return on Equity (ROE) sebagai variabel dependen pada perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.1:     Value Added Capital Employed (VACA)tidak berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.1:     Value Added Capital Employed (VACA)berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.2:     Value Added of Human Capital (VAHU) tidak berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2:     Value Added of Human Capital (VAHU)  berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.3:     Structural Capital Value Added (STVA) tidak berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3:     Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif terhadap Return on Equity (ROE) perusahaan Investment yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.7   Tahapan-tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data, Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Merumuskan masalah
  2. Merumuskan hipotesis
  3. Penyusunan model
  4. Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.
  5. Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada.
  6. Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan SPSS 20 for Windows.
  7. Memproses data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.
  8. Memproses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 20 for Windows.
  9. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%
  10. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1

Untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

  1. Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2

Untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

  1. Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan dibandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.
  2. Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

4. PEMBAHASAN

4.1   Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Investment yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perioda tahun 2009-2013. Berikut ini adalah beberapa perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini.

  1. ALKA – Alakasa Industrindo Tbk
  2. BNBR – Bakrie & Brothers Tbk
  3. BHIT – Bhakti Investama Tbk
  4. BMTR – Global Mediacom Tbk
  5. MLPL – Multipolar Tbk
  6. POOL – Pool Advista Indonesia Tbk
  7. PLAS – Polaris Investama Tbk

4.2   Data Perusahaan Terkini

Data perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan 5 tahun terakhir terbaru yaitu dari tahun 2009 hingga 2013. Untuk  laporan keuangan tahunan 2014 masih belum ada dikarenakan penelitian ini dilaksanakan disaat tahun 2014 berjalan.

4.3   Statistik Deskriptif

Hasil dari analisis statistik deskriptif pada variabel dependen dan independen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Analisis Statistik Deskriptif pada masing-masing Variabel

Sumber : Data Olahan, 2014

4.3.1    Analisis Statistik Deskriptif pada Variabel Dependen

Hasil dari analisis statistik deskriptif pada variabel dependen yaitu Return on Equity (ROE) menunjukkan jumlah datanya sebesar 35. Kemudian rata-rata dari Return on Equity (ROE) adalah 0.1934 yang menunjukkan nilai rata-rata Return on Equity (ROE) dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Standard deviation yang dimiliki sebesar 1.09588 yang menunjukkan tingkat penyimpangan dari nilai Return on Equity (ROE). Nilai tertinggi Return on Equity (ROE) adalah 6.29 dan nilai terendahnya adalah -1.17.

4.3.2    Analisis Statistik Deskriptif pada Variabel Independen

Berikut ini adalah beberapa hasil analisis statistik deskriptif pada 3 variabel independen.

  1. Value Added of Capital Employee (VACA)

Hasil dari analisis statistik deskriptif VACA menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari VACA adalah 3.3414 yang menunjukkan nilai rata-rata VACA dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 9.18202 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai VACA. Nilai tertinggi VACA adalah 50.59 sedangkan nilai terendahnya adalah 0.05.

  • Value Added of Human Capital (VAHU)

Hasil dari analisis statistik deskriptif VAHU menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari VAHU adalah 8.0774 yang menunjukkan nilai rata-rata VACA dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 19.90618 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai VAHU. Nilai tertinggi VAHU adalah 99.59 sedangkan nilai terendahnya adalah -37.19.

  • Structural Capital Value Added (STVA)

Hasil dari analisis statistik deskriptif STVA menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari STVA adalah 2.5560 yang menunjukkan nilai rata-rata STVA dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 6.94589 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai STVA. Nilai tertinggi STVA adalah 40.44 sedangkan nilai terendahnya adalah -9.00.

4.3.3    Analisis Statistik Deskriptif pada Variabel Kontrol

Berikut ini adalah beberapa hasil analisis statistik deskriptif pada 4 variabel kontrol.

  1. Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

Hasil dari analisis statistik deskriptif MV/BVA atau MKTBKASS menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari MKTBKASS adalah 31.0643 yang menunjukkan nilai rata-rata MKTBKASS dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 107.3316 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai MKTBKASS. Nilai tertinggi MKTBKASS adalah 620.72 sedangkan nilai terendahnya adalah 0.41.

  • Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

Hasil dari analisis statistik deskriptif MV/BVE atau MKTBKEQ menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari MKTBKEQ adalah 47.4229 yang menunjukkan nilai rata-rata MKTBKEQ dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 122.7890 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai MKTBKEQ. Nilai tertinggi MKTBKEQ adalah 493.11 sedangkan nilai terendahnya adalah -2.32.

  • Earning Per Share/Price Ratio

Hasil dari analisis statistik deskriptif Earning Per Share/Price Ratio(PER) menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari PER adalah 0.1063 yang menunjukkan nilai rata-rata PER dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 0.47306 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai PER. Nilai tertinggi PER adalah 1.79 sedangkan nilai terendahnya adalah -1.25.

  • Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA)

Hasil dari analisis statistik deskriptif CA/BVA atau CAPBVA menunjukkan jumlah data sebesar 35. Kemudian rata-rata dari CAPBVA adalah -0.7986 yang menunjukkan nilai rata-rata CA/BVA dari 7 perusahaan Investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Standard deviation nya sebesar 4.76151 yang menunjukkan tingkat penyimpangan nilai CA/BVA. Nilai tertinggi CA/BVA adalah 0.16 sedangkan nilai terendahnya adalah -28.16.

4.4   Uji Asumsi Klasik

4.4.1    Uji Normalitas

4.4.1.1 Uji Normalitas sebelum Transformasi Data

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas sebelum Transformasi Data

Sumber : Data Olahan, 2014

Dari hasil uji normalitas sebelum melakukan transformasi data, tabel Kolmogorov-Smirnov Z pada nilai Asymps, Sig. (2-tailed)nya menunjukkan bahwa semua variabel tidak terdistribusi normal. Hal ini diakibatkan karena semua variabel tersebut memiliki nilai <0.05. Maka dari itu, untuk semua data yang tidak normal, harus dilakukan transformasi data dengan menggunakan log10.

4.4.1.2 Uji Normalitas sesudah Transformasi Data

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas sesudah Transformasi Data

Sumber: Data Olahan, 2014

Dari hasil uji normalitas sesudah transformasi data, tabel Kolmogorov-Smirnov Z pada nilai Asymps, Sig. (2-tailed) nya menunjukkan ada 1 (satu) variabel yang tidak terdistribusi normal, yaitu VACA1. Hal ini dikarenakan VACA1 memiliki nilai asymps. Sig (2-tailed) <0.05 yaitu 0.024. Sedangkan untuk data-data lain sudah terdistribusi normal karena nilai asymps. Sig (2-tailed) >0.05. Dikarenakan adanya data yang tidak terdistribusi normal maka untuk langkah selanjutnya harus dilakukan bootstrap untuk menormalkan data.

4.4.2    Uji Multikolinearitas

Tabel 5. Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber : Data Olahan, 2014

Dari hasil uji multikolinearitas sebelum bootsrap ditunjukkan data yang terjangkit multikol ada 7 (tujuh) variabel. Hal ini dikarenakan nilai Tolerance pada variabel-variabel ini semuanya tidak mendekati dan jauh dari nilai 1. Yaitu VACA1(0.122), VAHU1(0.130), STVA1(0.131), MKTBKASS1(0.047), MKTBKEQ1(0.031), PER1(0.174) dan CAPBVA1(0.737). Selain itu, nilai VIF dari beberapa variabel memiliki nilai lebih dari 10 yang seharusnya nilai VIF≤10. Yaitu MKTBKASS1 sebesar 21.099 dan MKTBKEQ1 sebesar 31.905. Dikarenakan pada uji normalitas masih terdapat variabel yang tidak normal maka dalam uji multikolinearitas juga harus dilakukan proses bootstrap.

4.4.3    Uji Heteroskedastisitas

Tabel 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data Olahan, 2014

Dari hasil uji heteroskedastisitas diatas, diketahui dari nilai sig. nya yang terjangkit heteroskedastisitas adalah variabel CAPBVA1. Hal ini dikarenakan nilai sig variabel tersebut <0.05 yaitu sebesar 0.015. Sedangkan untuk variabel lainnya tidak terjangkit heteroskedastisitas karena nilai sig. >0.05.

4.4.4    Uji Autokorelasi

Tabel 7. Hasil Uji Autokorelasi

Sumber: Data Olahan, 2014.

Dari hasil uji autokorelasi diatas, ditunjukkan nilai D-W nya sebesar 1.986. Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak terjangkit autokorelasi dikarenakan nilai D-W yang mendekati nilai +2.

4.5   Uji Bootstrap

Karena data dalam penelitian ini tidak normal, maka untuk langkah selanjutnya harus dilakukan pengujian dengan menggunakan bootstrap untuk membuat dan menjadikan data menjadi normal. Data yang telah melalui uji bootstrap akan langsung berubah menjadi normal dan terbebas dari heteroskedastisitas. Akan tetapi, harus dilakukan pengujian ulang untuk uji multikolinearitas dan uji autokorelasi.

4.5.1    Uji Multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap

Tabel 8. Hasil Uji Multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap

Sumber: Data Olahan, 2014.

Hasil dari uji multikolinearitas setelah melakukan Uji Bootstrap ternyata masih diketahui bahwa data terjangkit multikolinearitas. Hal ini dikarenakan nilai tolerance pada VACA1(0.122), VAHU1(0.130), STVA1(0.131), MKTBKASS1(0.047), MKTBKEQ1(0.031), PER1(0.174) dan CAPBVA1(0.737) semuanya tidak mendekati dan jauh dari nilai 1. Selain itu, nilai VIF dari beberapa variabel memiliki nilai lebih dari 10 yang seharusnya nilai VIF≤10. Yaitu MKTBKASS1 sebesar 21.099 dan MKTBKEQ1 sebesar 31.905. Karena hal ini, maka solusi yang harus dilakukan adalah dengan cara mengeluarkan variabel kontrol yang memiliki nilai VIF paling tinggi yaitu MKTBKEQ1 yang memiliki nilai VIF sebesar 31.905.

Tabel 9. Hasil Uji Multikolinearitas setelah Bootstrap dengan mengeluarkan variabel MKTBKEQ1

Sumber: Data Olahan. 2014.

Hasil dari uji multikolinearitas setelah melakukan uji bootstrap dan mengeluarkan variabel kontrol dengan nilai VIF paling tinggi yaitu MKTBKEQ1, diketahui bahwa 6 (enam) variabel tersebut sudah tidak terjangkit multikolinearitas. Hal ini dikarenakan nilai tolerance dari ke enam variabel tersebut mendekati nilai 1, yaitu VACA1(0.320), VAHU1(0.130), STVA1 (0.435), MKTBKASS1(0.350), PER1(0.821) dan CAPBVA1(0.770). Selain itu juga diketahui dari nilai VIF ke enam variabel yang semuanya ≤10.

4.5.2    Uji Autokorelasi setelah melakukan Uji Bootstrap

Tabel 10. Hasil Uji Autokorelasi setelah melakukan Uji Bootstrap

Sumber: Data Olahan, 2014.

Dari hasil uji autokorelasi setelah dilakukan Uji Bootstrap diketahui bahwa data memiliki nilai D-W sebesar 1,740 yang berarti bahwa data ini tidak terkena autokorelasi dikarenakan nilai D-W masih mendekati +2.

4.6   Analisis Regresi Berganda

Koefisien untuk menentukan model regresi berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Berganda

Sumber: Data Olahan, 2014.

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dibentuk model regresi yang dapat digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah sebagai berikut.

Y = 0.7300.113VACA1 + 0.401VAHU1 0.415STVA1               0.128MKTBKASS1  +   0.296PER1  +   0.214CAPBVA1

Penjelasan  terhadap persamaan regresi linier berganda tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Konstanta sebesar -0.730 menunjukkan jika variabel independen VACA1, VAHU1, STVA1 dan variabel kontrol MKTBKASS1, PER1, CAPBVA1 bernilai 0(nol) maka nilai return on equity (ROE) sebesar -0.730.
  2. Koefisien regresi VACA1 sebesar -0.113 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai VACA1 akan menurunkan nilai return on equity (ROE) sebesar -0.113.
  3. Koefisien regresi VAHU1 sebesar 0.401 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai VAHU1 akan menaikkan nilai return on equity (ROE) sebesar 0.401.
  4. Koefisien regresi STVA1 sebesar -0.415 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai STVA1 akan menurunkan nilai return on equity (ROE) sebesar -0.415.
  5. Koefisien regresi MKTBKASS1 sebesar -0.128 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai MKTBKASS1 akan menurunkan nilai return on equity (ROE) sebesar -0.128.
  6. Koefisien regresi PER1 sebesar 0.296 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai PER1 akan menaikkan nilai return on equity (ROE) sebesar 0.296.
  7. Koefisien regresi CAPBVA1 sebesar 0.214 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 (satu) nilai CAPBVA1 akan menaikkan nilai return on equity (ROE) sebesar 0.214.

4.7   Pengujian Hipotesis

4.7.1    Uji Statistik F

Hasil uji statistik F pada penelitian ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 12. Hasil Uji Statistik F

Sumber: Data Olahan, 2014.

Dari hasil uji F diatas ditunjukkan bahwa nilai Sig. nya sebesar 0.175 yaitu >0.05, maka dari itu dapat dikatakan bahwa variabel independen (VACA1, VAHU1, STVA1) dan variabel kontrol (MKTBKASS1, PER1, CAPBVA1) tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependennya (ROE).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil uji ini menunjukkan H01 diterima yang berarti tidak ada pengaruh VACA, VAHU, STVA, MKTBKASS, PER dan CAPBVA secara simultan terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI dan hasil penelitian ini menolak Ha1.

4.7.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil dari uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 13. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Sumber: Data Olahan, 2014.

Untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen dan variabel kontrol terhadap variabel dependen jika variabel independen nya sebanyak 1 hingga 2 variabel maka harus melihat nilai R Square. Namun karena variabel independen yang digunakan di penelitian ini adalah sebanyak 3 (tiga) dan variabel kontrol yang digunakan adalah 4 (empat) variabel, maka untuk melihat besar pengaruhnya  dilihat  pada kolom  Adjusted R Square yaitu sebesar 0.383 atau 38,3 %. Sehingga dapat disimpulkan besar pengaruh VACA, VAHU, STVA, MKTBKASS, PER dan CAPBVA terhadap ROE yaitu sebesar 38,3%, sedangkan sisanya yaitu 61,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.

4.7.3 Uji t

Hasil uji statistik t dan signifikasinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 14. Tabel Uji Statistik t dan Signifikansi

Sumber: Data Olahan, 2014.

Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel coefficients yaitu pada nilai t dan siginifikansi (Sig), apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel itu memberikan pengertian bahwa variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan nilai signifikansi digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen dan dependen signifikan atau tidak. Bila nilai signifikansi di bawah 0,05 maka pengaruhnya signifikan. Hasil uji statistik pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut.

  1. Hasil uji t pada VACA1 nilai t hitung nya sebesar -0.791 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,459 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan VACA1 secara parsial terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.
  2. Hasil uji t pada VAHU1 nilai t hitung nya sebesar 1.173 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0,285 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan VAHU1 secara parsial terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.
  3. Hasil uji t pada STVA1 nilai t hitung nya sebesar -0.943 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0.382 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan STVA1 secara parsial terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.
  4. Hasil uji t pada MKTBKASS1 nilai t hitung nya sebesar -0.220 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0.833 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan MKTBKASS1 secara parsial terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.
  5. Hasil uji t pada PER1 nilai t hitung nya sebesar 2.031 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung > t tabel. Dan nilai sig. nya 0.088 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh PER1 secara parsial namun tidak signifikan terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.
  6. Hasil uji t pada CAPBVA1 nilai t hitung nya sebesar 0.766 dimana nilai t tabelnya sebesar 1,691 yang berarti t hitung < t tabel. Dan nilai sig. nya 0.473 yaitu sig. > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan CAPBVA1 secara parsial terhadap return on equity (ROE) perusahaan Investment yang terdaftar di BEI.

4.7.4 Uji r parsial

 Hasil uji r parsial dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 15. Tabel Hasil Uji r Parsial

Sumber: Data Olahan, 2014.

Hasil uji r parsial dapat dilihat pada hasil tabel coefficients yaitu pada bagian standardized coeffient, berikut ini adalah analisis r parsial variabel independen dan variabel kontrol terhadap variabel dependen.

  1. Nilai r partial variabel VACA1 adalah sebesar -0.317 atau sebesar -31,7%. Hal ini menunjukkan bahwa 31,7% dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh VACA1. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara VACA1 dengan ROE.
  2. Nilai r partial variabel VAHU1 adalah sebesar 0.739 atau sebesar 73,9%. Hal ini menunjukkan bahwa 73,9% dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh VAHU1. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara VAHU1 dengan ROE.
  3. Nilai r partial variabel STVA1 adalah sebesar -0.324 atau sebesar -32,4%. Hal ini menunjukkan bahwa 32,4%dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh STVA1. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara STVA1 dengan ROE.
  4. Nilai r partial variabel MKTBKASS1 adalah sebesar -0.084 atau sebesar          -8,4%. Hal ini menunjukkan bahwa -8,4% dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh MKTBKASS1. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara MKTBKASS1 dengan ROE.
  5. Nilai r partial variabel PER1 adalah sebesar 0.509 atau sebesar 50,9%. Hal ini menunjukkan bahwa 50,9% dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh PER1. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara PER1 dengan ROE.
  6. Nilai r partial variabel CAPBVA1 adalah sebesar 0.198 atau sebesar 19,8%. Hal ini menunjukkan bahwa 19,8% dari ROE perusahaan Investment mampu dijelaskan oleh CAPBVA1. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara CAPBVA1 dengan ROE.

4.8   Implikasi Hasil Penelitian

Penelitian ini ingin menguji 8 (delapan) hipotesis yang terbagi dalam dua hipotesis besar yaitu pengaruh variabel independen yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU)dan Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE), serta pengujian secara parsial dari masing-masing variabel independen Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU)dan Structural Capital Value Added (STVA).

Pada saat melakukan uji asumsi klasik            terjadi dua permasalahan yaitu data tidak terdistribusi normal dan data terjangkit multikolinearitas. Sehingga untuk mengatasi permasalahan agar data dapat terdistribusi normal maka dilakukan uji bootstrap agar data menjadi normal, kemudian untuk mengatasi multikolinearitas dilakukan dengan cara mengeluarkan variabel yang memiliki nilai VIF di atas 10 yang paling besar. Jadi dalam penelitian ini yang semula terdiri dari 3 variabel independen dan 4 variabel kontrol menjadi 3 variabel independen dan 3 variabel kontrol. Variabel-variabel tersebut adalah VACA, VAHU, STVA, MKTBKASS, PER dan CAPBVA yang telah dimasukkan dalam model regresi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Ha1 ditolak dan H01 diterima karena variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh siginifikan secara simultan terhadap  kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.383 atau sebesar 38,3% sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini kinerja perusahaan tidak dapat dijelaskan oleh VACA, VAHU, STVA, MKTBKASS, PER dan CAPBVA, sehingga nilai kinerja perusahaan pada penelitian ini dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan di dalam model regresi.

Untuk hipotesis  yang meneliti pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial hasilnya adalah tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Pembahasan mengenai variabel-variabel yang secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut.

  1. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel VACA1 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung<t tabel dan nilai sig. >0.05, selain itu juga karena pengaruh VACA1 yang negatif terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial. Hasil ini menunjukkan bahwa penelitian ini menerima H02.1. Hasil ini sama dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa VACA tidak berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE.
  2. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel VAHU1 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung<t tabel dan nilai sig. >0.05, akan tetapi karena pengaruh VAHU1 yang positif terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial maka juga dapat diketahui bahwa VAHU1 masih dapat menjelaskan kinerja perusahaan walaupun tidak berpengarih signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa penelitian ini menerima H02.2. Hasil ini sama dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa VAHU tidak berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE.
  3. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel STVA1 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung<t tabel dan nilai sig. >0.05, selain itu juga karena pengaruh STVA1 yang negatif terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial. Hasil ini menunjukkan bahwa penelitian ini menerima H02.3. Hasil ini sama dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa STVA tidak berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE.
  4. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel kontrol MKTBKASS1 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung<t tabel dan nilai sig. >0.05, selain itu juga karena pengaruh MKTBKASS1 yang negatif terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel kontrol MKTBKASS1 tidak dapat memperkuat pengaruh variabel independen terhadap kinerja perusahaan.
  5. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel kontrol PER1 berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung>t tabel dan nilai sig. >0.05, selain itu juga karena pengaruh PER1 yang positif terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel kontrol PER1 dapat memperkuat pengaruh variabel independen namun tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan.
  6. Dari analisis uji statistik t dan uji r parsial yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa variabel kontrol CAPBVA1 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu return on equity (ROE). Hal ini dikarenakan nilai t hitung<t tabel dan nilai sig. >0.05, selain itu juga karena pengaruh PER1 yang positif namun persentasenya yang kecil tidak mencapai 20% terhadap kinerja perusahaan yang diketahui dari uji r parsial  . Hal ini mengindikasikan bahwa variabel kontrol CAPBVA1 tidak dapat memperkuat pengaruh variabel independen terhadap kinerja perusahaan.
  7. PENUTUP

5.1   Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price Ratio, dan  Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA) secara simultan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

Kedua adalah membuktikan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan variabel kontrol Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price Ratio, dan  Capital Expenditure to Book Value of Asset (CA/BVA) secara parsial terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Equity (ROE) perusahaan investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Hasil penelitian hipotesis satu (Ha1) yang menyatakan bahwa variabel-variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen ditolak. Hal ini dikarenakan variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0.383 atau 38,3 %. Sehingga dapat disimpulkan besar pengaruh VACA, VAHU, STVA, MKTBKASS, PER dan CAPBVA terhadap ROE yaitu sebesar 38,3%, sedangkan sisanya yaitu 61,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
  2. Hasil penelitian hipotesis dua (Ha2) yang menyatakan variabel-variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen juga ditolak karena variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak ada yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja perusahaan.

5.2   Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain sebagai berikut.

  1. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan investment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).selama 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013.
  2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya 5 tahun dari periode 2009-2013, sehingga memberikan hasil kinerja perusahaan yang kurang informative, kemampuan intellectual capital dalam meningkatkan kinerja mungkin tidak tampak dalam rentang waktu 5 tahun namun mungkin akan berdampak dalam jangka panjang.

5.3   Saran

Untuk menambah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dikemukakan seperti berikut.

  1. Dengan menggunakan variabel yang sama, penelitian ini bisa juga dilakukan pada perusahaan lain yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut memiliki cakupan yang lebih luas dan tidak hanya pada perusahaan investment saja.
  2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan laporan keuangan dan laporan tahunan yang paling terbaru serta mempunyai rentang waktu yang lebih dari lima tahun agar hasilnya dapat lebih menggambarkan kondisi yang paling aktual dan memberikan hasil yang lebih baik.
  3. Penelitian selanjutnya mungkin dapat mempertimbangkan untuk menggunakan ukuran kinerja selain ROE seperti ROA, ATO, dan GR sebagai ukuran untuk menilai kinerja perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Partiwi Dwi. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance.” Jurnal MAKSI. Vol 5, 34-58.

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: a Study of The Resource-Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital. Vol.4 No.2.pp.215-226.

Bontis, N W.C.C. Keow, S. Richardson. 2000. “Intellectual capital and business performance in Malaysian industries”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 85-100.  

Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, and K.I. Sixl. 1999. “Holistic measurement of intellectual capital“. Paper presented at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.

Brennan, N dan Brenda Connell. 2000. “Intellectual Capital: Current Issues and Policy Implications.” Journal of Intellectual Capital. Vol 1, No. 3, pp. 206-240.

Bringham dan Houston (2001), Manajemen Keuangan, Terjemahan, Jakarta: Erlangga.

Chen, J., Zhu, Z. and Xie, H.Y. 2004. “Measuring intellectual capital: a new model and empirical study”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 5 No. 1, pp. 195-212.

Chen, et al. 2005. An empirical investigation of the relationship between intellectual capital and firm’s market value and financial performance. Journal of Intellectual Capital. Vol 6, Issue 2.

Daud, Rulfah dan Amri, Abrar. 2008. Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 1. No. 2. Juli 2008

Duran, Manuel Balza & Davor Radojicic. 2004. Corporate Social Responsibility and Non-Governmental Organizations. Thesis University of Winconsin. Swedish.

Firer S., and Williams M. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance “. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3.

Firer, Steven. dan S. Mitchell Williams. 2000. “Firm Ownership Structure and Intellectual Capital Disclosures”.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Harahap, Sofyan S. 2005. Teori Akuntansi. Edisi 8. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ikatan Akuntan Indonesia (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta

Kuryanto, Benny. 2008. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan. Universitas Diponegoro Semarang. SNA XI Pontianak

Kuryanto, B dan Syafruddin, M. (2008). Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 1-30.

Pramudita, Gema. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan  Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2008-201). Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Pujiati, Diyah. dan Erman Widanar. 2009. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”. Jurnal Ekonomi Bisnis & Akuntansi Ventura, Vol. 12, No. 1, hal. 71-86.

Pulic, A. 1998. “Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy”. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential.

Rahardian, Ariawan Aji. 2011. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan: Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares. Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Sawarjuwono, Tjiptohadi dan A. P. Kadir. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research).” Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, hal. 31-51.

Sekaran, Uma. 2006 . Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suhardjanto, D., dan M. Wardhani, 2010, Praktik Intellectual Capital Disclosure Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol.14, No.1.

Stewart, T.A. (2002). Intellectual Capital (Modal Intelektual): Kekayaan Baru Organisasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Fnancial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1. pp. 76-95.

Ulum, I. (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10 No. 2, hal. 77-84.

Ulum, I. (2009). Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ulum, Ihyaul, I. Ghozali dan A. Chariri, (2008).“ Intellectual Capital Dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares”. Simposium Nasional Akuntansi XI: Pontianak, 23-25 Juli 2008.

Wibowo, Eko. 2012. “Analisis Value Added Sebagai Indikator Intellectual Capital dan Konsekuensinya Terhadap Kinerja Perbankan“. Skripsi Tidak Dipublikasikan.Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Williams, M. 2001. Is intellectual capital performance and disclosure practices related?”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 2 No. 3. pp 192-203.

Zulmiati, Rizqi. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Costumer Good Industry yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2010). Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Program Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

ANALISIS PENGARUH RASIO-RASIO KEUANGAN DAN INVERSMENT OPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR FARMASI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODA 2009-2013


OKTAVIANUS JOELNETAN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS
ARTIKEL EKONOMETRIKA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG
2014
ABSTRAK
Dalam berinvestasi di saham, seorang investor harus memperhatikan kinerja perusahaan. Dalam menilai kinerja suatu perusahaan investor dapat menggunakan beberapa alat ukur, alat ukur tersbut antara lain:), Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS). Beberapa ukuran tersebut diduga dapat memprediksi besar return saham suatu perusahaan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh baik secara simultan maupun parsial antara Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) terhadap return saham. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh EPSCurrent Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) terhadap return saham.
Sampel penelitian ini adalah perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di BEI perioda 2009 hingga 2013 dan konsisten pada periode pengamatan. Dengan adanya karakteristik penyampelan yang ada didapatkan sampel dalam penelitian yaitu sebanyak 8 perusahaan. Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan dengan cara dokumentasi laporan keuangan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan diolah menggunakan uji statistik regresi linier berganda dengan alat uji statistik SPSS 20.
Hasil penelitian membuktikan bahwa secara simultan Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) tidak memiliki perngaruh dan tidak signifikan secara statistik terhadap return saham. Hasil lain dari penelitian ini adalah EPS Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap return saham.
Kata-kata Kunci: Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS), return saham.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri farmasi merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat. Perkembangan industri farmasi ini disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan antar perusahaan yang bergerak di sektor farmasi. Pesatnya perkembangan industri farmasi terilihat dari berbagai macam obat jadi yang diproduksi dengan jumlah yang terus meningkat dan jaringan distribusi yang juga meningkat. Industri farmasi juga merupakan salah satu industri yang masih tetap survive pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-an. Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan, pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai 13% per tahun selama tahun 2006 hingga 2011. Total angka penjualan tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun, menjadi Rp33,96 triliun pada 2009, pada tahun 2010 total penjualan sektor farmasi tercatat sebesar Rp38.5 triliun meningkat menjadi Rp43.1 triliun. Dari total pencapaian tersebut, pasar obat ethical (obat yang diresepkan) masih menjadi kontributor utama yang bertumbuh menjadi Rp21,14 triliun dan pasar OTC (over the counter) yaitu obat yang dijual bebas mencapai Rp16,38 triliun.
Berdasarkan keterangan tersebut penulis tertarik untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian. Pertimbangan lain yang membuat penulis terdorong untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian ialah karena perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang memiliki periode jangka panjang (long term period) untuk terus bertahan dan berkembang dalam industri barang konsumsi. Masyarakat pasti akan selalu membutuhkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi, baik berupa obat-obatan maupun vitamin lainnya.
Ketatnya persaingan perusahaan industri sektor farmasi, semakin memicu setiap perusahaan yang bergerak di sektor farmasi untuk mengembangkan usaha untuk menghadapi pesaingnya. Pendanaan ialah salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembangkan usaha atau untuk melakukan ekspansi. Dalam hal ini, pasar modal menjadi salah satu sarana alternatif yang efektif bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Husnan, 2003). Perusaahaan dapat memperoleh dana dari masyarakat melalui saham yang diterbitkan, selain itu pendanaan juga dapat diperoleh dengan melakukan utang kepada kreditur. Perusahaan yang mengambil pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaannya, muncul salah satu unsur baru dalam struktur kepemilikannya, yaitu adanya pemegang saham publik. Dilihat dari sudut pandang perusahaan munculnya pemegang saham publik akan meberikan dana segar bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya (Jogiyanto, 2000). Untuk dapat memperoleh dana dari pihak eksternal tersebut, perusahaan harus terus berupaya untuk memberikan kinerja sebaik mungkin sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan.
Investor yang berinvestasi dalam bentuk pembelian saham berarti melakukan investasi pada obyek yang mengandung risiko, hal ini disebabkan oleh return di masa depan yang tidak dapat dipastikan 100%. Namun walaupun investasi dalam bentuk saham berisiko, investor dapat meminimalisir risiko tersebut dengan mempertimbangkan pilihan pembelian saham yang dijadikan sarana berinvestasi yaitu dengan melihat kinerja perusahaan melalui laporan keuangannya. Laporan keuangan berguna bagi investor untuk mengambil kepututsan investasi. Berdasarkan laporan keuangan tersebut, dapat diketahui kinerja perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha dan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aktivitas usahanya secara efisien dan efektif serta faktor di luar perusahaan ekonomi, politik, finansial dan lain-lain (Rasmin 2007). Investor dapat mengoptimalkan laporan keuangan apabila investor tersebut dapat menganalisis lebih lanjut melalui analisis laporan keuangan (Penman, 1991). Salah satu teknik analisis yang digunakan untuk memrediksi return saham ialah analisis fundamental.
Faktor fundamental perusahaan memunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba memprediksi harga saham diwaktu yang akan datang dengan mengestimasi faktor-faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dan menerapkan hubungan variable-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham (Desy, 2012). Dalam melakukan analisis fundamental, digunakan beberapa rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan rasio pasar.
Secara umum rasio likuidaitas mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya, baik kewajiban terhadap pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Rasio likuiditas secara umum terdiri dari rasio lancar, rasio cepat, rasio kas, dan rasio modal kerja bersih. Hasil penelitian Ulupui (2007), Limento dan Djuaeriah (2013) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan rasio lancar terhadap return saham. Sementara itu Thrisye (2013), Hatta dan Dwiyanto (2012), Imran (2011), Saqavi dan Vakilifard (2012), serta John dan Muthusamy (2010) memperoleh hasil penelitian dimana rasio lancar menunjukkan pengaruh yang berlawanan arah tidak signifikan terhadap return saham.
Sedangkan dari sisi rasio solvabilitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuannya dalam melunasi kewajiban, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Secara umum rasio solvabilitas terdiri dari rasio utang, rasio utang terhadap ekuitas, dan rasio pengungkit keuangan. Hasil penelitian Arista dan Astohar (2012), Hermawan (2012), serta Gill (2010) memperoleh hasil dimana rasio utang terhadap ekuitas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah serta signifikan terhadap return saham. Sementara itu, Susilowati dan Turyanto (2011), Martani (2009), Limento dan Djuaeriah (2013) serta Sari dan Hutagaol (2012) memperoleh hasil sebaliknya. Selanjutnya ialah rasio aktifitas, rasio ini menggambarkan kemampuan serta efesiensi perusahaan dalam menghasilkan penjualan dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Rasio aktifitas secara umum terdiri dari total perputaran aset, total perputaran modal kerja, total perputaran aktiva tetap, perputaran persediaan, rata-rata umur piutang, dan perputaran piutang. Dari beberapa rasio aktifitas tersebut, yang berkaitan erat dengan harga saham perusahaan ialah total perputaran aset, total perputaran aset tetap dan perputaran persediaan. Studi empiris mengenai hubungan totar perputaran aset dengan return saham digambarkan sebagai hubungan yang signifikan dengan return saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Dian Restiyani (2006). Sedangkan hasil penelitian Thrisye (2013) yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham BUMN Sektor Pertambangan memperoleh hasil dengan total perputaran aset menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap return saham.
Profitabilitas dari perusahaan juga berkaitan dengan efesiensi perusahaan dalam menghasilkan laba. Secara umum rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari sumber dana yang dimiliki. Beberapa rasio profitabilitas yang berkaitan erat dengan harga saham suatu perusahaan antara lain return on asset (ROA), return on equity (ROE), earning per share (EPS), dan marjin laba bersih. Hasil penelitian yang diperoleh Olowoniyi dan Ojenike (2012), Kabajeh (2012), serta Haghiri dan Haghiri (2012) menunjukkan return on asset (ROE) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Sementara itu, Wijaya (2008) memperoleh hasil penelitian dimana return on ekquty (ROE) memiliki pengaruh yang berlawanan serta tidak signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian yang diperoleh Natarsyah (2000) dan Hardiningsih (2002) menunjukkan return on asset (ROA) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham.
Rasio terakhir dari analisis fundamental ialah rasio pasar, rasio ini menggambarkan penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dari organisasi perusahaan yang sedang berjalan atau rasio yang mengukur kinerja saham perusahaan di lantai bursa (Thrisye, 2013). Hasil penelitian Sugiarto (2011) dan Chairatanawan (2008) menunjukkan MBV memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Sementara itu, hasil penelitian berbeda diperoleh John dan Muthusamy (2010) serta Emamgholipour (2013) dimana MBV yang memiliki pengaruh berlawanan arah serta tidak signifikan terhadap return saham.
Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pertumbuhan diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Penelitian Vogt (1997) menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar. Kesempatan perusahaan untuk tumbuh yang disebut dengan Investment Opportunity Set (IOS) diperkenalkan pertama kali oleh Myers (1977) yaitu, IOS merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki dan pilihan di masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif. Set kesempatan investasi akan memberikan informasi tentang porspek pendapatan yang diperoleh di masa datang.
Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai yang bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang yang pada saat ini merupakan pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal serta dapat menghasilkan keuntungan. Chen et al. (2000) menunjukkan bahwa badan usaha dengan IOS yang tinggi memiliki respons positif yang signifikan terhadap harga saham. Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur & Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi IOS tersebut yaitu, rasio market to book value of asset (MV/BVA), rasio market to book value equity (MV/BVE) dan rasio EPS/Price. Ketiga proksi IOS tersebut menurut Kallapur & Trombley (1999) merupakan proksi IOS berdasarkan harga, tetapi dalam penelitian ini juga akan menggunakan proksi IOS berdasarkan investasi yaitu ratio of capital expenditures to book value of asset (CA/BVA), pemilihan proksi ini untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan untuk aset produktif berpotensi sebagai indikator perusahaan bertumbuh.
Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Yonatan Wahyu Susanto dengan penambahan variabel IOS, dan beberapa variabel rasio keuangan lainnya serta merubah tempat penelitian, yaitu perusahaan sektor Farmasi. Perusahaan sektor farmasi merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dan memiliki fundamental dan finansial yang baik. Pertimbangan lain yang membuat penulis terdorong untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian ialah karena perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang memiliki periode jangka panjang (long term period) untuk terus bertahan dan berkembang dalam industri barang konsumsi, di mana masyarakat akan selalu membutuhkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi, baik berupa obat-obatan maupun vitamin lainnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti akan meneliti keterkatian variable Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Rasio Pasar, dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Return Saham. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Analisis Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Return Saham pada Perusahaan Sektor Farmasi di Indonesia Perioda 2009-2013.”
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Apakah terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013 ?
Bagaimanakah pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara parsial terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Untuk menganalisis pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Untuk menganalisis pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara parsial terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013?
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.
Bagi Peneliti
Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return saham.
Bagi Perusahaan
Perusahaan dapat mengetahui bagaimana cara yang harus dilakukan untuk melihat seberapa besar return saham agar bisa ditingkatkan lagi di masa depan untuk menarik minat investor agar para investor mau menanamkan modalnya di dalam perusahaan.
Bagi Para Investor
Para investor dapat menerima informasi bagaimana pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return saham, sehingga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi investor sebelum menanamkan modalnya di dalam perusahaan.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap return saham.

  1. TINJAUAN PUSTAKA
    Investasi
    Pengertian Investasi
    Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi disebut investor. Pada umumnya investor diklasifikasikan menjadi dua, yaitu investor individual dan investor institusional. Pihak-pihak yang melakukan investasi secara individulah yang disebut sebagai investor individi, sedangkan investor institusional pada umumnya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Menurut Tandelilin (2001), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Pengertian investasi menurut Jogiyanto (2008) investasi digunakan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu.
    Tandelilin (2010) memaprkan beberapa alasan seseorang melakukan investasi adalah sebagai berikut.
    Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa mendatang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu, atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
    Mengurangi tekanan inflasi. Melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
    Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pembelian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu.
    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan oleh pemilik modal memperoleh sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut.
    Jenis Investasi
    Menurut Senduk (2004) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di pasaran ialah:
    Tabungan Bank, dengan menyimpan uang di tabungan maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.
    Deposito Bank, produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Perbedaanya ialah, dalam deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan. Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga tabungan. Selama deposito kita belum jatuh tempo, uang tersebut tidak akan terpengaruh pada naik turunnya suku bunga di bank.
    Saham, saham ialah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih harganya disebut capital loss.
    Properti, investasi berupa property ialah tanah ataupun rumah.
    Emas, Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah mata uang asing dari negara-negara G-7 Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin tinggi pula harga emas. Harga emas biasanya juga berbanding searah dengan inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula kenaikan harga emas.
    Mata Uang Asing, segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi. Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan penawaran di pasaran.
    Obligasi, obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau membiayai suatu proyek pemerintah.
    Saham, surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberikan berbagai hak menurut ketentuan anggaran dasar. Surat utang yang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk me narik dana dari masyarakat, guna pembiayaan perusahaan atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanjanya.
    Tipe-tipe Investasi Keuangan
    Jogiyanto (2008) memaparkan bahwa investasi keuangan diklasifikan menjadi dua tipe yaitu sebagai berikut.
    Investasi langsung.
    Investasi langsung adalah investasi yang dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market). Investasi langsung tidak hanya dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan, namun juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan yaitu seperti tabungan, giro, dan sertifikat deposito.
    Investasi tidak langsung.
    Investasi tidak langsung adalah investasi yang dilakukan dengan membeli surat-surat berharga di perusahaan investasi. Hanya dengan modal yang relatif kecil, investor dapat mengambil keuntungan karena pembentukan portofolio investasinya.
    Halim (2005) membedakan investasi dalam dua bentuk, yaitu investasi pada aset-aset riil (real assets) dan investasi pada aset-aset finansial (financial assets). Investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan lain-lain, sedangkan investasi dalam bentuk financial assets dapat dilakukan antara lain dalam bentuk investasi di pasar uang, seperti: sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi dapatdilakukan di pasar modal, misalnya obligasi, waran, reksadana, opsi, futures ,saham, dan lain-lain.
    Pasar Modal
    Pengertian Pasar Modal
    Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pasal 1 ayat (13) disebutkan bahwa pasar modal adalah sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang diterbitkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan menurut Rusdin (2008:1) Pengertian Pasar Modal yaitu sebagai berikut: “Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yangberkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.”
    Berdasarkan teori diatas, penulis berpendapat bahwa pasar modal ialah sarana atau tempat yang mempertemukan pihak kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana yang terhimpun dalam tempat jual beli instrumen pasar modal hingga terbentuknya permintaan dan penawaran atas efek.
    Pelaku Pasar Modal
    Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal No.8 Tahun 1995, yaitu sebagai berikut.
    Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas, pertama mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga saham (efek) dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat umum. Kedua, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga dan profesi-profesi penunjang yang terkait dalam pasar modal. Ketiga, memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal beserta kebijakan operasionalnya.
    Bursa Efek. Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
    Perusahaan Go Public. Pihak yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran umum surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna membelanjai operasi maupun rencana investasi.
    Perusahaan Efek. Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, manajer investasi atau penasehat investasi.
    Lembaga Kliring dan Penyelesaian Penyimpanan. Suatu lembaga yang menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di bursa efek, serta penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain.
    Reksa Dana. Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Jadi perusahaan reksa dana adalah pihak yang kegiatan utamanya adalah melakukan investasi, investasi kembali (reinvesment) atau perdagangan efek.
    Lembaga Penunjang Pasar Modal. Lembaga penunjang pasar modal meliputi tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat, atau penanggung yang menyediakan jasanya. Tempat penitipan harta adalah pihak yang menyelenggarkan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.
    Profesi Penunjang Pasar Modal, terdiri dari akuntan, notaris, perusahaan penilai (appraisal), dan konsultan hukum.
    Pemodal, adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya dalam efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal.
    Peranan Pasar Modal
    Beberapa peranan pasar modal pada suatu negara dapat dilihat dari aspek berikut ini (Jogiyanto, 2010).
    Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual dalam menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
    Pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal, para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimiliki tersebut setiap hari.
    Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
    Rusdin (2006) menjelaskan bahwa ada lima peranan pasar modal di Indonesia, yaitu antara lain: (1) Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien (2), pasar memudahkan alternatif berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah resiko tertentu, (3) memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprosfek baik, (4) pelaksanaan manajemen perusahaan secara professional dan transparan, (5) peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
    Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal berfungsi sebagai lembaga yang mendorong terbentuknya alokasi dana yang efisien melalui pengalihan dana dari pihak lender ke pihak borrower yang dapat memicu pertumbuhan perekonomian suatu negara dengan mengalirkan dana lebih kepada sektor-sektor produktif.
    Saham
    Pengertian Saham
    Menurut Jogiyanto (2010), saham ialah sekuritas di pasar modal yang merupakan investasi langsung yang dapat diperjualbelikan. Menurut Tandelilin (2010), saham merupakan sertifikat bukti kepemilikan seseorang suatu perusahaan. Menurut UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, saham merupakan sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal. Selanjutnya menurut Husnan (2002) saham adalah surat berharga yang menunjukkan hak bagi para investor untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan para investor menjalankan haknya.
    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dismpulkan bahwa saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang atau perusahaan yang menyertakan modal dimana saham ini diterbitkan oleh perusahaan terbuka tertentu yang diperjual belikan di pasar modal.
    Jenis-jenis Saham
    Saham merupakan sekuritas yang paling populer dipasar modal karena saham bisa memberikan keuntungan dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu yang relative singkat. Menurut Zaki Baridwan (2004:203) ialah sebagai berikut: “Apabila perusahaan mengeluarkan satu macam saham maka saham itu disebut saham biasa (common stock). Apabila saham yang dikeluarkan 2 macam, yang satu adalah saham biasa dan yang lainnya adalah saham prioritas (preferred stock)“

Samsul (2006) memaparkan mengenai jenis saham dibedakan menjadi 2 menurut penerimaan hak (return), yaitu sebagai berikut.
Saham Preferen (Preferred Stock). Merupakan jenis saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayarkan pada tahun yang mengalami keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali. Hak istimewa ini akan diberikan kepada pemegang saham preferen karena mereka yang memasok dana ke perusahaan sewaktu mengalami kesulitan keuangan.
Saham Biasa (Common Stock). Merupakan jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang menderita terlebih dahulu. Perhitungan indeks harga saham didasarkan pada harga saham biasa.
Return Saham
Pengertian Return Saham
Return saham dapat diartikan sebagai tingkat kembalian keuntungan yang di nikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang di lakukannya. Menurut Brigham et al. (1999:192), pengertian dari return adalah “measure the financial performance of an investment”. Pada penelitian ini, return digunakan pada suatu investasi untuk mengukur hasil keuangan suatu perusahaan. Menurut Ang (2010), return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Dalam teori pasar modal, tingkat pengembalian yang diterima oleh seorang investor dari saham yang diperdagangkan di pasar modal (saham perusahaan go public) biasa diistilahkan dengan return.
Menurut Tandelilin (2010), return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukan. Horne dan Wachoviz (1998:26) mendefinisikan return sebagai: “Return as benefit which related with owner that includes cash dividend last year which is paid, together with market cost appreciation or capital gain which is realization in the end of the year”. Menurut Jones (2000:124) “return is yield dan capital gain (loss)”. (1) Yield , yaitu cash arus kas yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang saham (dalam bentuk dividen), (2) Capital gain (loss) , yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian dengan harga saham pada saat penjualan. Hal tersebut diperkuat oleh Corrado dan Jordan (2000:5) yang menyatakan bahwa ”Return from investment security is cash flow and capital gain/loss”. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan return saham adalah keuntungan yang didapat atas kepemilikan saham investor terhadap investasi yang dilakukan, keuntungan tersebut terdiri dari dividen dan capital gain/loss.
Jenis & Penghitungan Return Saham
Menurut Jogiyanto (2003) return saham dibedakan menjadi dua: (1) return realisasi merupakan return yang telah terjadi, (2) return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian return, bahwa return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus: Ross et al. (2003:238).

Keterangan:
Ri = Return Saham
Pt = Harga Saham pada Perioda t
Pt-1 = Harga Saham pada Perioda t-1
Selain return saham terdapat juga return pasar (Rm) yang dapat dihitung dengan rumus: Jogiyanto (2003:232)

Keterangan:
Rm = Return Pasar
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t-1

Signaling Theory

Menurut Wolk & Dodd (2001) teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut serta mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Jogiyanto (2009) memaparkan, informasi dapat dipublikasikan sebagai suatu pengumuman untuk memberikan signal bagi investor dalam suatu pengambilan keputusan investasi. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah telah menerima informasi tersebut, pelaku pasar akan terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor maka akan terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Melewar (2008) menyatakan teori sinyal menunjukkan bahwa perusahaan akan memberikan sinyal melalui tindakan dan komunikasi. Perusahaan ini mengadopsi sinyal-sinyal ini untuk mengungkapkan atribut yang tersembunyi untuk para pemangku kepentingan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori sinya berguna bagi perusahaan, hal ini karene ketika manajer mengetahui bahwa perusahaan mereka “kuat” sementara investor untuk beberapa alasan tidak mengetahui hal ini, maka manajer dapat membayar dividen dengan harapan kualitas sinyal perusahaan mereka ke pasar.
Agency Theory
Menurut Sinkey (1992), Jensen dan Smith (1984) Agency Theory, merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. Jensen & Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis dan manajer yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Ada dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham, dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bondholders). Sedangkan positif accounting theory secara implisit mengakui tiga bentuk hubungan keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen (bonus plan hypothesis), kreditor dengan manajemen (debt/equity hypothesis), dan pemerintah dengan manajemen (political cost hypothesis).
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan memiliki banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditornya, dimana antara agent dan principal ingin memaksimalkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Kedua jenis kontrak ini sering kali dibuat berdasarkan angka laba bersih, oleh karena itu, kontrak tersebut memunyai implikasi terhadap akuntansi. Dalam konteks perusahaan yang terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agent yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Pada dasarnya, antara principal dan agent memiliki tujuan yang berbeda. Principal menginginkan return yang besar atas investasinya, sedangkan agent memiliki kepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil kerjanya.
Jensen & Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisma yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Scott (2000) mengungkapkan bahwa, kontrak kerja akan menjadi optimal jika kontrak dapat dilakukan dengan wajar yaitu mampu menyeimbangkan antara principal dan agent yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agent dan pemberian insentif/ imbalan khusus yang memuaskan dari principal ke agent
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa agency theory merupakan penjelasan mengenai investor berperan sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh investor untuk bekerja bagi kepentingan investor, yaitu mendapatkan return saham semaksimal mungkin. Manajemen diberikan wewenang untuk mengatur dan mengambil keputusan yang tepat guna untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2002), laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007), Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keungan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Dari pernyataan dan pendapat para ahli akuntansi di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan atau keadaan keuangan perusahaan, hasil kinerja perusahaan, dan kondisi “kesehatan” perusahaan yang kemudian akan dipakai oleh pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan dibuat karena memiliki tujuan penting. Tujuan laporan keuangan menurut Kieso, Weygandt & Warfield (2007), antara lain sebagai berikut.
Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis.
Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan.
Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya.
Sedangkan menurut Harahap, (2004) menyatakan bahwa laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan pada pemakainya untuk dipakai dalam proses pengambilan suatu keputusan.
Berdasarkan kutipan-kutipan penjelasan di atas dapat dismpulkan bahwa, tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan guna pengambilan keputusan secara tepat.
Analisis Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2004), menjelaskan bahwa, analisa-analisa laporan keuangan terdiri dari penelaan atau mempelajari daripada hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan (tren) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Soemarso (2005) menyatakan bahwa, analisis laporan keuangan (Financial Statement Analysis) adalah, hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang memunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.
Menurut Rachim (2008) analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut penggunaan informasi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi. Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor, dimana mereka harus memahami bagimana membaca, mngartikan serta menganilisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan mencakup :
Perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industry yang sama, dan
Evaluasi posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan memberikan kemudahan bagi pengguna informasi dalam pengambilan keputusan secara tepat, karena analisis laporan keuangan memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan.
Rasio Keuangan
Menurut Irawati (2006), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan. Harahap (2006) mengungkapkan bahwa rasio keuangan adalah, angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan berarti. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan penyederhanaan ini maka dapat diperoleh informasi dan penilaian kinerja perusahaan.
Rasio keuangan memiliki beberapa bentuk, rasio-rasio ini bertujuan dan dan memiliki maksud tertentu dalam rangka menilai kinerja perusahaan. Ada lima jenis rasio keuangan yang dikemukakan oleh Munawir (2004), yaitu antara lain: (1) rasio likuiditas (liquidity ratio), (2) rasio aktivitas (activity ratio), (3) rasio solvabilitas (leverage ratio), (4) rasio profitabilitas (profitability ratio), (5) rasio pasar (Market Ratio).
Rasio Lancar
Rasio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar, rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Rachim (2008) menjelaskan bahwa rasio lancar memberikan indikator terbaik atas besarnya klaim kreditor jangka pendek yang ditutup oleh aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Apabila rasio lancar kurang dari satu, maka aktiva lancar perusahaan lebih rendah dari kewajiban lancarnya atau aktiva lancar tidak cukup dipakai untuk memenuhi kewajiban lancarnya, namun bila rasio lancar sangat besar, hal ini mencerminkan investasi dalam modal kerja yang cukup tinggi. Penghitungan rasio lancar, Rachim (2008).
Rasio lancar = (Aktiva Lancar)/(Kewajiban LAncar)
Hubungan Rasio Lancar dengan Return Saham
Rasio ini menjadi salah satu pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya, semakin besar rasio ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan semakin kecil risiko perusahaan untuk di likuidasi (Ang, 2010). Jika rasio ini baik maka investor tertarik untuk menanamkan modalnya dan akan meningkatkan nilai perusahaan yang juga berpengaruh pada return saham.
Hasil penelitian Ulupui (2007), Limento dan Djuaeriah (2013) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan rasio lancar terhadap return saham. Penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan current ratio maka akan semakin tinggi return saham. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa current ratio berpegaruh terhadap return saham.
Rasio Utang terhadap Ekuitas
Rasio utang terhadap ekuitas adalah imbangan antara utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan utangnya, (Sutrisno, 2007). Perusahaan menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat penggunaan utang dengan modal/ekuitas. Semakin perusahaan menggunakan utang untuk mendanai operasional, maka semakin besar risiko dari perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin baik kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam kondisi yang buruk dan tetap dapat memenuhi kewajibannya terhadap kreditor. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin kecil pendanaan ekuitas dan semakin besar utang perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini:
Rasio Utang terhadap Ekuitas = ( Utang Total)/(Ekuitas Total )
Hubungan Rasio Utang terhadap Ekuitas dengan Return Saham
Rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat utang semakin tinggi yang menggambarkan bahwa beban bunga akan semakin besar dimana hal ini dapat mengurangi keuntungan. Peningkatan beban terhadap para kreditur akan menunjukkan bahwa sumber modal perusahaan lebih bergantung pada pihak eksternal, sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan danya di perusahaan yang bersangkutan dan hal ini juga akan menyebabkan menurunnya return saham (Ang, 2010).
Hasil penelitian Arista dan Astohar (2012), Hermawan (2012), serta Gill (2010) memperoleh hasil dimana rasio utang terhadap ekuitas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah serta signifikan terhadap return saham. Dari beberapa uraian diatas dapat dismpulkan bahwa rasio utang terhadap ekuitas berkaitan dengan return saham.
Rasio Perputaran Total Aktiva
Rasio ini menunjukkan efektivitas kemampuan perusahaan dalam menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Rachim (2008) mengemukakan bahwa rasio perputaran total aktiva mengukur perputaran semua aktiva perusahaan. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran tentang seberapa jauh aktiva perusahaan telah digunakan didalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali aset berputar dalam suatu perioda tertentu (Ang, 2010). Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:
Rasio Total Peputaran Aktiva = Penjualan/(Rata-rata Total Aktiva)
Hubungan Rasio Perputaran Total Aktiva dengan Return Saham
Semakin tinggi rasio ini menggambarkan semakin efektif perusahaan dalam mengoptimalkan aktiva menjadi penjualan. Studi empiris mengenai hubungan totar perputaran aset dengan return saham digambarkan sebagai hubungan yang signifikan dengan return saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Dian Restiyani (2006). Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi rasio ini, maka investor akan semakin yakin untuk menanamkan modalnya, sehingga semakin banyak investor yang berinvestasi maka nilai perusahaan juga akan meningkat dan berdampak pada return saham.
Return on Asset
Return On Asset juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak Rachim (2008). Hasil dari pengembalian total aktiva atau modal investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan penggunaan alternative dari dana tersebut. Sebagai salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi rasio ini semakin efektif kinerja perusahaan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut.
ROA = ((Laba bersih) )/(rata-rata total Aktiva )
Hungbungan ROA dengan Return Saham
Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Semakin banyak investor yang menanamkan modal, maka harga saham akan juga mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, yaitu semakin tinggi permintaan, maka harga akan meningkat.
Hasil penelitian yang diperoleh Natarsyah (2000) dan Hardiningsih (2002) menunjukkan return on asset (ROA) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ROA berkaitan dengan return saham.
Return on Equity
Menurut Sutrisno (2008), Return On Equity ini sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE sebagai rentabilitas modal sendiri. Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:
ROE = (Laba Bersih)/(Rata-rata Ekuitas)
Hubungan ROE dengan Return Saham
Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien. Selain itu ROE yang tinggi menandakan kinerja perusahaan semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat. Peningkatan rasio ROE menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen semakin meningkat dan akan terjadi kecenderungan naiknya harga saham (Riyanto, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins,1998). Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ROE berkaitan dengan return saham.
Market to Book Value
Menurut Husnan (2006), rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini semakin besar tambahan kekayaan yang dinikmati oleh pemilik perusahaan. Jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Jika seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimis maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya
Hubungan Market to Book Value dengan Return Saham
Harga pasar saham semakin meningkat maka akan menyebabkan capital gain (actual return) dari saham tersebut juga meningkat. Hal ini disebabkan karena actual return merupakan selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham sebelumnya. Semakin tinggi rasio MBV suatu perusahaan menunjukkan semakin tinggi pula penilaian investor terhadap perusahaan yang bersangkutan, dan hal ini juga akan memengaruhi harga saham dan return saham perusahaan. Selain itu hasil penelitian Sugiarto (2011) dan Chairatanawan (2008) menunjukkan MBV memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa MBV memiliki pengaruh terhadap return saham.
Earning Per Share
EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Menurut Alwi (2003), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmeen. Laba menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan kenaikan harga saham di masa mendatang.
Hubungan Earning Per Share dengan Return Saham
Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik dengan earning per share, karena menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham. Sedangkan jumlah EPS yang akan didistribusikan kepada investor saham tergantung kebijakan perusahaan dalam pembayaran dividen (Mulyono, 2001). Para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk saham biasa (Prastowo, 2005). Dari penjelasasn diatas dapat disimpulkan bahwa EPS memiliki pengaruh terhdap return saham.
Investment Oppurtunity Set (IOS)
Kesempatan perusahaan untuk tumbuh yang disebut dengan Investment Opportunity Set (IOS) diperkenalkan pertama kali oleh Myers (1977) yaitu, IOS merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki dan pilihan di masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif. Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai yang bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang yang pada saat ini merupakan pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal serta dapat menghasilkan keuntungan. Menurut Kallapur & Trombley (2001), IOS adalah pilihan untuk berinvestasi pada proyek-proyek yang memiliki Net Present Value (NPV) positif. Disebutkan pula bahwa IOS juga menghasilkan peningkatan dalam ukuran perusahaan.
Nilai IOS dapat dihitung dengan kombinasi berbagai jenis proksi yang mengimplikasikan nilai aset di tempat. Nilai IOS tersebut yaitu berupa nilai buku aset maupun ekuitas dan nilai kesempatan untuk bertumbuh bagi suatu perusahaan di masa depan. IOS dari suatu perusahaan akan berpengaruh besar terhadap cara bagaimana perusahaan dinilai oleh manajer, pemilik, investor dan kreditor (Kallapur & Trombley, 2001).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IOS menggambarkan mengenai besarnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan di masa depan. Kallapur & Trombley (2001) memaparkan bahwa terdapat tiga jenis proksi IOS yang digunakan dalam bidang keuangan yaitu sebagai berikut.
Proksi IOS berbasis pada harga.
Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam nilai pasar saham. Proksi ini berdasarkan prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial yang dinyatakan dengan harga saham. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aset-aset yang dimiliki (assets in place) dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bertumbuh. Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis dengan harga adalah market value of equity plus book value of debt, ratio of book to market value of asset, ratio of book to market value of equity, ratio of book value property, plant and equipment to firm value, ratio of replacement value of asset to market value, ratio of depreciation expense to value, dan Earning Price Ratio to Price (EP/P).

  1. Proksi IOS berbasis pada investasi
    Proksi IOS berbasis ini menunjukan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi memilki tingkat investasi yang tinggi pula. Proksi IOS ini dapat dihubungkan dengan capital expenditure to book value of asset, ratio research & development expense to firm value, ratio of research & development expense to total assets, ratio of research & development expense to sales, ratio of capital addition to firm value, dan ratio of capital addition to asset book value.
  2. Proksi IOS berbasi pada varian
    Proksi ini mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aset. Proksi ini terdiri dari variance of total return dan market model beta.
    Proksi Investment Oppurtunity Set (IOS) dalam Penelitian
    Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur & Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi IOS tersebut sebagai berikut.
    Market to Book Value of Asset (MV/BVA).
    Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka akan semakin tinggi pula nilai IOS.
    Market to Book Value of Equity (MV/BVE)
    Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting. Rasio market value to book of equity (MV/BVE) merupakan proksi berdasarkan harga.
    Earning per Share/Price Ratio
    Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.
    Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA)
    Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.
    Hubungan Market to Book Value of Asset dengan Return Saham
    Proksi ini berguna untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Selain itu proksi ini juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Semakin besar nilai rasio market value to book of assets (MV/BVA), maka semakin besar juga kesempatan perusahaan untuk bertumbuh diamana hal ini juga akan membuat semakin besar kemungkinan perusahaan untuk terus berkembang yang berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan itu sendiri. Return saham yang diperoleh para pemegang saham akan semakin meningkat pula. Sehingga dapat disimpulkan market value to book of assets berpengaruh terhadap return saham.
    Hubungan Market to Book Value of Equity dengan Return Saham
    Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, semakin besar nilai rasio Market to Book Value of Equity Ratio (MV/BVE) maka semakin tinggi juga IOS. Hal ini akan berdampak pada besarnya kemungkinan perusahaan untuk terus tumbuh dan berkembang yang kemudian akan berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan itu sendiri. Kenaikan harga saham akan memengaruhi besarnya return saham yang diperoleh para pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan Market to Book Value of Equity Ratio berpengaruh terhadap return saham.
    Hubungan Earning per Share/Price Ratio dengan Return Saham
    Rasio earning per share/price digunakan untuk mengukur seberapa besar potensi dari laba yang dimiliki perusahaan. Besarnya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan akan memengaruhi menarik minat investor untuk menanamkan labanya pada perusahaan. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba maka hal tersebut akan semakin menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan harga saham perusahaan. Harga saham yang meningkat akan berdampak pada return saham yang meningkat pula. Sehingga dapat disimpulkan rasio Earning per Share/Price berpengaruh terhadap return saham.
    Hubungan Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset dengan Return Saham
    Rasio ini berguna untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktif, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar nilai rasio ini akan membuat harga saham perusahaan juga akan meningkat dimana hal ini akan meningkatkan return yang diterima oleh para investor. Pemilihan proksi ini karena untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan untuk aset produktif, sehingga berpotensi sebagai indikator perusahaan bertumbuh. Dari uraian tersebut dapat dismpulkan bahwa Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset berhubungan dengan return saham.
    Penelitian Terdahulu
    Penelitian yang dilakukan Anastasia (2003) dengan judul “Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko Sitematik Terhadap Harga Saham Properti di BEJ” menggunakan variabel independen anatara lain: return on asset, return on equity, book value, payout ratio, dan debt to equity ratio, sedangkan variabel dependennya ialah harga saham. Pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan non probability random sampling dengan metoda purposive sampling. Sampel yang diambil adalah perusahaan property (33 perusahaan) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang memiliki laporan keuangan lengkap selama enam tahun terakhir dari tahun 1996 sampai 2001. Secara empiris terbukti bahwa faktor fundamental (ROA, ROE, BV, DER,r) dan risiko sistematik (beta) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara bersama-sama. Secara empiris terbukti bahwa hanya variabel book value yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara parsial.
    Penelitian Alfred (2005), variabel independen yang digunakan adalah likuiditas dan risiko sistematik. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah return saham. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko sistematik dan likuiditas berpengaruh signifikan secara parsial terhadap return saham. Secara simultan risiko sistematik dan likuiditas berpengaruh secara signifikan.
    Penelitian Anthi (2009) dengan judul “Analysis of The Effect of Investment Oppirtunity Set (IOS) On Return Stock Company Manufacturing Sector” menggunakan variabel independen MV/BVA, MV/BE, EPS/P, CABVA, kemudian variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan ialah peruahaan sektor manufaktur. Penelitian tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil diperoleh yang secara parsial ialah variabel MV/BVA, MV/BVE berpangaruh posititf signifikan terhadap return saham, dan EPS/P tidak berpengaruh positif signifikan terhadap return saham serta CABVA juga tidak berpengaruh positif signifikan terhadap return saham
    Penelitian Yonathan (2009) dengan judul “Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Aktivitas terhadap Return Saham Pada Perusahaan Rokok Yang Terdaftar di BEI” menggunakan variabel independen return on asset, earning per share, total asset turn over, dan inventory turnover, kemudian variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan ialah peruahaan rokok yang termasuk dalam Tabaco Manufactures. Penelitian tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil diperoleh yang secara parsial ialah variabel EPS, TATO, dan ROA berpangaruh signifikan terhadap Return Saham
    Hasil Penelitian Rinistya (2012) yang berjudul “Penagruh CAR, NIM, LDR terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan Indonesia” menunjukkan variabel capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), dan loan to deposit ratio (LDR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham, NIM dan LDR secara parsial berpengaruh terhadap return saham, namun CAR secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2008–2010. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metoda purposive sampling.
    Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2013) dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta” menggunakan variabel independen Earning per Share, Equity per Share, Divident per Share, Price Earning Ratio, Price Book Value, Dividend Pay Out Ratio, Dividend Yield, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Leverage Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Inventory Turn Over, Total Asset Turn Over, Return On Investment, Return On Equity. Sedangkan variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan adalah purposive sampling pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Secara parsial, diketahui bahwa ada 5 (lima) variabel (ROI, DER, TATO, EPS dan GPM) berpangaruh signifikan terhadap Return Saham. Analisis regresi dengan menggunakan metode Stepwise hanya ada 5 buah variabel yang berpengaruh signifikan terhadap Return Saham yang terdiri dari EPS (X1), EQPS (X2), DPS (X3), PER (X4), PBV (X5), DPR (X6), DY(X7), CR (X8), DER (X9), LR (X10), GPM (X11), OP (X12), NPM (X13),ITO (X14), TATO (X15), ROI (X16), ROE (X17).
    Yuliantari & Sujana (2014), variabel independen yang digunakan adalah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), total asset turn over (TAT), Return On Equity (ROE), ukuran perusahaan, arus kas operasi dan variabel dependen yang digunakan adalah return saham. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CR dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap return saham. TAT berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. DER berpengaruh negatif terhadap return saham. ROE dan arus kas operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
    Hasil penelitian Thrisye (2013) yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham BUMN Sektor Pertambangan memperoleh hasil dimana total perputaran aset menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan rasio lancar menunjukkan pengaruh yang berlawanan arah tidak signifikan terhadap return saham. Sampel penelitian yang digunakan adalah purposive sampling pada BUMN Sektor Pertambangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.
    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada jumlah variabel independen dan perioda yang digunakan dalam penelitian serta sampel yang juga berbeda. Pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel IOS (Market to Book Value of Asset (MBV), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)) terhadap return saham dan pada sektor farmasi.
    Rerangka Teoritis
    Rerangka teoretis berguna untuk memberikan gambaran secara jelas dan sistematik mengenai apa yang ada dalam benak peneliti yang dapat menjadi pedoman bagi penelitian secara keseluruhan. Indriantoro & Supomo (2004) mengungkapkan, rerangka teoretis merupakan dasar pemikiran peneliti untuk dikomunikasikan dengan orang lain, sehingga hasilnya dapat dimengerti oleh orang lain dan memungkinkan untuk direplikasi atau diekstensi oleh peneliti yang lain.
    Pada era globalisasi ini, sebagian perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya memerluka pendanaan untuk mengembangkan usahanya. Pendanaan perusahaan dapat diperoleh dari dalam maupun luar perusahaan, dimana pendanaan dari luar perusahaan berupa saham, penerbitan obligasi, atau melakukan peminjaman dana pada kreditor. Perusahaan yang telah go public dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham yang diperdagangkan di bursa efek yang kemudian akan dibeli oleh investor yang ingin berinvestasi. Perusahaan yang telah go public wajib menyajikan laporan keuangan perusahaan secara berkala. Laporan keuangan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan investor untuk melakukan investasi pada suatu perusahaan. Investor yang berinvestasi memiliki harapan untuk mendapatkan return yang besar atas investasinya. Oleh karena itu investor memerlukan laporan keuangan yang kemudian akan melihat kinerja perusahaan melalui beberapa aspek. Salah satu aspek yang penting untuk menilai kinerja perusahaan ialah aspek fundamental. Aspek fundamental dapat dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV).
    Selain itu, peneliti menggunakan variabel IOS yaitu Market to Book Value of Asset (MV/BVA), rasio Market to Book Value Equity (MV/BVE), Earning per Share/Price Ratio (EPS/P), dan ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA) untuk mengukur pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang yang berpengaruh pada return saham dan keputusan investasi bagi calon investor. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, penjelasan teoretis serta hasil-hasil penelitian terdahulu maka rerangka pikir yang terbentuk adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Rerangka Teoritis
Hipotesis Penelitian
Sugiyono (2010) menegaskan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data. Kemudian Menurut Erlina (2008), hipotesis adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ialah dugaan atau jawaban sementara mengenai permasalahan yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dimana kebenaranya akan diketahui setelah meneyelesaikan penelitian. Berdasarkan rerangka teoretis yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
H2: Secara parsial terdapat pengaruh secara berikut
H2.1 Current Ratio (CR) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.2: Total Asset Turn Over berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.3:Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.4: Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.5:Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.6:Earning Per Shares (EPS) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.7:Market to Book Value (MBV) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.8:Market to Book Value of Asset (MV/BVA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.9:Market to Book Value of Equity (MV/BVE) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.10:Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2.11:Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  1. METODA PENELITIAN
    Jenis Penelitian
    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan uji hipotesis. Menurut Sugiyono (2010), penelitian kuantitatif merupakan metoda penelitian yang berdasarkan sampel filsafat postitivisma yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan datanya menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Menurut Furchan (2007), untuk menguji hipotesis peneliti harus melakukan antara lain: (1) menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar, (2) memilih metoda-metoda penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lain yanng diperlukan untuk menunjukan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
    Arikunto (2010) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka dengan pengumpulan data serta penafsiran data. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008).
    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, penelitian kuantitatif ialah metoda yang menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang ada dan hubungan antar variabel-variabel yang diselidiki dengan mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisis dalam suatu pengujian hipotesis. Data angka yang diperlukan pada penelitian ini berasal dari laporan keuangan tahunan perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013.
    Populasi dan Sampel
    Populasi
    Menurut Sugiyono (2010) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memunyai kualiras dana karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut. Menurut Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Dari beberapa pendapat di atas, maka populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2009 sampai 2013.
    Sampel
    Menurut Arikunto (2010), sampel ialah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sugiyono (2010) mengungkapkan bahwa sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi tersebut. Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan pengambilan sebagian dari anggota populasi untuk mewakili seluruh anggota populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sampel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
    Perusahaan tersebut adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009, 2010, 2012, dan 2013.
    Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap dan telah diaudit pada tahun 2009 hingga tahun 2013.
    Perusahaan tersebut tidak melakukan delisting pada tahun 2009 hingga tahun 2013.
    Perusahaan yang menggunakan denominasi rupiah
    Gambaran Obyek Penelitian
    Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor faramasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013. Perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013 ialah berjumlah 10 perusahaan. Namun dari 10 perusahaan sektor farmasi hanya 8 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Dua perusahaan yang tidak memiliki laporan keungan yang lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013 karena baru IPO diatas tahun 2009. Sehingga total perusahaan yang digunakan sebagai sampel di dalam penelitian ini sebanyak 8 perusahaan.
    Tabel 1, Rekapitulasi Obyek Penelitian.
    Keterangan Jumlah
    Perusahaan sektor sektor farmasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. 10

Perusahaan sektor farmasi yang tidak memiliki laporan keuangan lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013. (2)

Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian 8
Sumber: Data Diolah, 2014.
Berikut ini merupakan daftar 8 perusahaan yang termasuk dalam sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.
Tabel 2, Daftar Sampel Perusahaan
No Kode Saham Nama Perusahaan
1 DVLA PT Darya Varia Laboratoria Tbk
2 INAF PT Indofarma (Persero) Tbk
3 KAEF PT Kimia Farma Tbk
4 KLBF PT Kalbe Farma Tbk
5 MERK PT Merck Tbk
6 PYFA PT Pyridam Farma Tbk
7 SQBB PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk
8 TSPC PT Tempo Scan Pasifik Tbk
Sumber: http://www.idx.co.id
Data Penelititan
Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis data kuantitatif yang datanya dinyatakan dengan angka. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Menurut Indriantoro & Supomo (2004), sumber data adalah subyek dimana data tersebut diperoleh, sedangkan data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013. Data tersebut diperoleh dari Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GI BEI) Universitas Ma Chung. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari penelitian lain, buku-buku, serta referensi pasar modal Indonesia. Pengambilan data harga saham setiap bulan diperoleh melalui berbagai informasi melalui website http://www.yahoofinance.com
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelititan ini menggunakan metoda dokumentasi, metoda dokumentasi yang digunakan berupa literatur-literatur dari Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia Universitas Ma Chung. Menurut Indrianto & Supomo (2004), metoda dokumentasi atau metoda arsip ini memuat kejadian di masa lalu. Arikunto (2010) menjelaskan bahwa metoda pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat dipergunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.
Tahap pengumpulan data dimulai dengan penelitian pendahuluan, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang akan diteliti. Tahap ini dilakukan peneliti dengan mengkaji data-data yang diperlukan serta melihat gambaran untuk mengolah data-data tersebut. Tahap selanjutnya melakukan penelitian pokok untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian yang akan diulas.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2010), variabel dependen ialah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini, penulis memilih return saham sebagai variabel dependen. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Ang, 2010). Berdasarkan pengertian return, return suatu saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus: Ross et al. (2003:238).

……………………………………………………………………………..(1)
Keterangan:
Ri = Return Saham
Pt = Harga Saham pada Perioda t
Pt-1 = Harga Saham pada Perioda t-1
Selain return saham terdapat juga return pasar (Rm) yang dapat dihitung dengan rumus: Jogiyanto (2003:232)
…………………………………………………………………………….(2)
Keterangan:
Rm = Return Pasar
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t-1
Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2010) variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Rasio Lancar sebagai X1
Rasio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar, rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Rachim (2008) menjelaskan bahwa rasio lancar memberikan indikator terbaik atas besarnya klaim kreditor jangka pendek yang ditutup oleh aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek.
Rasio lancar = (Aktiva Lancar)/(Kewajiban LAncar) (3)
Rasio Utang terhadap Ekuitas sebagai X2
Rasio utang terhadap ekuitas adalah imbangan antara utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan utangnya, (Sutrisno, 2007). Perusahaan menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat penggunaan utang dengan modal/ekuitas.
Rasio Utang terhadap Ekuitas = ( Utang Total)/(Ekuitas Total ) (4)
Rasio Perputaran Total Aktiva sebagai X3
Rasio ini menunjukkan efektivitas kemampuan perusahaan dalam menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Rachim (2008) mengemukakan bahwa rasio perputaran total aktiva mengukur perputaran semua aktiva perusahaan.
Rasio Total Peputaran Aktiva = Penjualan/(Rata-rata Total Aktiva) (5)
Return on Asset (ROA) sebagai X4
Rasio ini mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak Rachim (2008). Hasil dari pengembalian total aktiva atau modal investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan penggunaan alternative dari dana tersebut. Sebagai salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi rasio ini semakin efektif kinerja perusahaan.
ROA = ((Laba bersih) )/(rata-rata total Aktiva ) (6)
Return on Equity (ROE) sebagai X5
Menurut Sutrisno (2008), Return On Equity sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE sebagai rentabilitas modal sendiri. Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan
ROE = (Laba Bersih)/(Rata-rata Ekuitas) (7)
Market to Book Value (MBV) sebagai X6
Menurut Husnan (2006), rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini semakin besar tambahan kekayaan yang dinikmati oleh pemilik perusahaan. Jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Jika seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya.
MBV = (Harga Saham)/(Nilai Buku per Saham) (8)
Earning per Share (EPS) sebagai X7
EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Menurut Alwi (2003), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmen. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain.
EPS = (Laba Bersih)/(Jumlah Saham Beredar) (9)
Market to Book Value of Asset (MV/BVA) sebagai X8
Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka akan semakin tinggi pula nilai IOS.
MV/BVA dapat dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).
(Total aset-total ekuitas+(jumlah lembar saham beredar X harga penutupan saham))/(Total aset)….(10)
Keterangan:
Total aset: Total kekayaan perusahaan
Total ekuitas: Modal yang berasal dari penjualan saham
Jumlah lembar saham beredar: Jumlah lembar saham yang beredar
Harga penutupan saham: Harga jual penutupan saham akhit tahun
Market to Book Value of Equity (MV/BVE) sebagai X9
Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting.
MV/BVE dapat dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).
(jumlah lembar saham beredar X harga penutupan saham)/(Total ekuitas) (11)
Keterangan:
Total ekuitas: Modal yang berasal dari penjualan saham
Jumlah lembar saham beredar: Jumlah lembar saham yang beredar
Harga penutupan saham: Harga jual penutupan saham akhit tahun
Earning per Share/Price Ratio sebagai X10
Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.
EPS/P dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).
(Laba per lembar saham)/(Harga penutupan saham) (12)
Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA) sebagai X11
Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan, dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.
CA/BVA dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).
(Tambahan aset tetap dalam satu tahun)/(Total aset) (13)
Keterangan:
Tambahan aset tetap dalam satu tahun: Pengurangan aset tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya.
Total aset: Total kekayaan perusahaan.
Metoda Analisis Data
Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2010), statistika deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Kemudian Santoso (2010) memaparkan, statistika deskriptif merupakan pengujian yang memperlihatkan banyak data yang dimasukkan, rata-rata data, nilai maksimum, nilai minimum, dan deviasi dari setiap variabel baik variabel independen maupun variabel dependen.
Dengan demikian, di dalam statistika deskriptif data terdapat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, dimana rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum disajikan dalam bentuk tabel. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data harga saham perioda t dan laporan keuangan tahunan pada perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013.
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Pengujian dilakukan untuk menganalisis suatu model sehingga memberikan hasil secara representatif dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap koefisien regresi pada suatu persamaan. Pengujian asumsi klasik yang digunakan yaitu, uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian asumsi klasik dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk analisis statistik parametrik, karena data yang terdistribusi normal menjadi syarat untuk tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak terdistribusi normal, analisisnya menggunakan tes non parametrik. Menurut Ghozali (2009) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal, jika nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Menurut Ghozali (2009), ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistri normal atau tidak yaitu sebagai berikut.
Menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan membandingkan distribusi data dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Sehingga uji Kolmogorov-Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Penerapan pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah bahwa jika signikansi >0.05 berarti data berdistribusi normal, begitu pula sebaliknya jika nilai signifikansi <0.05 berarti data berdistribusi tidak normal. Menggunakan grafik scatter plot. Data yang menyebar di sekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian pula sebaliknya. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel independen. Ghozali (2009) memaparkan, model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidak adanya multikolinearitas, dalam model regresi dilakukan dengan nilai variance inflation factor (VIF) dan nilai tolerance yang dapat dilihat dari output SPSS. Model regresi dikatakan tidak terjadi multikolinearitas jika memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak melebihi angka 10 dan nilai tolerance yang mendekati 1. Menurut Ghozali (2009) beberapa cara yang dapat dilakukan apabila terdapat multikolinearitas adalah sebagai berikut. Dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang memiliki kolerasi tinggi dari model regresi dan identifikasi variabel independen lainnya untuk membantu prediksi Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data) Menambah data penelitian Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2009), uji heteroskedasitisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka hal tersebut disebut homoskedastisitas. Jika berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang bagus ialah jika terjadi homoksedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Sebagian besar data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang kecil, sedang, dan besar. Menurut Ghozali (2009), untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas maka dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut. Menggunakan Uji Glejser. Dasar pengambilan keputusan pada pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser ini ialah, jika nilai signifikansi >0,05 maka variabel independen dinyatakan bebas dari gejala heteroskedastisitas.
Melihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dengan analisis sebagai berikut.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola tertentu serta titik-titik menyebar dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan perioda t-1, (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik ialah yang bebas autokorelasi. Autokorelasi dapat terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering kali ditemukan pada data time series karena gangguan pada seorang individu atau kelompok yang cenderung memengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang sama pada perioda selanjutnya. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistic yaitu uji Durbin-Watson (DW test) menggunakan program SPSS. DW test sebagai bagian dari statistik non-parametik dapat digunakan untuk menguji korelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel log diantara variabel independen. Santoso (2010) mengungkapkan, dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut.
Bila angka DW terletak diantara -2 sampai +2, berarti menunjukkan tidak ada autokorelasi
Bila angka DW terletak di bawah -2 , berarti menunjujkkan adanya autokorelasi positif
Bila angka DW terletak diatas +2, berarti menunjukkan adanya autokorelasi negatif
Analisis Regresi Linear Berganda
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β11X11 +e ……………………………………………………………………………………………….(14)
Keterangan:
α: Konstanta
Y: Return Saham
X1: Current Ratio (CR)
X2: Total Asset Turn Over (TATO)
X3: Debt to Equity Ratio (DER)
X4: Return On Asset (ROA)
X5: Return On Equity (ROE)
X6: Earning Per Shares (EPS)
X7: Market to Book Value (MBV)
X8: Market to Book Value of Asset (MV/BVA)
X9: Market to Book Value of Equity (MV/BVE)
X10: Earning Per Share/Price
X11: Capital Expenditure to Book Value of Asset (CABVA)
Analsis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk memilih apa saja variabel independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Analisis sensitivitas ini menggunakan uji regresi berganda yang kemudian dipilih apa saja variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Setelah itu variabel yang signifikan tersebut diuji lagi dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel dependen (Santoso, 2010).
Uji Hipotesis
Ketepatan fungsi dari regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur menggunakan goodness of fit. Secara statistik, setidaknya hal ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai F statistik, dan nilai t statistik. Perhitungan statistik dikatakan signifikan secara statistik jika uji nilai statistik berada dalam daerah kiritis, yaitu daerah dimana H0 ditolak. Sebaliknya, perhitungan statistik tidak dikatakan signifikan apabila uji nilai statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2009). Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.
Ho1: Tidak terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha1: Terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.1: Current Ratio (CR) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham perusahaan pada Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.1: Current Ratio (CR) berpengaruh positif terhadap Return Saham perusahaan pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.2: Total Asset Turn Over (TATO) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.2: Total Asset Turn Over (TATO) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.3: Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh positif terhadap Return perusahaan pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.3: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.4: Return On Asset (ROA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.4: Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.5: Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.5: Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.6: Earning Per Shares (EPS) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.6: Earning Per Shares (EPS) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.7: Market to Book Value (MBV) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.7: Market to Book Value (MBV) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.8: Market to Book Value of Asset (MV/BVA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.8: Market to Book Value of Asset (MV/BVA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.9: Market to Book Value of Equity (MV/BVE) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.9: Market to Book Value of Equity (MV/BVE) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.10: Earning Per Share/Price tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.10: Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ho2.11: Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Ha2.11: Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
Uji F-Statistik
Uji F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara berrsama-sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009). Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap vriabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar pengambilan dari signifikansi adalah sebagari berikut (Sugiyono, 2010).
Apabila probailitas signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Apabila probabilitas signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1. Nilai R2 yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen juga sangat terbatas, nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variansi variabel dependen. Secara umum, koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variansi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data kurun waktu (time series) memiliki nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2009).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi terletak pada jumlah jumlah variabel yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen maka R2 akan meningkat walaupun variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga disarankan menggunakan nilai adjusted R2 (Santoso, 2010).
Uji t-statistik
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Sebaliknya jika tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient (Ghozali, 2011).
Uji r parsial
Uji r parsial ini digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai rparsial maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap dependen secara parsial. Pada uji ini dapat dilihat tingkat dominan dari suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen yang paling dominan adalah variabel yang memiliki nilai r parsial paling tinggi. Besarmya r parsial ini dapat dilihat pada nilai Beta standardized coefficient pada tabel coefficient dengan bantuan program SPSS (Ghozali, 2009).
Tahapan-tahapan Penelitian
Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
Merumuskan Masalah
Merumuskan hipotesis
Penyusunan Model
Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.
Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada.
Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan SPSS 20 for Windows.
Memproses data dengan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.
Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 20 for Windows.
Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%
Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1, untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.
Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2, untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.
Mengolah data dengan analisis sensitivitas dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Analisis sensitivitas dilakukan dengan analaisis regresi linear berganda pada variabel independen yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan disbandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.
Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

  1. ANALISIS & PEMBAHASAN
    Gambaran Umum dan Data Perusahaan
    Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 hingga tahun 2013 dan memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013 yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013 ada 8 perusahaan, yaitu antara lain: PT Darya Varia Laboratoria Tbk, PT Indofarma (Persero) Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Merck Tbk, PT Pyridam Farma Tbk, PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk, PT Tempo Scan Pasifik Tbk.
    Deskripsi Data
    Hasil analisis deskripsi data pada variabel dependen dan independen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Analisis Statitistik deskriptif variabel dependen dan independen

Analisis Variabel Dependen

Data analisis deskriptif return saham menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,4053 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,59617. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata return saham tiap tahun 8 perusahaan sebesar 0,4053 atau sebesar 50,53%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,59617 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata return saham adalah sebesar 0,59617 atau sebesar 59,62%. Nilai return saham tertinggi adalah sebesar 2,25 yang diperoleh oleh PT Kalbe Farma Tbk tahun 2009 sedangkan nilai return saham terkecil juga didapat oleh PT Kalbe Farma Tbk pada tahun 2012.
Analisis Variabel Independen
Rasio Lancar.
Data analisis deskriptif rasio lancar menunjukkan nilai rata-rata sebesar 3,46725 dengan nilai deviasi standar sebesar 1,445706. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasio lancar tiap tahun 8 perusahaan sebesar 3,46725 atau sebesar 346,725%, dan nilai deviasi standar sebesar 1,445706 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata rasio lancar adalah sebesar 1,445706 atau sebesar 144,571%. Nilai rata-rata rasio lancar sebesar 3,46725 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat likuiditas yang baik, karena mampu melunasi kewajiban lancarnya dengan nilai aset lancar yang dimiliki lebih besar 3,46725 kali dari kewajiban lancarnya. Nilai rasio lancar tertinggi adalah sebesar 7,52 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2011, sedangkan nilai rasio lancar terendah dengan nilai 1.27 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2013.
Rasio Utang terhadap Ekuitas
Data analisis deskriptif utang terhadap ekuitas menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,40800 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,213952. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata utang terhadap ekuitas tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 0,40800 atau sebesar 40,8%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,213952 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata utang terhadap ekuitas adalah sebesar 0,213952 atau sebesar 21,4%. Nilai rata-rata utang terhadap ekuitas sebesar 0,40800 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat total utang lebih besar 0,40800 dari total ekuitasnya. Nilai utang terhadap ekuitas terbesar adalah 1,19 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2013, sedangkan nilai terkecil adalah 0,18 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2011.
Total Perputaran Aset (TATO)
Data analisis deskriptif TATO menunjukkan nilai rata-rata sebesar 1,42975 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,315306. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata TATO tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 1,42975 atau sebesar 142,98%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,315306 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata TATO adalah sebesar 0,315306 atau sebesar 31,53%. Nilai rata-rata TATO sebesar 1,42975 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian mampu menghasilkan penjualan sebesar 1,42975 kali dari aset total perusahaan. Nilai TATO terbesar adalah 2,020 diperoleh oleh PT Kimia Farma Tbk pada tahun 2011 sedangkan nilai terkecil adalah 0,960 diperoleh oleh PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2010.
Return on Asset (ROA)
Data analisis deskriptif ROA menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,14878 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,116102. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata ROA tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 0,14878 atau sebesar 14,88%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,116102 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata ROA adalah sebesar 0,116102 atau sebesar 11,61%. Nilai rata-rata ROA sebesar 0,14878 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat pengembalian aset dari laba sebelum pajak adalah sebesar 0,14878 kali. Nilai ROA terbesar adalah 0,412 diperoleh oleh PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2009, sedangkan nilai terkecil adalah -0,42 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2013
Return on Equity (ROE)
Data analisis deskriptif ROE menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,20808 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,134338. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata ROE tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 0,20808 atau sebesar 20,81%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,134338 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata ROE adalah sebesar 0,134338 atau sebesar 13,43%. Nilai rata-rata ROE sebesar 0,20808 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat pengembalian ekuitas dari laba bersih adalah sebesar 0,20808 kali. Nilai ROE terbesar adalah 0,498 diperoleh oleh PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2009, sedangkan nilai terkecil adalah -0,092 diperoleh oleh PT Indofarma pada tahun 2013.
Earning Per Share (EPS)
Data analisis deskriptif EPS menunjukkan nilai rata-rata sebesar 919,929 dengan nilai deviasi standar sebesar 2419,942. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata EPS tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 919,929, dan nilai deviasi standar sebesar 2419,942 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata EPS adalah sebesar 2419,942. Nilai rata-rata EPS sebesar 919,929 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian mampu menghasilkan laba bersih sebesar 919,929 per lembar saham perusahaan yang beredar. Nilai EPS terbesar adalah 10319,582 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2011 sedangkan nilai terkecil adalah -17,495 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2013.
Market o Book Value (MBV)
Data analisis deskriptif MBV menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2,57895 dengan nilai deviasi standar sebesar 2,326016. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata MBV tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 2,57895, dan nilai deviasi standar sebesar 2,326016yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata MBV adalah sebesar 2,326016. Nilai rata-rata MBV sebesar 2,57895 menunjukkan bahwa harga saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian dinilai lebih tinggi 2,57895 kali dari nilai bukunya. Nilai MBV terbesar adalah 8,265 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2013 sedangkan nilai terkecil adalah 0,280 diperoleh oleh oleh PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2013.
Market to Book Value of Asset (MV/BVA)
Data analisis deskriptif MV/BVA menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2,183 dengan nilai deviasi standar sebesar 1,792067. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata MV/BVA tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 2,183, dan nilai deviasi standar sebesar 1,792067 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata MV/BVA adalah sebesar 1,792067. Nilai rata-rata MV/BVA sebesar 2,183 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel mampu menghasilkan prospek pertumbuhan berdasarkan aset sebesar 2,183. Nilai MV/BVA terbesar adalah 6,340 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2013 sedangkan nilai terkecil adalah 0,34 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2010.
Market to Book Value of Equity (MV/BVE)
Data analisis deskriptif MV/BVE menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2,57875 dengan nilai deviasi standar sebesar 2,326304. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata MV/BVE tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 2,57875, dan nilai deviasi standar sebesar sebesar 2,326304 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata MV/BVE adalah sebesar sebesar 2,326304. Nilai MV/BVE terbesar adalah 8,270 diperoleh oleh PT Merck Tbk pada tahun 2013 sedangkan nilai terkecil adalah 0,28 diperoleh oleh PT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk pada tahun 2013.
EPS/Price.
Data analisis deskriptif EPS/Price menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,05695 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,049362. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata EPS/Price tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 0,05695 atau sebesar 6,67%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,049362 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata EPS/Price adalah sebesar 0,049362 atau sebesar 4,94%. Nilai EPS/Price terbesar adalah 0,17 diperoleh oleh PT Kalbe Farma Tbk pada tahun 2012 sedangkan nilai terkecil adalah -0,114 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2013.
Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)
Data analisis deskriptif CAPBVA menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,02486 dengan nilai deviasi standar sebesar 0,045523. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata CAPBVA tiap tahun untuk 8 perusahaan sebesar 0,02486 atau sebesar 2,49%, dan nilai deviasi standar sebesar 0,045523 yang berarti besarnya penyimpangan nilai rata-rata CAPBVA adalah sebesar 0,045523 atau sebesar 4,55%. Nilai CAPBVA terbesar adalah 0,221 diperoleh oleh PT Indofarma Tbk pada tahun 2011 sedangkan nilai terkecil adalah -0,026 diperoleh oleh PT Pyridam Farma Tbk pada tahun 2009.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Sebelum Transformasi Data.

Dari hasil tabel uji normalitas Kolmogorov-Smirnov sebelum transformasi data didapatkan hasil yaitu hanya terdapat 2 variabel saja yang tidak normal yaitu variabel EPS dan CABVA karena memiliki nilai Asymp. Sig (2-tailed) di bawah 0,05. Sedangkan variabel yang lain normal karena memiliki nilai Asymp. Sig (2 tailed) di atas 0,05. Berdasarkan 2 variabel yang tidak normal tersebut, maka harus dilakukan transformasi data untuk membuat data menjadi normal.
Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas dapat dilhat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5 Hasil Uji Multikolinearitas

Dari hasil uji multikolinearitas dapat dilihat bahwa variabel-variabel independen terdapat lima varibael independen yang terjangkit multikol yaitu variabel rasio lancar, ROA, ROE, MBV, dan MV/BVA karena memiliki nilai VIF diatas 10 dan nilai tolerance menjauhi 1.
Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada hasil tabel coefficients setelah variabel dependen diganti dengan variabel yang telah ditransformasi menjadi absolut.
Tabel 6 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dari hasil tabel coeffiecients di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga variabel independen yang terjangkit heteroskedastisitas, karena memiliki nilai signifikansi (Sig) di bawah. Variabel independen yang terjangkit heteroskedastisitas antara lain: ROA, ROE, dan EPS/Price. Selain dengan cara melihat nilai signifikansi (Sig) pada tabel coefficients hasil uji heteroskedastisitas juga dapat dilihat pada hasil grafik scatterplot berikut ini.

Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas.
Pada gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa tidak semua data menyebar dan tidak membentuk pola sehingga dapaet disimpulkan bahwa variabel-variabel dalam penelitian ini ada yang terjangkit heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Hasil uji autokrelasi dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas.

Dari tabel hasil uji autokorelasi dapat dilihat bahwa hasil nilai D-W pada tabel diatas adalah sebesar 1,519 sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian ini tidak terjangkit autokorelasi karena nilai D-W masih mendekati +2.
Uji Asumsi Klasik Setelah Trasnformasi Data
Uji Normalitas.
Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Sesudah Transformasi Data.

Dari hasil tabel uji normalitas Kolmogorov-Smirnov sesudah transformasi data didapatkan hasil yaitu terdapat 2 variabel yang sebelumnya tidak normal menjadi normal yaitu variabel EPS dan CABVA, karena setelah melalui proses transformasi variabel-variabel tersebut memiliki nilai Asymp. Sig (2-tailed) di atas 0,05.
Uji Multikolinearitas
Tabel 9 Hasil Uji Multikolinearitas.

Dari hasil uji multikolinearitas dapat dilihat bahwa variabel-variabel independen terdapat enam varibael independen yang terjangkit multikol yaitu variabel rasio lancar,Total Perputaran Aset, ROA, ROE, MV/BVA, MV/BVE dan EPS karena memiliki nilai VIF diatas 10 dan nilai tolerance menjauhi 1. Maka untuk menghindari multikol, peneliti menghilangkan variabel-variabel tersebut, dan memperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 10, Hasil Akhir Uji Multikolinearitas.

Berdasarkan hasil uji pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF pada variabel independen di bawah 10, dan nilai tolerance mendekati 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel independen tersbut terbebas dari multikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas
Tabel 11 Hasil Uji Heteroskedastisitas.

Hasil uji uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada hasil tabel coefficients setelah variabel dependen diganti dengan variabel yang telah ditransformasi menjadi absolut.
Dari hasil tabel coeffiecients di atas dapat dilihat semua variabel independen memiliki nilai signifikansi (Sig) di atas 0,05 sehingga variabel dalam penelitian ini tidak terjangkit heteroskedastisitas. Selain dengan cara melihat nilai signifikansi (Sig) pada tabel coefficients hasil uji heteroskedastisitas juga dapat dilihat pada hasil grafik scatterplot berikut ini.

Gambar 3. Hasil Akhir Uji Heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Hasil uji autokrelasi akhir dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 12 Hasil Uji Autokorelasi akhir.

4.5 Analisis Regresi Berganda
Koefisien untuk menentukan model regresi berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Koefisien Model Regresi

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dibentuk model regresi yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
Y = 0,576 – 0,51 Rasio Lancar – 0,201 Rasio Utang terhadap Ekuitas + 0.236 TATO + 0,28 MBV + 1,126 EPS/P + 0,209 CABVA
Penjelasan terhadap persamaan regresi linier berganda tersebut adalah sebagai berikut.
Konstanta sebesar 0,576 menunjukkan bahwa jika tidak terdapat variabel independen (Rasio Lancar, Rasio Utang terhadap Ekuitas, TATO, MBV, EPS/P, CABVA) maka nilai return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia bernilai 0,576.
Koefisien regresi rasio lancar sebesar -0,051 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan rasio lancar maka akan menurunkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,051.
Koefisien regresi utang terhadap ekuitas sebesar -0,201 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan DER maka akan menurunkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,201.
Koefisien regresi total perputaran aset sebesar 0,236 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan total perputaran aset maka akan menaikkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0.236.
Koefisien regresi MBV sebesar 0,028 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan MBV maka akan menaikkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0.028.
Koefisien regresi EPS/P sebesar 1,126 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan EPS/P maka akan menaikkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 1,126.
Koefisien regresi CABVA sebesar 0,209 menunjukkan bahwa setiap penambahan nilai satu satuan CABVA maka akan menaikkan return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,209.
Pengujian Hipotesis
Hasil Uji Statistik F
Hasil dari uji statistik F dapat dilihat dari hasil tabel anova pada nilai sig, jika nilai sig pada tabel anova di bawa 0,05 maka dapat dikatakan variabel indepeden berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji statistik F pada penelitian ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 14. Hasil Uji Statistik F

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai sig menunjukkan angka sebesar 0,319, karena nilai sig di atas 0,05 maka variabel independen tidak berpengaruh signifikan secara simultan dan H01 diterima. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel rasio lancar, rasio Utang terhadap ekuitas, TATO, MBV, EPS/P, CABVA secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diterima, dan Ha1 ditolak.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Hasil dari uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 15. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2).

Hasil uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada nilai R Square jika variabel independen yang digunakan dalam penelitian tidak lebih dari dua variabel. Sedangkan bila variabel independen yang digunakan dalam penelitian lebih dari dua variabel, maka hasil uji koefisien determinasi (R2) dilihat dari Adjusted R Square. Pada penelitian ini menggunakan 6 variabel independen sehingga melihat dari Adjusted R Square. Hasil Adjusted R Square pada penelitian ini adalah sebesar 0,230 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini return saham tidak dapat dijelaskan oleh rasio lancar, rasio utang terhadap ekuitas, TATO, MBV, EPS/P, CABVA, sehingga nilai return saham pada penelitian ini dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
Hasil Uji Statistik t
Hasil uji statistik t dan signifikasinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 16. Hasil Uji T.

Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel coefficients yaitu pada nilai t dan siginifikansi (Sig), apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan nilai signifikansi digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen dan dependan signifikan atau tidak, bila nilai signifikansi di bawah 0,05 maka pengaruhnya signifikan. Hasil uji statistik pada masing-masing variabel adalh sebagai berikut.
Nilai t hitung pada variabel rasio lancar adalah sebesar -0,458, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel rasio lancar adalah 0,651. Jadi rasio lancar secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nilai t hitung pada variabel rasio utang terhadap ekuitas adalah sebesar -0,885, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel rasio utang terhadap ekuitas adalah 0,385. Jadi rasio utang terhadap ekuitas secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nilai t hitung pada variabel TATO adalah sebesar 1,113, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel TATO adalah 0,276. Jadi TATO secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nilai t hitung pada variabel MBV adalah sebesar 0,138, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel MBV adalah 0,891. Jadi MBV secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nilai t hitung pada variabel EPS/P adalah sebesar -0,340, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel EPS/P adalah 0,737. Jadi EPS/P secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nilai t hitung pada variabel CABVA adalah sebesar 0,445, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel adalah CABVA 0,660. Jadi CABVA secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Hasil Uji r Parsial
Hasil uji r parsial dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 17. Tabel Hasil Uji r parsial
Hasil uji r parsial dapa dilihat pada hasil tabel coefficients yaitu pada bagian standardized coeffient, berikut ini adalah analisis r parsial variabel independen terhadap variabel dependen.
Nilai r parsial variabel rasio lancar sebesar -0,194 atau sebesar -19,4%. Hal ini menunjukkan bahwa 19,4% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh rasio lancar. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara rasio lancar dengan return saham.
Nilai r parsial variabel rasio utang terhadap ekuitas sebesar -0,336 atau sebesar -33,6%. Hal ini menunjukkan bahwa 33,6% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh rasio utang terhadap ekuitas. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara rasio utang terhadap ekuitas dengan return saham.
Nilai r parsial variabel TATO sebesar 0,386 atau sebesar 38,6,%. Hal ini menunjukkan bahwa 38,6% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh TATO. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara TATO dengan return saham.
Nilai r parsial variabel MBV sebesar 0,031 atau sebesar 3,1,%. Hal ini menunjukkan bahwa 3,1% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh MBV. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara MBV dengan return saham.
Nilai r parsial variabel EPS/P sebesar -0,091 atau sebesar -9,1%. Hal ini menunjukkan bahwa 9,1% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh EPS/P. Nilai negatif menunjukkan pengaruh negatif antara EPS/P dengan return saham.
Nilai r parsial variabel CABVA sebesar 0,124 atau sebesar 12,4,%. Hal ini menunjukkan bahwa 12,4% dari return saham perusahaan sektor farmasi mampu dijelaskan oleh CABVA. Nilai positif menunjukkan pengaruh positif antara CABVA dengan return saham.
Implikasi Hasil Penelitian
Pada penelitian, peneliti ini ingin menguji 11 hipotesis yang terbagi dalam dua hipotesis besar yaitu pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), dan Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham, serta pengujian secara parsial dari masing-masing variabel independen yaitu Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), dan Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA).
Pada saat melakukan uji asumsi klasik terjadi dua masalah yaitu data tidak normal dan variabel independen yang terjangkit multikolinearitas, sehingga untuk mengatasi agar data dapat menjadi normal menggunakan log10 dan membuang variabel independen yang terkena multikol. Hal ini dilakukan agar data menjadi normal, serta unuk mengatasi multikolinearitas dilakukan dnegan mengeluarkan beberapa variabel independen yang memiliki nilai VIF diatas 10 yang paling besar. Jadi dalam penelitian ini yang semula terdiri dari 11 variabel independen menjadi hanya 6 variabel independen yaitu CR, DER, TATO, MBV, EPS/P, dan CABVA yang telah dimasukkan dalam model regresi.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa Ha1 ditolak dan H01 diterima karena variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh siginifikan secara simultan terhadap return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,045 atau sebesar 4,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini return saham tidak dapat dijelaskan oelh CR, DER, TATO, MBV, EPS/P, dan CABVA, sehingga nilai return saham pada penelitian ini dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
Untuk hipotesis dua yang meneliti pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial hasilnya adalah tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Pembahasan mengenai variabel-variabel yang secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut.
Variabel rasio lancar dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel rasio lancar adalah sebesar -0,458, nilai t hitung pada rasio lancar ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel rasio lancar adalah 0,651. Serta nilai r parsial variabel rasio lancar sebesar -0,194 atau sebesar -19,4%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel rasio lancar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh rasio lancar terhadap return saham negatif karena nilai r parsial variabel rasio lancar negatif yang berarti tidak menerima H02.1 dan menolak Ha2.1. Hasil ini tidak sama dengan penelitian terdahulu yang menyatakan rasio lancar berpengaruh positif terhadap return saham.
Variabel rasio utang terhadap ekuitas dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel rasio utang terhadap ekuitas adalah sebesar -0,885, nilai t hitung pada rasio utang terhadap ekuitas ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel utang terhadap ekuitas adalah 0,385. Serta nilai r parsial variabel rasio utang terhadap ekuitas sebesar -0,336 atau sebesar -33,6%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel utang terhadap ekuitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh utang terhadap ekuitas terhadap return saham negatif karena nilai r parsial variabel utang terhadap ekuitas negatif yang berarti tidak menerima H02.3 dan menolak Ha2.3. Hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan utang terhadap ekuitas berpengaruh negatif terhadap saham, karena hasil dalam penelitian ini utang terhadap ekuitas tidak berpengaruh negatif terhadap harga saham.
Variabel TATO dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel TATO adalah sebesar 1,113, nilai t hitung pada TATO ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel TATO adalah 0,276. Serta nilai r parsial variabel TATO sebesar 0,386 atau sebesar 38,6%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel TATO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh TATO terhadap return saham positif karena nilai r parsial variabel TATO positif yang berarti menerima H02.2 dan menolak Ha2.2. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan TATO berpengaruh positif terhadap return saham.
Variabel MBV dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel MBV adalah sebesar 0,138, nilai t hitung pada MBV ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel MBV adalah 0,891. Serta nilai r parsial variabel MBV sebesar 0,31 atau sebesar 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel MBV tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh MBV terhadap return saham positif karena nilai r parsial variabel MBV positif yang berarti menerima H02.7 dan menolak Ha2.7. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan MBV berpengaruh positif terhadap return saham.
Variabel EPS/P dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel EPS/P adalah sebesar -0,340, nilai t hitung pada EPS/P ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel EPS/P adalah 0,737. Serta nilai r parsial variabel EPS/P sebesar -0,091 atau sebesar -9,1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel EPS/P tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh EPS/P terhadap return saham negatif karena nilai r parsial variabel EPS/P negatif yang berarti tidak menerima H02.10 dan menolak Ha2.10. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan EPS/P tidak berpengaruh positif terhadap return saham.
Variabel CABVA dari hasil uji statistik t menghasilkan nilai t hitung pada variabel CABVA adalah sebesar 0,445, nilai t hitung pada CABVA ini lebih kecil dari t tabel, nilai t pada t tabel adalah 1,685, dan nilai signifikansi variabel CABVA adalah 0,660. Serta nilai r parsial variabel CABVA sebesar -0,124 atau sebesar 12,4%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel CABVA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansinya diatas 0,05, serta pengaruh CABVA terhadap return saham positif karena nilai r parsial variabel CABVA positif yang berarti tidak menerima H02.11 dan menolak Ha2.11. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan CABVA tidak berpengaruh positif terhadap return saham.

  1. PENUTUP
    Simpulan
    Penelitian ini memiliki dua tujuan, yang pertama adalah membuktikan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
    Kedua ialah membuktikan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara parsial terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.
    Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
    Hasil penelitian hipotesis satu (Ha1) yang menyatakan variabel-variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen ditolak karena variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh siginifikan secara simultan terhadap return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar sebesar 0,230, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini return saham tidak dapat dijelaskan oleh rasio lancar, rasio utang terhadap ekuitas, TATO, MBV, EPS/P, CABVA, sehingga nilai return saham pada penelitian ini dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi
    Hasil penelitian hipotesis dua (Ha1) yang menyatakan variabel-variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen ditolak karena variabel-variabel independen dalam penelitian ini tidak ada variabel-variabel independen yang berpengaruh siginifikan secara parsial terhadap return saham.
    Keterbatasan Penelitian
    Hanya menggunakan perusahaan sektor farmasi.
    Hanya menggunakan perusahaan sektor farmasi selama lima tahun sehingga terdapat data yang tidak normal.
    Saran
    Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbaiki penelitian ini dengn memperhatikan hal-hal berikut.
    Peneliti selanjutnya dapat menggunakan sektor industri lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selain perusahaan sektor farmasi.
    Peneliti selanjutnya dapat tetap menggunakan sektor farmasi, namun data laporan keuangan yang digunakan di atas dari lima tahun.
    Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menambah variabel-variabel independen atau mengganti beberapa variabel dengan variabel independen yang dinilai mampu mempredeksi return saham.
    DAFTAR PUSTAKA
    Abd’rachim, E.A. 2008. Manajemen Keuangan. Jakarta : PT. NERACA.
    Alfred, S, J. 2005. Pengaruh Risiko Sistematis (Beta) dan Likuiditas terhadap Return Saham Perusahaan. Skripsi. Program Sarjana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
    Alwi, Iskandar Z. 2003. Pasar Modal, Teori dan Aplikasi. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.
    Anastasia, Njo. 2003. Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham Properti di BEJ. Jurnal Akuntansi & Keuangan. Vol. 5, No. 2; Hal 123-132.
    Ang, R. 2010. Buku Pintar Modal. Edisi Ketujuh. Jakarta: Mediasoft Indonesia.
    Ang, R. 2010. Buku Pintar Modal. Edisi Ketujuh. Jakarta: Mediasoft Indonesia.
    Arista, Desy dan Astohar. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham (Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI periode tahun 2005-2009). Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan. Vol. 3, No. 1, Hal. 1–15.
    Badawi, Zaki. 2004. Intermediate Accounting, cet. 6. Yogyakarta: BPFE.
    Brigham, Eugene F., Gapenski, Louis C., dan Ehrnart, Michel C. 1999. Financial Management Theory and Practice. Orlando: The Dryden Press.
    Chairatanawan, Yongyoot. 2008. Predictive Power of Financial Ratios to Stock Return in Thailand. RU International Journal. Vol 2, No. 2, pp. 113-120.
    Chen, S.S., Ho, K.W., Lee, C.F., & Yeo, G.H.H. 2000. Investment Opportunity, Free Cash Flow and Market Reaction to International Joint Venture.Journal of Banking and Finance, Vol.24, pp.1747-1765.
    Corrado, Charles J. and Jordan, Bradford D. 2000. Fundamentals of Investment Analisis . Fourth Edition. Singapore: Mc Graw-Hill.
    Emamgholipour, Milad, Abbasali Pouraghajan, Naser Ail Yadollahzadeh Tabari, Milad Haghparast, dan Ali Akbar Alizadeh Shirsavar. 2013. The Effects of Performance Evaluation Market Ratios on the Stock Return: Evidence from the Tehran Stock Exchange. International Research Journal of Applied and Basic Sciences. Vol 4, No. 3, pp 696-703.
    Erlina. 2008. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Kedua. Medan: USU Press.
    Gaver, J. J., & Gaver, K. M. 1993. Additional Evidence on the Association between the Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividen, and Compensation Policies. Journal Of Accounting & Economics. Vol.16;125—16.
    Gill, Amarjit, Nahum Biger, dan Rajendra Tibrewala. 2010. Determinants of Dividend Payout Ratios: Evidence from United States. The Open Business Journal. Vol 3, pp. 8-14.
    Haghiri, Amir dan Soleyman Haghiri. 2012. The Investigation of Effective Factors on Stock Return with Emphasis on ROA and ROE Ratios in Tehran stock exchange (TSE). Journal of Basic and Applied Scientific Research. Vol. 2, No. 9, pp. 9097-9103.
    Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis atsa Laporan Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
    Hardiningsih, Pancawati., Suryanto.,Chariri, A, 2002, “Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Ekonomi terhadap Return Saham pada Perusahaan di Bursa Efek Jakarta: Studi Kasus Basic Industry & Chemical”, Jurnal Strategi Bisnis, Vol, 8, Des. Tahun VI.
    Hatta, Atika Jauharia dan Bambang Sugeng Dwiyanto. 2012. The Company Fundamental Factors and Systematic Risk in Increasing Stock Price. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura. Vol. 15, No. 2, pp. 245-256.
    Hermawan, Dedy Aji. 2012. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning per Share, dan Net Profit Margin Terhadap Return Saham. Management Analysis Journal. Vol. 1, No. 5, Hal. 1–7.
    Horne, James C. V. and Wachoviz Jr, John M. 1998. Fundamental of Financial Management. 8th ed, New Jersey: Prentice Hall Internationa.
    Husnan, Suad. 2002. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ketiga.Yogyakarta :AMP YKPN.
    IAI. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat,
    Ika. Farkhan. 2012. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Vol. 9, No.1, September 2012.
    Imran, Kashif. 2011. Determinants of Dividend Payout Policy: A Case of Pakistan Engineering Sector. The Romanian Economic Journal. Vol. 14, No. 1, pp. 47-59.
    Indriantoro, N. & Supomo, B. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPPE.
    Irawati, Susan. 2006. Manajemen Keuangan, Bandung : Pustaka.
    Jensen, M. C. & Meckling, W. H. 1976). The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial and Economics, Vol 3; 305-360.
    Jensen, Michael C & CW Smith Jr. 1984. The Modern Theory of Corporate Finance. McGrow-Hill. Inc., USA.
    Jogiyanto, H. M., 2003. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.
    Jogiyanto, H. M., 2008. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.
    Jogiyanto, H. M., 2009. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.
    Jogiyanto, H. M., 2010. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.
    John, S. Franklin dan K. Muthusamy. 2010. Leverage, Growth and Profitability as Determinants of Dividend Payout Ratio-Evidence from Indian Paper Industry. Asian Journal of Business Management Studies. Vol. 1, No. 1, pp. 26-30.
    Jones, Charles P. 2000. Investment: Analysis and Management, 7th edition, New York: John Willey and Sons. Inc.
    Kabajeh, Majed Abdel Majid, Said Mukhled Ahmed AL Nu’aimat, dan Firas Naim Dahmash. 2012. The Relationship between the ROA, ROE and ROI Ratios with Jordanian Insurance Public Companies Market Share Prices. International Journal of Humanities and Social Science. Vol.2, No.11, pp. 115-120.
    Kallapur, S., & Trombley, M. A. 1999. The Association Between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth. Journal of Bussiness Finance & Accounting, Vol 26 (3); 505-519.
    Kieso, Weygandt, Warfield. 2007. Intermediate Accounting, Twelfth Edition,Erlangga, Jakarta.
    Kurniadi, Rintistya. 2012. Penagruh CAR, NIM, LDR terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan Indonesia. Accounting Analysis Journal. Vol. 1, No. 1. ISSN 2252-6765.
    Limento, Andrew Dustin, dan Neneng Djuaeriah. 2013. The Determinant of The Stock Price in Indonesian Publicly Listed Transportatioan Industry. Journal of Business and Information. Pp. 776- 794.
    Limento, Andrew Dustin, dan Neneng Djuaeriah. 2013. The Determinant of The Stock Price in Indonesian Publicly Listed Transportatioan Industry. Journal of Business and Information. Pp. 776-794.
    Martani, Dwi, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka. 2009. The effect of financial ratios, firm size, and cash flow from operating activities in the interim report to the stock return. Chinese Business Review. Vol. 8, No. 4, pp. 44–55.
    Melewar, T. C. 2008. Facets of Corporate Identity, Communication and Reputation. New York: Routlege.
    Munawir, S. 2002. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.
    Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.
    Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.
    Myers, S. 1997. Determinants of Corporate Borrowing. Journal Financial Economics Vol. 16; 125—160.
    Natarsyah, Syahib, 2000, “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol.5, No. 3, Hal. 294-312.
    Nuryana, Ida. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, No. 2; 57-66. Pertama. Yogyakarta : BPFE.
    Olowoniyi dan Ojenike. 2012. Determinants of Stock Return of Nigerian-Listed Firms. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS). Vol. 3, No. 4, pp. 389-392.
    Penman, S.H.(1991). An Evaluation of Accounting Rate of Return. Journal of Accounting. Auditing and Finance.
    Prastowo, Dwi dan Rifka Julianty. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Yokyakarta: AMP YKPN.
    Putriani Dwi, Anthi. 2009. Analysis of The Effect of Investment Oppirtunity Set (IOS) On Return Stock Company Manufacturing Sector. Skripsi. Program Sarjana Universitas Gunadarma.
    Rasmin. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham. Skripsi. Program Strata 1 STIE Totalwin, Semarang. (tidak dipublikasikan).
    Restiyani, D. 2006. “Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya di BEJ Periode 2001-2004).” Skripsi Tidak Dipublikasikan , Universitas Diponegoro Semarang.
    Riyanto, Bambang. 2000. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE UGM.
    Ross, A Stephen. Westerfield, Randolph W. Jordan, Bradford D. 2003. Fundamentals of Corporate Finance. Sixth edition. New York: Mc Graw-Hill.
    Rusdin. 2006. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.
    Rusdin. 2008. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.
    Samsul. 2006. Pasar Modal & Manajemen Portofolio. Erlangga: Jakarta.
    Saqafi, Vahid dan Hamidreza Vakilifard. 2012. The Effect of Variables of The Fundamental Techniques on Return of The Stock in Tehran Stock Exchange. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 4, No. 3, pp. 808-813.
    Sari, Lusia Astra dan Yanthi Hutagaol. 2012. Debt to Equity Ratio, Degree of Operating Leverage Stock, Beta and Stock Returns of Food and Beverages Companies on Indonesian Stock Exchange. Journal of Applied Finance and Accounting. Vol. 2, No. 2, pp. 1–13.
    Scott, R. W. 2000. Financial Accounting Theory. 2nd Edition. Canada: Prentice Hall.
    Senduk, S. 2004. Mencari Penghasilan Tambahan. Jakarta: Alex Media Komputoindo.
    Sinkey, Joseph F. 1992. Commercial Bank Financial Management in Financial Services Industry. 3th edition, Macmillan Publishing Company. Englewood Cliffs, New York.
    Smith Jr. C. W., & Watts, R. L. 1992. The Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend an Compensation Policies. Journal of Financial Economics, Vol 32; 263—292.
    Soemarso SR. 2005, Akuntansi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rineka Citra.
    Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 5. AMPYKPN. Yogyakarta.
    Suad Husnan. 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio. Edisi kedua. AMPYKPN. Yogyakarta.
    Sugeng Mulyono. 2000. Pengaruh EPS dan Tingkat Bunga Terhadap Harga Saham. Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 1 No. 2, Universitas Brawijaya, Malang.
    Sugiarto, Agung. 2011. Analisa Pengaruh Beta, Size Perusahaan, DER, dan PBV Ratio Terhadap Return Saham. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 3, No. 1, Hal. 8-14.
    Sugiyono. 2010. Metoda Peneltian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
    Suharli. Michell. (2005). Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Memengaruhi Return Saham Pada Industri Food & Beverage di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol 7, No. 2; 99-16.
    Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. 2011. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio Solvabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan. Vol.3, No.1, Hal. 17–37.
    Sutrisno. 2007. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Ekonisia, Yogyakarta.
    Sutrisno. 2008. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Ekonisia, Yogyakarta.
    Tandelilin, E. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
    Thrisce, Risca Yuliana. 2013. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham BUMN Sektor Pertambangan. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. Vol 8. No. 2. Juli 2013.
    Ulupui, I.G.K.A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman) dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). AUDI Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No.1.
    Vogt, S.C. 1977. Cash Fllow and Capital Spending: Evidence from Capital Expenditure Announcement. Journal of Financial Management, pp 3-30.
    Wijaya, David. 2008. Pengaruh Rasio Modal Saham Terhadap Return Saham Perusahaan-Perusahaan Telekomunikasi Go Public di Indonesia Periode 2007. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.10, No.2, Hal. 136-152.
    Wolk, H. I., Tearney, M. G., and Dodd, J. L. 2001. Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach. Fifth edition, South-Western College Publishing.
    Yonatan. 2009. Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Aktivitas terhadap Return Saham Pada Perusahaan Rokok Yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Program Sarjana Universitas Ma Chung Malang.
    Yulianti, N. N. A., & Sujana, K. I. 2014. Pengaruh Financial Ratio, Firm Sixe, dan Cash Flow Operating terhadap Return Share Perusahaan F&B. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 7.3; Hal. 547-558.

ANALISIS PENGARUH VARIABEL FUNDAMENTAL TERHADAP HARGA SAHAM DI JAKARTA ISLAMIC INDEX TAHUN 2010 – 2013

MEGA DWI ARIANTI  & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Harga Saham penting diketahui oleh investor yang  agar dana yang investasikannya ke perusahaan melalui pasar bursa dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan. Untuk dapat memprediksi harga saham, terdapat dua variabel yang mempengaruhi yaitu variabel fundamental. Variabel fundamental bisa berasal dari kondisi global, industri dan kondisi perusahaan. Penelitian ini menggunakan variabel fundamental dari kondisi perusahaan yaitu rasio keuangan dalam laporan tahunan. Karena rasio tersebut menunjukkan kinerja perusahaan. Rasio tersebut adalah EPS, DER, ROE, CR.. Pada teori signaling, bahwa manajemen akan memberikan sinyal berupa informasi kepada publik sebagai upaya untuk meyakinkan investor bahwa perusahaan dalam kondisi baik sehingga harga saham perusahaanpun akan tinggi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh variable fundamental yaitu EPS, DER, ROE, dan CR, harga saham masa lalu dan volume perdagangan harga saham terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII). Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria yaitu perusahaan masuk menjadi anggota JII selama kurun waktu empat tahun berturut-turut yaitu2010-2013. Berdasarkan kriteria tersebut, maka terpilih sampel sebanyak delapan perusahaan. Tipe data penelitian ini adalah pooling, sehingga data yang digunakan adalah sebanyak 32 data, yaitu delapan perusahaan sampel dalam kurun waktu empat tahun. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel fundamental, yaitu EPS, DER, ROE, CR masing-masing tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Harga saham masa lalu berpengaruh secara signifikan, volume perdagangan harga saham tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Kata-kata Kunci : Variabel Fundamental, Jakarta Islamic Index (JII)

  1. PENDAHULUAN
  2. Latar Belakang

Pasar modal atau pasar financial menunjukkan pertemuan antara permintaan dan penawaran akan aktiva financial (financial asset) atau sering juga disebut sekuritas. Aktiva financial menunjukkan secarik kertas (surat) yang memunyai nilai pasar karena nilai tersebut menunjukkan klaim atas aktiva riil perusahaan (misalnya mesin, pabrik, bahan baku, barang dagang, bahkan termasuk merk dagang). Contoh aktiva financial adalah saham, obligasi, hutang bank, kewajiban sewa guna, dan sebagainya (Husnan: 1998:19)

Saham menunjukkan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pemilik saham suatu perusahaan, disebut sebagai pemegang saham, merupakan pemilik perusahaan (Suad Husnan:276:1998). Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat saham menarik untuk dijadikan produk investasi bagi investor. Selain itu, saham memberikan berbagai keuntungan seperti capital gain dan deviden. Sampai pada awal tahun 2012, volume perdagangan saham masih berada pada tingkat tertinggi dibanding produk lain. (www.idx.co.id)

Agar bisa berinvestasi pada saham, investor perlu mengetahui harga saham tersebut agar dapat memberikan imbal hasil yang optimal. Untuk mengetahui harga saham ada dua pendekatan yang sering dipakai, yaitu pendekatan fundamental (EPS, ROE,DER,CR)

Tujuan akhir dari analis adalah menentukan nilai yang beredar atas penghasilan perusahaan. Penghasilan perusahaan harus diproyeksikan, kemungkinan pembagian penghasilan itu ke sejumlah yang harus dipertimbangkan, dengan penaksiran probabilitas yang relevan. Analisis laporan keuangan dapat membantu para analis dalam memahami situasi terkini perusahaan, kemana arah perusahaan, apa faktor yang mempengaruhinya, serta bagaimana faktor tersebut mempengaruhinya. Bila orang lain melakukan analisis semacam itu dengan baik, akan sulit mendapatkan sekuritas yang mispriced. (Weston & Copeland:2010:252).

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Karena itu, Bursa Efek Indonesia mengembangkan indeks harga saham menjadi delapan indeks. Salah satu dari indeks tersebut adalah Jakarta Islamic Index (JII). Menurut Jogiyanto (106:2006), JII terdiri dari 30 saham yang dipilih sesuai dengan syariah Islam dengan nilai indeks sebesar 100. Pada awal peluncurannya, pemilihan saham yang masuk dalan kriteria syariah melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management, akan tetapi seiring perkembangan pasar, tugas pemilihan saham-saham tersebut dilakukan oleh Bapepam LK, bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dievaluasi setiap 6 bulan, yaitu setiap bulan Januari dan Juli atau berdasarkan periode yang ditetapkan oleh Bapepam LK.

Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal.

Kinerja saham JII terus berkembang pesat. Bahkan pada tahun 2008, saat terjadi krisis global tahun 2008, pertumbuhan saham JII masih lebih tinggi daripada indeks LQ 45 dan IHSG. Terlihat dari pertumbuhan indeks sebesar 63,4 persen yaitu dari 307,62 pada akhir 2007 menjadi 502,78 pada 10 Desember 2008. Sementara itu indeks LQ45 hanya mengalami kenaikan sebesar 58,77 persen dari 388,29 pada akhir Desember 2007 menjadi 616,47 pada 10 Desember 2008 dan IHSG naik sebesar 54,54 persen pada periode yang sama dari 1.805,52 menjadi 2.790,26 (antaranews.com)

JII bergerak naik terus mencapai puncaknya pada tahun 2008 dan pada saat krisis ekonomi global 2008 terjadi, Indeks JII sempat terseret turun dan sempat jatuh ke level terendahnya saat itu di level 166,917 di bulan September 2008. Setelah tumbang, saat ini indeks JII berangsur–angsur kembali menanjak sampai pada tanggal 30 Oktober 2009, indeks JII berada di posisi 383,665. (duniainvestasi.com)

Variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu antara lain adalah Variabel Earning per Share (EPS). Variabel Earning per Share (EPS) menunjukkan keuntungan per lembar saham atas investasi nilai saham yang diberikan oleh investor, sehingga investor dapat membuat keputusan berapa jumlah lembar saham yang sebaiknya mereka beli untuk dapat menghasilkan keuntungan yang lebih. Jadi informasi ini akan dipertimbangkan oleh investor dimanapun mereka berinvestasi.

Return On Equity (ROE) menunjukkan tingkat pengembalian ekuitas atas modal sendiri atau untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Sehingga rasio ini akan dipertimbangkan pula oleh investor karena semakin tinggi rasio ini artinya posisi pemilik perusahaan pun akan semakin kuat (Kasmir, 2011:204).

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang (Kasmir, 2011:158). Semakin besar utang yang diperoleh maka semakin besar pula biaya tetap keuangan yang harus ditambahkan pada biaya tetap operasi. Hal ini mempengaruhi tingkat laba bersih atau mempertinggi resiko, dengan resiko yang tinggi membuat turunnya nilai perusahaan yang seringkali diikuti dengan penurunan harga saham (Riyanto, 2001:331).

Harga saham masa lalu akan mencerminkan harga saham sekarang atau masa depan, karena memiliki pola yang cenderung berulang. Investor akan mempelajari tren harga saham yang terjadi pada perusahaan untuk dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi.

Current Ratio (CR) menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini penting karena kegagalan dalam membayar kewajibanya dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Fahmi, 2006: 59). Menurut Weston & Copeland (2010: 255), bila perusahaan memiliki tingkat likuiditas tinggi (tidak over likuid) maka perusahaan ini memiliki kemampuan untuk membayar segala kewajibannya dan juga memiliki ketersediaan dana yang cukup untuk operasional perusahaan, sehingga berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dan keuntungan.

  • Rumusan Masalah

Atas latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Apakah EPS mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013?
  2. Apakah ROE mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013?
  3. Apakah DER mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013?
  4.  Apakah CR mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013?
  5. Apakah Harga Saham Masalalu mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013?
  6. Tujuan Analisis
  7. Untuk mengetahui pengaruh variabel EPS terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013
  8. Untuk mengetahui pengaruh variabel ROE terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013
  9. Untuk mengetahui pengaruh variabel DER terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013
  10. Untuk mengetahui pengaruh variabel CR terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013
  11. Untuk mengetahui pengaruh variabel Harga Saham Masa Lalu terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013
  12. Manfaat Analisis
  13. Manfaat Teoritis

Analisis ini bertujuan untuk menguji keberlakuan Signalling Theory , pengujian kandungan informasi yang dimaksudkan untuk melihat reaksi pasar dari suatu pengumuman informasi EPS, ROE, DER, CR, dan Harga Saham Masa Lalu yang disajikan dalam laporan keuangan JII per 2010-2013. Menurut Sharpe (1997:211) pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa datang (good news), sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham.

Informasi yang digunakan untuk menguji teori tersebut adalah  EPS, ROE, DER, CR, , dan Harga Saham Masa Lalu. Informasi-informasi tersebut akan diartikan sebagai sinyal jika sudah sampai pada investor atau telah diketahui secara publik yang tercermin pada perubahan harga saham perusahaan.

  • Manfaat
    • Bagi Investor

Dapat mempertimbangkan dan mengetahui pengaruh variable-varabel fundamental terhadap harga saham sehingga investasi yang akan dilakukan dapat menghasilkan return yang diharapkan, dan tidak menggunakan salah satu pendekatan ( fundamental) saja.

  • Bagi Perusahaan

Dengan mengetahui pengaruh variable fundamental terhadap harga saham, maka perusahaan yang go publik dapat meningkatkan permforma dan kinerja manajemen agar mendapatkan kepercayaan dari inivestor.

2.  LANDASAN TEORI

1.         Pasar Modal Syariah

a.         Pengertian Pasar Modal Syariah

Menurut Huda (2008:46) pasar modal syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terbebas dari hal-hal yang dilarang seperti : riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Ruang lingkup kegiatan usaha emiten yang bertentangan dengan hukum syariah islam adalah :

  1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi/ perdagangan yang dilarang
  2. Usaha lembaga jeuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram
  4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat

Sejumlah instrument syariah di pasar modal sudah sudah diperkenankan kepada masyarakat, misalnya saham syariah, obligasi syariah, dan dana reksa syariah. Banyak kalangan yang meragukan manfaat diluncurkannya pasar modal syariah ini, ada yang mencemaskan nantinya aka nada dikotomi dengan pasar modal yang ada. Akan tetapi Bepepam LK menjamin tiak akan ada tumpang tindih kebijakan yang mengatur, justru dengan diluncurkannya pasar modal syariah ini, akan membuka ceruk baru di lantai bursa.                               

b.         Jakarta Islamic Index (JII)   

Untuk menyediakan dan  membuat tolok ukur atas perdagangan saham yang berbasis syariah, maka pada tanggal 3 Juli 2000, PT Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam yaitu Jakarta Islamic Index (JII).

Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal.

Huda dan Nasution (2007:55) mengemukakan bahwa kriteria saham-saham emiten yang menjadi komponen dari JII adalah :

  1. Memiliki kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip hokum syariah dan sudah teratat lebih dari tiga bulan (kecuali bila masuk dalam saham berkapitalisasi besar)
  2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan/ tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal 90%
  3. Memilih 60 saham dari susunan diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization terbesar selama satu tahun terakhir)
  4. Memilih 30 saham dengan urutan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan saham selama 1 tahun terakhir

Menurut Jogiyanto (106:2006), JII terdiri dari 30 saham yang dipilih sesuai dengan syariah Islam dengan nilai indeks sebesar 100. Pada awal peluncurannya, pemilihan saham yang masuk dalan kriteria syariah melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management, akan tetapi seiring perkembangan pasar, tugas pemilihan saham-saham tersebut dilakukan oleh Bapepam LK, bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dievaluasi setiap 6 bulan, yaitu setiap bulan Januari dan Juli atau berdasarkan periode yang ditetapkan oleh Bapepam LK.

2.         Saham

a.         Pengertian dan Manfaat Kepemilikan Saham

Saham menunjukkan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pemilik saham suatu perusahaan, disebut sebagai pemegang saham, merupakan pemilik perusahaan (Suad Husnan:276:1998)

Investor yang melakukan pembelian saham, otomatis akan memiliki haka kepemilikan di dalam perusahaan yang menerbitkannya. Banyak sedikitnya jumlah saham yang dibeli akan menentukan persentase kepemilikan dari investor tersebut. Menurut Pandji Panoraga dan Piji Pakarti (2006:60), Secara umum, ada dua manfaat yang bisa diperoleh bagi pembeli saham, yaitu manfaat ekonomis dan non ekonomis. Manfaat ekonomis meliputi perolehan deviden dan capital gain. Deviden merupakan sebagian perusahaan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham, sedangkan capital gain adalah keuntungan yang diperoleh investor dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan nilai beli yang lebih rendah.

Manfaat non ekonomis yang bisa diperoleh oleh pemegang saham adalah kepemilikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menentukan jalannya perusahaan.

b.         Penilaian Harga Saham

Untuk dapat berinvestasi pada saham, maka seorang investor perlu mengetahui harga saham terlebih dahulu. Harga saham adalah nilai dan penyertaan atau kepemilikan seseorang dalam suatu perusahaan. Harga saham dapat dikatakan sebagai indikator keberhasilan pengelola perusahaan, dimana kekuatan pasar ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan saham perusahaam di pasar modal (Darmadji dan Fakhrudin, 2001).

Tinggi rendahnya harga saham merupakan penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah kondisi (performance) dari perusahaan emiten maupun faktor penawaran dan permintaan saham serta kemampuan dalam menganalisa efek. Terjadinya transaksi perdagangan saham tersebut didasarkan pada hasil pengamatan para investor terhadap prestasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Tujuan utama sebagian perusahaan adalah bagaimana memaksimalkan nilai pasar atas harga saham perusahaan.

Menurut Yuliati, dkk (1996:130), ada dua macam pendekatan yang sering digunakan dalam analisis sekuritas. Kedua pendekatan tersebut adalah analisis fundamental dan analisis teknikal.

  1. Analisis fundamental

Nilai intrinsik suatu sekuritas ditentukan oleh faktor-faktor fundamental yang memengaruhinya. Faktor-faktor fundamental tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan (emiten), industry maupun keadaan perekonomian secara makro. Analis (fundamentalis) akan membandingkan nilai intrinsik suatu sekuritas dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar sekuritas sudah benar-benar mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum. Nilai intrinsik adalah suatu estimasi “sebenarnya” yang didasarkan atas dasar resiko dan pengembalian yang akurat (Hanafi, 2004:27). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka akan ditentukan strategi investasi.

Analisis fundamental akan bergerak dari keadaan yang umum ke keadaan yang lebih spesifik. Analisis akan dimulai dengan memahami siklus usaha secara umum (perekonomian), industry dan akhirnya mengevaluasi kinerja emiten (perusahaan) dan sekuritas yang diterbitkannya.

Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011, 149), analisis fundamental merupakan analisis yang yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Berbagai data atau indicator yang umum digunakan anatara lain pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil, pengembalian atas ekuitas, margin laba dan data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi perusahaan.

  • Signalling Theory

Manajemen sebagai pihak  yang mengelola perusahaan akan lebih tahu mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan investor. Hal ini dikarenakan investor tidak ikut terjun langsung dalam operasional perusahaan dan hanya mempercayakan sejumlah dananya kepada pihak manajemen untuk dapat dikelola dengan baik. Kurangnya intensitas investor dalam memantau kondisi perusahaan secara detail, mengakibatkan mereka mempunyai informasi yang terbatas. Sehingga, muncullah assimetry informasiatau ketidaksamaan informasi yang dipunyai antara pihak manajeen perusahaan dengan investor. Menurut Hanafi (2010:315) teori asymmetry information mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dari pihak luar.

Bagaimanapun juga, informasi  merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Begitu pula dengan manajemen yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan bagi para pemegang saham. Mempublikasikan informasi menjadi salah satu cara yang dapat meyakinkan para pemilik perusahaan bahwa perusahaan telah dijalankan dengan baik.

Menurut Sharpe (1997:211) pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa datang (good news), sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham.  Inilah yang disebut dengan Signalling Theory. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikannya kepada investor dengan memberikan signal yang lebih terpercaya (Hanafi:2010:316)

Implikasi dari assimetry informasi  dan signaling adalah manajer akan termotivasi untuk menyampaikan informasi yang baik mengenai perusahaannya ke publik secepat mungkin. Namun pihak luar perusahaan tidak tahu kebenaran dari informasi yang disampaikan tersebut. Jika manajer dapat memberikan sinyal yang meyakinkan, maka publik akan terkesan dan hal ini akan terefleksi pada harga sekuritas (Raharjaputra:2009:14)

Salah satu media yang dapat digunakan oleh pihak manajemen sebagai sarana penyampaian  informasi atau sinyal tersebut adalah Laporan Tahunan.  Laporan tahunan (annual report) adalah senuah laporan yang diterbitkan oleh perusahaan bagi para pemegang sahamnya. Laporan ini memuat laporankeuangan dasar dan analisis manajemen atas operasi tahun lalu dan prospek masa depan (Houston:2010:85). Melalui laporan tahunan, informasi baik berupa data keuangan maupun nonkeuangan dapat diungkapkan sehingga memberikan good  news bagi pemilik ataupun calon investor baru. Namun, laporan tersebut hendaknya disampaikan secara transparan dan relevan.

Dalam laporan tahunan terdapat pula laporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaa yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Sinyal positif akan dihasilkan selama mencerminkan peningkatan harga saham perusahaan atau meningkatkan nilai perusahaan.

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input (informasi) yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan, mulai dari investor atau calon investor, pihak pemberi dana, sampai pada manajemen perusahaan itu sendiri (Hanafi:2004:27). Sehingga laporan keuangan tahunan akan memberikan sinyal kepada investor ketika laporan tersebut diinformasikan atau dipublikasikan kepada publik, dan informasi tersebut diterima oleh publik. Namun investor yang cerdas tidak akan hanya menggunakan laporan yang dipublikasikan oleh perusahaan saja, tapi juga menggunakan informasi yang tersedia dipasar. Dalam hal ini faktor teknikal juga merupakan informasi yang akan menjadi dasar keputusan investor.

  • Earning per Share (EPS)

Pengukuran laba bersih yang diperoleh atas tiap lembar saham biasa. Rasio ini dihitung dengan membagi jlah keuntungan yang tersedia untuk pemegang saham dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar(Munawir:2007:96). Pengukuran laba bersih yang diperoleh pada dasar per lembar saham memberikan sudut pandang yang bermanfaat untuk menentukan profitabilitas perusahaan. Menurut Irfan Fahmi (2006:59), rasio profitabilitas merupakan keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Investor potensial akan mengamati dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, karena mereka mengharap deviden dan harga pasar dari sahamnya.

Rumus penghitungan rasio ini adalah :

Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa

Jumlah saham yang beredar

Rasio ini biasanya dicatumkan di bawah laba bersih. Dengan mengetahui nilai EPS, maka investor dapat memutuskan berapa jumlah lembar saham yang mereka investasikan sehingga pada masa datang akan memberikan  imbal hasil sesuai yang diharapkan. Selain itu, EPS yang dinilai tinggi oleh investor akan meningkatkan harga saham perusahaan.

  • Debt to Equity Ratio (DER)

DER adalah salah  satu ukuran rasio solvabilitas perusahaan. Menurut Jogiyanto (2006:59) solvabilitas perusahaan menunjukkan bagaimana perusahaan mampu untuk mengelola hutangnya dalam rangka memperoleh keuntungan dan juga mampu untuk mengelola dan melunasi kembali hutangnya. DER menunjukkan presentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman.

Riyanto (2001:331) menyatakan bahwa semakin besar hutang yang diperoleh maka semakin besar pula biaya tetap keuangan yang harus ditambahkan pada biaya tetap operasi. Hal ini mempengaruhi tingkat laba bersih atau mempertinggi resiko. Dengan resiko yang tinggi, membuat turunnya nilai perusahanan yang seringkali diikuti dengan penurunan harga saham. Setiap investor tentu tidak akan mau, jika dana yang ditanamkan pada perusahaan, bukan digunakan sebagai alat untuk mempertinggi keuntungan yang nantinya memberikan imbal hasil, tetapi digunakan hanya sebagai jaminan atas hutang perusahaan.

Rasio ini dihitung dengan cara:

Total Hutang

Total Ekuitas

Jika perusahaan tidak mampu untuk melunasi hutangnya atau dalam keadaan pailit, rasio ini akan memberikan gambaran berapa besar dana pemegang saham yang akan digunakan untuk melunasi hutang tersebut. Tentu saja investor tidak akan mau hal ini terjadi. Sehingga rasio ini akan menjadi salah satu pertimbangan dalam berinvestasi.

  • Return On Equity (ROE)

ROE akan merupakan salah satu rasio profitabilitas perusahaan yang menunjukkan tingkat pengembalian ekuitas atas modal sendiri atau untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Sehingga rasio ini akan dipertimbangkan pula oleh investor karena semakin tinggi rasio ini artinya posisi pemilik perusahaan pun akan semakin kuat (Kasmir: 20011:204)

Rasio ini dihitung dengan:

Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa

Total Ekuitas

Dengan mengetahui besarnya ROE, investor akan mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba untuk para pemegang saham atau investor tersebut. ROE yang bernilai tinggi, mengartikan bahwa laba yang tersedia bagi para pemegang saham pun akan tinggi. Sehingga harga saham perusahaan pun akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan, pemegang saham akan berfikir bahwa, keuntungan yang tinggi bila dibanding dengan ekuitas, akan berimbas atau berbanding lurus pada laba persaham yang mereka tanamkan pada perusahaan. Dana yang mereka investasikan akan memberikan hasil yang positif. Dari sisi perusahaan, semakin banyak investor yang ingin membeli sahamnya, dikarenakan  nilai ROE yang tinggi, maka harga saham perusahaanpun akan tinggi. Hal ini sesuai dengan teori permintaan pada umumnya, yaitu ketika permintaan naik, maka dipastikan harga akan naik.

  • Current Ratio (CR)

Rasio ini  termasuk dalam rasio likuiditas perusahaan. Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini penting kegagalan dalam membayar kewajiban perusahaan dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Fahmi:2006:16). Rasio likuiditas dengan menggunakan ukuran current ratio atau rasio lancar (CR) dihitung dengan melihat aktiva lancar perusahaan relative terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan). Meskipun rasio ini tidak berbicara masalah solvabilitas (kewajiban jangka panjang), dan biasaya relative tidak penting disbanding dengan rasio solvabilitas, tetapi rasio likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan memengaruhi solvabilitas peruasahaan.

Rasio ini dihitung dengan cara :

Aktiva Lancar

Hutang Lancar

Rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standart yang pasti untuk penentuan rasio lancar yng seharusnya (Halim:2009:77). Rasio yang rendah menunjukkan resiko likuiditas yang tinggi , sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap.

  • Harga Saham

Anoraga dan Pakarti  (2006:59), harga saham (market price) merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga paling yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari dari suatu saham  pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price). Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC (Over the counter market). Transaksi disini sudah tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin emisi. Harga pasar ini merupakan harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain, dan disebut dengan harga pasar sekunder. Harga pasar inilah yang  menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat-surat kabar atau media-media lainnya.

Harga saham di bursa ditentukan oleh pasar, yang berarti harga saham tergantung dari permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran atas saham akan berubah setiap harinya, maka harga saham pun akan mengikuti pola perubahan tersebut.

B.        Pengembangan Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari kajian pustaka. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.(PPKI, 2010:17). Pengembangan hipotesis dalam penelitian ini antara lain :

  1. Pengaruh Earning per Share (EPS) Terhadap Harga Saham

Tujuan pihak manajemen selaku pengelola perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan atau kemakmuran para pemegang saham atau investor yang akan menanamkan dananya. Kemakmuran pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang dimilikinya meningkat, dan salah satu factor yang menentukan harga saham tersebut adalah laba per saham atau earning per share (Sartono:2010:8). Dengan menyampaikan besarnya EPS, diharapkan para pemegang saham dapat mempercayai dan meyakinkan pemegang saham bahwa pihak manajemen telah memberikan keuntungan atau imbali balik atas tiap lembar saham yang mereka tanam dalam perusahaan. Selain, itu dapat pula menarik calon investor agar menginvestasikan dana pada perusahaan. EPS yang bernilai tinggi akan diinterpretasikan sebagai sinyal positif oleh pemegang saham dan investor.

Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:139), EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham. Sehingga apabila EPS bernilai tinggi, maka keuntungan per lembar sahampun juga tinggi dan akan mempertinggi ketertarikan investor.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah :

H1 = EPS mempunyai pengaruh terhadap harga saham persahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013

  • Pengaruh Debt to Equty Ratio (DER) Terhadap Harga Saham

Signalling Theory adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham & Houston:2006:40). Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang.

Bagi pihak manajemen, penginformasian tentang besarnya rasio ini penting disampaikan kepada pemegang saham agar pemegang saham sekaligus pemilik mengetahui jumlah sumber pendanaan dan perbandingan kewajiban dengan jumlah dana yang mereka berikan. Karena bagaimanapun juga pemilik mempunyai hak untuk mengontrol segala kebijakan yang berhubungan dengan keberlangsungan perusahaan.

Terlalu tingginya DER akan diartikan sebagai sinyal negative (bad news) bagi pemegang saham, karena jumlah hutang yang digunakan oleh perusahaan juga tinggi. Apabila jumlah hutang terlalu tinggi, maka resiko yang didapat oleh pemegang saham pun juga tinggi. Dana dari pemegang saham akan digunakan sebagai jaminan atas pelunasan pembayaran tersebut. Pemegang saham tidak akan mau apabila dananya bukan digunakan alat mempertinggi keuntungan tetapi hanya digunakan sebagai jaminan atas hutang tersebut.

Menurut Riyanto (2001:331), semakin besar utang yang diperoleh maka semakin besar pula biaya tetap keuangan yang harus ditambahkan pada biaya tetap operasi. Hal ini mempengaruhi tingkat laba bersih atau mempertinggi resiko. Dengan resiko yang tinggi membuat turunnya nilai perusahaan yang seringkali diikuti dengan penurunan harga saham (Royanto:2001:375)

Maka hipotesis selanjutnya dari penelitian ini adalah :

H2 = DER mempunyai pengaruh terhadap harga saham persahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013

  • Pengaruh Return on Equity (ROE) Terhadap Harga Saham

Signalling Theory membuat para manajemen mengungkapkan sebanyak mungkin informasi yang dapat memberikan sinyal positif kepada para investor. Khususnya informasi yang berhubungan dengan kesejahteraan pemilik. ROE merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ada yang menyebut sebagai rentablitas modal sendiri. Para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas uang mereka, dan rasio ini menunjukkan seberapa baik mereka telah melakukan hal tersebut dilihat dari kacamata akuntansi (Brigham & Houston:2009:110). Semakin tinggi ROE makasemakin tinggi pula harga saham, Hal ini dikarenakan minat investor yang tinggi untuk berinvestasi Sutrisno (2006: 267). Dengan menyampaikan besarnya rasio ini, maka diharapkan akan menciptakan sinyal positif (good news) bagi para pemegang saham atau investor. Maka hipotesis yang kedua dari penelitian ini adalah :

H3 = ROE mempunyai pengaruh terhadap harga saham persahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di BEI tahun 2010 -2013

  • Pengaruh Current Ratio (CR)  Terhadap Harga Saham

Manajemen akan memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada pihak luar selama mereka yakin bahwa itu merupakan cara untuk memberikan sinyal perusahaan telah dijalankan dengan baik. Pentingnya rasio yang menunjukkan ke-likuid-an perusahaan membuat bursa efek Indonesia meniptakan inde baru yaitu LQ-45. LQ-45 beranggotakan perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi. Dengan mengikutsertakan rasio ini dalam penelitian, maka diharapkan akan lebih memberikan gambaran tentang apa saja faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan yang terdaftar dalam JII. Sehingga dapat bersaing dengan indeks lainnya sehingga investor juga tertarik untuk melakukan investasi di JII.

Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban lancar, dimana menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek. Menurut Weston & Copeland (2010:255), bila perusahaan memiliki tingkat likuiditas tinggi (tidak over likuid) maka perusahaan ini memiliki kemampuan untuk membayar segala kewajibannya dan juga memiliki ketersediaan dana yang cukup untuk operasional perusahaan, sehingga berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dan keuntungan. CR menunjukkan tingkat kemanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, jika CR mengalami kenaikan, maka harga saham juga naik (Helfert:1997:95)

Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis yang ke-empat adalah :

H4 = CR mempunyai pengaruh terhadap harga saham persahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013

  • Pengaruh Harga Saham Masa Lalu Tehadap Harga Saham

Assimetry Informasi membuat investor menebak-nebak bagaimana kondisi dan prospek perusahaan yang sesungguhnya. Jika hanya mengandalkan laporan tahunan sebagai sarana penyampaian informasi, maka dikhawatirkan informasi yang disampaikan kurang dapat diinterpretasikan secara maksimal oleh investor. Sehingga pengetahuan tentang pasar juga diperlukan, khususnya untuk keputusan investasi calon investor baru.

Harga saham masa lalu merupakan harga saham penutupan perusahaan pada periode sebelumnya. Para analis teknikal percaya bahwa harga saham masa lalu mempunyai pola yang selalu berulang sehingga akan mempengaruhi harga saham perusahaan dimasa mendatang. Pola pergerakan saham tersebutlah yang akan dipelajari oleh investor sehingga dapat mendukung informasi lain yang ada pada laporan keuangan.

H5 = Harga saham masa lalu mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013

  • METODE PENELITIAN

A.        JENIS PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanasi, yaitu jenis penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis. Pengujian yang dimaksud adalah pengujian pengaruh antar variabel yang dihipotesiskan, yaitu variabel EPS (X1), DER (X2), ROE (X3), CR (X4), Harga Saham Masa Lalu (X5) sebagai variabel dependen, terhadap Harga Saham (Y) sebagai variabel independen

Hubungan antar variable tersebut digambarkan sebagai berikut :

EPS  

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

DER  
ROE  
Harga saham masa lalu  
Harga Saham  

B.        Definisi Variabel

1.         Variable Bebas (X)

Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau menjadi sebab-sebab perubahan atau timbulnya varabel terikat. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel yang diduga memiliki pengaruh terhadap variable terikat, yaitu :

  1. Earning per Share (EPS)
Laba Bersih Jumlah saham beredar    

EPS menggambarkan jumlah laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku yang dihasilkan untuk setiap lembar saham. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah saham biasa yang beredar selama setahun (Darmadji dan Fakhrudin:2011:154). Rumus perhitungannya adalah :

  • Debt to Equity Ratio (DER )

Rasio ini mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri (Darmadji dan Fakhrudin:2011:158). Jadi, merupakan perbandingan antara hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya .
Rasio ini dapat dihitung denga rumus yaitu :

Total Hutang
Ekuitas Pemegang Saham    
  • Return on Equity (ROE)

ROE mengukur kemampuan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham (Sartono:1997:11). Rumus penghitungannya:

Total Hutang Total Ekuitas    
  • Current Ratio (CR)

Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur  kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir:2010:111)

Aktiva lancar Hutang lancar  

Rumus :

  • Harga Saham Masa Lalu

Anoraga dan Pakarti  (2001:59) menyatakan bahwa harga saham (market price) merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari dari suatu saham  pada pasar yang sedang berlangsung, atau jika pasar sudah ditutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price).

Pada penelitian ini harga saham masa lalu yang digunakan adalah harga saham penutupan pada saat laporan keuangan dipublikasikan. Karena menurut teori signalling, informasi pada saat publikasi laporan keuangan adalah informasi yang nantinya memberikan sinyal kepada publik tentang kinerja dan keadaan perusahaan yang nantinya akan berpengaruh pada prospek kedepan perusahaan Sharpe (1997:211). Investor akan memanfaatkan informasi yang dipublikasikan secara sengaja oleh pihak manajemen berupa laporan keuangan dan informasi yang ada dipasar seperti harga saham masa lalu untuk mendukung rencana investasinya.

2.         Variable Terikat (Y)

a.         Harga Saham

Harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan atau harga yang terbentuk saat pasar ditutup. Harga sahamyang dipakai yaitu harga saham penutupan  tujuh hari setelah laporan keuangan tahun 2010-2013 dipublikasikan..

C.        Jabaran Variabel

Berikut jabaran variabel analisis yang digunakan :

Tabel 1.  Jabaran Variabel analisis

VariabelIndikatorSumber Data
EPSLaba Bersih   Jumlah saham beredarICMD 2010-2013
DERTotal Hutang
Ekuitas Pemegang Saham
ICMD 2010-2013
ROETotal Hutang Total EkuitasICMD 2010-2013
CRAktiva lancar Hutang lancarICMD 2010-2013
Harga Saham Masa LaluHarga penutupan pada saat laporan keuangan dipublikasikanDuniainvestasi.com
Harga SahamHarga penutupan tujuh hari setelah laporan keuangan dipublikasikanDuniainvestasi.com

D.        Populasi dan sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam JII tahun 2010-2013. Diketahui jumlah populasi atau perusahaan yang masuk dalam JII pada tahun tersebut  adalah sejumlah 69 perusahaan.

Sedangkan pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sample dengan kriteria tertentu. Metode ini diharapkan representative dengan populasi. Kriteria sampel yang dapat dipilih sebagai berikut:

  1. Perusahaan yang sahamnya terdaftar dalam JII selama periode 2010-2013
  2. Perusahaan yang selalu konsisten terdaftar dalam JII dan melakukan perdagangan saham selama tahun      2010-2013

Berdasarkan kriteria diatas, maka sebanyak 8 perusahaan terpilih sebagai sampel analisis

Table 2. Pemilihan sampel

NoKeteranganJumlah
1Perusahaan yang terdatar dalam index JII selama periode 2010-2013  69
2Perusahaan yang tidak konsisten terdaftar dalam JII dan melakukan perdagangan saham selama tahun 2010-2013(61)
3Jumlah sampel penelitian8

Sumber data : JSX Monthly statistics tahun 2010-2013       (data diolah)

Setelah melalui proses pemilihan sampel tersebut, maka terpilihlah 8 perusahaan yang akan dijadikan sampel penelitian. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Data Sampel Perusahaan    

NoNama PerusahaanKode
1Aneka Tambang (Persero) TbkANTM
2Bumi Resources TbkBUMI
3International Nickel Ind TbkINCO
4Indocemen Tunggal Prakasa TbkINTP
5Kalbe Farma TbkKLBF
6Tambang Batubara Bukit Asam TbkPTBA
7Telekomunikasi  Indonesia TbkTLKM
8Unilever Indonesia TbkUNVR

Sumber data: JSX Monthly statistics tahun 2010-2013        (data diolah)

D.      Jenis, Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data      

1.       Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data documenter. Menurut Indriantoro dan Supomo (2009:145) jenis data documenter yaitu jenis data penelitian yang antara lain berupa faktur, jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan program. Data dokumenter memuat arsip mengenai apa, kapan suatu kejadian dan siapa  yang terlibat dalam kejadian tersebut.

  • Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini merpakan sumber data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara berupa data dan laporan keuangan yang berasal dari :

  1. ICMD tahun2010-2013  
  2. ICMD tahun 2006-2009
  3. Website Masing-Masing Perusahaan
  4. Jsx Monthly Statistic (www.jsx.co.id) tahun 2010-2013
  5. Duniainvestasi.com
  6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu dengan mencari data  mengenai hal-hal atau variabel yang berupa jurnal, buku, dan laporan keuangan perusahaan.

  • Analisi
  • Analisis Deskriptif

Menurut Indriantoro dan Supomo (2009:170) statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diintrepretasikan. Tabulasi menyajikan pengaturan dan penyusunan data. Statistic deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian. Ukuran yang digunakan antara lain berupa frekuensi, tendensi sentral (rata-rata, median, modus), dan disperse data.

  • Regresi Linear Berganda

Tujuan penggunaan analisis regresi linear berganda adalah untuk menguji pengaruh dari dua atau lebih variable bebas terhadap variable terikat, yang diketahui melalui persamaan regresinya. Untuk dapat menghasilkan model persamaan regresi yang bebas dari kesalahan bias, maka analisis ini dimulai dengan Uji asumsi klasik.

  • Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mengetahui apakah model regresi layak dipakai atas variable-variabel yang digunakan dalam penelitian. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai uji asumsi klasik, yaitu sebagai berikut :

  1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regressi, variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyaidistribusi normal taukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui normalitas data, dapat dilihat dengan penggunaan grafik.

Pemeriksaan normalitas dalam output SPSS dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu distribusi histogram, normal PP plot of Regression Standardized Residual, dan pengujian hipotesis Residual melalui uji Kolmogorov Smirnov atau Shapiro Wilks. Menurut Yamin dkk, (2011: 10) suatu data mengikuti distribusi normal jika memiliki bentuk histogram, seperti bel dengan pencaran distribusi data yang seimbang di sekitar pusat data dan jika pencaran data dalam Normal PP Plot of Regression Standardized Residual berpencar di sekitar garis lurus miring yang melintang.

  • Uji Multikolinearitas

Pengujian asumsi kedua adalah uji multikolinearis (multicollinearity) antar variabel-variabel independen yang masuk ke dalam model. Menurut Ghazali (2001:57), multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara dua variabel bebas. Metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearity dilakukan dengan uji Varience Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas. Apabila terjadi multikolinear apalagi kolinear yang semprna (koefisien korelasi antar variabel bebas = 1) maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standart errornya tak terhingga. Model regresi yang baik adalah yang tidak muncul gejala multikol.

  • Uji Heteroskedestisitas

Pengujian asumsi ketiga adalah heteroskedastisitas (heteroscedasticity) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas, dalam hal ini akan dilakukan dengan cara melihat grafik Scatterplot. Jika dalam grafik terlihat ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2001:69).

  • Uji Autokorelasi

Pengujian asumsi ke-empat dalam uji asumsi klasik adalah uji autokorelasi (autocorrelation). Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokerelasi. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson.

Kriteria pengambilan kesimpulan ada atau tidaknya gejala autokorelasi menurut Santoso (2002:219) dapat dilihat pada besaran Durbin-Watson. Besaran Durbin-Watson secara umum bebas dari autokorelasi adalah antara -2 dan +2.

  • Analisis Regresi Berganda

Analisis berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh EPS, DER, ROE, CR, Harga Saham Masa Lalu ,terhadap Harga Saham.

Bentuk model yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu

Keterangan:

Y = Perubahan harga saham

α = Konstanta

= Koefisien regresi

 = EPS

= DER

= ROE

= CR

= Harga Saham Masa Lalu

e = variable pengganggu

  • Nilai (Koefisien Determinan)

Nilai atau koefisiean determinan menunjukkan berapa besar variasi dari variable dependen yang dijelaskan oleh variaebl independen Menurut Hasan (2002:271) nilai koefisien ini terletak antara 0 dan 1. Yang berarti semakin besar   (mendekati 1), semakin baik model regresi tersebut. Semakin mendekati 0 maka variabel independen secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabilitas dari variabel dependen.

  • Pengujian Hipotesis
  • Uji t

Digunakan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel independen secara individu terhadap variable dependen dengan asumsi bahwa variable independen lainnya konstan. Langkah-langkahnya yaitu :

  1. Merumuskan Hipotesis

Ho : b1, b2, b3, b4= 0

Variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara parsial

H1 : b1, b2, b3, b4 ≠ 0

Variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara parsial

  • Menetapkan daerah kritis

Daerah kritis ditentukan oleh t-tabel dengan derajat bebas n-k, dan taraf nyata α. Dalam penelitian ini derajat bebasnya adalah 32 – 7 = 25, sedangkan taraf nyata 5% atau 0,05. Karena menggunakan uji dua arah, maka t-tabel penelitian ini adalah 0,025 dengan derajat bebas 25 yaitu t-tabel sebesar 2.060

  • Menentukan nilai t hitung
  • Menetapkan tingkat signifikasi t pada tabel output hasil uji hipotesis.
  • Jika t- hitung > dari t- table atau signifikansi t > 0.05, maka Ho diterima
  • Jika t- hitung > dari t- tabel atau signifikansi t < 0.05, maka Ho ditolak

4.  PEMBAHASAN I

A         Deskripsi Variabel

Dengan menggunakan SPSS 20, hasil pengujian statistik destkriptif menunjukkan nilai maksimal, minimal, mean,dan standart deviasi dari masing-masing variabel. Variabel-variabel tersebut yaitu Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Current Ratio (CR), Harga Saham Masa Lalu.

Sampel terpilih sebanyak delapan perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) dalam kurun waktu empat tahun, yaitu tahun 2010- 2013.Sehingga jumlah data (N) yang diteliti adalah sebanyak  32.

Tabel Deskripsi dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Deskripsi Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
 NMinMaxMeanStd. Deviation
EPS3263.004666.005.0234E2811.85399
DER32.215.95.96591.22530
ROE327.4284.6037.219723.25044
CR32.548.023.05222.14145
HARGA SAHAM MASA LALU32620.0015800.005.8686E34108.26964
HARGA SAHAM32610.0015950.005.7541E33966.96
Valid N (listwise)32    

Berdasarkan Tabel 4 diatas, maka diketahui bahwa EPS tertinggi sebesar 4666,-yaitu dari PT. International Nickel IndTbk (INCO) pada tahun 2010. Sedangkan EPS terendah adalah PT. Aneka Tambang Mineral Tbk (ANTM) yaitu sebesar Rp.63,-pada tahun 2013. Rata-rata EPS delapan perusahaan selama empat tahun adalah 502,34 dengan standar deviasi sebesar 811,85.

Perusahaan sampel yang memiliki nilai DER tertinggi selama kurun waktu empat tahunadalah PT. Bumi Ressources pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,95. PT. International Nickel IndTbk (INCO) pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,21. Rata-rata nilai DER perusahaan sampel selama empat tahun sebesar 0,966 dengan standar deviasi 1,225.

Rata-rata ROE yang dimiliki perusahaan sampel selama 2010-2013adalah sebesar 37,219 dengan standar deviasi 23,250 ROE tertinggi dimiliki perusahaan PT International Nickel Ind Tbk (INCO) pada tahun 2011sebesar 84,60. Sedangkan ROE terendah sebesar 7,42 dimiliki oleh perusahaan PT Aneka Tabang Mineral Tbk (ANTM) pada tahun 2013.

CR tertinggi dimiliki oleh PT Aneka Tambang Mineral tahun 2012 sebesar 8,02. PT. Telekomunikasi IndTbk (TLKM) mempunyai CR terendah yaitu sebesar 0,54. Rata-rata CR perusahaan sampel selama tahun 2006-2009 adalah sebesar 3,052 dengan standar deviasi sebesar 2,141.

Rata-rata harga saham masa lalu, yaitu empat tahun sebelum periode penelitian (2006-2009) adalah sebesar 5.868, dengan standar deviasi sebesar 4.108,27. Harga saham masa lalu tertinggi dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar Rp.15.800,-. Sedangkan harga saham masa lalu terendah adalah PT. Kalbefarma Tbk (KLBF) sebesar Rp.620-.       

Rata-rata TVA perusahaan sampel selama tahun 2010-2013adalah sebesar 0,0037 dengan standar deviasi sebesar 0,0037. Perusahaan PT Bumi Ressources tahun 2012 memiliki TVA tertinggi yaitu sebesar 0,03. Sedangkan perusahaan PT. Unilever Tbk (UNVR) mempunyai TVA terendah sebesar 0,00 pada tahun 2011.

Harga saham perusahaan sampel selama tahun 2010-2013 mepunyai rata-rata sebesar 5.754,1 dengan standar deviasi sebesar  3.966,96. Harga saham tertinggi dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) tahun 2013 sebesar Rp.15.950. PT. Kalbefarma Tbk (KLBF) memunyai harga saham terendah sebesarRp. 610,- yaitu pada tahun 2012.

B.        Uji Asumsi Klasik

1.         Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah sebuah model regresi terdapat variabel pengganggu atau residual terdistribusi secara normal. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan grafik Normal Probability Plot dan didukung dengan Uji Kolmogorov–Smirnov. Data dikatakan normal apabila menyebar di sekitar garis diagonal pada Normal Probability Plot, dan Sig bernilai dibawah 0,05 (two tailed) pada table Kolmogorov–Smirnov.

Pada awalnya data tidak terdistribusi secara normal karena tidak terdistribusi merata disekitar garis diagonal dan masih ada variabel yang bernilai dibawah 0,05 dalam table Kolmogorov–Smirnov. Menurut Menurut Gozali (2007: 27-37) terdapat dua cara untuk menormalkan distribusi data variabel salah satunya yaitu mentransformasikan data ke bentuk lain (Ln, Log, Sin, dll). Maka penelitian ini mentransformasikan variabel yang mempunyai Sig dibawah 0,05 pada table  Kolmogorov–Smirnov , yaitu variabel EPS (X1), DER (X2) bentuk Ln. Setelah melakukan transformasi data tersebut, maka sudah tidak terdapat variabel yang mempunyai Sig dibawah 0,05, sehingga asumsi normalitas telah terpenuhi. Berikut hasil uji normalitas data setelah transformasi bentuk :

Gambar 1. Hasil Uji Normalitas

2.         Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas bertujuan untuk mengujiapakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara dua variabel bebas. Metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearity dilakukan dengan ujiVarience Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas. Data dalam penelitian ini tidak mengalami multikol sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tabel 5.  Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa 
ModelUnstandardized CoefficientsCollinearity Statistics 
BStd. ErrorToleranceVIF 
1(Constant).305.320   
EPS.039.034.5211.920 
DER.022.055.2583.881 
ROE-.002.001.6251.600 
CR.026.022.2593.867 
HARGA SAHAM MASA LALU.945.036.5301.886 
 
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM    

3.         Uji Heterokedestisitas

Uji Heteroskedatisitas digunakan untuk melihat apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan kepengamatan lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedatisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedatisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak ada pola yang  jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan metode scatterplot diperoleh sebagai berikut:

Gambar 2.  Hasil Uji Heteroskedestisitas

4.         Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear adakorelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t – 1 (sebelumnya). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan Uji Durbin Watson (DW test). Menurut Santoso (2002:219) dapat dilihat pada besaran Durbin-Watson. Besaran Durbin-Watson secara umum bebas dari autokorelasi adalah antara -2 dan +2. Pada penelitian ini, DW sebesar 1,563, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.

Tabel 6.  HasilUjiAutokorelasi

Model Summaryb 
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
1.990a.980.975.132981.563 
   
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM   
 

C.        Regresi Linear Berganda

Regresi merupakan teknik statistic hubungan yang digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan variabel lain yang melalui persamaan regresi. Regresi berganda melibatkan lebih dari dua variabel bebas. Dalam penelitian ini, terdapat enam variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu  EPS, DER, ROE, CR, Harga Saham Masa Lalu sebagai variabel bebas dan Harga Saham sebagai variabel terikat. Berikut hasil tabel regresi berganda:

Tabel 7.  Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Coefficientsa 
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig. 
BStd. ErrorBeta 
1(Constant).305.320 .955.349 
EPS.039.034.0451.159.258 
DER.022.055.023.409.686 
ROE-.002.001-.050-1.413.170 
CR.026.022.0661.191.245 
HARGA SAHAM MASA LALU.945.0361.00125.902.000 
 
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM     

Dari tabel tersebut, dapat dihasilkan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = 0,305 + 0,039LnX1 + 0,022LnX2 – 0,002X3 + 0,026X4 + 0,945X5 + e

Interpretasi dari koefisien persamaan regresi diatas yaitu:

  1. Konstanta sebesar 0,305 menunjukkan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, atau tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi, maka rata-rata Harga Saham adalah sebesar 0,305
  2. Koefisien regresi EPS sebesar 0,039 menunjukkan bahwa EPS mempunyai korelasi positif terhadap Harga Saham, atau setiap peningkatan EPS akan meningkatkan Harga Saham sebesar 0,039

3.    Koefisien regresi DER sebesar 0,022 menunjukkan bahwa DER mempunyai korelasi positif terhadap Harga Saham, atau setiap peningkatan DER akan menaikkan Harga Saham sebesar 0,022

4.    Koefisien regresi ROE sebesar -0,002 menunjukkan bahwa ROE mempunyai korelasi negatif terhadap Harga Saham, atau setiap peningkatan ROE akan menurunkan Harga Saham sebesar 0,002

5.    Koefisien regresi CR sebesar  0,026 menunjukkan bahwa CR mempunyai korelasi positif terhadap Harga Saham, atau setiap peningkatan CR akan menaikkan Harga Saham sebesar 0,026

6.    Koefisien regresi Harga Saham Masa Lalu sebesar 0,945 menunjukkan bahwa Harga Saham Masa Lalu mempunyai korelasi positif terhadap Harga Saham, atau setiap peningkatan Harga Saham Masa Lalu akan menurunkan Harga Saham sebesar  0,945

D.        KoefisienDeterminasi

Nilai   atau koefisiean determinan menunjukkan berapa besar variasi dari variable dependen yang dijelaskan oleh variaebl independen. Dari hasil perhitunganmenunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas (EPS, DER, ROE, CR, Harga Saham Masa Lalu,) dapat menerangkan variabel terikat (Y) sebesar 98 %

Tabel 8.  Hasil Uji

Model Summaryb
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the Estimate
1.990a.980.975.13298 
   
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM  
 

E.        Uji Hipotesis (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual. Dasar pengambilan keputusan didasarkan atas perbandingan  t-hitung dengan t-tabel. Jika t-hitung > t-tabel dan tingkat signifikasi <0,05, maka dapat dikatakan secara parsial variabel bebas berpengaruh signifikan. Nilai t-tabel dengan N=32 dan variabel sebanyak 7 adalah sebesar 2.060.

Hasil dari pengujian hipotesis uji t adalah sebagai berikut:

Tabel 9.  Hasil Uji t ANOVAb
ModelSum of SquaresdfMean SquareFSig.
1Regression21.87963.647206.223.000a
Residual.44225.018  
Total22.32131   
a. Predictors: (Constant), EPS, DER, ROE, HARGA SAHAM MASA LALU, CR
b. Dependent Variable: HARGA SAHAM   
    
Coefficientsa 
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig. 
BStd. ErrorBeta 
1(Constant).305.320 .955.349 
EPS.039.034.0451.159.258 
DER.022.055.023.409.686 
ROE-.002.001-.050-1.413.170 
CR.026.022.0661.191.245 
HARGA SAHAM MASA LALU.945.0361.00125.902.000 
 
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM     
  1. EPS

Hasil uji t pada tabel diatas menunjukkan t hitung (1,159) <  t-tabel (2,060), dan sig (0,258) > 0,05,  artinya Ho diterima, dan H1 ditolak. Sehingga variabel EPS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan JII pada tahun 2010-2013.

  • DER

Hasil uji t pada tabel diatas menunjukkan t hitung (0,409) < t- tabel (2.060), dan sig (0, 686) > 0,05,  artinya Ho dapat diterima,, dan H1 ditolak. Sehingga variabel DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan JII pada tahun 2010-2013.

  • ROE

Hasil uji t pada tabel diatas menunjukkan t hitung (-1,413) < t- tabel (2,060), dan sig (0,170) > 0,05,  artinya Ho dapat diterima, dan H1 ditolak. Sehingga variabel ROE tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan JII pada tahun 2011-2013
d. CR

Hasil uji t pada tabel diatas menunjukkan t hitung (1,191) < t-tabel (2,060), dan sig (0,245) > 0,05,  artinya Ho dapat diterima, dan H1 ditolak. Sehingga variabel CR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan JII pada tahun 2011-2013.

  • Harga Saham Masa Lalu

Hasil uji t pada tabel diatas menunjukkan t hitung (25,902) > t-tabel (2,060), dan sig (0,000) < 0,05,  artinya Ho ditolak, dan H1 diterima. Sehingga variabel Harga Saham Masa Lalu berpengaruh secara signifikan terhadap Harga Saham perusahaan JII pada tahun 2011-2013.

5.  PEMBAHASAN II

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dalam analisis ini, maka berikut ini akan dibahas masing-masing pengaruh variabel EPS, DER, ROE, CR, Harga Saham Masa Lalu terhadap Harga Saham.

  1. Pengaruh EPS Terhadap Harga SahamSaham

Hipotesis dalam analisi ini menyatakan bahwa EPSberpengaruh terhadap HargaSaham. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh t – hitung untuk variabel EPS sebesar 1,159 dengan nilai signifikansi sebesar 0,258. Nilai ini tidak signifikan padatingkat signifikansi α= 5%  karena lebih besar dari 0,05 dan t-hitung lebih kecil daripada t- tabel sebesar 2,060. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesisyang menyatakan bahwa EPS berpengaruh terhadap harga saham ditolak.

Menurut Sartono (2010:8), salah satu faktor yang menentukan harga saham adalah laba per saham atau EPS. Namun pada penelitian ini, EPS tidak dinyatakan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Kemungkinan salah satu penyebabnya adalah terjadinya krisis 2008 membuat kurs rupiah terhadap dolar yang tadinya stabil, menjadi melamah dan berfluktuatif hingga mencapai puncaknya pada tingkat Rp. 13.000. Sehingga investor tidak mempertimbangkan besarnya EPS sebagai variabel yang mempengaruhi harga saham. EPS merupakan ukuran seberapa besar tingkat laba per lembar saham. Ukuran ini mempunyai satuan mata uang, sehingga apabila nilai mata uang berfluktuasi, maka investor akan kesulitan dalam menilai kekuatan EPS terhadap harga saham.

Meskipun JII adalah indeks yang mempunyai perkembangan yang tingi, namun tetap tidak bisa terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian dunia. Krisis pada periode ini telah mulai nampak pada tahun 2011, semakin parah pada tahun 2012. Kondisi psikologi investor mengalami kepanikan, sehingga terjadinya krisis mengakibatkan kondisi fundamental perusahaan tidak lagi dipertimbangkan oleh investor. Sehingga bursa sempat melakukan suspensi atau penghentian sementara transaksi perdagangan saham (Wibowo:2008). Jika tidak, dikhawatirkan harga saham perusahaan akan semakin anjlok.

Pengaruh perilaku investor asing yang melepas saham secara besar-besaran ikut mempengaruhi investor domestik untuk melakukan hal yang sama  (Nainggolan: 2008). Padahal banyak pula perusahaan yang masih mampu menghasilkan laba meskipun cenderung menurun.

  • Pengaruh DER Terhadap HargaSaham

Hipotesis dalam analisis ini menyatakan bahwa DERberpengaruh terhadap hargasaham. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh t hitung untuk variabel DER sebesar 0,877 dengan nilai signifikansi sebesar 0,389. Nilai ini tidak signifikan padatingkat signifikan α= 5% karena lebih besar dari 0,05 dengan t-tabel sebesar 2,060. Dengan demikian hipotesisyang menyatakan bahwa DER berpengaruh terhadap hargasaham ditolak.

DER merupakan rasio hutang terhadap ekuitas sehingga mempunyai kemampuan untuk mengukur resiko struktur modal dalam hubungannya antara dana yang dipasok oleh kreditor (hutang) dan investor (ekuitas). Makin tinggi proporsi hutang, makin besar tingkat resiko ekuitas karena kreditor harus dipenuhi sebelum pemilik dalam hal kebangkrutan (Fraser dan Ormiston: 2008: 233).

Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara DER terhadap harga saham memperlihatkan bahwa investor kurang memperhatikan besaran proporsi hutang dan modal yang dimiliki perusahaan. DER hanya menunjukkan perbandingan antara hutang dan modal, sedangkan investor lebih memperhatikan prospek dan resiko yang akan diperoleh kemudian hari. Resiko yang terkait dengan hal ini berhubungan dengan kebijakan tingkat suku bunga. Krisis membuat BI mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan suku bunga secara bertahap, sehingga ada kecenderungan investor lebih memperhatikan ini daripada tingkat DER perusahaan.

  • Pengaruh ROE Terhadap HargaSaham

Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa ROEberpengaruh terhadap hargasaham. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh t- hitung untuk variabel ROE sebesar -1,190 dengan nilai signifikansi sebesar 0,245. Nilai ini tidak signifikan padatingkat signifikan α= 5% karena lebih besar dari 0,05 dan t tabel sebesar 2,060. Dengan demikian hipotesisyang menyatakan bahwa ROE berpengaruh terhadap hargasaham ditolak.

Investor tidak mempertimbangkan besarnya ROE bisa disebabkan karena suku bunga yang tinggi membuat investasi dalam bentuk deposito lebih menarik karena keuntungan yang didapatpun lebih tinggi.

Seperti yang dialami oleh ANTM, BUMI, INCO yang mempunyai ROE lebih tinggi daripada perusahaan sampel lainnya, namun harga saham perusahaan tersebut tetap rendah. ROE bukan satu-satu nya variabel yang dipertimbangkan oleh investor dalam memprediksi harga saham.

  •  Pengaruh CR terhadap Harga Saham

Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa CRberpengaruh terhadap hargasaham. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh t- hitung untuk variabel CR sebesar 1,453 dengan nilai signifikansi sebesar 0,159. Nilai ini tidak signifikan padatingkat signifikan α= 5% karena lebih besar dari 0,05 dan t tabel sebesar 2,060. Dengan demikian hipotesisyang menyatakan bahwa CR berpengaruh terhadap hargasaham ditolak.

Rasio lancar atau Current Ratio adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan hutang ketika jatuh tempo. Kewajiban lancar digunakan sebagai penyebut rasio karena dianggap meggambarkan hutang yang paling mendesak, harus dilunasi dalam satu tahun atau satu siklus operasi. Sebagai barometer likuiditas jangka pendek, rasio lancar dibatasi dengan sifat dan komponennya. Sebuah perusahaan secara relative memiliki rasio lancar tinggi tetapi tidak mampu memenuhi permintaan kas karena piutang usaha kualitasnya rendah dan atau persediaannya hanya dapat dijual dengan syarat tertentu (Fraser dan Ormiston:2008:225). 

E.        Pengaruh Harga Saham Masa Lalu Terhadap Harga Saham

Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa Harga Saham Masa Laluberpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh t hitung untuk variabel harga saham masa lalu sebesar 171,747 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai ini signifikan padatingkat signifikan α= 5% karena lebih kecil dari 0,05 dan t tabel sebesar 2,060. Koefisien regresi 1,008 bertanda positif berarti bahwa harga saham masa lalu memberi pengaruh positif sebesar 100,8%. Dengan demikian hipotesisyang menyatakan bahwa harga saham masa lalu berpengaruh terhadap harga saham dapat diterima.

6.  PENUTUP

  • Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode 2010-2013. Pada periode tersebut, EPS tidak menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor untuk mengetahui pengaruh terhadap harga saham. Publikasi atas besarnya EPS kepada pihak luar tidak dianggap sebagai signalyang dipertimbangkan dalam hal investasi saham.
  2. Pengaruh DER tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode 2010-2013. Sebagai salah satu faktor fundamental, besarnya DER belum dianggap sebagai sinyal yang mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi pada saham perusahaan JII. DER hanya menunjukkan perbandingan antara hutang dan modal, sedangkan investor lebih mempertimbangkan prospek dan resiko yang lebihi erat kaitannya dengan suku bunga..
  3. ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode2010-2013. ROE menunjukkan tingkat pengembalian atas ekuitas yang disetor investor. Investor tidak mempertimbangkan besarnya ROE bisa disebabkan karena suku bunga yang tinggi membuat investasi dalam bentuk deposito lebih menarik karena keuntungan yang didapatpun lebih tinggi. Upaya manajemen untuk membuat sinyal positif melalui penginformasian besarnya ROE belum berhasil pada perusahaan JII periode 2010-2013
  4. CR tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode2010-2013. Sebagai barometer likuiditas jangka pendek, rasio lancar dibatasi dengan sifat dan komponennya. Sebuah perusahaan secara relative memiliki rasio lancar tinggi tetapi tidak mampu memenuhi permintaan kas karena piutang usaha kualitasnya rendah dan atau persediaannya hanya dapat dijual dengan syarat tertentu (Fraser dan Ormiston:2008:225). Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat CR tidak dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi harga saham dan pengungkapan besarnya CR perusahaan tidak dianggap sebagai sinyal oleh investor.
  5. Harga saham masa lalu berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode2010-2013. Signaling teori menunjukkan bahwa pihak manajemen ingin memberitahukan kepada publik bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Signaling berangkat dari ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh maajemen dengan pemilik, sehingga untuk mendukung rencana investasinya, investor menggunakan informasi yang tersedia dipasar seperti harga saham masa lalu. Harga saham pada saat publikasi laporan keuangan juga merupakan pendukung atau sinyal yang bisa dimanfaatkan publik. Harga saham masa lalu sebagai salah satu faktor teknikal berpengaruh signifikan terhadap harga saham mengartikan bahwa investor masih mempelajari tren pergerakan harga untuk memprediksi harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) periode 2010-2013.

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan masalah, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah:

  1. Bagi Investor

Dalam memprediksi harga saham, sebaiknya lebih memperhatikan faktor-faktor secara fundamental . Investor harus lebih jeli dalam menganalisis kinerja perusahaan melalui faktor fundamental secara global.

  • Bagi Perusahaan

Perusahaan dapat memberikan sinyal sebanyak mungkin yang dapat meyakinkan investor akan kinerja manajemen, sehingga apabila terjadi fenomena diluar kendali perusahaan, pihak manajemen bisa menggunakan alternative lain untuk mempertahankan harga saham tetap stabil

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji dan Pakarti. 2006. Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Asdi Mahasetya

Bapepam LK, Kinerja Indeks Islam Lebih Baik dari IHSG dan LQ45. (http://www.antaranews.com/berita/1199013828/bapepam-lk-kinerja-indeks-islam-lebih-baik-dari-ihsg-dan-lq45), diakses 20 Januari 2012

Brigham, Eugene F. 2004. Dasar-Dasar Manejemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat

Darmadji, Hendy dan Fakhrudin. 2001.  Pasar Modal di Indonesia: pendekatan Tanya jawab. Jakarta: Salemba Empat

Fahmi, Irvan. 2006. Analisis Investasi Dalam Perspektif Ekonomi dan Politik. Bandung: Refika Aditama

Fraser, Lyn M. 2008. Memahami Laporan Keuagan. Jakarta: Indeks

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hadianto, B. 2008. Pengaruh Eaning Per Share (EPS) dan Price Earnings Ratio (PER) terhadap Harga Sahamm Sektor Perdagangan Besar dan Ritel pada Periode 2000-2005 di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi Vol.7 No.2 (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7208161173.pdf), diakses pada tgl 1 Januari 2012

Halim, Abdul. 2002. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat

Hanafi, M.M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE

Hasan, Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Helfert.1997. Prinsip-PrinsipManajemen Keuangan. Jakarta Jakarta Jakarta: Salemba Empat.

Huda, Nurul dan Nasution. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Salemba Empat

Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan: teori dan penerapannya (keputusan jangka pendek) buku 2. Yogyakarta: BPFE

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis Yogyakarta: BPFE

Jogiyanto. 2006. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE

Kasmir. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo

www.duniainvestasi.com

www.jsx.com

www.idx.co.id

ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN: STUDI EMPIRIS PADA PT. GUDANG GARAM DAN PT. SAMPOERNA

FELISIA MAGDALENA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

ARTIKEL EKONOMETRIKA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitan ini bertujuan untuk memberikan bukti mengenai pengaruh rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, profitabiltas dan pasar pada PT. Gudang Garam dan PT. Sampoerna terhadap harga saham.

Rasio-rasio keuangan yang diteliti yaitu Rasio Lancar, Long Term Debt to Equity Ratio, Perputaran Persediaan, Return on Aset dan PER sebagai variable independent dan harga saham sebagai variable dependent. Jumlah sample yang digunakan dalam penelitan ini adalah 2 perusahan industri rokok yang terdaftar pada BEI yang aktif diperdagangkan dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Metode statistik yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode regresi berganda. Hasil penelitan berdasarkan uji serempak, didapatkan sig = 0,105 >  sehingga dapat disimpulkan disimpulkan bahwa variabel RL, RP, dan RS secara bersama – sama tidak mempengaruhi saham. Model tersebut belum layak digunakan peramalan disebabkan karena data observasi yang sedikit.

Kata-kata Kunci: Rasio Keuangan, Rasio Lancar, Long Term Debt to Equity Ratio, Perputaran Persediaan, Return on Aset  PER dan Harga Saham.

  1. PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang

Sebelum melakukan investasi, investor akan dihadapkan pada keinginan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari pengembalian. Karena aktivitas investasi di pasar modal merupakan aktivitas yang dihadapkan dengan berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang sangat sulit untuk diprediksi, maka untuk mengurangi kemungkinan daripada resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor membutuhkan berbagai macam informasi sebagai pendukung yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan keputusan sebelum melakukan investasi.

Laporan keuangan merupakan sebuah hal yang penting dalam sebuah perusahaan. Bagaimanakah memanfaatkan laporan keuangan tersebut menjadi sebuah pijakan untuk melangkah lebih profesional dalam menjadi sebuah perusahaan yang tujuannya tersusun dengan rapih, dalam pembelajaran kali ini penulis akan menjabarkan berbagai pengambilan keputusan yang dapat diambil dari sebuah laporan keuangan.

Pada mulanya laporan keuangan bagi sebuah perusahaan hanyalah sebagai “alat penguji” dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi juga sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisa tersebut pihak-pihak yang berkepentingan mengambil sebuah keputusan.

Di dalam menganalisa prospek perkembangan dan profitabilitas perusahaan ada baiknya jika investor memahami dan mengerti informasi mengenai rasio keuangan. Investasi yang baik sebaiknya dilakukan pada perusahaan yang tumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan perusahaan tersebut berada pada tahap perkembangan.

Analisis rasio pun memiliki banyak perhitungan, yaitu: analisis likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas, analisis penilaian, dan lain lain. Dengan menggunakan berbagai analisis tersebut, investor dapat melihat nilai-nilai yang dihasilkan. Nilai-nilai tersebut dapat menjelaskan serta memperlihatkan gambaran dari keadaan maupun kinerja yang dihasilkan oleh perusahaan. Seperti contohnya, dari rasio aktivitas, investor dapat melihat dan menilai bagaimana dan sejauh mana perusahaan memiliki kemampuan untuk menggunakan SDM serta memanfaatkan aktiva-aktivanya.

Dengan demikian menganalisis rasio-rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan akan dapat dipakai oleh investor maupun analis keuangan dalam memprediksi keuntungan investasi serta rasio keuangan suatu perusahaan. Apakah analisis rasio-rasio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham dan pengembalian investasi dalam waktu yang panjang.

Relevansi informasi akuntansi untuk pasar saham dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti perkembangan dan kemajuan dalam sistem pasar modal dan perekonomian suatu bangsa, kemajuan ilmu ekonomi dan keuangan, kemajuan teknologi informasi, dan kualitas dari informasi akuntansi tersebut.

Menurut Usman (….) dalam Muchyarsyah (1999), banyak faktor yang memergaruhi perubahan harga saham, salah satunya adalah faktor eksternal perusahaan seperti situasi politik, kondisi perekonomian global, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa faktor internal perusahaan juga dapat mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Menurut Jogiyanto (1998: 315), untuk menganalisis harga saham digunakan analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kondisi internal perusahaan. Salah satu komponen yang berhubungan dengan kondisi internal perusahaan adalah ROI dan EPS.

Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu perusahaan. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para investor. Prestasi baik yang dicapai perusahan dapat dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan (emiten). Emiten berkewajiban untuk memublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Laporan keuangan ini sangat berguna bagi investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi, seperti menjual, membeli, atau menanam saham. Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi keuangan perusahaan.

Likuiditas merupakan salah satu faktor yang yang dapat mendorong terjadi perubahan harga saham. Likuiditas tinggi menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas perusahaan dapat diukur dengan rasio lancar (current ratio). Rasio lancar menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancar dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki (Sudana, 2009: 24).

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, modal atau penjualan (Sudana, 2009: 25). Sementara itu menurut Riyadi (2006: 155), Rasio profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) atau laba sebelum pajak dengan total asset yang dimiliki bank pada periode tertentu. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan atau menjanjikan keuntungan di masa mendatang maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham perusahaan, tentu saja mendorong harga saham naik menjadi lebih tinggi. Profitabilitas dapat diukur dengan return on assets (ROA). ROA menunjukan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba.

Solvabilitas mengukur seberapa besar penggunaan utang dalam pembelanjaan perusahaan. Solvabilitas dapat diukur dengan Debt to equity Ratio (DER). Menurut Darsono (2005: 54), rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham kepada pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham.

Berdasarkan uraian diatas, penulis termotivasi melakukan penelitian untuk menguji secara empiris pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap harga saham pada PT. Gudang Garam dan PT. Sampoerna.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap harga saham.”

1.3     Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ini untuk memberikan bukti dan analisis mengenai :

  1. Apakah rasio keuangan memunyai pengaruh terhadap harga saham perusahan.
  2. Rasio manakah yang paling dominan memengaruhi harga saham perusahaan.

1.4    Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pembaca, pengguna, manajemen, pengambil keputusan, dan penulis, dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Bagi pengguna laporan keuangan (users), dalam hal ini adalah investor maupun kreditor, diharapkan penelitian ini dapat menjadikan dasar bagi para pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja manajemen yang menjadi pertimbangan awal dalam proses transaksi bursa dan proses pengambilan keputusan investasi saham.
  2. Bagi manajemen, diharapkan penelitian ini dapat menjadikan motivasi untuk meningkatkan kinerja manajemen, sehingga dapat tercermin dalam laporan keuangan yang mereka susun serta sebagai dasar pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan yang menyangkut rasio kinerja keuangan terhadap keputusan investasi saham.
  3.  Bagi para pengambil keputusan (eksekutif), diharapkan penelitian ini dapat dijadikan dasar penilaian dan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
  4.  Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris mengenai perbedaan rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan serta pengaruh rasio keuangan yang tergambarkan dalam laporan keuangan terhadap harga saham.
  5.  Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat membantu dan menambah penulis dalam menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan proses transaksi pada bursa efek.

2. LANDASAN TEORI

2.1.    Landasan Teori

2.1.1. Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan merupakan salah satu cara untuk mengetahui kinerja perusahaan dalam suatu periode. Oleh karena itu, sebelum menganalisis laporan keuangan, maka terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan laporan keuangan.

Pemahaman tentang laporan keuangan mulai dari pengertian, jenis, komponen yang terkandung, tujuan maupun sifat laporan keuangan sangat penting sehingga dalam melakukan analisis lebih mudah dalam menginterprestasikannya.

Seperti diketahui bahwa laporan keuangan merupakan kewajiban dari setiap perusahaan untuk membuat dan melaporkannya pada suatu periode tertentu. Apa yang dilaporkan kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui kondisi dan posisi perusahaan terkini.

Neraca merupakan salah satu laporan keuangan yang terpenting bagi perusahaan. Setiap perusahaan diharuskan untuk menyajikan laporan keuangan dalam bentuk neraca. Neraca biasanya disusun pada periode tertentu, misalnya 1 tahun. Namun neraca juga dapat dibuat pada saat tertentu untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini bila diperlukan.

Laporan laba rugi, jenis laporan keuangan lainnya selain neraca adalah laporan laba rugi. Berbeda dengan neraca yang menyampaikan informasi tentang kekayaan, utang dan modal, maka laporan laba rugi memberikan informasi tentang hasil-hasil usaha yang diperoleh perusahaan. Laporan laba rugi juga berisi jumlah pendapatan yang diperoleh dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, laporan laba rugi merupakan laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan atau penghasilan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dan laba rugi dalam suatu periode tertentu.

2.1.1.2 Tujuan dan Sifat Laporan Keuangan

Seperti diketahui  bahwa setiap laporan keuangan yang dibuat sudah pasti memiliki tujuan tertentu. Dalam praktiknya, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, terutama bagi pemilik usaha dan manajemen perusahaan. Disamping itu, tujuan laporan keuangan disusun guna memenuhi kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu. Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak untuk kebutuhan perusahaan maupun secara berkala.

2.1.2  Rasio Keuangan

2.1.2.1 Pengertian Rasio Keuangan

Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk mengenalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya.

Analisis rasio keuangan adalah analisis yang menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap keadaan suatu perusahaan tertentu. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur serta dapat ditempuh untuk memperoleh tambahan dana. (Zaki Baridwan, 1997 :17), suatu rasio tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri, melainkan harus diperbandingkan dengan rasio yang lain agar rasio tersebut menjadi lebih sempurna dan untuk melakukan analisis ini dapat dengan cara membandingkan prestasi suatu periode dengan periode sebelumnya sehingga diketahui adanya kecenderungan selam periode tertentu, selain itu dapat pula dilakukan dengan membandingkan dengan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat diketahui bagaimana keuangan dalam industri.

Dalam mengadakan interpretasi dan analisis laporan keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisis memerlukan adanya ukuran atau yardstick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah rasio. Pengertian rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “aritmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data keuangan. Macamnya rasio banyak sekali, karena dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisis.

Menurut Riyanto (1992: 329), analisis rasio keuangan adalah proses penentuan operasi yang penting dan karakteristik keuangan dari sebuahperusahaan dari data akuntansi dan laporan keuangan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efisiensi kinerja dari manajer perusahaan yang diwujudkan dalam catatan keuangan dan laporan keuangan.

2.2     Variabel Independen

1. Rasio Likuiditas

Menurut Harahap (2007:301) definisi rasio likuiditas adalah Rasio yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Istilah likuiditas menurut Moeljadi (2006:48) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajiban keuangannya dalam jangka waktu pendek atau yang segera harus dibayar. Sedangkan Kasmir (2008:129) mendefinisikan rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih. Penelitian ini menggunakan rasio lancar (current ratio) sebagai ukuran rasio likuiditas.

Rasio lancar menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingkan aktiva lancar terhadap utang lancar yaitu utang-utang lancar jangka pendek (Keown, Martin, Petty, dan Scott Jr, 2004:72). Rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih (Kasmir, 2008:146). Current ratio menunjukan kemampuan suatu peusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya yang harus segera dibayar dengan menggunakan uang lancar, current ratio ini dihitung dengan cara membagi aktiva lancar (current ratio) dengan utang lancar (current liabilities) (Moeljadi, 2006:48). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa rasio lancar menunjukkan seberapa banyak aktiva uang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Penghitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar.

Aktiva lancar (current asset) merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga, biaya dibayar dimuka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya. Utang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka  pendek (maksimal satu tahun). Artinya, utang ini harus segera dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen utang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang deviden, biaya diterima dimuka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya (Kasmir, 2008:135).

Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio dapat digunakan sebagai berikut (Kasmir, 2008:135).

Rasio Lancar = ……………………………….(1)

Dari hasil pengukuran rasio, apabila rasio lancar rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pangukuran rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin. Untuk mengatakan suatu kondisi peusahaan baik atau tidaknya, ada suatu standar rasio yang digunakan, misalnya rata-rata industri untuk usaha sejenis atau dapat pula digunakan target yang telah ditetapkan parusahaan sebelumnya (Kasmir, 2008:135). Rasio ini menunjukan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya (Moeljadi, 2007:301)

2. Rasio Solvabilitas

Menurut Moeljadi (2006:52) definisi rasio solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya jika perusahaan dilikuidasi. Rasio solvabilitas menurut Harahap (2007:304) adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal atau asset. Sedangkan Kasmir (2008:196) mendefinisikan rasio solvabilitas sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rasio solvabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau oleh pihak lain dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Jadi, penggunaan jumlah utang perusahaan tergantung pada keberhasilan pendapatan dan ketersediaan aktiva yang bisa digunakan sebagai jaminan utang. Semakin tinggi solvabilitas, perusahaan harus semaksimal mungkin meningkatkan labanya agar mampu membiayai dan membayar utang. Apabila tidak mampu menghasilkan laba, dengan demikian, perusahaan tersebut akan bangkrut. Solvabilitas yang tinggi menjadi perhatian auditor karena solvabilitas yang tinggi mengidentifikasikan bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Petronela, 2004:48). Dalam penelitian ini ukuran solvabilitas menggunakan long term debt to equity ratio (debt ratio).

Long Term Debt to Equity Ratio, merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.

Long Term Debt to Equity Ratio = .……..(2)

Apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mempu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula sebaliknya, apabila rasio rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai oleh utang (Kasmir, 2006:156). Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan rasio rata-rata industri sejenis.

3. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan.

Efisiensi yang dilakukan misalnya di bagian penjualan, persediaan, penagihan piutang, dan efisiensi di bidang lainnya. Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam penelitian ini ukuran aktivitas menggunakan inventory turn over (perputaran persediaan).

Perputaran Persediaan  = …………………….(3)

Inventory turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan tendensi untuk adanya overstock (Riyanto, 2008:334).
Rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional, yang memperlihatkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada persediaan.

Ada dua masalah yang timbul dalam perhitungan dan analisis rasio perputaran persediaan. Pertama, penjualan dinilai menurut harga pasar (market price), persediaan dinilai menurut harga pokok penjualan (at Cost), maka sebenarnya rasio perputaran persediaan (at cost) digunakan untuk mengukur perputaran fisik persediaan. Sedangkan rasio yang dihitung dengan membagi penjualan dengan persediaan mengukur perputaran persediaan dalam kas (Sawir, 2003:15).

4. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas sering juga disebut sebagai rasio rentabilitas, menurut Moeljadi (2006:52) rasio profitabilitas adalah rasio yang berusaha mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, baik dengan menggunakan seluruh aktiva yang ada maupun dengan menggunakan modal sendiri. Sementara itu rasio profitabilitas menurut Harahap (2007:304) adalah yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Sedangkan menurut Kasmir (2008:196) rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuangan.

Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam meningkatkan laba. Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004:48). Dalam penelitian ini ukuran rasio profotabilitas menggunakan return on assets (ROA).

Return on assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atas suatu ukuran tentang aktiva yangdigunakan dalam perusahaan atas suatu ukuran tentang aktivitas manajemen (Kasmir, 2008:211). Return on assets (ROA) adalah rasio yang diperoleh dengan membagi laba/rugi bersih dengan total assets. Pengembalian atas aset-aset (ROA) menentukan jumlah pendapatan bersih yang dihasilkan dari aset-aset perusahaan dengan menghubungkan pendapatan bersih ke total aset-aset (Keown, Martin, Petty, dan Scott Jr, 2004:77). Rumus untuk mencari return on assets (ROA) dapat digunakan sebagai berikut (Harahap, 2007:305).

ROA  = …………………….(4)

Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. Semakin rendah (kecil) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2008:202). Artinya bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

5. Rasio Pasar

Rasio pasar merupakan sekumpulan rasio yang nghubungkan harga saham dengan laba dan nilai buku per saham. Rasio ini memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan invenstor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang (Moeljadi, 2006:75).

Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat (investor) atau para pemegang saham menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi disbanding dengan nilai buku saham (Sutrisno, 2003:256).

Menurut Hanafi (2004:43), rasio pasar mengukur harga pasar saham perusahaan, relative terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen, juga berkepentingan rasio ini. Dalam penelitian ini ukuran rasio pasar menggunakan PER.

PER dikenal sebagai salah satu indikator terpenting di pasar modal. Definisi resminya kira-kira adalah suatu rasio yang menggambarkan bagaimana keuntungan perusahaan atau emiten saham (company’s earnings) terhadap harga sahamnya (stock price).

Perhitungan rasio P/E atau PER dilakukan dengan cara membagi harga saham saat ini (current price of the stock) dengan keuntungan tahunan per saham (annual earnings per share-EPS).

PER  = …………………….(5)

2.3     Variabel Dependen

2.3.1 Saham

Saham menuruet Weston dan Copeland (2004:56) adalah tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas seperti yang telah diketahui bahwa tujuan pemodal membeli saham untuk memperoleh penghasilan dari saham tersebut. Menurut Alwi (2003:33) saham atau stock adalah surat tanda bukti atau tanda kepemilikan terhadap suatu perusahaan suatu perseroan terbatas. Dalam transaksi jual beli di bursa efek, saham atau sering pula disebut share merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Saham dapat diterbitkan dengan cara atas nama atau atas unjuk. Selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

Menurut Siegel dan Shim (2005:441) saham adalah bukti pemilikan dalam sebuah perusahaan dan tuntutan terhadap aktiva serta keuntungan perusahaan dimana merupakan modal resmi dari sebuah kesatuan yang dibagi menjadi lembaran saham. Dalam transaksi jual beli di Bursa  Efek, saham merupakan instrument yang paling dominan diperdagangkan.

Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan terbuka (Darmadji dan Fakhruddin, 2001 : 5). Saham dapat diperjual belikan pada bursa efek, yaitu tempat yang dipergunakan untuk memperdagangkan efek sesudah pasar perdana. Penerbitan surat berharga saham akan memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan perbankan.

Berdasarkan uraian di atas secara umum pengertian saham adalah surat yang diterbitkan oleh perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang menyatakan pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu atau memiliki sebagian hak dari perusahaan tersebut.

2.3.2 Jenis-Jenis Saham

MenurutRiyanto (2001:240-242), jenis-jenis saham, adalah sebagai berikut :

  1. Saham Biasa

Pemegang saham biasa akan mendapatkan deviden pada akhir tahun pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan mengalami kerugian, pemegang saham tidak akan mendapatkan deviden, dan selama kerugian ini belum ditutup perusahaan tidak diperbolehkan membayar deviden.

  • Saham Preferen

Pemegang saham mempunyai beberapa preferensi tertentu diatas pemegang saham biasa yaitu dalam hal-hal:

a.    Pembagian deviden, karena deviden dari saham preferen diambil lebih dahulu, kemudian sisanya barulah disediakan untuk saham biasa. Deviden saham preferen biasanya dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai nominalnya.

  • Pembagian kekayaan,karena apabila perusahaan dilikuidir, maka dalam pembagian kekayaan, saham preferen didahulukan daripada saham biasa. Persamaannya dengan saham biasa adalah para pemegang saham berhak menerima deviden apabila perusahaan mendapatkan keuntungan.
  • Saham Preferen Kumulatif

Jenis saham ini pada dasarnya sama dengan saham preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen kumulatif. Dengan demikian apabila pemegang saham preferen kumulatif tidak menerima deviden selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengijinkan atau kerugian, maka di kemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, pemegang saham dapat menuntut deviden yang tidak dibayarkan diwaktu-waktu lampau Husnan dan Pudjiastuty(2004:377-378) juga berpendapat mengenai jenis-jenis saham “Saham preferen adalah saham yang memberikan deviden yang tetap besarnya, dan saham biasa adalah sebagai tanda bukti kepemilikan”.

Definisi saham preferen juga bisa dilihat menurut pendapat Darmadji dan Fakhrudin (2006:7) : “Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap seperti bunga obligasi, tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor”.

2.4     Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai pengaruh Rasio Keuangan terhadap Harga Saham telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi investor untuk melihat potensi finansial suatu perusahaan sebagai acuan untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut. Tabel 1.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap harga saham.

Tabel 1.

3.  METODA PENELITIAN

3.1     Metoda Penelitian

Metoda Penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya tepat untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:2) adalah sebagai  berikut: “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,empiris dan sistematis”

Menurut Nazir (2003) metode penelitian adalah: “Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptitf kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala pengukuran (Sugiyono, 2002: 7).

Penelitian kuantitatif mengambil jarak antara peneliti dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen formal, standar dan bersifat mengukur (Sukmadinata,2006: 95).

3.2     Populasi dan Sampel

Populasi: Perusahaan di bidang industri rokok yang terdaftar di BEI

Sampel: 2 buah perusahaan di bidang industri rokok yang terdaftar di BEI

3.3     Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau non publikasi entah di dalam  atau luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi para peneliti. 

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.

3.4     Model Penelitian

          Model penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

          S = RS + RA + RP + RPA +

3.5     Alat Analisis yang Digunakan

3.5.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2007).

  1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kolmogrov-Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Situmorang, 2010:151).

  • Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel independen adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel independen (Homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.5.2 Analisis Regresi

S = RS + RA + RP + RPA +

4.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Statistika deskiptif data penelitian

Deskripsi data penelitian dari masing masing variabel yang meliputi nilai mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2

Descriptive Statistics
 NMinimumMaximumMeanStd. Deviation
RL101,612,702,0094,36433
RS10,04,08,0540,01475
RA10-,42,38-,0220,37915
RP10-25417,672090956,59423105,0859671369,74164
RPA108,96500,03260,0734252,96314
S1010,4066,4044,180019,37628
Valid N (listwise)10    

Keterangan

RL:Rasio Likuiditas
RS:Rasio Solvabilitas
RA:Rasio Aktivitas
RP:Rasio Profitabilitas
RPA:Rasio Pasar
S:Harga Saham

Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa

  1. Rasio Likuiditas memunyai rata-rata 2,0094, artinya sebagian besar perusahaan memiliki perbandingan aktiva lancar terhadap kewajiban lancar sebesar 2,0094
  2. Rasio Sovabilitas memunyai rata-rata 0,054, artinya sebagian besar perusahaan memiliki perbandingan total hutang terhadap total asset sebesar 0,054
  3. Rasio aktivitas memunyai rata-rata 0,9136, artinya sebagian besar perusahaan memilki perputaran asset per tahun sebesar -0,0220.
  4. Rasio profit memunyai rata-rata  423105,0859.  artinya sebagian besar perusahaan memiliki perbandingan Net Income terhadap Sales sebesar 423105,0859
  5. Rasio Pasar memunyai rata-rata  260,0734, artinya sebagian perusahaan memiliki perbandingan pasar harga pasar pendaparan lembar per saham sebesar 260,0734
  6. Harga saham memunyai rata-rata 44,1800, artinya sebagian perusahaan memiliki harga saham sebesar 44,1800 (satuan harga saham dalam ribuan rupiah)

4.2     MODEL REGRESI DAN PENGUJIAN ASUMSI KLASIK (PENANGANAN MULTIKOLINIERITAS)

Dalam penelitian ini, digunakan analisis regresi berganda yang bertujuan untuk mengetahui hubungan rasio keuangan dan harga saham pada industri pesawat terbang. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan mengeluarkan variabel RA dan RPA

   S = RS + +

Didapatkan model regresi

      S = RS – 1,619 +

  1. Asumsi Normalitas

Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan melalui uji secara grafis dan secara formal. Pengujian secara grafis dapat dilihat pada tebaran data di P-P plot. Jika titik titik data menyebar di sekitar garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Berikut merupakan hasil dari uji kenormalan residual secara grafis:

Gambar 1

Berdasarkan P-P plot tersebut (gambar 4.1), titik –titik sisaan mendekati garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi norma. Uji normalitas juga dapat menggunakan uji formal Kolmogorov smirnov, dengan hipotesis berikut

H0: Residual berdistribusi normal

H1: Residual tidak berdistribusi normal     

Gambar 2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
 Unstandardized Residual
N10
Normal Parametersa,bMean0E-7
Std. Deviation15,22016571
Most Extreme DifferencesAbsolute,138
Positive,138
Negative-,129
Kolmogorov-Smirnov Z,438
Asymp. Sig. (2-tailed),991
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Berdasarkan uji Kolmogorov smirnov, di dapat Sig (2-tailed) = 0,991. Karena Sig >  = 0,05 maka residual terdistribusi secara normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal. Dari kedua metode tersebut (P-P plot dan Kolmogorov smirnov) dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal.

  • Asumsi Homoskedastisitas

Pengujian asumsi homoskedastisitas berguna untuk melihat apakah ragam residual bersifat konstan. Model regresi yang baik jika residual mempunyai ragam konstan. Pengujian ini dapat diketahui dengan uji secara grafis dan secara formal. Uji secara grafis dengan cara melakukan plot antara data prediksi dengan residuak Jika dalam plot titik titik tersebut tidak menunjukkan pola tertentu (acak), maka dapat disimpulkan bahwa ragam sisaan konstan. Berikut merupakan pengujian melalui scatterplot:

Gambar 3.

Berdasarkan Scatterplot tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik titik tersebut tidak menunjukkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual mempunyai ragam konstan. Uji formal yang  dapat digunakan adalah uji Glejser . Jika semua koefisien dari variabel bebas tidak signifikan (Sig > 5%), maka dapat disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam konstan. Berikut merupakan output dari uji Glejser:

Gambar 4. Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.
BStd. ErrorBeta
1(Constant)4,68534,081 ,137,895
RL3,75811,914,146,315,763
RS15,020282,677,024,053,959
RP-3,997E-006,000-,285-,677,524
a. Dependent Variable: absei

Dari kedua uji tersebut (Scatterplot dan Glejser) dapat disimpulkan bahwa residual mempunyai ragam konstan.

  • Asumsi Non Multikolinieritas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antar variabel bebas. Model yang baik jika tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Pengujian ini dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai dari VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi diantara variabel bebas. Berikut merupakan output dari uji nonmultikolinieritas. Nilai VIF pada masing-masing variabel bebas semuanya memunyai VIF < 10 dan disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel bebas.

Gambar 5. Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.Collinearity Statistics
BStd. ErrorBetaToleranceVIF
1(Constant)11,85859,140 ,201,848  
RL2,22520,674,042,108,918,6811,469
RS643,014490,521,4891,311,238,7381,355
RP-1,619E-005,000-,561-1,580,165,8161,225
a. Dependent Variable: S
  • Asumsi Non Autokorelasi

Uji Non autokorelasi berguna untuk melihat apakah antar residual saling berkorelasi (berhubungan). Model yang baik apabila tidak terdapat korelasi antar residual. Uji formal yang dapat digunakan adalah Uji Durbin Watson. Berikut merupakan output uji durbin Watson.

Gambar 6.  Model Summaryb
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the EstimateDurbin-Watson
1,619a,383,07418,640821,838
a. Predictors: (Constant), RP, RS, RL
b. Dependent Variable: S

Berdasarkan statistik uji Durbin Watson diperoleh nilai d = 1,838. Karena banyakanya data = 10 dan banyaknya variabel bebas = 5, didapatkan batas bawah = dL = 0,2427 dan  batas atas = dU = 2,8217. Nilai d = 1,838 terletak diantara 4-dU dan dU, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antar residual.

4.3     UJI SEREMPAK/SIMULTAN (Uji F)

Uji Serempak (Uji F) digunakan untuk mengetahui apakah variabel RL , RP, dan RS secara bersama – sama mempengaruhi saham dengan hipotesis sebagai berikut:

    paling tidak ada satu koefisien tidak sama dengan nol

Gambar 7. ANOVAa
ModelSum of SquaresDfMean SquareFSig.
1Regression1294,0803431,3601,241,374b
Residual2084,8816347,480  
Total3378,9619   
a. Dependent Variable: S
b. Predictors: (Constant), RP, RS, RL

Berdasarkan uji F, didapatkan Sig = 0,374 >  sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel RL, RP, dan RS secara bersama – sama tidak mempengaruhi saham. Hal ini disebabkan data yang sedikit tidak bisa mencerminkan atau mewakili sifat populasinya. Banyaknya data observasi penelitian  akan mempengaruhi terhadap pengambilan keputusan dan kesimpulan. Data observasi yang sedikit dapat memberikan kesimpulan yang tidak valid.

4.4     UJI PARSIAL (Uji t)

Uji parsial (Uji F) digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara individu terhadap saham dengan hipotesis sebagai berikut:

 ; j = 1,2,3

Gambar 8. Coefficientsa
ModelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.
BStd. ErrorBeta
1(Constant)11,85859,140 ,201,848
RL2,22520,674,042,108,918
RS643,014490,521,4891,311,238
RP-1,619E-005,000-,561-1,580,165
a. Dependent Variable: S

Berdasarkan uji parsial, didapatkan bahwa semua variabel tidak signifikan mempengaruhi harga saham pada tingkat kesalahan 5% . Banyaknya variabel yang tidak signifikan bisa disebabkan karena banyaknya data yang sedikit, sehingga belum mampu mencerminkan sifat populasi yang sebenarnya.

Model regresi yang didapat adalah:

   S = RS – 1,619 +

S:Harga saham 
RL:Rasio Likuiditas 
RS:Rasio solvabilitas 
RP:Rasio profit 
  Interpretasi
:Jika rasio likuiditas naik 1 sautan, maka akan menaikkan harga saham sebesar 2,225 (satuan saham/Rp) dengan variabel lain dianggap konstan (tetap)
 :Jika rasio solvabilitas naik 1 satuan, maka akan menaikkan harga saham sebesar (satuan saham/Rp) dengan variabel lain dianggap konstan (tetap)
:Jika rasio profit 1 satuan, maka akan menurunkan harga saham sebesar (satuan saham/Rp) dengan variabel lain dianggap konstan (tetap)

4.5     KOEFISIEN DETERMINASI (R2)

Ukuran kelaiakan suai dapat dilihat dari nilai R square atau koefisien determinasi yang mengukur seberapa jauh kemampuan model menjelaskan variasi variabel tidak bebas. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan nilai R2 sebesar 0,383 dan R2 adjusted 0,074. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat menerangkan variasi harga saham sebesar 38,3%.

Gambar 9. Model Summaryb
ModelRR SquareAdjusted R SquareStd. Error of the Estimate
1,619a,383,07418,64082
a. Predictors: (Constant), RP, RS, RL
b. Dependent Variable: S

5.  PENUTUP

5.1     SIMPULAN

Berdasarkan uji serempak, didapatkan sig = 0,105 >  sehingga dapat disimpulkan disimpulkan bahwa variabel RL, RP, dan RS secara bersama – sama tidak mempengaruhi saham. Model tersebut belum layak digunakan peramalan disebabkan karena data observasi yang sedikit.

Berdasarkan uji parsial, didapatkan bahwa hanya rasio aktivitas yang signifikan memengaruhi harga saham. Sedangkan variabel lainnya (rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio pasar) tidak signifikan mempengaruhi harga saham di perusahaan tersebut. Banyaknya variabel yang tidak signifikan disebsbakan data yang sedikit, sehingga hubungan antara rasio keuangan dan harga saham belum kelihatan (belum mencerminkan sifat populasi sebenarnya).

Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan nilai R2 adjusted 0,078. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat menerangkan variasi harga saham sebesar 7,8%. Nilai R2 ini mencerminakan seberapa besar model dapat menjelaskan variasi dari harga saham. Nilai R2 semakin mendekati 100% maka model yang digunakan semakin baik dalam menjelaskan variasi variabel tidak bebas.

5.2     SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulkan untuk menilai hubungan rasio keuangan dan harga saham khsusnya pada industri rokok tersebut (gudang garam dan sampoerna). Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah pengamatan yang masih sedikit dan sampel yang terambil juga masih sedikit dan tidak semua variabel dimasukkan dalam analisis regresi. Periode pengamatan yang panjang sangat diperlukan terutama apabila variabel bebas yang digunakan juga banyak. Untuk itu saran untuk peneliti selanjutnya adalah:

  1. Untuk melakukan analisis regresi membutuhkan data yang cukup untuk bisa memodelkan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (linier, kuadratik, eksponen atau lainnya) secara tepat.
  2. Mempertimbangkan untuk memasukkan variabel lain yang juga mempengaruhi harga saham menurut teori sebelumnya.
  3. Disarankan untuk menggunakan periode observasi yang lebih panjang (beberapa sumber menyarankan minimal 30 observasi) karena hal ini akan berpengaruh terhadap kelayakan model dalam melakukan peramalan
  4. Jumlah sampel yang diamati hendaknya juga diperbanyak lagi agar pengambilan keputusan dan kesimpulan yang lebih baik lagi (valid)

DAFTAR PUSTAKA

Keown, Arthur J.Scott, David F.Martin, John D.Petty, dan Jay.W, 1999. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi ketujuh, Buku I, Alih bahasa Chaerul D.Djakman PT Salemba Empat, Jakarta.

Meily Surianti dan Nur Indriantoro, 1999. Ketepatan Ramalan Laba pada Prospectus Penawaran Umum Perdan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia

Porman, Andy, 2007. Menilai Harga Wajar Sahami. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sugiono, 2002. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kesatu, CV Alfabeta, Bandung

Sulaiman, Wahid, 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Wild, Subramanyan dan Hasley, 2005. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Delapan, Jilid I, Alih Bahasa Yanivi S. Bahtiar dan S. Nurwahyu Harahap, PT Salemba Empat, Jakarta