PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALIAS AUDIT PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI MALANG

IAN PRADIPTA WIJAYA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKALAH MATE KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Berdasarkan hal tersebut maka akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya. Terlebih dengan adanya kasus keuangan yang menimpa banyak perusahaan yang ikut melibatkan akuntan publik, membuat akuntan publik harus memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Karena dalam kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan auditan yang mampu menyajikan temuan dan melaporkan dengan sesungguhnya tentang kondisi keuangan kliennya. Adapun kualitas audit, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang sangat penting peranannya dalam menentukan kualitas audit tersebut diantaranya adalah kompetensi dan independensi. Oleh karena itu maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1)Apakah kompetensi dan independensi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit. (2)Apakah kompetensi dan independensi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian ini menggunakan Sampel Auditor yang berada di wilayah Kota Malang. karena tidak semua KAP mau diberikan kuisioner maka peneliti menggunakan sampel auditor yang berada di Kota Malang. Penelitian ini diharapkan mampu melihat pengaruh Independensi dan Kompetensi seorang auditor terhadap Kualitas Audit di kota Malang.

Kata-kata kunci: Kompetensi, Indepensi, Auditor Independen, Kantor Akuntan Publik

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Hal ini didasari oleh pekerjaan auditor sendiri yang mana pekerjaan tersebut menuntut independensi dan kejujuran dari dalam diri seorang auditor. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang telah disajikan oleh manajemen perusahaan         dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja,1998). Profesi akuntan publik ini bertanggung jawab dalam menaikan dan menilai kelayakan dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Sehingga masyarakat memperoleh keandalan mengenai informasi dalam laporan keuangan guna mengambil keputusan.

Guna menunjang profesionalismenya sebagai seorang auditor, IAI ( ikatan Akuntan Indonesia)  menetapkan sebuah pedoman bagi seorang auditor, yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan stnadar pelaporan. Pedoman inilah yang harus ditaati dan diikuti oleh seorang auditor guna menunjang profesionalismenya.

Selain standar audit yang telah ditetapka dan telah dibuat, seorang auditor juga harus mentaati kode etik profesi yang mana kode etik ini mengatur mengenai perilaku akuntan publik atau auditor dalam menjalankan praktik profesinya baik didalam masyarakat umum maupun dengan sesama anggota audit. Kode etik ini mengatur berbagai hal mengenai tanggung jawab profesi, kerahasiaan, perilaku profesionalitas serta standart teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

Akuntan publik atau auditor independen yang mengaudit perusahaan klien memiliki posisi strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengembang tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan yang diaudit. Karena perusahaan ingin laporan keuangannya tampak lebih baik oleh pihak luar agar kinerja manajemen tampak baik di mata pihak luar.

Kepercayaan yang diterima dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan audit maka auditor harus meningkatkan kualita audit yang dihasilkan. Skandal dalam negri yang terjadi pada 1998 yang terjadi pada 10 kantor akuntan publik yang diindikasi melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank bank yang dilikuidasi. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan persusahaan didenda oleh Barpepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003).

Karena banyaknya terjadi skandal keuangan, memunculkan pertanyaan pertanyaan mengenai kemampuan auditor dalam mendeteksi trik trik rekayasa atau apakah rekaya tersebut telah diketaui auditor namun auditor ikut menutupi rekayasa tersebut. seperti yang terjadi pada kasus Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003). Oleh sebab itu perlu adanya independensi auditor. Terkait kondisi tersebut, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah komptensi dan independensi auditor tersebut mempengaruhi hasil audit yang dihasilkan oleh auntan publik.

Kualitas audit ini sangant penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu muncul kekhawatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan yang telah dibuat dan profesi akuntan publik.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi dan kualitas audit. Dimana ke dua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Kemungkinan dimana seorang auditor menemukan kesalahan saji tergantung pada kompetensi auditor. Sedangkan pada saat menemukan salah saji tersebut, kemungkinan auditor melaporkan kesalahan tersebut tergantung pada independensi auditor. Sehingga kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas audit.

Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk melakukan

tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum

dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta

memahami industri klien.

Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs (1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk melalui pengetahuan dan pengalaman.

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap auditor, maka kantor auditor sendiri perlu di audit oleh sesama auditor demi menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai stadar kualitas yang tinggi.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar

mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit

dan selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya.

Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai

sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa

audit yang diberikannya.

Atas dasar latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat judul

“Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Malang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah kompetensi dan independensi auditor

berpengaruh terhadap kualitas audit secara simultan dan parsial?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan bukti

empiris bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap

kualitas audit baik secara simultan maupun parsial.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yakni:

1.Manfaat bagi mahasiswa

Dapat mengetahui pentingnya kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

2. Manfaat bagi KAP

Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan hasil dari peneltian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam peningkatan independensi dan kompetensi auditornya.

3. Manfaat bagi universitas

Sebagai media pengetahuan dan pengembangan mengenai kompetensi dan independensi bagi seorang auditor

4. Manfaat bagi masyarakat

Dapat dijadikan acuan mengenai pentingnya suatu independensi dan kempetensi bagi seorang auditor.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Audit

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya  harus memegang prinsip profesi.  Menurt simamora (2002) terdapat 8 prinsip yang dipatuhi akuntan publik yakni:

1. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukan.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publk dan menghormati kepercayaan publik serta menunjukan komitmen atau profesionalisme  

3. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalismenya.

4. kompetensi dab kehati hatian profesional

Setiap anggota harus melakukan jasa profeionalisnya dengan hati hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan pengetahuan dan ketrapilan profesional.

5. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin

6. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan

7. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

8. Perilaku profesional

Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan repurtasi profesi yang baik dan menjahui tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Selain 8 prinsip yang harus dipatuhi oleh seorang audit. Akuntan publik juga harus berpedoman terhadap Standar yang telah ditetapkan yakni Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah ditetapkan oleh Ikantan Akuntan Indonesia (IAI). Standar tersebut terdiri dari Standar umum, Standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP, 2001; 150:1):

1. Standar Umum

Audit harus dilaksanakan oeh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang mencukupi sebagai seorang auditor.

Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertimbangkan oleh auditor.

Dalam pelaksanaan dan penyususnan laporan audit, auditor wajib menggunakan kemahiran profesinalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan harus direncanakan sebaik baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya

Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian inten harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat lingkup pengujian yang akan dilakukan.

Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfrimasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keunagan audit.

3. Standar pelaporan.

Laporan audior harus menyatakan apakan laporan keuangan teah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya

Pengungkapan informatid dalam laporan keunagan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

Laporan auditor harus memuat pernyataa pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluluhan atau suatu asersri.

Oleh sebab itu, seorang audit memiliki fungi untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manjer dan para pemegang saham dengan menggunakna pihak luar sebagai pemberi pengesahan terhadap laporan keungan. Para pemegang saham dapat menggunakan laporan keunagan yang telah di audit sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, auditor dituntut untuk dapat memberikan laporan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidak selarasn yang teradi antara pihak majemen dan pemilik.

Moizer (1986) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit sendiri terpusat pada kinerja yang dilaukan  oleh auditor dan kepatuhan auditor terhadap stnadar yang telah ditetapkan tau digariskan. IAI sendiri menyatakan bahwa audit yang dilakukan oleh auditor dikatakan berkualitas bila memenuhi standar auditing dan standar pnegendalian mutu.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa ;

“Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualita audit. Lebih lanjutm persepsi penggunaan laporan keunganan atas kualitas audit merupakan fungi dari persepsi atas independensi dan keahlian auditor”

Maka dari pendapat diatas, terlihat bahwa audit dituntut oleh pihak yang berempentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dan untuk menjalankan kewajiban, auditor harus memiliki kompetensi, independensi, dan due profesional care. Tetapi dalam fungsinya, auditor sendiri sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Dimana manajemen inin operaso perusahaan atau kinerjanya tampak baik dimata pemegang saham dengan menggambarkan laba yang tinggi dengan maksud agar mendapatkan penghargaan.

Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang perna dilakukan salah satunya adalah oleh Deis dan Gitoux(1992) mereka meneliti faktir penentu kualitas audit di sektor publik dengan menggunakan sampel KAP yang mengaudit intuisi sektor publik. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan kualitas audit. Faktor penentu kualitas audit yang lain adalah pendidikan, struktur audit kemampuan pengawas, profesionalisme dan beban kerja.

2.2 Kompetensi

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama.

Lee dan Stone (1995), mendefinissikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan uuntuk melakukan audit secara objektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus (1986), yang mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan di pergerakannya yang melalui proses pemberlajaran, dari “mengetahui sesuatu”  menjadi “mengetahui bagaimana”. Seperti misalnya dari sekedar pegetahuan yang tergantung pada aturan tertenntu kepada suatu pernyataan yang bersifat intitusif.

Keahlian atau kompetensi diartikan sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit Bedard(1986) dalam Sri Lastanti (2005:88). Berdasarkan uraia tersebut, dapat dikatakan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang berpengetahuan dan berpengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

2.2.1 Pengetahuan

SPAP 2001 mengenai standar umum, menjelasan bahwa ketika melakukan audit, seorang auditor harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seseorang karena dengan demikian auditor akan mempunya banyak pehetahuan mengenai bidang yang digelutinya. Sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih seksama. Selain itu auditor juga akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang makin kompleks (Meinhard, 1987 dalam Harhinto, 2004:35).

Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan keahlian seorang audit pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Secara umum menurut kushayanto (2003) terdapat 5 pengetahuan yang haru dimiliki auditor, yakni:  pengetahuan pengauditan umum, pengetahuan mengenai isu akuntansi yang baru, pengetahuan area fungsional, pengetahuan mengenai bisnis umum serta pengetahuan penyelesaian masalah, pengetahuan mengenai industri khusus.

Sedangkan menutur Murtanto dan Gundono, (1999) terdapta 2 pandangan mengenau keahlian, yakno pangdangan perilaku terhadap keahlian yang didasarkan paradigma einhorn.  Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Yang kedua yakni pandangan kognitif mengenai keahlian dari sudut pandang pengerahuan. Dimana pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat dimasa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).

2.2.2 Pengalaman

Seorang audit dituntut untuk memiliki keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian seorang audit tidak dipengaruhi oleh pendidikan formal, tetapi banyak dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman. Auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan dan memahamu kesalahan secara akurat.

2.3 Independensi

Independen berarti seorang auditor tidak mudah dipengaruhi. Seorang akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur dan tidak hanya jujur terhadap manajemen dan terhadap pemilik perusahaan, namun juga terhadap piak lain yang memberikan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik tersebut (Chrisstiawan, 2002).

Independensi sendiri adlah sikap yang diharapkan oleh seorang akuntan publik atau auditor, dimana seorang auditor diharapkan tidak emmpunya kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritas dan objekrivitas. Hal tersebut tertuang dalam kode etik auditor.

Penelitian terdahulu mengenai independensi telah dilakukan oleh Shockley (1981) dimana terdapat 4 faktor yang mempengaruhi independensi yakni: (1.) Persaingan antar akuntan publik, (2.) Pemberian jasa konsultan manajemen kepada klien (3.) Ukuran KAP, dan (4.) Lamanya hubungan audit.

2.3.1 Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)

Di Indonesia sendirim masa kerja auditor telah diatur dalam keputusan mentri No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akunan publik. Keputusan mentri tersebut membatasi masa kerja auditor dengan klien paling lama adalah 3 tahun untuk klien yang sama. Sementasa untuk Kantor Akuntan Publik diperbolehkan sampai 5 tahun lamanya. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien, sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntasi. Penugasan audit yang terlalu lama dapat mengurangi independensi seoran auditor. Karena auditor merasa puas, kurang inovasi dan kurang ketat dalam menjalankan prosedur audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama dapat pula meningkatkan independesi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisiendan lebih tahan terhadap tekanan klien (Supriyono, 1988)

2.3.2 Tekanan Dari Klien

Saat melakukan tugasnya, auditor sering kali mengalami konflk kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi perusahaan dan kinerjaya tampak berhasil  melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud menciptakan suatu penghargaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan terhadap auditor agar laporan keuangan auditan sesuai dengan keinginan klien. Pada saat tersebut, auditor megalami konflik pribadi, dimana bila menuruti manajemen, maka hal tersebut tentunya melanggar standar profesi. Sedangkan bila tidak menuruti manajemen, maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.

Selain itu tekanan dari kantor akuntan yang lain (KAP) semakin besar, dimana KAP semakin bertambah sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Terlebih mulai banyaknya perusahaan yang melakukan merjer atau akuisi akibat adanya krisis ekonomi. Sehinga KAP akan semakin sulit untuk mendapatkan klien baru dan enggan melepas klien yang sudah ada.

Harianto (2004) menemukan bahwa klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikanfee audit yang cukup besar dan dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Dan probabilitas terhadi kebangkrutan klien yang mempunyai keunagan yang baik cenderung kecil.  Pada kondisi tersebut menyebabkan seorang auditor merasa puas diri dan uran teliti dalam melakukan tugas auditnya.

Untuk memenuhi kualitas audit yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa laporan keungan harus berpedoman pada kode etik, stndar profesi, dan standar akuntansi keunagan yang berlaku di Indonesia. Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitasnya dalam menjalankan tugas dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dapat bertindak adilm tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan ihak tertentu untuk memnuhi kepentingan pribadinya.

2.3.3 Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)

Tuntutan pada profesi auditor untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi kantor akuntan publik. Kejelasan mengenai informasi adanya sistem pengendalian yang berkualitas dan sesuai dengan standar profesi merupak salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas mengenai jasa yang diberikan.

Oleh karena hal ium pekerjaan akuntan pubik dan operasi akuntan publik perlu di audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang lain. Adanya monitor atau audit ini guna melihat keayakan desain sistem pengendalia kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapart mencapai kualitas audit yang tinggi. Peer review ini sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor ini dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit.

2.3.4 Jasa Non Audit

Jasa yang diberikan oleh KAP ini tidak hanya jasa atestasi saja melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa lain seperti penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti 2002). Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan dan akan mempengaruhi kualitas audit sendiri.

Pemberian jasa selain audit merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, kerena manajemen akan meningkarkan tekanan pada auditor agar bersedia mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen sendiri, yakni opini wajar tanpa pengecualian (Harhinto, 2004). Jika saat pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. kemudian auditor tidak mau repurtasinya menjadi buruk karena memberkan alternatif yang salah bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas dari auditor tersebut.

2.4 Kerangka Teoritis

Salah satu fungsi akuntan publik adalah untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keuputusan. Namun sering kali adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan ekseternal perusahaan menuntut aditor untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas supaya dapat digunakan oleh pihak pihak tersebut.

Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang baik karena dengan kedua hal tersebut auditor mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keunagan kliennya. Kemudian dengan sikap independensi yang dimiliki auditor, maka ia dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya. Sehingga kompetensi dan independensi memiliki pengaruh dalam menghasilkan laporan audit yang berkualitas baik proses maupun hasilnya.

2.5 Hipotesis

Hipotesis yang dibuat oleh peneliti yakni

H1 Ada pengatuh secara parsial antara kompetensi dan Independensi auditor terhadap kualitas audit.

H2 Ada pengaruh secara simltan antara kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit.

Kedua hipotesis diatas didasarkan pada perkiraan sementara peneliti yang menyatakan bahwa apabila tingkat kompetensi dan independensi tinggi, maka di duga bahwa tingkat kualitas audit akan meningkat, begitupun sebaliknya jika tingkat kompetensi dan independensi auditor menurun maka kualitas audit akan turun.

3.  METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Robert Donmoyer (dalam Given, 2008) penelitian kuantitatif adalah pendekatan pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik dibanding naratif. Sedangkan menurut Cooper & Schindler (2006), Penelitian kuantitatif adalah riset yang mencoba melakukan pengukuran akurat mengenai sesuatu.

Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.

3.2 Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi auditor yang bekerja di KAP yang terdapat di kota Malang.

Sedangkan untuk sampel penelitian, peneliti menggunakan auditor di 8 KAP yang ada di kota Malang. karena dari beberapa penelitian sebelumnya, tidaksemua KAP mau menerima kuisioner yang telah dibuat dan mau mengisinya.

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yakni Kompetensi Auditor sebagai variabel X1 dan Independensi Auditor sebagai X2. Sedangkan untuk variabel dependen adalah Kualitas Audit sebagai Y.

Kompetensi Auditor (X1) adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Independensi (X2) adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak memunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prisip integritras dan objektivitas

Sedangkan untuk cariabel dependen yakni kualitas audit (Y) adalahh segala kemungkinan (probabiliy) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan meaporkannya dalam laporan keunagan auditan, diman dalam melaksanakan tugasnya auditor berpedoman pada standar audit dan kode etik akuntan publik yang relvan dan berlaku di Indonesia.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yakni tinjauan lapangan, dimana peneliti terjun langsung kelapangan dan membagikan kuisioner kepada auditor yang berada di kota malang dan diharapkan memperoleh data langsung di lapangan melalui kuisioner yang dibagikan

Peneliti juga menggunakan metode dokumentasi, dimana penelitian ini mempelajari literatur dan buku buku serta relevansi yang relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam upaya penyusunan landasan teori yang berguna dalam pembahasan penelitian.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :

1. Data primer

Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Indriantoro dan Bambang Supeno (1999) yang mengatakan bahwa daa primer meruakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat penelitian dilakukan secara langsung. Data primer ini diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada responden, yakni auditor yang berada di KAP kota Malang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Bambang Supeno (1999). Sebagai penelitian empiris atau pendukung penelitian, maka peneliti menggunakan sumber data yang berasal dari artikel, jurnal, dan penelitian terdahulu yang terkait.

3.4 Instrumen Penelitian

Konesep penelitian meliputi konsep kompetensi dan independesi sebagai ariabel bebas, dimana kompetensi diproksikan menjadi 2 sub variabel yakni pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan independensi diproksikan menjadi 4 sub variabel yakni tekanan dar klien, lama hubungan dengan klien, telaah dari auditor lain, dan jasa non audit. Dan variabel terikatnya adalah kualitas audit.

Konsep tersebut diukur dengan memberikan skor untuk tiap jawaban yang diberikan responden melalui kuisioner terututup. Adapun untuk pemberian skornya telah ditetapkan. Berikut tabel penilaian atau skor alternatif dari setiap pernyataan yang diberilkan dan akan digunakan dalam penelitian.

Jenis PernyataanJenis JawabanSkor
PositifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5
NegatifSangat Tidak Sesuai (STS)1
Tidak Sesuai (SS)2
Ragu-ragu (R)3
Sesuai (S)4
Sangat Sesuai (SS)5

Bentuk pernyataan tersebut terbagi menjadi positif dan negati. Tabel berikut menyajikan mengenai keterangan setiap jenis pernyataan yang terdapat dalam instrumern

Variabel PenelitianSub Variabel PenelitianJenis PernyataanNomer Pernyataan
Kompetensi1. Pengetahuanpositif1,3,4,6
negatif2,5
2. Pengalamanpositif7,8,10
negatif9
Independensi3. Lama Hubungan dengan klienpositif1,2
negatif3
4. Tekanan dari Klienpositif5
negatif4,6,7,8,9,
5. Telaah dari rekan Auditpositif
negatif10,11
6. Jasa non auditpositif12,14
negatif13
Kualitas auditpositif2,3,4,5,6
negatif1

3.5 Model dan Teknik Analisis Data

3.5.1 Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Linear Regression Analysis). Purbayu (2005) mengemukakan bahwa korelasi berganda adalah hubungan dari beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari satu variabel independen, hubungan kedua variabel tersebut disebut analisis regresi berganda (Wahid Sulaiman, 2004)

Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut :

Y =α + β1X1 + β2X2 + e

Keterangan :   Y : Kualitas Audit.

X1 : Kompetensi Auditor.

X2 : Independensi Auditor.

α : Konstanta.

β : Koefisien Regresi.

e : Error.

3.5.2 Teknik Analisis Data

3.5.2.1 Uji Kualitas Data

Komitemen pengukuran dan pengujian suatu kuesioner atau hipotesis sangat bergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. data penelitian tidak berguna bila instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak memiliki reabilitas (tingkat keandalan) dan validity (tingkat kebenaran). Pengujian pengujuran tersebut masing masung menunjukan konsisternsi dan akurasi data yang dikumpulkan. Pengujian ini menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solituon)

a. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran yang meunjukan sejauh mana instrumen pengukuran tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh penguji (Purbaya, 2005). Uji ini dotunjukan guna mengukut seberapa nyata suatu pengujian atau instrument. Dikatakan valid bila mengukur tujuannya dengan nyata dan benar.

Pengujian validitas data dilakukan secara statistik dengan menghitung korelasi antara masing masing pertanayaan dengan skor total. Data dikatakan valid bila r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel pada signifikansi 5% (0,05)

b. Uji Realinilitas

Realibilitas adalah ukuran yang menunjukan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan. Reliabilitas variabel yang dibentuk dari daftar pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha < dari 0,60

3.6.2.2 Uji Asumsi Klasik

Untuk memperoleh nilai yang tidak bias, maka model regresi harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut asusmsi kelasik. Asumsi kelasi tersbeut yakni:

a.Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya terdistribusi normal atau tidak (Goazli, 2005). Model regresi yang baik adalah yang memiliki data normal atau mendekati normal.

Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan SPSS untuk pengujian terhadap tiap bariabel. Untuk mendeteksi normalitas suati data, data dikatakan normal bila jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Nugroho, 2005: 24 dalam Jimmy, 2007).

b. Multikolinearitas

Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas yang  satu dengan variable bebas yanglain. Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas. Gejala multikolinearitas adalah gejala korelasi antarvariabel independen. Gejala ini ditunjukkan dengan korelasi yang signifikan antarvariabel independen. Apabila

terjdi gejala multikolinearitas, salah satu langkah untuk memperbaiki model adalah dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model yang paling baik (Purbayu, 2005: 238). Wahid Sulaiman (2004: 89).

Uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance.Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,10 maka tidak terjadi gejala Multikolinieritas (Ghozali, 2005:92).

c. Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas (Ghozali, 2005 :105). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas(Ghozali, 2005 :105). Salah satu uji untuk menguji heterokedastisitas ini adalah dengan melihat penyebaran dari varians residual (Purbayu, 2005: 242).

3.5.2.3 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan analisis regresi linear yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompetensi dan indepensi auditor sebagai variabel independen terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen. untuk menguji hipotesis mengenai kompetensi dan indepensi

auditor secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, digunakan pengujian hipotesis secara simultan dengan uji F dan secara parsial dengan uji t. a. Uji Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Untuk menentukan nilai t tabel ditentukan dengan tingkat signifikasi 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k- 1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika t hitung > t tabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Jika thitung < ttabel (n-k-1) maka Ho diterima

Selain itu uji t tersebut dapat pula dilihat dari besarnya probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Utuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara parsial terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

b. Uji Simultan (Uji F)

Uji F ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variable-variabel independen (bebas) terhadap variable dependen (terikat).Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika Fhitung> Ftabel (n-k-1) maka Ho ditolak

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) berpengaruh terhadap nilai variabel

( Y ) Jika Fhitung< Ftabel (n-k-1) maka Ho diterima

Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) tidak berpengaruh terhadap nilai

variabel (Y). Selain itu uji F dapat pula dilihat dari besarnya

probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (Taraf signifikansi α = 5%). Adapun Kriteria pengujian yang digunakan adalah :

Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

Dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan alpha 5% atau 0,05 maka hasil uji F dapat dihitung dengan bantuan program SPSS pada table ANOVA.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari variabel independen X1,X2 secara bersama-sama terhadap kualitas audit sebagaivariabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.

Daftar Pustaka

Irawati. 2011. Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit pada kantor akuntan publik di makassar. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Hasanuddin Makasar

Amirin, Tatang. 2009. Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel dari Populasi Tak Terhingga dan Tak Jelas.

Elfarini, Eunike Christina. 2007. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah. Skripsi Fakultas Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Ghozali, Imam.2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : BP Undip

Gujarati, D.1999. Ekonometrika (Alih bahasa: Sumarno Zein). Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Salemba Empat: Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supeno. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi I Yogyakarta : BPFE

Kusharyanti. 2003. Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit Dan Kemungkinan Topik Penelitian Di Masa Datang. Akuntansi dan Manajemen (Desember).

PENGARUH PASAR NON-REGULASI TERHADAP KUALITAS AUDIT

Tifanny Cornelia & Daniel Sugama Stephanus

Artikel Teori Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Ma Chung

Kabupaten Malang

2014

ABSTRACT

Secara teori, adanya konsentrasi tinggi akan mengurangi kualitas audit yang dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan mengapa audit persaingan pasar menerima banyak perhatian dari regulator untuk merumuskan kebijakan pubik yan mengatur mengenai pelatihan auditor.  Terjadinya pembubaran KAP Arthur Andersen pada tahun 2002 menyebabkan kekhawatiran regulasi mengenai pengaruh terhadap kualitas audit. Melihat sejauh mana pengaruh pasar non-regulasi terhadap kualitas audit.

Keywords: Kualitas audit, pasar non-regulasi

  1. LATAR BELAKANG

Perkembangan bisnis saat ini membuat berbedanya tujuan investor dengan manajer. Menurut Jensen dan Meckling (1976) memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen, manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak selalu sejalan, maka sering terjadi benturan kepentingan antara prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk mengelola perusahaan.

Menurut Gavious (2007), mengatakan bahwa masalah keagenan auditor bersumber pada mekanisme kelembagaan antara auditor dan manajemen. Disatu pihak, auditor ditunjuk oleh manajemen untuk melakukan audit bagi kepentingan pemegang saham, namun dilain pihak, jasa audit dibayar dan ditanggung oleh manajemen. Hal ini menciptakan benturan kepentingan yang tidak dapat dihindari oleh auditor. Mekanisme kelembagaan ini menimbulkan ketergantungan auditor kepada kliennya, sehingga auditor merasa kehilangan independensinya dan harus mengakomodasi berbagai keinginan klien, dengan harapan agar perikatan auditnya dimasa depan tidak terputus.

Akibat krisis global yang baru terjadi pada tahun 2008 yang lalu, para pemimpin negara-negara G20 (dalam London Summit 2008) memutuskan beberapa kebijakan yang akan diambil dalam reformasi perekonomian. Salah satu kebijakan yang penting adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam pasar modal, termasuk meningkatkan kualitas audit dari Akuntan Publik untuk menjamin keterbukaan dan akurasi informasi keuangan perusahaan. Akuntan Publik adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (yaitu pemegang saham, terutama publik sebagai salah satu partisipan aktif dalam pasar modal) dengan pihak agen, yaitu manajer sebagai pengelola keuangan perusahaan. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, auditor harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, tetapi juga bagi masyarakat luas.

Walaupun disadari bahwa kualitas audit sangat penting bagi kelancaran sistem perekonomian suatu negara, terutama bagi aktifitas investasi di pasar modal, namun terdapat satu permasalahan utama dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas audit, yaitu menemukan metode yang handal untuk mengukur kualitas audit secara akurat. Menurut Carey & Simnet (2006), Salah satu metode handal dengan proksi yang terukur adalah dengan menggunakan informasi dari laporan audit dan laporan keuangan. Penelitian mengenai konsentrasi pasar sebelumnya dilakukan oleh Arfiansyah dan Siregar (2007) hanya meneliti pengaruh regulasi rotasi terhadap struktur pasar jasa audit di Indonesia dengan menggunakan data tahun 2000 sampai 2005. Penelitian tersebut menggunakan Herfindahl Indeks dengan menggunakan total aset klien audit dan jumlah klien audit. Hasil penelitian mereka belum memberikan hasil yang konklusif, dimana dengan menggunakan jumlah klien audit menunjukan regulasi rotasi menurunkan konsentrasi pasar audit.

2.  LANDASAN TEORI

  • Kualitas Audit

Menurut Lewensohn et al., (2007) dalam Fitriany (2011) kualitas audit dapat diukur dengan menggunakan berbagai proksi kualitas audit seperti ukuran auditor (Mansi et al., 2004), kualitas laba (Kim, 2002), reputasi KAP (Beatty, 1989), besarnya audit fee (Copley, 1991), adanya tuntutan hukum pada auditor (Palmrose, 1988) dan lain lain. Kualitas audit dapat juga diukur dengan menggunakan pendekatan langsung seperti sejauh mana ketaatan KAP terhadap standar pemeriksaan audit (Dang, 2004 dalam Fitriany 2011) dan menggunakan persepsi dari berbagai pihak terhadap proses audit yang dilakukan KAP.

Salah satu cara untuk mengukur kualitas hasil pekerjaan auditor adalah melalui kualitas keputusan-keputusan yang diambil. Menurut Bedard & Michelene (1993) ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah keputusan secara umum, yaitu outcome oriented dan process oriented.

Untuk pendekatan yang berorientasi proses, Li Dang (2004) juga O’Keefe et al., (1994) berpendapat bahwa dalam konteks Amerika Serikat, kualitas keputusan diukur dengan:

1. Tingkat kepatuhan auditor terhadap General Acceptance on Auditing Standards.

2.  Tingkat spesialisasi auditor dalam industri tertentu.

Bagi pendekatan yang berorientasi hasil, Francis (2004) mengukur kualitas audit melalui hasil audit. Ada dua hasil audit yang dapat diobservasi yaitu

  1. laporan audit
  2. laporan keuangan.

Ukuran yang dapat diobservasi dalam laporan audit adalah kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan bangkrut (Carey dan Simnett 2006)

  • Pasar Non-Regulasi

Menurut Wolk et al. (2001) ada beberapa argumen yang berbeda mendukung kasus pasar tanpa regulasi. Argumen semuanya berhubungan dengan insentif untuk perusahaan yang melaporkan informasi tentang dirinya pada pemilik dan pasar modal secara umum. Agency theory menjelaskan bagaimana insentif hidup untuk pelaporan sukarela pada pemilik. Kerelaan yang lebih luas melaporkan pada pasar modal dijelaskan oleh signalling theory dan persaingan di pasar modal. Terakhir, timbul desakan bahwa banyak informasi tidak dilaporkan secara secara sukarela akan mendapatkan melalui kontrak pribadi. Argumentasi yang mendukung non-regulasi pasar lebih luas pada dasarnya adalah teori deduktif.

  • Agency Theory

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.Menurut Wolk et. al. (2001), teori agensi ilmu ekonomi memprediksikan dan menjelaskan perilaku bagian yang terlibat dalam sebuah perusahaan. Secara hukum seorang agen adalah seseorang yang bekerja untuk kepentingan orang lain. Teori agensi ilmu ekonomi dibangun di atas konsep legal dari agensi. Teori agensi memandang perusahaan sebagai sebuah persimpangan hubungan keagenan dan mencoba memahami perilaku organisasi dengan menguji bagaimana bagian-bagian pada hubungan keagenan dalam perusahaan memaksimalkan manfaat untuk masing-masing.

Salah satu hubungan yang banyak adalah antara kelompok manajemen dengan pemilik perusahaan. Manajer digaji oleh pemilik untuk menjalankan mengelola aktivitas perusahaan, dengan demikian terbangunlah hubungan keagenan. Tujuan manajer dan pemilik mungkin bukan merupakan kesepakatan yang sempurna. Sangat mudah melihat bagaimana dalam maksimalisasi manfaat untuknya, perilaku manajer akan menjadi konflik dengan kepentingan pemilik. Pemilik berkepentingan intuk memaksimalkan ROI dan harga surat berharga, sementara manajer mempunyai kebutuhan ekonomi dan psikologi yang lebih luas, termasuk maksimalisasi total konpensasi mereka. Karena konflik yang potensial ini, pemilik dimotivasi mengontrak manajer, seperti dengan jalan meminimalisasi konflik tujuan antara kedua kelompok. Biaya yang dikeluarkan untuk memantau kontrak keagenan dibebankan pada manajemen, dan biaya-biaya ini akan mengurangi kompensasi manajer. Selanjutnya, manajer akan mendapatkan insentif dan menjaga agar biaya rendah dengan tidak adanya konflik dengan pemilik.

Teori agensi memposisiskan konflik antara manajemen dan pemilik dapat diredakan dengan pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan yang rutin adalah satu cara pemilk memonitor kontraknya dengan manajemen.  Akuntan merujuk pada tipe tradisional dari pelaporan sebagai pelayanan atau pertanggungjawaban pada pemilik. Teori agensi juga digunakan untuk menjelaskan permintaan untuk audit. Fungsi auditor adalah pemeriksa independen dari laporan keuangan yang disampaikan manajer pada pemilik. Sejarah perkembangan pelaporan keuangan dan auditing didukung argumentasi teori agensi.

Minimalisasi biaya monitoring keagenan adalah insentif ekonomi untuk manajer untuk melaporkan hasil akuntansi yang dapat dipercaya oleh pemilik. Insentif berasal dari kenyataan bahwa manajer dinilai dan dibayar dengan dasar, sebaik apa yang dilaporkannya. Pelaporan yang baik akan menaikkan reputasi seorang manajer dan reputasi yang baik akan menghasilkan kompensasi yang lebih tinggi karena biaya memantau keagenan akan minim jika pemilik merasa laporan akuntansi dapat dipercaya.

  • Competitive Capital Market and Signalling Incentives

Menurut Wolk et al., (2001) teori agensi memberi sebuah framework untuk menganalisa insentif pelaporan keuangan antara manajer dan pemilik. “teori sinyal” menjelaskan mengapa perusahaan memiliki insentif bagi pelaporan secara sukarela pada pasar modal meskipun tidak ada keharusan persyaratan untuk melaporkan, firma saling bersaing agar jarang mendapatkan risiko modal dan dengan kesukarelaan pengungkapan sangat diperlukan untuk bersaing agar jarang mendapatkan resiko modal dan dengan kesukarelaan pengungkapan sangat diperlukan untuk bersaing sukses pada pasar untuk modal resiko. Kemampuan perusahaan meningkatkan modalnya akan bertambah jika perusahaan mempunyai reputasi yang baik dengan mematuhi aturan pelaporan keunagan. Sebagai tambahan, pelaporan yang baik akan merendahkan biaya modal perusahaan karena hanya sedikit ketidakpastian terhadap perusahaan yang melaporkan secara luas dan dapat di percaya, sehingga resiko investasi sedikit dan kewajiban rate of return yang lebih rendah.

Dalam konteks teori signalling, pemerintah berusaha untuk memberikan sinyal yang baik kepada rakyat (Evans & Patton 1987). Tujuannya agar rakyat dapat terus mendukung pemerntah yang saat ini berjalan sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Laporan keuangan dapat dijadikan sarana untuk memberikan sinyal kepada rakyat. Kinerja pemerintahan yang baik perlu diinformasikan kepada rakyat baik sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun sebagai bentuk promosi untuk tujuan politik. Teori sinyal mengemukakan tentang bagaiamana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari perusahaan lain.

Dalam kerangka teori sinyal disebutkan bahwa dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara manajer perusahaan dan pihak luar, hal ini disebabkan karena manajer perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (Wolk et al., 2000). Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri informasi tersebut. Salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, berupa informasi keuangan yang positif dan dapat dipercaya yang akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kesuksesan perusahaan (Wolk et al., 2000).

Insentif diadakan untuk mempersiapkan prospektus secara sukarela pada saat terjadi kenaikan modal dan dilaporkan secara teratur untuk menjaga kelanjutan kepentingan investor pada peusahaan. Perusahaan dengan kinerja yang baik memiliki kekuatan insentif untuk melaporkan hasil operasinya. Tekanan persaingan juga sebuah kekuatan yang mendorong perusahaan tetap melaporkan walaupun mereka tidak menghasilkan sesuatu yang baik. Mendiamkan (sebuah kegagalan untuk laporan) akan dianggap sebagai berita buruk. Perusahaan dengan berita yang normal akan termotivasi untuk melaporkan hasil mereka untuk menghindari dicurigai memiliki hasil yang tidak baik. Tinggallah perusahaan yang buruk yang tidak melaporkan. Situasi ini akan membuat perusahaan dengan ‘berita buruk’ untuk mengungkapkan hasil untuk menjaga kredibilitasnya di pasar modal.

Insentif ekonomi untuk melaporkan (meskipun berita buruk)  adalah jantung dari argumentasi teori sinyal untuk pelaporan keuangan secara sukarela. Terdapat ketidakseimbangan informasi antara perusahaan dengan pihak luar karena pihak dalam (perusahaan) mengetahui lebih banyak tentang perusahaan dan prospeknya pada masa yang akan datang daripada pihak luar (investor). Situasi ini menimbulkan ketidakpastian informasi, sehingga investor akan memproteksi diri dengan menawarkan harga yang lebih rendah untuk perusahaan. Bagaimanapun, nilai sebuah perusahaan dapat ditingkatlan bila perusahaan laporan -dengan sukarela melaporkan (sinyal) informasi tentang dirinya- dapat dipercaya dan hal tersebut akan mengurangi ketidakpastian investor tentang prospek masa depan perusahaan. Pertumbuhan pokok teoritis dan riset empirik mendukung argumen insentif untuk pengungkapan keuangan secara sukarela (sebagai kebalikan dari kewajiban).

Riset terhadap dampak sinyal dari ramalan earnings manajemen dengan pengungkapan sukarela, sebenarnya memilki dua aspek sinyal

  1. The surprise of the income numbers forecast/kejutan terhadap angka laba yang diramalkan
  2. The surprise attributable to the earnings forecast itself/kejutan yang diakibatkan ramalan earning tersebut

Dari keduanya, dengan cukup mengejutkan periset menemukan bahwa ramalan pada hakikatnya kejutannya lebih penting daripada kedua elemen sinyal di atas. Riset teranyar lainnya yang difokuskan pada standar dimana sebuah tahap panjang seperti periode yang menyajikan SFAS No. 106 pada manfaat lain paska penghentian. Pada awal penggunaannya, secara umum diartikan sebagai ‘berita baik’, diakhirnya secara umum mengindikasikan ‘berita buruk’. Menggunakan riset analitis, hipotesis Frantz, dimana alternatif-alternatif akuntansi yang ada  (misalnya; penyusutan garis lurus vs dipercepat). ‘Berita baik’ disinyalkan dengan mengambil pilihan laba yang lebih rendah dan ‘berita buruk’ disinyalkan dengan mengambil alternatif laba yang lebih tinggi. Dalam kasus terdahulu, perusahaan mensinyalkan bahwa mereka memiliki prospek earning dan arus kas yang baik pada masa yang akan datang, karenanya kesempatan melanggar kesepakatan hutang relatif rendah. Pada kasus terakhir, laba yang lebih tinggi mensinyalkan pasar dimana perusahaan tidak dapat mengambil kesempatan melanggar kesepakatan hutang.

Beberapa fakta empiris yang ada bahwa pelaporan yang disyaratkan  SEC bukanlah perbaikan yang signifikan melebihi pelaporan yang sukarela, yang diprioritaskan pada 1933 dan 1934 acts. Sebuah studi menyimpulkan bahwa prospektus yang disyaratkan SEC tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas surat berharga yang ditawarkan untuk pelanggan publik. Studi lain menguji pelaporan annual secara sukarela lebih diutamakan dibandingkan SEC 1934 dengan 10.000 annual report. Kesimpulan dasar pada studi adalah pelaporan yang diwajibkan SEC telah ditemukan pada (pelaporan atas) dasar sukarela. Temuan ini menyebutkan tidak ada kualitas atau manfaat dari pengungkapan, namun mendukung argumen bahwa pengungkapan secara sukarela akan terjadi pada sebuah pasar modal yang kompetitif.

  • Private Contracting Oppurtunities

Menurut Wolk et. al. (2001) argumen yang mendukung pasar non-regulasi adalah presumsi bahwa setiap orang yang dengan sungguh-sungguh menginginkan informasi tentang sebuah perusahaan akan dapat memperolehnya. Beberapa bagian dengan sendirinya akan membuat kontrak untuk informasi dengan perusahaan, atau dengan pemilk atau secara tidak langsung melalui perantara informasi, seperti analis saham. Jika informasi sungguh-sungguh diinginkan harus tersedia publikasi dan gratis setiap pribadi dapat membeli informasi yang diinginkan. Dengan cara ini, kekuatan pasar semestinya dihasilkan pada alokasi yang optimal dari sumber-sumber kepada produksi informasi.

Sebuah pengujian dari pasar saham, menyatakan bahwa masyarakat memang akan melakukan kontrak secara pribadi untuk informasi. Pasar surat berharga adalah lebih banyak sebagai pasar untuk informasi sebagaimana sebuah pasar untuk surat berharga. Surat kabar investor hanya tersedia untuk pelanggan, merupakan contoh yang baik dari membayar untuk informasi pribadi. Pembelian yang agak kurang formal adalah perusahaan pialang untuk pertimbangan investasi. Biaya untuk pertimbangan investasi tersebut merupakan biaya yang seharusnya termasuk bea komisi.

Setiap pribadi berkesempatan melakukan kontrak untuk informasi tambahan, argumen bahwa intervensi pasar dalam bentuk aturan mewajibkan pengungkapan adalah tidak berguna dan tidak diinginkan. Dalam pandangan ini, permintaan terhadap informasi akan optimal jika kekuatan pasar menentukan produksi (penawaran) dan pengungkapan informasi akuntansi. Beberapa fakta yang ada perubahan filosofis pada arahan ini oleh SEC. Seorang komisioner SEC mengatakan sistem yang mewajibkan pengungkapan mungkin tidak menjadi jalan yang efektif untuk pengiriman informasi ke pasar modal dan hal itu tidak menjalankan maksud untuk memaksa masyarakat investasi dengan informasi yang mereka tidak ingin. Ini mengingatkan bagaimana SEC agar mengimplementasikan sebuah program besar untuk men-deregulasi pengungkapan.

  • Kegagalan Pasar

Menurut Wolk et. al. (2001) ada beberapa argumen yang menyokong regulasi karena kegagalan pasar. Argumen-argumen tersebut memberi perhatian pada perusahaan sebagai pemasok monopoli dari informasi, kegagalan dari pelaporan keuangan mengantisipasi kecurangan dan kebangkrutan dan barang publik adalah sifat dasar informasi akuntansi dan pelaporan keuangan. Argumen yang menjadi penyebab terjadinya kegagalan pasar adalah sebagai berikut.

  1. Perusahaan memonopoli pasokan informasi tentang dirinya.

Situasi ini menciptakan peluang untuk membatasi produksi informasi dan penentuan harga secara monopoli, jika pasar tidak diregulasi. Kewajiban melakukan pengungkapan akan menghasilkan lebih banyak informasi dan biaya yang lebih rendah pada masyarakat dari yang dapat dicapai pada pasar non-regulasi. Sejak perusahaan memonopoli, ia akan memperoleh skala ekonomis dalam produksi dari informasi spesifik perusahaan. Bagaimanapun dengan menjadi produsen monopoli, perusahaan akan memproduksi lebih rendah (melaporkan lebih rendah) informasi dan menetapkan biaya secara monopoli. Kemungkinan situasi ini terjadi pada industri utilitas. Solusi tindakan pengaturan pada industri utilitas adalah mengijinkan monopoli produksi, tetapi mengatur harga.Dengan regulasi akuntansi, argumennya adalah akan lebih baik untuk menekan mewajibkan pelaporan daripada memiliki individu yang bersaing membeli informasi secara pribadi dan pada harga monopoli. Dengan kata lain, mewajibkan pengungkapan publik merupakan metoda mengefektifkan biaya (cost-effective method) untuk mendapatkan informasi yang spesifik bagi yang menginginkannya. Biaya produksi dari kewajiban persyaratan pelaporan mungkin sangat kecil sejak sebagian besar dari informasi dasar dihasilkan sebagai produk sampingan dari sistem akuntansi internal. Jika biaya produksi informasi marginal rendah, maka biaya sosial dihubungkan dengan kewajiban persyaratan akan kecil, dan catatan sebelumnya, pengungkapan kewajiban akan menghemat uang investor jika alternatifnya adalah kontrak pribadi. Argumen yang sangat menarik, walaupun kurang dalam pemeriksaan empirik. Jika biaya produksi tidak rendah, siapapun yang akan menanggung biaya produksi menjadi bebas pengungkapan publik. Perusahaan akan menampung atau meninggalkan biaya regulasi pada konsumen dan oleh karena itu, pemilik atau konsumen dan mensubsidi biaya informasi. Inilah yang menaikkan isu siapa yang menanggung biaya regulasi pelaporan keuangan.

  • Kegagalan pelaporan keuangan dan audit

Kecaman terhadap praktik akuntansi dan proses penyusunan standar umum difokuskan pada apa yang diduga pelaporan keuangan berkualitas rendah, walaupun di bawah regulasi. Alasan yang diungkapkan adalah standar akuntansi dan auditing yang buruk, terlalu banyak fleksibilitas manajemen dalam pilihan kebijakan akuntansi dan kelemahan auditor secara berkala.

Kecurangan perusahaan tidak terdeteksi oleh auditor dan kelalaian perusahaan tidak ditandai lebih lanjut oleh salah satu dari laporan keuangan atau laporan audit seperti yang disebut sebagai fakta bahwa sistem pelaporan keuangan telah gagal melindungi kepentingan publik. Argumennya adalah regulasi yang lebih baik, berguna untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan tujuan melindungi kepentingan publik dari kecurangan dan kelalaian.Ekonomi kapitalis didasarkan pada kompetisi pasar modal sektor swasta. Informasi merupakan bagian penting dari infrastruktur pasar modal. Pelaporan keuangan yang baik diperlukan untuk menciptakan kepercayaan investor pada kejujuran pasar modal sehingga tabungan terhubungkan dengan investasi yang produktif. Sebagai tambahan, informasi yang baik akan memimpin kepada keputusan investasi dan alokasi modal yang lebih baik, keduanya merupakan manfaat secara sosial. Wajar bila pelaporan yang buruk memiliki dampak sebaliknya. Penganjur regulasi bertanya jika perusahaan dengan nyata dapat dipercaya melaporkan secara penuh dan secara akurat, kenyataannya sifat dasar persaingan di pasar modal dapat mengurangi pelaporan yang menyesatkan, setidaknya pada sebagian kecil perusahaan pada jangka pendek. Dengan demikian regulasi akuntansi keduanya sangat bermanfaat dan pada kepentingan publik mencegah perusahaan dari pelaporan yang buruk atau menyesatkan. Inilah kontra-argumen pada gagasan yang mengatakan pasar modal yang kompetitif akan menciptakan pelaporan sukarela melalui signalling incentive.Tipe kecaman ini, menimbulkan pertanyaan yang bermanfaat tentang nilai informasi akuntansi dan mampu menyajikan sebagaimana sebuah pendorong untuk melakukan review standar akuntansi dan auditing. Ini juga dapat jadi katalis untuk mendiskusikan kuantitas dan kualitas dari kewajiban akuntansi dan auditing yang akan menjadi kepentingan publik sebaik sejumlah regulasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Bagaimanapun, kesalahan dan kelalaian perusahaan terkadang tidak perlu diartikan sebagai kesalahan yang terjadi pada sistem pelaporan keuangan. Regulasi akuntansi tidak akan mencegah terjadinya kecurangan dan kelalaian, resiko dalam investasi tidak dapat dieliminasi, tidak masalah bagaimana banyaknya akuntansi dan auditing diperlukan, resiko merpakan sesuatu yang inheren dalam investasi. Peningkatan regulasi pelaporan keuangan akan mengurangi kemungkinan kecurangan dan kelalaian yang tidak terdeteksi, tetapi tidak akan pernah bisa menghabiskannya. Beberapa argumen yang mendukung perluasan regulasi harus juga mempertimbangkan biaya regulasi. Dalam semua sistem pengendalian atau pengaturan selalu terjadi sebuah titik dimana manfaat marjinal dari pengendalian lebih sedikit dari biaya marjinal. Ini jelas tidak bermaksud jika manfaat melebihi biaya dibawah yang disyaratkan, halangan ke dalam kemungkinan perluasan regulasi.

  • Akuntansi sebagai sebuah barang publik

Kegagalan pasar juga dapat terjadi karena apa yang disebut sebagai barang publik. Barang publik adalah komoditas yang diproduksi sekali bisa dikonsumsi tanpa mengurangi kesempatan untuk mengkonsumsi oleh yang lain. Kondisi yang terjadi karena hak properti lunak berhubungan dengan barang-barang tersebut. Contoh barang publik yang murni adalah sinyal radio dan jalan raya. Dalam kasus sinyal radio, Radio Publik Nasional memiliki stasiun berijin pada universitas yang didengar publik pada frekuensi FM. Stasiun-stasiun ini mencoba untuk meningkatkan jumlah anggaran operasi mereka dari pendengar dan dengan susunan rencana yang jelas. Ketika secara umum mencapai kesuksesan, masalah barang publik harus diatasi karena sinyal tersedia tanpa biaya pada semua orang yang mempunyai radio dalam wilayah dengar. Secara kontras, barang pribadi mempunyai hak properti keras yang bukan pembeli tidak dapat mengkonsumsinya.Barang publik tidak diproduksi pada pasar bebas yang memiliki apa yang dinamakan eksternalitas. Eksternalitas terjadi jika seorang produsen tidak bisa menginternalisasi (membebankan) biaya produksi kepada semua pengguna barang. Dengan sedikit mengabaikan teknik berbahasa, dampak eksternalitas adalah produsen barang publik mempunyai keterbatasan insentif untuk memproduksi karena semua konsumen tidak bisa dikenakan biaya untuk barang tersebut. Masyarakat yang mengkonsumsi barang publik tanpa membayar disebut free riders (penunggang gratis). Permintaan sesungguhnya untuk barang publik tidak terungkap di pasar free riders dapat menggunakan barang tanpa biaya. Akibatnya produksi lebih rendah dari permintaan. Produksi yang rendah dari barang publik dianggap sebagai kegagalann pasar karena produsen tidak termotivasi untuk menemukan permintaan riil pada barang publik. Satu-satunya cara meningkatkan produksi adalah melalui intervensi regulasi.  Tidak dapat dielakkan biaya free riders harus ditanggung oleh masyarakat seluruhnya jika produksi disubsidi untuk menemukan permintaan sesungguhnnya dari barang publik. Tampaknya informasi akuntansi merupakan barang publik. Ia dapat dilalui secara gratis dari orang ke orang dan setiap orang dapat mengkonsumsi isi dari informasi tersebut. Karena karakteristik ini, informasi akuntansi memiliki kualitas sebuah barang publik. Terdapat dua aspek regulasi pelaporan keuangan yang meningkatkan nilai sosial (eksternalisasi), tidak hanya didapatkan secara pribadi. Pertama, peningkatan keterbandingan akuntansi antar banyak perusahaan. Kedua, meningkatkan kepercayaan pasar sekuritas Keduanya beroperasi untuk mengurangi resiko informasi pada pasar modal dan semestinya sebagai sebuah hasil manfaat kemasyarakatan dirasakan melalui resiko investasi yang rendah. Tetapi, jika informasi akuntansi adalah barang publik, perusahaan tidak mempunyai insentif yang kuat untuk menghasilkan  dan menjual informasi akuntansi tentang dirinya sendiri. Pada sebuah pasar bebas, peluang kontrak secara pribadi untuk informasi perusahaan yang spesifik akan dibatasi dan selanjutnya inti dari satu argumen yang mendukung pasar non-regulasi akan tertantang secara serius. Akibatnya, akan terjadi produksi informasi yang rendah pada pasar non-regulasi. Intervensi dalam bentuk kewajiban persyaratan pelaporan perlu dipertimbangkan untuk meyakinkan ditemukannya permintaan riil untuk informasi akuntansi.

  • BEDAH KASUS
    • Kasus Enron

Enron adalah sebuah perusahaan “Houston Natural Gas” dengan “InterNorth” yang dibentuk pada tahun 1985. Pada tahun 1997 Enron membeli perusahaan pembangkit listrik “Portland General Electric Corp” senilai $2 milyar. Sebelum tahun 1997 berakhir, manajemen mengubah perusahaan tersebut menjadi “Enron Capital and Trade Resources” yang menjadi perusahaan Amerika terbesar yang menjual belikan gas alam serta listrik. Pendapatan meningkat drastis dari $2 milyar menjadi $7 milyar dengan karyawan yang juga tumbuh dari 200 orang menjadi 2.000 orang.

Dikarenakan tidak cukup nya prestasi, Enron membentuk “Enron Online” (EOL) pada bulan Oktober 1999. Poda Januari 2000, Enron mengumumkan sebuah rencana besar yang amat ambisius untuk membangun jaringan elektronik broadbrand yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas jaringan penjualan brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta listrik. Enron membiayai ratusan juta dollar guna melaksanakan program ini, walaupun keuntungannya belum nampak, namun harga saham Enron di Wall Street melonjak menjadi $40, bahkan meningkatkan menjadi $90,56. Sehingga Enron dinyatakan oleh majalah Fortune maupun media lain sebagai “one of the most admire and innovative companies in the world”.

Kejatuhan Enron bermula dari dibukanya partnership partnership yang bertujuan untuk menambah keuntungan Enron. Partnership – partnership yang diberi nama “special purpose vehicle” memang memiliki karakteristik yang istimewa. Enron mendirikan kongsi dengan seorang partner dagang. Partner dagang biasanya hanya satu untuk setiap partnership dan kongsi  dagang ini menyumbang modal yang sangat sedikit, sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan. Secara hukum perusahaan di Amerika, apabila induk perusahaan berpartisipasi dalam partnership dimana partner dagang menyumbang sedikitnya 3% dari modal keseluruhan. Maka rencana partnership ini tidak perlu dikonsolidasi dengan neraca dari induk perusahaan.

Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditunjukan kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC), badan tertinggi pengawasan perusahaan ke partnership publik di Amerika. Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership-partnership tersebut. Sehingga laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $90 pada bulan Februari 2001.

Kegagalan untuk meningkatkan credit ratingnya mendorong Enron untuk meningkatkan margin dengan memperbesar paper profit dan penurunan nilai aset yang ditransfer ke Special Purpose Vehicle (SPV). Untuk meningkatkan modal dan melindungi risiko, Enron memanfaatkan SPV, bekerjasama dengan pihak luar sebagai “keranjang sampah” untuk menambah aset dan kewajiban. Termasuk tempat pembuangan aset yang mengalami penurunan nilai. Lindung nilai untuk meng-offset kerugian Enron dan memanfaatkan derivatives. Karena tidak dikonsolidasikan, maka laporan keuangan Enron tidak terganggu.

Kerugian yang diderita SPV tertutup oleh saham Enron. Tiga dari 2000 SPV dipimpin Festow dari 1999 sampai Juli 2001. Membayar Festow lebih dari $30 juta untuk management fees. Jauh lebih besar dari salary nya di Enron dengan persetujuan Top Management dan BOD Enron. Suatu SPV juga melakukan investasi ke SPV lain. November 2001, 75% saham di mariner engine inc meningkat menjadi $350 juta, hampir 2 kali lipat nilai initial investment. Penilaian deposito deep well oil reserve, long term future contracts dan derivatives yang tidak memiliki quoted market price membuka peluang untuk windows dressing melalui discretionary valuation models sesuai dengan metode dan asumsi yang digunakan.

September 2001, pemerintah mulai mengamati adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Satu bulan kemudian, Enron mengumumkan kerugian sebesar $600 juta dan nilai aset Enron menyusut hingga $1,2 triliun. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai turun derastis dan saat Enron mengumukan bahwa perusahaan harus gulung tikar. 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen.

Sejak tahun 1985 Enron menggunakan jasa Athur Andersen. Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Untuk kasus Enron ini dimana Athur Andersen menerima $27 juta dari konsultasi dan $25 juta dari hasil audit. Akibatnya timbul kesangsian akan kejujuran dan kejernihan dari laporan audit mereka terhadap pembukuan Enron.

Kemudian adanya peristiwa penghancuran dokumen yang dilakukan oleh David Duncan, ketua partner dari Athur Andersen untuk Enron. Panik karena menerima undangan untuk diminta kesaksiannya di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika (congress), Ducan memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan ratusan kertas kerja dan email yang berhubungan dengan Enron. Peristiwa penghancuran dokumen ini memberikan keyakinan  pada publik dan kongres bahwa Athur Andersen sebernanya mengetahui bisnis buruk dari Enron, tetapi tidak mau mengungkapkannya dalam laporan audit mereka, karena takut kehilangan Enron sebagai klien.

  • Pembahasan Kasus

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Cunningham & Harris (2006), dalam kasus Enron ditemukan masalah utama yang membuat Enron melakukan kecurangan. Masalahnya adalah tingkat ambisius jajaran manajer yang sangat tinggi untuk melakukan expansi dengan membangun jaringan elektronik broadbrand yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas jaringan penjualan brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta listrik. Expansi yang dilakukan Enron bertujuan untuk meningkatkan laba sehingga para investor tertarik untuk menanamkan modalnya di Enron. Hal ini akan membuat harga saham Enron meningkat. Tetapi Enron telah mengeluarkan biaya ratusan juta untuk expansi ini.

Kemudian, Enron membuka partnership partnership yang bertujuan untuk menambah keuntungan Enron. Partnership-partnership yang diberi nama “special purpose vehicle” memang memiliki karakteristik yang istimewa. Enron mendirikan kongsi dengan seorang partner dagang. Partner dagang biasanya hanya satu untuk setiap partnership dan kongsi  dagang ini menyumbang modal yang sangat sedikit, sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan. Enron tidak mengonsolidasi laporan keuangannya dengan partnership, dikarenakan partnership hanya memiliki 3% kepemilikan saham. Sehingga jika terjadi kerugian pada laporan keuangan partnership tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap Enron.

Enron juga telah memanipulasi laporan keuangan dengan cara  memindahkan utang-utang sebesar $690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership-partnership tersebut. Sehingga laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $90 pada bulan Februari 2001. Untuk meningkatkan modal dan melindungi risiko, Enron memanfaatkan SPV, bekerjasama dengan pihak luar sebagai “keranjang sampah” untuk menambah aset dan kewajiban. Termasuk tempat pembuangan aset yang mengalami penurunan nilai.

Enron memiliki peluang untuk melakukan windows dressing karena penilaian deposito deep well oil reserve, long term future contracts dan derivatives yang tidak memiliki quoted market price atau harga pasar. Disamping itu pihak manajemen Enron yang membayar sangat tinggi jasa konsultan dan jasa auditing pada KAP Andersen membuat pihak KAP menyanggupi permintaan dari manajemen Enron untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dan laporan audit. Pihak KAP Andersen juga menghancurkan dokumen yang dilakukan oleh David Duncan, ketua partner dari Athur Andersen untuk Enron. 

Dari kasus diatas dapat dilihat adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dengan investor. Perbedaan kepentingan ini disebut dengan agency theory. Agency theory merupakan sebuah teori atau hubungan atau kontak antara principal dan agent. Agency theory berpendapat bahwa setiap individu hanya termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Kepentingan principal dari kasus Enron dapat dilihat dari investor yang menginginkan pembagian deviden dalam tinggi (perusahaan tidak merugi). Sedangkan kepentingan agent dari kasus Enron adalah mendapatkan laba yang setinggi-tinggi nya agar nilai jual saham tidak menurun.

Secara hukum seorang agen adalah seorang yang bekerja untuk kepentingan orang lain. Dalam Agency theory perusahaan dipandang sebagai sebuah persimpangan hubungan keagenan dan mencoba memahami perilaku organisasi dengan menguji bagaimana bagian-bagian pada hubungan keagenan dalam perusahaan memaksimalkan fungsi setiap bagian.

Keinginan manajer untuk mendapatkan nilai lebih dan insentif membuat manajer dari Enron melakukan expansi dan membuat program-program yang mengahabiskan banyak biaya. Disamping itu manajer juga harus pintar dalam mempredeksi kompetisi dalam pasar modal untuk melihat kekuatan dan tekanan dari pesaing. Manajer pun dituntut oleh perusahaan untuk melaporkan hasil yang baik dalam pasar modal. Hal ini disebut dengan Competitive Capital Market dan Signalling Incentives. Insentif diadakan untuk mempersiapkan prospektus secara sukarela pada saat terjadi kenaikan modal dan dilaporkan secara teratur untuk menjaga kelanjutan kepentingan investor pada peusahaan. Perusahaan dengan kinerja yang baik memiliki kekuatan insentif untuk melaporkan hasil operasinya. Tekanan persaingan juga sebuah kekuatan yang mendorong perusahaan tetap melaporkan walaupun mereka tidak menghasilkan sesuatu yang baik.

Enron juga telah memanipulasi laporan keuangan dengan cara  memindahkan utang-utang sebesar $690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership-partnership tersebut. Hal ini disebut sebagai kegagalan pasar karena termasuk dalam kegagalan pelaporan keuangan dan audit. Hal ini dadasari oleh standar akuntansi dan auditing yang buruk, terlalu banyak fleksibilitas manajemen dalam pilihan kebijakan akuntansi dan kelemahan auditor secara berkala. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan disebut juga sebagai fakta bahwa sistem pelaporan keuangan telah gagal melindungi kepentingan publik.

KAP Arthur Andersen terbukti bersalah karena menutup-nutupi skandal keuangan yang dilakukan Enron salah satu klien terbesarnya. Arthur Andersen pada saat itu dinilai terlalu agresif dalam memperluas pangsa pasarnya sehingga mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan (Arthur Andersen memiliki pangsa pasar jasa audit tertinggi di Amerika Serikat sebelum dibubarkan). Salah satu studi di Amerika menunjukan bahwa Arthur Andersen menghasilkan kualitas audit yang paling buruk dibandingkan 4 KAP besar lainnya (Tuanakotta, 2007)

  • SIMPULAN

Tingkat persaingan pasar audit ( tingkat konsentrasi pasar) penting karena dianggap berhubungan dengan kualitas audit. Pada pasar audit, deregulasi mengenai iklan dan permintaan auditor menyebabkan peningkatan persaingan. Peningkatan persaingan menyebabkan kesetaraan antara KAP (auditor) dan klien sehingga dapat mengurangi fee audit. Di sisi lain peningkatan persaingan juga menyebabkan penurunan kualitas audit karena KAP (auditor) tidak ingin kehilangan klien sehingga menjadi kaki tangan klien dan menurunkan kualitas audit yang dihasilkan ( Kallapur, Sankaraguruswamy, dan Zang, 2008). Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar berhubungan dengan semakin meningkatnya kualitas audit. Hal ini mengindikasikan pasar non-regulasi mempengaruhi kualitas audit.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R. N., & V. Govindarajan. 2005. Sistem Pengendalian Manajemen.        Edisi kesebelas. Jakarta: Salemba Empat.

Arfiansyah, Zef. dan Siregar, Sylvia V.N.P. (2007). Konsentrasi Pasar audit. Di Indonesia (Analisis Empiris di Pasar Modal Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Carey, P. & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The Accounting Review 81, 653

Fitriany.2011. Analisis Komprehensif Pengaruh Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik terhadap Kualitas Audit. Disertasi. Fakultas Ekonomi , PascaSarjana Ilmu Akuntansi, Universitas Indonesia, Depok.

Jensen, M. & Meckling, W. (1976). Theory of the firm: Managerial behaviour, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3 (4), 305-360

Gavious, I. (2007), Alternative perspectives to deal with auditors’ agency problem, Critical Perspectives on Accounting 18, 451-467

Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Setengah Abad Profesi Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Wolk, H.I., Tearney, M.G., & Dodd, J.L.. 2001. Accountung Theory: A      Conceptual and Institutional Approach, Second Edition. PWS-KENT Publishing-Boston USA.