ANALISIS PENGARUH KEMASAN ROKOK A MILD TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI ROKOK MAHASISWA UNIVERSITAS MA CHUNG

DYAH AYU S.P. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Salah satu aspek penilaian konsumen terhadap suatu produk adalah kemasan. Kemasan yang menarik dapat menimbulkan ketertarikan konsumen untuk membeli produk. Judul penelitian adalah Analisis Pengaruh Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok Mahasiswa Universitas Ma Chung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kemasan terhadap keputusan pembelian konsumen produk A Mild.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan variabel kemasan sebagai variabel bebas dan keputusan pembelian sebagai variabel terikat. Metode pengambilan data adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada 66 mahasiswa yang pernah mengkonsumsi produk A Mild dengan teknik non probability sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi linier sederhana.

Analisis regresi linier sederhana menghasilkan metode hubungan yaitu Y = 9.653 + 0,447X + e. Hasil uji hipotesa menunjukkan variabel kemasan secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian dengan hasil t-hitung sebesar 4,947,0,000 < 0,05. Koefisien determinasi adalah 0,227 yang berarti pengaruh variabel kemasan terhadap keputusan pembelian adalah 27,70% dan sisanya 72,30% dipengaruhi oleh variabel lain.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemasan berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk A Mild. Disarankan PT HM Sampoerna Tbk agar memperbaiki kemasan sehingga keputusan pembelian konsumen terhadap produk A Mild meningkat.

Kata-kata kunci: kemasan, keputusan pembelian konsumen.

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, tidak luput juga diikuti dengan pertumbuhan dan lahirnya perusahaan-perusahaan, baik itu bergelut dalam bidang barang maupun jasa dimana setiap perusahaan selalu berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan dan mempertahankan pangsa pasar yang ada. Hal tersebut dapat membuat persaingan manjadi semakin ketat khususnya bagi para pelaku usaha.

Perusahaan dapat dikatakan berhasil atau menang dalam persaingan apabila perusahaan tersebut berhasil mandapatkan dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang telah mereka bidik sebelumnya. Dengan banyaknya jumlah pelanggan yang didapat tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar dan pertumbuhan kearah yang lebih baik. Pada dasarnya semakin bertambahnya pesaing-pesaing dalam bidang tertentu maka semakin banyak pula pertimbangan yang harus dipilih oleh para konsumen karena semakin banyak pula produk-produk yang ditawarkan. Tentunya konsumen tersebut akan memilih produk barang atau jasa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Oleh sebab itu perusahaan-perusahaan dituntut untuk lebih inovatif dalam menghasilkan produk barang maupun jasa sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh para calon konsumen mereka guna menarik perhatian konsumen dan menghadapi persaingan dari para pesaing.

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang dipilih. Pemasaran yang baik itu bukan kebetulan, melainkan hasil dari eksekusi dan perencanaan yang cermat. Praktik pemasaran terus ditingkatkan dan diperbaharui diseluruh industri untuk meningkatkan peluang keberhasilan (Kotler dan Keller, 2009).

Seorang pemasar harus lebih jeli dalam membaca perubahan-perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar lingkungan perusahan, karena penting untuk mengetahui apa kelebihan, kekurangan, ancaman dari pesaing dan tren atau mode yang sedang dianut pada saat tertentu. Dengan demikian perusahaan dapat membuat strategi yang lebih efektif dan efisien dalam menjalankan kegiatan usahanya dan lebih siap dalam menghadapi persaingan-persaingan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Menurut Kotler dan Keller (2009), selain memantau perubahan lingkungan perusahaan, pemasar juga perlu mengembangkan pengetahuan khusus tentang pasar khusus mereka. Pemasar yang baik menginginkan informasi untuk membantu mereka menginterpretasikan kinerja masa lalu dan merencanakan kegiatan masa depan. Para pemasar membutuhkan informasi yang tepat dan akurat, serta dapat dilakukan terhadap konsumen, pesaing dan merek mereka.

Perubahan lingkungan senantiasa terjadi terus menerus dalam proses perkembangan suatu negara, yang secara langsung maupun tidak langsung, akan memperbaharui kehidupan dan tata ekonominya, cara-cara pemasaran dan perilaku manusia-manusianya (Basu Swastha dan T. Hani Handoko, 2000).

Dapat diketahui bahwa angka pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun, maka kemungkinan jumlah permintaan akan produk barang maupun jasa juga akan ikut meningkat. Jumlah penduduk yang besar tersebut dapat menjadi pasar yang sangat potensial bagi perusahaanperusahaan untuk memasarkan produk-produk perusahaan tersebut karena pada umumnya bertambahnya permintaan juga harus diimbangi dengan bertambahnya penawaran agar kondisi perekonomian di Indonesia tetap setabil. Untuk memenuhi setiap permintaan-permintaan yang berbeda dari konsumen yang berbeda-beda, hal tersebut menjadi alasan mengapa perusahaan harus mempelajari dan memahami perilaku konsumen mereka. Antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lain tidak seluruhnya memiliki perilaku yang sama oleh karena itu diperlukan penanganan yang berbeda pula.

Dengan mendapatkan pemahaman konsumen yang menyeluruh dan mendalam, akan membantu memastikan bahwa produk yang tepat dipasarkan pada konsumen yang tepat dengan cara yang tepat (Kotler dan Keller, 2009). Menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko (2000), setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan menyalurkan barang-barang dan jasa-jasa, sistem ini sangat kompleks dan barang-barang ekonomis yang tersedia beraneka ragam. Perusahaan pun berkepentingan dengan hampir setiap kegiatan manusia dalam sistem ini, karena perilaku konsumen merupakan bagian dari kegiatan manusia. Sehingga bila membicarakan perilaku konsumen itu berarti membicarakan kegiatan manusia, hanya dalam lingkup yang lebih terbatas.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha dan Handoko, 2000). Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor eksternal maupun faktor internal sehingga pada akhirnya perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian.

Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009). Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang terpikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengambilan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi (Kotler,2005). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan pembelian. Menurut Wijayanti (2008) produk, harga dan promosi dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan (Kotler, 1997). Konsumen semakin banyak memiliki alternatif dan sangat berhati-hati dalam menentukan keputusan untuk melakukan pembelian dengan mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan, keunggulan produk, pelayanan dan perbandingan harga sebelum memutuskan untuk membeli (Tjiptono, 2000). Oleh sebab itu untuk dapat mendapat perhatian konsumen maka pihak pemasar harus dapat menawarkan produk yang sesuai dengan harapan konsumennya karena penawaran produk adalah jantung dari program pemasaran dari suatu organisasi dan biasanya merupakan langkah awal dalam membentuk bauran pemasaran.

Faktor lainnya adalah harga. Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Harga berperan sebagai salah penentu dalam pilihan pembeli, karena konsumen akan memutuskan apakah harga suatu produk sudah tepat atau belum. Keputusan penetapan harga juga harus berorientasi pada pembeli. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka menukar suatu nilai (harga) untuk mendapatkan suatu nilai atau manfaat dari produk yang dikonsumsinya. Jika konsumen menganggap bahwa harga lebih tinggi dari nilai produk, maka konsumen tersebut mungkin tidak akan membeli produk itu kembali. Jika konsumen menganggap harga berada di bawah nilai produk atau sesuai dengan manfaat, maka konsumen tersebut kemungkinan akan membelinya kembali.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah promosi. Promosi adalah mengkomunikasikan informasi antara penjual dan pembeli potensial atau orang lain dalam saluran untuk mempengaruhi sikap dan perilaku (Cannon,dkk, 2008). Salah satu tujuan dari kegiatan promosi adalah agar informasi mengenai suatu produk dapat diterima oleh para konsumen dan juga dapat untuk meyakinkan para konsumen bahwa produk yang ditawarkan memiliki keunggulan lain bila dibanding dengan produk sejenis lainnya. Dengan demikian ketika konsumen sedang mencari informasi mengenai suatu produk untuk memenuhi kebutuhannya, maka dengan adanya kegiatan promosi tersebut konsumen dapat dengan mudah mendapat informasi mengenai produk yang dibutuhkan dan bagi produsen sendiri produknya juga akan mudah dikenali oleh para konsumen. Semakin sering suatu produk dipromosikan maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan mendorong para konsumen untuk mencoba mengkonsumsinya.

Pola pembelian pada setiap rumah tanggga berbeda-beda, karena setiap rumah tangga memiliki jenis pengeluaran yang bermacam-macam dari kebutuhan yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Jenis pengeluaran yang bermacam-macam itulah yang akhirnya membentuk suatu gaya hidup rumah tangga, dimana gaya hidup setiap rumah tangga menjadi berbeda-beda dan hal tersebut yang menjadikan alasan mengapa prosentase dari pendapatan suatu rumah tangga untuk setiap jenis pengeluaran rumah tangga itu berbeda-beda, misalkan untuk rumah tangga yang mengkonsumsi rokok pastinya memiliki perbedaan bila dibanding dengan rumah tangga yang tidak mengkonsumsi rokok.

Tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia cukup tinggi. Saat ini enam dari sepuluh rumah tangga termiskin di Indonesia mempunyai pengeluaran untuk rokok. Rokok memiliki prioritas kedua setelah beras. Pengeluaran untuk rokok itu mengalahkan konsumsi yang lebih penting. Konsumsi untuk rokok itu menempati posisi kedua, yang pertama padi-padian. Tren konsumsi rokok di Indoesia semakin tak terkendali. Di 2007, satu dari tiga orang Indonesia merokok, bahkan 65,6% laki- laki di Indonesia mengkonsumsi rokok. Lebih mencengangkan lagi, di 2007, remaja umur 15-19 tahun yang mengkonsumsi rokok mencapai 18,8%. “Jika dibiarkan terus menerus bisa mencapai 25%. Demikian disampaikan oleh Peneliti Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdilah Ahsan dalam seminar soal rokok di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (18/3/2011).

A Mild diluncurkan oleh Sampoerna pada tahun 1989. A Mild merupakan pionir produk rokok kategori LTLN (Low Tar Low Nicotine) di Indonesia. Pada tahun 2012, A Mild mempertahankan posisi sebagai merk rokok dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. A Mild juga meluncurkan kemasan limited edition tetapi tidak mengubah kemasan yang lama.

Oleh karena itu, laporan ini dibuat untuk mengetahui pentingnya kemasan dari produk A Mild, sehingga mengakibatkan terjadinya keputusan pembelian produk oleh konsumen. Berdasarkan latar belakang di atas diambil judul laporan metodologi penelitian : “Analisis Pengaruh Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok Mahasiswa Universitas Ma Chung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menguji pengaruh dimensi kemasan rokok terhadap keputusan membeli rokok. Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh kemasan rokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

Bagaimana pengaruh kualitas produk rokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

Bagaimana pengaruh selera merokok terhadap keputusan pembelian konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

Menguji pengaruh kemasan rokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

Menguji pengaruh kualitas produk rokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

Menguji pengaruh selera merokok terhadap keputusan pembelian konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya maupun yang terkait serta langsung didalamnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

Bagi Perusahaan

Dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dan bahan acuan tentang bagaimana faktor-faktor tertentu mempengaruhi keputusan pembelian.

1.4.1 Bagi Universitas

Sebagai suatu hasil karya dan sebuah karya yang dapat dijadikan sebagai bahan wacana dan pustaka bagi mahasiswa atau pihak lain yang memiliki ketertarikan meneliti dibidang yang sama.

1.4.2 Bagi Penulis

Penulisan dan penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan sebagai sumber sumbangan yang cukup penting terhadap aplikasi langsung di masyarakat atas pengetahuan secara teori yang didapat selama dibangku kuliah dengan praktis.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disusun dalam 3 bab dalam tahapan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN         

Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan secara umum, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

Rerangka Teoritis sebagai kerangka acuan penelitian  dalam pembahasan masalah yang akan diteliti dan sebagai dasar analisis yang diambil dari berbagai literatur. Selain berisi landasan teori, bab ini juga meliputi kerangka pikir teoritis dan hipotesis.

BAB III   METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi variabel penelitian dan definisi operasional, jenis, sumber data, populasi dan penentuan sample, metode pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan.

  • RERANGKA TEORITIS

2.1  Landasan Teori

2.1.1  Manajemen Pemasaran

Pengertian Pemasaran

Kemampuan perusahaan dalam memasarkan produknya sangat mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya karena pemasaran merupakan salah satu faktor penting dalam siklus yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kegiatan pemasaran perusahaan juga harus dapat memberikan kepuasan pada konsumen jika menginginkan usahanya tetap berjalan.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi lain pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok medapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan produk lain (Kotler dan Keller, 2009). Sedangkan menurut Cannon, dkk, (2008), pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliaran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen.

Pemasaran bukanlah sekedar penjualan dan periklanan. Hal ini karena tujuan dari pemasaran adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut secara sangat baik. Ini berlaku dengan baik jika produk tersebut merupakan barang dan jasa, atau bahkan suatu ide. Jika seluruh pekerjaan pemasaran telah dilakukan dengan baik, pelanggan tidak perlu banyak dibujuk. Mereka akan siap untuk membeli, setelah itu, mereka akan merasa puas dan siap untuk membeli dengan cara yang sama pada kesempatan berikutnya (Cannon, dkk, 2008).

2.2 Produk

2.2.1 Pengertian Produk

Manusia memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan barang dan jasa. Produk menurut Philip Kotler adalah: “segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan” (1997:52). Basu Swastha dan Irawan, menyatakan bahwa produk adalah: ”suatu sifat kompleks, baik dapat diraba maupun tidak diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan, pelayanan pengusaha dan pengecer, yang diterima pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan” (1990:165).

Fandy Tjiptono mengartikan produk sebagai: “segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan/dikonsumsi pasar sebagai pemenuh kebutuhan/keinginan pasar yang bersangkutan” (1999:95). Produk yang ditawarkan tersebut meliputi: barang fisik, jasa, orang/pribadi, organisasi, dan ide. Secara lebih rinci, konsep produk meliputi: barang, kemasan, merk, warna, label, harga, kualitas, pelayanan dan jaminan.

Selama ini banyak penjual melakukan kesalahan dengan memberikan perhatian lebih banyak pada produk fisik daripada manfaat yang dihasilkan dari produknya. Mereka menempatkan diri lebih dari sebagai penjual daripada memberikan pemecahan kebutuhan. Padahal perusahaan harus berpusat pada kebutuhan pelanggan, bukan hanya pada keinginan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan produk merupakan alat untuk memecahkan masalah konsumen. Fandy Tjiptono menyatakan bahwa dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar perlu memahami lima tingkatan produk:

Produk utama atau inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi pelanggan setiap produk.

Produk generic, produk dasar yang memenuhi fungsi produk paling dasar/rancangan produk minimal dapat berfungsi.

Produk harapan (expected product) yaitu produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal diharapkan dan disepakati untuk dibeli.

Produk pelengkap (equipmented product) yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi/ditambahi berbagai manfaat dan layanan sehingga dapat menentukan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk asing.

Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa datang (1999:96-97).

2.2.2 Klasifikasi Produk

Klasifikasi produk biasanya dilakukan berdasarkan beberapa sudut pandang, namun secara umum produk dapat dibagi 2 yaitu:

  1. Barang

Barang menurut Tjiptono (….) adalah “produk yang berwujud fisik sehingga dapat bisa dilihat, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dan perlakuan fisik lainnya” (1999:98). Ditinjau dari daya tahannya, terdapat 2 macam barang yaitu:

Barang tahan lama (durable goods)

Merupakan barang berwujud yang biasanya bisa tahan lama dengan banyak pemakaian, atau umur ekonomisnya untuk pemakaian normal satu tahun atau lebih. Contoh: lemari es dan televisi.

Bahan tidak tahan lama (non durable goods)

Merupakan barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu kali pemakaian, atau umur ekonomisnya dalam pemakaian normal kurang dari sattu tahun. Contoh: sabun mandi dan makanan.

  • Jasa

Jasa menurut Kotler (1992:45) adalah “setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya jasa tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”.  Produk jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.

Produk juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan kriteria ini Fandy Tjiptono mengklasifikasikan produk menjadi:

Barang Konsumen

Barang Konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir (individu atau rumah tangga), dan bukan untuk kepentingan bisnis, barang konsumen dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

Convenience Goods

Convenience Goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian yang tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera dan memerlukan usaha yang minimum dalam perbandingan dan pembelianya. Contohnya: rokok, sabun mandi, pasta gigi, dan permen.

Shooping Goods

Shooping goods adalah barang yang proses pemilihan dan pembelianya, dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria pembanding meliputi harga, kualitas, dan model masing-masing. Contohnya: alat rumah tangga, pakaian, dan kosmetik.

Speciality goods

Speciality goods adalah barang yang memiliki karakteristik atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang ini terdiri atas barang-barang mewah, dengan merek dan model yang spesifik, seperti mobil jaguar dan pakaian desain terkenal.

Unsought goods

Unsought goods adalah barang yang tidak diketahui oleh konsumen atau kalaupun sudah diketahui oleh konsumen, konsumen belum tentu tertarik untuk membelinya. Contohnya: batu nisan, ensiklopedi, dan tanah pekuburan.

Barang industri

Barang industri adalah barang yang di konsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis). Barang industri digunakan untuk keperluan selain di konsumsi langsung yaitu: untuk diolah menjadi barang lain atau untuk dijual kembali. Barang industri dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

Material and part

Merupakan barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk jadi. Kelompok ini dibagi menjadi dua kelas yaitu bahan baku serta bahan jadi dan suku cadang.

Capital Items

Merupakan barang tahan lama (long Lasting) yang memberi kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola produk jadi. Capital items dibagi menjadi dua kelompok yaitu instalasi (meliputi bangunan dan peralatan kantor).

Supplies and service

Merupakan barang yang tidak tahan lama serta jasa yang memberi kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola keseluruhan produk jadi (1999:98-101).

Atribut Produk

Produk akan berhasil apabila memiliki atribut-atribut yang sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Atribut produk menurut Sumarno (1994:188) adalah “suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan pembelinya”.

Atribut produk menurut Tjiptono (1999:103) adalah “unsur-unsur produk yang dipanndang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian”. Atribut produk secara umum meliputi:

Desain Produk

Sumarno (2000:192)menyatakan bahwa “desain atau bentuk produk merupakan atribut yang sangat penting untuk memengaruhi konsumen agar mereka tertarik dan kemudian membelinya”. Dalam praktiknya kita dapat melihat bahwa desain produk dari merek tertentu, berbeda dengan desain produk yang sama namun merek yang berbeda.

Gobe (2005:97) menyatakan bahwa “desain produk yang baik harus dapat memberikan pengalaman sentuhan yang menyenangkan bagi pelanggan” (2005:7). Gobe meyakini bahwa “ dalam membeli sesuatu konsumen tidak hanya memerlukan infomasi mengenai produk, mereka cenderung menyentuh produk untuk proses evaluasi” .

Warna produk

Penglihatan merupakan indera yang utama bagi manusiia dalam mengeksploitasi dan memahami dunia. Warna merupakan elemen penting dalam desain grafis yang memiliki pengaruh besar terhadap penglihatan audiens. Pada suatu produk, warna adalah elemen penting yang dilihat pertama kali oleh audiens. Warna juga merupakan hal yang menjadi pertimbangan kualitas suatu produk.

Marc Gobe menyatakan bahwa secara umum warna-warna memiliki efek psikologis atau emosi sebagai berikut:

Warna yang memiliki gelombang panjang berarti memprovokasi. Warna-warna yang memiliki gelombang panjang antara lain warna merah dan kuning. Warna merah sebagai warna yang paling merangsang, akan menarik perhatian mata lebih cepat dibanding warna lain. Warna kuning, berada di tengah gelombang cahaya yang dapat dideteksi oleh mata, karena warna kuning menjadi warna yang paling cerah dan mudah menarik perhatian. Warna-warna seperti ini cocok untuk produk-produk yang membutuhkan lebih seperti garis polisi.

Warna yang memiliki gelombang pendek berarti menenangkan. Warna-warna yang memiliki gelombang pendek antara lain biru dan hijau. Warna biru mempunyai sifat yang menyegarkan dan memberi rasa rileks. Sedangkan warna hijau memberi kesan sejuk dan alami (2005:84-85).

Merek

Merek menurut Kotler (….) dalamSusanto (2001;575) adalah “nama, istilah, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dengan pesaing-pesaing”. David Baker (….) dan Tjiptono (1999:105) menyatakan bahwa “merek berbeda dengan produk”. Produk adalah sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik, sedang merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Produk bisa lebih dengan mudah ditiiru pesaing, sedang merek memiliki keunikan yang relative sukar ditiru atau dijiplak.

Istilah merek (brand) mempunyai pengertian yang luas. The American Marketing Association dalam Basu Swastha merumuskan sebagai berikut:

Brand adalah nama, istilah, symbol, atau desain atau kombinasi yang dimaksudkan untuk memberi tanda barang atau jasa dari seseorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

Brand name terdiri atas kata-kata, huruf, dan atau angka-angka yang dapat diucapkan.

Brand mark adalah bagian dari merek yang dinyatakan dalam bentuk symbol,desain, atau warna atau huruf tertentu.

Trade mark adalah merek yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah didaftarkan kepada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk menggunakannya (1984:135).

Merek menurut Fandy Tjiptono memilki beberapa tujuan, yaitu:

Identitas

Merek bermanfaat untuk membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Merek juga bermanfaat untuk memudahkan konsumen mengenali produk saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

Alat promosi

Merek bermanfaat sebagai alat daya tarik produk.

Membina citra

Yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas serta prestise tertentu kepada konsumen.

Mengendalikan pasar (1999:106).

Merek yang digunakan oleh suatu perusahaan tidak bisa sembarangan, karena merek dapat menentukan persepsi konsumen terhadap produk. Merek yang baik menurut Fandy Tjiptono harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

Merek harus khas atau antik.

Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakaiannya.

Merek harus menggambarkan kualitas produk.

Merek harus mudah diucapkan, dikenali dan diingat.

Merek harus dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk (1998:108).

Kemasan

Pengemasan (packaging) menurut Swastha (1984:139) adalah “kegiatan-kegiatan umum dalam perencanaan barang yang melibatkan penentuan desain dan pembuatan bungkus atau kemasan bagi suatu barang”. Tjiptono (1999:106) menyatakan bahwa: “pengemasan, berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah atau pembungkus untuk suatu produk”. Tjiptono (1999) menyatakan bahwa pemberian kemasan pada produk memiliki beberapa tujuan, yaitu:

Pelindung isi (protection)

Misalnya dari kerusakan, kehilangan, berkurangnya dan sebagainya.

Memberikan kemudahan dalam penggunaan (operation)

Misalnya supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang dan sebagainya.

Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable)

Misalnya untuk diisi kembali atau untuk wadah lain.

Memberi daya tarik (promotion)

Yaitu aspek artistik, warna, bentuk maupun desainnya.

Identitas produk (image)

Misalnya berkesan kokoh, awet, lembut, dan mewah.

Distribusi (shipping)

Misalnya mudah disusun, dihitung dan ditangani.

Informasi (labelling)

Yaitu menyangkut isi, pemakaian dan kualitas.

Cermin inovasi produk

Berkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang (1999:106). Pemberian kemasan suatu produk biasanya disertai strategi tertentu. Basu Swastha menyatakan bahwa kemasan produk meliputi masalah-masalah sebagai berikut:

Perubahan Bungkus

Perubahan bungkus suatu produk umumnya untuk melakukan perubahan produk, yaitu adanya penurunan penjualan dan usaha untuk memperluas pasar. Kemasan baru juga diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk promosi perusahaan.

Pembungkus Produk Line

Perusahaan kadang mengadakan pembungkusan untuk beberapa jenis barang dalam kelompok yang sama yang disebut pembungkusan kelompok (family packaging). Strategi ini sama dengan strategi merek kelompok.

Pembungkusan yang dapat digunakan lagi

Strategi penggunaan bungkus kembali biasanya digunakan untuk mendorong pembelian ulang. Strategi ini banyak dipakai pada produk kebutuhan rumah tanga dan produk makanan.

Pembungkusan Ganda

Perusahaan yang menggunakan strategi ini memakai satu kemasan untuk membungkus beberapa satuan barang, seperti rokok, Iilin, dan kok ( l984:141).

Pemberian label

Label menurut Swastha (1984:44) adalah “bagian dari sebuah barang yang berupaya keterangan (kata-kata) tentang barang tersebut atau penjualnya”. Label bisa merupakan bagian dari kemasan atau merupakan etiket (tanda pengenal) yang dicantelkan pada produk. Misalnya tulisan “hanya untuk dewasa” pada kemasan obat. Stanton(….)  dalam Tjiptono (1990:107) membagi label menjadi 3 macam yaitu:

Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.

Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian dan kinerja produk serta karakteristik-karakterisrik lainya yang berhubungan dengan produk.

Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas produk dengan huruf, angka atau kata.

Kemasan

Pengertian Kemasan

Banyak komunikator pemasaran makin menyadari peran penting yang ditampilkan oleh kemasan produk. Peran dari kemasan semakin meningkat hingga menimbulkan ekspresi-eskpresi seperti “pengemasan sekurang-kurangnya bentuk mahal dari iklan”, “setiap kemasan adalah iklan lima-detik” dan “kemasan adalah produk”. Peran periklanan dari kemasan berhubungan dengan riset yang mengungkapkan bahwa konsumen menghabiskan sedikit waktu sekitar 10 detik sampai 12 detik memandang merek sebelum berpindah atau menyeleksi untuk melakukan keputusan pembelian (Shimp, 2003:307).

Menurut Angipora (2003: 151) kemasan adalah seluruh kegiatan merancang dan memproduksi pembungkus suatu produk. Ada beberapa alasan mengapa kemasan sangat diperlukan antara lain :

Pengemasan sebagai alat untuk melindungi produk. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke  konsumen. Kemasan dirancang dengan tepat akan melindungi produk dari hal-hal yang dapat mengurangi mutu, jumlah dan penampilan.

Pengemasan sebagai sarana yang dapat memberikan kemudahan  penggunaan. Kemasan harus dapat memberikan kemudahan dalam penggunaan produk. Misalnya kemasan harus mudah dibuka dan ditutup, tidak boleh terlalu berat.

Kemasan berguna dalam melaksanakan program pemasaran perusahaan. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif sehingga produk dapat dibedakan dari produk pesaing. Beberapa kemasan dapat menjadi daya tarik sendiri dalam penjualan sehingga sekaligus menjadi media promosi.

Fungsi Kemasan

Kemasan memiliki fungsi yang sangat penting,  Setiadi (2005:46) memberikan beberapa prinsip bagi perancang kemasan agar memahami proses kemasan antara lain :

Kemasan berfungsi sebagai informasi, sehingga desain kemasan harus jujur dan memberikan informasi tentang produk. Artinya kemasan harus sesuai dengan desain yang tertera pada kemasan dengan isinya.

Kemasan memiliki fungsi sebagai pelindung produk serta memiliki fungsi kepraktisan yang harus sesuai dengan pandangan konsumen.

Kemasan memilki fungsi branding/merek sebagai sarana komunikasi citra dan posisi produk dipasar.

Peranan fungsi kemasan dalam pemasaran juga ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain :

Meningkatkan standar kesehatan dan sanitasi yang dituntut oleh masyarakat.

Mahalnya harga tempat untuk peragaan produk yang diperlukan oleh pihak produsen dan sulitnya memperoleh tempat ditoko-toko eceran.

Susahnya menghadapi pengecer yang hanya mau menjual produk dengan kemasan yang efektif  saja.

Keputusan Pembelian

Pengertian Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009). Menurut Kotler dan Amstrong (2001) keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar akan membeli. Berdasarkan tujuan pembelian, konsumen dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu konsumen akhir (individual) dan konsumen organisasional (konsumen industrial, konsumen antara, konsumen bisnis). Konsumen akhir terdiri atas individu atau rumah tangga yang tujuan akhirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk konsumsi. Sedangkan konsumen organisasional terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis (memperoleh laba) atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pada umumnya manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis informasi yang tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang mungkin bisa muncul dari tindakannya sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu.

Menurut Semuel (dikutip dari Schiffman dan Kanuk, 2004, hal: 547) keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan yang ada, artinya bahwa syarat seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang terpikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengambilan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi.

Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya resiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi resiko yang dipikirkan itu (Kotler,2005). Menurut Kotler (1996), ada 5 tahap dalam proses pengambilan keputusan yang dilalui:

Pengenalan Masalah

Merupakan suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Jika kebutuhan tersebut diketahui, maka konsumen akan segera memahami kebutuhan yang belum perlu segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya serta kebutuhan yang sama-sama harus segera dipenuhi.

Pencarian Informasi

Yang menjadi pusat perhatian para pemasar adalah sumber-sumber informasi pokok yang akan diperhatikan konsumen dan pengaruh relatif dari setiap informasi terhadap rangkaian keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen terbagi menjadi empat kelompok :

Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan)

Sumber niaga (periklanan, petugas penjualan, penjual, dan pameran)

Sumber umum (media massa, organisasi konsumen)

Sumber pengalaman (pernah menangani, menguji, mempergunakan produk).

Sumber-sumber informasi ini memberikan pengaruh yang relatif berbeda-beda sesuai dengan jenis produk dan ciri-ciri pembeli. Mengenai sumber informasi yang dipergunakan oleh konsumen, pemasar perlu mengidentifikasi sumber-sumber itu dengan cermat dan menilai pentingnya masing-masing sumber informasi itu.

Evaluasi Alternatif

Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal maka selanjutnya konsumen harus melakukan penelitian tentang beberapa alternatif yang menentukan langkah selanjutnya. Perubahan ini tidak dapat terpisah dari pengaruh sumber-sumber yang dimiliki konsumen (waktu, uang dan informasi).

Keputusan Membeli

Pada tahap evaluasi, konsumen memeringkat merek-merek dan bentuk-bentuk maksud pembelian. Konsumen juga mungkin membentuk minat untuk membeli produk yang paling disukai.

Perilaku Pasca Pembelian

Tahap ini sangat ditentukan oleh pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk yang ia beli. Setelah pembelian akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasaan kemudian melakukan tindakan untuk mendapatkan perhatian dari pasar.

Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian

Perilaku keputusan pembelian sangat berbeda untuk masing-masing produk. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), perilaku keputusan pembelian terbagi menjadi empat jenis, yaitu:

Perilaku pembelian kompleks

Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan eskpresi diri. Umumnya konsumen harus mempelajari banyak hal tentang kategori produk.

Pada tahap ini, pembeli akan melewati proses pembelajaran, mula-mula mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak. Pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk membelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Konsumen harus membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak dengan teks yang panjang. Konsumen harus memotivasi wiraniaga toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek akhir.

Perilaku pembelian pengurangan disonansi (ketidaknyamanan)

Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaknyamanan pasca pembelian ketika mereka mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi semacam itu, komunikasi pasca penjualan yang dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merek mereka.

Perilaku pembelian kebiasaan

Perilaku pembelian kebiasaan terjadi ketika dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Konsumen hanya mempunyai sedikit keterlibatan dalam kategori produk ini, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil satu merek. Jika mereka terus mengambil merek yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan dari pada loyalitas yang kuat terhadap sebuah merek. Konsumen seperti ini memiliki keterlibatan rendah dengan sebagian besar produk murah yang sering dibeli.

Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan mempertimbangkan keputusan tentang merek yang akan dibeli. Sebagai gantinya, konsumen menerima informasi secara pasif ketika mereka menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan akan suatu merek dan bukan keyakinan merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merek, mereka memilih merek karena terbiasa dengan merek tersebut, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah melakukan pembelian. Oleh karena itu, proses pembelian melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh perilaku pembelian, yang mungkin diikuti oleh evaluasi atau mungkin tidak.

Perilaku pembelian mencari keragaman

Perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah, tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek. Pemimpin pasar akan mencoba mendorong perilaku pembeli kebiasaan dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin. Perusaahan penantang akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan harga yang lebih murah, kesepakatan kupon khusus, sampel gratis, dan iklan yang menampilkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2005). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti (Ferdinand, 2006). Variabel dependen yaitu variabel yang nilainya diprngaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian (Y).

Keputusan Pembelian dalam penelitian ini diukur melalui (Setyaji, 2008) :

Prioritas pembelian

Keyakinan dalam membeli

Kemudahan mendapat/memperoleh

Pertimbangan manfaat

Variabel Independen (X)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik yang pengaruhnya positif maupun yang pengaruhnya negatif (Ferdinand, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari adalah kemasan (X).

Penelitian Terdahulu

Penelitian tedahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka menyusun skripsi ini. Terdapat beberapa penelitian tedahulu yang akan mengarahkan penelitian ini diantaranya yaitu :

Penelitian Afiana (2012) yang berjudul Fungsi Kemasan Produk Pengambilan Keputusan Pembelian You C 1000 dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan yang baik dari You C 1000 berfungsi untuk pengambilan keputusan pembelian.

Penelitian Indriastuti (2003) yang berjudul Pengaruh Kemasan Produk Kosmetik Terhadap Keputusan Pembelian dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan produk kosmetik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.

Penelitian Wiguno (2006) yang berjudul Pengaruh Kemasan Produk Terhadap Keputusan Konsumen dalam Membeli Produk Jajan Khas Kota Gresik dengan variabel bebas adalah kemasan dan variabel terikat adalah keputusan pembelian menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian kemasan produk pudak mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel terikat (keputusan pembelian) adalah variabel bahan kemasan.

Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan

Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara atau dugaan yang paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya atau jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris.

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir (Sugiyono, 2012:63). Hubungan dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut :

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap   

  keputusan membeli rokok.

Rerangka Teoritis

Sekaran dalam Sugiono (2012:60) mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Ringkasan hasil penelitian terdahulu merupakan landasan untuk menyusun konseptual penelitian. Konsep penelitian ini bisa digambarkan seperti pada halaman berikut :

Text Box: (X)
Kemasan

Text Box: (Y)
Keputusan Pembelian
                                                   H1

  • METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah melalui pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif  merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.

Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode kuantitatif sering juga disebut metode tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim, 2002: 35).

Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan sebagai metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable dan indikator. Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda–beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan simbol–simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dati metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul.

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.2 Populasi

Sugiyono (2001: 55) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.

Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108). Kerlinger (Furchan, 2004: 193) menyatakan bahwa populasi merupakan semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan  secara jelas. Nazir (2005: 271) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan  populasi  finit sedangkan, jika jumlah individu dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak terhingga, disebut populasi  infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah desa adalah populasi  finit. Sebaliknya, jumlah pelemparan mata dadu yang terus-menerus merupakan populasi infinit.

Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi (Margono, 2004: 118). Ia menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian.

Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan sebagai berikut :

Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memilki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000 orang guru SMA pada awal tahun 1985, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun, lulusan program Strata 1, dan lain-lain.

Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif.  Misalnya guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang.

Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu, sekarang dan yang akan menjadi guru. Populasi seperti ini disebut juga parameter. Selain itu, menurut Margono (2004: 119) populasi dapat dibedakan ke dalam hal berikut ini:

Populasi teoretis (teoritical population), yakni sejumlah populasi yang batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi yang lebih luas, maka ditetapkan terdiri dari guru; berumus 25 tahun sampai dengan 40 tahun, program S1, jalur skripsi, dan lain-lain.

 Populasi yang tersedia  (accessible population),  yakni sejumlah populasi yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, guru sebanyak 250 di kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik yang telah ditetapkan dalam populasi teoretis. Margono (2004: 119-120) pun menyatakan bahwa persoalan populasi penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:

Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya, seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah, hasilnya akan sama saja.

 Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsurunsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen.

3.3 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109; Furchan, 2004: 193). Pendapat yang senada pun dikemukakan oleh Sugiyono (2001: 56). Ia menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang  diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,  kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.

Margono (2004: 121) menyataka bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh  (monster)  yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Hadi (Margono, 2004: 121) menyatakan bahwa sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal berikut:

Peneliti bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian saja.

 Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil-hasil kepenelitiannya, dalam arti mengenakan kesimpulan-kesimpulan kepada objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas.

Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan berbagai alasan. Nawawi (Margoino, 2004: 121) mengungkapkan beberapa alasan tersebut, yaitu:

Ukuran Populasi

Dalam hal populasi ta terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya tidak diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama sekali tidak mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian juga dalam populasi terbatas (terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk mengumpulkan data dari populasi 50 juta murid sekolah dasar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, misalnya.

Masalah Biaya

Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang diselidiki. Semakin besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih-lebih bila objek itu   tersebar di wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu cara untuk mengurangi biaya.

Masalah Waktu

Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada penelitian populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan keimpulan diinginkan dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal ini, lebih tepat.

Percobaan yang Sifatnya Merusak

Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi karena dapat merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien yang akan dianalisis keadaan darahnya, juga tidak mungkin mencoba seluruh neon untuk diuji kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan hanya pada sampel.

Masalah ketelitian

Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan cukup dapat dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan analisis data. Penelitian terhadap populasi belum tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi peneliti akan bosan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan itu semua, penelitian terhadap sampel memungkinkan ketelitian dalam suatu penelitian.

Masalah ekonomis

Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang peneliti; apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan? Jika tidak, mengapa harus dilakukan penelitian? Dengan kata lain penelitian sampel pada dasarnya akan lebih ekonomis daripada penelitian populasi.

3.4  Teknik Sampling

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2001: 56). Margono (2004: 125) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.

Secara skematis, menurut Sugiyono (2001: 57) teknik sampling ditunjukkan pada gambar  di bawah ini:

Dalam penelitian sampel ditentukan dengan menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana tidak semua anggota populasi dalam posisi yang sama-sama memiliki peluang untuk dipilih menjadi sampel. Metode pengambilan sampelnya menggunakan purposive sampling, menurut Darmawan (2013:152) purposive sampling yaitu responden yang terpilih menjadi anggota sampel atas dasar pertimbangan peneliti sendiri kuisioner diberikan kepada konsumen dalam hal ini adalah mahasiswa Universitas Ma Chung Malang yang pernah membeli atau mengkonsumsi produk A Mild.

3.5 Jenis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis Data

Data kuantitatif yaitu data atau keterangan yang berupa angka-angka tabel atau bagan.

Data kualitatif yaitu data atau keterangan yang berupa penjelasan atau kalimat secara rinci yang berhubungan dengan pokok pembahasan.

Sumber Data

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. (Marzuki, 2005:55) yaitu data yang diperoleh dari responden, melalui pengisian kuesioner yang diberikan pada responden.

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012:137). Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data gambaran perusahaan, struktur organisasi dan data sejarah perusahaan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik Wawancara

Menurut pengertiannya wawancara adalah Tekhnik pengumpulan data atau informasi dari “informan” dan atau “Responden” yang sudah di tetapkan, dan di lakukan dengan cara tanya jawab sepihak tetapi sistematis atas dasar tujuan penelitian yang hendak di capai. Sutrisno Hadi (1986) Mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut:

Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

Bahwa apa yang dikatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan wawancara diperlukan ketrampilan dari seorang peneliti dalam berkomunikasi dengan responden. Seorang peneliti harus memiliki ketrampilan dalam mewawancarai, motivasi yang tinggi, dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut dalam menyampaikan wawancara. Seorang peneliti juga harus bersikap netral, sehingga responden tidak merasa ada tekanan psikis dalam memberikan jawaban kepada peneliti.

Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, yaitu:

Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Dalam hal ini perlu adanya kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan pedoman wawancara model ini sangat tergantung pada pewawancara.

Pedoman pewawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list. Pewawancara hanya tinggal memberi tanda v (check).

Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam suksesnya wawancara:

Dalam pelaksanaan wawancara, sering kita temukan dilapangan adanya perbedaan persepsi pandangan tentang hal-hal tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian, antara peneliti dengan orang yang diwawancarai. Berdasar hal tersebut, yang perlu diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif naturalistik, ada dua istilah yaitu informasi emic dan etic. Informasi emic adalah informasi yang berkaitan dengan bagaimana pandangan responden terhadap dunia luar berdasar perspektifnya sendiri, sedangkan yang berdasar perspektif peneliti disebut informasi etic.

Kuesioner (Angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu: Prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik.

Prinsip Penulisan Angket:

Isi dan tujuan pertanyaan.

Maksudnya adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan. Kalau bentuk pengukuran, maka dalam mebuat pertanyaan harus teliti.

Bahasa yang digunakan.

Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket) harus disesuaikan dengan kemampuan bahasa responden.

Tipe dan bentuk pertanyaan.

Pertanyaan tidak mendua.

Tidak menayakan yang sudah lupa

Pertanyaan tidak menggiring kejawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja.

Pertanyaan tidak terlalu panjang.

Pertanyaan dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit.

Angket yang diberikan digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti.

Penampilan fisik angket akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variable dengan lainnya dan pengukurannya. Tanpa operasionalisasi variabel, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar variable yang masih bersifat konseptual. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002, p69) Definisi Operasional Variabel adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diamati dan diukur dengan menentukan hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Sugiyono (2004, p31), definisi operasional adalah penentuan construct  sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. 

Variabel penelitian adalah sesuatu  yang berbentuk apa saja ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga  diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti dibagi menjadi dua kelompok Sugiyono (2006, p33), yaitu:

Variabel bebas (independent variable)

Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab terjadinya perubahan atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya (X) adalah Age Subculture dan Gender.

Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel terikat (Y) adalah lifestyle dan pemilihan program televisi  (Z).

3.7 Model Penelitian

Model penelitian yang diusulkan dalam penelitian ini merupakan model yang dibangun dari beberapa penelitian sebelumnya. Sebagaimana dalam pembahasan bab sebelumnya telah dijabarkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh kemasan rokok A Mild terhadap keputusan membeli rokok.

Dalam bab sebelumnya juga telah dibahas hubungan antara kemasan rokok A Mild terhadap keputusan membeli rokok, pembahasaan tersebut tergambar pada bagan dibawah ini :

Gambar 3.5

Bagan Hubungan Kemasan Rokok A Mild Terhadap Keputusan Membeli Rokok

Melalui penjabaran hubungan tersebut, penulis membangun sebuah model dasar yang mencoba menjelaskan hubungan tersebut. Model dasar yang dibangun adalah :

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap

keputusan membeli rokok.

3.8 Alat Analisis

Analisa Deskriptif

Menurut Sugiyono (2012:172) analisa deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2006) Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi  atau  content dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Uji  validitas ini bertujuan untuk menguji ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya, agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut.  Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes.

Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas menurut Ghozali (2002:132), adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Contoh: Meteran jika hari ini digunakan untuk mengukur satuan panjang seluas 3 (tiga) meter, maka di lain waktu, besok atau lusa akan tetap 3 (tiga) meter. Hal itu berarti alat ukur satuan panjang atau meteran tersebut reliable (andal) karena tetap konsisten.

Model-model yang digunakan untuk anaisis reliabilitas menurut Arif (2009:302), antara lain:

Alpha (Cronbach), yaitu model ini merupakan model internal konsistensi berdasarkan rata-rata korelasi antar-item.

Split-Half, yaitu model ini membagi pengukuran menjadi dua bagian dan menganalisis korelasi antara kedua bagian tersebut.

Guttman, yaitu model ini menganalisis menggunakan batas bawah Guttman untuk uji reliabilitas.

Parallel, yaitu model ini mengasumsikan bahwa seluruh item mempunyai varian yang sama dan varrian error error yang sama pula.

Strict Parallel, yaitu model ini menggunakan asumsi bahwa pada model Parallel dan juga mengasumsikan bahwa rata-rata item adalah sama.

Uji Normalitas

Uji Normalitas ini bertujuan untuk mengetahui data yang terus menerus sahihnya itu normal atau tidak, data yang Normal selanjutnya bisa di analisis dengan metode Product moment person, dan data yang tidak normal di selanjurnya di ukur melalui metode rank spearman, kebanyakan data yang di teliti untuk konsentrasi manajmen keuangan ini pasti Normal, Contoh kalimat penyusunan Uji Normalitas : Agar data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dipertanggugjawabkan, terlebih dahulu harus diuji normalitasnya. Hal ini penting untuk mengetahui apakah data yang diperolehdalam penelitian tersebut normal atau tidak. Menurut Sugiyono (2008;295) penguji data dalam penelitian dapat menggunakan rumus Chi Kuadrat (X2), Menurut Sugiyono (2008;259) rumus Chi Kuadrat sebagai berikut:

Uji Regresi Linier Sederhana

Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis linier sederhana, tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh kemasan (variabel independen) terhadap keputusan pembelian (variabel independen). Analisis regresi linier sederhana menurut Sugiyono (2010:270) “Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen”.

Y= a + bX + e

Keterangan:

Y = Keputusan pembelian

X = Pengaruh kemasan

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

e = Faktor diluar penelitian

Hipotesis (Uji t)

Hubungan variabel independen secara parsial dengan variabel dependen, akan diuji dengan uji  t (menguji signifikansi korelasi  product moment) dengan membandingkan ttabel dengan thitung. Adapun rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2008 : 250) dalam menguji hipotesis (Uji t) penelitian ini adalah:   

Keterangan:

t   =  nilai uji t

r   =  koefisien korelasi

r2 =  Koefisien Determinasi

n  =  Banyak Sampel yang Diobservasi

Setelah dilakukan uji hipotesis (uji t) maka kriteria yang ditetapkan, yaitu dengan membandingkan nilai  t hitung dengan nilai  t tabel yang diperoleh berdasarkan tingkat signifikansi (α) tertentu dan derajat kebebasan (df) = n-k

Kriteria pengambilan keputusan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ho diterima jika thitung ≤ ttabel

Ho ditolak jika thitung >  ttabel

Apabila Ho diterima, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel independen tidak  mempunyai hubungan yang signifikan  dengan variabel dependen dan sebaliknya Apabila  Ho  ditolak, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel independen mempunyai hubunhan yang signifikan dengan variabel dependen.

Dalam memudahkan dan mempercepat proses pengolahan data, penulis mengunakan komputerisasi dengan menggunakan program software  Statistikal Product & Service Solutions (SPSS) for Windows Release 21.00.

3.9 Hipotesis Statistik

Hipotesis Statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Benar atau salah suatu hipotesis tidak pernah diketahui dengan pasti, kecuali jika seluruh populasi diperiksa. hipotesis yang paling sering kita dengar adalah “menerima” dan “menolak”. Kalimat menolak dalam hipotesis dapat bermakna bahwa hipotesis yang diberikan adalah salah, sebaliknya kalimat menerima hanya semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempercayai penolakan hipotesis tanpa ada bukti-bukti lebih lanjut. Oleh karena itu beberapa statistikawan maupun peneliti memilih menggunakan kata-kata “belum dapat diterima”, “tidak lebih baik daripada”, “tidak ada perbedaan antara”, dan lain-lain daripada harus menggunakan kata “menerima” atau “menolak”. Baru setelah ia melakukan pengujian, hipotesis tersebut akan ditolak.

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir (Sugiyono, 2012:63)

Ho : ρ    = 0

0 berarti tidak ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y.

Ha : ρ     ≠ 0

“tidak sama dengan nol” berarti ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y.

ρ  = nilai korelasi yang dihipotesiskan.

Maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1           : Kemasan produk A Mild mempunyai pengaruh positif terhadap  

  keputusan membeli rokok.

3.10 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan suatu rangkaian yang dilakukan secara terus-menerus, terencana dan sistematis dengan maksud untuk mendapatkan pemecahan masalah. Oleh karena itu langkah yang diambil dalam penelitian haruslah tepat dan saling mendukung antara komponen satu dengan komponen lainnya. Tahapan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penentuan topik/judul penelitian.

Penentuan masalah penelitian.

Penentuan tujuan penelitian.

Penentuan manfaat penelitian.

Penentuan metode penelitian.

Penentuan populasi, sampel dan teknik sampling.

Penentuan jenis, sumber data dan teknik pengumpulan data.

Penentuan alat analisis.

Perumusan hipotesis.

Penyusunan laporan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta: Mitra Utama

Anggraini, Irma Zanitha. 2001. Pengaruh Elemen-Elemen Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Hand and Body Lotion Merek Citra. Skripsi Tidak DipublikasikanFakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.

Astuti, Sri Wahjuni dan I Gde Cahyadi. 2007. Pengaruh Elemen Ekuitas Merek Terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan Di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda. Majalah Ekonomi. Tahun XVII. No. 2. Agustus. Hal. 145 – 156. Universitas Airlangga. Surabaya.

Durianto, Darmadi. Sugiarto dan toni Sitinjak. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar: Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ferdinand, A. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. Hal 14-16

Ritonga, Rahman. 1997. Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Sugiyono. 2001, Metode Penelitian Binis, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutisna. 2003. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Ritonga, Rahman. 1997. Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Author: Daniel Sugama Stephanus

Power & Speed Metal is my music... Adventure is my hobby... Social transformation is my passion...

Leave a comment