REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEN (EVENT STUDY PADA SAHAM LQ-45 DI BEI PERIODA AGUSTUS 2013-AGUSTUS 2014)

CINDY MARCELLIA SUDJOKO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIS DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan perekonomian suatu negara salah satunya dapat terlihat dari aktivitas pasar modalnya. Hal ini didasarkan pada fungsi pasar modal sebagai sarana transaksi jualbeli modal. Efisiensi pasar modal sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pasar modal perlu mendapatkan pembahasan yang cukup serius. Hal tersebut dikarenakan pengembangan pasar modal yang efisien akan meningkatkan kepercayaan para investor melakukan investasi di pasar modal.

Sebagai pasar yang sedang berkembang, pengumuman pembagian dividen intern perusahaan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi investor untuk berinvestasi. Battcharya (1979), yang mengembangkan dividend signaling theory mengatakan bahwa perusahaan menggunakan pengumuman pembagian dividen sebagai sinyal mengenai prospek perusahaan. Husnan (1993) mengatakan ketika investor hendak mengetahui hasil investasi, maka dividen dapat digunakan sebagai indikator untuk memperkirakan prospek keuntungan. Informasi mengenai prospek perusahaan yang ada dalam pengumuman dividen dapat juga dijadikan referensi oleh para investor untuk melakukan tarnsaksi di pasar modal. Transaksi yang terjadi merupakan reaksi dari pasar berdasarkan masuknya informasi baru karena berdasarkan efisiensi pasar, jika suatu pengumuman yang memiliki kandungan informasi maka diharapkan akan terjadi reaksi pasar, dimana informasi yang digunakan adalah informasi yang tersedia saat ini, sehingga reaksi yang ditimbulkan tepat dan cepat serta bersifat tidak berkepanjangan. Namun apabila suatu pengumuman yang memiliki kandungan informasi tidak menimbulkan reaksi bagi pasar atau reaksinya lambat, maka pasar dikatakan tidak efisien.

Reaksi pasar dapat diukur dengan abnormal return dan trading volume nactivity. Menurut Anwar (2004), reaksi pasar tercermin dari terjadinya perubahan harga saham dan tingkat perdagangan saham. Abnormal return merupakan return tak wajar yang merupakan kelebihan return yang sesungguhnya terhadap return normal yaitu return yang diharapkan (Hartono, 2010:579). Volume perdagangan merupakan jumlah saham yang diperdagangkan selama satu hari perdagangan tertentu (Lindrianasari, 2009).

Pengumuman dividen sebagai bahan referensi invetor untuk melakukan transaksi di pasar modal yang menurun dianggap sebagai suatu bad news oleh pasar, tentunya akan direaksi negatif oleh pasar. Pasar menganggap perusahaan yang bersangkutan memiliki prospek perusahaan yang kurang baik.

Penelitian terdahulu mengenai reaksi pasar terhadap adanya pengumuman dividen telah banyak dilakukan, baik itu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Hasil-hasil studi yang menemukan kandungan informasi dari pengumuman dividen dilakukan oleh Akbar dan Baig (2010), Ammir dan Shah (2011), Octasoni (2009), Nugroho (2008) dan Kosasih (2004). Penelitian yang dilakukan oleh Watts (1973, 1976), Ang (1975), dan Gonedes (1978) dalam Hartono (2010:566), Ali dan Chowdhury (2010), Karim (2010), Nawawi (2010) dan Agriani (2011) tidak menemukan bukti bahwa pengumuman dividen mengandung informasi.

Berdasarkan uraian di atas dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih dalam mengenai “REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEN” (Event Study Pada Saham LQ-45 Di BEI Perioda Agustus 2013-Agustus 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

Apakah terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung adalah:

Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen.

Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman pembagian dividen ?

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat dari disusunnya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan yang berhubungan dengan pengumuman pembagian dividennya. 

Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi.

Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan referensi bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis pada masa yang akan datang.

Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai media pengembangan dan pengetahuan mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman pembagian dividen.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Investasi

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001). Mulyadi (2001: 284) menyatakan bahwa “investasi adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang.” Investasi juga dapat didefinisikan sebagai penanaman modal atau pemilikan sumber-sumber dalam jangka panjang yang akan bermanfaat pada beberapa periode akuntansi yang akan datang (Supriyono, 1987). Sedangkan Halim (2003) mendefinisikan investasi sebagai penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2003).

Menurut Halim (2003: 2), pada umumnya investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Investasi pada financial assets

Investasi pada financial assets dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu:

Investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar uang, misalnyaberupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasaruang dan lainnya.

Investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar modal,misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi dan lainnya.

Investasi pada real asset

Investasi pada real asset diwujudkan dalam bentuk pembelian assetproduktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaanperkebunan dan lainnya.

2.1.1 Jenis-Jenis Investasi

Investasi dapat dibagi menjadi empat golongan sebagai berikut ini (Mulyadi, 2001):

Investasi yang tidak menghasilkan laba (non-profit investment)

Investasi jenis ini timbul karena adanya peraturan pemerintah atau karenasyarat-syarat kontrak yang telah disetujui, yang mewajibkan perusahaanuntuk melaksanakannya tanpa mempertimbangkan laba atau rugi.

Investasi yang tidak dapat diukur labanya (non-measurable profit investment)

Investasi ini dimaksudkan untuk menaikkan laba, namun laba yangdiharapkan akan diperoleh perusahaan dengan adanya investasi ini sulituntuk dihitung secara teliti. Sebagai contoh adalah pengeluaran biaya promosi produk untuk jangka panjang, biaya penelitian danpengembangan, dan biaya program pelatihan dan pendidikan karyawan.

Replacement investment

Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk penggantian mesin danperalatan yang ada. Informasi penting yang perlu dipertimbangkan dalamkeputusan penggantian mesin dan peralatan adalah informasi akuntansidiferensial yang berupa akitva diferensial dan biaya diferensial.Penggantian mesin biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan adanyapenghematan biaya (biaya diferensial) yang akan diperoleh atau adanyakenaikan produktivitas (pendapatan diferensial) dengan adanyapenggantian tersebut.

Investasi dalam perluasan usaha (expansion investment)

Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitasproduksi atau operasi menjadi lebih besar dari sebelumnya. Untukmemutuskan jenis investasi ini, yang perlu dipertimbangkan adalah apakahaktiva diferensial yang diperlukan untuk perluasan usaha diperkirakanakan menghasilkan laba diferensial (yang merupakan selisih antarapendapatan diferensial dengan biaya diferensial) yang jumlahnyamemadai. Kriteria yang perlu dipertimbangkan adalah taksiran laba masayang akan datang (yang merupakan selisih pendapatan dengan biaya) dankembalian investasi (return on investment) yang akan diperoleh karenaadanya investasi tersebut.

2.1.2 Tujuan Investasi

Di samping untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang, ada beberapa tujuan lain dari sebuah investasi (Tandelilin, 2001), yaitu:

Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang.

Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

Untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu.

Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan. Proses keputusan investasi terdiri dari lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi tersebut menurut Tandelilin (2001) adalah sebagai berikut:

1. Penentuan tujuan investasi.

2. Penentuan kebijakan investasi.

3. Pemilihan strategi portofolio.

4. Pemilihan aset.

5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio.

2.1.3 Saham

Rusdin (2008) mengemukakan saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Robert Ang (1997: 2) menyatakan  “Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikkan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan berbentuk Perseroan Tebatas.” Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2006). Sedangkan menurut Husnan (2005: 29),

“Saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya”.

Dalam transaksi jual dan beli di Bursa Efek, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Menurut Darmadji (2001: 6), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan jenis-jenis saham yaitu:

Saham ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:

Saham Biasa (common stock)

Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak klaimberdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila terjadilikuidasi, pemegang saham biasa yang mendapatkan prioritaspaling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan assetperusahaan. Menurut Siamat (2004), ciri-ciri dari saham biasaadalah sebagai berikut:

Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.

Memiliki hak suara (one share one vote).

Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhirapabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.

Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen merupakan saham dengan bagian hasil yang tetapdan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegangsaham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagianhasil atas penjualan asset. Saham preferen mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa. Adapun ciri-ciri dari saham preferen menurut Siamat (2004) adalah:

Memiliki hak paling dahulu memperoleh deviden.

Tidak memiliki hak suara.

Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.

Memiliki hak pembayaran sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.

Saham ditinjau dari cara peralihan:

Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks)

Pada saham atas unjuk tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudahdipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapapun yang memegang saham ini, maka akan diakuisebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

Saham Atas Nama (Registered Stocks)

Saham atas nama merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapanama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melaluiprosedur tertentu.

Saham ditinjau dari kinerja perdagangan:

Blue Chip Stocks

Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi,sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabildan konsisten dalam membayar dividen.

Income Stocks

Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayardividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan padatahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampumenciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teraturmembagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dantidak mementingkan potensi.

Growth Stocks

Saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatanyang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyaireputasi tinggi.

Speculative Stock

Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsistenmemperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapimempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masamendatang, meskipun belum pasti.

Counter Cyclical Stocks

Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makromaupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi,harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampumemberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuanemiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masaresesi.

2.2 Pasar Modal

Pasar modal mempunyai peranan penting dalam perekonomian terutama dalam pengalokasian dana masyarakat. Menurut Jogiyanto (2008), pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dan jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi. Pasar modal berfungsi sebagai sarana alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang mempunyai kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif yang membutuhkan dana. Pasar modal menurut Tandelilin (2007: 13) adalah sebagai berikut:

“Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, yang memiliki peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return relatif besar adalah  sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar).”

Pendapat lain menyatakan bahwa pasar modal berarti suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal sendiri biasanya berbentuk saham (Fuady, 2001). 

Instrumen pasar modal berupa surat berharga (efek). Sedangkan pakar pasar modal Marzuki Usman (1997:11) menyatakan bahwa secara teoritis pasar modal didefenisikan sebagai perdagangan instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri (stocks) maupun utang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sectors). Dengan demikian pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial market).

2.2.1 Instrumen Pasar Modal

Objek yang diperjualbelikan dalam pasar modal adalah hak kepemilikan atas suatu perusahaan (modal) dan surat pernyataan utang perusahaan dalam bentuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang. Yang menjadi objek transaksi dalam pasar modal, yang dalam teminologin pasar keuangan disebut efek, selain saham dan obligasi dikenal dengan instrumen derivatif lainnya seperti option, warrant, right.

Instrumen pasar modal pada dasarnya adalah instrumen keuangan jangka panjang atau surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan efek adalah setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, setiap right, warrant, option, atau derivatif dari efek, atau setiap instrumen yang ditetapkan sebagai efek.

Darmadji dan. Fakhrudin (2006: 4) mengklasifikasikan jenis-jenis efek sebagai berikut:

Efek Penyertaan (equity securities), adalah efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjadi pemegang saham perusahaan yang menerbitkan efek tersebut. Efek yang termasuk efek penyertaan adalah saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

Efek Utang (debt securities, adalah efek dimana penerbitnya mengeluarkan atau menjual surat utang, dengan kewajiban menebus kembali pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Besarnya bunga dan perioda pembayaran bunga atau kupon yang dibayarkan oleh penerbit sesuai dengan kesepakatan awal. Efek yang termasuk dalam efek utang adalah obligasi (bonds) dan surat utang jangka menengah (medium term note).

Efek Derivatif merupakan efek turunan  dari efek “utama”, baik yang bersifat penyertaan maupun utang. Efek turunan dapat berarti turunan langsung dari efek “utama” maupun turunan selanjutnya atau turunan kedua. Efek yang termasuk dalam efek derivatif adalah warrant, right, option, futures, forward, swap, dan lain-lain.

Efek lain-lain merupakan efek yang tidak termasuk dalam efek penyertaan, utang, maupun derivatif. Yang termasuk dalam kelompok efek lain-lain adalah Reksa Dana, Sertifikat Penitipan, dan lain-lain.

2.2.2 Peranan Pasar Modal

Rusdin (2008) menyatakan bahwa ada lima peranan pasar modal di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.

Pasar modal sebagai alternatif investasi.

Pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik.

Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transaparan.

Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pasar Modal

Husnan (2003), menyatakan bahwa berikut ini adalah aktor-faktor yang mempengaruhi pasar modal:

Penawaran sekuritas, yang berarti harus banyak perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.

Permintaan sekuritas, ini berarti bahwa masyarakat harus memiliki dana yang cukup besar untuk digunakan dalam membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan dalam pasar modal.

Kondisi politik dan ekonomi, dimana politik yang stabil akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang akhirnya mempengaruhi penawaran dan permintaan sekuritas.

Hukum dan peraturan, hukum yang jelas akan melindungi pemodal dari informasi yang tidak jelas.

Lembaga-lembaga pendukung pasar modal akan membantu kegiatan pasar modal secara cepat. Lembaga ini antara lain adalah bank kustodian, biro administrasi efek, wali amanat, akuntan, notaries, konsultan hukum, dan penilai.

2.2.4 Efisiensi Pasar Modal

Menurut Suad Husnan (2005) secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut.

“Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar seperti itu disebut dengan pasar efisien” (Jogiyanto, 2003: 369).

Pasar modal dikatakan efisieni bila informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pemodal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya te;ah tercermin dalam harga-harga saham.

Dari pendapat-pendapat pakar keuangan, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan pasar modal yang efisien adalah sebagai berikut:

Pasar menyediakan informasi yang akurat, lengkap, relevan, dan jujur.

Investor tidak dimungkinkan mendapat abnormal return.

Harga sekuritas tidak dapat diprediksi.

2.2.5 Bentuk Efisiensi Pasar Modal

Menurut Jogiyanto (2000), bentuk efisiensi pasar dapat ditinjau tidak hanya dari segi ketersediaan informasinya saja, tetapi juga dapat dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan berdasarkan analisis dan informasi yang tersedia. Pasar efisien yang ditinjau dari sudut informasi saja disebut efisiensi pasar secara infomasi (informationally efficient market). Kunci utama untuk mengukur pasar modal efisien adalah hubungan antara sekuritas dengan informasi. Dimana informasi yang dapat digunakan untuk menilai pasar efisien adalah informasi yang lama, informasi yang sedang dipublikasikan atau semua informasi termasuk informasi privat. Fama (1970) dalam Jogiyanto (2009) menyajikan tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketia macam bentuk informasi, yaitu:

Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah, jika harga-harga dari sekuritastercemin secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Informasi masalalu ini merupakan informasi yang sudah terjadi. Bentuk efisiensi pasarsecara lemah ini berkaitan dengan teori langkah acak (random walk theory) yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan dengan nilaisekarang. Jika pasar efisien secara bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalutidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Ini berartibahwa untuk pasar yang efisien bentuk lemah, investor tidak dapatmenggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan keuntungan yangtidak normal.

Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)

Pasar dikatakan efisien setengah kuat, jika harga-harga sekuritas secarapenuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporankeunangan perusahaan emiten. Semua informasi yang dipublikasikan akantersebar dan diterima oleh pemodal pada waktu yang hampir bersamaan, sehingga harga secara langsung dan cepat melakukan penyesuaian daninvestor tidak mendapatkan keuntungan yang normal.

Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secarapenuh mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasiprivat. Jika pasar efisien dalam bentuk ini berhubungan satu dengan yanglain, maka tidak ada individual investor atau grup dari investor yang dapatmemperoleh keuntungan tidak normal (abnormal return) karenamempunyau informasi privat.Salah satu jenis informasi privat adalah jenis informasi yangberasal dari orang dalam (insider information) yang mempunyai akses atasinformasi berharga mengenai keputusan penting yang telah direncanakanoleh perusahaan. Sehingga dengan modal informasi tersebut merekamelakukan analisa dan mengambil posisi transaksi yang sesuai. Pada saatmengumumkan perseroan tersebut dikeluarkan, maka informasi tersebutmenjadi tersedia bagi masyarakat dan akan mendongkrak harga sahamtersebut. Informasi privat yang demikian mampu memberikan keuntunganabnormal yang konsisten bagi para pemodal yang memiliki informasitersebut.

2.3 Dividen

Dividen merupakan pembayaran yang diberikan kepada pemilik perusahaan atau pemegang saham atas modal yang mereka tanamkan di dalam perusahaan. Dalam hubunganya dengan jumlah pajak yang dibayarkan, maka pembayaran dividen berbeda dengan pembayaran bunga karena dividen tidak dapat mengurangi jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan (Syamsuddin, 2011). Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998).

Deviden adalah pembagian laba yang diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Deviden akan diterima oleh pemegang saham hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi deviden tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan deviden (Sartono, 2001).

Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki (Bardiwan, 1992). Sedangkan menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001) dividen adalah pemabagian sisa laba bersih perusahaan yang didisrtribusikan kepada pemegang saham.

2.3.1 Jenis-Jenis Dividen

Berikut ini merupakan jenis-jenis dividen:

Cash Dividend adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M. Munandar, 1983).

Script dividend seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang tunai yang cukup untuk membayar dividend cash (Arief Suaidi 1994).

Property Dividend

Liquidating Dividend adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividend) sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (M. Munandar 1983).

Stock Dividend adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M. Munandar 1983).

2.4 Trading Volume Activity (TVA)

Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator dari reaksi pasar terhadap suatu pengumuman. Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter voulume perdagangan saham (Marwan Asri dan Faisal, 1998). Volume perdaganagn saham (Trading Volume Activity) merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Suad Husnan, 1992).

Jumlah saham yang diterbitkan merupakan jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham. Menurut Robert Ang (1997), pendekatan volume perdagangan saham dapat digunakan sebagai proksi reaksi pasar. Dimana volume perdagangan saham lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya suatu informasi baru melalui penjumlahan saham yang diperdagangkan. Sedangkan definisi TVA yang dirumuskan oleh Beaver et. al (1968) adalah keseluruhan nilai transaksi pembelian maupun penjualan saham oleh investor dalam satuan uang. Volume perdagangan saham diukur melalui aktivitas perdagangan relatif.

Pendekatan TVA (Trading Volume Activity) dapat digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisien pada bentuk lemah (weak form efficiency), karena pada pasar yang belum efisien perubahan harga belum mencerminkan informasi yang ada sehingga peneliti hanya dapat mengamati reaksi pasar modal dengan melalui pergerakan volume perdagangan pada pasar modal yang diteliti (Sunur, 2006: 18).

2.5 Abnormal Return

Menurut Jogiyanto (2008), abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang diharapkan oleh investor (expected return). Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005).

  • METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu bertujuan menguji hipotesis melalui pengujian aplikasi teori pada keadaan tertentu, dimana hasil pengujian digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, yakni mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari telaah teoritis (Indriantoro & Supomo, 1999: 23). Bentuk penelitian ini adalah penelitian event study, yaitu studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman (Jogiyanto, 2003: 410).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria dalam pemilihan sampel adalah saham-saham teraktif yang masuk dalam perhitungan LQ-45 selama Agustus 2013 sampai Agustus 2013.

Dari populasi dapat diambil sampel penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 118) “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Dengan menggunakan kriteria tersebut, maka diperoleh sampel saham LQ-45 sebanyak 36

No.KodeNama Emiten
1AALIAstra Agro Lestari Tbk
2ADROAdaro Energy Tbk
3AKRAAKR Corporindo Tbk
4ASIIAstra Internasional Tbk
5ASRIAlam Sutera Realty Tbk
6BBCABank Central Asia Tbk
7BBNIBank Negara Indonesia Tbk
8BBRIBank Rakyat Indonesia Tbk
9BBTNBank Tabungan Negara Tbk
 10BDMNBank Danamon Tbk
11BMRIBank Mandiri (Persero) Tbk
12BMTRGlobal Mediacom Tbk
13BSDEBumi Serpong Damai Tbk
14CPINCharoen Pokphand Indonesia Tbk
15EXCLXL Axiata Tbk
16GGRMGudang Garam Tbk
17HRUMHarum Energy Tbk
18ICBPIndofood CBP Sukses Makmur Tbk
19INCOVale Indonesia Tbk
20INDFIndofood Sukses Makmur Tbk
21INTPIndocement Tunggal Prakarsa Tbk
22ITMGIndo Tambangraya Megah Tbk
23JSMRJasa Marga (Persero) Tbk
25KLBFKalbe Farma Tbk
26LPKRLippo Karawaci Tbk
27LSIPPP London Sumatra Tbk
28MNCNMedia Nusantara Citra Tbk
29PGASPerusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
30PTBATambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
31PWONPakuwon Jati Tbk
32SMGRSemen Indonesia (Persero) Tbk
33TLKMTelekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
34UNTRUnited Tractors Tbk
35UNVRUnilever Indonesia Tbk
36WIKAWijaya Karya (Persero) Tbk

Tabel 1. Sampel Perusahaan

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif yang diperoleh melalui sumber data sekunder, yaitu situs resmi Bursa Efek Indonesia http://www.yahoo.finance.com.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metoda dokumentasi. Nawawi (2005) menjelaskan bahwa metoda dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan buku mengenai pendapat maupun dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna (Faisal, 1990).

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang akan diteliti dapat didefinisikan sebagai berikut

Trading volume activity (TVA)

Trading volume activity (TVA) menunjukkan aktivitas perdagangan saham dan mencerminkan seberapa aktif dan likuid suatu saham diperdagangkan di pasar modal. “Perhitungan TVA dilakukan dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dengan keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan selama periode penelitian” (Foster dalam Yusuf et.al 2009: 799).

Menurut Jogiyanto (2008), abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap normal return yang merupakan return yang diharapkan oleh investor (expected return). Selisih return akan positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Rachmawati, 2005).

3.5 Analisis Data

Studi peristiwa merupakan suatu studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa atau informasi yang dipublikasikan. MacKinley (1997) mendefinisikan event study (studi peristiwa) sebagai salah satu metodologi penelitian yang menggunakan data-data pasar keuangan untuk mengukur dampak dari suatu kejadian yang spesifik terhadap nilai perusahaan, biasanya tercermin dari harga saham dan volume transaksinya. Uji T adalah untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Jogiyanto, 2003:411).

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji T berpasangan (paired sample t- test) menggunakan bantuan program SPSS. Uji T berpasangan dapat digunakan apabila data berdistribusi normal. Uji Kolmogorov smirnov dapat diterapkan untuk menguji kenormalan suatu data. Apabila sig. yang dihasilkan lebih dari 5% maka dapat dismpulkan bahwa data berdistribusi normal dan sebaliknya. Apabila data yang dimilki tidak berdistribusi normal, maka dapat menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test.

3.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Untuk menguji hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) secara signifikan sebelum dan sesudah pembagian dividen, maka digunakan alat uji Paired Sampe t-Test bila data terdistribusi normal. Namun, bila data tidak terdistribusi normal, maka digunakan alat uji Wilcoxon Signed Rank test. Hipotesis statistik untuk pengujian ini adalah sebagai berikut.

H0: μsebelum – μsesudah= 0

H1: μsebelum– μsesudah≠ 0

Jika Sig. > 0.05 (5%), maka maka H0 diterima.

Untuk menguji hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Abnormal Return secara signifikan sebelum dan sesudah pembagian dividen, maka digunakan alat uji One Sample t-Test.

3.7 Tahapan Penelitian

Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengumpulkan dan mengolah data berupa Trading Volume Activity dan Abnormal Return yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan Microsoft Excel.

Mengelompokkan data melakukan perhitungan Trading Volume Activity (TVA) dan Abnormal Return dengan menggunakanrumus sebagai berikut:

TVA = Saham yang diperdagangkan / Saham yang beredar           …………..(1)

Abnormal Return = Rit – E(Rit) ……………………………………………(2)

AR          : Abnornal Return

Rit           : tingkat pengembalian saham individual I perioda t

E(Rit) : tingkat pengembalian saham yang diharapkan pada perioda t

Melakukan perhitungan rata-rata TVA dan abnormal return.

Menguji normalitas data rata-rata TVA dan abnormal return pada program SPSS.

Menguji hipotesis-hipotesis terdapat perbedaan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) dengan uji Paired Sample t-Test atau Wilcoxon Signed Ranks Test dan abnormal return dengan uji one sample t-test pada program SPSS.

Melakukan uji volatilitas pada rata-rata Trading Volume Activity dan abnormal return dengan menggunakan Microsoft Excel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. (2003). Analisis Investasi. Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat : Jakarta.

Agus Sartono. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.

Ang, Robert (1997), Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Mediasoft Indonesia.

Anwar, Chairul. 2004. Studi Peristiwa Reaksi Pasar Terhadap Pemilihan Umum Tanggal 5 April 2004 Pada Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis, Jilid 9 (2): h:98-108.

Bhattacharya, Sudipto. 1979. Imperfect Information, Dividend Policy, and “the Bird in hand” Fallcy. Dalam The Bell Journal of Economics, 10(1): h:259- 270.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab. Cet. Ke-3. Jakarta: Salemba Empat, 2001.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.f

Ginting, SC &Rahyuda, H. 2012. perbedaan volume perdagangan saham dan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa stock split pada perusahaan di bursa efek indonesia. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud),Bali

Hartono, Jogiyanto. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Lindrianasari. 2009. Analisis Komparatif Volume Perdagangan Saham dan Return Saham Sebelum dan Sesudah Pengumuman Earnings. Dalam Jurnal Ekonomi Bisnis & Akuntansi Ventura, 12(1): h:49-60.

Lukman Syamsuddin..2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. cetakan ke 1. Jakarta:Salemba Empat.

Rusdin. 2008. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.

Suad Husnan. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Pendek), Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.

Suad Husnan. 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi kelima, Yogyakarta: BPFE

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Supriyono, R.A. 1987. Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian biaya serta Pembuatan Keputusan. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Tandelilin, Eduardus. 2007. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Wardhani, L,S. 2012. Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Peristiwa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Putaran II 2012  (Event Study pada Saham Anggota Indeks Kompas 100). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang

KEBIJAKAN DIVIDEN SEBAGAI DASAR UNTUK MENILAI PERUSAHAAN

Amelia Wibisono & Daniel Sugama Stephanus

Perkuliahan Teori Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Universitas Ma Chung Malang

2011

Abstraksi

Dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan, investor sangat membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan dividen. Pengumuman dividen saring kali dianggap memiliki kandungan informasi apabila pasar bereaksi pada saat pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi positif sering terjadi apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut menimbulkan respon pasar atas harapan tingkat keuntungan yang lebih besar dimasa mendatang. Sebaliknya, akan menimbulkan reaksi negatif apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut mengundang pesimisme atas prospek pengembangan perusahaan di masa mendatang karena pihak manajer dianggap tidak mampu mengelola earnings bagi kepentingan jangka panjang pemegang saham. 

Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan dalam perusahaan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama. Dalam kebijakan dividen ditentukan jumlah alokasi laba yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham (dividen) dan alokasi laba yang dapat ditahan perusahaan. Semakin besar laba yang ditahan, semakin kecil laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam pengalokasian laba tersebut timbullah berbagai masalah yang dihadapi. Para pemegang saham mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu, mengharapkan pengembalian dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal dan karena informasi yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan dividenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui performance perusahaan.

Kata-Kata Kunci: Kebijakan Dividen, Informasi, Investor, Nilai Perusahaan

Pendahuluan

Tujuan akuntansi adalah menyajikan informasi, terutama bagi investor yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Agar bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan maka informasi tersebut harus relevan dan reliabel. Informasi yang relevan adalah informasi yang memiliki potensi untuk mempengaruhi keputusan yang diambil, sedangkan informasi yang reliabel adalah informasi yang tidak menyesatkan (dapat diandalkan). Sayangnya, informasi yang relevan sering kali tidak reliabel, dan sebaliknya informasi yang reliabel sering kali tidak relevan. Sampai saat ini akuntansi lebih mementingkan reliabilitas daripada relevansi, sehingga informasi yang akhirnya tersaji sering kali kurang relevan.

Dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan, investor sangat membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan dividen. Pengumuman dividen memiliki kandungan informasi saat pengumuman dividen diterima oleh pasar. Reaksi positif sering terjadi apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut menimbulkan respon pasar atas harapan tingkat keuntungan yang lebih besar dimasa mendatang. Sebaliknya, akan menimbulkan reaksi negatif apabila dalam pengumuman dividen tersebut dapat mengundang pesimisme atas prospek pengembangan perusahaan dimasa mendatang karena pihak manajer dianggap tidak mampu mengelola earnings bagi kepentingan jangka panjang.

Bagi perusahaan keputusan pembagian dividen merupakan masalah yang sering dihadapi. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali pada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada investor tersebut dengan kebijakan dividen. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pada umumnya, sebagian dari penghasilan bersih sesudah pajak (EAT) dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen, dan sebagian lagi diinvestasikan kembali dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen yang dibagikan oleh perusahaan bisa tetap (tidak mengalami perubahan) dan bisa juga mengalami perubahan (ada kenaikan atau penurunan) dari dividen yang dibagikan sebelumnya.

Perubahan pembayaran mencakup dua hal yaitu pengumuman dividen meningkat dan dividen menurun. Biasanya kenaikan dividen disebabkan oleh meningkatnya laba yang diperoleh perusahaan atau juga karena perusahaan ingin mempertahankan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki ekspektasi yang baik di masa mendatang. Karena kenaikan dividen ini memberikan sinyal positif kepada investor mengenai prospek perusahaan, maka investor akan tetap menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut. Sedangkan penurunan dividen biasanya disebabkan oleh dua hal yaitu karena perusahaan sedang mengalami masalah keuangan atau karena adanya pengalokasian investasi yang lebih menguntungkan. Walaupun pengumuman penurunan dividen bukanlah suatu pertanda mengenai memburuknya prospek perusahaan, namun biasanya investor cenderung memberikan reaksi negatif. Meskipun mungkin dalam kenyataanya perusahaan ingin melakukan investasi kembali bukan karena sedang mengalami masalah keuangan.

Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan dalam perusahaan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama. Dalam kebijakan dividen ditentukan jumlah alokasi laba yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham (dividen) dan alokasi laba yang dapat ditahan perusahaan. Semakin besar laba yang ditahan, semakin kecil laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam pengalokasian laba tersebut timbullah berbagai masalah yang dihadapi. Para pemegang saham mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu, mengharapkan pengembalian dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Manajer sebagai agen yang diberi amanat oleh pemegang saham untuk membuat keputusan yang dapat memaksimumkan kekayaan pemegang saham telah menciptakan konflik potensial atas kepentingan masing-masing pihak yang disebut dengan konflik keagenan (agency conflict) dalam konteks teori keagenan (agency theory). Konflik agency muncul sebagai akibat adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan.  

Konflik kepentingan tidak hanya terjadi antara pemegang saham dengan manajer. Konflik kepentingan dapat terjadi antara pemegang saham dengan kreditor. Pada umumnya para pemegang saham menginginkan proyek dengan expected return yang tinggi. Sayangnya dalam dunia nyata, investasi yang memberikan return yang tinggi, risikonya juga tinggi. Tingginya risiko akan menyebabkan kreditur ikut menanggung risiko. Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas di sini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Bagi para investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan yang stabil pula dengan demikian risiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen tidak stabil. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor menginginkan kebijkan dividen yang stabil.

Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal dan karena informasi yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan dividenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui performance perusahaan.

Namun, besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Dan hanya perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik yang akan membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai.

Selain itu, pembagian dividen perusahaan juga dipengaruhi oleh kebijakan investasi perusahaan. Namun laba yang diperoleh perusahaan digunakan untuk mendanai investasi perusahaan, akan mengurangi proporsi dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Semakin besar laba yang ditahan untuk pertumbuhan perusahaan semakin kecil pula dividen yang dibayarkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, investor membutuhkan informasi-informasi dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan. Salah satu informasi yang dapat digunakan oleh investor tersebut adalah mengenai kebijakan dividen.

Landasan Teori

Pengertian Dividen

Investasi dalam bentuk saham akan memberikan dua jenis keuntungan kepada investor, yaitu keuntungan berupa dividen dan capital gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga jual dan beli saham. Sedangkan dividen adalah pembagian keuntungan perusahaan.

Menurut Tangkilisan dan Hessel (2003:227)

“Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham (pemilik modal sendiri, equity).”

Sedangkan menurut Rusdin (2006:73)

“Dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.”

Sehingga dalam pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah bagian keuntungan bersih setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Karena dividen merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham, maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham.

Jenis-Jenis Dividen

Terdapat beberapa jenis dividen yang dapat dibayarkan kepada para pemegang saham, tergantung pada posisi dan kemampuan perusahaan bersangkutan. Berikut ini adalah jenis-jenis dividen menurut Brigham dan Houtston (2004:95):

  1. Cash Dividend (Dividen Tunai)

Cash dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham dan lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen yang lain.

  • Stock Dividend (Dividen Saham)

Stock dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham, bukan dalam bentuk uang tunai. Pembayaran stock dividend juga harus disarankan adanya laba atau surplus yang tersedia, dengan adanya pembayaran dividen saham ini maka jumlah saham yang beredar meningkat, namun pembayaran dividen saham ini tidak akan merubah posisi likuiditas perusahaan karena yang dibayarkan oleh perusahaan bukan merupakan bagian dari arus kas perusahaan.

  • Property Dividend (Dividen Barang)

Property dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk barang (aktiva selain kas). Property dividend yang dibagikan ini haruslah merupakan barang yang dapat dibagi-bagi atau bagian-bagian yang homogeny serta penyerahannya kepada pemegang saham tidak akan mengganggu kontinuitas perusahaan.

  • Scrip Dividend

Scrip dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat (scrip) janji hutang. Perseroan akan membayar sejumlah tertentu dan pada waktu tertentu, sesuai dengan yang tercantum dalam scrip tersebut. Pembayaran dalam bentuk ini akan menyebabkan perseroan mempunyai hutang jangka pendek kepada pemegang scrip.

  • Liquidating Dividend

Liquidating dividend adalah dividen yang dibagikan berdasarkan pengurangan modal perusahaan, bukan berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen merupakan suatu keputusan untuk menginvestasikan kembali laba yang diperoleh dari hasil operasi perusahaan atau untuk membagikannya kepada pemegang saham (investor).

Menurut Martono dan Agus Harjito (2007:253)

“Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.”

Dari pengertian dividen di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menginvestasi kembali laba yang diperoleh dari suatu hasil operasi perusahaan atau untuk membagikannya kepada para pemegang saham.

Teori Kebijakan Dividen

Teori kebijakan dividen mengaji tentang dampak penentuan dampak penentuan besarnya alokasi laba pada dividen dan laba ditahan terhadap nilai pasar saham yang berlaku. Ini berarti investor dihadapkan pada dua pilihan apakah hasil pengembalian dividen diberikan dalam bentuk tunai atau menginginkan pertumbuhan modal, sehingga investor mendapatkan capital gain karena nilai saham meningkat.

Dari adanya perbedaan preferensi investor atas dividen maupun capital gain, muncul beberapa teori tentang kebijakan dividen sebagai berikut:

  1. Bird-in-The-Hand Theory

Model ini menganggap bahwa pembayran dividen yang dilakukan saat ini adalah lebih baik daripada capital gain di masa mendatang karena dividen yang diterima saat ini oleh investor bersifat lebih pasti daripada capital gain yang akan diterima di masa mendatang, yang jelas-jelas mengandung ketidakpastian.

  • Teori Preferensi Pajak (Tax Preference Theory)

Model ini menganggap bahwa dengan adanya pajak, maka investor lebih menyukai capital gain daripada dividen karena dividen dikenai pajak lebih tinggi daripada capital gain.

  • Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory)

Model ini menganggap bahwa pembayaran dividen tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Pembayaran dividen dianggap demikian karena disini investor tidak memperdulikan darimana datangnya pengembalian berasal, apakah dari dividen atau dari capital gain.

  • Hipotesis Kandungan Informasi atau Pengisyaratan (Information Signaling Hypothesis)

Teori ini menyatakan bahwa investor menganggap bahwa perubahan dividen merupakan isyarat atau sinyal tentang prospek aliran kas perusahaan di masa mendatang (signaling effect), sehingga penurunan dividen akan menurunkan nilai perusahaan.

  • Teori Biaya Agensi (Agency Cost Theory)

Pendukung teori ini berpendapat bahwa dibayarkannya dividen adalah salah satu mekanisme untuk mengurangi biaya agency, karena dividen akan mengurangi jumlah free cashflow yang mungkin akan digunakan manajer untuk kepentingan yang tidak perlu (excessive perquisities).

  • Teori Ekspektasi

Teori ini menganggap bahwa semakin dekat waktu pembayaran dividen, investor akan membentuk harapan-harapan mengenai berapa banyak dividen itu nantinya. Oleh karena itu, apakah pembayaran dividen akan menaikkan atau menurunkan nilai perusahaan, tergantung dari apakah perusahaan bisa memenuhi harapan investor.

Faktor yang Memengaruhi Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen yang diambil perusahaan, sangat bergantung pada berbagai faktor yang terjadi, baik itu yang terjadi di dalam perusahaan maupun yang terjadi di luar perusahaan.

Menurut Sartono (2001:292-295), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen ada lima yaitu:

  1. Kebutuhan Dana Perusahaan

Kebutuhan dana perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen karena posisi kas perusahaan harus diperhatikan.

  • Likuiditas Perusahaan

Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen karena dividen merupakan kas keluar bagi perusahaan, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

  • Kemampuan Meminjam

Perusahaan yang memiliki kemampuan meminjam lebih besar akan memiliki kemampuan untuk membayar dividen yang lebih besar pula.

  • Keadaan Pemegang Saham

Jika keadaan pemegang saham lebih besar berorientasi pada capital gain, maka dividend payout akan rendah, sehingga memungkinkan perusahaan untuk menahan laba untuk investasi yang profitable.

  • Stabilitas Dividen

Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi.

Jenis Kebijakan Dividen

Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan kepada pemegang saham. Adapun bentuk kebijakan tersebut menurut Sutrisno (2003:305-307), ada empat yaitu:

  1. Kebijakan pemberian dividen yang stabil

Yaitu dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi.

  • Kebijakan dividen yang meningkat

Yaitu perusahaan memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan.

  • Kebijakan dividen dengan rasio yang konstan

Yaitu perusahaan memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan.

  • Kebijakan dividen regular yang rendah ditambah ekstra

Yaitu perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen.

Bentuk Pembayaran Dividen

Menurut Halim (2005:94), ada tiga bentuk pembayaran dividen, yaitu dividen dalam jumlah rupiah stabil, dividen dengan rasio pembayaran konstan, dan dividen tetap yang rendah ditambah dividen ekstra.

  1. Dividen dalam jumlah rupiah stabil

Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil, artinya dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Pembayaran dividen yang stabil ini dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa mendatang.

  • Dividen dengan rasio pembayaran konstan

Beberapa perusahaan melakukan pembayaran dividen berdasarkan persentase tertentu dari laba. Karena laba berfluktuasi, maka menjalankan kebijakan ini akan berakibat jumlah dividen dalam rupiah akan berfluktuasi.

  • Dividen tetap yang rendah ditambah dividen ekstra

Pembayaran dividen ini hanyalah merupakan modifikasi dari cara 1 dan 2 di atas. Kebijakan ini memberi fleksibilitas pada perusahaan tetapi mengakibatkan investor sedikit ragu-ragu tentang berapa besarnya dividen mereka. Apabila perusahaan sangat berfluktuasi, kebijakan ini akan merupakan pilihan terbaik

Prosedur Pembayaran Dividen

Prosedur pembayaran dividen yang sebenarnya adalah sebagai berikut (Brigham & Houston, 2001:84):

  1. Tanggal pengumuman (declaration date)

Tanggal pada saat dewan direksi mengumumkan akan dibagikannya dividen dalam bentuk uang tunai. Pada saat ini perusahaan melakukan pengakuan akan utang dividen dengan mendebit saldo laba ditahan.

  • Tanggal pencatatan pemegang saham (holder of record date)

Tanggal pada saat para pemegang saham dapat melihat nilai dividen yang akan diterimanya melalui momerandum pencatatan dividen tunai yang dibuat oleh perusahaan. Pada saat ini, tidak ada jurnal yang perlu dibuat. Perusahaan hanya perlu menunjukkan memo pencatatan dividennya saja, sehingga pemegang saham bisa melihat berapa persisnya jumlah uang tunai yang akan diterima.

  • Tanggal pemisahan dividen (ex-dividend rate)

Tanggal pada saat penghentian penjualan saham di bursa untuk sementara. Penghentian penjualan saham sementara dilakukan (mungkin 1 atau 2 hari), tiada lain agar perusahaan punya waktu untuk melakukan pemutahiran (update) buku besar “Ekuitas Pemegang Saham”.

  • Tanggal pembayaran (payment date)

Tanggal pada saat dividen dibayarkan. Pada saat yang sama perusahaan mencatat pengeluaran kas untuk pembayaran dividen, sekaligus mengeliminasi “Utang Dividen” yang diakui pada saat tanggal pengumuman.

Agency Theory

Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory (Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.

Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan makalah ini adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.

Namun, di satu sisi ada kecenderungan manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.

Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal (diluar manajemen). Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Para pengguna internal (para manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal.

Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder  pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).  

Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:

  1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
  2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi  antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu:

  1. Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest),
  2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality),
  3. Manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.

Pembahasan

Dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan, investor sangat membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan dividen. Pengumuman dividen saring kali dianggap memiliki kandungan informasi apabila pasar bereaksi pada saat pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi positif sering terjadi apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut menimbulkan respon pasar atas harapan tingkat keuntungan yang lebih besar dimasa mendatang. Sebaliknya, akan menimbulkan reaksi negatif apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut mengundang pesimisme atas prospek pengembangan perusahaan di masa mendatang karena pihak manajer dianggap tidak mampu mengelola earnings bagi kepentingan jangka panjang pemegang saham.

Bagi perusahaan keputusan pembagian dividen merupakan masalah yang sering dihadapi. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali pada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada investor disebut dengan kebijakan dividen. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pada umumnya, sebagian dari penghasilan bersih sesudah pajak (EAT) dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen, dan sebagian lagi diinvestasikan kembali dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen yang dibagikan oleh perusahaan bisa tetap (tidak mengalami perubahan) dan bisa juga mengalami perubahan (ada kenaikan atau penurunan) dari dividen yang dibagikan sebelumnya.

Salah satu informasi yang dipandang cukup penting bagi investor yaitu informasi tentang naik turunnya dividen yang dibagikan perusahaan karena informasi tersebut mengandung muatan informasi yang berkenaan dengan prospek keuntungan yang akan diperoleh para investor atau calon investor dalam melakukan penilaian perusahaan. Pengumuman perubahan dividen memunyai pengaruh terhadap reaksi pasar yang ditunjukkan dengan perubahan harga saham dan volume perdagangan. Berkaitan dengan kebijakan dividen tersebut terlihat bahwa terdapat beberapa pihak yang saling berbeda kepentingan yaitu pihak investor dan perusahaan itu sendiri. Perusahaan lebih senang menahan keuntun gan untuk diinvestasikan kembali, sedangkan pihak investor lebih memilih pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk capital gains. Perbedaan yang timbul antara pihak investor dengan perusahaan merupakan masalah yang harus dipecahkan. Apalagi jika masalah tersebut berkaitan dengan adanya pengumuman perubahan dividen yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap investornya.

Perubahan pembayaran mencakup dua hal yaitu, pengumuman dividen meningkat dan dividen menurun. Biasanya kenaikan dividen disebabkan oleh meningkatnya laba yang diperoleh perusahaan atau juga karena perusahaan ingin mempertahankan kepercayaan kepada investor bahwa perusahaan memiliki ekspektasi yang baik di masa mendatang. Karena kenaikan dividen ini memberikan sinyal positif kepada investor mengenai prospek perusahaan maka investor akan tetap menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut. Sedangkan penurunan dividen biasanya disebabkan oleh dua hal yaitu karena perusahaan sedang mengalami masalah keuangan atau karena adanya pengalokasian investasi yang lebih menguntungkan. Walaupun pengumuman penurunan dividen bukanlah suatu pertanda mengenai memburuknya prospek perusahaan, namun biasanya investor cenderung memberikan reaksi negatif. Meskipun mungkin dalam kenyataannya perusahaan ingin melakukan investasi kembali bukan karena sedang mengalami masalah keuangan.

Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Dengan demikian seberapa besar porsi laba yang akan ditahan untuk diinvestasikan kembali merupakan masalah yang cukup serius bagi pihak manajemen. Terdapat sejumlah perdebatan diseputar bagaimana kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan, yaitu:

  1. Dividen Dapat Meningkatkan Kesejahteraan Pemegang Saham

Gordon (1959) dan Lintner (1956), berpandangan bahwa semakin tinggi deviden payout ratio, maka semakin tinggi pula nilai dari perusahaan. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa investor menilai deviden payout lebih besar daripada pertumbuhan, karena mereka merasa lebih yakin jika menerima dividen dibandingkan jika menerima capital gain dari laba yang ditahan. Pendapat Gordon dan Lintner ini oleh Modigliani-Miller (1961), disebut dengan the bird in-the hand fallacy.

  • Dividen Tidak Relevan

Teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan terhadap tingkat kesejahteraan pemegang saham, dikemukakan oleh Martin, Pety, Keown, and Scott (1991); Miller (1986); Miller dan Modigliani (1961). Dasar pemikiran yang dikemukakan adalah dalam kondisi bahwa keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan lebih ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi.

  • Dividen Menurunkan Tingkat Kesejahteraan Pemegang Saham

Teori ini dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979). Pandangan yang dikemukakannya bahwa semakin tinggi dividend payout ratio suatu perusahaan, maka nilai perusahaan tersebut akan semakin rendah. Hal ini didasarkan pada pemikiran jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan yang tinggi akan menjadi lebih menarik dan lebih banyak diminari. Berkaitan dengan clientile effect, terdapat dua kelompok investor, yaitu yang lebih menyukai untuk memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk pembagian dividen, namun ada pula investor yang menyukai untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena investor ini berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi. Dengan adanya dua kelompok tersebut, maka ada kecenderungan perusahaan untuk enggan melakukan perubahan kebijakan dividen. Hal ini disebabkan perubahan kebijakan dividen akan mengakibatkan beberapa investor akan menjual sahamnya, dan sebagai akibatnya harga saham akan mengalami penurunan.

Simpulan

Tujuan akuntansi adalah menyajikan informasi yang relevandan reliabel, terutama bagi investor yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan, investor sangat membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan dividen. Pengumuman dividen memiliki kandungan informasi saat pengumuman dividen diterima oleh pasar. Reaksi positif sering terjadi apabila informasi dalam pengumuman dividen tersebut menimbulkan respon pasar atas harapan tingkat keuntungan yang lebih besar dimasa mendatang. Sebaliknya, akan menimbulkan reaksi negatif apabila dalam pengumuman dividen tersebut dapat mengundang pesimisme atas prospek pengembangan perusahaan dimasa mendatang karena pihak manajer dianggap tidak mampu mengelola earnings bagi kepentingan jangka panjang.

Bagi perusahaan keputusan pembagian dividen merupakan masalah yang sering dihadapi. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali pada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada investor tersebut dengan kebijakan dividen. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pada umumnya, sebagian dari penghasilan bersih sesudah pajak (EAT) dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen, dan sebagian lagi diinvestasikan kembali dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen yang dibagikan oleh perusahaan bisa tetap (tidak mengalami perubahan) dan bisa juga mengalami perubahan (ada kenaikan atau penurunan) dari dividen yang dibagikan sebelumnya.

Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan dalam perusahaan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama. Dalam kebijakan dividen ditentukan jumlah alokasi laba yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham (dividen) dan alokasi laba yang dapat ditahan perusahaan. Semakin besar laba yang ditahan, semakin kecil laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam pengalokasian laba tersebut timbullah berbagai masalah yang dihadapi. Para pemegang saham mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu, mengharapkan pengembalian dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Terdapat sejumlah perdebatan diseputar bagaimana kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan, yaitu:

  1. Dividen Dapat Meningkatkan Kesejahteraan Pemegang Saham
  2. Dividen Tidak Relevan
  3. Dividen Menurunkan Tingkat Kesejahteraan Pemegang Saham

Daftar Pustaka

Bringham, Eugene F. dan Hounstan, Joel F. 2006. Manajemen Keuangan. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.

http://artawan1966.files.wordpress.com/2011/03/9c-jurnal-pengaruh-dividen.pdf  18:34, 20 desember 2011

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2210211217_2085-5230.pdf  18:34, 20 desember 2011

http://journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/viewFile/853/781  18:35, 20 desember 2011

http://eprints.undip.ac.id/28755/1/Skripsi03.pdf  18:39, 20 desember 2011

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/nkpe/s1/eakt/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-32402087-7390-dividen_kimia-references.pdf  18:40, 20 desember 2011  

http://eprints.undip.ac.id/23793/1/MUHAMAD_UMAR_MAI.pdf  19:03, 20 desember 2011

ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2011

JESSICA WIBOWO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH TEORI KEUANGAN FUNDAMENTAL

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG

MALANG

2011

1. PENDAHULUAN

Perusahaan didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjalankan kegiatan tertentu dengan tujuan mencari keuntungan yang diharapkan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, setiap orang yang ada dalam perusahaan harus dapat bekerja dengan baik.

Kepemilikan suatu perusahaan dapat dilihat melalui dua aspek, (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership) (Widyastuti, 2004). Manager ownership atau insider ownership adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen, maka pihak manajemen juga sebagai pemegang saham perusahaan. Institutional ownership menggambarkan tingkat kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi. Institusi dalam hal ini adalah pihak yang berasal dari luar perusahaan yang berbentuk lembaga.

Manajer selaku penerima amanah dari pemilik perusahaan seharusnya menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai kepentingan pemegang saham yaitu memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:16). Manajer memiliki tanggung jawab atas pengambilan keputusan mengenai investasi dan pendanaan. Berkaitan dengan pengambilan keputusan investasi, manajer keuangan akan terlibat secara langsung dalam perencanaan dan pengendalian penggunaan dana. Dalam rangka mendanai investasi dan operasi perusahaan, manajer keuangan bertanggung jawab untuk mencari dana yang sesuai dengan kebutuhan aktivitas perusahaan.

Seorang manajer keuangan harus dapat menentukan secara akurat total kebutuhan dana perusahaan untuk masa kini dan masa yang akan datang karena secara umum keberhasilan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya tergantung pada kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas dan memenuhi segala kewajiban finansial tepat pada waktunya. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut diperlukan adanya dana. Dana merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi perusahaan karena untuk menjalankan suatu usaha diperlukan adanya dana yang akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan operasional perusahaan. Setiap dana yang diperoleh perusahaan harus digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan. Pengelolaan dana di dalam perusahaan sebaiknya dilakukan dengan sebaik mungkin karena semakin baik perusahaan mengelola dana yang dimilikinya maka semakin tinggi tingkat efisiensi dan efektivitasnya dalam menghasilkan laba.

Kebutuhan dana suatu perusahaan dapat diperoleh dari sumber dana jangka panjang dan sumber dana jangka pendek. Menurut Syahyunan (2004 : 124) sumber dana jangka panjang merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan untuk jangka waktu lebih dari 10 tahun, sedangkan sumber dana jangka pendek merupakan sumber dana yang harus dibayar kembali oleh perusahaan dalam jangka waktu satu tahun. Menurut Gitman (1994:480) sumber dana dapat diperoleh melalui sumber internal (internal sources) dan sumber eksternal (eksternal sources). Sumber dana internal adalah dana yang dibentuk atau dihasilkan di dalam perusahaan. Sumber dana internal merupakan sumber dana jangka panjang yang biasanya berasal dari laba ditahan, cadangan penyusutan, dan modal pemilik. Sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang diperoleh dari luar perusahaan, dapat berupa pinjaman jangka panjang, pinjaman jangka pendek, penerbitan obligasi dan penerbitan saham.

Setiap keputusan yang diambil mengenai sumber dana akan selalu ada dampaknya. Apabila suatu perusahaan di dalam pemenuhan kebutuhan dananya lebih mengutamakan sumber eksternal maka ketergantungan perusahaan pada pihak luar akan semakin besar dan risiko finansialnya pun semakin besar. Oleh karena itu, perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal anatara kedua sumber dana tersebut.

Dalam upaya mengantisipasi kondisi tersebut,  manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam menetapkan struktur modal perusahaan yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham Weston dan Copeland (1999:19), dengan adanya perencanaan yang matang dalam menetukan struktur modal yang diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis.

Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan karena baik buruknya struktur modal perusahaan akan memunyai efek yang langsung terhadap posisi finansialnya. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik yaitu memiliki utang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat kepada perusahaan tersebut.

Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya (Riyanto,1992).

Weston dan Brigham (1985:174) mengartikan bahwa struktur keuangan (financial leverage) merupakan cara aktiva-aktiva perusahaan dibiayai hal ini seluruhnya merupakan bagian kanan neraca sedangkan struktur modal (capital structure) merupakan pembiayaan pembelanjaan permanen perusahaan yang berupa utang jangka panjang, saham preferen/ prioritas dan modal saham biasa, tetapi tidak semua masuk kredit jangka pendek. Dapat dikatakan bahwa struktur modal dalam perusahaan adalah hanya sebagian dari struktur keuangannya tetapi adanya permasalahan dalam perusahaan karena struktur kepemilikan dan struktur modal tersebut akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pemilik perusahaan.

Meningkatnya nilai perusahaan dapat menarik minat para pihak luar atau yang biasa disebut dengan investor  untuk menanamkan modalnya.  Bagi investor yang tertarik untuk berinvestasi tentunya tingkat return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang ditanamkannya berupa capital gain dan dividen yang merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham. Dalam hal ini manajer harus memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu perioda akan dibagikan seluruhnya atau hanya sebagian yang dibagikan sebagai dividen dan sisanya ditahan perusahaan atau biasa disebut laba ditahan (retained earning), maka dari itu kebijakan dividen perlu diperhatikan dalam mengendalikan perusahaan.

Pembagian dividen sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku investor yang umumnya lebih memilih pembagian dividen yang tinggi sehingga mengakibatkan retained earning menjadi rendah.  Dalam kondisi informasi yang tidak seimbang (Asymmetric Information), para manajer dapat menggunakan strategi dalam kebijakan dividen untuk menangkal isu-isu yang tidak diharapkan oleh perusahaan-perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pendapat Rozeff (1982) bahwa dividen nampaknya memiliki atau mengandung informasi (informational content of dividend) sebagai syarat akan prospek perusahaan. Selain itu, pembagian dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. Menurut Rozeff (1982) dan Easterbrook (1984) bahwa pembagian dividen dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang timbul dari adanya perbedaan kepentingan di dalam perusahaan.

Pihak insider ownership lebih menyukai apabila laba perusahaan tidak dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen karena digunakan sebagai modal internal yang dapat digunakan untuk ekspansi perusahaan. Semakin tinggi tingkat insider ownership di perusahaan maka semakin tinggi pula kemungkinan dividen yang akan dibagikan semakin sedikit, karena pihak insider lebih suka apabila dividen tersebut ditahan. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2006) dan Pujiastuti (2008) menyatakan bahwa variabel insider ownership memiliki hubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Suwaldiman dan Aziz (2006) dan Wahyudi dan Baidori (2008) menunjukkan bahwa variabel insider ownership memilki hubungan negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

Pihak institutional ownership memunyai keinginan untuk mendapatkan profit dari perusahaan dalam bentuk dividen. Pihak institutional ownership dapat menekan perusahaan untuk membagikan dividen di akhir tahun. Dividen ini juga dapat sebagai sarana pengawasan oleh pihak institutional ownership. Pembagian dividen dapat mencerminkan kinerja perusahaan, apabila dividen yang dibagi tinggi maka perusahaan tersebut mampu mejalankan perusahaan secara efektif dan efisien sehingga mencapai profit yang tinggi. Penelitian Djumahir (2009) yang menyatakan bahwa institutional ownership hubungan yang positif secara tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Putra (2006) dan Darman (2008) yang menyatakan bahwa hasil dari penelitian menunjukan variabel institutional ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen

Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan timbulnya konflik yang biasa disebut sebagai konflik keagenan (agency conflict). Perbedaan kepentingan di dalam perusahaan yang dimaksud adalah perbedaan kepentingan antara manajer sebagai pengelola perusahaan (agent) dengan pemegang saham sebagai pemilik (owners). Perbedaan tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan dividen yang akan diterima pemegang saham.  Pengaruh dari konflik antara pemilik (owners) dan manajer ini akan menyebabkan menurunkan nilai perusahaan, kerugian inilah yang merupakan agency cost  bagi perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

Peneliti sebelumnya tentang biaya agensi (agency cost), telah menemukan bukti bahwa tingginya biaya agensi akan mengakibatkan turunnya nilai perusahaan dan berakibat buruk bagi para pemegang saham (Faisal,2005). Penelitian-penelitian tersebut mengemukakan bahwa terdapat beberapa alternatif yang bias digunakan untuk mengurangi biaya agensi, yaitu:

(1) Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer. Menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Rosida (2007) dengan meningkatkan kepemilikan saham manajer, manajer dapat langsung merasakan manfaat dari keputusan yang diambil.

(2) Meningkatkan Dividen PayoutRratio. Menurut Crutchley dan Hansen 1989 dalam Rosida (2007), pembayaran dividen akan mempengaruhi kebijakan pendanaan karena dengan pembayaran dividen akan mengurangi aliran kas perusahaan, sehingga perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber pendanaan yang relevan.

(3) Menurut Jensen et al., (1992) dalam dalam Rosida (2007) peningkatan pendanaan melalui utang akan menurunkan excess of free cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

(4) Penggunaan institusional ownership sebagai monitoring agent. Adanya kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen Semakin tinggi tingkat presentase institutional ownership akan menimbulkan pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusi kepada manajer, sehingga dapat menekan perilaku opportunistic manajer. Perilaku opportunistic adalah perilaku yang sering dilakukan oleh manajer untuk memanfaatkan segala kesempatan untuk mencapai tujuan pribadi. Pengawasan terhadap manajer dapat menurunkan konflik keagenan yang dapat terjadi. Ketika semakin rendah tingkat konflik keagenan maka agency cost perusahaan akan semakin rendah.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan, bisa menimbulkan masalah dalam pengambilan keputusan terutama dalam membuat kebijakan dividen perusahaan , yang pada akhirnya akan dapat berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam memaksimalkan nilai perusahaan

Perusahaan yang go-public adalah perusahaan yang menjalankan proses penyaringan yang ketat melalui auditor public dan Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) serta investor public dari luar perusahaan akan membantu mengawasi manajer demi kepentingan pemilik saham diluar manajemen.   Penelitian ini di lakukan pada perusahaan manufaktur  yang go public. Pemilihan obyek penelitian ini karena pada saat ini perusahaan-perusahaan tersebut memiliki persaingan yang tinggi, yang ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan manufaktur yang bersaing mengeluarkan produk baru yang relatif sama jenisnya, dengan menghadirkan berbagai teknologi yang ada. Persaingan tersebut membuat  internal perusahaan membutuhkan tambahan modal yang dapat berpengaruh pada  struktur modal perusahaan. Adanya persaingan produk baru tersebut juga dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan untuk meraih pasar, dengan seiringnya peningkatan penjualan, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan juga akan meningkat. Kemampuan menghasilkan keuntungan tersebut akan berdampak pada berbagai pengambilan keputusan, salah satunya terhadap kebijakan dividen perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini akan membahas tentang ”Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Struktur Modal Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011”.

  1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini pada dasarnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen?

2. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal mempunyai pengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen?

  1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini adalah:

1.  Mengetahui pengaruh simultan kepemilikan manajerial, kepemilikan intitusional dan struktur modal terhadap kebijakan dividen.

2. Mengetahui pengaruh parsial kepemilikan manajerial, kepemilikan intitusional dan struktur modal terhadap kebijakan dividen.

  1. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

  1. Bagi Jurusan

Diharapkan dapat melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada di bidang akuntansi keuangan untuk kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.

  • Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen keuangan khususnya yang berkaitan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal, dan kebijakan dividen.

  • Bagi Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengelola perusahaannya agar perusahaan dapat berkembang pesat. Serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan struktur kepemilikan dan struktur modal dalam keterkaitannya dengan kebijakan dividen perusahaan.

  • Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  • Bagi Pembaca

Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan untuk lebih memahami pengaruh struktur kepemilikan dan struktur modal terhadap kebijakan dividen.

2. LANDASAN TEORI

  • Struktur Kepemilikan

Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. Kegiatan operasi perusahaan sehari-hari dijalankan oleh manajer yang biasanya tidak mempunyai saham kepemilikan yang besar. Secara teori, manajer merupakan agen atau wakil pemilik. Namun, pada kenyataannnya mereka mengendalikan perusahaan. Dengan demikian, konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah keagenan”, yaitu devergensi kepentingan yang timbul antara pemilik dan agennya (Widyastuti, 2004).

Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Widyastuti, 2004)

Manajer dengan memberi insentif bagi karyawan berpresatasi diharapkan akan mengurangi masalah keagenan karena mereka juga merupakan pemegang saham/kepemilikan manajerial (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan manajer juga sebagai pemilik maka manajer tidak akan merugikan kepentingan owners termasuk dirinya, ataupun struktur kontrak kompensasi yang dikaitkan dengan kekayaan pemilik (Rofiqih dan Jatiningrum, 2004 dalam Puspitaningtias, 2007).

Apabila manajer ikut memiliki perusahaan (insider ownership), atau apabila pendapatan atau kompensasi manajer dikaitkan secara langsung dengan kekayaan pemilik maka manajer akan bertindak sebagaimana perusahaan menyebar, pengendalian pemilik cenderung lemah karena lemahnya pengawasan. Sedangkan kepemilikan rendah atau menyebar para pemilik minoritas kurang tertarik untuk melakukan pengawasan karena akan menanggung biaya pengawasan (monitoring cost) atau sebagian kecil manfaat yang diterima (Rofiqoh dan Jatiningrum, 2004 dalam Puspitaningtias 2007).

  • Pengertian struktur kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah, dan institusi swasta. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.

Struktur kepemilikan berguna untuk memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Selain itu, struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisma untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005).

  • Penilaian Struktur Kepemilikan

Penilaian struktur kepemilikan dibagi menjadi dua:

1. Insider Ownership

Rozelff (1982) dalam Moh’d, et al., (1998) menyatakan bahwa variabel yang mewakili insider ownership adalah persentase saham yang dimiliki oleh insider. Insiders didefinisikan sebagai pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Ukurannya adalah persentase saham yang dimiliki oleh direktur dan komisaris.

2. Institutional ownership

Institutional ownership didefinisikan sebagai proporsi saham yang dimiliki oleh institusional pada akhir tahun (Bathala, et al., 1994) dalam Sabrina (2010) yang diukur dengan menjumlahkan persentase saham yang dimiliki institutional.

Sedangkan Moh’d, et al., (1998) dalam Sabrina 2010 mendefinisikannya sebagai jumlah pemegang saham peusahaan yang diukur dengan natural log. Dalam penelitian ini, para pemegang saham dipertimbangkan sebagai kelompok sehingga setiap pemegang saham mewakili satu kelompok. Selanjutnya jumlah kelompok dinatural log-kan untuk kepentingan scaling effect.

Selain itu, pengukuran stuktur kepemilikan menurut Iturriaga dan Sanz sebagaimana dikutip Wahyudi dan Pawestri (2006) dibedakan menjadi:

  1. Struktur Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial (Iturriaga dan Sanz, 1998).

  • Struktur Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholder.

  • Jenis Struktur Kepemilikan

Berdasarkan penilaian struktur kepemilikan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat dua macam struktur kepemilikan yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Kepemilikan Manajerial

Menurut Wahidahwati (2001) dalam Rosida (2007), kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direksi dan komisaris). Pihak manajerial dalam suatu perusahaan adalah pihak yang secara aktif berperan dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah mereka yang duduk di dewan komisaris, dan dewan direksi perusahaan. Keberadaan manajer dalam manajemen perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: (1) mereka mewakili pemegang saham institusi, (2) mereka adalah tenaga-tenaga profesional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham, (3) mereka duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham perusahaan. Kepemilikan manajerial yang semakin meningkat akan membuat kekayaan pribadi manajemen semakin terikat erat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha untuk mengurangi risiko kehilangan kekayaannya. Cara yang ditempuh adalah mengurangi financial risk perusahaan melalui penurunan tingkat utang. Selain itu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial, dapat menyejajarkan kepentingan para manajer dengan outsider shareholders dan mengurangi penggunaan utang secara optimal sehingga dapat meminimumkan biaya keagenan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976), penggunaan modal utang mengurangi kebutuhan ekuitas eksternal dan meningkatkan proporsi kepemilikan manajerial, sehingga pengaruh utang terhadap kepemilikan manajerial adalah positif. Kontroversi dengan penemuan tersebut adalah menurut Friend dan Lang (1988), penggunaan utang yang berlebihan akan meningkatkan bankruptcy cost dan nondiversifiable risk sehingga mengurangi minat manajer untuk menambah kepemilikan. Fenomena ini dapat juga dijelaskan melalui free cash flow hypothesis, yaitu bahwa peningkatan utang akan mengurangi cash flow karena sebagian besar cash flow untuk membayar utang, sehingga tidak ada cash flow dalam perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan perquisites yang merugikan shareholders dengan sendirinya konflik keagenan tidak akan terjadi (Jensen, 1986). (Ismiyanti dan Hanafi, 2003)

2. Kepemilikan Institusional

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisma monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo,2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.

Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny (….) dalam Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi dan memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

Penelitian Smith (1996) (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung oleh Cruthley et al., (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) yang menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubstutisi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat.

  • Teori Keagenan

Terdapat dua macam kontrak dalam teori agensi menurut Surifah dalam Ali (2002:85) dalam Rosida (2007) yaitu berbentuk kontrak kerja dan kontrak pinjaman. Kontrak kerja dilakukan oleh pemilik perusahaan dengan manajer puncak perusahaan, sedangkan kontrak pinjaman dilakukan oleh manajer perusahaan dengan pemberian jaminan. Dalam kontrak kerja, pemilik perusahaan merupakan principal dan manajer puncak adalah seorang agen. Sedangkan dalam kontrak pinjaman, pemberi pinjaman merupakan pihak principal dan manajer perusahaan adalah di pihak agen.

Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sedangkan Hendriksen dan Michael (2000) menyatakan agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal dan prinsipal menutup kontrak untuk memberi imbalan kepada agen. Analoginya seperti antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan terhadap pihak manajemen. Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas kegiatan perusahaan dan berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham.

Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung atas pengelolaan perusahaan namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu terjadinya konflik keagenan. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau informasi asimetri (asymmetric information) (Imanda dan Nasir, 2006).

Eisenhardt (….) dikutip oleh Ujiyantho dan Pramuka, 2008), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu:

1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)

2.  Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality)

3. Manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

     Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agen (manajer) untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Di dalam teori keagenan, yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham/pemilik, sedangkan agen adalah manajemen yang mengelola harta pemilik. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan, agen sebagai pengelola berkewajiban untuk mengelola perusahaan sebagaimana dipercayakan pemegang saham (principal), untuk meningkatkan kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus dan berbagai kompensasi lainnya. (Sanjaya 2004; Sulistyanto, 2004) dalam Rosida (2007).

Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktifitasnya kadangkala tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati di awal untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham, melainkan lebih cenderung untuk meningkatkan kesejateraan mereka sendiri. Para manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya ditanggung oleh pihak lain (Sanjaya, 2004). Perilaku ini disebut sebagai keterbatasan rasional dan tidak suka menanggung risiko (Bathala, et. al., 1994).

Menurut Scott (1997:240) dalam Rosida (2007), hubungan pemilik manajer dalam teori agensi merupakan sebuah perwujudan untuk sejumlah besar investor dan manajer, yang menggambarkan pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian, sebagai sebuah model untuk dua individu yang rasional dengan kepentingan yang saling bertentangan

Jensen dan Meckling (1976) dalam Adhi (2002) mengemukakan teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham seringkali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan terjadinya konflik diantara keduanya (agency problem). Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer, karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan suatu mekanisma pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun, dengan munculnya mekanisma tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Agency cost ini dapat berupa agency cost of equity.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori agensi berlaku pada perusahaan yang di dalamnya terdapat hubungan antara manajer dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Terdapat suatu pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian dalam hubungan tersebut. Manajer dan pemilik perusahaan mempunyai kepentingan yang saling bertentangan sehingga  diperlukan suatu kontrak yang mengikat antara keduanya.

  • Biaya Keagenan (Agency Cost)

Dalam rangkamengatasi masalah perbedaan kepentingan manajer dan pemilik perusahaan diperlukan tambahan pengeluaran pemantauan (biaya keagenan). Menurut Weston dan Copeland (1997:37) dalam Rosida (2007). Biaya keagenan atau agency cost yaitu biaya yang menentukan cara-cara pokok dan agen membuat kontrak untuk mengorganisasikan kepemilikan dari perusahaan bersangkutan (misalnya, campuran utang/ekuitas). Menurut Jensen dan Meckling (1976)  agency cost terdiri dari:

  1. The monitoring expenditures by the principle.

Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction, dan compensation policies

  • The bonding expenditures by the agent.

The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mangambil banyak tindakan.

3. The residual loss yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship

Dalam upaya meminimumkan agency problem diperlukan biaya yang disebut agency costs dan tercermin dalam alternatif-alternatif sebagai berikut:

1.  Pengeluaran untuk memantau tindakan manajemen (Jensen dan Meckling,1976:96)

2. Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi yang konsisten dalam memaksimumkan nilai perusahaan (Ali, 2002:86)

3. Fidelity bond yaitu kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga dimana pihak ketiga setuju untuk membayar perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur sehingga menimbulkan kerugian perusahaan

4. Golden parachutes dan poison pill dapat dipergunakan pula untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham. Golden parachutes adalah suatu kontrak antara manajemen dan pemegang saham yang menjamin bahwa manajemen akan mendapat kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli oleh perusahaan lain atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan.

Sedangkan poison pill adalah usaha pemegang saham untuk menjaga agar perusahaan tidak diambil alih oleh perusahaan lain.  Usaha ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan hak penjualan saham pada harga tertentu atau mengeluarkan obligasi disertai dengan hak penjualan obligasi pada harga tertentu sehingga perushaan wajib membeli saham dan obligasi pada harga yang telah ditentukan sebelumnya (Ali, 2002:86).

Adapun beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yaitu:

1. Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen.

Manajer dapat langsung merasakan manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan juga apabila ada kerugian uang timbul sebgai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976:125 dalam Rosida 2007)

2. Meningkatkan dividend payout ratio.

Pembayaran dividen akan mempengaruhi kebijakan pendanaan karena dengan pembayaran dividen akan mengurangi aliran kas perusahaan, sehingga perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber pendanaan yang relevan. Pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring perusahaan. (Crutchley dan Hansen, 1989:42 dalam Rosida 2007).

  • Struktur Modal
  • Pengertian Struktur Modal

Menurut Brigham dan Houston (2006:6) , struktur modal adalah kombinasi antara utang, saham preferen dan saham ekuitas yang digunakan perusuhaan untuk merencanakan kegiatan operasionalnya.

Menurut Riyanto (2001:216) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Definisi lain dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowics (1997:474) struktur modal merupakan komposisi pembelajaran yang biasanya mengacu pada proporsi antara utang jangka panjang, saham preferen, dan modal sendiri yang disajikan dalam necara perusahaan.

Menurut Weston dan Copeland (1997:19) struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Jadi, struktur modal perusahaan hanya merupakan bagian dari struktur keuangan yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal  pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham mencangkup saham biasa, modal disetor atau surplus modal, dan akumulasi laba ditahan.

Berdasarkan ketiga pengertian di atas, dapat diartikan struktur modal merupakan suatu proporsi dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham yang merupakan sumber pembiayaan permanen perusahaan.

  • Komponen Struktur Modal

Sundjaja dan Barlian (2003:283) dalam Rahmaningsih (2010) menyatakan bahwa ”modal menunjukkan modal jangka panjang panjang perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi pasiva pada neraca perusahaan kecuali utang lancar. Modal terdiri dari modal utang dan modal sendiri/ekuitas”. Uraian tersebut menunjukkan bahwa modal bisa berasal dari utang jangka panjang dan modal sendiri. Penjelasan masing-masing komponen modal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Utang Jangka Panjang

Menurut Sundjaja et al. (2003, 234), utang jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5-20 tahun. Pinjaman utang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka, dan penerbitan obligasi.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan utang menurut Sundjaja, et al., (2003, 238) adalah sebagai berikut.

     a. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak.

     b.Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan    memakai utang.

     c. Biaya utang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah    bunga yang dibayarkan besarnya tetap.

     d. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan        peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.

     Ada dua instrumen utang jangka panjang yang biasa diperdagangkan, yaitu pinjaman berjangka dan obligasi. Menurut Weston & Brigham (1997), pinjaman berjangka adalah suatu perjanjian dengan pihak peminjam yang setuju untuk mengadakan serangkaian pembayaran bunga dan pembayaran pokok pada tanggal-tanggal tertentu kepada pihak yang meminjamkannya. Pinjaman berjangka memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan surat utang. Keuntungan pinjaman berjangka antara lain kecepatan, fleksibilitas, dan biaya emisi yang rendah. Ketentuan-ketentuan kunci dari peminjaman berjangka dapat disusun jauh lebih cepat daripada untuk penerbitan publik dan pinjaman tidak perlu melalui proses pendaftaran Securities Exchange. Obligasi adalah suatu perjanjian jangka panjang yang berdasarkan perjanjian tersebut pihak peminjam setuju untuk melakukan pembayaran atas bunga dan pokok pada tanggal tertentu kepada pemegang obligasi (Horne & Wachowic, 1998).

2.  Modal Sendiri

Menurut Sundjaja, et al. (2003, 318), modal sendiri / equity capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham biasa) serta laba ditahan. Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah kontrol terhadap perusahaan. Namun return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung risiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendri diharapkan tetap berada dalam perusahan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada dua sumber utama dari modal sendiri, yaitu saham biasa dan saham preferen.

a. Saham Preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak           istimewa yang menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang      saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen          dalam jumlah yang banyak. Menurut Horne & Wachowicz (1998),     pemegang saham preferen memiliki dividen kumulatif. Dividen kumulatif             merupakan persyaratan dimana seluruh dividen kumulatif yang belum dibayarkan atas saham preferen dibayarkan sebelum dividen saham biasa    dibayarkan. Pemilik saham preferen juga berhak untuk menerima dividen          tambahan apabila pemilik saham biasa juga menerima dividen tambahan.          Pemilik saham preferen juga memiliki hak pemberian suara dalam situasi        khusus, misalnya hak memilih beberapa direksi apabila terjadi situasi           perusahaan tidak dapat membayarkan dividen saham preferen.

Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja et al. (2003, 322) adalah sebagai berikut.

(1) Memunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.

(2) Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi menunda tanpa mengambil risiko untuk memaksakan jika usaha sedang lesu.

b. Saham Biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab          mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan     aset telah dipenuhi.

Beberapa keuntungan pembiayan dengan saham biasa bagi kepentingan       perusahaan, menurut Sundjaja et al. (2003, 327) yaitu:

(1) Tidak memberikan dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh  laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen.

(2) Saham biasa tidak memilik tanggal jatuh tempo

(3)    Pada saat-saat tertentu, saham biasa dijual lebih mudah dibanding bentuk                               utang lainnya.

(4)    Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk                                                    keuntungan modal merupakan ojek tarik pajak penghasilan yang rendah.

  • Penilaian Struktur Modal

Salah satu tolak ukur struktur modal perusahaan ditunjukkan oleh leverage keuangan (Kim, 1992). Rasio  Leverage  terdiri  dari (1) Rasio  Utang  ( debt  ratio ), (2) Rasio  Jaminan  ( coverege  ratio ).

1. Rasio Utang

a. Rasio Total Utang = ……………………………………………(1)

b. Rasio Utang Jangka Panjang = …………………(2)

2. Rasio Jaminan

     a. Rasio Kelipatan Pembayaran Bunga = ……………….(3)

     b. Rasio Cakupan Utang = ……………………..(4)

Rasio  utang  menunjukkan  kemampuan  perusahaan  untuk  memenuhi  kewajiban  jangka  panjang,  sedangkan  rasio  jaminan  menunjukkan  kemampuan  untuk  membayar  bunga  dan  pokok  pinjamn  yang  jatuh  tempo.  Untuk  menghitung  rasio  utang,  manajemen  menggunakan  informasi  dari  neraca.  Untuk  menghitung  rasio  jaminan,  informasi  dari  laporan  rugi – laba  yang  dipergunakan.

  • Teori Struktur Modal

Terdapat beberapa teori struktur modal yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Teori Pendekatan Tradisional

Teori struktur modal diawali oleh Duran(1952) dalam Putra(2009) yang disebut dengan teori pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional memiliki keyakinan bahwa memang ada suatu proporsi struktur modal yang optimal. Dapat dikatakan, struktur modal memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan (value of the firm). Struktur modal dapat diubah-ubah agar perusahaan nantinya mampu memperoleh nilai perusahaan yang optimal.  Pada  teori ini diasumsikan terjadi perubahan struktur modal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial leverage (dengan cara meningkatkan proporsi utang dibandingkan dengan modal sendiri).

2. Teori Modigliani dan Miller

Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM) pada tahun 1958. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak memengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu:

a. Tidak terdapat agency cost.

b. Tidak ada pajak.

c. Investor dapat berutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan      perusahaan.

d. Investor memunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai     prospek perusahaan di masa mendatang.

e. Tidak ada biaya kebangkrutan.

f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan     dari utang.

g. Para investor adalah price-takers.

h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

Jadi, MM menyatakan bahwa nilai perusahaan tidak ditentukan oleh strategi pendanaan pada perusahaan yang bersangkutan.  Jadi, tidak ada masalah bila pendanaan dibiayai oleh modal ataupun utang. Oleh karenanya, sifat kebijakan dividen yang dilakukan pun akan menjadi tidak relevan bagi perusahaan.

Dalam perkembangan selanjutnya asumsi tanpa pajak yang digunakan MM dirasa tidak realistis, jadi MM memasukkan unsur pajak ke dalam teorinya. Modigliani Miller (1963) mempublikasikan paper yang kedua dengan memperhatikan pajak, dengan adanya pajak maka nilai perusahaan dipengaruhi oleh struktur modal.

3. Trade-Off Theory

Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dariturunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan utang. Tingkat utang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs offinancial distress).

Trade-off theory memunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio utangnya, sehingga tambahan utang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio utangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio utang.

4. Pecking Order Theory

Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat utangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hirarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hirarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu:

a. perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau         pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional          perusahaan.

b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih       pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti          obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

c. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan     jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.

d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan          dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta          kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi          yang lancar tersedia.

Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang kecil. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hirarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.

5. Assymetric Information.

Menurut Brigham dan Houston (1999) dalam Irawan (2008), Assymetric Information adalah suatu situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda( yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor (p.35). Assymetric information  terjadi karena pihak manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemodal (Husnan, 1996, dalam Irawan, 2008). Informasi yang banyak tersebut dapat digunakan oleh pihak manajemen untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan struktur modal.

6.Signaling Theory

Signaling theory adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan  yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Menurut Brigham dan Houston(1999) dalam Irawan (2008) , “perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya” Pada umumnya, debt financing dipandang sebagia signal positif di mana menajemen percaya saham mempunyai prospek baik. Dan penerbitan saham baru dipandang sebagai signal yang negatif dimana manajemen percaya saham mempunyai prospek yang suram di masa mendatang.

  • Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen pada hakikatnya adalah menentukan berapa bagian keuntungan yang diperoleh perusahaan yang akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada pemegang saha, dan berapa banyak laba yang ditahan di dalam perusahaan sebagai unsur pembelanjaan internal perusahaan. Weston Copeland (1992:125) menjelaskan bahwa kebijakan dividen menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan.

Sedangkan menurut Keown et al., (2000:617) kebijakan dividen perusahaan bisa dianggap oleh pemilik sebagai alat untuk meminimalkan biaya agensi (agency cost), dengan mengamsumsikan bahwa pembayaran dividen mensyaratkan manajemen untuk menerbitkan saham untuk mendanai investasi baru dimana investor baru mungkin akan tertarik pada perusahaan hanya jika manajemen memberikan informasi untuk meyakinkan bahwa modal investor akan digunakan sehingga menghasilkan keuntungan yang optimal. Maka pembayaran dividen secara tak langsung menghasilkan monitor atau pengawasan yang lebih ketat pada kegiatan investasi manajemen sehingga dividen bisa memberikan kontribusi yang berarti pada nilai perusahaan.

  • Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen, menurut Ningsih (2009:128) dalam Risqia (2010), kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang dengan biaya mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran dividen.

Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang memunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan (Alexander, et.al, 1993 dalam Prihantoro, 2003).

Oleh karena politik dividen memengaruhi baik pada pembelanjaan jangka panjang maupun bagian yang dibagikan kepada para pemegang saham maka dalam hal ini terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah dividen:

1. Sebagai kebijaksanaan pembelanjaan jangka panjang.

Pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh oleh perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas pembagian laba sebagai dividen berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu, pembagian dividen akan berakibat penekanan terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencairan dana eksternal. Apabila perusahaan memiliki suatu rencana pengembangan usaha yang cukup menggembirakan di masa depan maka perlu dipupuk sumber dana dari dalam perusahaan tersebut.

2. Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.

Pendekatan ini berpandangan bahwa kebijaksanaan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu manajer dalam hal ni dituntut untuk membagikan dividen sebagai realisasi dari harapan hasil yang didambakan oleh seorang investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham tersebut.

Menurut Keown, et al., (2000:617) kebijakan dividen perusahaan bisa dianggap oleh pemilik sebagai alat untuk meminimalisasi biaya agensi (agency cost) dengan mengasumsikan bahwa pembayaran dividen mengisyaratkan manajemen untuk menerbitkan saham untuk mendanai investasi baru dimana investor baru mungkin tertarik pada perusahaan hanya jika manajemen memberikan informasi yang meyakinkan bahwa modal investor akan digunakan sehingga menghasilkan keuntungan yang optimal. Maka pembayaran dividen secara tak langsung menghasilkan monitor atau pengawasan yang lebih ketat pada kegiatan investasi manajemen sehingga dividen bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi nilai perusahaan.

  • Bentuk Kebijakan dividen

Ada beberapa pola pembayaran dividen atau bentuk kebijakan dividen yang dapat dipilih sebagai alternatif dividend payout ratio (DPR)perusahaan (Ang, 1997), yaitu:

  1. Stable and Occasionally Increasing Dividend per Share

Kebijakan ini menetapkan dividen per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.

2. Stable Dividend per Share

Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.

3. Stable Payout Ratio

Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut berfluktuasi.

4. Regular Dividend plus Extras

Dalam cara ini, dividen regular ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.

5.  Fluctuating Dividends and Dividends Payout Ratio

Dalam pola pembayaran ini besarnya dividen dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap perioda. Oleh karena itu besar dividen dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi.

  • Bentuk Dividen

Jenis dividen yang dibagikan oleh perusahaan dapat mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut (Skousen, 2004):

1. Dividen Kas (Cash Dividend)

Dividen kas adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham,  perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividend (Munandar, 1983). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain, misalnya bank. Cara yang kedua biasanya yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang, sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994). Hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.

2.Dividen Properti / Aktiva Saham Kas (Property Dividend)

Dividen properti adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tidak berupa uang tunai ataupun (modal) saham perusahaan). Contoh dividen properti adalah dividen berupa persediaan atau saham yang meru­pakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang tentu lebih sulit dibandingkan pembagian dividen uang (kas). Perusahaan melakukannya karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan pen­jualan investasi atau persediaan terutama bila jumlahnya cukup banyak akan me­nyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun, sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Suaidi, 1994).

3. Dividen Utang (Script Dividend)

Script Dividend adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang berhak. Script dividen seperti ini biasanya dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba, dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk membayar dividend cash (Suaidi, 1994).

4. Dividen Saham (Stock Dividend)

Dividen saham adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (Munandar, 1983). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock Dividend. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda.

5. Dividen Likuiditas (Liquidity Dividend)

Dividen likuiditas adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividend), sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (Munandar, 1983).

  • Penilaian Kebijakan Dividen

Menurut Wahidahwati (2001) penilaian kebijakan dividen dapat dilihat dari Dividen Payout Ratio (DPR). Menurut Sawir (2005:58) Dividen Payout Ratio adalah rasio yang memberikan gambaran yang lebih baik terhadap keuntungan yang diperoleh pemegang saham dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan, yang dapat dituliskan sebagai berikut :

DPR = ………………………………………………………………..(5)

Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukan presentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham yang berupa dividen kas. Apabila laba perusahaan yang ditahan untuk keperluan operasional perusahaan  dalam jumlah yang besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Sebaliknya jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka hal tersebut akan mengurangi porsi laba ditahan dan mengurangi sumber pendanaan intern. Namun, dengan lebih memilih membagikan laba sebagai dividen tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan terus menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut (Riyanto,1995).

  • Teori Kebijakan Dividen

Terdapat lima macam teori yang menyangkut kebijakan dividen, yaitu:

1. Dividend Irrelevance Theory 

Dividend Irrelevance Theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh, baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Saxena (1999), dividen payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut:

a. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan

b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi

c. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio

d. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan  investasi di masa yang akan dating

e. Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.

2. Bird in the Hand Theory

Menurut Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan. Modigliani dan Miller (1961) berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio. Pendapat Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) oleh Modigliani dan Miller (1961) diberi nama bird in the hand fallacy. Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) beranggapan investor memandang bahwa “satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara.” Sementara Modigliani dan Miller (….) berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividend payout ratio tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.

3. Tax Preference Theory

Teori ini diajukan oleh Lifzenberger dan Ramaswamy (1979) dalam Kumar (2007). Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dari capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya, jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Selain itu perioda investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen . Jadi investor akan  meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979 dalam Saxena , 1999).

Secara singkatnya, teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan :

a. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk          pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih suka     perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.

b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya       nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang            mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang            dibayarkan hari ini.

c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama    sekali  tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat      terhindar dari pajak keuntungan modal.

4. Teori “Signaling Hypothesis”

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah  perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang telah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi  lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Wardana, 2009 dalam Faramita,2011). Teori sinyal digunakan untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya laporan  keuangan dimanfaatkan untuk memberi sinyal positif maupun negatif kepada pemakainya (Sulistyanto, 2005:68 dalam Faramita, 2011). Dalam kontek ini, pembayaran dividen merupakan sinyal bagi investor luar mengenai prospek perusahaan di masa datang.

Modigliani dan Miller (1961) dalam Faramita(2011) berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen di atas normal merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan mempunyai ekspektasi yang baik di masa datang. Sebaliknya suatu penurunan dividen dianggap sebagai suatu sinyal kesulitan perusahaan masa datang. Ross (1977) dalam Faramita (2011) menyatakan bahwa ada dua asumsi yang mendasari dividen sebagai sinyal. Pertama manajemen perusahaan merasa enggan untuk mengubah kebijakan dividennya. Karena itu, apabila terjadi kenaikan dividen yang dilakukan oleh manajemen, investor luar akan menganggap sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek di masa datang. Kedua, kedalaman informasi yang dimiliki investor dan manajemen berbeda. Manajemen biasanya memiliki informasi yang lebih mendalam mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya. Fenomena ini bisa terjadi karena adanya asimetri informasi diantara manajer dan investor.Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri informasi, salah satu caranya yaitu dengan memberikan sinyal kepada investor berupa pengungkapan informasi keuangan sehingga akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan di masa datang (Andayani, 2002 dalam Faramita, 2011).

Tapi seperti teori yang lain, teori signaling ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Memang benar bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi, tapi sulit dikatakan apakah perubahan harga setelah adanya perubahan dividen adalh disebabkan semata mata oleh efek “sinyal’ atau disebabkan oleh efek “sinyal” dan preferensi terhadap dividen.

5. Teori “Clientele Effect”

Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya, kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan penghasilan saat ini lenih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “clientele “  ini ada. Tapi menurut MM , hal ini tidak menunjukkan bahwa pembagian dividen yang kecil lebih baik dibandingkan pembagian dividen yang besar. Efek “clientele”  ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham , kebijakan dividen tertentu lebih mengunutngkan mereka.(Gitman,2000)

  • PenelitianTerdahulu

1. Safrida (2008) mengadakan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Struktur Modal Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Peruhaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, berjumlah 151 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling berjumlah 45 perusahaan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linear sederhana untuk menguji secara parsial dan regresi linear berganda untuk menguji secara silmutan, dengan tingkat signifikansi alpha 5%. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa struktue modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

2. Penelitian yang dilakukan  Setiawan (2005) yang bertujuan untuk menjelaskan adanya hubungan antara struktur kepemilikan dan nilai perusahaan dengan sampel perusahaan manufaktur, menghasilkan kesimpulan bahwa  (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan yang berarti bahwa semakin berkurangnya komposisi kepemilikan manajerial dan institusional serta kepemilikan publik akan berpengaruh pada naiknya nilai perusahaan.

3. Kusuma (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Struktur Modal, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, struktur modal, dan ukuran perusahaan secara parsial dan simultan terhadap kebijakan dividen. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2005 – 2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukkan bahwa keempat variabel ini merupakan faktor-faktor yang akan dijadikan pertimbangan bagi manajer dalam menetapkan kebijakan dividen.

4. Dewi (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Utang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ tahub 2002-2005.” Sampel yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah 32 perusahaan go publicyang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang mempunyai earnings afer taxyang positif dan membagikan dividen secara berturut-tumt selama tahun 2002 sampai dengan 2005. Penelitian ini mendapatkan bukti empiris bahwa (1) perusahaan dengan kepemilikan saham oleh manajerial, kepemilikan saham oleh institusional, kebijakan utang, dan profitabilitas yang semakin tinggi akan menurunkan kebijakan dividen, (2) perusahaan besar lebih cenderung untuk menaikan kebijakan dividen daripada perusahaan kecil.

  • Rerangka Pikir Konseptual

Kerangaka pikir konseptual dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Struktur Modal Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011, ialah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir Konseptual

Kepemilikan Manajerial (X1)  

  • Hipotesis

Berdasarkan rerangka pikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen.

H2: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen.

3. METODOLOGI PENELITIAN

  • Populasi dan Sampel
  • Populasi

Terdapat beberapa pengertian populasi menurut para ahli:

1. Sugiyono (2002:55) dalam buku yang berjudul Statistika untuk Penelitian, menyatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang memunyai kualitas dan krakteristik tertentu yang ditetapkan             oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”

2.   Arikunto (2002:108) dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, mengatakan bahwa

“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang              ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka          penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga             disebut studi populasi atau studi sensus”

3.   Nawawi (1983:144), menyatakan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik berupa hasil       perhitungan maupun ukuran,kuantitatif maupun kualitatif pada       karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek lengkap dan jelas.”

Berdasarkan pengertian populasi di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan jumlah keseluruhan dari sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan kelompok perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia sebesar 134 perusahaan pada tahu 2009-2011 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar populasi perusahaan manufaktur

Cement Ceramics, Glass, Porcelain Metal and allied products Chemicals Plastics & packaging Animal feed Wood industries Pulp & paper Automotive and components Textile, garment Footwear Cable Electronics Others Food and beverages Tobacco manufacturers Pharmaceuticals Cosmetics and household Houseware3 perusahaan 6 perusahaan 11 perusahaan 9 perusahaan 14 perusahaan 4 perusahaan 4 perusahaan 7 perusahaan 13 perusahaan 21 perusahaan 3 perusahaan 3 perusahaan 1 perusahaan 1 perusahaan 14 perusahaan 4 perusahaan 10 perusahaan 4 perusahaan 3 perusahaan

Sumber : www.idx.co.id

  • Sampel

Beberapa pengertian sampel menurut para ahli yaitu:

1. Suparman (1989:5-7) menyatakan bahwa

Sampel adalah pendekatan bersifat analisis kuantitatif yaitu           mengumpulkan data dengan cara mencacah dan pengukuran dengan     menggunakan satuan hitungan, dengan demikian data yang    dikumpulkan   dapat dibuat klasifikasi secara kuantitatif.”

2. Arikunto (2002:109) dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, mengatakan bahwa

“Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan         penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil   penelitian sampel. Pengertian menggeneralisasikan adalah mengangkat             kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi.”

3.  Nawawi (1997:444) menyatakan bahwa “sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data        sebenarnya dalam suatu penulisan, sebagian individu yang diselidiki            itu sebagai sampel atau contoh.”

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Menurut Silalahi (2003:74)purposive sampling merupakan “penelitian dengan menggunakan pertimbangannya sendiri (dengan berbekal pengetahuan yang cukup tentang populasi) untuk memilih anggota-anggota sampel”.

Adapun ketentuan yang disyaratkan bagi perusahaan yang dapat digunakan sebagai sampel adalah sebagai berikut:

  1. Perusahaan mengeluarkan laporan keuangan tahunan auditan tahun 2009-2011 secara lengkap.

2.  Mengeluarkan informasi mengenai struktur kepemilikan, struktur modal dan kebijakan dividen.

  • Data Penelitian
  • Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif menurut Sugiyono (1999:14) merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2009 sampai 2011 yang berupa jumlah kepemilikan saham oleh manajerial, jumlah kepemilikan saham oleh institusional, jumlah utang jangka panjang, jumlah modal sendiri, jumlah dividen tunai dan jumlah laba bersih. Sumber data adalah subjek dari mana data yang diperoleh (Indriantoro, 2002:146). Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan diperoleh dari Pojok BEI Universitas Ma Chung, Malang serta website BEI berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur di Indonesia yang listing di BEI dari tahun 2009 sampai 2011.

  • Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder, maka metoda pengumpulan data yang digunakan adalah metoda dokumentasi atau disebut juga metoda arsip (archival research) yang memuat kejadian masa lalu (Indriantoro, 2002:147). Data sekunder ini diperoleh di Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi dan catatan atas laporan keuangan.

  • Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik, ciri, sifat, watak, milik, atau keadaan, yang melekat pada beberapa subyek, orang atau barang, yang dapat berbeda-beda intensitasnya, banyaknya atau kategorinya (Soehardi, 2001:29).

Ada dua variabel yang penting yakni yang berstatus sebagai variabel bebas atau yang berstatus sebagai variabel tidak bebas atau terikat. Variabel bebas (Independent Variable) merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya, sedangkan variabel tidak bebas (depedent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

  • Variabel Bebas (Independent Variable)

Menurut Sekaran (2006:117) variabel bebas adalah variabel yang memperngaruhi variabel terikat, entah secara positif maupun negatif. Pada penelitian ini, terdapat dua variabel bebas, yaitu:

  1. Kepemilikan Manajerial (X1)

Menurut Wahidahwati (2001) dan Rosida (2007), kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direksi dan komisaris). Pada penelitian ini, kepemilikan manajerial diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial (Iturriaga dan Sanz, 1998).

2.  Kepemilikan Institusional (X2)

Kepemilikan lnstitusional menunjukkan presentase saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama perorangan di atas 5 persen tetapi tidak termasuk kedalam golongan kepemilikan insider (Agrawal dan Knouber 1996). Pengukuran variabel kepemilikan institusional menggunakan presentase saham yang diperoleh dari jumlah saham institusional dan kepemilikan oleh blockholder dibagi dengan jumlah keseluruhan saham yang beredar (Ismiyanti dan Hanafi 2003) yang dapat dituliskan sebagai berikut:

     l ………………………..(6)

2. Struktur modal (X3)

Menurut Weston dan Copeland (1999:19), struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Struktur modal diukur dari perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (Bambang Riyanto, 2001:216) yang dirumuskan sebagai berikut:

     ………………………………………(7)

  • Variabel Terikat (Depedent Variable)

Variabel terikat menurut Sekaran (2006: 116)  adalah variabel utama  yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah  kebijakan dividen (Y). Ningsih (2009:128) menyatakan bahwa “kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang dengan biaya mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran dividen.”

Variabel kebijakan dividen diukur dari rasio pembayaran dividen (dividen payout ratio). Menurut Sawir (2000:58), rumus dividen payout ratio adalah sebagai berikut:

 …………………………………………..(8)

  • Metoda Analisis Data
  • Analisis Data Deskriptif

Menurut Sugiyono (1999:142), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti maupun distribusi frekuensi variabel. Data-data yang terkumpul kemudian diolah, lalu dimasukkan dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan.

  • Uji Asumsi Klasik

Suatu model persamaan regresi linier dapat dikatakan sebagai model yang baik jika persamaan tersebut telah memenuhi tiga asumsi dasar. Ketiga asumsi dasar tersebut adalah terbebas dari multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Apabila suatu persamaan telah terbebas dari ketiga asumsi dasar tersebut, maka pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi tidak bias. Di sisi lain, apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t akan menjadi bias.

  • Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinieritas dilaksanakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam suatu persamaan regresi. Menurut Nugroho (2005: 58), kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen lainnya. Persamaan regresi yang baik harus terbebas dari multikolinieritas karena timbulnya korelasi diantara semua variabel independen dan variabel kontrol akan mengakibatkan persamaan yang digunakan menjadi bias. Dengan demikian, pengaruh dari setiap variabel independen tidak dapat dideteksi. atau menjadi sulit dibedakan (Alhusin, 2003: 221).

Pedoman suatu model regresi yang bebas multiko menurut Santoso (2000:26) adalah memunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) di sekitar angka 1, serta mempunyai angka TOLERANCE mendekati angka 1.

  • Uji Autokolerasi

Autokorelasi merupakan suatu korelasi antara data observasi yang dapat diurutkan berdasarkan rangkaian waktu (time series) dan atau rangkaian data yang diambil pada waktu tertentu (cross section). Gejala autokorelasi harus dihilangkan karena timbulnya gejala ini akan menyebabkan model regresi dalam penelitian menjadi tidak dapat digunakan untuk menduga nilai variabel dependen dari variabel independen tertentu (Alhusin, 2003: 201), maka untuk mengetahui timbulnya gejala autokorelasi, perlu dilakukan uji autokolerasi.

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linier ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan penggangguan pada perioda t-1 (sebelumnya). Jika terjadi kolerasi, maka dikatakan ada problem autokorelasi.

Dalam rangka mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (D-W), dan menurut Santoso (2000:219) ketentuannya sebagai berikut :

1. Angka D-W dibawah -2: berarti autokorelasi positif

2. Angka D-W diantara -2 sampai +2: berarti tidak ada autokorelasi

3. Angka D-W diatas +2: berarti ada autokorelasi negatif

  • Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam persamaan regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu perioda pengamatan ke perioda pengamatan yang lain. Suatu persamaan regresi yang baik adalah persamaan yang terbebas dari heterokedastisitas. Persamaan regresi disebut homokedastisitas bila varians dari variabel dari satu perioda pengamatan ke perioda pengamatan lainnya memiliki nilai yang tetap. Di sisi lain, bila nilai varians mengalami perubahan dari satu perioda pengamatan ke perioda pengamatan yang lain, maka kondisi tersebut disebut heterokedastisitas. Menurut Alhusin (2003: 223), gejala heterokedastisitas (heterocedastisity) harus dihindari karena hal ini akan berpengaruh pada nilai kesalahan baku koefisien regresi sehingga dapat memberikan indikasi yang tidak tepat.

Ada tidaknya gejala heterokedastisitas, dapat diketahui melalui pola yang timbul dalam grafik scatterplot antara Standardized Residual (SRESID) dan Standardized Predicted Values (ZPRED). Dasar pengambilan keputusan menurut menurut Santoso (2000:210) :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

  • Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas, atau keduanya berdistribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov. Dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Deteksi normalitasnya ialah sebagai berikut (Santoso,2001):

1.  Jika P-value yaitu Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05 disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal.

2.  Jika P-value yaitu Asymp. Sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 disimpulkan bahwa residual tidak memenuhi asumsi distribusi normal atau tidak terdistribusi normal.

  • Regresi Linear Berganda

Metoda regresi linier berganda merupakan suatu analisis kontribusi kolektif, dimana terdiri dari dua atau lebih variabel independen yang diduga memiliki pengaruh terhadap satu variabel dependen. Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan varians dari variabel dependen dengan cara memperkirakan kontribusi pada varians variabel ini dari dua atau lebih variabel independen. Secara sederhana, metoda regresi linier berganda dilaksanakan untuk mengetahui secara langsung pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independen, yaitu kepemilikan manajer dalam badan usaha, dan struktur modal, terhadap variabel dependen, yaitu kebijakan dividend. Dengan demikian, model dasar persamaan regresi linier berganda yang akan digunakan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3  ……………………………………………………(9)

Keterangan :

Y = Kebijakan Dividen

X1 = Kepemilikan Manajerial

X2 = Kepemilikan Institusional

X3 = Struktur Modal

β1,β2, β3 = koefisien regresi

e = kesalahan pengganggu

  • Pengujian Hipotesis

Hipotesis peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho1: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal tidak berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen.

Ha1: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen.

Ho2: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal tidak berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen.

Ha2: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen.

Pengujian Hipotesis ini akan dilakukan melalui empat uji yaitu uji koefisien determinasi, uji simultan, uji koefisien korelasi dan uji parsial.

  • Goodness of Fit (F-Statistik)

Uji F-statistik ialah untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap varibel tak bebas secara keseluruhan. Jika dalam pengujian kita menerima Ho maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linier antara dependen variabel dengan independen variabel.

Adapun hipotesis dalam uji simultan ialah sebagai berikut:

Ho1: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal tidak berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen

Ha1:      Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen

Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi a = 5% dan df = n – k (n=jumlah observasi, k=jumlah parameter) maka hasil pengujian akan menunjukan :

Ho ditolak bila F-hitung > F-tabel

Ho diterima bila F-hitung  <  F-tabel

  • Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat. Koefisien ini menunjukan seberapa besar variasi total pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya dalam model regresi tersebut. Nilai dari koefisien determinasi ialah antara 0 hingga 1. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa variabel dalam model tersebut dapat mewakili permasalahan yang diteliti, karena dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel dependennya. Nilai R2 sama dengan atau mendekati 0 ( nol ) menunjukan variabel dalam model yang dibentuk tidak dapat menjelaskan variasi dalam variabel terikat. Penghitungan R2 diperoleh dari:

 …………………………………………………………….(10)

Keterangan:

ESS = Explained sum of square

TSS = Total sum of square

  • Uji Hipotesis (t-Statistik)

Uji t statistik digunakan untuk menguji pengaruh varibel-variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara parsial. Uji t-statistik dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

H02: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal tidak berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen

Ha2:    Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan struktur modal berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen

Pengujian dua arah ini, menggunakan tingkat signifikansi a = 5%dan df= n – k (n=jumlah observasi, k=jumlah parameter) maka hasil pengujian akan menunjukan :

Ho tidak ditolak bila t-hitung < t- tabel

Ho ditolak bila t-hitung > t-tabel

  • Uji Korelasi Parsial / R

Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel dependen (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal) dengan variabel independennya (kebijakan dividen) (Santosa dan Ashari, 2005:144).

Hasil uji R akan menggambarkan hubungan variabel X dan variabel Y sebagai berikut:

1. Jika nilai R yang diperoleh terletak di antara -1 dan +1, berarti terdapat hubungan antara variabel X dan variabel Y.

2. Jika nilai R = +1, berarti ada hubungan kuat positif sehingga setiap ada kenaikan pada variabel X akan menyebabkan perubahan pada variabel Y yang berupa kenaikan sebanding dengan kenaikan variabel X. Apabila terjadi penurunan pada variabel X, maka juga akan menyebabkan penurunan pada variabel Y yang besarnya sama dengan perubahan variabel X.

3. Jika nilai R = -1, berarti ada hubungan kuat negatif sehingga setiap ada kenaikan pada variabel X akan menyebabkan perubahan pada variabel Y yang berupa penurunan sebanding dengan kenaikan variabel X. Apabila terjadi penurunan pada variabel X, maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel Y yang besarnya sama dengan perubahan variabel X

4. Jika nilai R = 0, berarti tidak ada hubungan anatar variabel dependen dan variabel independennya

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, Syahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis Dengan Menggunakan SPSS 10.0 For Windows. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ali Irfan (2002). Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002

Ang, Robert.1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Media Staff Indonesia.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta: Rineka Cipta

Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesepuluh. Buku Kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Terjemahan Dodo Suharto dan Herman Wibowo. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Easterbrook, F.H. 1984. Two-agency-cost explanation of dividendsAmerican Economic Review, 74 (4) 650-659.

Faisal. 2005. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 8 Nomor 2, Mei, 175-190.

Gitman, Lawrence J. 1994. Principles of Managerial Finance. Seventh Edition. New York: Harper Collins College Publishers.

Horne, James C. Van dan John M. Wachowicz, Jr. 1998. Prinsip – Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat

http://canslimindonesia.com/bursa-saham/emiten/daftar-perusahaan-manufaktur-di-bei/ diakses pada tanggal 23 November 2011, pada pukul 17.52

http://eprints.undip.ac.id/22816/1/WIEN_IKA_PERMANASARI.PDF diakses pada tanggal 23 November 2011, pada pukul 12.23

http://file.upi.edu/Direktori/DUAL_MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_6.pdf diakses pada tanggal 20 November 2011, pada pukul 16.42

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101084758.pdf diakses pada tanggal 26 November 2011, pada pukul 19.02

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html diakses pada tanggal 25 November 2011, pada pukul 15.56

http://library.um.ac.id/free-contents/downloadpdf.php/pub/pengaruh-struktur-kepemilikan-saham-struktur-modal-dan-ukuran-perusahaan-terhadap-kebijakan-dividen-pada-perusahaan-manufatur-yang-listing-di-bei-dyah-oktaviana-kusuma-39082-01939KI09-2.pdf diakses pada tanggal 28 November 2011, pada pukul 17.32

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/pengaruhstrukturkepemilikan. pdf diakses pada tanggal 25 November 2011, pada pukul 18.35

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25401/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 30 November 2011, pada pukul 19.42

http://sobatbaru.blogspot.com/2010/05/struktur-kepemilikan-saham.html diakses pada tanggal 2 Desember 2011, pada pukul 14.34

http://triatra.wordpress.com/2011/04/05/populasi-dan-sampel-penelitian/ diakses pada tanggal 5 Desember 2011, pada pukul 20.53

http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/uji-asumsi-klasik.html diakses pada tanggal 29 November 2011, pada pukul 21.03

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1fisip09/204612072/bab3.pdf diakses pada tanggal 5 Desember 2011, pada pukul 19.46

Husnan, S., dan E. Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: YKP

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta: BPFE

Ismiyanti, Fitri dan Hanafi, Mamduh. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Utang Dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Jurnal SNA VI, Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003

Iturriaga dan Sanz. 1998. Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and Economics, Vol.20. No.1. July, pp.61-91.

Jensen, M.C. and Meckling, W.H. (1976). ‘Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure’. Journal of Financial Economics. October. Vol. 3. pp. 305-360.

Keown, J.Arthur et al. 2000. Manajemen Keuangan. Edisi 7. Terjemahan Djakman dan Sulistyorini. Jakarta: Salemba Empat

Kim, E. Han. 1992. Miller’s Equilibrium, Shareholders Leverage Clienteles, and Optimum Capital Structure. The Journal of Finance. 37(2): 301-319

Litzenberg, R.H and Ramaswamy K. 1979. The Effect of Taxes and Dividends on Capital Asset Prices: Theory and Empirical Evidence. Journal of Financial Economics. Vol 7, p.163-195

Modigliani , F. , dan Miller , M.H. (1958). The Cost of Capital , Corporate Finance , and the Theory of Investment. American Economic  Review . Vol 48 : 261-297.

Mulyono, Budi. 2009. Pengaruh Debt To Equity Ratio, Insider Ownership, Size dan Investment Opportunity set Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Pada Industri Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2007). Tesis dipubilkasikan. Program Studi Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Myers , Stewart C. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance. Vol 39, 575-592.

Myers, Stewart C. 2001. Capital Structure. Journal of Economic Perspectives. Vol 15, 81-102.

Nawangsari, Diah. 2010. Pengaruh Kebijakan Hutang, Keputusan Investasi dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Pada Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2003-2007. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang

Puspitanungtias, Dyah. 2007. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan Kebijakan Utang Jangka Panjang pada Nilai Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.  Malang

Riyanto, Bambang. 1992. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: YBPGM

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE

Rosida, Ainur. 2007. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta Pada Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2005). Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang

Rozeff, M.S. (1982). Growth, Beta and Agency Cost as Determinants of Dividend Payout Ratios. Journal of Financial Research. Vol 8.

Safrida, Eli. 2008. Pengaruh Struktur Modal dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ. Tesis. Fakultas Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sawir, Agnes. 2005. Analisis Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Silalahi, Gabriel  Amin. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Cetakan Pertama.  Sidoarjo : CV. Citramedia.

Singh, A., dan Hamid, J. 1992. Corporate Financial Structures In Developing Countries. IFC techical paper. Vol .1 .Washington DC.,IFC.

Skousen, Stice. 2004. Akuntansi Intermediate. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Soehardi, Sigit. 2001. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial Bisnis Manajemen. Cetakan Kedua. Edisi 2001. Yogyakarta: BPFE UST

Sugiyono. 2002. Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik): Jakarta: Rineka Cipta.

Sundjaja et al. 2003. Manajemen Keuangan 1. Edisi Kelima. Jakarta: Literata Lintas Media.

Syahyunan. 2004. Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.

Uma, Sekaran, 2007. Business Research Methods. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat

Wahyudi, U., dan H.P. .Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan: dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening.. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. K-AKPM 17. Padang.

Weston, J Fed and Brigham EF. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jilid Kedua. Edisi Ketujuh. Terjemahan Djoerban Wahid dan Ruchyat Kosasih. STAN-Jakarta. Erlangga. Jakarta

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 1992. Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Jaka Wasana dan Kibrandoko. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta.

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 1997. Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta.

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 2002. Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Jaka Wasana dan Kibrandoko. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta.

www.idx.co.id diakses pada tanggal 26 November 2011, pada pukul 16.52

BAB II

LANDASAN TEORI

  • Struktur Kepemilikan

Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. Kegiatan operasi perusahaan sehari-hari dijalankan oleh manajer yang biasanya tidak mempunyai saham kepemilikan yang besar. Secara teori, manajer merupakan agen atau wakil pemilik. Namun pada kenyataannnya mereka mengendalikan perusahaan. Dengan demikian, konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah keagenan”, yaitu devergensi kepentingan yang timbul antara pemilik dan agennya (Widyastuti, 2004).

Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Widyastuti, 2004).

Manajer dengan memberi insentif bagi karyawan berpresatasi diharapkan akan mengurangi masalah keagenan karena mereka juga merupakan pemegang saham/kepemilikan manajerial (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan manajer juga sebagai pemilik maka manajer tidak akan merugikan kepentingan owners termasuk dirinya, ataupun struktur kontrak kompensasi yang dikaitkan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

  • Populasi dan Sampel
  • Populasi

Terdapat beberapa pengertian populasi menurut para ahli:

1. Sugiyono (2002:55) dalam buku yang berjudul Statistika untuk Penelitian, menyatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan krakteristik tertentu yang ditetapkan             oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”

2.   Arikunto (2002:108) dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, mengatakan bahwa

            “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang              ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka          penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga            disebut studi populasi atau studi sensus”

3.   Nawawi (1983:144), menyatakan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik berupa hasil       perhitungan maupun ukuran,kuantitatif maupun kualitatif pada       karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek lengkap dan jelas.”

Berdasarkan pengertian populasi di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan jumlah keseluruhan dari sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan kelompok perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia sebesar 134 perusahaan pada tahu 2009-2011 dengan rincian sebagai berikut:

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, Syahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis Dengan Menggunakan SPSS 10.0 For Windows. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ali Irfan (2002). Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002

Ang, Robert.1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Media Staff Indonesia.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta: Rineka Cipta

Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesepuluh. Buku Kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Terjemahan Dodo Suharto dan Herman Wibowo. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Easterbrook, F.H. 1984. Two-agency-cost explanation of dividendsAmerican Economic Review, 74 (4) 650-659.

Faisal. 2005. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 8 Nomor 2, Mei, 175-190.

Gitman, Lawrence J. 1994. Principles of Managerial Finance. Seventh Edition. New York: Harper Collins College Publishers.

Horne, James C. Van dan John M. Wachowicz, Jr. 1998. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat

http://canslimindonesia.com/bursa-saham/emiten/daftar-perusahaan-manufaktur-di-bei/ diakses pada tanggal 23 November 2011, pada pukul 17.52

http://eprints.undip.ac.id/22816/1/WIEN_IKA_PERMANASARI.PDF diakses pada tanggal 23 November, pada pukul 12.23

http://file.upi.edu/Direktori/DUAL_MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_6.pdf diakses pada tanggal 20 November 2011, pada pukul 16.42

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101084758.pdf diakses pada tanggal 26 November 2011, pada pukul 19.02

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html diakses pada tanggal 25 November 2011, pada pukul 15.56

http://library.um.ac.id/free-contents/downloadpdf.php/pub/pengaruh-struktur-kepemilikan-saham-struktur-modal-dan-ukuran-perusahaan-terhadap-kebijakan-dividen-pada-perusahaan-manufatur-yang-listing-di-bei-dyah-oktaviana-kusuma-39082-01939KI09-2.pdf diakses pada tanggal 28 November 2011, pada pukul 17.32

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/pengaruhstrukturkepemilikan. pdf diakses pada tanggal 25 November 2011, pada pukul 18.35

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25401/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 30 November 2011, pada pukul 19.42

http://sobatbaru.blogspot.com/2010/05/struktur-kepemilikan-saham.html diakses pada tanggal 2 Desember 2011, pada pukul 14.34

http://triatra.wordpress.com/2011/04/05/populasi-dan-sampel-penelitian/ diakses pada tanggal 5 Desember 2011, pada pukul 20.53

http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/uji-asumsi-klasik.html diakses pada tanggal 29 November 2011, pada pukul 21.03

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1fisip09/204612072/bab3.pdf diakses pada tanggal 5 Desember 2011, pada pukul 19.46

Husnan, S., dan E. Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: YKP

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta: BPFE

Ismiyanti, Fitri dan Hanafi, Mamduh. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Utang Dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Jurnal SNA VI, Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003

Iturriaga dan Sanz. 1998. Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and Economics, Vol.20. No.1. July, pp.61-91.

Jensen, M.C. and Meckling, W.H. (1976). ‘Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure’. Journal of Financial Economics. October. Vol. 3. pp. 305-360.

Keown, J.Arthur et al. 2000. Manajemen Keuangan. Edisi 7. Terjemahan Djakman dan Sulistyorini. Jakarta: Salemba Empat

Kim, E. Han. 1992. Miller’s Equilibrium, Shareholders Leverage Clienteles, and Optimum Capital Structure. The Journal of Finance. 37(2): 301-319

Litzenberg, R.H and Ramaswamy K. 1979. The Effect of Taxes and Dividends on Capital Asset Prices: Theory and Empirical Evidence. Journal of Financial Economics. Vol 7, p.163-195

Modigliani , F. , dan Miller , M.H. (1958). The Cost of Capital , Corporate Finance , and the Theory of Investment. American Economic  Review . Vol 48 : 261-297.

Mulyono, Budi. 2009. Pengaruh Debt To Equity Ratio, Insider Ownership, Size dan Investment Opportunity set Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Pada Industri Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2007). Tesis. Program Studi Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Myers , Stewart C. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance. Vol 39, 575-592.

Myers, Stewart C. 2001. Capital Structure. Journal of Economic Perspectives. Vol 15, 81-102.

Nawangsari, Diah. 2010. Pengaruh Kebijakan Hutang, Keputusan Investasi dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Pada Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2003-2007. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang

Puspitanungtias, Dyah. 2007. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividend dan Kebijakan Utang Jangka Panjang pada Nilai Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.  Malang

Riyanto, Bambang. 1992. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: YBPGM

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE

Rosida, Ainur. 2007. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta Pada Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2005). Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang

Rozeff, M.S. (1982). Growth, Beta and Agency Cost as Determinants of Dividend Payout Ratios. Journal of Financial Research. Vol 8.

Safrida, Eli. 2008. Pengaruh Struktur Modal dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ. Tesis. Fakultas Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sawir, Agnes. 2005. Analisis Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Silalahi, Gabriel  Amin. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Cetakan Pertama.  Sidoarjo : CV. Citramedia.

Singh, A., dan Hamid, J. 1992. Corporate Financial Structures In Developing Countries. IFC techical paper. Vol .1 .Washington DC.,IFC.

Skousen, Stice. 2004. Akuntansi Intermediate. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Soehardi, Sigit. 2001. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen. Cetakan Kedua. Edisi 2001. Yogyakarta: BPFE UST

Sugiyono. 2002. Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik): Jakarta: Rineka Cipta.

Sundjaja et al. 2003. Manajemen Keuangan 1. Edisi Kelima. Jakarta: Literata Lintas Media.

Syahyunan. 2004. Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.

Uma, Sekaran, 2007. Business Research Methods. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat

Wahyudi, U., dan H.P. .Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan: dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening.. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. K-AKPM 17. Padang.

Weston, J Fed and Brigham EF. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jilid Kedua. Edisi Ketujuh. Terjemahan Djoerban Wahid dan Ruchyat Kosasih Jakarta: Erlangga

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 1992. Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Jaka Wasana dan Kibrandoko. Edisi Kesembilan. Jakarta: Binarupa Aksara.

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 1997. Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Jakarta: Binarupa Aksara

Weston, J Freed and Copeland, Thomas E. 2002. Manajemen Keuangan. Alih Bahasa Jaka Wasana dan Kibrandoko. Edisi Kesembilan. Jakarta: Binarupa Aksara.

www.idx.co.id diakses pada tanggal 26 November 2011, pada pukul 16.52

ANALISIS PENGARUH MUTU AUDIT, KEPEMILIKAN SAHAM MANAJEMEN, STRUKTUR MODAL, KEBIJAKAN DIVIDEN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP AGENCY COST PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA

DISCA SABRINA EFFENDY  & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN TEORI KEUANGAN FUNDAMENTAL

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG

MALANG

2011

1. PENDAHULUAN

Salah satu tujuan didirikannya perusahaan adalah untuk dapat memperoleh nilai perusahaan yang baik. Salah satu cara untuk dapat memperoleh nilai perusahaan yang baik adalah dengan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat memperoleh laba sebesar-besarnya. Laba tersebut dapat menggambarkan bahwa sebuah perusahaan memiliki nilai yang baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Keown, et al (2002:3) bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai saham perusahaan. Menurut Parawiyati (2004) bahwa informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan.

Namun dibalik itu semua terdapat conflict of interest yaitu adanya perbedaan kepentingan yang terjadi antara principal (pemilik/pemegang saham) dengan agent (manajemen) mengenai laba perusahaan. Para pemegang saham menginginkan laba perusahaan dalam bentuk dividen yang dibagikan setiap perioda. Sedangkan di sisi lain, pihak manajemen lebih menyukai laba perusahaan tersebut tidak dibagikan berupa dividen kepada para pemegang saham. Laba perusahaan yang tidak dibagikan ke pemegang saham tersebut dapat digunakan untuk menjadi modal perioda selanjutnya atau bahkan dapat digunakan sebagai modal ekspansi perusahaan (Arifanto, 2011).

Adanya konflik yang terjadi diantara principal dan agent tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kinerja perusahaan. Salah satu cara yang digunakan untuk dapat mengembalikan kinerja perusahaan menjadi lebih baik lagi adalah dengan  mengeluarkan biaya-biaya yang digunakan untuk mengendalikan konflik tersebut. Biaya-biaya tersebut dinamakan sebagai biaya keagenan atau agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan memaksimumkan keuntungan pemegang saham. Keuntungan ini adalah laba perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen. Menurut Brigham (1999), agency cost adalah seluruh biaya-biaya yang digunakan untuk me-monitor manajer. Menurut Gitman, et al., (2002), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung para pemegang saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

Agency cost memiliki hubungan dengan kebijakan dividen suatu perusahaan. Apabila agency cost tinggi, maka dapat mengurangi laba perusahaan yang artinya juga mengurangi jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Hal itu disebabkan manajer menggunakan dana-dana secara berlebih dan akan berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan, sehingga agency cost tersebut harus dapat direduksi (diperkecil) jumlahnya (Arifanto, 2011).

Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat 3 (tiga) kategori agency cost. Pertama, pengeluaran yang digunakan untuk me-monitor aktivitas-aktivitas dari manajer (the monitoring expenditure by the principal). Pengeluaran yang digunakan untuk me-monitor aktivitas-aktivitas dari manajer adalah dengan mengeluarkan biaya audit. Kedua, pengeluaran-pengeluaran untuk menstruktur organisasi dimana akan membatasi perilaku-perilaku manajer yang tidak diinginkan (the bonding cost). Ketiga, residual cost yaitu opportunity cost yang timbul akibat kondisi manajer yang tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham.

Terdapat beberapa cara untuk mengendalikan agency cost. Cara pertama menurut Jensen dan Meckling (1976) adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Menurut penelitian yang dilakukan Darman (2008), agency cost dapat diproksikan melalui salah satu faktor yaitu insider ownership. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham. Menurut Faisal (2005) yang dikutip oleh Karina (2007), terdapat hubungan negatif antara kepemilikan manajerial terhadap biaya keagenan (agency cost). Kesimpulan lain yang didapat melalui penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) yaitu semakin tinggi kepemilikan manajerial justru akan meningkatkan diskresi manajerial. Faisal (2005) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial, maka akan semakin tinggi agency cost yang diukur dengan beban operasi.

Cara kedua adalah dengan mengatur kebijakan dividen saham yang akan dapat mengurangi dana discretionary manajer. Dana discretionary adalah dana-dana yang bisa digunakan oleh manajer secara berlebih. Selain dengan kebijakan saham, cara lain yang digunakan untuk mereduksi biaya keagenan adalah dengan menyewa auditor. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Watts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agen tersebut adalah yang disebut sebagai earnings management. Reputasi auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan. Independensi dan kualitas auditor akan berdampak terhadap pendeteksian earnings management. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya earnings management secara lebih dini (Widyaningdyah, 2001). Semakin tinggi mutu atau kualitas auditnya, maka akan semakin memperkecil biaya keagenan yang dikeluarkan karena dirasa laporan keuangan sudah dibuat sebaik-baiknya.

Cara lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan/mereduksi agency cost adalah dengan mengatur komposisi struktur modal yang dimiliki perusahaan. Struktur modal sebuah perusahaan merupakan sebuah gambaran dari komposisi penggunaan utang dan ekuitas. Utang (debt) yang dimaksud adalah utang pendanaan perusahaan. Utang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak sehingga beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan yang dapat mengakibatkan laba sebelum pajak menjadi lebih kecil dan pajak pun semakin mengecil. Sedangkan jika pendanaan menggunakan ekuitas, maka tidak terdapat beban yang dapat mengurangi beban pajak (Fachrudin, 2011).

Jensen dan Meckling (1976) adalah yang pertama menghubungkan agency cost dengan utang dalam struktur modal. Adanya penggunaan utang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan pengeluaran perusahaan secara berlebihan dan dapat mendorong manajemen untuk bekerja lebih efisien. Hal tersebut menyebabkan agency cost berkurang dan selanjutnya kinerja perusahaan diharapkan akan meningkat (Cao, 2006). Dengan demikian diharapkan utang tersebut dapat mengurangi agency cost. Lin (2006) menemukan bahwa struktur modal berpengaruh positif terhadap agency cost, yang artinya kebijakan utang meningkatkan agency cost.

Selain kepemilikan saham manajemen, kebijakan dividen, dan struktur modal, adapula cara lain yang digunakan untuk dapat mengurangi agency cost yaitu dengan melihat ukuran perusahaan. Lin (2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap agency cost, mengindikasikan bahwa perusahaan besar memerlukan lebih sedikit beban-beban discretionary.

Dari kelima cara diatas yaitu pengendalian kepemilikan saham manajemen, kebijakan dividen, struktur modal, ukuran perusahaan dan mutu audit, diharapkan dapat mengurangi adanya agency cost sehingga kinerja perusahaan dapat terjaga dan mampu memperbaiki nilai perusahaan yang telah menurun menjadi terus meningkat.

Objek dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur go public yang sahamnya termasuk dalam indeks LQ45 dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang didasarkan pada pemikiran bahwa saham-saham tersebut dapat menggambarkan pergerakan harga dan perdagangan saham secara aktif mempengaruhi kondisi pasar. Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45 terdiri dari berbagai jenis usaha yang memiliki kapitalisasi pasar secara keseluruhan (Sartono dan Zulaihati, 1998). Oleh sebab itulah, peneliti memilih judul: “ANALISIS PENGARUH MUTU AUDIT, KEPEMILIKAN SAHAM MANAJEMEN, STRUKTUR MODAL, KEBIJAKAN DIVIDEN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP AGENCY COST PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA”.

Penelitian ini akan menganalisis pengaruh antara mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap Agency Cost. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan dari mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap Agency Cost, yang diwakili oleh perusahaan manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang secara konsisten termasuk kedalam indeks LQ45.

Pemilihan perusahaan yang sahamnya termasuk dalam indeks saham LQ45 ini karena berdasarkan pemikiran bahwa saham-saham tersebut dapat menggambarkan pergerakan harga dan perdagangan saham secara aktif mempengaruhi kondisi pasar. Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45 terdiri dari berbagai jenis usaha yang memiliki kapitalisasi pasar secara keseluruhan (Sartono dan Zulaihati, 1998). Alasan pemilihan perusahaan Go Public adalah karena dirasa bahwa perusahaan Go Public lebih mudah dalam pencarian data karena laporan keuangan yang telah dipublikasikan ke umum. Alasan mengapa memilih perusahaan manufaktur adalah karena perusahaan manufaktur berdasarkan pemikiran bahwa perusahaan manufaktur sedang marak berkembang di era globalisasi ini. Dan perioda yang diambil dalam penelitian ini adalah antara tahun 2006-2010, karena akan lebih baik apabila data yang diteliti merupakan data yang terbaru.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah utama yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah Mutu Audit, Kepemilikan Saham Manajemen, Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap Agency Cost pada perusahaan manufaktur Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
  2. Apakah Mutu Audit, Kepemilikan Saham Manajemen, Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap Agency Cost pada perusahaan manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui apakah mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap Agency Cost pada perusahaan manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
  2. Untuk mengetahui apakah mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap Agency Cost pada perusahaan manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Penelitian bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

  1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan yang dimiliki peneliti tentang kandungan informasi mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan dalam pengaruhnya terhadap Agency Cost.

  • Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk pembaca agar dapat memahami mengenai kandungan informasi mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan pengaruhnya terhadap Agency Cost.

  • Bagi Peneliti Berikutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan utama, tambahan, maupun sebagai referensi untuk penelitian dengan bidang yang sama di masa mendatang.

  • Bagi Sivitas Akademika

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan bahan literatur untuk sivitas akademika yang tertarik untuk mengambil topik serupa sebagai penelitiannya.

2. LANDASAN TEORI

Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005). Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham  bertindak  sebagai  prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Teori agensi mengasumsikan bahwa CEO (agen) memiliki lebih banyak informasi daripada prinsipal. Hal ini dikarenakan prinsipal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen secara terus-menerus dan berkala. Karena prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah  dapat  merasa  pasti  bagaimana  usaha  agen  memberikan  kontribusi  pada hasil  aktual  perusahaan.  Situasi  inilah  yang  disebut  asimetri  informasi.

Teori  Keagenan (agency  theory) yang  dikemukakan  oleh   Jensen  dan Meckling  (1976) adalah bahwa  kepentingan  manajemen  dan  kepentingan pemegang saham yang seringkali bertentangan, sehingga dapat menyebabkan konflik diantara keduanya. Hal ini lebih disebabkan antara lain karena manajer lebih cenderung untuk berusaha mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan pemegang  saham.  Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud dengan agent adalah para professional/manajemen, yang dipercaya oleh principal untuk mengelola perusahaan.

Dalam  menjalankan  usaha  biasanya  pemilik  menyerahkan/melimpahkan perusahaan kepada  pihak  manajemen  yang  menyebabkan  hubungan  keagenan.  Hubungan keagenan merupakan salah satu sebab adanya suatu konflik. Menurut Pujiastuti (2008) mengatakan bahwa konflik keagenan tersebut bisa terjadi antara:

  1. Pemilik (shareholders) dan manajer,  manajer melakukan perbuatan opportunistic untuk mencapai tujuan pribadinya. Hal ini tidak disukai oleh shareholders, karena shareholders lebih menginginkan suatu profit yang lebih.
    1. Manajer dengan debtholder manajer lebih menyukai dividen yang ditahan digunakan sebagai modal untuk ekspansi perusahaan tetapi debtholder lebih menyukai bahwa dividen yang ditahan digunakan sebagai dana untuk membayar utang perusahaan. Debtholder khawatir apabila laba yang digunakan untuk ekspansi perusahaan tidak sesuai yang diharapkan sehingga utang perusahaan tidak dapat dibayarkan.

Konflik-konflik keagenan dapat dikurangi dengan suatu mekanisma pengawasan, pengontrolan dan menyejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait. Namun mekanisma tersebut menimbulkan biaya-biaya yang disebut sebagai biaya keagenan (agency cost). Menurut Horne dan Wachowicz (2005) biaya keagenan adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976), biaya keagenan adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan untuk memaksimumkan pemegang saham. Sedangkan menurut Brigham (1999), agency cost adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk me-monitoring manajer. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency cost dapat berupa:

  1. Pengeluaran untuk memantau tindakan manajer (the monitoring expenditure by the principal).
    1. The bonding Cost

Biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk mengendalikan terhadap agent, sehingga kemungkinan timbulnya perilaku yang tidak dikehendaki semakin kecil.

  • Residual Lost

Pengorbanan karena hilangnya/berkurangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena dibatasinya kewenangan atau adanya perbedaan keputusan antara principal dan agent.

Teori agensi menyatakan bahwa konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mekanisma pengawasan yang dapat menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan. Menurut Midiastuty dan Machfoedz (2003), perlakuan manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan dapat diminimumkan melalui mekanisma monitoring yang bertujuan menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut, yaitu dengan:

  1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer.
  2. Kepemilikan saham oleh investor institusi. Moh’d et al. (dalam Midiastuty dan Machfoedz, 2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat me-monitor agen dengan kepemilikannya yang besar. Selain itu, investor institusional dianggap sophisticated investors yang tidak mudah “dibodohi” oleh tindakan manajer.
  3. Melalui monitoring dewan direksi (board of directors). Beberapa penelitian empiris telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara peran dewan direksi dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan direksi memengaruhi kemampuan mereka dalam me-monitoring proses pelaporan keuangan.

Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang utang (bond holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas informasi akuntansi (Ardiati, 2005). Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Hasil audit tidak bisa diamati secara langsung sehingga pengukuran variabel kualitas audit maupun kualitas auditor menjadi sulit untuk dioperasionalkan. Untuk mengatasi permasalahan ini, para peneliti terdahulu kemudian mencari indikator pengganti dari kualitas auditor. Dimensi kualitas auditor yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) karena nama baik perusahaan (KAP) dianggap merupakan gambaran yang paling penting (Sanjaya, 2008). 

Menurut Goldman dan Barlev (1974) pengauditan merupakan suatu pengujian yang dilakukan secara seksama dan beraturan terhadap laporan keuangan dalam menilai terhadap kekonsistenan, ketepatan dan kewajaran penerapan standar akuntansi yang diterima umum. Manakala menurut Jensen dan Meckling (1976), pengauditan merupakan suatu proses pengawasan dan peningkatan keselarasan yang wujud antara manajemen dan pemegang saham. Pengauditan diharapkan dapat mengurangi kesalahan penggunaan sistem akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan. Oleh karena itu kualitas audit merupakan masalah utama yang harus mendapat perhatian khusus dalam proses pengauditan.

Kedua definisi audit di atas lebih menekankan kepada penilaian praktik sistem akuntansi klien dan keselarasan informasi akuntansi. Sistem akuntansi dan keselarasan informasi yang bermanfaat merupakan tujuan daripada laporan keuangan. Sebab kesahan sistem akuntansi klien dan keselarasan informasi daripada laporan keuangan merupakan harapan investor dan pemegang saham. 

Berkaitan dengan kualitas audit, DeAngelo (1981) menyatakan kualitas audit adalah kebebasan yang tinggi sebagai faktor kemungkinan auditor dapat menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Penemuan pelanggaran merupakan ukuran kualitas audit yang berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan auditor tersebut. Sedangkan pelaporan pelanggaran bergantung kepada dorongan auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut. Dorongan ini bergantung pula kepada kebebasan yang dimiliki oleh auditor. 

Definisi kualitas audit menurut DeAngelo (1981) lebih menekankan kepada kebebasan auditor. Auditor size besar lebih bebas bertindak ketimbang size kecil. Kualitas audit merupakan suatu kemungkinan di mana auditor akan menemukan dan melaporkan kesalahan yang ditemukannya, dan kebebasan dianggap dapat dikompromikan apabila auditor tidak melaporkan kesalahan tersebut. Kualitas audit dalam kajian ini merupakan variabel independen. Kualitas audit diukur dengan mengelompokkan audit yang dilakukan oleh auditor size besar (Big-5) digunakan untuk mengukur kualitas audit yang tinggi dan audit yang dilakukan oleh auditor size kecil (non-Big 5) digunakan untuk mengukur kualitas audit yang rendah (DeAngelo, 1981; Becker et al., 1998 dan Borilovich dan Kattelus, 1997).

Seperti yang telah diungkapkan bahwa kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor, dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas penemuan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, seperti pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas auditor tersebut melaporkan  penyelewengan tersebut tergantung pada independensi auditor.

Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditting. Standar auditing mencakup mutu profesional (professional qualities) auditor independen, dan pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.

  1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
  2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti audit yang cukup dan kompeten.
  3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.

Secara teknik, audit sektor publik sama dengan audit pada sektor swasta. Mungkin yang membedakan adalah pada pengaruh politik negara yang bersangkutan dan kebijakan pemerintahan. Tuntutan dilaksanakannya audit pada sektor publik ini adalah dalam rangka pemberian pelayanan publik secara ekonomis, efisien dan efektif. Dan sebagai konsekuensi logis dari adanya pelimpahan wewenang adalah tanggung jawab dalam menggunakan dana baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah itu sendiri.

Agar pelaksanaan pengelolaan dana masyarakat yang diamanatkan tersebut transparan dengan memperhatikan value for money, yaitu menjamin dikelolanya uang rakyat tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan publik, maka diperlukan suatu pemeriksaan (audit) oleh auditor yang independen.

Pelaksanaan audit ini juga bertujuan untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pengertian audit menurut Malan, et al., (1984) adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengkomunikasikannya kepada pihak pemakai.

GAO standard (Malan et al, 1984) menyatakan bahwa Governmental audit dibagi dalam 3 elemen dasar yaitu:

  1. Financial and compliance yang bertujuan untuk menentukan apakah operasi keuangan dijalankan dengan baik, apakah pelaporan keuangan dari suatu audit entity disajikan secara wajar dan apakah entity tersebut telah menaati hukum dan peraturan yang ada.
  2. Economy dan efficiency, untuk menentukan apakah entity tersebut telah mengelola sumber-sumber (personnel, property, space and so forth) secara   ekonomis, efisien dan efektif termasuk sistem informasi manajemen, prosedur administrasi atau struktur organisasi yang cukup.
  3. Program results, menentukan apakah hasil yang diinginkan atau keuntungan telah dicapai pada kos yang rendah.

Ketiga hal tersebut dijalankan auditor dalam melakukan pemeriksaan untuk mencapai kualitas audit yang baik. Dan berdasarkan beberapa pendapat dapat dianggap bahwa kualitas audit yang baik itu adalah pelaksanaan audit yang mendasarkan pada pelaksanaan Value For Money (VFM) audit yang dilakukan secara independen, keahlian yang memadai, judgment dan pengalaman.

VFM audit menurut Mardiasmo (2000) merupakan ekspresi pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

  1. Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang termurah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value
  2. Efisiensi: tercapainya output yang maksimum dengan input tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan
  3. Efektivitas: menggambarkan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output (target/result).

Probabilitas seorang auditor atau pemeriksa menemukan penyelewengan umumnya diasumsikan oleh peneliti adalah positif dan tetap dengan anggapan bahwa semua auditor mempunyai kemampuan teknis dan independen, dan ini merupakan kunci dari permasalahan kualitas audit.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deis dan Giroux (1992) yang melakukan investigasi tentang determinan dari kualitas audit oleh Independent CPA firm di Texas pada Audits of Independen School District bahwa temuan-temuan Quality Control Review (QCR) diperoleh melalui pengukuran langsung secara relatif atas kualitas audit. Deis & Giroux menjelaskan adanya 2 (dua) variabel yang mempengaruhi kualitas audit, dua variabel tersebut dia melahirkan 4 (empat) hipotesis, yang menyatakan korelasinya dengan kualitas audit yaitu:

  1. Tenure adalah lamanya waktu auditor tersebut telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu unit/unit usaha/perusahaan atau instansi. Peneliti berasumsi bahwa semakin lama dia telah melakukan audit, maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal itu disebabkan auditor menjadi kurang memiliki tantangan dan prosedur audit yang dilakukan kurang inovatif atau mungkin gagal untuk mempertahankan sikap professional skepticism.
  2. Jumlah klien. Peneliti berasumsi bahwa semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik. Karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya.
  3. Ukuran dan kekayaan atau kesehatan keuangan klien juga berkorelasi dengan kualitas audit. Dan korelasinya menunjukkan hubungan yang negatif, dengan asumsi bahwa semakin sehat keuangan klien, maka ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor untuk tidak mengikuti standar. Kemampuan auditor untuk bertahan dari tekanan klien adalah tergantung pada kontrak ekonomi dan kondisi lingkungan dan gambaran perilaku auditor, termasuk di dalamnya adalah:
    1. Pernyataan etika profesional,
    1. kemungkinan untuk dapat mendeteksi kualitas yang buruk,
    1. figur dan visibility untuk mempertahan profesi,
    1. auditting berada (menjadi) anggota komunitas profesional,
    1. tingkat interaksi auditor dengan kelompok Professional Peer Groups, dan
    1. normal internasional profesi auditor
  4. Kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan di-review oleh pihak ketiga. 

Penelitian mengenai kualitas audit pada sektor swasta (private sector) dilakukan oleh  Lennox (1999), Nichols & Smith (1983) dan banyak lagi, pada intinya para peneliti tersebut menyatakan bahwa kualitas audit berhubungan dengan ukuran perusahaan audit. Perusahaan audit yang besar akan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan audit yang lebih kecil.

Berdasarkan hasil penelitian Elitzur R. & Falk (1996) menyatakan bahwa:

  1. Ceteris paribus, auditor independen yang efisien akan merencanakan tingkat kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan independen auditor yang kurang efisien
  2. Audit fees yang lebih tinggi akan merencanakan audit kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan audit fees yang lebih kecil.
  3. Tingkat kualitas audit yang telah direncanakan akan mengurangi overtime dalam pemeriksaan.

 Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kualitas audit adalah:

  1. Tenure
  2. Jumlah klien
  3. Kesehatan keuangan klien
  4. Adanya pihak ketiga yang akan melakukan review atas laporan audit.
  5. Independen auditor yang efisien
  6. Level of Audit fees
  7. Tingkat perencanaan kualitas audit.

Kualitas audit dinilai melalui sejumlah unit standarisasi dari bukti audit yang diperoleh oleh auditor eksternal, dan kegagalan audit dinyatakan juga sebagai kegagalan auditor independen untuk mendeteksi suatu kesalahan material. Untuk meningkatkan kualitas audit maka kita harus memperhatikan beberapa hal seperti:

  1. Perubahan accounting requirements terhadap Legislation dan Statements of Standard Accounting Practice.
  2. Perubahan lingkungan bisnis
  3. Meningkatkan kompleksitas dari sistem akuntansi yang menggunakan komputer.

Oleh karena itu, para praktisi audit harus mengerti dengan baik apa yang membuat suatu audit itu berkualitas. Dan berdasarkan hasil survey dari 93 audit pemerintah yang dilakukan oleh American Institute of CPAs Federal assistance audit quality mengidentifikasikan sejumlah atribut umum yang berhubungan dengan kualitas audit. Dari atribut tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas audit. Atribut atau karakteristik menurut Aldhizer et al (1995) yang berkaitan dengan kualitas audit adalah:

  1. Pengetahuan mengenai industri
  2. Jam Audit dan komisi Audit
  3. Memiliki gelar CPA
  4. Memiliki pengetahuan dan pengalaman mengaudit
  5. Memiliki komitmen dalam mengendalikan kualitas perusahaan
  6. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit

Dari Atribut atau karakteristik di atas maka langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas audit adalah:

  1. Perlunya melanjutkan pendidikan profesionalnya bagi suatu tim audit, sehingga memunyai keahlian dan pelatihan yang memadai untuk melaksanakan audit.
  2. Dalam hubungannya dengan penugasan, auditor selalu mempertahankan independensi dalam sikap mental, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Sehingga ia tidak dibenarkan memihak pada kepentingan siapa pun.
  3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor tersebut menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, maksudnya petugas audit agar mendalami standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan.
  4. Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten maka dilakukan supervisi dengan semestinya. Kemudian dilakukan pengendalian dan pencatatan untuk semua pekerjaan audit yang dilaksanakan di lapangan.
  5. Melakukan pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern klien untuk dapat membuat perencanaan audit, menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
  6. Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
  7. Membuat laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak. Dan pengungkapan yang informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, jika tidak maka harus dinyatakan dalam laporan audit.
  8. Pada sektor publik melakukan VFM audit, yaitu melakukan audit kinerja yang mencakup:
  9. Audit tentang ekonomi dan efisiensi yang bertujuan untuk menentukan apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber daya secara hemat dan efisien, dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan efisiensi.
  10. Audit program yang mencakup penentuan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang, menentukan efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang bersangkutan, dan menentukan apakah entitas yang diaudit telah mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatan.

Struktur  kepemilikan  saham  dipercaya  mampu  mempengaruhi  jalannya perusahaan  yang  pada  akhirnya  akan  mempengaruhi  kinerja.  Struktur  kepemilikan saham  dapat  dijelaskan  dari  dua  pendekatan  yaitu,  pendekatan  keagenan  (agency approach)  dan  pendekatan  ketidakseimbangan  informasi  (asymmetric information approach).  Pendekatan  keagenan  menganggap  struktur  kepemilikan  saham  sebagai sebuah  instrumen  atau  alat  untuk  mengurangi  konflik  keagenan  diantara  berbagai pemegang  klaim.  Pendekatan  ketidakseimbangan  informasi  memandang  mekanisma struktur kepemilikan saham sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi  antara  insiders  dan  outsiders  melalui  pengungkapan  informasi  di  dalam pasar  modal. Struktur kepemilikan saham secara umum terbagi atas kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

Insider ownership merupakan persentase saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. Dimana pihak manajemen yang dimaksud adalah direktur dan komisaris yang aktif ikut dalam pengambilan keputusan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa jumlah kepemilikan saham manajemen   akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham. Adanya kesamaan kepentingan antara pihak manajemen dengan pihak pemegang saham dapat menurunkan potensi konflik. Potensi konflik keagenan yang kecil ini dapat berpengaruh terhadap rendahnya agency cost yang dikeluarkan oleh pemegang saham.

Menurut teori keagenan yang disampaikan oleh Jensen dan Meckling (1976), salah satu cara untuk mengurangi agency cost dalam sebuah perusahaan yaitu dengan adanya insider ownership. Semakin tinggi tingkat insider maka semakin besar informasi yang dimiliki oleh manajemen yang sekaligus menjadi pemilik perusahaan, sehingga mengakibatkan agency cost semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap menjadi agent sehingga dapat menurunkan biaya   pengawasan terhadap agent. Hal ini dikarenakan informasi-informasi yang dimiliki oleh insider mengenai rencana-rencana perusahaan lebih lengkap dari pada pemegang saham yang lain. Pada sisi lain, pembayaran dividen dapat memperkuat posisi perusahaan untuk mencari tambahan dana dari pasar modal sehingga kinerja perusahaan di-monitor oleh tim pengawas pasar modal. Adanya pengawasan ini menyebabkan manajer berusaha mempertahankan kualitas kinerja sehingga akan menurunkan konflik keagenan.

Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa semakin besar insider ownership, maka manajemen akan lebih mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Secara empiris Jensen et al (1986), mengatakan bahwa insider ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rozeff (1982) dalam Pujiastuti   (2008) bahwa semakin tinggi insider ownership maka dividen yang dibayarkan  akan semakin rendah. Variabel insider ownership mempunyai hubungan yang negative dengan kebijakan dividen. Penetapan dividen yang rendah disebabkan karena manajer memiliki harapan investasi yang akan datang dibiayai oleh sumber internal yang berasal dari laba ditahan bukan dari dana eksternal yang berasal dari   utang. Hal ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2006) dan Pujiastuti (2008).

Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan ini mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. 

Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistic yang dilakukan oleh para manajer. Tindakan monitoring tersebut akan mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat utang yang lebih rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2001) menunjukkan bahwa kehadiran kepemilikan institutional pada industri manufaktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hal ini konsisten dengan Moh’d et al (1998) bahwa para investor institutional pada industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sadar bahwa keberadaan mereka dapat me-monitor perilaku manajer perusahaan secara efektif sehingga pihak manajemen akan bekerja untuk kepentingan para pemegang saham. Adanya monitoring yang efektif oleh investor institutional menyebabkan penggunaan utang untuk pendanaan menurun sehingga mengurangi biaya agensi utang. Penelitian Faisal (2000) menunjukkan hasil yang sama bahwa kepemilikan institutional berhubungan negatif dengan kebijakan utang perusahaan.

Modal  menurut  Munawir  (2001:19) adalah  hak  atau  bagian  yang  dimiliki oleh  pemilik  perusahaan  yang  ditujukan dalam  pos  modal  (modal  saham), surplus dan laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh utang-utangnya.  Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa utang lancar, utang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan, yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan oleh pemilik atau para pemilik.

Menurut Brigham dan Houston (2001; 5) struktur modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa. Sedangkan menurut Husnan (1989), struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Struktur modal menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (1997: 5) adalah penentuan kebijakan struktur keuangan akan berkait dengan struktur modal. Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba  ditahan (retained  earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut dengan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan atau external financing sedangkan laba untuk laba ditahan sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing.

Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tersebut tercermin pada utang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau jangka panjang. Untuk mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut dengan leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.

Dalam perhitungan leverage ratio yang digunakan adalah long term debt to equity ratio. Long term debt to equity ratio menunjukkan persentase modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk utang jangka panjang yang dihitung dengan membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.

Salah salah tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan dengan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari utang (debt) kadang-kadang perusahaan lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity).  Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya utang jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu diperhitungkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yang dapat diuraikan antara lain:

Menurut Bambang (2001), kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar daripada modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedang utang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horisontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya pemanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan utang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Jika pengukuran struktur aktiva didasarkan pada rasio antara total aktiva tetap terhadap total aktiva, maka secara teoritis terdapat hubungan yang negatif antara struktur aktiva dengan struktur modal. Semakin tinggi struktur aktiva (yang berarti semakin besar jumlah aktiva tetap) maka penggunaan modal sendiri akan semakin tinggi (yang berarti penggunaan modal asing semakin sedikit) atau struktur modalnya makin rendah.

Moh’d et al (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan struktur aktiva berpengaruh negatif terhadap perubahan struktur modal yang dilakukan oleh manajer. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhaduri (2002) yang menunjukkan adanya pengaruh yang bersifat negatif dari struktur aktiva terhadap struktur modal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Krishnan (1996) pada perusahaan-perusahaan besar di negara industri juga menunjukkan adanya pengaruh negatif struktur aktiva terhadap struktur modal.

Brigham dan Houston (2001; 39) mengatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Penelitian empiris yang telah dilakukan antara lain oleh Krishnan (1996), Badhuri (2002), dan Moh’d (1998) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan (sale growth) merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Semakin tinggi pertumbuhan penjualan perusahaan akan lebih aman dalam menggunakan utang sehingga semakin tinggi struktur modalnya.

Weston dan Brigham (1997) mengatakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan utang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Balakrishnan dan Isaac (1993) terhadap 295 perusahaan industri di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pertumbuhan aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal. Semakin tinggi pertumbuhan aktiva maka akan semakin tinggi struktur modalnya.

Brigham dan Houston (2001: 40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan khususnya penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Krishnan (1996), Badhuri (2002), dan Moh’d (1998) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh berarti semakin rendah kebutuhan dana eksternal (utang) sehingga semakin rendah pula struktur modalnya.

Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun (1961) sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers (1984) (Husnan, 2001). Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory adalah: internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003). Dana  internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka  diri  lagi”  dari  sorotan  pemodal.

Dividen adalah pembagian laba yang diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Dividen akan diterima oleh pemegang saham hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi dividen tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan dividen. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 2010).

Hanafi (2004) menyatakan bahwa dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham selain capital gain. Dividen ditentukan berdasarkan dalam Rapat Anggota Pemegang Saham (RUPS) dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pemimpin. Pembagian dividen  ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Yang termasuk dalam pengertian dividen adalah:

  1. Pembagian laba secara langsung atau tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor.
  3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
  4. Pembagian laba dalam bentuk saham.
  5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
  6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perusahaan yang bersangkutan.

Dividen tunai tidak boleh dibagikan kepada pemilik saham treasury sedangkan dividen saham dapat dibagikan kepada pemilik saham treasury dapat pula tidak. Pembagian dividen tunai akan menyebabkan laba yang ditahan berkurang dan aktiva perusahaan berkurang. Sedangkan pembagian dividen saham tidak akan mengurangi jumlah modal saham. Pembagian ini hanya akan mengakibatkan perubahan bentuk modal dari laba yang ditahan menjadi modal saham. Pemecahan saham adalah usaha perseroan untuk menurunkan harga pasar sahamnya dengan cara menambah jumlah lembar saham yang beredar. Penambahan ini dilakukan dengan cara menurunkan nilai nominal saham. Kejadian ini tidak akan mempengaruhi bentuk susunan modal dan untuk itu tidak perlu dicatat dalam pembukuan.

Jenis dividen yang dibagikan oleh perusahaan dapat mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut (Skousen, 1987):

  1. Dividen Kas (Cash Dividend)

Dividen kas adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham,  perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividend (Munandar, 2006). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain, misalnya bank. Cara yang kedua biasanya yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang, sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.

  • Dividen Properti / Aktiva Saham Kas (Property Dividend)

Dividen properti adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tidak berupa uang tunai ataupun (modal) saham perusahaan). Contoh dividen properti adalah dividen berupa persediaan atau saham yang meru­pakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang tentu lebih sulit dibandingkan pembagian dividen uang (kas). Perusahaan melakukannya karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlahnya cukup banyak akan me­nyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun, sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Suaidi, 1994).

  • Dividen Utang (Script Dividend)

Script Dividend adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang berhak. Script dividend seperti ini biasanya dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba,  dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk membayar dividend cash (Suaidi, 1994).

  • Dividen Saham (Stock Dividend)

Dividen saham adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (Munandar, 2006). Di Indonesia, saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock Dividend. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda.

  • Dividen Likuiditas (Liquidity Dividend)

Dividen likuiditas adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividend), sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (Munandar, 2006).

Dalam pembayaran dividen oleh emiten, emiten selalu akan mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran dividen. Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut (Brigham & Houston, 2001):

  1. Tanggal Pengumuman (Declaration Date)

Yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen.

  • Tanggal Cum Dividen (Cum Dividend Date)

Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.

  • Tanggal Pencatatan Dalam Daftar Pemegang Saham (Date of Record)

Tanggal seorang investor harus terdaftar sebagai pemegang saham perusahaan publik atau emiten sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukkan bagi pemegang saham. 

  • Tanggal Ex. Dividen (Ex. Dividend Date)

Tanggal pada saat hak atas dividen perioda berjalan tidak lagi menyertai saham tersebut, jangka waktunya adalah 4 (empat) hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham.

  • Tanggal Pembayaran (Payment Date)

Tanggal pemegang saham dapat mengambil dividen sesuai dengan dividen yang diumumkan oleh emiten.

Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Wachowicz, 1997).

Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen pada saat ini. Jadi aspek utama dalam kebijakan dividen perusahaan adalah menetukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan (James, 2005). Menurut Sartono (2001 kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.

Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan, 2001). Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai dividen dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto, 2001).

Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau “equity investors. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya. Apabila perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan, maka yang tersedia untuk pembayaran dividen akan semakin kecil jumlahnya. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend payout ratio. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan (Riyanto, 2001).

Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan (Alexander, et.al, 1993 dalam Prihantoro, 2003).

Oleh karena politik dividen mempengaruhi baik pada pembelanjaan jangka panjang maupun bagian yang dibagikan kepada para pemegang saham, maka dalam hal ini terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah dividen:

  1. Sebagai kebijaksanaan pembelanjaan jangka panjang

Pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh oleh perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas pembagian laba sebagai dividen berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan utnuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu pembagian dividen akan berakibat penekanan terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencairan dana ekstern. Apabila perusahaan memiliki suatu rencana pengembangan usaha yang cukup menggembirakan di masa depan maka perlu dipupuk sumber dana dari dalam perusahaan tersebut.

  • Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan

Pendekatan ini berpandangan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu manajer dalam hal ni dituntut untuk membagikan dividen sebagai realisasi dari harapan hasil yang didambakan oleh seorang investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham tersebut.

Kebijakan  mengenai pembayaran dividen merupakan kebijakan yang sangat penting bagi perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda yaitu pemegang saham dan manjemen itu sendiri. Menurut Sartono (2001), yang dimaksud kebijakan dividen adalah

Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa mendatang.

Sedangkan Riyanto (2001) mendefinisikan kebijakan dividen adalah

kebijakan yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan.

Dengan kata lain, kebijakan dividen dapat diartikan sebagai keputusan yang berkaitan dengan penentuan jumlah laba yang diperoleh oleh perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan sebagai laba ditahan.

Ketika manajer memutuskan bahwa laba perusahaan akan dibagikan dalam pembayaran tunai dalam dividen, maka manajer harus berpikir ulang terhadap tujuan dari perusahaan. Tujuan perusahaan adalah memakmurkan para pemegang saham dan perusahaan tersebut dapat terus menjalankan usahanya. Salah satu cara untuk memakmurkan para pemegang saham adalah dengan memaksimumkan profit dan membaginya dalam bentuk dividen. Ketika nilai dividen meningkat maka jumlah laba yang ditahan untuk reinvestasi semakin kecil dan ketika nilai dividen rendah maka para pemegang saham akan berpikir mengenai investasinya di perusahaan tersebut. Sehingga dibutuhkan suatu kebijakan dividen yang optimal. Menurut Brigham dan Houston (2001) kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang dapat menciptakan keseimbangan antara saat ini dengan pertumbuhan pada masa mendatang yang memaksimumkan harga saham perusahaan.

Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa dalam kebijakan dividen terdapat 3 teori preferensi investor:

  1. Dividend Irrelevance Theory 

Dividend Irrelevance Theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh, baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Saxena (1999), dividend payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividend payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut:

  1.  Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan,
  2.  Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi,
  3.  Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio,
  4.  Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang,
  5.  Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.
  6. Bird in the Hand Theory

Menurut Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan. Modigliani dan Miller (1961) berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio. Pendapat Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) oleh Modigliani dan Miller (1961) diberi nama bird in the hand fallacy. Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) beranggapan investor memandang bahwa “satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara.” Sementara Modigliani dan Miller (1961) berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividend payout ratio tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.

  • Tax Preference Theory

Teori ini diajukan oleh Lifzenberger dan Ramaswamy (1979). Mereka menyarankan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dari capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.

Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian, pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Selain itu perioda investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979 dalam Saxena, 1999).

Secara singkatnya, teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan:

  1. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih menyukai perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.
  2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya  nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini.
  3. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali  tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat terhindar dari pajak keuntungan modal.

Selain 3 teori di atas terdapat pula beberapa isu lain mengenai kebijakan dividen yakni:

  1. Signaling Theory

Ada bukti empiris yang menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang di atas biasanya merupakan suatu “sinyal” kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang berada di bawah kenaikan normal (biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di masa mendatang.

Tapi seperti teori yang lain, teori signaling ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Memang benar bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi, tapi sulit dikatakan apakah perubahan harga setelah adanya perubahan dividen adalah disebabkan semata-mata oleh efek “sinyal” atau disebabkan oleh efek “sinyal” dan preferensi terhadap dividen.

  • Clientele Effect

Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan penghasilan saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Jika  ada  perbedaan pajak  bagi individu  (misalnya  orang  lanjut  usia  dikenai  pajak  lebih  ringan) maka  pemegang  saham  yang  dikenai  pajak  tinggi  lebih  menyukai  capital  gain  karena  dapat  menunda  pembayaran  pajak.  Kelompok  ini  lebih  senang  jika  perusahaan  membagi  dividen  yang  kecil.  Sebaliknya  kelompok  pemegang  saham  yang  dikenai  pajak  relatif  rendah  cenderung  menyukai  dividen  yang  besar.

Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “clientele ini ada. Tapi menurut MM, hal ini tidak menunjukkan bahwa pembagian dividen yang kecil lebih baik dibandingkan pembagian dividen yang besar. Efek “clienteleini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen:

  1. Peraturan Hukum atau Undang-undang

Peraturan pemerintah menekankan pada 3 (tiga) hal:

  1. Peraturan mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba tahun-tahun yang lalu dan tahun berjalan.
    1. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para kreditur dengan melarang pembayaran deviden yang berasal dari modal.
    1. Peraturan mengenai tak mampu bayar. Perusahaan boleh tidak membayar dividen jika tidak mampu membayar, contohnya dalam keadaan pailit (pailit karena kewajiban lebih besar dari aktiva).

Undang undang ini penting karena merupakan rerangka untuk merumuskan kebijakan dividen. Akan tetapi, dalam batas batas kerangka tersebut, faktor faktor keuangan dan ekonomi memunyai pengaruh yang penting pada kebijakan itu sendiri.

  • Posisi Likuidasi

Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun terdahulu sudah diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu suatu perusahaan yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak dapat membayar dividen karena keadaaan likuiditasnya.

  • Kebutuhan untuk Melunasi Utang atau Membayar Pinjaman

Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya. Jika diputuskan bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan.

  • Kontrak Pinjaman

Kontrak pinjaman, apalagi jika menyangkut pinjaman jangka panjang, seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan-pembatasan yang dimaksudkan untuk melindungi para kreditur yaitu:

  1. Dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari keuntungan yang diperoleh sesudah ditandatanganinya kontrak pinjaman (artinya tidak boleh dibayarkan dari laba tahun lalu yang ditahan)
  2. Dividen tidak boleh dibayarkan jika modal kerja bersih jumlahnya lebih kecil dari suatu jumlah tertentu. Begitu pula persetujuan mengenai saham preferen biasanya menyatakan bahwa dividen atas saham biasa tidak boleh dibayarkan sebelum semua dividen atas saham preferen selesai dibayar.
  3. Pengembangan Aktiva atau Tingkat Ekspansi Aktiva

Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai pengembangan aktiva perusahaan. Semakin banyak dana yang dibutuhkan di kemudian hari, semakin banyak laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan.

  • Tingkat Pengembalian

Tingkat pengembalian atas aset menentukan pembagian laba dalam bentuk dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain.

  • Stabilitas Keuangan 

Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan bagaimana keuntungan di kemudian hari. Maka perusahaan seperti itu kemungkinan besar akan membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi.

  • Pasar Modal

Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan profitabilitas yang tinggi dasn keuntungan yang teratur, dengan mudah dapat masuk ke pasar modal atau memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya. Perusahaan kecil yang masih baru atau yang agak gegabah akan terlalu berisiko bagi para calon debitur. Perusahaan yang sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil atau yang masih baru.

  • Kendali Perusahaan

Jika perusahaan hanya memperluas usahanya dari pembiayaan intern maka pembayaran dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan mengurangi pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang saham yang kini sedang berkuasa. Selain itu penjualan saham tambahan akan memperbesar risiko berfluktuasinya keuntungan bagi para pemegang saham.

  1. Keputusan Kebijakan Dividen

Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan dividen per saham pada tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan dengan naiknya keuntungan. Artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa menignkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan nampak cukup permanent.

Dividend Payout Ratio menurut Ang (1997) adalah perbandingan antara dividend per share dengan earning per share. Menurut Riyanto (2001) dividend payout ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai cash dividend. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukan persentase laba   perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham yang berupa dividen kas. Apabila laba perusahaan yang ditahan untuk keperluan operasional perusahaan   dalam jumlah yang besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Sebaliknya jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan   laba sebagai dividen, maka hal tersebut akan mengurangi porsi laba ditahan dan mengurangi sumber pendanaan intern. Namun, dengan lebih memilih membagikan laba sebagai dividen tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan terus menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut.

Ada beberapa pola pembayaran dividen atau bentuk kebijakan dividen yang dapat dipilih sebagai alternatif dividend payout ratio (DPR)perusahaan (Ang, 1997), yaitu:

  1. Stable and Occasionally Increasing Dividend per Share

Kebijakan ini menetapkan dividen per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.

  • Stable Dividend per Share

Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.

  • Stable Payout Ratio

Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut berfluktuasi.

  • Regular Dividend plus Extras

Dalam cara ini, dividen regular ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.

  • Fluctuating Dividends and Dividends Payout Ratio

Dalam pola pembayaran ini besarnya dividen dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap perioda. Oleh karena itu besar dividen dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi.

Firm size (ukuran perusahaan) adalah skala besar kecilnya  perusahaan  yang ditentukan oleh beberapa hal antara lain adalah total penjualan, total aktiva, dan rata-rata tingkat penjualan perusahaan. Semakin besar perusahaan tersebut, maka investor akan lebih mudah percaya untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Untuk tetap menjaga agar perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang sesuai dengan harapan investor maka dibutuhkan dana yang besar untuk tetap bias mengawasi dan mengontrol perusahaan. Proses pengawasan ini dilakukan agar bias mengendalikan konflik keagenan. Apabila terjadi konflik keagenan juga berpengaruh terhadap agency cost perusahaan.

Perusahaan dengan asset yang besar lebih cepat mendiversifikasi utang yang lebih besar dan menekan financial distress dibandingkan dengan perusahaan yang memilki asset yang kecil. Demikian juga perusahaan yang berada dalam satu kelompok perusahaan yang memiliki sumber pendanaan  sendiri  akan  lebih  mudah  untuk  mendanai  investasinya  dengan  pinjaman  yang  lebih tinggi dengan biaya financial yang rendah, dibanding dengan perusahaan yang tidak memiliki sumber pendanaan. Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah untuk menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru berdiri banyak mengalami kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Dengan akses yang lebih mudah maka perusahaan besar tersebut lebih fleksibel  untuk  memperoleh  modal,  sehingga  dalam  perusahaan  tersebut  dimiliki  oleh banyak  pemodal.  Untuk  mengontrol  itu,  maka  dibutuhkan  dana  untuk  tetap  bisa  mengontrol perusahaan. Sehingga dengan semakin besar firm size maka akan semakin besar dividennya. Hal ini  sesuai  dengan  penelitian  oleh  Damayanti  dan  Achyani  (2006) yang  menyatakan perusahaan  besar  lebih  mampu  membayar  dividen  yang  lebih  besar  daripada  perusahaan  kecil.

Cara yang digunakan untuk mereduksi biaya keagenan adalah dengan menyewa auditor. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai  earnings management. Reputasi auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan. Independensi dan kualitas auditor akan berdampak terhadap pendeteksian earnings management. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya earnings management secara lebih dini (Widyaningdyah, 2001). Semakin tinggi mutu atau kualitas auditnya, maka akan semakin memperkecil biaya keagenan yang dikeluarkan karena dirasa laporan keuangan sudah dibuat sebaik-baiknya.

Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan, antara kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham. Menurut Faisal (2005) yang dikutip oleh Karina (2007), mengatakan terdapat hubungan negative antara kepemilikan manajerial terhadap biaya keagenan (agency cost). Kesimpulan lain yang didapat melalui penelitian yang dilakukan oleh Faisal yaitu semakin tinggi kepemilikan manajerial justru akan meningkatkan diskresi manajerial. Faisal (2005) dalam Karina (2007) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial, maka akan semakin tinggi agency cost yang diukur dengan beban operasi.

Cara lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan/mereduksi agency cost adalah dengan mengatur komposisi struktur modal yang dimiliki perusahaan. Struktur modal sebuah perusahaan merupakan sebuah gambaran dari komposisi penggunaan utang dan ekuitas. Utang (debt) yang dimaksud adalah utang pendanaan perusahaan. Utang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak, sehingga beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan yang dapat mengakibatkan laba sebelum pajak menjadi lebih kecil dan pajak pun semakin mengecil. Sedangkan jika pendanaan menggunakan ekuitas, maka tidak terdapat beban yang dapat mengurangi beban pajak (Fachrudin, 2011).

Jensen dan Meckling (1976) adalah yang pertama menghubungkan agency cost dengan utang dalam struktur modal. Adanya penggunaan utang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan pengeluaran perusahaan secara berlebihan dan dapat mendorong manajemen untuk bekerja lebih efisien. Hal tersebut menyebabkan agency cost berkurang dan selanjutnya kinerja perusahaan diharapkan akan meningkat (Cao, 2006). Dengan demikian diharapkan utang tersebut dapat mengurangi agency cost. Lin (2006) menemukan bahwa struktur modal berpengaruh positif terhadap agency cost, yang artinya kebijakan utang meningkatkan agency cost.

Agency cost memiliki hubungan dengan kebijakan dividen suatu perusahaan. Apabila agency cost tinggi, maka dapat mengurangi laba perusahaan yang artinya juga mengurangi jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Hal itu disebabkan manajer menggunakan dana-dana secara berlebih dan akan berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan. Sehingga agency cost tersebut harus dapat direduksi (diperkecil) jumlahnya (Arifanto, 2011).

Lin (2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap agency cost, mengindikasikan bahwa perusahaan besar memerlukan lebih sedikit beban-beban discretionary.

Penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan dengan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Mutu Audit, Kepemilikan Saham Manajemen, Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Agency Cost Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Terdapat pada tabel 2.1:

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

NoNamaJudul PenelitianVariabelModelHasil
1 Fachrudin (2011)“Analisis pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, dan Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan”Variabel dependen: kinerja perusahaan dan agency cost.   Variabel independen: struktur modal, ukuran perusahaan dan agency costanalisis regresi bergandaterdapat pengaruh signifikan positif struktur modal terhadap agency cost dan pengaruh signifikan negatif ukuran perusahaan terhadap agency cost. Selain itu  tidak  terdapat  pengaruh  signifikan  struktur  modal,  ukuran perusahaan,  dan  agency cost terhadap  kinerja  perusahaan;  serta  tidak  terdapat  pengaruh tidak  langsung  struktur  modal  dan  ukuran  perusahaan  terhadap  kinerja  perusahaan melalui agency cost sebagai intervening variable.    
2Indrayani (2006)“Analisis pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost Pada Perusahaan-Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”Variabel dependen: agency cost.   Variabel independen: struktur kepemilikanuji signifikansi nilai F dan uji signifikansi nilai Ttidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan saham manajerial terhadap agency cost. Kemudian hasil pada hipotesis kedua adalah tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan saham institusional terhadap agency cost. Begitu juga dengan menggunakan uji signifikansi nilai F, variabel independen kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, utang, ukuran perusahaan dan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen agency cost.
3Putra & Ratnadi (2008)“Pengaruh Kebijakan Dividend dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kos Keagenanvariabel dependen: agency cost (kos keagenan).   Variabel independen: kebijakan dividen dan kepemilikan manajerialstatistik deskriptif, Uji asumsi klasik, regresi dan uji signifikansi t (independent sample t-test)tidak ada pengaruh yang signifikan antara kebijakan dividen terhadap agency cost, tingkat penggunaan utang (leverage) berpengaruh signifikan negative terhadap agency cost, dan agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik
4Indriastuti (2010)“Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost PadaPerusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”variabel dependen: agency cost (kos keagenan). Variabel independen: board size, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, variabel risiko pengendalian, leverage dan ukuran perusahaanuji signifikansi nilai F dan uji signifikansi nilai THasil uji F menunjukkan bahwa board size, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan pada biaya keagenan baik melalui proksi pemanfaatan aset serta free cash flow.
5Larasati (2010)“Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Struktur kepemilikan Terhadap Agency Cost (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2004-2007)Variabel dependen: agency cost.    Variabel independen: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan board sizeregresi linear bergandakepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap agency cost. Namun ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan yang negatif terhadap agency cost. Sedangkan board size tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap agency cost
6Manuella“Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Costs (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2008).Variabel dependen: agency cost.   Variabel independen: kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.regresi linear bergandakepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agency cost tetapi kepemilikan manajerial dan board of commissioners tidak berpengaruh secara signifikan terhadap agency cost.
7Kusumawati (2008)“Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, ukuran perusahaan, leverage dan dividen terhadap agency costvariabel dependen: agency cost.   Variabel independen: Struktur Kepemilikan, ukuran perusahaan, leverage dan dividen.regresi linear bergandaPembayaran dividen berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan, sedangkan kepemilikan saham manajemen, kepemilikan saham institusi, ukuran perusahaan, dan leverage operasi tidak berpengaruh terhadap biaya keagenen yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva. Leverage operasi berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi, sedangkan kepemilikan saham manajemen, institusi, ukuran perusahaan dan pembayaran deviden tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi.
8Cahyono (2011)“Analisis Pengaruh corporate governance terhadap agency costvariabel dependen: agency cost.    Variabel independen: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit serta variabel kontrol leverageregresi linear berganda dan uji asumsi klasikkepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap agency cost, kepemilikan manajerial,ukuran dewan direksi, komite audit dan leverage berpengaruh secara signifikan terhadap agency cost. Sedangkan kepemilikan institusional, dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap agency cost.
9Karina (2007)“Analisis Pengaruh corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap agency costvariabel dependen: agency cost.    Variabel independen: jumlah dewan direksi, struktur kepemilikan, dan ukuran perusahaanregresi linearjumlah dewan direksi berpengaruh secara signifikan terhadap agency costs sedangkan struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap agency costs dan didapatkan hasil juga bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap agency costs melalui pengukuran selling and general administrative (SG&A).
10Adi (2008)“Analisis Pengaruh corporate governance terhadap agency cost pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”variabel dependen: agency cost.   Variabel independen: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksiregresi linearkepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap agency cost.  kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap agency cost.  Sedangkan ukuran dewan direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap agency cost.
11Widagdo (2010)“Analisis Pengaruh praktek corporate governance terhadap agency cost pada perusahaan manufaktur di Indonesia”variabel dependen: agency cost.   Variabel independen: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, serta variabel kontrol leverageregresi linearbahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, dan leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap agency cost;  kepemilikan institusional, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap agency cost. Sedangkan ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan leverage ridak berpengaruh secara signifikan terhadap agency cost.
12Rahmawati (2009)“Pengaruh Good Corporate Governance, Struktur Kepemilikan dan Dividen Terhadap Agency Costs (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2006”.variabel dependen:  agency cost.   Variabel independen: good corporate governance, struktur kepemilikan yang diukur dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dan dividenregresi linearsecara simultan variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap asset turnover maupun selling and general administrative. Secara parsial kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap asset turnover dan hanya kepemilikan manajerial secara parsial yang berpengaruh signifikan terhadap selling and general administrative.
13Dahlan (2009)“Analisis Hubungan Antara Kualitas Audit Dengan Diskresioneri Akrual dan Kebebasan Auditor”variabel dependen: discriminatory cost.   Variabel independen: kualitas auditorRata-rata ABSDATerdapat hubungan negatif antara kualitas audit dengan diskresioneri akrual. Penemuan ini konsisten dengan hasil kajian sebelumnya, kualitas audit Big 5 lebih tinggi berbanding non Big 5.

Sumber: Jurnal, skripsi dan thesis

Setelah melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen di atas, yakni bahwa terdapat hubungan antara mutu audit dan agency cost karena dengan kualitas auditor yang bagus maka dapat mengurangi/mereduksi agency cost. Juga terdapat hubungan antarakepemilikan saham manajemen, kebijakan dividen, struktur modal dan ukuran perusahaan dengan agency cost, yakni keempat variabel tersebut dianggap dapat mereduksi agency cost. Selain itu juga berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1: Mutu Audit, Kepemilikan Saham Manajemen, Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan secara simultan (bersama-sama atau serempak) berpengaruh signifikan terhadap Agency Cost.

H2: Mutu Audit, Kepemilikan Saham Manajemen, Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Agency Cost.

Gambar 1.  Rerangka Penelitian

3. METODOLOGI PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jumlah populasi ini adalah 450 perusahaan dan tidak semua perusahaan ini akan menjadi obyek penelitian sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel.

Sampel didefinisikan sebagai sekumpuan data yang diambil atau diseleksi dari suatu populasi (Santoso, 2009). Karakteristik sampel akan diselidiki dan dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi. Dari populasi yang sudah ditentukan sebelumnya, akan diambil sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti sesuai apa yang menjadi tujuan penelitian.

Sampel dipilih diambil dengan metoda purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan (Sekaran, 1992). Kriteria-kriteria yang digunakan adalah:

  1. Perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
  2. Perusahaan manufaktur Go Public yang terdaftar sebagai perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perioda 2006-2010.

Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur LQ45 yang telah diaudit dengan rincian sebagai berikut:

  1. Data Auditor yang mengaudit laporan keuangan dari perusahaan manufaktur Go Public yang terdaftar sebagai LQ45 di Bursa Efek Indonesia.
  2. Jumlah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen.
  3. Total modal/ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan.
  4. Total utang yang dimiliki oleh perusahaan.
  5. Jumlah dividen yang dibagikan oleh perusahaan.
  6. Total Aset yang dimiliki oleh perusahaan.

Berdasarkan dari permasalahan yang ingin diteliti, data yang dibutuhkan sebagai masukan untuk diteliti adalah data dengan jenis data kuantitatif. Data kuantitatif dipilih mengingat adanya observasi bahwa hasilnya dapat dinyatakan dengan bentuk angka. Berdasarkan cara memperolehnya, sumber data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber penelitian secara tidak langsung melalui media perantara. Data yang dibutuhkan adalah Laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur LQ45 yang telah diaudit. Data penelitian diperoleh dari data yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Pojok Bursa Universitas Ma Chung.

Adapun metoda pengambilan data yang dilakukan berupa:

  1. Dokumentasi

Metoda dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan laporan keuangan dan data yang berkaitan dengan variabel-variabel mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen dan ukuran perusahaan dari Pojok Bursa Efek Universitas Ma Chung. Tahap pengumpulan data dimulai dengan penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca dan mempelajari buku bacaan yang berhubungan dengan pokok bahasan penelitian. Pada tahap ini dilakukan pengkajian data yang dibutuhkan, yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, data yang tersedia, cara mendapatkan data yang dibutuhkan, dan gambaran cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang digunakan untuk mengumpulkan semua data penelitian yang dibutuhkan untuk dapat menjawab permasalahan yang dibahas dalam penelitian, serta memperkaya sumber-sumber dari literatur untuk menunjang data kuantitatif yang diperoleh, baik itu dari sumber tertulis seperti jurnal, buku, maupun dari sumber data literatur dari perantaraan media internet.

Penelitian yang akan dilakukan ini terdapat 6 (enam) variabel, keenam variabel tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian  yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent).

  1. Variabel terikat merupakan variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Agency Cost.
  2. Sedangkan variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi
    1. Mutu audit (Kualitas Auditor).
    1. Kepemilikan saham manajemen (Insider Ownership).
    1. Struktur modal (Leverage Ratio)
    1. Kebijakan dividen
    1. Ukuran perusahaan.

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan cara memberikan arti yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Variabel Terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biaya Agensi. Biaya agensi ialah jumlah Biaya Pengawasan (Monitoring) oleh prinsipal, Biaya  Bonding oleh Agen dan Residual Loss yaitu penurunan kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan yang diambil agen dengan keputusan yang seharusnya memaksimumkan kemakmuran prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976:81)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  1. Mutu (Kualitas) Auditor = X1

Auditor yang berkualitas akan mampu mengurangi faktor ketidakpastian   yang berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Proksi kualitas auditor yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran kantor akuntan publik (KAP) karena nama baik perusahaan KAP dianggap merupakan gambaran yang paling penting   (Sanjaya, 2008). Auditor perusahaan yang termasuk KAP Big Four diberi nilai 1, sedangkan KAP Non Big Four diberi nilai 0.

  • Kepemilikan Saham Manajemen (Insider Ownership) = X2

Insider Ownership adalah persentase jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Boediono,  2005).  Pihak manajemen yang dimaksud adalah direktur komisaris yang aktif ikut dalam pengambilan keputusan. Konflik  kepentingan  antara  prinsipal  dan  agen meningkat  seiring  dengan  peningkatan  kepemilikan  manajerial  dalam suatu perusahaan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan 52 manajerial adalah  persentase  jumlah  saham  yang  dimiliki  pihak manajemen dari seluruh modal perusahaan yang dimiliki. Variabel insider ownership ini diberi simbol INSD. Variabel ini diukur dengan perbandingan jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direktur dengan total saham dalam satuan persen. (Handoko, 2002, p.180-190)

 …………………………………………….(3.1)

Keterangan:

INSD         : Insider ownership

  • Struktur Modal (Leverage Ratio/Debt to Equity Ratio (DER)) = X3

Struktur modal merupakan perbandingan total utang yan dimiliki perusahaan terhadap ekuitas perusahaan. Struktur Modal diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Struktur Modal atau rasio leverage, yaitu jumlah utang terhadap jumlah ekuitas (Lin, 2006). Debt to Equity Ratio adalah suatu upaya untuk mempelihatkan, dalam format lain, proporsi relative dan klaim pemberi pinjaman terhadap hak kepemilikan, dan digunakan sebagai ukuran peranan utang (Helfert, 1997).

…………………………………………………………………………..(3.2)

Keterangan:

DER          : Debt to Equity Ratio

Total Debt : Total utang yang dimiliki oleh perusahaan

Total Equity: Total modal yang dimiliki oleh perusahaan

  • Kebijakan Dividen = X4

Kebijakan dividen ialah keputusan yang diambil  oleh perusahaan tentang pembagian keuntungan bersih perusahaan atau pembagian kekayaan perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau menahan dalam bentuk laba ditahan.  Kebijakan dividen diukur dengan menggunakan  Dividend Payout Ratio. Menurut Mollah, Keasy, and Short, (2000) Dividend Payout Ratio (DPR) ialah perbandingan antara jumlah dividen yang dibagikan dalam setiap lembar saham pada akhir tahun dalam satuan persen dengan rumus:

…………………………………………………….(3.3)

Keterangan:

DPR­­it­                     : Dividend Payout Ratio perusahaan I pada akhir tahun t

Dividend Per share: Dividen yang dibagikan pada setiap lembar saham oleh perusahaan pada akhir tahun t

Earning Per Share: Laba setelah pajak yang diperoleh dalam setiap lembar saham oleh perusahaan pada akhir tahun t

  • Ukuran Perusahaan (Firm Size) = X5

Firm Size (ukuran perusahaan) adalah skala besar kecilnya perusahaan yang ditentukan oleh beberapa hal antara lain adalah total penjualan, total aktiva, dan rata-rata tingkat penjualan perusahaan. Ukuran perusahaan dinyatakan dalam total asset yang dimiliki perusahaan. Ukuran telah digunakan oleh Courtis (1976); Gilling (1977); Ashton dan Elliot (1987); Carslaw dan Kaplan (1991). Proksi ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan karena jumlah asset dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang termasuk Big Company yang memiliki aset diatas 500 Miliar rupiah diberi nilai 1, sedangkan Medium Company yang memiliki asset dibawah 500 Miliar rupiah diberi nilai 0.

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah penaksiran dalam regresi merupakan penaksiran kolinear tak bias terbaik. Uji ini digunakan untuk mengantisipasi munculnya masalah dalam analisa regresi dalam mencocokkan model prediksi kedalam sebuah model yang telah dimasukkan ke dalam serangkaian data.

Pengujian gejala penyimpangan asumsi klasik dilakukan agar hasil analisis regresi memenuhi kriteria BLUE (Best, Linear, Unbiased Estimator). Menurut Santoso (2009), ada 4 uji asumsi klasik yang digunakan untuk meneliti bagaimana karakteristik data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, serta uji heterokedastisitas.

Uji Normalitas data bertujuan untuk menguji apakah model regresi dalam penelitian, antara variabel dependen dengan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Untuk dapat dianalisis data harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Cara mendeteksi normalitas adalah dengan pengamatan melalui nilai residual. Cara lain adalah dengan melihat distribusi dari variabel-variabel yang akan diteliti. Jika variabel tidak berdistribusi secara normal (condong ke kiri atau ke kanan) maka hasil uji statistik akan terdegradasi.

Normalitas suatu variabel umumnya dideteksi dengan grafik atau uji statistik sedangkan normalitas nilai residual dideteksi dengan metoda grafik. Secara statistik ada 2 (dua) komponen normalitas yaitu skewness dan kurtosis. Skewness berhubungan dengan simetris distribusi. Skewed variabel (variabel menceng) adalah variabel yang nilai mean-nya tidak di tengah-tengah distribusi. Sedangkan kurtosis berhubungan dengan puncak dari suatu distribusi. Normalitas variabel dideteksi juga dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan cara melihat nilai probabilitas signifikan yang bernilai diatas nilai 0,05 maka data berdistribusi normal dan selain itu juga dengan metoda grafik histogram:

H0 : p > 0,05 Data residual terdistribusi normal

Ha : p < 0,05 Data residual tidak terdistribusi normal

Pada asumsi OLS didapati kesepakatan bahwa persamaan regresi yang terbentuk tidak boleh ada autokorelasi. Uji autokorelasi merupakan korelasi antara anggota dalam runtut waktu (time series) atau antara space data cross section (Hakim, 2004). Seharusnya tidak ada korelasi antara data-data waktu sekarang dengan data-data pada waktu sebelumnya.

Uji ini dapat dilihat dengan angka Durbin-Watson. Jika hasilnya menunjukkan berada di antara angka 2 dan 4 atau berkisar di antara angka 2 maka dapat dikatakan bahwa data tersebut bebas autokorelasi sedangkan jika di luar angka 2 sampai 4 maka dapat dikatakan bahwa data tersebut terkena autokorelasi.

Cara untuk mengatasi metoda autokorelasi adalah banyak cara salah satunya dengan menggunakan metoda Hidrent-Lu, yaitu jika menemukan autokorelasi yang positif atau negative dari model yang ditelitinya maka dapat menggunakan p dimulai dari -0.9, -0.8, …, 0.8, 0.9. untuk setiap nilai p yang dicoba dilakukan proses transformasi yang diikuti dengan perhitungan regresi yang bersangkutan. Dari setiap hasil regresi kemudian diperoleh dan yang terbaik adalah melihat jumlah kuadrat yang terkecil (sum of square residuals) dari model regresinya (Arief, 2006)

Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linier yang kuat diantara variabel independen. Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah ada hubungan yang erat anatara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya. Apabila terjadi multikolinearitas, standard-error koefisien regresi menjadi besar dan mengakibatkan confidence interval untuk dugaan parameter semakin lebar, sehingga ada kemungkinan terjadi kekeliruan menerima hipotesis yang salah dan menolak hipotesis yang benar, sehingga mengakibatkan diperolehnya kesimpulan yang salah. Dalam asumsi klasik OLS (ordinary least square) diterangkan bahwa tidak ada multikolineritas yang sempurna antar variabel independen. Jika terdapat nilai korelasi di antara variabel independen adalah satu, maka konsekuensinya:

  • Koefisien untuk nilai-nilai regresi tidak dapat diperkirankan.
    • Nilai standard error dari setiap koefisien regresi menjadi nilai yang tak terhingga (Arief, 2006).

Menurut Setyadharma (2010), untuk menentukan apakah hubungan antara 2 (dua) variabel bebas memiliki masalah multikolinearitas adalah melihat nilai Sig. (2 tailed), jika nilainya lebih kecil dari 0,05 (α = 5%) maka diindikasikan memiliki gejala Multikolinearitas yang serius.

Cara mengatasi multikolinearitas adalah:

  1. Transformasi variabel.

Jika terlihat pada model awal dengan adanya gejala multikolinieritas maka dapat dilakukan transformasi variabel yang bersangkutan ke dalam bentuk logaritma natural atau bentuk-bentuk transformasi lainnya, sehingga nilai t hitung yang dihasilkan secara individu variabel independen dapat secara signifikan mempengaruhi variabel terkait,

  • Meningkatkan jumlah data sampel.

Dengan adanya peningkatan jumlah data sampel diharapkan mampu menurunkan standard error disetiap variabel independen dan akan diperoleh model yang benar-benar bias menaksir koefisien regresi secara tepat (Arief, 2006).

Uji heteroskedastisitas adalah uji yang digunakan untuk melihat apakah varian dari residunya memiliki nilai yang konstan atau homoskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak ada kesamaan standar deviasi nilai variabel dependen pada setiap variabel independen.

Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai residu variabel dependen (SRESID) dengan nilai prediksi (ZPRED) (Santoso, 2006). Dasar analisisnya adalah:

  1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
    1. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Data yang baik adalah data yang membentuk homoskedastisitas, yaitu pada grafik Scatterplot antara Standardized Residual (SRESID) dan Standardized Predicted Values (ZPRED) tidak membentuk pola dan nilainya berkumpul di sekitar angka 0. Sedangkan begitu juga dengan kondisi sebaliknya, jika statistik data membentuk pola seperti pola menarik ke kanan atas atau menurun ke kiri bawah atau pola yang lainnya, data tersebut mengalami heteroskedastisitas. Bila terjadi heteroskedastisitas, akan menimbulkan akibat yaitu varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar, sehingga hasil uji signifikansi statistik menjadi tidak valid. Cara untuk mengatasi masalah heterokedastisitas adalah:

  1. Melakukan transformasi dalam bentuk membagikan model regresi asal dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model ini.
  2. Melakukan trasformasi log (Arief, 2006).

Suatu persamaan dari model regresi yang terbentuk dikatakan sempurna apabila memunyai nilai koefisien penentu atau coeficient of determination R2 = 1. Apabila nilai Adjusted R2 < 1, maka model tersebut menyatakan bahwa kemungkinan ada variabel penentu lainnya yang masih belum teridentifikasi atau terjelaskan, artinya sisanya yaitu (1- Adjusted R2) dapat dikontribusi oleh variabel penentu lainnya (Supranto 1988).

Untuk mencari adanya kemungkinan variabel penentu lainnya dilakukan dengan cara memasukkan variabel dummy, yaitu dengan memasukkan satu ataubeberapa variabel dummy disamping variabel yang telah teridentifikasi kedalam analisis regresi sampai model regresi yang terbentuk menghasilkan nilai Adjusted R2 = 1 atau R2 ≈ 1.

Variabel dummy biasanya dimana kita harus memasukkan suatu faktor yang hanya memiliki dua atau lebih tingkat yang berbeda dan tidak bisa memberikan skala kontinu. Dalam situasi ini kita harus memberikan tingkat kepada variabel-variabel itu yang mungkin mempunyai pengaruh determenistik yang terpisah dan berbeda terhadap variabel tidak bebas. Variabel-variabel itu yang disebut variabel dummy.

Ketentuan dari nilai-nilai dummy untuk setiap sampel diberikan berdasarkan grafik model regresi awal yang memperlihatkan scatter plot setiap nomor sampel dan menunjukkan confidence interval untuk nilai rata-rata Y serta confidence interval untuk nilai tunggal Y tersebut maka nilai Dummy untuk masing-masing nomor sampelnya adalah seperti yang dijelaskan berikut. Seperti pada gambar 3.5 bahwa apabila nomor sampel model awal berada di daerah antara batas bawah confidence interval nilai individu Y bawah dan batas bawah confidence interval nilai rata-rata Y diberikan nilai 1. Apabila berada didalam daerah antara batas bawah dan batas atas confidence interval rata-rata Y diberikan nilai 2, sedangkan apabila berada didalam daerah antara batas atas confidence interval nilai rata-rata Y dan batas atas confidence interval nilai individu Y diberikan nilai 3.

Gambar 3. Skala Pengukuran Dummy

Sumber: Walpole & Myers, 1993

Setelah nilai dummy diperoleh, dilakukan analisis regresi yang terdiri dari variabel penentu sebelumnya ditambah dengan dummy pertama. Selanjutnya apabila model belum mencapai R2=1, ditambah dummy berikutnya dan proses dilakukan seperti diatas dengan menggunakan grafik model yang baru terbentuk.

Jika dummy yang diperoleh telah digunakan untuk mengidentifikasi variabel penentu lainnya, maka selanjutnya dilakukan korelasi antara dummy tersebut dengan variabel-variabel lainnya yang tidak termasuk variabel didalam kelompok rotated component matrix yang sudah terwakili oleh variabel penentu sebelumnya. Variabel yang mempunyai korelasi tertinggi dengan dummy tersebut adalah berpotensi menjadi variabel penentu tambahan untuk penelitian lanjutan

Statistik ini digunakan untuk memebrikan gambaran profil data sampel. Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yang terdiri dari rata-rata, deviasi standar, minimum, dan maksimum.

Penelitian ini memiliki banyak (lebih dari satu) variabel independen. Maka dari itulah, uji yang digunakan adalah uji regresi berganda. Untuk melihat variabel independen mana yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen maka dapat dilihat melalui uji ini. Uji regresi linear berganda dapat dilihat melalui unstandardized coefficient (B) yang terletak pada tabel Coefficient yang menunjukkan koefisien dari model regresi.

Koefisien determinasi memberikan panduan kebaikan model dengan menjelaskan seberapa besar perubahan dari variabel dependen yang bisa dijelaskan oleh perubahan dalam variabel independen (Santosa dan Ashari, 2005) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai seberapa besar presentasi variasi variabel bebas pada model dapat diterangkan oleh variabel terikat (Gujarati,1995). Nilai dari R2 terletak antara 0 dan 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen toral variasi variabel terikat diterangkan oleh persaman garis regresi. Jika R2 = 0 berarti tidak ada variasi terikat yang diterangkan oleh variabel bebas.

Uji F ini digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikatnya. Hipotesis untuk pengujian pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen sebagai berikut:

Ho­1: Tidak ada pengaruh secara simultan dari mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap agency cost.

Ha1: Ada pengaruh secara simultan dari mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap agency cost.

Aturan penerimaan dan penolakan hipotesis menggunakan uji t:

  1. T hitung < t tabel, maka H0 diterima
  2. T hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas):

  • Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
  • Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak

Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk memperoleh keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi maka perlu adanya pengujian signifikansi dari masing-masing koefisien dari model. Aturan penerimaan dan penolakan hipotesis menggunakan uji t, dimana:

  1. T hitung < t tabel, maka H0 diterima
  2. T hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Pada uji ini juga dilihat pada tingkat signifikansinya. Apabila tingkat signifikansi berada di bawah tingkat error yaitu 5%, maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan. Jika koefisien regresi bertanda negatif, maka hubungan antara variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan terbalik.

Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas):

  1. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
  2. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak

Koefisien korelasi parsial adalah koefisien korelasi antara variabel independen secara sendiri-sendiri dengan variabel dependen. Jika pada korelasi berganda kita dapat melihat hubungan antara variabel independen secara bersama-sama dengan variabel dependen, maka pada korelasi parsial kita menganalisis hubungan dari variabel independen secara individu dengan variabel dependen (Santosa dan Ashari, 2005). Nilai R menunjukkan kekuatan korelasi/ hubungan antara variabel dependen yang terkait dengan seluruh variabel bebas.

Hipotesis untuk pengujian pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen sebagai berikut:

Ho2: Tidak ada pengaruh secara parsial dari mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap agency cost.

Ha2: Ada pengaruh secara parsial dari mutu audit, kepemilikan saham manajemen, struktur modal, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap agency cost.

Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Analisis linear berganda dikembangkan untuk mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh dari dua variabel independen atau lebih.  Mengingat dalam penelitian ini menggunakan lebih dari dua variabel maka penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.  Bentuk umum persamaan regresi berganda ini adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2+b3X3+ ……. + e    ………………………………………………….(3.4)

Keterangan:

Y = variabel terikat (dependen)

Xn = variabel bebas (independen) ke n

α = konstanta (intercept)

βn = slope atau kemiringinan atau koefisien dari variabel bebas ke n

e = error

Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini menggunakan model sebagai berikut:

Rumus: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 +e………………………….(3.5)

Keterangan:

Y         : Agency Cost

α          : Konstanta

β          : Koefisien Regresi

X1       : Mutu/Kualitas Audit

X2       : Kepemilikan Saham Manajemen

X3       : Kebijakan Dividen

X4       : Struktur Modal

X5       : Ukuran Perusahaan

e          : error

Persamaan di atas kemudian dianalisis dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)

Analisis terhadap hasil regresi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas, begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2009)

  • Uji signifikansi simultan (uji statistik F)

Uji  statistik  F  menunjukkan  apakah  semua  variabel  bebas  yang dimasukkan  dalam  model  mempunyai  pengaruh  secara  bersama-sama  dengan variabel terikat (Ghozali, 2009).

  • Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)

Uji  statistik  t  menunjukkan  seberapa  jauh  pengaruh  satu  variabel  bebas  secara  individual  dapat  menjelaskan  variasi  variabel  terikat (Ghozali, 2009)

  • Uji Korelasi Parsial (R)

Pada korelasi parsial kita menganalisis hubungan dari variabel independen secara individu dengan variabel dependen (Santosa dan Ashari, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Wakhid Sulistio (2008) Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Agency Cost pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Aldhizer II, George R., John R. Miller & Joseph F.Moraglio. 1995. Common Attributes of Quality Audits. Journal of Accountancy, January

Ang, R. 1997. “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market)”. Media Soft Indonesia. Jakarta.

Anthony,  Robert  N.  dan  Govindarajan, Vijay.  2005.  Sistem  Pengendalian Manajemen. Salemba Empat. Jakarta

Ardiati, Aloysia Yanti. 2005. “Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham pada Perusahaan yang Diaudit oleh KAP Big 5 dan KAP Non Big 5”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 8, No. 3, hal. 235-249.

Arief, Sritua. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta

Arifanto, N. I. 2011. Analisis Pengaruh Agency Cost terhadap dividend payout ratio (studi empiris pada perusahaan non keuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2009). Universitas Diponegoro. Semarang.

Ashton, R.H. and Elliot, W. 1987. An Empirical Analysis of Audit Delays. Journal of Accounting Research (Autumn), p. 275-292.

Balakrishnan, Srinivasan and Isaac Fox,. 1993. “Asset Specificity, Firm Heterogeneity and Capital Structure”, Strategic Management Journal, 14, 1, p. 3.

Becker, C. L., DeFond, M. L., Jiambalvo, J. dan Subramanyam, K. R., 1998. The effect of audit quality on earnings amangement,  Contemporary Accounting Research, 15 (1): pp.1-24.

Bhaduri, Saumitra N, 2002. “Determinants of Corporate Borrowing: Some Evidence from the Indian Corporate Structure”, Journal of Economics and Finance, Summer, 26, 2, p. 200.

Boediono,  Gideon  S.B.  2005.  “Kualitas  Laba:  Studi  Pengaruh  Mekanisma Corporate  Governance  dan  Dampak  Manajemen  Laba  dengan  Menggunakan Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo.

Borilovich, L. S. dan Kattelus, S. C., .1997. Auditor’s influence on earning management: evident from the alternative minimum tax,  Journal of Applied Business Research, 13 (2): pp.9-22. 

Brigham,  Eugene F. 1999. Intermediate Financial Management, 6th Edition. The Dryen Pres. USA

Brigham, E. F. and Houston, J. F. 2006. Fundamentals of Financial Management. Terjemahan. Manajemen keuangan. Erlangga. Jakarta

Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F.  2001. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Erlangga. Jakarta.

Cahyono, Aprih Tri. 2011. Analisis Pengaruh corporate governance terhadap agency cost. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Cao, Bolong. 2006. “Debt Financing and the Dynamic of Agency Cost”, Dissertation, University of California, San Diego

Carslaw, C. A., and Kaplan, S. E. 1991. An Examination of Audit Delays: Further Evidence from New Zealand. Accounting and Bussiness Research (Winter), p.21-32.

Courtis, J. K. 1976. Relationship Between Timeless in corporate reporting and corporate attributes. Accounting and Bussiness Research (Winter). P.45-56.

Dahlan, Muhammad. 2009. Analisis Hubungan Antara Kualitas Audit Dengan Diskresioneri Akrual dan Kebebasan Auditor.  Universitas Padjadjaran. Bandung

Damayanti,S dan Achyani,F 2006. “Analisis Pengaruh Investasi, Likuiditas, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Payout Ratio”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.5 No.1 April. p.51-62

Darman.  2008.  “Agency  Costs dan  kebijakan  Dividen  Pada Emerging  Market”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, No. 2 Mei. Hal. 198-202.

DeAngelo, L. E., .1981. Auditor size and audit quality, Journal of Accounting and Economics, 3: pp.183-199.

Deis, Donald R. Jr & Gary A.Giroux, 1992. Determinants of Audit Quality in the Public Sector, The Accounting Review, Vol 67, No.3.

Elitzur, Ramy & Falk, Haim. 1996. Planned Audit Quality. Journal of Accounting & Public Policy, 15.247-269. North Holland.

Fachrudin, Khaira A. 2011. Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan agency cost terhadap kinerja perusahaan. Jurnal akuntansi dan keuangan.vol 13. no1. Universitas Sumatera Utara.

Fachrudin, Khaira Amalia. 2011. Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan Agency Cost terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 13. No 1. Universitas Sumatera Utara.

Faisal. 2000. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Utang Perusahaan pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana. Magister Sains. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ghozali,  Prof.  Dr.  Imam  M.  Com.,  Akt.  2009.  “Aplikasi  Analisis  Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gilling, D.M. 1977. Timeless in Corporate Reporting: Some Further Comment. Accounting and Business Research (Winter). P.34-36

Gitman, Laurence J, Juchan, Roger H, Flanagan Jack. 2002. Principles of Management Finance. Addison-Wesley. Australia

Goldman, A. dan Barlev, B., 1974. The auditor-firm conflict of interest: its implications for independence, The Accounting Review, 49(4): pp.707-718.

Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar.Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hakim, Abdul. 2004. Statistik Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis. Cetak Kedua. Ekonisia. Yogyakarta.

Hanafi, M. M. 2004. Manajemen Keuangan. BPFE. Yogyakarta.

Handoko, Jesica. 2002. Pengaruh agency cost terhadap kebijakan dividen perusahaan-perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol 2 (No. 3), 180-190.

Helfert, E.A. 1997. Teknik Analisis Keuangan. Penerjemah: Herman Wibowo. Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Horne, Van. James C. dan Wachowicz, Jhon M. 2005. Financial Management (Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan). Salemba Empat. Jakarta.

Husnan, Suad.  1989.  Pembelanjaan  Perusahaan  (Dasar-dasar  Manajemen  Keuangan). Edisi III. Liberty. Yogyakarta.

Husnan. S, 2001, Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja Perusahaan dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan Multinasional,  Journal of Accounting, Management, Economics Research, hal. 1-10

Ikatan Akuntan Indonesia, 1997. Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan: per 1 Oktober 1994. Salemba Empat. Jakarta

Indriastuti, Septi. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Universitas Airlangga. Surabaya

Indriyani, Norma. 2006. Analisis pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost Pada Perusahaan-Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta

James C, Van horne & Jhon M. wachowicz, JR. 2005. Fundamental of Financial Management/Prinsip-prinsip  Manajemen  Keuangan. Edisi  Kedua  belas. Salemba Empat. Jakarta.

Jensen,  Michael  C  dan  Meckling  W.H.  1976.    “Theory  of  the  Firm:  Managerial  Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Economic, Vol 3, Numb. 4. pp 305-360.

Jensen,  Michael  C.  1986.  “Agency  Costs  of  Free  Cash  Flow,  Corporate  Finance,  and  Take overs”. American Economics Review Vol. 76 May. pp. 323-329.

Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ketujuh. BPFE. Yogyakarta.

Kaaro, Hermeindito. 2003. Analisis Leverage dan Dividen dalam Lingkungan Ketidakpastian: Pendekatan Pecking Order Theory dan Balancing Theory. Kompak. No. 9 September-Desember

Karina, Ani. 2007. Analisis Pengaruh corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap agency cost. jurnalskripsitesis.wordpress.com

Karina, Ani. 2007. Pengaruh corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap agency cost.

Keown, A., Martin, J., Petty, J. W., Scott, D. F. 2002. Manajemen Keuangan: Prinsip-prinsip dan aplikasi jilid 1. Jakarta: Indeks. 3

Krishnan,  V.  Sivarama, and  R.  Charles  Moyer,  1996.  “Determinants  of  Capital  Structure: An Empirical Analysis of Firms in Industrialized Countries”, Managerial Finance, 22, 2, p. 39.

Kusumawati, Eva.  2008. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, ukuran perusahaan, leverage dan dividen terhadap agency cost. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Larasati, Woro Gita. 2010. Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Struktur kepemilikan Terhadap Agency Cost (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2004-2007. Universitas Airlangga. Surabaya

Lennox S. Clive, 1999, Audit Quality & Auditor Size: An Evaluation of Reputation and Deep Pockets Hypotheses. Journal of Business Finance & Accounting, 26(7) & (8). Sept/Oct.

Lin, Kun Lin. 2006. Study on Related Party Transaction with Mainland China in Taiwan Enterprises, Dissertation, Departemen Manajemen, Universitas Guo Li Cheng Gong, China.

Malan, Roland M., James R. Fountain, Donald S.Arrowsmith & Robert L.Lockridge II.1984. Performance Auditing in Local Government. Chicago, Illinois; Government Finance Officers Association.

Manuella, Andry Lamatur. 2011.  Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Costs (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2008. Universitas Airlangga. Surabaya

Mardiasmo, 2000. Value For Money Audit Dalam Pemeriksaan Keuangan Daerah Sebagai Upaya Memperkuat Akuntabilitas Publik. Bahan Seminar Strategi Pemeriksaan Keuangan Daerah yang Ekonomis, Efisien & Efektif dalam Rangak pelaksanaan Otonomi Daerah, Yogyakarta.

Midiastuty,  Pratana  P.  dan Machfoedz, Mas’ud.  2003.  “Analisis  Hubungan Mekanisma  Corporate  Governance  dan  Indikasi  Manajemen  Laba”.  Simposium Nasional Akuntansi 6. Surabaya.

Modigliani, F. And Miller, M. H. 1961. ‘Dividend policy, growth, and the valuation of shares’, Journal of Business, Vol. 34, pp. 411–433

Moh’d, M. A., Perry, L. G. and Rimbey, J. N. 1998. The Impact of Ownership Structure On Corporate Debt Policy: A Time-Series Cross-Section Analysis. The Financial Review, Vol. 33, pp. 85-98.

Mollah, S., Keasy, K., and Short, H, 2000,  The Influence of Agency Cost on Dividend Policy In An Emerging Market Evidence From The Dhaka Stock Exchange

Munandar, M, 2006. Pokokpokok Intermediate Accounting, Edisi Keenam,. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Munawir, S. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta

Nichols,D.R & K.H.Price, 1976: The Auditor Firm Conflict: An Analysis using concepts of exchange theory. The Accounting Review. Vol.51

Parawiyati. 2004. Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Laba dan Arus Kas Perusahaan Go Public di Pasar Modal. Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Prihantoro. 2003. “Estimasi Pengaruh Dividen   Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No.1 Jilid 8.p.7-14

Pujiastuti,  Triani.  2008.  “Agency  Cost Terhadap  Kebijakan  Dividen  Pada  Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang Go Public Di Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol. 12 No. 2. Mei. Hal 183-197.

Putra, I Nyoman nugraha Ardana. 2006. “Analisis Biaya Keagenan Terhadap Kebijakan Dividen Pada  Perusahaan  Manufaktur  yang  Terdaftar  di  Bursa  efek  Jakarta”. Jurnal  Riset Akuntansi Vol. 5, No. 2 Desember. Hal 37-47.

Rahmawati, Anita. 2009. Pengaruh Good Corporate Governance, Struktur Kepemilikan dan Dividen Terhadap Agency Costs (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2006). Skripsi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang.

Ratnadi, A. A. G. P. 2008. Pengaruh Kebijakan Dividend an Kepemilikan Manajerial Terhadap Kos Keagenan. Universitas Udayana. Bali

Riyanto, B. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. Cetakan Ketujuh. BPFE. Yogyakarta.

Sanjaya,  I  Putu  Sugiartha.  2008.  “Auditor  Eksternal,  Komite  Audit,  dan Manajemen Laba”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 11, No. 1, hal. 97-116.

Santosa dan Ashari, Purbaya Budi. 2005. Analisa Statistik Dengan Microsoft Excel dan SPSS. Andi. Yogyakarta.

Santoso, Singgih. 2006. Menguasai Statistik Di Era Informasi Dengan SPSS 15. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Santoso, Singgih. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Sartono, Agus dan Zulaihati, Sri. 1998. Rasionalitas Investor terhadap Pemilihan Saham dan Penentuan Portofolio Optimal dengan Indeks Tunggal di Bursa Efek Jakarta. Kelola,17 Juli 1998.

Sartono, R. A. 2001. Manajemen Keuangan. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.

Saxena, A, K. 1999. Determinant of Dividen Policy: Regulated Versus Unregulated Firms”. The Journal of Finance.

Sekaran, Uma. 1992. Research Method for Bussiness:A Skill Building Approach. Second Edition. John Willey & Sons,Inc.

Setyadharma, Andryan. 2010. Uji Asumsi Klasik dengan SPSS 16.0. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Skousen, S. 1987. Akuntansi Intermediate. Edisi kesembilan. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Suaidi, A. 1994. Akuntansi Keuangan Menengah. Edisi ke-1. Sekolah Tinggi Ilmu YKPN. Yogyakarta.

Supranto, J. 1988. Statistik  Teori dan Aplikasi. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta

Wachowics dan Horne, J.C. 1997. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Buku 1. Edisi 9. Sutojo Heru. Salemba Empat. Jakarta

Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Utang Perusahaan: Sebuah Perspektif Teori Agensi. Simposium Nasional Akuntansi IV, p. 1084-1107.

Walpole, R. E. and R. H. Myers 1993. Probability and Statistiks for Engineers andScientists. 5th Edition. New Jersey, Prentice Hall.81.

Watts, Ross L., and Zimmerman ,J L. 1986.  Positive Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Weston, J. Fred and Brigham, Eugene F. 1997. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 7. Penerbit: Erlangga. Jakarta.

Widagdo, Bagas. 2010. Analisis Pengaruh praktek corporate governance terhadap agency cost pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Widyaningdyah, A. U. 2001. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap earnings management pada perusahaan go public di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 3, No. 2. Universitas Kristen Petra.