PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN SUB SEKTOR ASURANSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

ALBERTINA WIDIANA S. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG—KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Para pelaku bisnis saat ini sedang dihadapkan pada tantangan yang berat dan beragam seperti globalisasi, inovasi teknologi, dan persaingan yang ketat. Adanya persaingan yang ketat di antara para pelaku bisnis ini menyebabkan semakin tingginya tuntutan dari pelanggan ke produsen. Untuk menghadapi situasi yang demikian, para pelaku bisnis diharapkan dapat memperbaiki perusahaannya. Suatu perusahaan harus dapat menunjukkan nilai perusahaannya. Nilai perusahaan seringkali dikaitkan dengan kinerja dan nilai pasar. Suatu perusahaan dengan kinerja yang baik dapat dikatakan memiliki nilai yang baik pula. Nilai perusahaan penting karena nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran para pemegang saham (Brigham & Gapensi, 2002). Hal ini dapat dicapai dengan cara setiap perusahaan memiliki keunggulan kompetitif tertentu dibandingkan dengan organisasi lainnya. Keunggulan kompetitif ini dapat dibentuk dengan berbagai cara, misalnya menciptakan produk dengan desain unik, menggunakan teknologi modern, desain organisasi, dan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efektif, efisien, dan ekonomi.

Di masa lalu, kekayaan dan daya saing perusahaan selalu didasarkan pada kepemilikan sumber daya yang bersifat fisik (tangible asset) (Zulmiati, 2012). Namun sekarang ini ilmu pengetahuanlah yang menjadi aset ekonomi paling penting dan faktor determinan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Ilmu pengetahuan merupakan komponen penting untuk membangun kapasitas dan meningkatkan produktivitas, melebihi kekuatan modal dan tenaga kerja.

Untuk dapat bertahan, perusahaan harus mengubah bisnisnya yang didasarkan pada tenaga kerja (labor based business) menjadi bisnis yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge based business) dengan karakteristik pengetahuan (Suwarjuwono, 2003). Solikhah, et al. (2010) dan Starovic & Marr (2003) juga menemukan bahwa pengetahuan telah menjadi mesin baru dalam pengembangan suatu bisnis. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengukur aset pengetahuan (knowledge asset) adalah modal intelektual (intellectual capital) (Zulmiati, 2012; Solikhah, et al., 2010; Petty & Guthrie, 2000).

Pelaporan keuangan seringkali dianggap kurang memadai sebagai pelaporan kinerja perusahaan dikarenakan adanya keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai perusahaan (Zulmiati, 2012). Seharusnya ada informasi lainnya yang perlu disampaikan pada para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menjelaskan nilai lebih dari perusahaan. Canibao & Mora (2000) mengatakan bahwa salah satu tanda informasi akuntansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan untuk membuat keputusan adalah semakin meningkatnya kesenjangan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan dalam pasar keuangan.

Perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan adalah nilai intellectual capital (Pramelasari, 2010). Intellectual capital pada umumnya merupakan perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku aset perusahaan tersebut (Ulum et al, 2008). Edvinson & Malone (1997) menyatakan bahwa intellectual capital merupakan nilai yang tersembunyi (hidden asset) dalam perusahaan yang tidak terlihat seperti aset fisik lainnya dan tidak tercermin dalam laporan keuangan.

Bontis (2000) mengungkapkan intellectual capital terdiri atas human capital, structural capital, dan customer capital. Human capital menunjukkan  kemampuan pengetahuan individu suatu organisasi yang diwakili oleh karyawannya. Stuctural capital adalah pengetahuan yang dimiliki perusahaan berbentuk teknologi, penemuan baru, data, publikasi, dan prosedur internal. Customer capital adalah pengetahuan di jalur pemasaran dan hubungan pelanggan dimana dikembangkan oleh organisasi melalui jalannya suatu bisnis.

Intellectual capital memegang peranan penting dalam meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Kaplan & Norton, 2004 dalam Artinah, 2011). Intellectual capital yang terdiri dari sumber daya dan kemampuan perusahaan yang berharga, sulit ditiru dan bersifat tidak tergantikan, sehingga akan menghasilkan keunggulan kompetitif serta kinerja yang superior dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memakainya (Barney, 1991 dalam Aji, 2011).

Fenomena intellectual capital berkembang terutama setelah munculnya PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang aset tak berwujud. Aset tak berwujud merupakan aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).

Nilai perusahaan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai perusahaan dalam menjalankan usahanya. Nilai perusahaan dapat dilihat dari kinerja dan nilai pasar perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan menunjukkan kondisi yang telah dicapai perusahaan sebagai gambaran kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan. Modal intelektual merupakan salah satu aspek yang dapat membuat perusahaan mendapatkan nilai yang baik.

Dalam penelitian ini, intellectual capital diproksikan dengan menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAIC diciptakan untuk menyediakan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) maupun aset tak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan sebuah kemampuan perusahaan untuk membentuk nilai tambah (value added). Value added (VA) merupakan indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (Zulmiati, 2012). Keunggulan dari VAIC adalah data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang digunakan adalah angka-angka standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Sedangkan alternatif pengukuran intellectual capital yang lain terbatas pada menghasilkan indikator keuangan dan non keuangan yang unik yang hanya melengkapi profil perusahaan secara individu. Indikator tersebut khususnya indikator non keuangan tidak tersedia oleh perusahaan lain (Tan, et al., 2007).

Penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan, pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan yang berkaitan dengan nilai perusahaan memberikan hasil yang berbeda. Firer & William (2003) menyatakan bahwa hubungan antara efisiensi VAIC dan kinerja keuangan (ROA, ATO, MB) adalah terbatas dan tidak konsisten. Chen, et al., (2005), Tan, et al., (2007), dan Ulum, et al., (2008) menunjukkan bahwa intellectual capital yang diproksikan dengan VAIC berpengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan. Sedangkan hasil penelitian Kuryanto & Syafruddin (2008) menyatakan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan ROE, EPS, dan ASR. Penelitian Lili & Didik (2012) memberikan hasil bahwa VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap ROE, sedangkan VAHU berpengaruh negatif terhadap ROE.

Dari perbedaan hasil penelitian inilah membuat diperlukannya penelitian ulang untuk menguji pengaruh intellectual capital yang diproksikan dengan VAIC terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi, yang menggunakan komponen VAIC (VACA, VAHU, dan STVA) sebagai variabel independen dan Tobin`s Q sebagai variabel dependen. Tobin`s Q digunakan sebagai variabel dependen karena mampu memberikan perhitungan tentang nilai perusahaan secara lengkap baik kinerja perusahan, pertumbuhan perusahaan, maupun semua unsur terkait utang dan modal saham.

Penelitian ini berusaha mengukur pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan sub sektor asuransi di Indonesia. Pemilihan sub sektor asuransi ini dikarenakan sub sektor asuransi merupakan salah satu perusahaan yang memanfaatkan inovasi jasa yang diciptakannya untuk bersaing dalam memberikan nilai tersendiri atas jasa yang dihasilkan bagi konsumen (Widiyaningrum, 2004; dalam Putri, 2011).

Berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan Sub Sektor Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Apakah Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh secara simultan terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi?

Apakah Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh secara parsial terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut:

Untuk membuktikan pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara simultan terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi.

Untuk membuktikan pengaruh Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) secara parsial terhadap Tobin`s Q pada sub sektor asuransi.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi Penulis

Peneliti dapat mengetahui lebih luas mengenai intellectual capital dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan khususnya terhadap Tobin`s Q.

Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen dalam mengelola sumber daya intelektual sehingga dapat digunakan dengan lebih efektif dan menciptakan nilai bagi perusahaan.

Bagi Pembaca

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi dan menambah pengetahuan tentang intellectual capital serta pengaruhnya terhadap nilai perusahaan.

Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka dan menjadi bahan referensi bagi universitas.

  • LANDASAN TEORI

2.1       Stakeholder Theory

Freeman & Reed (1983) dalam Ulum (2009) menyatakan stakeholder adalah:

“any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organization`s objectives or is affected by the achievement of an organization`s objectives”.

Pramelasari (2010) mengungkapkan bahwa teori stakeholder menganggap posisi para stakeholder lebih powerful dibandingkan dengan posisi shareholder saja. Kelompok stakeholder tersebut antara lain pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur, pemerintah serta masyarakat (Belkaoui, 2003). Konsesus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba akuntansi hanya sebuah ukuran return bagi shareholder, sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan stakeholder dan didistribusikan kepada stakeholder yang sama (Meek & Gray, 1998 dalam Putra, 2012).

Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama manajemen untuk mengungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan (Pramelasari, 2010). Tujuan utama teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan untuk meningkatkan pencipataan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi para stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2008). Teori ini sebenarnya menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan dengan para stakeholder nya. Para stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, manajer juga diwajibkan untuk mengelola organisasi demi keuntungan semua stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2009).           

Untuk mencapai nilai perusahaan, manajemen perusahaan harus mampu mengelola semua sumber daya yang dimilik oleh perusahaan. Sumber daya tersebut dapat berupa karyawan (human capital), aset fisik (physical capital) maupun structural capital. Bila perusahaan mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya dengan baik, maka akan tercipta value added bagi perusahaan  dan bagi para stakeholder (Zulmiati, 2012).

2.2       The Resource-Based Theory

Resource-Based Theory (RBT) muncul sebagai kerangka kerja baru yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keuntungan kompetitif (Zulmiati, 2012). Astuti & Sabeni (2005) menjelasakan sumber daya perusahaan dalam resource-based theory adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik untuk tiap-tiap perusahaan. Keuntungan di atas rata-rata berasal dari sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaaan tidak hanya digabungkan untuk memberikan produk yang bernilai, tetapi juga akan sulit bagi perusahaan lain untuk meniru atau memperolehnya.

Resource-based theory membahas mengenai sumber daya yang dimiliki perusahaan dan bagaimana perusahaan mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya tersebut. Bila perusahaan mampu mengelola sumber dayanya dengan baik, maka akan tercipta keunggulan kompetitif yang akan menciptakan nilai bagi perusahaan (Ningrum, 2012; Zulmiati, 2012; Pramelasari, 2010).  Lev (1987) dalam Ningrum (2012) menyebutkan bahwa resource-based theory meyakini perusahaan akan mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja optimal dengan mengakuisisi, menggabungkan, dan menggunakan aset-aset pentingnya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan kinerja yang optimal.

Pearce & Robinson (2008) mengungkapkan terdapat tiga jenis sumber daya yang dimiliki perusahaan, yaitu:

Aset berwujud (tangible assets)

Merupakan jenis aset yang terdiri dari sarana fisi dan keuangan yang digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Aset ini terdiri dari fasilitas produksi, bahan baku, sumber daya keuangan, real estate, dan komputer.

Aset tidak berwujud (Intangible assets)

Aset jenis ini dapat berupa merek, reputasi perusahaan, moral organisasi, pemahaman teknik, paten, merk dagang, serta pengalaman dalam organisasi. Aset tidak berwujud ini seringkali memegang peranan yang penting untuk menciptakan keunggulan kompetitif, walaupun aset ini tidak dapat disentuh atau dilihat.

Kapabilitas organsiasi

Kapabilitas organisasi bukanlah sebuah input seperti aset berwujud ataupun aset tidak berwujud. Kapabilitas organisasi merupakan suatu keahlian, kapabilitas, dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta proses. Kapabilitas ini diperlukan perusahaan untuk mengubah input menjadi output.

Selain itu, Pearce & Robinson (2008) juga menjelaskan beberapa kriteria dari resource-based theory untuk menentukan sumber daya kunci, antara lain:

Penting untuk mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara lebih baik dibandingkan dengan alternatif lainnya.

Hanya sedikit pihak yang memiliki sumber daya atau keahlian yang setingkat dengan yang dimiliki oleh perusahaan.

Menghasilkan bagian terbesar dari laba keseluruhan dengan cara dikendalikan oleh perusahaan.

Bersifat tahan lama atau berkesinambungan dengan waktu.

Zulmiati (2012) menyebutkan dalam resource-based theory keunggulan kompetitif perusahaan didapatkan dari kemampuannya untuk merangkai dan memanfaatkan kombinasi sumber daya yang tepat. Seiring dengan meningkatnya keefektifan dan kemampuan perusahaan, jumlah sumber daya yang dibutuhkan perusahaan akan mengalami peningkatan. Melalui penggunaan yang terus menerus, kemampuan dari beberapa jenis sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara terus menerus, akan makin sulit untuk dipahami dan ditiru oleh pesaing. Sehingga untuk mengembangkan keunggulan kompetitif, suatu perusahaan harus memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih unggul dari pesaingnya.

Zulmiati (2012) menjelaskan empat karakteristik sumber daya dan kemampuan perusahaan yang menjadi penentu keunggulan kompetitif perusahaan, antara lain:

Daya tahan

Faktor daya tahan ini akan bervariasi tergantung pada sumber daya masing-masing. Namun dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih akan mengurangi umur efektif dari hampir semua sumber daya yang ada.

Transparansi

Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keunggulan komptetitifnya sangat tergantung pada kecepatan perusahaan lain untuk meniru strategi perusahaan. Kemampuan tertentu yang rumit yang dimiliki oleh perusahaan dan membutuhkan banyak sumber daya akan lebih sulit untuk dipahami dan ditiru oleh perusahaan pesaing dibandingkan dengan kemampuan perusahaan yang hanya membutuhkan satu sumber daya dominan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepemilikan atas sumber daya yang unik menjadi sumber daya perusahaan akan membuat perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Kemampuan transfer

Perusahaan dapat mendapatkan sumber daya atau kemampuan untuk meniru keunggulan kompetitif pesaiang yang lebih unggul dengan cara melakukan akuisisi atau penugasan atas perusahaan lain. Hasilnya adalah keunggulan kompetitif pesaing akan menghilang karena telah dapat dititu oleh perusahaan lain.

Replikabilitas

Transferability yang tidak sempurna pada kemampuan dan sumber daya membatasi kemampuan perusahaan untuk membeli dengan maksud meniru kesuksesan. Beberapa sumber daya dan kapabilitas dapat ditiru dengan mudah melalui replikasi. Investasi internal dapat dilakukan untuk mengakuisisi sumber daya atau kapabilitas, sehingga keunggulan kompetitif dapat dipertahankan dari upaya peniruan oleh pesaing.

Susanto (2007) mengungkapkan bahwa agar dapat bersaing, suatu perusahaan membutuhkan dua hal utama. Pertama, memiliki keunggulan di semua sumber daya yang dimilikinya, baik berupa aset berwujud (tangible assets) maupun aset tidak berwujud (intangible assets). Kedua, adalah kemampuan dalam mengelola dengan efektif sumber daya yang dimiliki. Kombinasi dari aset dan kemampuan akan melahirkan kompetensi yang khas dari sebuah perusahaan yang akan menghasilkan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya.

Susanto (2007) juga menjelaskan bahwa dalam teori ini, hal yang paling penting adalah menentukan sumber daya kunci yang potensial bagi perusahaan sehingga dapat meraih keunggulan kompetitif. Sumber daya tersebut mencakup seluruh aset, kapabilitas, proses organisasi, atribut-atribut, pengetahuan, dan sebagainya yang dikendalikan oleh perusahaan sehingga dapat memperbaiki tingkat efisiensi dan efektivitasnya.

Lebih lanjut Susanto (2007) menjelaskan sumber daya perusahaan terdiri dari tiga macam, yaitu sumber daya yang bewujud, sumber daya tidak berwujud, dan sumber daya manusia. Tiap-tiap sumber daya tersebut memiliki kontribusi yang berbeda dalam upaya pencapaian keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perusahaan perlu untuk menentukan sumber daya mana yang menjadi daya kunci yang akan menciptakan keunggulan kompetitif. Untuk menentukan sumber daya kunci resource-based theory memberikan beberapa kriteria, yaitu:

Sumber daya tersebut mampu mendukung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Sumber daya tersebut tersedia dalam jumlah terbatas atau langka dan tidak mudah ditiru. Empat karakteristik yang membuat suatu sumber daya sulit ditiru, yaitu sumber daya tersebut unik secara fisik, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya, sumber daya yang unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan pesaing, dan sumber daya yang membutuhkan investasi modal yang besar untuk mendapatkannya.

Sumber daya tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Suatu sumber daya dikatakan semakin berharga bila semakin banyak membawa keuntungan bagi perusahaan.

Durability (daya tahan sumber daya), semakin lambat suatu sumber daya mengalami depresiasi, maka sumber daya tersebut semakin berharga. Sumber daya akan semakin berharga apabila bahkan mengalami apresiasi seperti brand awareness reputasi dan budaya perusahaan.

2.3       Intellectual Capital

2.3.1    Pengertian Intellectual Capital

Stewart (1997) dalam (Ulum, 2009) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

“the sum of everything in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material-knowledge information, intellectual property, experience-that can be put to use to create wealth.”

Klein & Prusak (1994) dalam Ulum (2009) mendefiniskan intellectual capital sebagai material yang disusun, ditangkap, dan digunakan untuk menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi. Edvinson & Sullivan (1997) dalam Cheng et al, (2010) mendefiniskan intellectual capital sebagai pengetahuan yang dapat diubah menjadi nilai. Roos et al, (1997) dalam Ulum (2009) menyatakan intellectual capital sebagai berikut:

“IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider.”

Williams (2001) dalam Ulum (2009) mendefiniskan intellectual capital sebagai berikut:

“the enhanced value of a firm attributable to assets, generally of an intangible nature, resulting from the company`s organizational function, processes and information technology networks, the competency and efficiency of its employees and its relationship with its customers. Intellectual capital assets are developed from (a) the creation of new knowledge and innovation; (b) application of presents knowledge to present issues and concerns that enhance employees and customers; (c) packaging, processing and transmission of knowledge; and (d) the acquisition of present knowledge created thorugh research and learning.”

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa intellectual capital adalah suatu nilai tersembunyi yang ada di dalam perusahaan yang berisi informasi tentang kualitas sumber daya manusia, struktur organisasi, dan strategi perusahaan serta hubungan antara perusahaan dengan pihak eksternal seperti mitra atau pelanggan yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kekayaan perusahaan.

2.3.2    Komponen Intellectual Capital

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD, 1999) dalam Ulum (2007) menjelaskan intellectual capital sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tidak berwujud yaitu organizational (structural) capital dan human capital. Organizational (structural) capital mengacu pada hal-hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia di dalam suatu organisasi (yaitu sumber daya tenaga kerja/ karyawan) dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi seperti konsumen dan supplier.

Bontis et al, (2000) dalam Ulum (2008) menyatakan umumnya intellectual capital dibagi menjadi tiga komponen, yaitu human capital (HU), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Human capital mencerminkan individual knowledge stock suatu organisasi yang dipresentasikan karyawannya. Human capital meliputi kompetensi, komitmen dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Structural capital meliputi non-human strorehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam structural capital adalah database, organizational chart, manual process, strategies, routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai materialnya. Sedangkan customer capital adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship.

International Federation of Accountant (IFAC) (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu organizational capital, relational capital, dan human capital. Organizational capital meliputi intellectual property dan infrastructure assets.

Tabel 1. Klasifikasi Komponen Intellectual Capital

Organizational CapitalRelational CapitalHuman Capital
Intellectual Property:BrandsKnow-How
Patens Copyrights Design rights Trade secret Trademarks Service marks Infrastructure assets: Management philosophy Corporate cultureCustomers Customer loyalty Backlog orders Company names Distribution channels Business CollaborationEducation Vocational qualification Work-related knowledge Work related competencies Enterpreneurial spirit, Innovativeness, Proactive and Reactive abilities, Changebility
Intellectual Property: Management processes Information systems Networking systems Financial relationsBrands: Licensing agreements Favourable contracts Franchising agreementsKnow How

Pada umumnya peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari 3 komponen utama yaitu (Sawarjuwono & Kadir, 2005):

Human Capital (HC)

Drapper (1997) dalam Ulum (2009) mendefiniskan human capital sebagai akumulasi nilai investasi pada pelatihan, kompetensi, serta masa depan karyawan. Pada human capital inilah terdapat sumber innovation dan improvement, namun merupakan komponen yang sulit diukur. Human capital sebagai sumber innovation dan improvement karena di dalamnya terdapat pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan perusahaan. Human capital akan meningkat jika perusahaan memanfaatkannya dengan baik, sehingga perusahaan akan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Dengan memiliki karyawan yang berkeahliaan dan berketerampilan, maka kinerja perusahaan akan meningkat dan keberlangsungan perusahaan tersebut akan terjamin. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan meningkatkan persepsi pasar, mengembangkan pengetahuan kompetensi, dan keterampilan karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Structural Capital (SC)

Menurut Sawarjuwono & Kadir (2005) structural capital merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi proses rutinitas perusahaan dan stukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Misalnya sistem operasional perusahaan, proses manufaktur, budaya organisasi, dan filosofi manajemen.

Zulmiati (2012) mengatakan bahwa structural capital muncul dari proses dan nilai organisasi, serta merefleksikan fokus internal dan eksternal perusahaan ditambah dengan pembaharuan dan pengembangan nilai di masa akan datang. Belkaoui (2003) mengungkapkan bahwa penaksiran intellectual capital yang paling bagus adalah structural capital yang dimiliki perusahaan dan diasumsikan tidak akan diproduksi dan dibagikan.

Relational Capital (RC) atau Customer Capital (CC)

Relational capital merupakan hubungan yang harmonis, association network yang dimiliki perusahaan dengan para mitranya baik para pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang menambah nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono & Kadir, 2005).

Customer capital menurut Drapper (1997) dalam Ulum (2009) adalah nilai dasar pelanggan, hubungan dengan pelanggan, serta potensi pelanggan. Customer capital diperluas definisnya dan dimasukkan ke dalam relational capital meliputi pengetahuan yang menempel pada semua hubungan organisasi yang dikembangkan dengan pelanggan, pesaing, pemasok, asosiasi perdagangan serta pemerintah (Bontis et al, 2000).

2.3.3    Pengukuran Intellectual Capital

Tan et al , (2007) dalam Ulum (2009) mengelompokkan metoda pengukuran intellectual capital dalam 2 kategori, yaitu pengukuran non moneter dan pengukuran moneter. Pengukuran berbasis non moneter antara lain:

The Balanced Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992)

Brooking`s (1996) Technology Broker Method

Skandia IC Report Method, dikembangkan oleh Edvinssion dan Malone (1997)

The IC-Index, dikembangkan oleh Roos et al, (1997)

Intangible Assets Monitor Approach, dikembangkan oleh Sveiby`s (1997)

The Heuristic Frame, dikembangkan oleh Joia (2000)

Vital Sign Scorecard, dikembangkan oleh Vanderkaay`s (2000)

The Ernst & Young Model, dikembangkan oleh Barsky dan Marchant (2000)

Sedangkan model penelitian berbasis moneter (Tan et al, 2007 dalam Ulum 2009) antara lain:

The EVA and MVA Model, dikembangkan oleh Bontis et al, (1999)

The Market-to-Book Value Model, dikembangkan oleh berbagai penulis

Tobin`s Q Method, dikembangkan oleh Luthy (1998)

Pulic`s VAIC Model (1998, 2000)

Calculated Intangible Value, dikembangkan oleh Dzinkowski (2000)

The Knowledge Capital Earnings Model, dikembangkan oleh Lev dan Feng (2001)

Tan et al (2007) dalam Zulmiati (2012) juga menyebutkan metoda lain yang digunakan oleh beberapa peneliti akuntansi dan praktisi, antara lain:

Human Resource Costing & Accounting, dikembangkan oleh Johanson dan Grojer (1998)

Accounting for The Future, dikembangkan oleh Nash (1998)

Total Value Creation, dikembangkan oleh McLean (1999)

The Value Explorer and Weightless Weight, dikembangkan oleh Andriessen dan Tissen (2000) Andriessen (2001)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan VAIC sebagai alat ukur intellectual capital berdasarkan penelitan-penelitian terdahulu yang juga menggunakan VAIC. Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian Kuryanto (2008) menunjukkan pengaruh negatif antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan, hasil Chen et al, (2005), Tan et al, (2007) dalam Ulum et al, (2008) menujukkan hasil pengaruh positif antara intellectual capital yang diproyeksikan dengan VAIC terhadap kinerja perusahaan. Solikhah Rohman & Meiranto (2010) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Hasilnya, modal intelektual terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan.

Pengukuran dalam penelitian ini mengukur intellectual capital perusahaan yang berbasis moneter karena metoda VAIC mengukur value added perusahaan dari selisih nilai buku dan nilai pasar perusahaan yg menyangkut angka-angka dalam laporan keuangan dan sisi moneter perusahaan tersebut dan penelitian terdahulu mengenai intellectual capital juga merupakan penelitian berbasis moneter.

2.4       Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)

VAIC merupakan metoda yang dikembangkan Pulic (1998) yang didesain untuk menyajikan informasi tentang penciptaan nilai efisiensi dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Model ini relatif mudah dan sangat mungkin dilakukan karena dikonstruksikan dari akun-akun dalam laporan keuangan (laporan posisi keuangan dan laporan laba komprehensif). Perhitungannya dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah atau value added (VA). VA adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (value creation). Value added didapat dari selisih antara output dan input  (Pulic, 1998).

Nilai ouput (OUT) adalah pendapatan dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan untuk dijual, sedangkan input (IN) meliputi seluruh bebaan yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dalam rangka menghasilkan pendapatan. Hal yang perlu diingat adalah bahwa beban karyawan tidak termasuk dalam input. Beban karyawan tidak termasuk dalam input karena karyawan sangat berperan aktif dalam proses penciptaan nilai (Tan et al, 2007 dalam Pramelasari, 2010). Value added dapat dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

Ouput: penjualan total dan pendapatan lain

Input: beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan)

VAIC dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

 STVA

Keterangan:

VACA: Value Added of Capital Employed

VAHU: Value Added Human Capital

STVA: Structural Capital Value Added

2.4.1    Value Added of Capital Employed (VACA)

VACA adalah indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari capital employed (CE) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan capital employed (CE). Dengan demikian, pemanfaatan yang capital employed lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan (Tan et al, 2007 dalam Ulum, 2009).

Berdasarkan konsep resource-based theory, agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, perusahaan membutuhkan sebuah kemampuan untuk mengelola aset baik aset fisik maupun aset intelektual. VACA merupakan bentuk kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya berupa capital asset. Dengan pengelolaan capital asset yang baik, diyakini perusahaan dapat meningkatkan nilai pasar dan kinerja perusahaannya (Pramelasari, 2010). VACA dihitung dengan rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

VACA: Value Added Capital Employed, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

2.4.2    Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU menunjukkan berapa banyak value added dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dengan human capital mengindikasikan kemampuan human capital untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Pulic (1998) dalam Ulum (2009) mengungkapkan bahwa total salary dan wage costs merupakan indikator human capital perusahaan.

Berdasarkan konsep resource-based theory, agar dapat bersaing perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan harus dapat mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan (Pramelasari, 2010). VAHU dapat dihitung dg rumus (Pulic, 1998):

Keterangan:

VAHU: Value Added Human Capital, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

HC: Human Capital (beban karyawan)

2.4.3    Structural Capital Value Added (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi structural capital dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added dan merupakan indikasi keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural capital bukanlah ukuran yang independen sebagaimana human capital (HC) dalam proses penciptaan nilai. Semakin besar kontribusi human capital dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi structural capital dalam hal tersebut. STVA dapat dihitung dengan rumus (Pulic, 1998).

Keterangan:

STVA: Structural Capital Value Added, rasio dari SC terhadap VA

SC: Structural Capital (VA-HC)

VA: Value Added

2.5       Nilai Perusahaan

2.5.1    Pengertian Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan seringkali dikaitkan dengan kinerja dan nilai pasar perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik bila kinerjanya juga baik. Menurut Keown, dkk (2006) nilai pasar merupakan nilai yang berlaku di pasaran, yang ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti pula oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan keputusan investasi, pendanaan dan manajemen aset (Brigham & Gapensi, 2002).         Suad (2000)  mendefinisikan nilai perusahaan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli bila perusahaan tersebut dijual. Sehingga, bila perusahaan menawarkan sahamnya ke publik, maka nilai perusahaan akan tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Fama (1978) dalam Wahyudi & Pawestri (2006) menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut dengan nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan nilai aset perusahaan sesungguhnya. Optimalisasi nilai perusahaan adalah tujuan perusahaan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, di mana satu keputusan keuangan yang diambil akan berpengaruh terhadap keputusan keuangan lain dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama & French, 1998 dalam Wahyudi & Pawestri, 2006).

2.5.2    Metoda Pengukuran Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan sering kali diukur dengan menggunakan rasio-rasio penilaian atau rasio pasar. Rasio ini merupakan ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan risiko. Menurut Weston & Copeland (2008), rasio penilaian terdiri dari:

Price Earning Ratio (PER)

Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah rasio PER. Rumus untuk menghitung PER adalah:

Price to Book Value (PBV)

Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV, maka berarti bahwa pasar semakin percaya akan prospek perusahaan tersebut. Rumus untuk menghitung PBV adalah:

Rasio Tobin`s Q

Rasio Tobin`s Q dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator untuk menilai nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental.

2.6       Tobin`s Q

2.6.1    Pengertian Tobin`s Q

Rasio-rasio keuangan digunakan oleh investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat menjadi indikasi bagi manajemen tentang penilaian investor terhadap kinerja perusahaan di masa lampau dan prospeknya di masa depan. Salah satu rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan adalah Tobin`s Q (Permanasari, 2010). Tobin`s Q atau biasa disebut Q ratio atau Q theory diperkenalkan pertama kali oleh James Tobin tahun 1969. James Tobin merupakan ekonom Amerika yang meraih nobel di bidang ekonomi dengan mengajukan hipotesis bahwa nilai pasar suatu perusahaan seharusnya sama dengan biaya penggantian aset perusahaan tersebut sehingga mencipatkan keadaan ekuilibrium (Haosana, 2012).

Pengertian Tobin`s Q menurut James Tobin dalam Juniarti (2009) adalah:

“Tobin`s Q is the ratio of the market value of a firm assets (as measured by the market value of the market value of its outstanding stock and debt) to the replacement cost of the firm`s assets”.

Tobin`s Q mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai kombinasi antara aset berwujud dan aset tidak berwujud. Nilai Tobin`s Q perusahaan yang rendah (antara 0 dan 1) mengindikasikan bahwa biaya ganti aset perusahaan lebih besar dibandingkan dengan nilai pasar perusahaan tersebut. Sedangkan jika nilai Tobin`s Q suatu perusahaan tinggi (lebih dari 1) maka nilai perusahaan lebih besar daripada nilai aset perusahaan yang tercatat (Haosana, 2012). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, maka dikatakan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

2.6.2    Keunggulan Tobin`s Q

Tobin`s Q mampu memberikan informasi paling baik karena dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam perusahaan, misalnya terjadinya perbedaan cross-sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi (Sukamulja, 2004).

Selain itu, dalam Tobin`s Q terdapat semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa dan ekuitas perusahaan yang dimasukkan, tetapi seluruh aset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh aset perusahaan, berarti perusahaan tidak hanya fokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham tetapi juga kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan tidak hanya dari ekuitas tetapi juga dari pinjaman oleh kreditur (Permanasari, 2010; Darmawati dkk, 2003).

Menurut Ricardo (….) dalam Juniarti (2009), Tobin`s Q meringkas informasi yang akan datang yang relevan dengan keputusan investasi perusahaan. Perusahaan meningkatkan modal saham jika Q tinggi karena jika nilai Tobin`s Q di atas satu maka perusahaan akan menghasilkan rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan dikeluarkan oleh biaya aset.

Secara khusus, Tobin`s Q sering digunakan sebagai alat pengukur intangible assets atau modal intelektual dalam perusahaan seperti kekuatan monopoli, sistem manajerial, dan peluang pertumbuhan, Dengan adanya modal intelektual inilah suatu perusahaan sering dinilai lebih oleh pasar. Rupert (1998) dalam Juniarti (2009) mengungkapkan hal tersebut tercermin dari banyaknya perusahaan yang memiliki aset berwujud yang tidak signifikan dalam laporan keuangan tetapi penghargaan pasar terhadap perusahaan tersebut sangat tinggi. Sehingga itulah mengapa Tobin`s Q menjadi alat pengukuran kinerja yang populer.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, khususnya tentang nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010).

2.6.3    Perhitungan Tobin`s Q

Nilai Tobin`s Q umumnya dihitung dengan membagi nilai pasar perusahaan (diukur dari nilai pasar saham yang beredar dan utang) dengan biaya penggantian aset. Rumus dasar ini kemudian dikembangkan kembali oleh Lindenberg & Ross (1981) dalam Juniarti (2009) dengan rumus:

Perhitungan yang lebih akurat dilakukan oleh Yan Liu dalam Juniarti (2009) dengan menambahkan biaya iklan serta biaya reseach and development sebagai proksi intangible asset, dengan rumus:

Perkembangan lain dari rumus Tobin`s Q dilakukan oleh Chung & Pruitt (1994). Perkembangan ini dilakukan karena pada kenyataannya biaya penggantian aset sering tidak tersedia dan sulit diperhitungkan. Sehingga biaya penggantian aset disamakan dengan nilai buku aset. Rumus yang terbentuk adalah:

Keterangan:

ME:      Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harag penutupan saham

PS:    Nilai likuidasi saham preferen perusahaan yang beredar

DEBT: Total utang+ persediaan- aset lancar

TA: Nilai buku total aset perusahaan

Klapper & Love (2002) telah menyesuaikan rumus Tobin`s Q dengan kondisi transaksi keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Rumus tersebut adalah:

Keterangan:

ME: Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham

DEBT: Total utang

TA: Total aset perusahaan

2.7       Penelitian Terdahulu

Bontis et al, (2000) meneliti hubungan antara Intellectual Capital (IC) dengan kinerja perusahaan di Malaysia. Bontis menggunakan mahasiswa MBA part-time sebanyak 107 mahasiswa, 60% responden bekerja di industri jasa dan 40% di industri non-jasa. Penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner dan analisisnya dengan Partial Least Square (PLS).

Firer & William (2003) meneliti hubungan antara intellectual capital dengan model Pulic terhadapa kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan IC dengan tiga dasar ukuran kinerja perusahaan yaitu profitability (ROA), productivity (ATO), dan market valuation (MB) secara umum adalah terbatas.

Chen et al, (2005) menggunakan model intellectual capital Pulic untuk meneliti hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan tahun 1992-2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan.

Najibullah (2005) meneliti hubungan intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja keuangan yaitu return on assets (ROA), return on equity (ROE), growth revenue (GR) dan employee productivity (EP) dengan sampel perusahaan perbankan di Bangladesh. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap growth revenue dan market valuation (MB).

Tan et al, (2007) menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapore sebagai sampel penelitian untuk melihat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS). Kinerja keuangan yang digunakan adalah ROE, earning per share (EPS) dan annual stock return (ASR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intellectual capital berhubungan secara positif dengan kinerja perusahaan dan intellectual capital juga berhubungan secara positif dengan kinerja keuangan di masa mendatang.

Ulum (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan populasi penelitian berupa perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai tahun 2006. Penelitian ini memberikan hasil bahwa dari hasil pengujian dengan Partial Least Square (PLS) diketahui bahwa secara statistik ada pengaruh antara intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006, serta terhadap kinerja keuangan masa depan baik perioda 2004-2005 maupun 2005-2006.

Kuryanto & Syafruddin (2008) meneliti tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE, EPS, dan ASR dengan populasi penelitian perusahaan yang terdaftar pada papan utama Bursa Efek Indonesia. Setelah dilakukan pengujian terhadap 73 perusahaan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh positif antara intellectual capital perusahaan dengan kinerjanya. Baik kinerja keuangan tahun tersebut maupun kinerja keuangan di masa mendatang.

Solikhah Rohman & Meiranto (2010) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Penelitian ini menggunakan alat uji Partial Least Square (PLS). Hasilnya dapat disimpulkan bahwa modal intelektual terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, modal intelektual juga terbukti secara signfikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan.

Lili & Didik (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Dengan metoda analisis regresi berganda, penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital memiliki pengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap nilai pasar (MtBV) dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA, sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE dan ROA.

Haryanto & Henny (2013) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan diproksikan dengan ROE, sedangkan nilai pasar perusahaan diproksikan dengan market-to-book-value. Hasil penelitian tersebut memberi kesimpulan bahwa adalah besarnya intellectual capital yang dimiliki perusahaan tidak mempengaruhi kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2007-2008. VACA dan STVA secara signifikan tidak berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan sedangkan VAHU secara signifikan berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan. VACA dan VAHU secara  signifikan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, sedangkan STVA secara  signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Jaluanto & Kurniyawan (2013) meneliti pengaruh modal intelektual terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2010. Nilai pasar perusahaan diproksikan dengan MtBV, sedangkan kinerja keuangan perusahaan diproksikan dengan ROE, ROA, dan EP. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif antara modal intelektual dengan nilai pasar perusahaan (MtBV), namun secara signifikan berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan.

Firmasnyah & Iswajuni (2014) melakukan penelitian pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas (ROA), nilai pasar (M/Bit), pertumbuhan (Grit) dan actual return (MRit) pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian yang menggunakan alat uji regresi berganda ini memberikan kesimpulan bahwa intellectual capital profitabilitas, nilai pasar dan actual return tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan.

 Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka yang menjadi perbedaan dari penelitian ini adalah proksi yang digunakan untuk mewakili nilai perusahaan sebagai variabel independen adalah Tobin`s Q. Penggunaan Tobin`s Q dilakukan karena Tobin`s Q merupakan salah satu alat analisis keuangan untuk menilai kinerja perusahaan melalui potensi perkembangan harga saham, potensi kemampuan manajer dalam mengelola aset perusahaan dan potensi pertumbuhan ekonomi (Sudiyanto & Puspitasari, 2010. Tobin`s Q juga merupakan alat pengukur intangible assets (Rupert, 1998 dalam Juniarti, 2009). Sehingga dapat dikatakan bahwa Tobin`s Q memiliki komponen-komponen perhitungan yang lengkap untuk mengukur nilai perusahaan. Penelitian ini juga lebih fokus pada perusahaan dalam sektor asuransi, karena perusahaan ini merupakan perusahaan jasa yang banyak memberikan pelayanan kepada pelanggan. Sehingga perusahaan ini harus sering mengadakan pelatihan untuk karyawannya. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data terkini yaitu 5 tahun terakhir yang dimungkinkan akan lebih tampak pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan.

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No.PenelitiVariabelMetodaHasil
 Firer & William (2003)Variabel dependen: ROA, ATO, MB Variabel independen: CEE, HCE, SCE Variabel kontrol: LCAP, Lev, ROE, tipe industriAnalisis regresi bergandaCEE dan HCE berpengaruh signifikan negatif terhadap ATO. CEE berpengaruh signifikan positif terhadap MB.
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
 Chen, Cheng & Hwang (2005)Variabel dependen: M/B, kinerja keuangan (ROA, ROE, GR, EP). Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, ADAnalisis regresi bergandaVAIC, VACA & VAHU berpengaruh positif terhadap MtBV, ROE, ROA, GR, dan EP. STVA tidak berhubungan signifikan terhadap M/B. STVA berhubungan  signifikan positif terhadap ROE  
 Syed Najibullah (2005)Variabel Dependen: ROA, ROE, GR, EP Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAPartial least squareIntellectual Capital berpengaruh terhadap growth revenue dan market valuation (MB).
 Tan Plowman & Hancock (2007)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan Variabel Independen: VAIC (perusahaan di bursa efek Singapore)Partial least squareIC berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, baik di masa kini maupun masa datang. Rata-rata pertumbuhan IC berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa akan datang. Kontribusi IC terhadap kinerja perussahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.
 Ulum (2008)Variabel dependen: ROA, ATO, GR Variabel independen: VAIC, VACA, VAHU, STVA, ROGICPartial least squareIntellectual capital (VAIC) berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.  
     
    IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan masa depan. ROGIC tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan masa depan.
 Kuryanto (2008)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan Variabel Independen: VACA, VAHU, STVAPartial least squareTidak ada pengaruh antara IC dengan kinerja perusahaan. Tidak ada pengaruh antara IC dengan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Tidak ada pengaruh positif antara tingkat pertumbuhan IC dengan kinerja perusahaan di masa akan datang.
 Solikhah Rohman & Meiranto (2010)Variabel Dependen: Kinerja perusahaan, nilai pasar perusahaan Variabel Independen: VAICPartial least squareModal intelektual terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keungan perusahaan. Modal intelektual terbukti signfikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan.
 Muhimatul & Hapsari (2012)Variabel Dependen: ROE, EPS, MBV Variabel Independen: VACA, VAHU, STVAPartial least squareIC VAIC berpengaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan.
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
    IC VAIC berpengaruh positif dengan kinerja keungan perusahaan di masa depan. ROGIC tidak berpengaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Kontribusi IC terhadap kinerja keuangan di masa depan berbeda-beda sesuai dengan jenis industrinya.
 Lili & Didik (2012)Variabel Dependen: MtBV, ROA, ROE Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi berganda  IC memiliki pengaruh positif terhadap (MtBV) dan ROE dan ROA. VACA dan STVA berpengaruh positif terhadap MtBV dan ROE, ROA,sedangkan VAHU tidak berpengaruh terhadap MtBV, ROE dan ROA.
 Haryanto & Henny (2013)Variabel Dependen: ROE,MtBV Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC tidak   mempengaruhi   ROE, dan MtBV. VACA dan STVA secara signifikan tidak berpengaruh terhadap MtbV sedangkan VAHU secara signifikan
No.PenelitiVariabelMetodaHasil
    berpengaruh terhadap MtBV. VACA dan VAHU secara         signifikan tidak           berpengaruh terhadap ROE, sedangkan STVA secara signifikan berpengaruh terhadap ROE.
 Jaluanto & Kurniyawan (2013)Variabel Dependen: MtBV, ROE, ROA, EP Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC secara positif tidak berhubungan dengan MtBV, tetapi berhubungan positif dengan  ROE, ROA, EP.
 Firmasnyah & Iswajuni (2014)Variabel Dependen: ROA, M/Bit, Grit, MRit Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU, STVAAnalisis regresi bergandaIC berpengaruh terhadap ROA, M/Bit dan MRit tetapi tidak berpengaruh terhadap Grit.

 Hipotesis

 Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kaliamt pertanyaan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Maka, hipotesis dalam penelitian ini antara lain:

H1: Diduga intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2: Diduga intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.1 : Diduga VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.2 : Diduga VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

H2.3 : Diduga STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Value Added Capital Employed (VACA) terhadap Tobin`s Q

Value Added Capital Employed (VACA) merupakan indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic, 1998 mengasumsikan bahwa jika satu unit capital employed menghasilkan return yang lebih besar dari pada perusahaan lainnya, maka perusahaan tersebut dikatakan lebih baik dalam memanfaatkan capital employed. Sehingga, pemanfaatan capital employed yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan. Capital employed menunjukkan hubungan yang harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya, baik dari pemasok yang berkualitas, pelanggan yang loyal, serta hubungan dengan pemerintah maupun masyarakat (Belkaoui, 2003).

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Bila capital employed dimanfaatkan dikelola dengan baik, maka value added bagi perusahaan akan bertambah. Sehingga, keunggulan bersaing dapat dicapai dan secara relatif dapat meningkatkan nilai pasar perusahaan. Sehingga akan dimungkinkan menghasilkan nilai Tobin`s Q yang semakin baik. Hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

H2.1 : VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Tobin`s Q

Value Added Human Capital (VAHU) merupakan komponen dari VAIC yang menunjukkan berapa banyak value added yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dan human capital dapat menghasilkan kemampuan dari human capital untuk menghasilkan nilai perusahaan (Pulic, 1998). Dengan demikian, VAHU adalah indikator dari kualitas sumber daya manusia perusahaan dan kemampuan sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut untuk menghasilkan nilai tambah dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk human capital.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Dengan bertambahnya value added tersebut, maka nilai perusahaan juga akan meningkat yang ditandai dengan nilai Tobin`s Q yang semakin meningkat. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:

H2.2 : Diduga VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Tobin`s Q

Structural Capital Value Added (STVA) mengukur jumlah structural capital yang diperlukan guna menghasilkan satu rupiah dari value added serta merupakan indikasi keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural capital adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal dan kinerja bisnis keseluruhan.

Tobin’s Qmerupakan indikator untuk mengukur nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Nilai Tobin’s Qmenggambarkan kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang et al,1989 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin, 1969; Tobin & Brainard, 1968 dalam Sudiyatno & Puspitasari, 2010). Bila nilai Tobin`s Q semakin besar, perusahaan dikatakan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka akan semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

Struktur atau sistem di perusahaan yang berjalan baik dapat diindikasikan dengan nilai structural capital yang tinggi. Dengan struktur yang baik, perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan usahanya akan berlangsung lebih lama. Sehingga, kredibilitas perusahaan tidak diragukan. Maka, keunggulan bersaing akan dapat dicapai yang secara relatif akan menghasilkan nilai perusahaan yang baik. Sehingga, dapat dimungkinkan untuk menghasilkan nilai Tobin`s Q yang semakin tinggi. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:

H2.3 : Diduga STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

2.9       Rerangka Teoritis

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, rerangka teoritis dalam penelitian ini yang menggunakan value added intellectual capital (VAIC) sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen adalah sebagai berikut:

3. METODA PENELITIAN

3.1       Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu bentuk penelitian di mana data yang diperoleh adalah data berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2003). Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menyajikan fakta atau mendiskripsikan statistik, dengan tujuan untuk menunjukkan hubungan antara variabel dan menguji suatu teori.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah hypothesis testing. Suatu prosedur pengujian hipotesis tentang parameter populasi menggunakan informasi dari sampel dan teori probabilitas untuk menentukan apakah hipotesis tersebut secara statistik dapat diterima atau ditolak (Riyanto, 2001). Untuk pengujian hipotesis, peneliti melakukan beberapa tahap terlebih dahulu, yaitu merumuskan hipotesis, menentukan nilai kritis (α dan df), menentukan nilai hitung, mengambil keputusan, dan membuat kesimpulan (Riyanto, 2001).

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif karena menggunakan uji hipotesis dengan tujuan menjelaskan sifat-sifat dari hubungan sebab-akibat dan memahami hubungan di antara berbagai variabel. Peneliti melakukan analisis dengan menggunakan angka-angka yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Kemudian setelah diperoleh hasil berupa angka-angka, selanjutnya penulis mendeskripsikan angka-angka tersebut dan menarik kesimpulan berdasarkan angka-angka tersebut.

3.2       Populasi dan Sampel

3.2.1    Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjad perhatian peneliti baik yang jumlahnya tak terhingga maupun yang jumlahnya berhingga. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 hingga tahun 2013 dengan jumlah sebanyak 11 perusahaan.

3.2.2    Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat mempresentasikan populasi yang ada.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah salah satu cara dalam pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan syarat tertentu sebagai kriteria yang harus dipenuhi sehingga didapatkan sampel yang representative.

Beberapa kriteria dalam menentukan sampel untuk penelitian ini antara lain:

Perusahaan tersebut merupakan perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama lima tahun berturut-turut mulai tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditan secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga tahun 2013 dan menerbitkan laporan keuangan yang berakhir setiap 31 Desember.

Perusahaan tersebut menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya.

Perusahaan tersebut selama tahun 2009-2013 secara berturut-turut laba sebelum pajaknya tidak bernilai negatif.

Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009-2013 dengan jumlah 11 perusahaan. Dari 11 perusahaan sektor asuransi tersebut terdapat 10 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009-2013, sementara 1 perusahaan tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009-2013. Selain itu dari 11 perusahaan asuransi di BEI, 1 perusahaan memiliki nilai laba sebelum pajak yang negatif. Sehingga total perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di BEI mulai tahun 2009-2013.

Tabel 3. Rekapitulasi Obyek Penelitian

KeteranganJumlah
Perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia11
Perusahaan asuransi (insurance) yang memiliki laporan keuangan lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013(1)
Perusahaan asuransi (insurance) yang laba sebelum pajaknya bernilai negatif selama tahun 2009 hingga tahun 2013(1)
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian 9

Sumber: Data diolah, 2014

Berikut ini adalah 9 perusahaan yang termasuk dalam sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2009-2013:

Tabel 4. Daftar Sampel Perusahaan

No.Kode SahamNama Perusahaan
1.ABDAAsuransi Bina Dana Arta Tbk
2.AHAPAsuransi Harta Aman Pratama Tbk
3.AMAGAsuransi Multi Artha Guna Tbk
4.ASDMAsuransi Dayin Mitra Tbk
5.ASJTAsuransi Jaya Tania Tbk
6.ASRMAsuransi Ramayana Tbk
7.LPGILippo General Insurance Tbk
8.MREIMaskapai Reasuransi Indonesia Tbk
9.PNINPanin Insurance Tbk

Sumber: http://www.idx.co.id

3.3       Jenis dan Sumber Data

3.3.1    Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan (Sugiyono, 2010). Data kuantitatif pada penelitian ini dinyatakan dari angka pada laporan keuangan perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.3.2    Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder selama perioda 2009-2013. Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang diperlukan (Bungin, 2005). Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari publikasi laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI. Data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh laporan keuangan perusahaan sektor asuransi (insurance) yang terdaftar di BEI dari tahun 2009-2013. Selain itu, beberapa data lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buku, jurnal, dan skripsi yang memiliki hubungan dengan penelitian ini, dan website www idx.co.id.

Definisi Operasional Variabel

Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah komponen pembentuk intellectual capital antara lain sebagai berikut:

Value Added  Capital Employed (VACA)

VACA merupakan indikator untuk value added yang diciptakan oleh suatu unit dari physical capital (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Rumus menghitung VACA adalah:

……………………………………………………….(1)

Keterangan:

VACA: Value Added Capital Employed, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU adalah hubungan antara value added dan human capital yang menunjukkan berapa banyak value added yang dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Dengan rumus sebagai berikut:

                         ……………………………………………………….(2)

Keterangan:

VAHU: Value Added Human Capital, rasio dari VA terhadap CE

VA: Value Added

HC: Human Capital (beban karyawan)

Structural Capital Value Added (STVA)

STVA adalah hubungan antara value added dengan structural capital yang menunjukkan kontribusi structural capital dalam pencipataan nilai (Kuryanto & Syafruddin, 2008). Rumus menghitung STVA adalah:

            ……………………………………………………….(3)

Keterangan:

STVA: Structural Capital Value Added, rasio dari SC terhadap VA

SC: Structural Capital (VA-HC)

VA: Value Added

3.4.2    Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diprosikan dengan Tobin`s Q. Rumus yang digunakan adalah:

……………………………………………(4)

Keterangan:

ME: Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham

DEBT: Total utang

TA: Total aset perusahaan

Tabel 5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No.Variabel/ IndikatorDefinisi KonsepDefinisi OperasionalReferensi
 Intellectual Capital
1.VACAIndikator untuk penambahan nilai yang diciptakan oleh satu unit dari physical capitalKeterangan: VA: Value Added CE: Capital Employed, dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)Pulic, 1998 dalam Ulum  2009

(dilanjutkan…)

(…lanjutan)

No.Variabel/ IndikatorDefinisi KonsepDefinisi OperasionalReferensi
 Intellectual Capital
2.VAHUMenunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah investasi kepada human capital terhadap organisasiKeterangan: VA: Value Added HC:Human Capital (beban karyawan)Pulic, 1998 dalam Ulum  2009
3.STVAIndikator untuk mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VAKeterangan: SC:Structural Capital (VA-HC) VA: Value AddedPulic,1998 dalam Ulum  2009
 Nilai Perusahaan
4.Tobin`s QTobin`s Q merupakan rasio antara nilai pasar perusahaan ditambah dengan total utang perusahaan terhadap total aset perusahaan  Keterangan: ME:      Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar dikali dengan harga penutupan saham DEBT: Total utang TA:Total aset perusahaanKlapper & Love (2002)

Sumber:Data diolah, 2014

Teknik Analisis Data

Statistik Deskriptif

Pengujian dengan menggunakan statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran profil data sampel. Selain itu statistik deskriptif juga berguna untuk mendeskripsikan gambaran umum dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian. Statistik deksriptif yang digunakan antara lain mean, standard deviation, maximal, dan minimal (Ghozali, 2011).

Analisis Regresi

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan program SPSS 20 (Statistical Program for The Social Sciences) sebagai alat bantu pengolahan data. Analisis regresi akan menghasilkan koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini didapatkan dengan cara melakukan prediksi terhadap nilai variabel dependen melalui suatu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan tujuan untuk meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan data yang ada (Tabachnick , 1996 dalam Ghozali, 2011). Model dasar yang ada dalam penelitian ini adalah:

………………………………..……(5)

Keterangan:

Y: variabel dependen

a: konstanta

X1: VACA (variabel independen)

X2 : VAHU (variabel independen)

X3: STVA (variabel independen)

b1, b2, b3 : koefisien regresi berganda masing-masing X1, X2, X3

e : faktor penganggu

Sehingga persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

            …………….…(6)

3.6       Uji Asumsi Klasik

3.6.1    Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan variabel independen dalam sebuah model regresi terdistribusi secara normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov. Variabel-variabel independen akan diuji normalitasnya terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian dengan menggunakan kolmogorov smirnov adalah sebagai berikut:

Angka signifikansi (Sig) > 0.05, maka data dikatakan terdistribui normal

Angka signifikansi (Sig) < 0.05, maka data dikatakan tidak terdistribui normal

Selain menggunakan kolmogorov smirnov, uji normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan grafik normal probability plot, yaitu dengan melihat sebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik tersebut. Data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal akan menunjukkan bahwa model regresi yang diuji memenuhi asumsi normalitas.

3.6.2    Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel-variabel independennya. Untuk melihat ada atau tidaknya gejala multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variablilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Sehingga, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi karena VIF= 1/ Tolerance. Nilai yang umum digunakan untuk menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas adalah nilai tolerance ≈ 1 atau sama dengan nilai VIF < 10 (Ghozali, 2011).

3.6.3    Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedatisitas. Modal regresi yang baik adalah model yang homoskedastisitas atau bebas dari gejala heteroskedastisitas. Untuk melihat adanya gejala heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser. Bila variabel independen signfikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi heteroskedastisitas. Model rgeresi disimpulkan tidak mengalami heteroskedastisitas bila probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Selain itu, heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan grafik scatterplot. Titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur akan menunjukkan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi tersebut layak digunakan (Ghozali,2011).

3.6.4    Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan dalam penelitian ini karena data dalam penelitian ini menggunakan data runtut waktu yang sering terjadi masalah autokorelasi yaitu timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lain. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada perioda t1. Bila terjadi korelasi, maka dikatakan terjadi gejala autokorelasi. Gejala autokorelasi diuji dengan statistik d dari Durbin Watson (DW test) dengan angka-angka yang diperlukan adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4-dL, dan 4-dU. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi gejala autokorelasi adalah sebagai berikut (Gujarati, 2006):

Bilai nilai DW mendekati 2, maka tidak terjadi gejala autokorelasi

Bila nilai DW mendekati 0 atau 4, maka terjadi gejala autokorelasi, baik positif maupun negatif.

3.7       Uji Goodness of Fit (Uji Model)

3.7.1    Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu menggunakan metoda Quick Look. Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Hal ini menyatakan bahwa semua variabel independen dalam model secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali,2011).

3.7.2    Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Kelemahan utama dalam penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan menggunakan nilai adjusted R2 ketika mengevaluasi model regresi terbaik. Berbeda dengan R2 , nilai adjusted Rdapat naik atau turun ketika terjadi penambahan variabel independen dalam model. Penelitian ini juga menggunakan adjusted Runtuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan variabelnya (Ghozali, 2011).

3.7.3    Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (parsial). Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan tingkat signifikansi 5% adalah sebagai berikut (Santoso, 2010):

Signifikansi t ≤ 0.05, maka Ha diterima dan Ho ditolak

Signifikansi t ≥ 0.05, maka Ha ditolak dan Ho diterima

3.7.4    Uji r Parsial

Uji r parsial digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen dapat didominasi variabel dependen secara parsial. Variabel independen yang paling dominan adalah variabel independen yang memiliki r parsial paling tinggi dengan melihat nilai Standardized Coefficient Beta (Santoso, 2010).

3.8       Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang ada dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Ho1:       Tidak terdapat pengaruh intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha1:      Terdapat pengaruh intellectual capital yang terdiri VACA, VAHU, dan STVA secara simultan terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.1:    VACA tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.1: VACA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.2: VAHU tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.2: VAHU berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ho2.3: STVA tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

Ha2.3: STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Tobin`s Q

3.9       Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Pengumpulan data

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data berupa laporan keuangan, kemudian memasukkan data yang diperlukan ke dalam Microsoft Excel, serta menghitung data dengan menggunakan rumus.

Pengolahan data

Tahap ini merupakan tahap untuk mengolah data dengan menggunakan program SPSS 20. Karena pada saat uji normalitas, ada data yang dinyatakan tidak normal, maka penulis menormalkan data tersebut dengan menggunakan logaritma natural (log 10).

Analisis data dan pembahasan

Setelah semua data diolah dengan menggunakan SPSS 20, penulis kemudian melakukan analisis terhadap hasil pengujian tersebut. Selain itu, setelah dianalisis, penulis juga melakukan pembahasan terkait dengan hasil pengolahan data dengan SPSS.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Riahi‐Belkaoui. 2003. Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: A Study of the Resource‐Based and Stakeholder Views. Journal of Intellectual Capital, Vol. 4 Iss: 2, pp.215 – 226.

Aji, A. R. 2011. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Square: Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro Semarang.

Artinah, B. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan). Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah Kalimantan.

Astuti, P. D & Sabeni, A. 2005. Hubungan Intellectual Capital Disclosure and Market Capitalization. Journal of Intellectual Capital, Vol.6 No.3. Pp 397-416.

Bahagia, Malla., 2008. Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen dan Kwbijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM). Skripsi yang tidak dipublikasikan. UIN Syarifhidayatullah Jakarta.

Barney, J. B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. Vol. 17. 

Bontis, N., W.C.C. Keow, S. Richardson. 2000. Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 85-100.

Brigham, EF and Lc Gapensi. 2002. Intermediate Financial Management, Fifth Edition. New York. The Drysden Press.

Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta. Prenada Media.

Canibao, L.  & Mora, A. 2000. Evaluating The Statistical Significance of de Facto Accounting Harmonization: A Study of European Global Player. European Accounting Review. Vol. 9 (3), 2000, 349-369.

Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang, 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firms’ Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 No. 2. Pp. 159-176.

Chung, Kee H. & Stephen W. Pruitt. 1994. A Simple Approximation of Tobin`s Q. Journal of Financial Management, Vol. 23, No. 2, 1994. College Publisher.

Darmawati, Deni. Khomsiyah. Rika Gelar Rahayu. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Trisakti Jakarta.

Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. Sydney: McGraw-Hill Book Company.

Draper, T. 1997. Measuring Intellectual Capital: Formula for Disaster, Stanford Hoover Institute Editorial.

Edvinson, L. & Malone, M. S. 1997. Intellectual Capital. London. Piatkus.

Eric, B. Lindenberg and Stephen, A. Ross. 1981. Tobin`s Q Ratio and Industrial Organization. The Journal of Business. Vol. 54, No.1. pp 1-32. The University of Chicago Press.

Fama, Eugene F. 1978. The Effects of a Firm’s Investment and Financing Decisions on the Welfare of Its Security Holders. The American Economic Review. 272-284.

Firer, S., and S.M. Williams, 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348-360.

Firmasnyah, Yanuar & Iswajuni. 2014. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas, Nilai Pasar, Pertumbuhan, dan Actual Return Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. No. 1, April.

Freeman & Reed. 1983. Stockholders and Stakeholders: A New Perspective on Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital, Vol.4, No. 3.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBMSPSS19. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro Semarang.

Gujarati, D.N. 2006. Essential of Econometrics. The McGraw-Hill Companies.

Haosana, Cincin. 2012. Pengaruh Return On Asset dan Tobin`s Q Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Retail Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Hasanuddin Makasar.

Haryanto, Melinda & Henny. 2013. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar Perusahaan. Jurnal Manajemen. Vol. 12, No. 2.

IFAC. 1998. The Measurement and Management of Intellectual Capital.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Salemba Empat.

Indriantoro, dan Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi danManajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.

Jaluanto & Kurniyawan, Leonardus Adi. Studi Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Makanan dan Minuman. Serat Acitya-Jurnal Ilmiah. UNTAG Semarang.

Juniarti. 2009. Penggunaan Economic Value Added (EVA) dan Tobin’S Q Sebagai
Alat Ukur Kinerja Finansial Perusahaan di Industri Food And Beverage Yang
Listing di Bursa Efek Indonesia. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Kaplan & Norton, 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Jakarta. Erlangga.

Keown, J., Arthur, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Ketujuh. Jakarta. Salemba Empat.

Klapper, L.F. and I. Love. 2002. Corporate Governance, Investor Protection and Performance in Emerging Markets, Journal of Corporate Finance. Vol. 195.

Klein, D.A and Prusak, L. 1994. Characterising Intellectual Capital, Cambridge, MA, Centre for Business Innovation, Ernst and Young.

Kuryanto, B. & Syafruddin, M. 2008. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi.

Lang, L.H.P., Stulz, R.M, and Walkling, 1989. Managerial Performance, Tobin’s Q, and the Gains from Successful Tender Offers. Journal of Financial Economics (September), 137-154.

Lili, N. E. & Didik, M. A. 2012. Pengaruh Elemen Pembentuk Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Journal of Accounting, Vol.1, No.2. Universitas Diponegoro Semarang.

Meek, G.K., & S.J. Gray. 1988. The Value Added Statement: an Innovation for The US Companies. Accounting Horizons, Vol. 12 No. 2. pp. 73-81.

Muhimatul, L. & Hapsari, H. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Publik (Non Keuangan) di Indonesia. Jurnal Review Akuntansi Keuangan. Universitas Muhamadiyah Malang.

Najibullah, Syed, December 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance in Context of Commercial Banks of Bangladesh. School of Business Independent University, Bangladesh.

Ningrum, Nora Riyanti. 2012. Analisis Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Governance Terhadap Financial Performance. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Pearce, J. A & Robinson, R.B. 2008. Strategic Management Formulation, Implementation and Control. 10th , Mc Graw-Hill.

Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Petty & Guthrie. 2000. Intellectual Capital Literature Review: Measurement, Reporting, and Management. Journal of Intellectual Capital, Vol.1, No.2.

Pramelasari, M. Y. 2010. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Pulic, A. 1998. Measuring The Performance of Intellectual Capital Potential in Knowledge Economy. Paper.Presented at the 2nd McMaster Word Congresson Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential.

Putra , I Gede Cahyadi. 2012. Pengaruh Modal Intelektual pada Nilai Perusahaan Perbankan Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika Vol 2, No 1 Des 2012. ISSN 2089-3310.

Putri, G. Dian Kharisma. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Umur Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual Capital.

Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro, Semarang.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya. SIC.

Roos, J., G. Roos, N.C. Dragonetti, and L. Edvinsson. 1997. Intellectual Capital: Navigating in the New Business Landscape. Macmillan Business,

Houndsmills.

Rupert, Booth. 1998. The Measurement of Intellectual Capital. Management Accounting. (Nov), Vol. 76, page 26-28.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Solikhah, B., Rohman, A.,& Meiranto, W. 2010. Implikasi Intellectual Capital  Terhadap Financial Performance, Growth Dan Market Value; Studi Empiris Dengan Pendekatan Simplistic Specification. Simposium Nasional Akuntansi. Universitas Diponegoro.

Starovic, D. & Marr, B. 2003. Understanding Corporate Value: Managing and Reporting Intellectual Capital. CIMA.

Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations, Doubleday/Currency, New York, New York, United States of America.

Suad, Husnan. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, Edisi Ketiga. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.

Sudiyatno, Bambang & Puspitasari, Elen. 2010. Tobin`s Q dan Altman Z-Score Sebagai Indikator Pengukuran Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi. Vol.2 No.1. Hal. 9-21. ISSN: 1979-4886.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sukamulja, Sukmawati. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan. Vol.8.No.1. Juni 2004. Hal 1-25

Susanto, A. B. 2007. Resource Based Versus Market Based. Eksekutif no.338. Mei. Hlm. 24-25.

Suwarjuwono, T. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 5, No.1.

Suwarjuwono, T & Kadir, P. A. 2005. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.5 No. 1. Pp 35-37.

Tabachnick B. G. 1996. Using Multivarite Statistics. Third Edision. Harper Collins.

Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock, 2007. Intellectual Capital and Financial Returns of Companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8 No. 1. pp. 76-95.

Tobin’s, James, 1969. A General Equilibrium Approach to Monetary Theory. Journal of Money, Credit and Banking (February), 12- 29.

Ulum, Ihyaul, 2008. Intellectual Capital performance Sektor Perbankan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 2, November, halaman 77-84.

Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali & Anis Chariri. 2008. Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares. Proceeding SNA XI. Pontianak.

Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital : Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Inetrving. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Weston, J. Fred dan Copeland, Thomas E. 2008. Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Jakarta. Binarupa Aksara.

Williams. S. Mitchell. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure Pratices Related? Journal of Intellectual Capital. Vol.2 , Iss: 3, pp. 192-203.

Zulmiati, R. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Zuraedah. Isnaeni Ken. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Author: Daniel Sugama Stephanus

Power & Speed Metal is my music... Adventure is my hobby... Social transformation is my passion...

Leave a comment