PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE DENGAN DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI BIDANG TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BEI

FELISIA MAGDALENA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKAlAH MATA KULIAH METODA PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan  mengetahui pengaruh debt covenant sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang mengambil sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria – kriteria yang  digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bei pada bidang transportasi yang menerbitkan obligasi pada tahun 2011-2013, menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2011-2013, dan menyajikan debt covenant. Dengan metode purposive sampling diperoleh 12 sampel.

Sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji analisis sederhana dan regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa debt covenant terbukti secara signifikan memperlemah efek negatif growth opportunity terhadap leverage

Keywords : growth opportunity, leverage, debt covenant

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu perusahaan baik perusahaan terbuka maupun perusahaan perseorangan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham atau para investornya. Perusahaan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan sendiri ditentukan oleh keputusan investasi. Keputusan investasi tersebut diambil oleh manajer keuangan dalam mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset  tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Setiap perusahaan akan membutuhkan dana untuk berinvestasi, baik investasi jangka panjang maupun investasi jangka pendek. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan. Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan oleh perusahaan berada di tangan manajer sebagai agen. Manajer harus mampu menghimpun modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan (Yuke dan Hadri, 2005). Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan. Biaya modal merupakan konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang diambil manajer. Ketika manajer menggunakan utang, biaya modal yang  timbul adalah sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditor. Sedangkan saat manajer menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul  opportunity cost  dari dana atau modal sendiri yang digunakan. 

Utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk utang lebih disukai daripada modal sendiri karena dua alasan. Alasan pertama adalah biaya emisi obligasi  lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Alasan kedua adalah penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan mengakibatkan harga saham mengalami penurunan (Husnan, 2000).

Problem underinvestment yaitu problem dalam hal pemegang saham menolak investasi dengan peningkatan nilai karena lebih menguntungkan kreditur. Hal ini terjadi karena pemegang saham memikul seluruh biaya proyek tetapi hanya menerima sebagian peningkatan nilai perusahaan dan sebagian peningkatan nilai perusahaan lainnya dibagi dengan kreditur. Hal ini terjadi pada saat perusahaan dengan kesempatan investasi tinggi menghadapi proyek dengan NPV positif.  Underinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki free cash flow yang rendah sementara proyek dengan NPV positif membutuhkan dana dalam jumlah besar. Agar dapat mengeksekusi proyek dengan NPV positif, perusahaan  memutuskan untuk mengambil utang.

Aliran kas internal yang tinggi akan menghasilkan aliran kas yang melebihi kebutuhan (excess cash flow). Kelebihan aliran kas ini dapat digunakan secara bebas oleh manajer. Manajer dapat menggunakan kelebihan aliran kas untuk pembayaran dividen, pembayaran utang, investasi berlebihan (overinvestment), atau konsumsi berlebihan (excessive perquisities). Pembayaran dividen dan utang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan kreditur. Overinvestment dan konsumsi berlebihan akan menurunkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Oleh karena itu, peningkatan kelebihan aliran kas akan meningkatkan biaya pengawasan yang dipikul pemegang saham (Jensen, 1986). Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain karena kelebihan modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sementara shareholders beranggapan bahwa kelebihan modal seharusnya dibagikan sebagai deviden. Konflik antara shareholders dan manajer dapat diatasi dengan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan pada proyek-proyek baru. Utang juga dapat digunakan sebagai jaminan bahwa kelebihan modal akan dibayarkan sebagai deviden kepada shareholders.

Meski demikian utang menimbulkan konflik baru, yaitu konflik antara shareholders dan bondholders. Konflik tersebut muncul karena adanya perbedaan struktur penerimaan dan tingkat risiko antara  shareholders dan  bondholders. Dilihat dari struktur penerimaan, bondholders memperoleh pendapatan yang tetap dari bunga dan pengembalian pokok pinjaman. Sementara shareholders memperoleh pendapatan dari sisa laba perusahaan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada bondholders. Dilihat dari tingkat risiko, bondholders menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan risiko yang dihadapi oleh shareholders.

Tinggi rendahnya konflik antara shareholders dan bondholders dipengaruhi oleh growth opportunities perusahaan yang dilihat dari kesempatan investasi. Semakin besar kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan, semakin besar pula konflik antara shareholders dan  bondholders. Untuk memperkecil konflik tersebut perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memilih dana internal sebagai sumber pendanaannya.

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sunarsih (2004). Sunarsih melakukan penelitian mengenai simultanitas hubungan antara kebijakan utang (leverage) dan kebijakan maturitas utang (debt maturity). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang memiliki hubungan yang komplementer. Hal ini berarti bahwa ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai growth opportunity, leverage,  debt maturity, dan  debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Namun penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh growth opportunity terhadap leverage berubah positif saat  debt covenant atau  short term debt memoderasi hubungan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa debt covenant maupun short term debt terbukti dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara shareholders dan bondholders.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh growth opportunity terhadap  leverage dan  debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Penelitian yang dilakukan oleh Dang juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity.

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan debt maturity. Dalam penelitian tersebut Fatmasari menghitung  leverage dengan membandingkan  total debt dengan  total aset. Sementara growth opportunity  pada penelitian ini dihitung dengan proksi investasi, yaitu dengan membandingkan total capital expenditure dan  total assets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap  leverage dan debt maturity. Selanjutnya dalam penelitian tersebut Fatmasari memasukkan debt covenant sebagai variabel moderating. Fatmasari menggunakan 2 jenis debt covenant, yaitu debt covenant dengan 20 indikator dan debt covenant dengan 24 indikator. Penelitian yang menggunakan 20 indikator debt covenant menunjukkan bahwa debt covenant berpengaruh positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa debt covenant terbukti dapat mengurangi hubungan negatif antara growth opportunity dan leverage. Sementara penelitian yang menggunakan 24 indikator debt covenant menunjukkan bahwa  debt covenant berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji kembali hubungan antara growth opportunity, leverage, dan debt covenant. Penelitian ini akan menguji pengaruh growth opportunity terhadap leverage. Penelitian ini menggunakan ukuran variabel yang berbeda dari ukuran variabel yang digunakan dalam penelitian Fatmasari (2010). Penelitian ini akan memasukkan harga pasar saham dalam pengukuran variabelnya. Leverage dalam penelitian ini diukur dengan market leverage ratio. Sementara growth opportunity yang diproksikan dengan set kesempatan investasi diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu market to book value of equity

 Selanjutnya, akan dilakukan pengujian debt covenant sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi hubungan antara growth opportunity dan leverage. Debt covenant  yang digunakan dalam penelitian ini akan menggabungkan debt covenant yang ditemukan pada saat penelitian. Sehingga beberapa tipe debt covenant  dalam penelitian ini berbeda dari tipe debt covenant  dalam penelitian sebelumnya.

 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti mengambil judul PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE  DENGAN  DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

1.2          Rumusan Masalah

Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

Apakah growth opportunity berpengaruh terhadap leverage?

Apakah debt covenant yang berfungsi sebagai variabel moderating berpengaruh  pada hubungan antara growth opportunity dan leverage?

1.3          Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ini untuk memberikan bukti dan analisis mengenai :

Pengaruh growth opportunity terhadap leverage

Peran  debt covenant sebagai variabel moderating dalam hubungan antara growth opportunity dan leverage.

1.4          Manfaat Penelitian

Memberikan masukan bagi para peneliti lain yang tertarik dengan penelitian di bidang pasar modal terutama yang terkait dengan growth opportunity, leverage, dan debt covenant.

Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan.

Sebagai bahan pertimbangan bagi bondholders dalam pengambilan keputusan investasi.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Agency Theory (Teori Keagenan)

Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.

Konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agent dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya suatu asimetri information atau asymetric information.

Set Kesempatan Investasi

Chung dan Charoenwong (1991) menyatakan bahwa esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang–peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan, maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.

Myers (1977) mengemukakan suatu konsep mengenai set kesempatan investasi. Menurut konsep ini perusahaan adalah kombinasi  asset in place yang sifatnya tangible dan kesempatan investasi yang sifatnya intangible. Kombinasi keduanya akan berpengaruh pada struktur modal dan nilai perusahaan. Lebih lanjut Myers (1977) menyatakan bahwa kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan di masa depan adalah sebuah opsi. Nilai  opsi ini tergantung pada kemungkinan perusahaan untuk melakukan investasi secara maksimal.

Menurut Jensen (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi (high growth), aktif melakukan investasi, memiliki  cash flow yang rendah dan asset in place yang kecil. Dalam keadaan demikian, perusahaan berpotensi mengalami underinvestment problem.

Selanjutnya Myers (1986) menjelaskan bahwa underinvestment problem terjadi saat perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menghadapi kesempatan berinvestasi pada proyek dengan NPV positif yang mensyaratkan penggunaan dana yang besar. Dalam keadaan free cash flow rendah dan assets in place  yang kecil, perusahaan akan mengambil utang untuk mengambil kesempatan investasi yang ada. Namun hal ini memungkinkan terjadinya konflik antara  shareholder dan  bondholdersShareholders beranggapan bahwa keuntungan harus dibagi sebagai deviden. Sementara  bondholders beranggapan bahwa keuntungan harus digunakan untuk melunasi utang. Pada keadaan seperti ini, perusahaan akan memilih untuk meninggalkan proyek dengan NPV positif dan kehilangan kesempatan untuk tumbuh. Agar dapat  meneruskan proyek–proyek dengan NPV positif perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal atau menggunakan utang dalam jumlah kecil.

Sementara itu menurut Myers (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat (slow growth), memiliki free cash flow dan assets in place yang bessar. Dalam keadaan demikian perusahaan berpotensi mengalami  overinvestment problem. Jensen (1986) berpendapat bahwa  overinvestment problem terjadi karena adanya kelebihan modal. Kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila diinvestasikan kembali dalam perusahaan sehingga manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain. Manajer beranggapan tindakan tersebut akan meningkatkan kesempatan bertumbuh perusahaan di atas ukuran yang optimal dan kompensasi yang akan diterimanya sebagai imbalan dari pertumbuhan tersebut. Namun, shareholders berangapan bahwa kelebihan modal tersebut harus dibagikan sebagai deviden.

Perusahaan dengan  overinvestment problem menggunakan utang sebagai sumber pendanaan investasi pada proyek–proyek baru. Utang tersebut juga sebagai jaminan bahwa  free cash flow yang tinggi akan digunakan untuk membayar deviden. Selain itu, pengambilan utang akan menempatkan perusahaan dan manajer pada pengawasan pihak eksternal. Sehingga kecenderungan manajer untuk berinvestasi pada proyek dengan NPV negatif dapat dicegah. 

Leverage

Leverage adalah penggunaan  asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki  biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.  Leverage juga dapat meningkatkan variabilitas keuntungan karena jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah biaya tetapya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada  analisis keuangan dalam melihat  trade off antara  risiko dan keuntungan.  Agus Sartono (2008) memaparkan konsep sebagai berikut :

Operating leverage

Perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan operating leverage. Menggunakan leverage operasi perusahaan mengharapkan bahwa penjualan akan meningkatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil pengguanaan biaya tetap operasi terhadap laba sebelum bunga dan pajak  disebut  degree of operating leverage (DOL). Besar kecilya  DOL akan berdampak pada tinggi rendahnya risiko bisnis perusahaan. Semakin besar DOL, maka semakin besar pula risiko bisnis yang ditanggung perusahaan.

Financial Leverage

Financial Leverage adalah pengguanaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan akan  memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham.  Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap disebut  degree of financial leverage  (DFL). Pengguanaan  financial leverage yang tinggi  mengakibatkan risiko keuangannya  juga meningkat.

Combined leverage

Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa.  Degree combined leverage (DCL) merupakan multiplier effect atas perubahan laba per lembar saham karena perubahan penjuaalan.  DCL mengukur keseluruhan  risiko perusahaan, DCL merupakan fungsi dari DOL dan DFL.

Financial leverage adalah suatu pilihan. Tidak ada perusahaan yang disyaratkan untuk memiliki utang jangka panjang atau pendanaan dengan saham preferen. Sebagai alternatif perusahaan dapat membiayai pengeluaran operasional dan modalnya dari sumber–sumber internal dan penerbitan saham biasa. Namun, jarang ada perusahaan yang tidak memiliki financial leverage. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan peningkatan pengembalian kepada pemegang saham biasa.

Leverage yang menguntungkan (favorable) atau positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dengan menggunakan dana yang didapat dalam bentuk biaya tetap (dana yang didapat dengan menerbitkan utang bersuku bunga tetap atau saham preferen dengan tingkat deviden yang konstan) daripada biaya pendanaan tetap yang harus dibayar. Sedangkan leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau negatif terjadi ketika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan tetapnya.

Debt Covenant

Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditur untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery pinjaman  (Cochran, 2001).  Sebagian kesepakatan  hutang berisi perjanjian (covenant) yang mengharuskan peminjam memenuhi syarat yang disepakati dalam perjanjian hutang  (Scott, 2000). Watts dan Zimerman (1986) mengidentifikasikan perjanjian seperti pembatasan dividen dan pembatasan pembelian kembali saham, pembatasan modal kerja, pembatasan merger, pembatasan akuisisi, pembatasan investasi, pembatasan pelepasan asset, pembatasan pembiayaan masa depan merupakan bentuk debt covenant.

Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman (lender atau kreditor) dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan model kerja dan kekayaan pemilik berada di bawah tingkat yang telah ditentukan, yang mana semuanya menurunkan keamanan (atau menaikkan resiko) bagi kreditur yang telah ada. Kontrak ini didasarkan pada teori akuntansi positf, yakni hipotesis debt covenant, yang menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang, manajer memiliki kecenderungan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan.

Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi fokus utama penelitian (Sekaran, 2006). Variabel independen pada penelitian ini adalah leverage. Pengukuran leverage pada penelitian ini menggunakan pendekatan nilai pasar utang (market leverage ratio), yaitu perbandingan antara nilai buku total utang dengan nilai pasar perusahaan. Rasio ini digunakan dengan pertimbangan adanya kecenderungan penggunaan utang yang pada umumnya  didasarkan pada besarnya aset yang dapat dijadikan jaminan. Berikut ini adalah rumus  market leverage ratio :

  Rumus 1.

Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen entah secara positif atau negatif (Sekaran, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini adalah growth opportunity. Growth opportunity pada penelitian ini dilihat dari kesempatan investasi suatu perusahaan.

Kesempatan investasi pada penelitian ini diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu  market to book value of equity. Menurut Barclay  et al (1995) penggunaan market to book value of equity mampu mencerminkan potensi nilai perusahaan di masa depan. Gaver dan Gaver (1993) dan Hartono (1999) menyatakan bahwa penggunaan nilai pasar dalam membentuk rasio kesempatan investasi sudah tepat karena mampu menunjukkan potensi perusahaan untuk tumbuh (growth opportunity) di masa depan.

  Rumus 2.

Variabel Moderating

Variabel moderating adalah variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan variabel bebas (Sekaran, 2006). Kehadiran variabel moderating mengubah hubungan awal antara variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel moderating dalam penelitian ini adalah  debt covenantDebt covenant yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt covenant yang digunakan dalam perjanjian utang obligasi. Pengukuran debt covenant dilakukan dengan menggunakan indeks debt covenant

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berikut ini adalah uraian mengenai penelitian – penelitian terdahulu.

Sunarsih (2004) meneliti simultanitas kebijakan utang dan kebijakan  debt maturity, serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas mempunyai hubungan yang komplementer. Hal ini berarti ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Penelitian ini juga menganalisis variabel–variabel eksogen yang mempengaruhi kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Variabel–variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesempatan investasi, firm size, efek signaling, non debt tax shield, dan asset maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size dan non tax debt shield berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis yang diajukan. Sedangkan, variabel kesempatan investasi dan efek signaling menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size, efek signaling, dan assets maturity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan maturitas utang. Sedangkan, kesempatan investasi menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan.

Bukhori (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan saham institusi dan set kesempatan investasi terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan set kesempatan investasi berpengaruh terhadap kebijakan utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai konflik keagenan antara shareholders dan  debtholders. Billett meneliti hal tersebut dengan menguji hubungan antara growth opportunity, debt maturity, leverage, dan debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Billet  et al menemukan bahwa pengaruh negatif growth opportunity terhadap  leverage dapat dikurangi melalui penggunaan debt covenant atau utang dengan debt maturity yang pendek.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai  leverage,  debt maturity, dan firm investment. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi mencoba mengontrol  underinvestment problem dengan mengurangi jumlah leverage. Dengan kata lain, growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Dang menguji hipotesis yang menyatakan bahwa debt maturity yang pendek dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Dang menunjukkan bahwa hipotesis tersebut tidak terbukti. Dang juga meneliti hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap perubahan leverage dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage dan debt maturity. Selanjutnya, Fatmasari meneliti pengaruh debt covenant dalam memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage, serta hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  debt covenant terbukti secara signifikan dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Namun, hasil penelitiannya tidak menunjukkan debt covenant dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap  debt maturity.

Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, dan aktif melakukan investasi. Karena aktif melakukan investasi, perusahaan memiliki free cash flow yang rendah. Sehingga pada saat menghadapi proyek dengan NPV positif perusahaan mengalami underinvestment problem.

Agar dapat melaksanakan proyek dengan NPV positif perusahaan mengambil utang. Namun, keputusan ini mengakibatkan terjadinya konflik antara shareholders dan  bondholders. Dari sisi shareholders, keuntungan harus dibagi sebagai deviden, sedangkan dari sisi bondholders, keuntungan harus digunakan untuk membayar utang. Dalam beberapa kasus bondholders memperoleh keuntungan yang cukup sedangkan shareholders tidak memperoleh keuntungan yang normal dari proyek dengan NPV positif. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan utang pada perusahaan dengan kesempatan  investasi yang tinggi adalah mahal. Agar dapat meneruskan proyek dengan NPV positif, perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal.

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu perusahaan pada tahap mature dan memiliki tingkat pertumbuhan  yang rendah berpotensi mengalami overinvestment problem. Penyebabnya adalah adanya kelebihan modal pada perusahaan tersebut. Kelebihan modal tersebut akan memicu konflik antara manajer dan shareholders. Manajer berpendapat bahwa kelebihan modal tersebut harusnya digunakan untuk berinvestasi pada proyek – proyek lain karena kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila  diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sedangkan shareholders berpendapat bahwa manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek yang kurang menguntungkan sehingga shareholders menginginkan kelebihan modal yang ada dibagikan sebagai deviden.

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

2.6.2 Pengaruh Debt Covenant dalam Memoderasi  Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, aktif berinvestasi, dan free cash flow yang rendah. Saat perusahaan tersebut memperoleh kesempatan investasi pada proyek dengan NPV positif, perusahaan mengalami underinvestment problem. Underinvestment problem terjadi karena proyek dengan NPV positif membutuhkan dana yang besar sementara perusahaan memiliki free cash flow yang rendah.

Agar dapat melaksanakan proyek tersebut, perusahaan mengambil utang. Namun tindakan tersebut justru menimbulkan konflik  antara  shareholders dan bondholders. Shareholders beranggapan keuntungan perusahaan harus dibagikan sebagai deviden sementara bondholders beranggapan keuntungan harus digunakan untuk membayar utang dan bunga utang. Untuk menghindari konflik antara bondholders dan shareholders, pada akhirnya perusahaan menggunakan dana internal. Sehingga jumlah leverage perusahaan kecil. 

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu pada perusahaan yang telah berada pada tahap mature, berpotensi mengalami overinvestment problem.  Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan sehingga perusahaan manajer menginvestasikan dana tersebut pada proyek – proyek lain. Pada keadaan demikian terjadi konflik antara shareholders dan manajer. Manajer menginginkan dana tersebut diinvestasikan pada proyek lain dengan harapan tingkat pertumbuhan perusahaan di atas ukuran optimal dan manajer mengharapkan kompensasi dari pencapaian tersebut. Sementara  shareholders menentang hal tersebut karena manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek dengan NPV negatif.

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

Rerangka Teoristis

Rounded Rectangle: Debt
Covenant

Gambar 1.1 Kerangka Teoristis

  • METODA PENELITIAN

3.1 Metoda Penelitian

Metode Penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya tepat untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:2) adalah sebagai

berikut: “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,empiris dan sistematis”

Menurut Nazir (2003) metode penelitian adalah: “Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptitf kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala pengukuran (Sugiyono, 2002: 7).

Penelitian kuantitatif mengambil jarak antara peneliti dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen formal, standar dan bersifat mengukur (Sukmadinata,2006: 95).

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu. Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2. Menerbitkan obligasi pada tahun 2009 – 2013

3. Menerbitkan laporan keuangan secara periodik pada tahun 2009 – 2013

4. Mencantumkan debt covenant pada catatan atas laporan keuangan

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau non publikasi entah di dalam  atau luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi para peneliti. 

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dan mempublikasikan debt covenant perjanjian utang bank jangka panjang selama tahun 2009 – 2013. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

Alat Analisis yang Digunakan

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2007).

Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kolmogrov-Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Situmorang, 2010:151).

Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel independen adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel independen (Homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji dengan

menggunakan uji Glejser dengan pengambilan keputusan jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas. 

Analisis Regresi

Analisis regresi linear sederhana

Leverage =  +  GO

Analisis uji nilai selisih mutlak

Leverage =  +  GO + +  (GO-DC)

Hipotesis Statistik

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

Author: Daniel Sugama Stephanus

Power & Speed Metal is my music... Adventure is my hobby... Social transformation is my passion...

Leave a comment