STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN:  STUDI KASUS INDUSTRI TEMPE DI KELURAHAN SANAN, KOTA MALANG

VANNY FEBIOLA NITTE & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia baik secara fisiologis maupun psikologis. Pembangunan pangan dilakukan sebagai upaya pembangunan di lintas sektor yang berkaitan dalam mencukupi kebutuhan pangan masyarakat secara merata baik dalam jumlah maupun gizinya. Keberhasilan pembangunan pangan masyarakat Indonesia akan dipengaruhi oleh kemampuan dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran dan pendistribusian pangan. Hal ini dapat terealisasikan apabila didukung oleh kemampuan sektor industri pengolahan yang memadai (Seto, 2001).

Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam perekonomian di Indonesia, karena sektor ini mampu menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar nilainya. Sejak tahun 1991 sektor perindustrian telah mampu melewati sektor pertanian dalam menyumbang pembentukan PDB Indonesia (Sarah, 2001). Sektor industri memiliki peran yang penting dalam memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita, menumbuhkan keahlian, menunjang pembangunan daerah, serta memanfaatkan sumber daya alam (SDA), energi dan sumber daya manusia (SDM).

Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor perindustrian perlu terus ditingkatkan dengan mengembangkan agroindustri. Pengembangan agroindustri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan industri kecil sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan. Sejarah membuktikan bahwa keberhasilan ekonomi sebuah negara tidak hanya tertumpu pada industri manufaktur dan jasanya tetapi juga tangguh dalam agroindustrinya seperti Amerika Serikat dan Australia, sedangkan negara yang menomorduakan sektor pertanian mengalami kekurangan pangan yang cukup besar sehingga mengalami kemunduran perekonomian seperti yang dialami oleh Rusia.

Menurut Darwis et al (1983), agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan  menyediakan peralatan seperti mesin dan alat-alat pertanian serta menciptakan jasa untuk kegiatan tersebut dalam hal ini kegiatan pemasarannya. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa.

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati.

Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang beroperasi. Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar.

Salah satu agroindustri yang cukup potensial adalah industri tempe. Umumnya tempe digunakan sebagai lauk-pauk dan sebagai makanan tambahan atau jajanan. Potensi tempe dalam meningkatkan kesehatan dan harganya relatif murah memberikan alternatif pilihan dalam pengadaan makanan bergizi yang dapat dijangkau oleh segala lapisan masyarakat.

Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4 persen per tahun (Solahudin, 1998). Industri tempe memiliki peran yang sangat besar di dalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan.

Menurut Ambarwati (1994), industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan.

Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Penjualan yang dilakukan pengrajin tempe belum mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harganya yang murah, dan disisi lain biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku semakin besar dengan

adanya krisis ekonomi. Keberadaan ini sangat mempengaruhi efisiensi usaha

pengrajin tempe, sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu berproduksi lagi (Sari, 2002).

Penelitian yang dilakukan Sebayang (1994) di Bogor menunjukkan

bahwa kondisi tempe cenderung bersifat statis artinya pengusaha industri

tempe merasa cukup dengan kondisi yang ada, serta berusaha dengan

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari keluarga maupun

kenalannya. Meskipun demikian, kesimpulan ini belum tentu tepat, karena ada

kemungkinan bahwa sifat statis lebih disebabkan oleh karakteristik usaha itu

sendiri.

Posisi industri tempe kian terpuruk akibat sistem penjualan secara

tradisional dengan kemasan yang kurang menarik dan tempat penjualan yang

kurang bersih dan kurang strategis. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap

penjualan tempe sehingga kegiatan usaha tempe belum mampu memberikan

keuntungan yang optimal.

Usaha tempe sangat tergantung pada kedelai impor. Ketergantungan dari kedelai impor ini terjadi karena tempe yang dihasilkan dari kedelai impor memiliki penampilan dan rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan bau langu atau bau khas yang terdapat pada tempe yang menggunakan kedelai lokal dan tidak menghasilkan rasa pahit (Nurhayati, 2001).

Peningkatan harga kedelai impor memberikan dampak yang besar terhadap industri tempe dimana biaya bahan baku ini mengambil porsi sebanyak 82,99 persen dari total biaya produksi (Dermawan, 1999). Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan pengrajin tempe di beberapa wilayah tidak berproduksi lagi dan pindah ke usaha lain. Hal ini diduga terjadi karena modal yang dimiliki terbatas untuk membeli kedelai akibat fluktuasi harga kedelai. Namun kondisi seperti ini ternyata masih dapat disiasati oleh beberapa pengrajin tempe di beberapa tempat di Indonesia. Beberapa pengrajin masih dapat bertahan dan bahkan berkembang. Berdasarkan hasil penelitian dibeberapa daerah memang telah dijumpai pengusaha tempe yang memiliki kapasitas produksi riel jauh berada di atas rata-rata industri tempe yaitu diatas 2.000 kilogram bahan baku kedelai untuk setiap harinya, sementara sebagian besar pengrajin masih berada dibawah 100 kilogram perhari (Soetrisno dan Sapuan, 1996).

Dari uraian di atas, masalah yang akan diteliti adalah kondisi usaha tempe sekarang ini di lokasi penelitian, kunci sukses dari pengrajin tempe yang masih dapat bertahan dan bahkan berkembang ditengah kondisi sekarang ini. Penulis ingin meneliti bagaimana kondisi industri tempe dan bagaimana tingkat kesuksesan industri di kota Malang. Khususnya di daerah yang terkenal seperti Sanan, Malang.

1.2 Tujuan Penelitian

Melakukan pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat

kesuksesannya di lokasi penelitian

Mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen.

Mengidentifikasi faktor-faktor kunci sukses industri tempe.

1.3 Manfaat Penelitian

Bagi para pengrajin tempe merupakan bahan masukan dalam mengelola dan mengembangkan usahanya.

Bagi pembuat kebijakan (lembaga/instansi) merupakan bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri kecil tempe.

Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan sektor industri kecil tempe.

2. Landasan Teori

2.1 Keadaan Industri Kecil di Indonesia

1. Definisi dan Kriteria

Kartasapoetra (2000), menyatakan bahwa:

“Pengertian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi lagi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri.”

Sedangkan Menurut Hasibuan (2000) pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro maupun mikro. Secara Mikro Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi pembentukan pendapatan yakni cenderung bersifat makro.

Industri adalah suatu aktivitas untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi dengan tujuan untuk dijual.

Dengan demikian pengertian industri meliputi:

Semua aktivitas untuk mengubah wujud semula menjadi wujud yang lebih tinggi nilainya.

Diperjual belikan, berarti bertujuan untuk memperoleh laba. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan pendirian industri atau pabrik-pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Sedangkan Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan mesin atau peralatan pabrik atau peralatan industri lainnya.

Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa (BPS, 1995). Sedangkan kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian industri kecil merupakan perusahaan atau unit usaha industri yang melakukan kegiatan ekonomi dalam skala kecil.

Menurut Martin dalam Kartasapoetra (2000) Industri merupakan kumpulan

dari berbagai perusahaan (firm) yang memproduksi:

a. Bahan mentah yang sama.

b. Proses produksi yang sama.

c. Hasil yang sama.

Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa suatu perusahaan industri akan menghasilkan produk-produk tertentu yang memiliki ciri khas perusahaan, demi untuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tersebut. Untuk perlindungan terhadap hak-hak perusahaan yang bersangkutan, maka produk yang dihasilkan dari industri mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian dalam usaha mendirikan perusahaan industri tidak terlepas dari pengawasan pemerintah.

Menurut surat keputusan Menteri Perindustrian Nomor : 13/M/SK/3/1990 dinyatakan bahwa industri kecil adalah industri yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam kriteria bidang usaha yaitu kelompok industri yang mempunyai investasi tidak lebih dari 600 juta rupiah (mencakup bangunan, mesin dan peralatan) dan pemiliknya adalah warga negara Indonesia.

Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mendefinisikan perusahaan kecil adalah badan usaha yang karena terbatasnya kemampuan mengelola dan berorganisasi, modal serta keterampilan, hanya mampu melakukan kegiatan usaha di bidang tertentu yang kecil dan terbatas.

Selanjutnya dikatakan ciri umum dari industri kecil adalah modal usaha terbatas, manajemen dan administrasi yang belum baik, sarana dalam mengelola pemasaran masih terbatas, dan pengetahuan pemasaran yang masih kurang.

Menurut Kartasapoetra (2000) industri dapat diklasifikasikan dalam tipe tertentu berdasarkan:

a. Lokasi.

b. Fungsi atau aktivitas di dalamnya.

c. Motivasi pendirinya.

d. Lembaga sponsor yang mempunyai inisiatif mendirikan industri.

a. Berdasarkan lokasi

Menurut lokasinya, industri sering diklasifikasikan sebagai berikut:

Industri perkotaan, yang merupakan industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut.

Industri semi perkotaan, yang merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan).

Industri pedesaan. Merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota kecamatan yang penduduknya cukup besar.

b. Berdasarkan Fungsi Industri

Motivasi pendirian suatu industri mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut motivasinya, industri dapat dikelompokkan menjadi:

Pengembangan, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk meningkatkan

atau mendorong perkembangan kegiatan industri daerah di mana industri itu

berada.

Promosi, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk mendorong masuknya

industri-industri baru.

Penyebaran, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk menampung

perusahaan-perusahaan yang memerlukan tempat bagi usahanya.

c. Berdasarkan Lembaga Sponsor

Lembaga yang mempunyai inisiatif mendirikan industri dan menyediakan semua atau sebagian yang diperlukan disebut sponsor.

Dalam hal ini ada tiga macam:

Pihak pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Swasta, baik perorangan maupun kelompok.

Patungan, baik koperasi, PT maupun asosiasi industri dengan bantuan

pemerintah melalui hibah atau pinjaman jangka panjang.

Karakteristik Idustri Kecil            

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan antara produknya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996).

ISIC 31 : Merupakan sektor industri makanan, minuman dan tembakau.

ISIC 32 : Merupakan sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.

ISIC 33 : Merupakan sektor industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.

ISIC 34 : Merupakan sektor industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.

ISIC 35 : Merupakan sektor industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.

ISIC 36 : Merupakan sektor industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.

ISIC 37 : Merupakan sektor industri logam dasar.

ISIC 38 : Merupakan sektor industri barang dari logam, mesin dan peralatannya.

ISIC 39 : Merupakan sektor industri pengolahan lainnya

2. Jumlah Industri Kecil

Data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2003 memperlihatkan bahwa jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 42.326.519 unit yang terdiri dari 24.735.693 unit pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan, 379.141 unit pada sektor pertambangan dan penggalian, 2.560.846 unit pada sektor industri pengolahan, 9.185 unit pada sektor listrik, gas dan air bersih, 170.359 unit pada sektor bangunan, 8.456 unit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, 2.963.768 unit pada sektor pengangkutan dan komunikasi, 29.508 unit pada sektor keuangan, persewaan jasa perusahaan, dan 3.021.955 unit pada sektor jasa-jasa. Industri tempe termasuk dalam kategori industri pengolahan non migas.

Tabel 1. Jumlah industri kecil berdasarkan sektor ekonomi tahun 1999 s/d Tahun

2003

3. Permasalahan Yang Dihadapi

Permasalahan yang timbul dalam pengembangan industri kecil dan rumah tangga (khususnya agroindustri) adalah pengadaan bahan baku, modal, manajemen dan pemasaran. Menurut Apretty (2000), permasalahan dalam pengadaan bahan baku disebabkan karena berbagai hal, antara lain sifat produk pertanian yang musiman, tingkat keragaman yang tinggi, jumlah produksi yang melimpah pada suatu waktu, mudah rusak dan tidak tahan lama.

Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh usaha kecil dan rumah tangga adalah rendahnya kemampuan dalam mengakses kepada sumber-sumber permodalan, baik yang berbentuk lembaga keuangan bank maupun bukan-bank. Ketidakseimbangan akses bagi usaha kecil dan rumah tangga dalam mendapatkan sumber-sumber permodalan untuk mengembangkan usahanya menyebabkan produk usaha kecil dan rumah tangga kurang mampu bersaing di pasar. Sistem perbankan dengan persyaratan-persyaratan teknis yang diberlakukan bagi calon peminjam tidak berkesesuaian dengan kondisi sebagian besar usaha kecil dan rumah tangga yang ada.

Pemasaran pada industri kecil umumnya kurang atau tidak mengetahui jenis produk yang sedang gencar di pasaran. Terkadang pengusaha tidak menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar dan selera konsumen dan juga kurang mampu untuk memproduksi dalam jumlah yang besar dalam waktu yang cepat sehingga permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Selain itu strategi pemasaran yang dijalankan relatif sangat sederhana serta wilayah pemasaran yang terbatas pada daerah yang dekat dengan lokasi usaha (Apretty, 2000).

Masalah manajemen usaha bagi industri kecil merupakan unsur

penting bagi pengembangan usaha. Menurut Sarah (2001), pengelolaan industri kecil umumnya masih bersifat tradisional dan belum berorentasi pada manajemen usaha yang profesional. Pola manajemen tradisional biasanya ditandai dengan masih sulitnya memisahkan antara aktivitas keluarga dengan aktivitas perusahaan. Selain itu manajemen usaha pada industri kecil umumnya juga belum bisa mengembangkan manajemen keuangan dan personalia dengan baik.

2.2 Keadaan Industri Kecil Pangan di Indonesia

Menurut Smeru (2003), terdapat beberapa pengertian usaha kecil yang diberikan oleh beberapa lembaga, antara lain:

BPS. Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5-19 orang.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan: Industri-Dagang Mikro adalah industri-perdagangan yang mempunyai tenaga kerja 1-4 orang.

Departemen Keuangan: Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 milyar per tahun.

Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah: Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik perorangan

1. Jumlah Industri Kecil Pangan

Industri pangan berskala kecil dan rumah tangga terus berguguran dan gulung tikar karena tidak mampu meningkatkan daya saing. Ketidakmampuan usaha berskala kecil dan rumah tangga meningkatkan daya saing itu lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak kepada pengusaha kecil (Anonim, 2004).

“Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, jumlah industri pangan, khususnya yang berskala kecil dan rumah tangga, turun sejak tahun 2000 sampai 2002,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan di Jakarta, akhir pekan lalu (Anonim, 2004).

Thomas menjelaskan, jumlah industri pangan berskala kecil tahun 2002 sebanyak 49.530 industri. Jumlah ini menurun dari tahun 2001 yang mencapai 60.020 industri dan tahun 2000 berjumlah 63.613 industri. Sementara jumlah industri pangan berskala rumah tangga tahun 2002 sebanyak 789.251. Tahun 2001 jumlah industri tersebut sebanyak 798.201 dan tahun 2000 sebanyak 814.037 (Anonim, 2004).

2. Permasalahan Yang Dihadapi

Penurunan jumlah industri pangan berskala kecil dan rumah tangga disebabkan beberapa faktor, diantaranya kebijakan pemerintah untuk melindungi komoditas pertanian melalui penerapan tarif yang tinggi dan tata niaga, beredarnya produk pangan impor ilegal, dan masuknya perusahaan multinasional dalam industri pangan (Anonim, 2004).

Selain itu juga biaya yang tinggi seperti untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM), serta penerapan standar produk yang kurang dapat dipenuhi industri kecil. Sebagai contoh ketentuan tata niaga impor gula. Dengan ketentuan itu, industri besar dapat mengimpor gula dengan volume yang besar. Dengan demikian, harga pun menjadi lebih murah. Sementara itu, industri kecil yang tidak mampu mengimpor tetap harus membeli gula dari pasar dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi (Anonim, 2004).

Selain itu, dengan masuknya investasi asing, beberapa industri kecil semakin terjepit. Misalnya, kehadiran hipermarket yang menjual banyak produk termasuk produk pangan dari luar negeri. Ada juga perusahaan multinasional yang mengakuisisi perusahaan lokal sehingga industri lokal tidak tumbuh.

Dengan penurunan jumlah industri pangan berskala kecil, jumlah tenaga kerja pun berkurang. Jumlah tenaga kerja industri pangan berskala kecil pada tahun 2002 sebanyak 391.450 orang dan tahun 2001 sebanyak 474.356 orang. Sementara jumlah tenaga kerja industri pangan berskala rumah tangga pada tahun 2002 sebanyak 1.623.568 orang dan pada tahun 2001 sebanyak 1.641.979 orang (Anonim, 2004).

2.3 Kriteria Keberhasilan Industri Kecil

Keberhasilan perusahaan dapat dinilai dari analisis keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Data keuangan yang digunakan adalah dari laporan neraca keuangan, laporan laba rugi serta laporan pendapatan (Riyanto, 1990).

Menurut Departemen Perindustrian (1990) di dalam Asri (1994), keberhasilan usaha dapat dilihat dari perkembangan usaha. Usaha yang berkembang dapat diketahui melalui beberapa elemen yang mendukung pada aktivitas perkembangan usaha, yaitu perkembangan pemasaran, perkembangan pembeli, perkembangan tenaga kerja, perkembangan modal kerja, perkembangan keuntungan, perkembangan pemakaian bahan dan perkembangan hasil produksi. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yakni bersifat padat karya. Menurut Nurhayati (1984) di dalam Diano (1990), kriteria keberhasilan suatu perusahaan dapat diartikan secara kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan kuantitatif diantaranya adalah perkembangan omset dan jumlah tenaga kerja pada periode tertentu. Perkembangan kualitatif diantaranya adalah peningkatan dari mutu produk, peningkatan kualitas moral pimpinan atau buruh. Peningkatan mutu produk yang dihasilkan industri kecil dapat diketahui melalui persentase pemenuhan standar produk menurut permintaan konsumen. Dalam pengertian semakin besar tingkat persentase pemenuhan standar produk, maka mutu produk industri kecil meningkat.

Menurut Asri (1994), sikap kewiraswastaan memiliki hubungan

positif dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil. Indikator keberhasilan

usaha yang biasa ditinjau dari nilai penjualan, sangat dipengaruhi oleh sikap kewiraswastaan pengusaha. Sikap kewiraswastaan pengusaha itu meliputi pembinaan modal, faktor manajemen, faktor kesediaan dalam mengambil resiko dan faktor inovasi. Dalam pembinaan modal ditandai dengan pemanfaatan keuntungan untuk mengembangkan usaha seperti pembelian alat dan peningkatan pemasaran, sedangkan dari faktor manajemen ditandai dengan adanya sikap mengkoordinir, merencanakan, dan menyusun jadwal dari berbagai kegiatan produksi. Sikap kepemimpinan dapat juga dilihat dari sikap pengusaha dalam kegiatan kemasyarakatan. Dari faktor kesediaan dalam mengambil resiko dicirikan oleh keinginan pengusaha untuk berprestasi tinggi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam berwiraswasta, tetapi tidak menyukai kegiatan yang hasilnya sama sekali diluar kemampuan atau kegiatan yang mengandung resiko sangat tinggi. Dari faktor inovasi dicirikan oleh sikap pengusaha yang bersedia menerima perubahan, dan selalu mencoba berbagai alternatif serta mengembangkan inovasi untuk barang dan jasa dalam bidang usaha lain.

2.4 Keadaan Industri Tempe di Malang

Keripik tempe merupakan salah satu makanan dengan bahan dasar tempe yang diris tipis dan kemudian digoreng menggunakan tepung. Keripik tempe termasuk makanan ringan yang bergizi karena mengandung protein sebesar 20 – 25% dan air sebesar 10 – 20% serta lemak dan karbohidrat.

Salah satu daerah di Indonesia yang terkenal dengan produk keripik tempe adalah Kota Malang. Malang merupakan kota yang terletak di provinsi Jawa Timur dengan perkembangan industri keripik tempe yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan PDRB kota Malang khususnya dari sektor Industri Pengolahan termasuk industri keripik tempe yang selalu mengalami kenaikan dari tahun 2006 – 2011 (Tabel 2).

Industri keripik tempe yang terkenal di kota Malang adalah Kampung Sanan. Kampung Sanan merupakan sentra penghasil tempe dan keripik tempe terbesar di Kota Malang karena hampir seluruh penduduk di kampung sanan bekerja sebagai penghasil tempe dan keripik tempe. Produksi keripik tempe di kampung sanan dilakukan secara berkelanjutan. Jika permintaan keripik tempe meningkat maka produksi keripik tempe juga akan meningkat. Selain itu, produksi keripik tempe di kampung sanan sangat mementingkan kualitas produk dengan tidak menggunakan bahan pengawet dalam proses produksi keripik tempe. Salah satu keunggulan dari keripik tempe sanan adalah tersedianya berbagai jenis rasa keripik tempe yaitu rasa ayam, barbeque, jagung bakar, jeruk purut, keju, pedas manis, dan pizza.

Masalah utama yang dihadapi para pengrajin tempe adalah biaya produksi yang semakin tinggi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadikan harga kedelai dan harga bahan-bahan seperti kemasan baik plastik maupun daun, ragi dan minyak tanah menjadi naik. Kenaikan harga barang-barang tersebut telah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga semakin besar.

3. Metode Penelitian

Industri Kripik Tempe  

3.1 Kerangka Pemikiriran

Keterangan :

I           : Industri Tempe yang berpeluang sukses

II          : Industri Tempe yang sangat sukses

III         : Industri Tempe sukses

IV         : Industri Tempe kurang sukses

Industri tempe merupakan salah satu agroindustri rumah tangga yang

sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan industri tempe telah mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan. Ditengah-tengah persaingan dengan industri rumah tangga lain baik yang dalam bidang pangan maupun non pangan serta iklim usaha yang semakin sulit menuntut industri tempe untuk lebih kreaktif dalam menjalankan usaha. Agar dapat bertahan dan berkembang industri tempe perlu mengetahui faktor kunci sukses dalam berwiraswasta tempe. Pengetahuan faktor kunci sukses berwirausaha tempe akan membantu para pengrajin tempe dalam menjalankan usaha. Selain itu pengetahuan faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe juga akan membantu pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan untuk membina para pengrajin tempe secara efektif dan efisien.

Dalam tingkat kesuksesan terdapat enam faktor pendukung yaitu spek umum, pengadaan bahan baku, SDM, finansial, produksi dan pemasaran. Untuk mengetahui informasi tentang faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe perlu diadakan suatu penelitian survei. Untuk memperkuat dugaan terhadap hal-hal yang menjadi faktor kunci sukses, maka dilakukan verifikasi di lapangan.

Penentuan Tujuan Penelitian  

3.2 Langkah – langkah Penelitian

Kuesioner merupakan salah satu instrumen dalam penelitian, terutama penelitian survei. Pembuatan kuesioner disesuaikan dengan tujuan dari penelitian yakni untuk mengkaji profil industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan, (dilihat dari enam aspek yang telah disebutkan diatas).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap responden dengan menggunakan kuesioner serta pengamatan langsung ke industri. Wawancara dilakukan dengan mendatangi satu persatu ke responden pengrajin tempe.

Analisis data dengan pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan dalam menentukan tingkat kesuksesan dari industri tempe, masing-masing industri tempe dipetakan ke dalam diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku, dimana sumbu mendatar (X) menunjukkan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku responden, sedangkan sumbu tegak (Y) menunjukkan rata-rata kenaikan jumlah pemakaian bahan baku responden.

Tabel 3.

Keterangan :

X    =    Rata-rata pemakaian bahan baku seluruh responden pengrajin tempe

selama empat tahun terakhir

Y    =    Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku seluruh

responden selama empat tahun terakhir.

Rumus   X dan Y adalah sebagai berikut :

            n = jumlah responden

Dari gambar 3 tersebut dapat dijelaskan pengelompokkan industri tempe berdasarkan tingkat keberhasilannya sebagai berikut :

I. Industri berpeluang sukses

Industri yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan berpeluang sukses karena walaupun rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang rendah, namun memiliki rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi.

II. Industri sangat sukses

Industri kecil yang berada pada kuadran ini merupakan industri kecil yang sangat sukses. Hal ini ditandai dengan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang tinggi dan rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang juga tinggi.

III. Industri sukses

Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan sukses, karena memiliki rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang tinggi, walaupun tidak ada peningkatan pemakaian bahan baku.

IV. Industri kurang sukses

Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini ditandai dengan rendahnya rata-rata jumlah pemakaian bahan baku dan rendahnya rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku. Pada kelompok ini juga ditandai dengan penurunan pemakaian bahan baku.

Dalam penentuan faktor kunci sukses dari industri kecil tempe diperoleh dengan cara membandingkan antara industri kecil tempe yang tergolong sangat sukses dan sukses dengan industri kecil tempe yang lainnya. Pembandingan dilakukan dengan melihat hal yang membedakan antar kelompok industri, dari enam aspek yang dijabarkan menjadi 22 faktor. Hal-hal yang dilakukan oleh industri yang sangat sukses dan sukses, yang umumnya tidak dilakukan industri yang kurang sukses ditentukan sebagai faktor kunci sukses industri kecil tempe.

3.3 Ringkasan

Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pada industri kripik tempe terdapat tingkat kesuksesan yang berbeda dan tingkat kesuksesannya juga dapat digolongkan menjadi 4 golongan. Selain itu dalam mencapai kesuksesan juga terdapat faktor pendukung yang sangat dibutuhkan oleh distribusi kripik tempe di Malang.

Daftar Pustaka

Afag, Sarah dan Jawaid, Iqbal, (2001), “Immobilization and Stabilization of Papain on

Chelating Sepharosa: a Metal Chelate Regeneable Carrier”, Electronic Journal of Biotechnology

Ambarwati, Nuri Diah. 2009. Persepsi Wisatawan Terhadap Keindahan Obyek

Wisata Baturaden. (Tugas Akhir). Fakultas Kehutanan Universitas

Gadjah Mada: Yogyakarta.

Sapuan & Noer Soetrisno. 1998. Pangan. Jakarta: UI Press.

Anonim, 2004, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah

Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Sebayang, S. Y., E. S. Sutarta dan I. Y. Harahap., 2004. Penggunaan Mucuna

bracteata Pada Kelapa Sawit: Pengalaman Di Kebun Tinjowan Sawit II,

PT. Perkebunan Nusantara IV. Warta PPKS 2004, Vol. 12(2-3) 15-22.

Kartasapoetra. 2000. Praktek Pengelolaan Koperasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta:Erlangga\

SMERU, (2003). Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun

1997-2003, Lembaga Penelitian SMERU, Desember 2003. http://www.Smeru.or.id.

Bambang Riyanto. 1990. Dasar-dasar Pembelajaan. Badan penerbit Gajah Mada.

Yogyakarta.

Departemen Perdagangan dan Perndustrian RI. 2002. Pedoman Pembinaan Industri

Kecil, Menengah dan Koperasi, Penerbit Direktorat Jenderal Industri Kecil

dan Dagang Kecil, Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.

PENGARUH DESENTRALISASI, SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA MANAJERAL DI PT EKA JAYA MOTOR

Susmita Dian Indiraswari & DANIEL SUGAmA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

Program Studi AkuntansiFakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Ma Chung – KABUPATEn Malang

2014

ABSTRAK

Keberhasilan suatu organisasi bisnis di era saat ini untuk menghadapi persaingan tergantung dari kesiapan perusahaan dalam menghadapi tantangan dan ancaman yang timbul dengan mengetahui informasi manajemen perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa gambaran umum dealer dan data kuntitatif yang diukur dengan satuan score. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi linear berganda untuk melihat pengaruh desentralisasi dan sistem akuntansi manajemen terhadap kinerja manajer pada PT Eka Jaya Motor. Hasil analisis yang diperoleh melalui regresi linear berganda untuk melihat adanya pengaruh antara ketiga variable tersebut. Manajemen sebaiknya menerapkan sistem akuntansi manajemen secara tepat mengingat tugas-tugas perusahaan semakin kompleks sehingga dapat membantu meningkatkan kinerja perusahaan.

Kata-kata kunci: pengaruh desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan terhadap Kinerja Manajerial.

1.1 Latar Belakang

Dalam kondisi persaingan ini, semakin sulit bagi manajer untuk membuat keputusan yang tepat karena masalah-masalah yang dihadapi semakin kompleks, oleh karena itu perusahaan harus memiliki manajemen yang baik dan tangguh sehingga dapat melihat dan menggunakan peluang yang ada serta dapat mengidentifikasi masalah dan menyeleksi serta mengimplementasikan proses adaptasi dengan tepat. Manajemen juga mempertahankan kelangsungan hidup serta mengendalikan organisasi hingga tujuan yang diharapkan perusahaan dapat tercapai.

Revolusi teknologi saat ini telah melanda segala aspek kehidupan manusia. Dalam dunia bisnis khususnya, revolusi teknologi tersebut menyebabkan perubahan yang luar biasa dalam persaingan, pemasaran dan pengolahan sumber daya manusia. Akibatnya dalam dunia bisnis sksn terjadi persaingan yang global dan semakin tajam. Keberhasilan suatu organisasi bisnis dan persaingan tergantung dari kesiapan suatu perusahaan dalam menghadapi tantangan dan ancaman yang timbul yaitu dengan mengetahui informasi manajemen perusahaan. Perusahaan dituntut untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kemampuan yang dimilikinya agar dapat memenangkan dalam persaingan global. Keunggulan daya saing yang dapat diciptakan oleh perusahaan dapat dicapai dengan salah satu cara, yaitu meningkatkan kinerja manejerial (Lempas, 2014).

Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengelola masukan berupa data operasi dan data keuangan untuk menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi yang dibutuhkan oleh pemakai. Akuntansi manajemen merupakan salah satu bidang akuntansi yang tujuan utamanya adalah menyajikan laporan-laporan sebagai salah satu satuan usaha untuk kepentingan pihak internal dalam rangka melaksanakan proses manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian (Ventje Ilat,2014). Informasi manajemen sebagai salah satu produk sistem akuntansi manajemen memiliki peranan dalam memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi atas berbagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan pada berbagai aktifitas seperti perencanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan. Untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang baik, maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat mensuplai kebutuhan informasi baik informasi akuntansi ataupun informasi manajemen.

Perusahaan mendesain sistem akuntansi manajemen dalam membantu organisasi yang bersangkutan melalui para manejernya, yaitu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengambilan keputusan. Aktifitas para manajer membutuhkan dukungan informasi. Sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan sistem formal yang dirancang untuk menyediakan informasi bagi manajer. Perencanaan SAM yang merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi perlu mendapat perhatian, hingga dapat diterapkan akan memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberhasilan sistem pengendalian manajemen. Peningkatan kinerja manejerial diharapkan akan meningkatkan kinerja perusahaan (Harijanto Sabijono, 2014).

Informasi sistem akuntansi yang baik bagi perusahaan adalah informasi yang sesuai dengan karakteristik, yaitu bersifat broadscope, timelines, aggregate dan integrated. Informasi yang bersifat broadscope adalah informasi yang mengandung dimensi focus, time horizon dan kuantifikasi.Informasi yang bersifat timelines adalah informasi yang tersedia ketika dibutuhkan dan sering dilaporkan secara sistematis. Informasi yang bersifat aggregate adalah informasi yang memperhatikan penerapan bentuk kebijakan formal. Sedangkan informasi yang integrated adalah informasi yang mencerminkan adanya koordinasi antara segmen yang satu dengan segmen yang lain (Octavia F. Ingkiriwang,2013).

Menurut Otley (JRAI:1998: 142) Karakteristik informasi yang tersedia didalam organisasi akan menjadi efektif apabila dapat mendukung pengguna informasi dan pengambil keputusan. Namun tingkat kesediaan dari masing-masing karakteristik informasi akuntansi manajemen tidaklah mungkin sama untuk setiap organisasi tetapi ada faktor tertentu lainnya yang akan mempengaruhi tingkat kebutuhan terhadap informasi akuntansi manajemen seperti desentralisasi karena secara signifikan selalu ada dalam suatu organisasi. Tingkat desentralisasi itu kemudian akan berpengaruh terhadap karakteristik informasi manajemen. Waterhouse (1978) dan Galbraith (1973) menyatakan tingkat desentralisasi itu kemudian akan mempengaruhi terhadap karakteristik informasi akuntansi manajemen (JRAI:1998: 142). Duncan (1973) juga menegaskan bahwa struktur organisasi (desentralisasi) akan mempengaruhi kemampuan organisasi di dalam mengelola dan mengumpulkan informasi serta aliran informasi. Chia dan Gul(1994) serta Chia (1995), dari hasil penelitiannya memberikan bukti empiris bahwa karakteristik informasi akuntansi manajemen tergantung pada variabel kontekstual organisasi yaitu desentralisasi, dua sistem kontrol itu akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial.

Lingkungan ekonomi saat ini mengalami perubahan dengan cepat yang dikarakteristikkan oleh fenomena-fenomena seperti globalisasi dan pasar yang semakin bebas. Perubahan permintaan konsumen dan investor serta semakin tingginya tingkat persaingan pasar, telah menjadi bagian utama dari sebagian besar perusahaan. Perusahaan harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Agar mampu bersaing, perusahaan harus mampu meningkatkan kinerja mereka, misalnya dengan menekan biaya, melalui inovasi produk baru dan proses, atau perbaikan secara terus menerus. Karena itulah manajer memerlukan suatu informasi yang berhubungan dengan tugas yang akan dilakukan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui karakteristik sistem akuntansi manajemen.

PT. Eka Jaya Motor yang merupakan salah satu dealer Honda di kota Batu, Jawa Timur. Dealer ini bergerak di bidang penjualan sepeda motor. Selain itu, dealer ini juga menjual jasa servis motor Honda segala type. PT Eka Jaya Motor memasarkan produknya tidak hanya di daerah Batu, tetapi juga di daerah Malang dan sekitarnya. Sepeda motor yang dipasarkan oleh PT Eka Jaya Motor ini merupakan buatan Negara Jepang. Honda pun tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga ada di beberapa Negara. PT Eka Jaya Motor mengalami ketidakstabilan pendapatan pada tiap bulannya, hal ini disebabkan karena pengaruh dari kinerja manajerial dan pengembangan ketrampilan pada karyawan. Selain itu, dalam kondisi lingkungan yang tidak pasti menjadikan perusahaan mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan dan pengendalian akan menjadi lebih sulit dan menghadapi banyak masalah, karena kejadian- kejadian yang akan datang sulit untuk diprediksi. Akan tetapi ternyata dari hasil penelitian dan survey diperoleh hasil bahwa para manajer bergantung pada beragam ketrampilan dan melakukan aktivitas-aktivitas yang berbeda tergantung tingkat hirarki dan tanggung jawab mereka (Richard, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajer pada PT Eka Jaya Motor?

Apakah ada pengaruh desentralisasi terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

Apakah ada pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen (SAM) terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

Apakah ada pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

1.3 Tujuan Masalah

Mengetahui adanya pengaruh desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor

Mengetahui adanya pengaruh desentralisasi terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

Mengetahui adanya pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen (SAM) terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

Mengetahui adanya pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor?

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapakan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang bersangkutan, antara lain:

Masukan bagi para manajer untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajer.

Memberikan masukan bagi para perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk mendesain sistem akuntansi manajemen perusahaan yang dibutuhkan perusahaan yang disesuaikan dengan strategi bisnis, tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan yang dihadapi perusahaan, dan desentralisasi yang dapat memberikan dampak pada peningkatan kinerja manajerial.

Menyediakan informasi yang mungkin diperlukan untuk penelitian di bidang akuntansi manajemen pada masa yang akan datang.

Menambah pengetahuan dan wawasan penulis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajerial

Sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya ataupun peneliti yang sedang meneliti mengenai yang berkaitan dengan topik ini.

2. DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teoretik

2.1.1 Desentralisasi

Pendelegasian wewenang oleh manajer kaitannya dengan desentralisasi organisasi. Desentralisasi (decentralitation) adalah praktek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih rendah (Hansen dan Mowen, 1997 : 64). Semua organisasi berada dalam rentang yang sangat tersentralisasi. Kebanyakan perusahaan berada diantara kedua ujung rentang tersebut, yang mayoritas cenderung kearah desentralisasi.

Meskipun desentralisasi diyakini dapat mengurangi beban manajemen puncak, bukan berarti setiap organisasi harus mendesentralisasikan semua keputusannya. Para manajer akan mendiagnosis situasi organisasi dan memilih tingkat pengambilan keputusan yang paling memenuhi kebutuhan organisasi. Defenisi sentralisasi (centlalization) dapat diartikan Wewenang pengambilan keputusan berada pada manajemen puncak. Sedangkan yang dimaksud desentralisasi yaitu wewenang pengambilan keputusan berada pada level organisasi yang lebih rendah. Sedangkan desentralisasi menurut Mulyadi (2001 : 379) adalah pendelegasian kebebasan untuk mengambil keputusan.

Simamora (2005 : 35) desentralisasi adalah delegasi otoritas atau wewenang pengembalian keputusan kepada jajaran manajemen yang lebih rendah kedalam sebuah organisasi. Pada intinya, desentralisasi memindahkan titik pengambilan keputusan ke lapisan manajerial yang paling rendah untuk setiap keputusan yang mesti diambil. Kadar desentralisasi tergantung pada luasnya otoritas pengambilan keputusan yang didelegasikan oleh manajemen puncak kepada lapisan manajemen dibawahnya. Pada perusahaan yang terdesentralisasi, tanggung jawab atas perencanaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan operasional di delegasikan di antara para manajer. Manajer-manajer ini mengemban otoritas untuk membuat keputusan-keputusan tanpa harus meminta persetujuan dari manajemen yang lebih tinggi. Manfaat Desentralisasi menurut Mulyadi (2006:235) yaitu:

1) Pengumpulan dan Penggunaan Informasi Lokal

Kualitas keputusan dipengaruhi oleh mutu informasi yang tersedia, ketika perusahaan berkembang dan beroperasi dipasar dan diwilayah yang berbeda – beda, manajemen pusat mungkin tidak memahami betul kondisi lokal yang ada.

2) Respons Terhadap Kompleksitas Lingkungan

Tatkala manajemen berhadapan dengan produk dewasa dalam suatu industri dengan teknologi static, terdapat sedikit kebutuhan akan desentralisasi ketimbang sebuah perusahaan menghadapi ketidakpastian pada semua bidang.

3) Pemusatan Aktifitas Manajemen Pusat

Pada saat tanggung jawab atas kegiatan – kegiatan bisnis harian di delegasikan dari manajemen sensus ke manajemen madya, manajemen sensus akan lebih leluasa untuk memusatkan perhatiannya pada perencanaan strategik.

4) Pelatihan dan Pemotivasian Manajer

Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi juga menawarkan pelatihan yang sangat baik bagi para manajer.

5) Kemampuan Mengevaluasi Segmen – Segmen

Desentralisasi biasanya mencakup laporan – laporan kinerja oleh setiap segmen yang ada.

2.1.1.1 Akuntansi Keuangan

Warren, et al. (2005:8) akuntansi berperan di dalam menghasilkan informasi yang digunakan kepada manajer untuk menjalankan operasi perusahaan sekaligus memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui kinerja ekonomi dan kondisi perusahaan. Dunia (2005:18) akuntansi sebagai suatu sistem informasi yang memberi laporan kepada berbagai pemakai atau pembuat keputusan mengenai aktivitas bisnis suatu kesatuan ekonomi.

2.1.1.2 Akuntansi Manajemen

Haryadi (2005:23) menyatakan akuntansi manajemen merupakan proses identifikasi, pengukuran, pengumpulan, analisis, pencatatan, interpretasi dan pelaporan kejadian – kejadian ekonomi suatu badan usaha yang dimaksudkan agar manajemen dapat menjalankan fungsi perencanaan pengendalian dan pengambilan keputusan. Hansen, et al. (2007:12) akuntansi merupakan cabang akuntansi yang menyediakan informasi, yang dibutuhkan oleh para manajer guna menentukan bagaimana sumber-sumber daya diperoleh dan digunakan dalam setiap jenis bisnis baik berskala kecil maupun skala besar. Yusuf (2005:11) akuntansi manajemen adalah akuntansi yang bertujuan untuk menghasilkan informasi untuk kepentingan manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen.

Hongren (2005:5) Akuntansi Manajemen didefinisikan: management Accounting is the process of identifiying, measuring, accumilation, analizing, preparing, interpreting, and communicating information that helps managers fulfill organizational objectives. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa akuntansi manajemen mencakup ruang lingkup yang amat luas yaitu mencakup analisis keuangan, internal kontrol, sistem akuntansim akuntansi biaya, audit internal dan akuntansi keuangan.

2.1.1.3 Perbedaan Antara Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen

Perbedaan-perbedaan pokok antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen muncul karena kedua tipe akuntansi ini melayani pemakai informasi yang berlainan. Akuntansi keuangan biasanya ditujukan oleh pihak-pihak eksternal perusahaan seperti kreditor, pemilik, pajak, dan lain-lain. Sedangkan akuntansi manajemen ditujukan kepada pihak-pihak internal perusahaan (manajemen perusahaan) untuk pengambilan keputusan baik perencanaan, pengendalian, maupun penilaian kinerja.

2.1.2 Sistem Akuntansi Manajemen

Syam dan Maryasih , (2006:16) mengemukakan Sistem Akuntansi Manajemen merupakan suatu sistem yang dapat memberikan atau menyampaikan informasi yang relevan kepada manajer untuk mengambil keputusan,perencanaan,dan pengawasan. Prasetyo, (2006:17) menyatakan bahwa Sistem Akuntansi Manajemen adalah suatu mekanisme pengendalian organisasi serta merupakan alat yang efektif dalam menyediakan informasi yang mudah untuk memprediksi konsekuensinya yang mungkin terjadi dari berbagai alternative aktivitas yang dapat dilakukan.

Ritonga dan Zainuddin (2005:11) memberikan definisi tentang ketiga dimensi Sistem Akuntansi Manajemen diatas sebagai berikut: cakupan informasi yang luas meliputi informasi yang berhubungan dengan ekonomi (seperti total penjualan dan pangsa pasar) dan bukan ekonomi (seperti kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan perkembangan demografi) kuantitatif dan bukan kuantitatif yang berkaitan dengan lingkungan internal serta eksternal organisasi dan menyediakan informasi yang berkenan dengan prediksi tentang kemungkinan terjadinya peristiwa di waktu yang akan datang.

Hansen dan Mowen (2006:18) mendefinisikan Sistem Akuntansi Manajemen adalah sistem informasi yang menghasilkan keluaran (output) dengan menggunakan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tertentu manajemen. Marsyah (2005:17) menyatakan bahwa sistem akuntansi manajemen merupakan suatu sistem yang dapat memberikan atau menyampaikan informasi yang relevan kepada manajemen untuk mengambil keputusan, perencanaan, dan pengawasan.

Informasi akuntansi manajemen merupakan produk dari sistem informasi akuntansi manajemen. Akuntansi manajemen menghasilkan informasi yang berguna untuk membantu para pekerja, manajer dan eksekutif untuk membuat keputusan yang lebih baik (Atkinson, 1995), dalam jurnal Aida Ainul Mardiyah dan Gudono, 2001). Secara tradisional informasi akuntansi manajemen didominasi oleh informasi financial, tetapi dalam berkembangnya ternyata peran informasi non finansial juga menentukan. Karakteristik yang bermanfaat menurut persepsi para manjer yaitu terdiri dari informasi broadscope, timeliness, aggregation. Informasi akuntansi manajemen yang semakin handal mengacu pada semakin tingginya ketersediaan informasi (Erna S., 2006).

2.1.3 Ketidakpastian Lingkungan

Organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang mempunyai cirri kelangkaan sumber daya, dinamis dan kompleks menghadapi tingkat ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Setiap organisasi memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai kondisi lingkungannya. Sebagaian organisasi menghadapi lingkungan yang relatif statis, hanya sedikit kekuatan dalam lingkungan khusus mereka yang berubah. Tidak terdapat pesaing yang baru, tidak ada dobrakan baru dibidang teknologi dari para pesaing, sedikit aktivitas dari kelompok-kelompok yang berpengaruh di masyarakat untuk mempengaruhi organisasi dan sebagainya (Erna S.,2006).

Organisasi lainnya menghadapi lingkungan yang dinamis, perubahan, peraturan pemerintah yang cepat dan yang mempengaruhi usah mereka, pesaing baru, kesukaran dalam memperoleh bahan baku, preferensi yang berubah-ubah dari masyarakat dan sebagainnya. Lingkungan yang statis menciptkan ketidakpastian lebih sedikit bagi para manajer dari pada lingkungan yang dinamis. Dan karena ketidakpastian merupakan ancaman terhadap keefektifan organisasi, manajemen mencoba untuk meminimalkannya (Tituk Dwi S.,2006).

Ketidakpastian lingkungan adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi operasional perusahaan (Otley, 1980) dalam jurnal Aida Ainul Mardiyah dan Gudono (2001) mengidentifikasikan tipe struktur dan praktek manajemen yang tepat untuk berbagai kondisi yang lingkungannya berbeda.

2.1.4 Kinerja Manajer

Dalam beberapa perusahaan menganggap beberapa divisi ekuivalen dengan kinerja manajerial, namun terdapat alasan untuk membedaaakannya. Alasan utama adalah kinerja divisi biasanya berkaitan dengan faktor-faktor yang berada diluar kendali manajer (Hansen dan Mowen,1997 : 75). Kinerja manajer adalah tingkat kecakapan manajer dalam melaksanakan aktifitas manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, perwakilan, kinerja secara menyeluruh. Dari definisi tersebut data disimpulkan bahwa kinerja manajerial adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang manajer dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Mulyadi (2006:159) menyatakan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pada pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, melakukan misi, guna mencapai visi organisasi. Kinerja atau nilai aktivitas kerja dapat diartikan sebagi prestasi yang dapat dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu dalam melaksanakan kegiatan dari program berdasarkan kebijakan guna mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan melalui misi perusahaan yang tertuang dalam rencana strategik perusahaan tersebut.      

Kinerja menurut Mangkunegara (2005:16) adalah suatu proses kombinasi yang terus-menerus dilakukan dalam kerja sama antara seorang karyawan dan aturan langsung yang melibatkan penerapan penghargaan, serta pengertian dan fungsi kerja karyawan. Menurut Mahoney dkk (1963) dalam jurnal Ietje Nazaruddin (1998 : 143) kinerja manjerial terdiri dari delapan dimensi kegiatan yaitu perencanaan, investigasi, evaluasi, koordinasi, supervisi, pengetahuan staf, negosiasi dan perwakilan.

2.2 Hubungan Pengaruh Antar Teori

2.2.1 Pengaruh Desentralisasi dan Karakteristik Informasi terhadap Kinerja Manajer

Desentralisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi sementara pengambilan keputusan yang tersentralisasi lebih efektif. Bagaimanapun, desentralisasi yang dilengkapi dengan karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen yang lingkupnya luas akan lebih efektif untuk perbaikan kinerja manajer.

2.2.2 Pengaruh Desentralisasi, Karakteristik Informasi Akuntansi Manajemen dan Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Kinerja Manajerial

Sistem akuntansi menajemen mengarah ke mekanisme yang mendukung struktur organisasi. Dalam kondisi desentralisasi para manajer memiliki peran yang lebih besar dalam pembuatan keputusan dan mengimplementasikannya, serta menjadikan mereka bertanggungjawab terhadap aktivitas cabang yang dipimpinnya. Dengan adanya desentralisasi, akan menyebabkan manajer yang mendapat pelimpahan wewenang dari manajer atas atau pemilik perusahaan, akan membutuhkan informasi yang berkualitas dan relevan untuk mendukung keputusan yang berkualitas. Konsekuensinnya, mereka membutuhkan kerakteristik sistem akuntansi manajemen yang andal agar dapat menyediakan kebutuhan informasi yang tepat waktu dan relevan dalam pembuatan kebijakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, informasi merupakan komplemen dari desentralisasi. (Watson, 1975 dalam Ietje Nazarudin, 1998 : 145).

Dalam organisasi akan memiliki atau memberikan tingkat desentralisasi ysng berbeda-beda. Dengan perbedaan tingkat desentralisasi yang ada dalam organisasi dapat menimbulkan juga perbedan terhadap kebutuhan akan informasi yang diharapkan. Namun dengan struktur organisasi yang terdesentralisasi akan dapat mempengaruhi proses pengumpulan dan pengolahan dalam organisasi. Berdasarkan teori kontijensi, perlu adannya kesesuaian antara ketidakpastian lingkungan dan desentralisasi agar dapat meningkatkan karakteristik sistem informasi sistem akuntansi manajemen. Kesesuaian tersebut adalah apabila organisasi memiliki tingkat desentralisasi tinggi maka perlu diimbangi dengan karakteristik informasi akuntansi manajemen yang semakin andal untuk mendapatkan kinerja manajerial yang lebih baik lagi. Begitu pula apabila tingkat ketidakpastian lingkungan yang semakin tinggi didukung dengan karakteristik sistem informasi akuntansi manjemen yang andal maka akan meningkatkan kinerja manajerial.

Dengan berdasarkan uraian diatas maka terdapat pengaruh antara ketidakpastian lingkungan, desentralisasi dan karakteristik sistem informasi akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial.

2.3 Penelitian Terdahulu

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara oleh peneliti terhadap suatu masalah yang akan menjadi objek penelitian, maka dari itu untuk meyakinkan dugaan tersebut perlu dilakukan adanya pengujian dan dibuktikan secara empiris seberapa besar tingkat kebenarannya dengan menggunakan beberapa data yang saling berkaitan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho : Desentralisasi, ketidakpastian lingkungan dan sistem akuntansi manajemen diduga tidak berpengaruh terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor

Ha :        Desentralisasi, ketidakpastian lingkungan dan sistem akuntansi manajemen diduga berpengaruh terhadap kinerja manajer pada PT. Eka Jaya Motor

2.5 Rerangka Teoritis

Pada studi yang dilakukan Hopwood (1972) dalam penilaian kinerja manajer secara langsung berpengaruh terhadap perilaku manajer. Informasi akuntansi yang sifatnya positif dalam arti menunjukkan evaluasi atau penilaian atas kinerja yang kurang baik akan membentuk perilaku positif dan sebaliknya. Tetapi temuan Hopwood (1972) berbeda dengan simpulan yang dinyatakan Otley (1978) yang menemukan hubungan positif antara pencapaian budget dan kinerja manajer yang berkaitan dengan anggaran.

Maka Gul dan Chia (1994) serta Chia (1995) memberikan bukti empiris bahwa karakteristik informasi akuntansi manajemen tergantung pada variabel kontekstual organisasi yaitu desentralisasi, dua sub-sistem kontrol itu akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Selain Gul dan Chia (1994) serta Chia (1995), Nazaruddin (1998) juga menggunakan tingkat desentralisasi sebagai variabel moderating dalam penelitiannya. Hasilnya, pada tingkat desentralisasi tinggi dibutuhkan karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen yang semakin andal agar dapat meningkatkan kinerja manajerial.

Setiap perusahaan pasti mempunyai aturan-aturan di dalamnya. Kinerja perusahaan dapat dilihat juga dari kinerja manajer perusahaan. Namun, kinerja manajer perusahaan yang baik pasti dipengaruhi berbagai faktor-faktor pendukung yang baik. Sedangkan kinerja manjer yang buruk juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang buruk. Pada penelitian ini peneliti menggunakan 3 variabel atau 3 faktor yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial pada PT. Eka Jaya Motor. Dapat dilihat pada PT. Eka Jaya Motor apakah variable-variabel X mempengaruhi variabel Y. Yang berarti desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan saling berhubungan untuk mempengaruhi kinerja manajer.

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yaitu suatu langkah serta prosedur yang akan dilaksanakan atau dilakukan untuk mengumpulkan beberapa data dan informasi empiris dalam memecahkan suatu masalah. Selain itu menguji beberapa data tersebut dengan hipotesis penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Definisi Kuantitatif

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Cresswell (2012) mendefinisikan penelitian kuantitatif sebagai metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Menurut Arikunto (2006), penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran data serta penampilan hasilnya. Menurut Jonathan Sarwonno (2006) metode penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Metode Kuantitatif adalah metodologi penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu dan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2013). Penelitian kuantitatif umumnya merupakan penelitian yang memiliki jumlah dalam penelitiannya.

3.1.2 Pendekatan Uji Hipotesis

Penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan pendekatan uji hipotesis (hypothesis testing), yang bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan sebab-akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel (Sugiyono, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2008:115), “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2008:116) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sedangkan menurut Arikunto (2008:116) “Penentuan pengambilan Sample sebagai berikut:

Apabila kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-55% atau lebih tergantung sedikit banyaknya dari :        

1). Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana

2). Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya dana.

3). Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk peneliti yang resikonya besar, tentu saja jika samplenya besar hasilnya akan lebih baik

Penelitian ini menggunakan 50% sampel dari jumlah populasi yaitu, 100 mahasiswa dari anggota populasi.

3.2.3 Sampling

Menurut Sugiyono (2003:74-78). “Sampling adalah teknik pengambilan sample”. Ada dua macam teknik pengambilan sampel, antara lain:

 a). Random Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Cara pengambilan sampel dengan random ada tiga cara:

1). Cara undian adalah pengambilan sampel dengan cara memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk menjadi anggota sampel.

2). Cara ordinal adalah cara pengambilan sampel dengan cara kelipatan dari sampel sebelumnya, misalkan kelipatan dua, kelipatan tiga, dan seterusnya.

3). Cara randomisasi adalah pengambilan sampling melalui tabel bilangan random.

 b). Non Random Sampel adalah cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota sampel diberi kesempatan untuk dipilih sebagai anggota sampel. Cara pengambilan sampel dengan non random sanpel ada tujuh cara yaitu:

1) Proportional sampling adalah pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian.

2) Stratified sampling adalah cara pengambilan sampel dari populasi yang terdiri dari strata yang mempunyai susunan bertingkat.

3) Proporsive sampling adalah cara pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan.

4) Quota sampling adalah ruang dan tempat belajar baik yang tersedia dirumah maupun dikampus.

5) Double sampling atau sampling kembar sering digunakan dalam research dan penelitian yang menggunakan angket lewat usaha menampung mereka dan mengembalikan dalam angket.

6) Area probability sampling adalah cara pengambilan sampel yang menunjukkan cara tertentu atau bagian sampel yang memiliki ciri-ciri populasi.

7) Cluster sampling adalah cara pengambilan sampel yang berdasarkan pada cluster-cluster tertentu.

8) Combinet adalah gabungan antara beberapa sampling dalam teknik random sampling dan teknik non random sampling di atas sehingga menyiapkan tampilan komunikasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawanpada PT. Eka Jaya Motor di Batu. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian administrasi dan manajer  pada PT. Eka Jaya Motor di Batu. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah dealer motor dengan skala sedang dilihat dari jumlah karyawan, total aset dan total penjualan, serta tingkat laba. Alasan pemilihan PT. Eka Jaya Motor dalam penelitian ini untuk mengetahui cara kerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan di dalamnya. Adapun pemilihan Kota Batu dalam lokasi penelitian dikarenakan Kota Batu yang mempunyai daya tarik wisata yang kuat dan daya tarik pembelian motor yang tinggi.

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data merupakan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang dikumpulkandari suatu populasi atau bagian populasi yang akan digunakan untuk menerangkan ciri-ciri populasi yang bersangkutan (Lungan, 2006: 13). Menurut Hasan (2009:16) data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Menurut Lungan (2006: 9), data dibedakan atas beberapa bagian sebagai berikut.

Menurut Sifatnya

Data kualitatif, yaitu data yang disajikan bukan dalam bentuk bilangan-bilangan (non-numerik) seperti suku bangsa, jenis kelamin, agama, dan kualitas barang.

Data kuantitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk bilangan-bilangan seperti jumlah mahasiswa menurut jurusan.

b. Menurut Cara Memperolehnya

Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan melalui percobaan, survei dan observasi. Misalnya mewawancarai langsung siswa SMP untuk meneliti minat mereka dalam belajar matematika.

Data sekunder , yaitu data yang diperoleh dari data primer, biasanya dalam publikasi. Misalnya peneliti menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah.

Menurut waktu pengumpulannya, antara lain:

Data cross section, yaitu data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu (at a point of time) untuk menggambarkan keadaan dan kegiatan pada waktu tersebut. Misalnya; data penelitian yang menggunakan kuesioner.

Data berkala (time series data), yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk melihat perkembangan suatu kejadian/kegiatan selama periode tersebut. Misalnya, perkembangan uang beredar, harga 9 macam bahan pokok penduduk.

Dari penjelasan jenis data di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian ini menggunakan jenis data yang bersifat kuantitatif. Cara memperoleh data pada penelitian menggunakan data primer karena peneliti melakukan survey dan observasi langsung ke PT. Eka Jaya Motor. Pengambilan data menurut waktu pengumpulannya peneliti menggunakan jenis data cross section karena peneliti menggunakan cara kuisioner untuk mengambil data pada PT. Eka Jaya Motor.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Variabel adalah penarikan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantive dari suatu konsep. Tujuannya: agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur yang yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di definisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses atau operasionalnya alat ukur yang akan digunakan untuk kuantifikasi gejala atau variabel yang ditelitinya. Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen.

3.4.1 Variabel Dependen (y)

Pada penelitian ini, variabel dependen berupa kinerja manajer atau manajemen kinerja. Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang – orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus – menerus (Baird, 1986). Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006). Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

3.4.2 Variabel Independen (x)

Variabel independen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Desentralisasi (X1)

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.

Sistem Akuntansi Manajemen (X2)

Sistem akuntansi manajemen (SAM) membantu perusahaan dalam menghadapi tantangan yang dihasilkan pesaing, membantu supaya pemberian nilai tambah yang lebih besar dibandingkan pesaingnya, sehingga dengan demikian tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai dengan efektif dan efesien. Sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan sumber informasi utama untuk pengambilan keputusan, peningkatan dan pengendalian organisasi.

Ketidakpastian Lingkungan (X3)

Ketidakpastian lingkungan merupakan persepsi dari anggota organisasi dalam mengantisipasi pengaruh faktor lingkungan terhadap organisasi (Priyono. P; SNA IV, 2001). Duncan (1972) mendefinisikan lingkungan sebagai totalitas faktor sosial dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuatan keputusan seseorang dalam organisasi. Variabel ketidakpastian lingkungan diukur dengan maksud untuk mengetahui persepsi para manajer atas ketidakpastian lingkungan yang dirasakan.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskriptif

Sugiyono (2010) mengungkapkan bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti.

3.5.2 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi merupakan suatu alat untuk melihat pengaruh variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat, jika pengukuran pengaruh antar variabel melibatkan lebih dari satu variabel bebas maka dinamakan analisis regresi linear berganda. Model penelitian yang digunakan sebagai dasar penentuan harga saham adalah sebagi berikut :

y = α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + e

Keterangan :

α          : konstanta

y          : kinerja manajerial

x1                  : desentralisasi

x2                  : sistem akuntansi manajemen

x3                  : ketidakpastian lingkungan

3.5.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian model regresi berganda dalam menguji hipotesis harus memenuhi pengujian asumsi klasik. Pada penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah: uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

3.5.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji variabel independen penelitian sudah terdistribusi normal. Distribusi normal data dapat dilihat dari titik-titik data di sekitar garis P-Plot, dan dapat diuji menggunakan uji kolmogorov-Smirnov. Jika nilai assymptut sig > 0,05 berarti data terdistribusi secara normal.

3.5.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan yang kuat antara variabel independen dalam suatu persamaan regresi. Adanya multikolinearitas dapat menyebabkan ketidaktepatan estimasi, sehingga dapat terjadi kesalahan penerimaan hipotesis. Uji multikolinearitas dapat diuji dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) atau nilai Tolerance. Jika nilai VIF < 10 atau nilai Tolerance mendekati 1 artinya tidak terjadi multikolinearitas.

3.5.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Uji autokorelasi duji menggunakan nilai Durbin-Watson. Jika nilai D-W < 4 berarti tidak terdapat korelasi.

3.5.3.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke residual yang lain. Asumsi yang benar yaitu setiap variabel independen memiliki varians yang sama. Uji heteroskedastisitas dapat diuji dengan grafik Scatter Plot. Uji ini terpenuhi apabila titik-titik di Scatter Plot menyebar atau tidak teratur.

3.5.4 Pengujian Hipotesis

3.5.4.1 Pengujian secara Simultan (Uji F)

Untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu Desentralisasi (X1), karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen (X2), serta ketidakpastian lingkungan (X3) mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat yaitu kinerja manajerial (Y), maka digunakan uji F melalui perhitungan dengan bantuan program SPSS yang hasilnya kemudian dibandingkan dengan F tabel. Karena hasil pengujian antara desentralisasi, karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kinerja manajerial terbukti kebenarannya. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakpastian lingkungan yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja manajerial perusahaan dan bentuk struktur organisasi yang tepat adalah desentralisasi, yang didukung dengan adanya informasi yang akurat karena membutuhkan keputusan yang cepat dan tepat.

3.5.4.2 Pengujian secara Parsial (Uji t)

Untuk mengetahui variabel bebas manakah diantara desentralisasi, karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan yang mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel terikat yaitu kinerja manajerial, maka digunakan uji t melalui perhitungan program SPSS untuk melihat t hitung yang akan dibandingkan dengan t tabel.

3.5.5 Uji Statistik

Peneliti melakukan pengujian data dengan uji statistik untuk mengetahui seberapa akurat data yang digunakan, maka perlu adanya beberapa pengujian (Gujarati, 2003 ).

Uji Koefisien Regresi yaitu (t stastitik ) untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel indipenden dengan variabel dependen secara individual.

Koefisien Determinasi (R2) yaitu menjelaskan besarnya persenatsi total variabel dependen yang akan dijelaskan oleh model, karena apabila R2> maka untuk menjelaskan variabel dependen akan semakin besar kontribusi modelnya. Nilai R2 antara 0-1, jika 1 berarti adanya pengaruh yang signifikan antara dua variabel, jika 0 berarti tidak adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.

3.6 Hipotesis Penelitian

Ho:  Variabel dependen yang terdiri atas desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan tidak mempengaruhi variabel independen, yakni kinerja manajerial

Ho1:  Desentralisasi tidak berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

Ho2:  Sistem Akuntansi Manajemen (SAM) tidak berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

Ho3:  Ketidakpastian Lingkungan tidak berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

Ha:  Variabel dependen yang terdiri atas desentralisasi, sistem akuntansi manajemen dan ketidakpastian lingkungan mempengaruhi variabel independen, yakni kinerja manajerial

Ha1:  Desentralisasi berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

Ha2:  Sistem Akuntansi Manajemen (SAM) berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

Ha3:  Ketidakpastian Lingkungan berpengaruh pada kinerja manajerial di PT. Eka Jaya Motor

3.7 Tahapan Penelitian

Adapun tahap-tahap untuk melaksanakan penelitian ini :

Menentukan jenis penelitiannya (Kuantitatif) serta memilih judul proposal

Mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan penelitian.

Mengumpulkan data-data yang diperlukan dari survey lapangan.

Mengolah data yang telah diperoleh.

Model analisisnya dengan model ekonometrika dan regresi linier berganda.

Hipotesis Statistik ( Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik) 

Menguji kebenaran hipotesis, yaitu H1, H2, dan H3.

Menarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu sebagai perbaikan dalam permasalahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 2000. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi, Edisi Kedua, Penerbit   BPFE, Yogyakarta.

Duncan, R. B., 1972, Characteristic of Organization Environment and Perceived Environment          Uncertainty. Administration Science Quartely 17: 313 – 327 dalam Gregson, Tery et al. 1994.  Role Ambiguity, Role Conflict, and Perceived Environment Uncertainty: Are the Scales Measuring Separate Construct for Accountans?. Behavioral Research in Accounting 6: 145 –159.

Hansen.,Mowen. M., Ancella, A. Hermawan. 2007. Akuntansi Manajemen. Diterjemahkan oleh Ancella.A. Hermawan.Erlangga. Jakarta.

Haryadi, Bambang. 2005. Akuntansi Manajemen:Suatu Sudut Pandang.Edisi ke-I. Cetakan pertama. BPFE.Yogyakarta.

Mulyadi.2006.Akuntansi Manajemen. STIE YPKN. Yogyakarta.

Mulyadi, 2001. Akuntansi Manajemen (Konsep, Manfaat dan Rekayasa), Edisi 3, Penerbit Salemba Empat.

Pakiding, Grace. 2007. Pengaruh Desentralisasi dan Sistem Akuntansi Manajemen terhadap kinerja manajer pada perusahaan Hotel Berbintang di Bandung. Skripsi. FEUP. Bandung.

Prasetyo. 2006. Sistem Akuntansi Manajemen ,Sebuah Pendekatan Paraktis. Salemba empat. Jakarta.

Rahmi, U. 2011. Teknik Pengumpulan Data. Diakses tanggal 2 Desember 2014 dari http://tepenr06.wordpress.com/2011/10/30/teknik-pengumpulan-data/

Ritonga, Kirmizi., Zainuddin, Yusirrie. 2005. Pengaruh Ketidaktentuan Lingkungan terhadap Penerapan Sistem Akuntansi Manajemen ; Struktur Orgaisasi sebagai Faktor Moderasi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Volume 5.FEUI. Jakarta.

Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Simamora, Henry. 2005. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta.

Syam, F., Maryasih, L. 2006. Sistem Akuntansi Manajemen. CV.Alfabeta. Bandung.

Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Warren, Horngreen., Fess. 2005. Pengantar Akuntansi. Sebuah Pendekatan Praktis. Salemba empat.Bandung.

Yusuf, Haryono.2005. Akuntansi Manajemen. Jilid II. Edisi ke-6 catatan Kedua. Liberty. Yogyakarta.

PENGARUH PENGALAMAN, INDEPENDENSI, DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI KOTA MALANG

SKOLASTIKA KIRBY LOVELYN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitian mengenai pendeteksian kecurangan atau fraud adalah untuk melihat apakah pengalaman kerja auditor, independensi, dan skeptisme profesional auditor dapat berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan. Variabel independen dari penelitian ini adalah pengalaman kerja auditor, independensi, dan skeptisme profesional auditor. Sedangkan variabel dependennya yaitu pendeteksian kecurangan. Selain itu penelitian ini juga untuk melihat variabel independen manakah yang paling berpengaruh paling besar terhadap variabel dependennya yaitu pendeteksian kecurangan. Sampel yang digunakan adalah auditor dari seluruh KAP yang ada di Malang. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan teknik convenience sampling. Uji yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Kata-kata kunci: pengalaman, independensi, skeptisme profesional auditor, pendeteksian kecurangan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman terdapat berbagai macam profesi yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah profesi dalam bidang jasa. Terdapat banyak profesi dalam bidang jasa, salah satunya yaitu profesi auditor. Semakin banyak bermunculan perusahaan-perusahaan baru, menjadikan profesi auditor ini semakin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (kreditor, pemerintah, pemilik perusahaan, dan juga para investor) terhadap informasi dari laporan keuangan perusahaan. Profesi auditor sebagai pihak yang independen bertugas memberikan penilaiannya terhadap laporan keuangan yang telah di audit untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen dan juga stakeholders.

Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit , namun juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230. 06). Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan akan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan.

Audit merupakan jasa yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Jasa yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik yaitu jasa audit operasional, audit kepatuhan, dan audit laporan keuangan. Dilakukannya audit dalam suatu perusahaan yaitu untuk melihat apakah laporan keuangan dalam perusahaan tersebut telah tersaji secara wajar dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, yang kemudian auditor memberikan opininya atas laporan keuangan yang telah di auditnya. Selain itu auditor dalam melakukan audit juga harus menentukan tingkatan risiko audit dan materialitasnya atas laporan keuangan tersebut. Seorang auditor dalam bekerja harus sesuai dengan standar-standar yang telah diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.

Terdapat dua macam auditor yaitu auditor internal dan auditor eksternal. Umumnya perusahaan menggunakan jasa auditor eksternal yang ada di Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk melakukan audit dalam perusahaannya. SA seksi 220 dalam SPAP 2001, menyatakan bahwa ”Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan bahwa setiap auditor harus bersikap independen, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Setyaningrum, 2010:35). Independensi auditor berhubungan dengan tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan yang berdasarkan independensi berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemukan pada proses auditnya.  

Dengan adanya jasa profesi auditor, masyarakat mengharapkan adanya penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). Selain itu pada PSA (Pernyataan Standar Audit) No. 04 (SA Seksi 220), di dalam standar ini mengharuskan auditor untuk bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, tetapi dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik sebagai auditor intern.

Seorang auditor dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan telah memperoleh kepercayaan dari kliennya dan juga dari pihak-pihak pemakai laporan keuangan tersebut untuk membuktikan apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar. Pada umumnya antara klien dengan pihak-pihak pemakai laporan keuangan pasti memiliki kepentingan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Sehingga, auditor dalam memberikan opininya terhadap laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen terhadap kepentingan klien maupun pihak-pihak pemakai laporan keuangan tersebut (Wibowo, 2009: 19).

Dalam melaksanakan audit, adapula auditor yang mengalami kegagalan dalam mendeteksi kecurangan yang terbukti dengan adanya beberapa kasus keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco yang terjadi di Amerika Serikat. Selain itu juga adapula kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia.

Penelitian Beasley et al. (2001) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC selama 11 periode (Januari 1987-Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai dan hal ini merupakan urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi (Beasley et al. 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga dapat menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal.

Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen, dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan kepercayaan (trust) dari auditor terhadap klien. Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) telah mengembangkan model teoritis mengenai hubungan antara faktor trust  dengan sikap skeptisme profesional auditor. Kepercayaan ini harus selalu ditingkatkan dengan didukung oleh suatu keahlian audit. Auditor harus dapat melaksanakan tugasnya dengan sikap profesionalisme serta menjunjung tinggi kode etik profesi yang harus dijadikan pedoman dalam menjalankan setiap tugasnya. Berdasarkan Standar auditing Profesional akuntan Publik (SPAP), akuntan dituntut untuk dapat menjalankan setiap standar yang ditetapkan oleh SPAP tersebut. Standar-standar tersebut meliputi standar auditing, standar atestasi, standar jasa akuntan dan review, standar jasa konsultasi, dan standar pengendalian mutu. Dalam salah satu SPAP diatas terdapat standar umum yang mengatur tentang keahlian auditor yang independen (Asih, 2006:3).

Pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan dan dalam melaksanakan audit dilapangan dapat dilihat dari segi lamanya waktu dan juga banyaknya penugasan audit yang pernah dilakukan oleh auditor tersebut. Pengalaman kerja dari seorang auditor juga dapat mempengaruhi tingkat skeptismenya karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan yang terjadi pada laporan keuangan seperti siklus persediaan dan pergudangan, hal ini disebabkan karena auditor yang berpengalaman skeptismenya lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Semakin banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisme yang dimilikinya.

Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya (Kushasyandita, 2012:3). Menurut penelitian Noviyanti & Bandi (2002) pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda-beda yang diketahuinya. Sehingga, pengalaman termasuk dalam unsur profesional yang penting untuk membangun pengetahuan dan keahlian auditor yang berguna dalam proses pelaksanaan auditnya. Auditor yang tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman (Herman, 2009). Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu hal yang penting dalam memprediksi kinerja dari akuntan publik, sehingga pengalaman kerja auditor termasuk sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh izin menjadi akuntan publik. Hal ini sesuai dengan SK Menkeu No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan atas Kep Menkeu No. 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik (Depkeu, 2003:56).

Standar profesional akuntan publik mendefinisikan bahwa skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001). Standar auditing tersebut mensyaratkan agar auditor harus memiliki sikap skeptisme profesional dalam mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang berkaitan dengan penugasan dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ginda Bella Pramudita (2012) mengenai pengaruh pengalaman dan kompetensi auditor terhadap skeptisisme profesional auditor Kantor Akuntan Publik yang menunjukkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap skeptisme profesional auditor baik secara parsial dan juga simultan. Selain itu adapula penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) yang meneliti tentang pengaruh pengalaman dan skeptisme profesional auditor yang berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel skeptisme profesional auditor merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan.

Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti tentang apakah terdapat pengaruh yang besar dari pengalaman kerja, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. Sehingga penelitian ini diberi judul “PENGARUH PENGALAMAN, INDEPENDENSI DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN  PADA KAP DI MALANG”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.         Bagaimana pengaruh pengalaman, indepedensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan ?

2.         Manakah dari ketiga variabel Independen tersebut yang memiliki pengaruh paling besar terhadap pendeteksian kecurangan ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk menganalisis pengaruh pengalaman, independensi dan skeptisme

profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan.

Untuk menganalisis dan mengetahui variabel independen yang memiliki pengaruh paling besar terhadap pendekteksian kecurangan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.         Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)

Dapat memberikan kontribusi dalam melakukan perbaikan dan perubahan untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Selain itu juga untuk melakukan evaluasi mengenai kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya kecurangan dalam proses audit.

2. Bagi Peneliti

Sarana dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

3. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi seluruh civitas akademika mengenai pengaruh pengalaman, independensi, dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

4. Bagi Pembaca dan Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dan informasi untuk keperluan penelitian sejenis. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan referensi dan diharapkan juga dapat melengkapi penelitian sebelumnya serta menjadi bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

2. LANDASAN TEORI

Pengertian Audit

Menurut Meisser, Jr  (2003: 8) pengertian audit adalah:

“audit adalah proses yang sistematik dengan tujuan mengevaluasi bukti mengenai tindakan dan kejadian ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara penugasan dan kriteria yang telah ditetapkan, hasil dari penugasan tersebut dikomunikasikan kepada pihak pengguna yang berkepentingan”.

Menurut The American Accounting Association’s Committee on Basic Auditing Concepts (2001: 1-2) pengertian auditing adalah:

“audit merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan umtuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta menyampaikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Menurut Arens dan Loebbecke (2003), pengertian auditing sebagai:

“Suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.”

Menurut Mulyadi (2002), pengertian auditing merupakan:

“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”

Standar Auditing

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) merupakan standar auditing yang menjadi kriteria atau pedoman kerja minimum yang memiliki kekuatan hukum bagi para auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar auditing adalah pengukur kualitas dan tujuan, sehingga jarang berubah. Sedangkan prosedur audit adalah metode-metode atau teknik yang rinci untuk melaksanakan standar tersebut, sehingga prosedur akan dapat berubah-ubah bila lingkungan auditnya berubah. Standar auditing  dibuat berdasarkan konsep dasar. Konsep dasar sangat diperlukan karena merupakan dasar pembuatan standar yang berguna untuk memberikan pengarahan dan pengukuran kualitas dari mana prosedur audit dapat diturunkan.

Standar auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).

PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang telah tercantum di dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan auditnya. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Di dalam PSA juga terdapat Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga terdapat perluasan lebih lanjut mengenai berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.

Konsep dasar untuk melahirkan standar auditing yaitu berdasarkan :

Bukti

Kehati-hatian dalam pemeriksaan

Penyajian atau pengungkapan wajar

Independensi

Etika

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) terdiri dari tiga standar yaitu:

Standar auditing

Standar atestasi

Standar jasa akuntansi dan review

Hubungan standar atestasi dan standar auditing adalah standar auditing merupakan bagian dari standar atestasi yang khusus mengatur mutu dari jasa akuntan publik yang berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan historis. Audit atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum di Indonesia merupakan satu diantara jasa atestasi yang dapat disediakan oleh kantor akuntan publik kepada masyarakat.

Standar auditing terdiri atas sepuluh standar, dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu:

a.         Standar Umum

Keahlian dan kompetensi teknis yang memadai

Sikap mental yang independen

Kemahiran profesional dengan cermat dan seksama

b. Standar Pekerjaan Lapangan

Perencanaan dan supervisi audit

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

Pemahaman memadai atas pengendalian intern

Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

Bukti kompeten yang cukup

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan

Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Istilah standar akuntansi keuangan di Indonesia yang digunakan dalam standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik akuntansi, tetapi juga metode penerapannya. Standar pelaporan pertama tidak mengharuskan auditor untuk menyatakan tentang fakta (statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Jika pembatasan terhadap lingkup audit tidak memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian tersebut maka pengecualian semestinya diperlukan dalam laporan auditnya.

Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

Tujuan standar konsistensi adalah untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan di antara dua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Juga dinyatakan secara tersirat dalam tujuan standar tersebut bahwa prinsip akuntansi tersebut telah diamati konsistensi penerapannya dalam setiap periode akuntansi yang bersangkutan. Standar pelaporan tersebut secara tersirat menggandung arti bahwa auditor puas bahwa daya banding laporan keuangan di antara dua periode akuntansi tidak dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi dan bahwa prinsip akuntansi tersebut telah diterapkan secara konsisten di antara dua periode atau lebih periode akuntansi baik karena tidak terjadi perubahan prinsip akuntansi, atau terdapat perubahan prinsip akuntansi atau metode penerapannya, namun dampak perubahan prinsip akuntansi terhadap daya banding laporan keuangan tidak material. Dalam keadaan-keadaan tersebut auditor tidak perlu membuat pengungkapan mengenai konsistensi dalam laporan auditnya.

Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

Penyajian laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material. Hal-hal tersebut mencakup bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan, yang meliputi, sebagai contoh, istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan unsur dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat melaksanakan audit

Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Tujuan standar pelaporan keempat adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan.

Etika Profesi (Kode Etik)

Salah satu cara profesi akuntan publik dalam mewujudkan perilaku profesional dengan adanya pengaruh dari pelaksanaan etika profesi yang telah ditetapkan oleh IAI yaitu Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik dibuat dengan tujuan untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik.

Kode etik profesi diperlukan karena adanya beberapa alasan yaitu sebagai berikut:

Kebutuhan akan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa yang diberikan.

Masyarakat diharapkan mampu menilai kualitas jasa yang diberikan oleh profesi.

Meningkatnya kompetisi diantara anggota profesi.

Kode Etik Akuntan Indonesia merupakan kode perilaku yang terdiri dari yaitu:

Ketentuan umum dalam kode etik akuntan publik memiliki kekuatan dalam hal penekanan pada kegiatan yang positif sehingga menghasilkan kualitas kerja yang tinggi. Tetapi kelemahannya adalah sulit untuk memaksakan perilaku umum yang ideal karena tidak adanya standar perilaku minimum.

Peraturan khusus memiliki keunggulan dalam penjabaran terinci, sehingga dapat dipaksakannya standar perilaku dan kinerja minimum. Tetapi kelemahannya adalah cenderung memberikan penafsiran pada para praktisi sebagai standar maksimum dan bukannya minimum.

Tujuan Audit

Tujuan umum dari audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dari suatu laporan keuangan dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Tujuan audit secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kelengkapan (Completeness) untuk meyakinkan bahwa seluruh transaksi telah dicatat atau ada dalam jurnal secara aktual telah dimasukkan.

Ketepatan (Accurancy) untuk memastikan transaksi dan saldo perkiraan yang ada telah dicatat berdasarkan jumlah yang benar, perhitungan yang benar, diklasifikasikan, dan dicatat dengan tepat.

Eksistensi (Existence) untuk memastikan bahwa semua harta dan kewajiban yang tercatat memiliki eksistensi atau keterjadian pada tanggal tertentu, jadi transaksi tercatat tersebut harus benar-benar telah terjadi dan tidak fiktif.

Penilaian (Valuation) untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum telah diterapkan dengan benar.

Klasifikasi (Classification) untuk memastikan bahwa transaksi yang dicantumkan dalam jurnal diklasifikasikan dengan tepat. Jika terkait dengan saldo maka angka-angka yang dimasukkan didaftar klien telah diklasifikasikan dengan tepat.

Ketepatan (Accurancy) untuk memastikan bahwa semua transaksi dicatat pada tanggal yang benar, rincian dalam saldo akun sesuai dengan angka-angka buku besar. Serta penjumlahan saldo sudah dilakukan dengan tepat.

Pisah Batas (Cut-Off) untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang dekat tanggal neraca dicatat dalam periode yang tepat. Transaksi yang mungkin sekali salah saji adalah transaksi yang dicatat mendekati akhir suatu periode akuntansi.

Pengungkapan (Disclosure) untuk meyakinkan bahwa saldo akun dan persyaratan pengungkapan yang berkaitan telah disajikan dengan wajar dalam laporan keuangan dan dijelaskan dengan wajar dalam isi dan catatan dari laporan tersebut.

Pengklasifikasian Auditor

Orang atau kelompok yang melaksanakan audit dapat dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor internal (Mulyadi, 2002:58).

Auditor Independen

Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon kreditur, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak). Untuk berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu. Auditor independen harus telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat izin praktik dari Menteri Keuangan.

Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan, atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta

instansi pajak.

Auditor internal

Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas utamanya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Penggolongan Audit

Pada umumnya audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

Audit laporan keuangan (financial statement audit )

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk  memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.

Audit kepatuhan (compliance audit)

Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit iternal, karena oleh pegawai perusahaan.

Audit operasional (operational audit)

Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yag obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen, mengidentifikasikan peluang, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ketiga.

Prosedur Audit

Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Adapun prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor yaitu sebagai berikut:

Inspeksi

Merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan kondisi fisik sesuatu. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi seringkali digunakan dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-down. Dengan melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian bottom-up atas akuntansi transaksi tersebut. Pada saat yang sama, auditor seringkali mempertimbangkan implikasi bukti dalam konteks pemahaman faktor-faktor ekonomi dan persaingan entitas.

Pengamatan (Observation)

Pengamatan atau observasi merupakan prosedur audit untuk melihat dan menyaksikansuatu kegiatan. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin suatu jenis transaksi tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para pekerja sedang melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan. Pengamatan terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal. Auditor juga dapat mengamati kecermatan seorang karyawan dan klien dalam melaksanakan pemeriksaan tahunan atas fisik persediaan.

Permintaan Keterangan (enquiry)

Merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan atau tertulis. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan keusangan persediaan atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat meminta langsung  keterangan pada pihak eksteren, seperti permintaan keterangan langsung kepada penasihat hukum klien tentang kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti lisan atau bukti dalam bentuk representasi tertulis.

Konfirmasi

Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Konfirmasi menyediakan bukti bottom-up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya objektif dan berasal dari sumber yang independen.

Penelusuran (Tracing)

Penelusuran terutama dilakukan pada bahan bukti dokumenter. Dimana dilakukan mulai dari data awal direkamnya dokumen, yang dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data-data tersebut dalam proses akuntansi. Karena prosedur ini memberikan keyakinan bahwa data yang berasal dari dokumen sumber pada akhirnya dicantumkan dalam akun, maka secara khusus data ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya salah saji berupa penyajian yang lebih rendah dari yang seharusnya (understatement) dalam catatan akuntansi.

Pemeriksaan bukti pendukung (vouching)

Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang meliputi inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menetukan kewajaran dan kebenarannya. Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan. Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang digunakan dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstatement) dalam catatan akuntansi.

Perhitungan (counting)

Prosedur audit ini meliputi perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kasatau sediaan tangan, pertangungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak.

Scanning

Scanning merupakan penelaahan secara cepat terhadap dokumen, cacatan, dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.

Pelaksanaan Ulang

Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan transaksi tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan pengandalian intern yang telah dirumuskan.

Computer-assisted audit techniques

Apabila catatan akuntansi dilaksanakan dalam media elektronik maka auditor perlu menggunakan Computer-assisted audit techniques dalam menggunakan berbagai prosedur audit di atas.

Risiko Audit

Risiko dalam auditing menurut  Arens & Loebbecke (2003) berarti auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan auditnya. Risiko audit merupakan salah satu aspek penting yang mendasari proses audit. Menurut Henry (2002) ada dua jenis risiko yang dihadapi oleh auditor yang melakukan audit terhadap laporan keuangan, yaitu :

Risiko audit (audit risk)

risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memofidikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Risiko bisnis auditor (auditor business risk)

terpaparnya auditor (auditor exposure) terhadap kerugian atau kerusakan praktik profesionalnya akibat litigasi, publisitas yang buruk, ataupun peristiwa lainnya yang mencuat sehubungan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkannya.

Risiko bisnis auditor berbeda dengan risiko audit. Auditor bisa saja memutuskan untuk menggali lebih banyak bukti audit disebabkan meningkatnya risiko bisnisnya. Dalam standar auditing yang berlaku secara umum, auditor tidak boleh memutuskan untuk mengumpulkan lebih sedikit bukti audit hanya karena mengaudit klien dengan risiko bisnis yang minimal. Risiko bisnis auditor tidak dapat dikendalikan secara langsung oleh auditor, meskipun demikian beberapa pengendalian dapat dijalankan melalui penerimaan dan penolakan klien dengan hati-hati. Di lain pihak, risiko audit dapat dikendalikan secara langsung melalui lingkup prosedur tes auditor.

Risiko audit menurut SPAP (2010) adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Risiko audit yang diterima auditor mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat keinginan mengekspresikan pendapat atau opini yang tepat. Adapun tingkatan risiko audit seperti rendah, sedang, atau tinggi. Tingkat risiko audit yang dianggap standar adalah 5% dan tingkat risiko audit tidak akan pernah tidak ada atau nol.

Risiko audit dapat dibagi menjadi dua bagian:

Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.

Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

Dalam SA Seksi 312 (PSA No. 25) mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan risiko dan materialitas baik dalam :

Merencanakan audit dan merancang prosedur audit

Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai prinsip akuntansi yang berlaku secara umum di Indonesia.

Macam-Macam Risiko Audit

Ada tiga macam risiko audit menurut SPAP seksi 312 (2010) :

1.         Risiko Bawaan

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Misalnya saja, perhitungan yang rumit akan lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.

2.         Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian internnya.

3.         Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain tersebut muncul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit.

Komponen dari Risiko Audit

Menurut (Arens dan Loebbecke, 2003) terdapat empat unsur risiko audit yaitu sebagai berikut :

Planned Detection Risk

Planned detection risk (risiko deteksi terencana) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi, apabila salah saji semacam itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini. Pertama, risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model. Risiko terdeteksi hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga faktor lainnya tersebut. Kedua, risiko ini menentukan nilai bukti substantive yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi rencana itu sendiri.

Risiko Inheren

Risiko bawaan adalah faktor kerentanan laporan keuangan terhadap salah saji material, dengan asumsi tidak ada pengendalian intern. Sedangkan menurut SPAP (2010) risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji yang material dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian internal yang terkait.

Hubungan antara risiko bawaan dengan risiko penemuan serta rencana pengumpulan bahan bukti yaitu bahwa risiko bawaan sifatnya adalah berbanding terbalik dengan risiko penemuan, dan berbanding lurus dengan bahan bukti (Arens dan Loebbecke, 2003).

Auditor harus melaksanakan audit untuk mengurangi risiko audit sampai tingkat yang terendah, yang menurut pertimbangan profesional auditor, tepat untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Dalam melakukannya, auditor perlu untuk mempertimbangkan risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat saldo akun atau kelompok transaksi. Dalam mempertimbangkan risiko audit, pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan, auditor mempertimbangkan risiko salah saji material yang berkaitan secara luas dan mendalam (pervasively) terhadap laporan keuangan dan secara potensial mempengaruhi banyak asersi.

Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi atas segmen tertentu dan tidak terhadang atau tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki oleh klien. Risiko pengendalian ini memperlihatkan tentang penilaian apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji dan kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada dibawah nilai maksimum 100% sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya. Semakin efektif pengendalian internnya, maka semakin rendah pula faktor risiko yang dapat dibebankan pada risiko pengendalian.

Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dan risiko pengendalian. Kombinasi risiko inheren dan risiko pengendalian ini dapat dianggap sebagai suatu ekspektasi atas nilai salah saji setelah mempertimbangkan pengaruh dari pengendalian intern.

Risiko Akseptibilitas Audit

Risiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor dalam menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih rendah, hal itu dapat diartikan bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi dan bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Risiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat risiko sebesar 100% berarti benar-benar tidak yakin.

Model Risiko Audit

Cara auditor untuk menangani masalah risiko dalam tahap perencanaan pengumpulan bahan bukti yaitu dengan menggunakan model risiko audit. Model risiko audit sangat diperlukan untuk mengerjakan audit secara efektif. Model risiko audit digunakan untuk tahap perencanaan dalam menentukan berapa besar bahan bukti yang harus dikumpulkan dalam tiap siklusnya.

Model risiko audit yang digunakan terutama untuk tahap perencanaan dalam menentukan berapa besar bahan bukti yang harus dikumpulkan dalam tiap siklusnya.

Rumusnya adalah sebagai berikut:

RA = RB X RP X RD

Keterangan:

RA = Risiko audit

RB = Risiko bawaan

RP = Risiko pengendalian

RD = Risiko deteksi

Pengalaman Auditor

Pengalaman merupakan cara pembelajaran yang baik bagi auditor internal untuk menjadikan auditor kaya akan teknik audit. Semakin tinggi pengalaman auditor, maka semakin mampu dan mahir auditor dalam menguasai tugasnya sendiri maupun aktivitas yang diauditnya. Pengalaman juga membentuk auditor mampu menghadapi dan menyelesaikan hambatan maupun persoalan dalam pelaksanaan tugasnya, serta mampu mengendalikan kecenderungan emosional terhadap pihak-pihak yang diperiksa. Selain pengetahuan dan keahlian, pengalaman auditor memberi kontribusi yang relevan dalam meningkatkan kompetensi auditor.

Farmer et al, (1987), mengemukakan bahwa auditor yang berpengalaman kurang menyetujui dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman dalam menyetujui perlakuan akuntansi yang dipreferensikan klien. Mereka menyimpulkan justru auditor staf cenderung lebih memperhatikan dalam mempertahankan dan menyenangkan klien dibandingkan para partner.

Gusnardi (2003:8), mengemukakan bahwa pengalaman audit (audit experience) dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, tahun pengalaman, gabungan antara jenjang jabatan dan tahun pengalaman, keahlian yang dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh auditor tentang audit. Masalah penting yang berhubungan dengan pengalaman auditor akan berkaitan dengan tingkat ketelitian auditor.

Puspa (2006), mengemukakan bahwa persuasi atas preferensi klien berdasarkan pengalaman audit masing-masing responden dalam penelitian ini memberikan hasil yang sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan setiap responden dihadapkan pada empat kasus yang berbeda, sehingga judgment masing-masing responden juga bervariasi tergantung dari pengetahuan, intuisi, dan persepsinya masing-masing. Hasil ini juga memberikan bukti bahwa auditor dengan tingkat pengalaman yang hampir sama (memiliki masa kerja dan penugasan yang hampir sama) ternyata memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dan sangat bervariasi.

Shelton (1999), menyatakan bahwa pengalaman akan mengurangi pengaruh informasi yang tidak relevan dalam pertimbangan (judgment) auditor. Auditor yang berpengalaman (partner dan manajer) dalam membuat pertimbangan (judgment) mengenai going concern tidak dipengaruhi oleh kehadiran informasi yang tidak relevan. Sedangkan auditor yang kurang pengalamannya dalam membuat pertimbangan (judgment) mengenai going concern dipengaruhi oleh kehadiran informasi yang tidak relevan.

Penelitian Haynes et al, (1998) yang menyelidiki pengaruh peran auditor dalam melayani kepentingan klien menemukan bahwa auditor tidak secara otomatis mengambil posisi advokasi bagi klien, terutama bila kepentingan klien tidak dibuat eksplisit. Tetapi bila kepentingan itu ditonjolkan (salient), auditor khususnya yang berpengalaman akan berperilaku konsisten dengan posisi advokasi. Penelitian Haynes et al. ini menunjukkan pengalaman audit yang dipunyai audior ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Taufik (2008:72), memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa. Maka dengan adanya pengalaman kerja yang semakin lama diharapkan auditor dapat semakin baik dalam pendeteksian kecurangan yang terjadi dalam perusahaan klien. Dengan semakin bertambahnya pengalaman auditing, jumlah kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Pada saat yang sama, hal ini menjadi lebih mudah untuk membedakan hal-hal yang termasuk dalam kategori yang berbeda. Bertambahnya pengalaman menghasilkan struktur kategori yang lebih tepat (akurat) dan lebih komplek. Konsep kecurangan yang dimiliki auditor kemungkinan menjadi lebih dapat ditegaskan dan kemampuan dalam menentukan kecurangan tertentu yang terjadi pada suatu siklus transaksi tertentu kemungkinan akan meningkat dengan bertambahnya pengalaman.

Independensi

Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun. Untuk memenuhi pertanggungjawaban profesionalnya, auditor harus bersikap independen karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan

dan menyatakan pendapatnya. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang auditor dalam melakukan jasa atestasi. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2005), auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak dan yang tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun.

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan Publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan Publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan,

namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas

pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2002).

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga

berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi:26-27).

Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independence in fact yang dalam kenyataan akan ada apabila padakenyataanya auditor mampu mempertahankan sikap yangtidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa independensi mempunyai tiga buah pengertian bila dihubungkan dengan akuntan publik :

Dalam berbagai hal, independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas dan tanggung jawab.

Dalam hal yang lebih sempit, bila dihubungkan dengan pemeriksaan akuntansi sehubungan dengan mengeluarkan pendapat atas laporan keuangan, maka independensi berarti menghindari berbagai hubungan yang memungkinkan (sekaligus tanpa sadar) merusak obyektif akuntan publik.

Independensi berarti menghindari hubungan yang dapat menimbulkan kesan seseorang pemeriksa mempunyai suatu konflik kepentingan.

Upaya dalam memelihara independensi yaitu:

Kewajiban hukum

Standar auditing yang berlaku umum

Standar pengendalian mutu

Komite audit

Komunikasi dengan auditor pendahulu

Pentingnya Independensi

Dalam Standar Auditing (SA) seksi 220 PSA No. 4 menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor berkurang bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang

praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Disamping itu tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus menghindari pula keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independennya. Sikap mental independen auditor menurut persepsi masyarakat inilah yang tidak mudah untuk memperolehnya.

Menurut Supriyono (1988:34) yang dikutip dalam penelitian Mayangsari (2002), ada enam faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, salah satunya adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Seringkali manajemen klien meminta kantor akuntan publik untuk memberikan jasa lain selain jasa audit. Pemberian jasa lain selain jasa audit menimbulkan pertanyaan yang mendasar apakah akuntan publik tersebut dapat mempertahankan

independensinya.

Tiga Aspek Independensi Auditor

Independensi auditor mempunyai tiga aspek (Mulyadi & Kanaka: 49) yaitu sebagai berikut:

Independensi dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya. Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam kenyataan atau independence in fact.

Independensi yang ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor. Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam penampilan atau perceived independence  atau independence in appearance.

Independensi dipandang dari sudut keahliannya. Seorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai atas audit fakta tersebut.

Risiko yang Dapat Merusak Independensi

Independensi dalam penampilan akuntan publik dianggap rusak jika auditor mengetahui atau patut mengetahui keadaan atau hubungan yang mungkin mengkompromikan independensinya. Menurut Ruchjat Kosasih (2000) ada empat jenis risiko yang dapat merusak independensi akuntan publik , yaitu :

Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima manfaat dari keterlibatan keuangan klien.

Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.

Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu erat kaitanya dengan kepentingan klien.

Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien, termasuk hubungan pribadi yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Auditor

Tidak dapat dipungkiri bahwa klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.

Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dalam Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

Ikatan keuangan dan usaha dengan klien

Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien

Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien

Sedangkan menurut Shockley (1981) dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor :

Persaingan antar akuntan publik

Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien

Ukuran KAP

Lamanya hubungan antara KAP dengan klien

Dari faktor–faktor yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan.

Skeptisme Profesional Auditor

Di dalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2001:230.2), menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Shaub dan Lawrence (1996) mengartikan skeptisisme profesional auditor adalah “professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior”. Skeptisisme profesional digabungkan ke dalam literatur profesional yang membutuhkan auditor untuk mengevaluasi kemungkinan adanya kecurangan material. Selain itu juga dapat diartikan sebagai pilihan untuk memenuhi tugas audit profesionalnya untuk mencegah dan mengurangi konsekuensi bahaya dan perilaku orang lain (SPAP 2001 : 230.2)

Kee dan Knox’s (1970) dalam model “Professional Scepticism Auditor” menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa faktor:

Faktor-faktor kecondongan etika

Faktor-faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. The American Heritage Directory menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi. Pengembangan kesadaran etis/moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap skeptisisme profesional akuntan.

Faktor-faktor situasi

Faktor-faktor situasi berperngaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya.

Pengalaman

Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Butt (1988) memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat judgement yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesionalnya, daripada auditor yang kurang berpengalaman. Jadi seorang auditor yang lebih berpengalaman akan lebih tinggi tingkat skeptisisme profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman.

Berkaitan dengan skeptisisme ini, penelitian yang dilakukan Kee & Knox’s (1970) yang menggambarkan skeptisisme profesional sebagai fungsi dari disposisi etis, pengalaman dan faktor situasional. Shaub dan Lawrence (1996) mengindikasikan bahwa auditor yang menguasai etika situasi yang kurang lebih terkait dengan etika profesional dan kurang lebih dapat melaksanakan skeptisisme profesionalnya. Faktor situasional merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan skeptisisme profesional auditor.

Pentingnya Skeptisisme Profesional Auditor

Pentingnya skeptisisme profesional banyak ditekankan oleh berbagai jenis profesi. Umumnya profesi yang membutuhkan skeptisisme profesional adalah profesi yang berhubungan dengan pengumpulan dan penilaian bukti-bukti secara kritis, dan melakukan pertimbangan pengambilan keputusan berdasarkan bukti yang dikumpulkan. Profesi-profesi yang dirujuk antara lain, detektif, polisi, auditor, pengacara dan hakim, dan penyelidik. Namun, dari berbagai bidang profesi dan akademis yang membutuhkan skeptisisme profesional, hanya auditor yang menyaratkan skeptisisme profesional dalam standar profesionalnya (Hurtt,2003).

Seperti yang tercantum dalam SPAP seksi 230 (IAPI, 2011), skeptisisme

profesional merupakan unsur yang terkandung dalam Standar Umum ketiga mengenai penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama dalam

pelaksanaan pekerjaan auditor (due professional care). Due professional care merupakan komponen yang penting dalam proses audit. Banyak diskusi telah dilakukan mengenai praktik kerja yang dilakukan oleh manajemen audit, supervisor, dan staff untuk menekankan pentingnya due professional care (Gallegos, 2003). Selain meningkatkan kualitas audit dan mendeteksi terjadinya fraud, skeptisisme profesional auditor juga berperan dalam mencegah terjadinya fraud. Penemuan Chen dkk (2009) mempertegas pentingnya skeptisisme  profesional auditor yang ditunjukkan dalam bentuk tindakan audit (audit actions) karena dapat mengurangi kecenderungan manajer untuk melakukan fraud.

Penerapan tingkat skeptisisme dalam audit sangatlah penting karena dapat

mempengaruhi efektifitas dan efisiensi audit. Skeptisisme yang terlalu rendah akan memperburuk efektivitas audit, sedangkan terlalu tinggi akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan (Financial Reporting Council, 2010). Oleh karena itu, dalam melaksanakan audit, auditor seharusnya tidak serta-merta membuat pola pikir bahwa dalam informasi keuangan yang disediakan manajemen terdapat salah saji material atau kecurangan yang disengaja. Namun, seiring dengan proses pengumpulan bukti-bukti audit, auditor dapat meningkatkan kewaspadaannya jika

terdapat kemungkinan informasi keuangan tersebut memiliki salah saji material atau kecurangan yang disengaja.

Faktanya, skeptisisme profesional dalam auditing penting karena (Quadackers, 2009):

skeptisisme profesional merupakan syarat yang harus dimiliki auditor yang tercantum di dalam standar audit (SPAP),

perusahaan-perusahaan audit internasional menyaratkan penerapan skeptisisme profesional dalam metodologi audit mereka,

skeptisisme profesional merupakan bagian dari pendidikan dan pelatihan auditor,

literatur akademik dan profesional di bidang auditing menekankan pentingnya skeptisisme profesional.

Selain itu, banyak studi kasus yang oleh SEC (Security and Exchange Commissions) dilaporkan sebagai kegagalan auditor dalam mendeteksi salah saji material sebagai hasil dari kurangnya skeptisisme profesional, contohnya pada kasus Enron,WorldCom, Adelphia, dan Global Crossing.

Karakteristik Skeptisisme Profesional

Karakteristik skeptisisme profesional auditor terdiri dari (Hurtt, 2003):

pola pikir yang selalu bertanya-tanya (questioning mind), mencerminkan sikap keragu-raguan seperti yang terdapat dalam definisi skeptisisme profesional secara umum maupun khusus dalam auditing.

penundaan pengambilan keputusan (suspension of judgment), mencerminkan sikap yang tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu hal. Orang yang skeptis tetap akan mengambil suatu keputusan, namun tidak segera, karena mereka membutuhkan informasi-informasi pendukung lainnya untuk mengambil keputusan tersebut.

mencari pengetahuan (search for knowledge), meunjukkan bahwa orang yang skeptis memiliki sikap keingintahuan akan suatu hal. Berbeda dengan sikap bertanya-tanya, yang didasari keraguan atau ketidakpercayaan, karakteristik ketiga ini didasari karena keinginan untuk menambah pengetahuan.

Pemahaman interpersonal (interpersonal understanding), memberikan pemahaman bahwa orang yang skeptis akan mempelajari dan memahami individu lain yang memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda mengenai suatu hal. Dengan memahami persepsi orang lain, orang yang skeptis akan mengambil kesimpulan dan beragumentasi untuk mengoreksi  pendapat orang lain.

percaya diri (self-confidence), diperlukan oleh auditor untuk dapat menilai bukti-bukti audit. Selain itu, percaya diri diperlukan oleh auditor untuk dapat berhadapan dan berinteraksi dengan orang lain atau klien, termasuk juga beradu argumentasi dan mengambil tindakan audit yang diperlukan berdasarkan keraguan atau pertanyaan yang timbul dalam dirinya.

determinasi diri (self-determination), diperlukan oleh auditor untuk mendukung pengambilan keputusan, yakni menentukan tingkat kecukupan bukti-bukti audit yang sudah diperolehnya.

Usaha yang Dapat Dilakukan untuk Meningkatkan Skeptisisme Profesional

Terdapat dua lingkup area yang dapat mengembangkan dan meningkatkan skeptisisme auditor, yakni:

rekrutmen, pelatihan dan motivasi/penghargaan.

metodologi audit yang digunakan.

Karakteristik skeptisisme bawaan setiap orang akan berbeda-beda, beberapa memiliki tingkat skeptisisme yang lebih tinggi daripada yang lain.

Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan skeptisisme profesional auditor. Pelatihan fraud terbukti dapat mengurangi perbedaan antara auditor yang memiliki skeptisisme rendah dan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa skeptisisme profesional dapat dipengaruhi dengan adanya pelatihan (Quadackers, 2009). Ada dua jenis pelatihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan skeptisisme profesional adalah pelatihan langsung dan pelatihan tidak langsung (Financial Reporting Council, 2010). Pelatihan tidak langsung diperoleh dari simulasi yang disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya dengan workshop, atau pelatihan-  pelatihan audit. Sedangkan pelatihan langsung diperoleh melalui mentoring atau pelatihan yang diberikan secara langsung melalui praktik dan pengarahan oleh staf

auditor senior kepada staf auditor junior. Namun, pelatihan tidak langsung sendiri tidak akan efektif untuk melatih skeptisisme profesional dikarenakan faktor tekanan yang ada saat auditor terjun ke lapangan langsung. Oleh karena itu, pelatihan tidak langsung tersebut harus diperkuat dengan budaya perusahaan auditor dan pelatihan langsung seperti mentoring.

Menurut Financial Reporting Council (2010) usaha lainnya yang dapat dilakukan adalah pemberian motivasi atau penghargaan, yang akan lebih mendorong para auditor untuk berprestasi dalam bidangnya, dan untuk itu mereka harus dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, salah satunya adalah pencarian bukti-bukti audit yang relevan dan reliable.

Selain pelatihan, motivasi dan penghargaan, metodologi audit juga dapat mempengaruhi skeptisisme. Auditor yang bekerja dengan metode checklist dalam menjalankan tugas auditnya tidak akan bebas mengekspresikan sikap skeptisnya. Oleh karena itu, untuk mendorong skeptisisme profesional auditor, sebaiknya selain menugaskan auditor untuk bekerja sesuai dengan checklist yang ada, digunakan juga metodologi yang mendorong auditor untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada manajemen klien dan melakukan follow up

terhadap respon yang diberikan manajemen.

 Pendeteksian Kecurangan

Definisi kecurangan (Fraud) menurut Black Law Dictionary adalah “a knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment, is usual a tort, but in some cases (esp when the conduct is willful) it may be a crime”. Definisi diatas dapat diartikan bahwa kecurangan merupakan kesengajaan atassalah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan darisebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukanperbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahannamun dalam beberapa kasus(khususnya dilakukan secara sengaja)memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

AU seksi 316.05 mendefinisikan kecurangan adalah tindakan disengajayangmengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangan yang diaudit.Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentangkecurangan dalam audit. Atas laporan keuangan salah saji yang timbul sebagaiakibat dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari

penyalahgunaan aset.

Karakteristik Kecurangan

Dalam Standar Auditing (SA) seksi 316–Pertimbangan atas Kecurangan Dalam Audit Laporan Keuangan–(PSA No. 70) menyebutkan ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan:

Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti: (a) manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan (b) representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan (c) salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan  tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Penyebab Timbulnya Fraud

Ada beberapa faktor utama yang merupakan penyebab timbulnya fraud yaitu antara lain (1) adanya kerja sama dengan pihak ketiga, (2) adanya kerja sama antara karyawan perusahaan, (3) adanya internal control yang kurang memadai, (4) kurangnya kesadaran terhadap perbuatan yang salah dan (5) adanya perbedaan dalam etika bisnis. Selain itu, pada umumnya juga fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersamaan, yaitu:

Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud

Peluang untuk melakukan fraud

Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud

Fraud Laporan Keuangan

Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan sebagai berikut:

Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi atau informasi lain yang signifikan.

Salah penerapan secara sengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapannya.

Fraud dalam pelaporan keuangan biasanya juga berbentuk salah saji atau kelalaian yang disengaja baik dalam jumlah maupun pengungkapan pos-pos dalam pelaporan keuangan untuk menyesatkan pemakai informasi laporan keuangan tersebut. Fraud laporan keuangan dapat dibedakan antara yang sifatnya inklusif dan eksklusif (Dooley dan Skalak, 2006). Fraud dianggap sebagai inklusif apabila laporan keuangan mengandung transaksi atau nilai yang tidak benar. Sedangkan fraud yang dianggap eksklusif cenderung menghilangkan transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan. Fraud yang inklusif lebih banyak ditemukan dalam praktik. Contoh fraud yang inklusif adalah overstated dari piutang dagang akan berdampak pada pos pendapatan.

Pendeteksian Fraud

Ada beberapa keterbatasan auditor eksternal dalam mendeteksi salah saji yang timbul dari fraud. Audit dan review yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan perusahaan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Penentuan apakah suatu laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada umumnya dilakukan melalui pengujian (testing) terhadap sejumlah sampel dan bukan pengujian terhadap keseluruhan populasi. Dengan pengujian secara sampling, maka tidak dapat dihindari risiko adanya salah saji yang tidak terdeteksi, salah satunya karena penggunaan sampling risks.

Kemampuan auditor eksternal dalam mendeteksi fraud, bergantung pula pada kecanggihan pelaku fraud, frekuensi dari manipulasi, tingkat kolusi dan ukuran senioritas yang dilibatkan, karena semakin tinggi tingkat kolusi dalam fraud dan semakin tinggi tingkat manajemen yang terlibat dalam fraud ini, semakin sulit pula untuk mendeteksi fraud tersebut oleh auditor eksternal.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam perusahaan agar tingkat kemungkinan dideteksinya fraud lebih besar, yaitu:

Adanya diskusi antar anggota tim audit tentang kemungkinan risiko fraud sekarang menjadi wajib.

Semua pihak agar mengidentifikasi fraud.

Adanya respon yang lebih komprehensif dan terintegrasi terhadap risiko fraud.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan auditor dalam mendeteksi fraud adalah sebagai berikut:

Bagaimana auditor dapat berkomunikasi dengan efektif sehingga pihak klien lebih termotivasi untuk menyumbangkan informasi tentang fraud. Dengan kata lain, hal ini merupakan langkah awal bagaimana auditor mendapatkan informasi mengenai fraud.

Auditor menerapkan unsur unpredictability (tidak dapat ditebak) dalam prosedur auditnya, misalnya mengacak sifat, jadwal dan sampel pengujiannya.

Auditor perlu mengasah sensivitasnya akan hal-hal yang sifatnya tidak lazim yang bisa jadi merupakan indikasi akan terjadinya fraud. Misalnya memeriksa manual journal entry, auditor melihat adanya angka yang secara ganjil jumlahnya bulat, kemudian sewaktu dicek lebih lanjut ternyata benar bahwa angka tersebut merupakan angka yang dimarkup dengan cara dibulatkan ke atas.

Dalam menjalankan jasa profesionalnya, auditor perlu menerapkan praktik -praktik manajemen risiko secara lebih baik. Sebagai contoh, auditor akan melakukan penilaian, berdasarkan kriteria tertentu, atas hal-hal sebagai berikut: (1) apakah auditor dapat menerima suatu entitas sebagai kliennya, (2) apakah auditor dapat melanjutkan hubungan profesional dengan kliennya dari satu periode ke periode berikutnya, (3) apakah auditor dapat menerima suatu penugasan tertentu dari kliennya. Dengan kata lain, bila auditor meragukan integritas dari manajemen suatu entitas, atau berdasarkan pengalaman entitas tersebut rentan terhadap fraud, maka auditor dapat memutuskan untuk secara profesional tidak menerima entitas tersebut sebagai kliennya.

Fraud dapat dideteksi bukan hanya melalui proses audit oleh akuntan publik saja tetapi secara lebih komprehensif melalui fraud deterrence cycle yang melibatkan manajemen, internal auditor, auditor eksternal dan auditor forensik. Analisis atas corporate reporting value chain mendukung pandangan bahwa auditor hanyalah salah satu bagian dalam mata rantai pelaporan perusahaan (termasuk pelaporan keuangan) dalam pencegahan dan pendeteksian fraud akan membutuhkan kerja sama  dari para partisipan atau bagian-bagian lain dari mata rantai ini.

Pihak-pihak yang  ikut menanggung beban dalam mendeteksi adanya fraud yaitu manajemen, dewan direksi, penyusun standar, dan regulator, yang merupakan tokoh-tokoh penting dalam penegakan corporate governance dan masing-masing memiliki tanggung jawab tersendiri dalam memastikan bahwa pasar finansial investor dan pemakai laporan keuangan lainnya terpenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain pihak-pihak tersebut bersama pihak lainnya merupakan corporate reporting supply chain.

Pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Terjadinya kecurangan atau fraud sebenarnya berbeda dengan kekeliruan. Menurut Loebbecke et al. (1989), kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian (concealment). Penyembunyian tersebut terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang berhubungan, dan hal ini juga berhubungan dengan tanggapan pelaku kecurangan atas permintaan auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor meminta bukti transaksi yang mengandung kecurangan, pelaku kecurangan akan memberi informasi palsu atau informasi yang tidak lengkap.

Fraud Triangle Theory

Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953) yang dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan. Fraud triangle menjelaskan tiga faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud:

Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan.

Opportunity (peluang), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi.

Rationalization (rasionalisasi), yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.

Ketiga hal di atas digambarkan dalam gambar berikut ini:

http://bhgrealestateblog.com/wp-content/uploads/2008/10/pressuretriangle1.jpg

Gambar 1. Fraud Triangle

Sumber : Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953)

Rerangka Pemikiran

Rerangka pemikiran merupakan suatu alat  dalam menganalisa suatu konsep penelitian, dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai Pengaruh Pengalaman, Indepedensi, dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan.

Variabel Independen                                                                   Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

 Perumusan Hipotesis

Perumusan hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh pengalaman, independensi, dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha1 : Pengalaman berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan.

Ha2 : Indepedensi berpengaruh positif terhadap Pendeteksian kecurangan.

Ha3 : Skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan.

3.  METODOLOGI PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai pendeteksian kecurangan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap variabel dependen, yaitu pendeteksian kecurangan. Populasi dari penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Kota Malang.

Metode Pengumpulan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling, yaitu teknik dalam memilih sampel berdasarkan kemudahan. Peneliti menggunakan metode convenience sampling karena peneliti memiliki kebebasan untuk dapat memilih sampel dengan cepat dari populasi yang datanya mudah diperoleh. Responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu auditor senior, partner, manajer, supervasior, auditor junior yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Malang.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya. Pengumpulan datanya dilakukan melalui metode survei dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang disebarkan secara langsung diberikan kepada auditor yang berada pada KAP di Kota Malang.

Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya yaitu meganalisis data. Kegiatan analisis dan pengolahan data ini dengan melakukan tabulasi terhadap kuisioner yaitu dengan cara memberikan dan menjumlahkan bobot jawaban pada masing-masing pertanyaan untuk masing-masing variabel.

Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 16. Setelah semua data-data dalam penelitian ini terkumpul, maka selanjutnya dilakukan analisis data yang terdiri dari:

Uji Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif akan menunjukkan mean, nilai maksimum, nilai minimum, dan deviasi standar dari tiap variabel (Gujarati, 2009). Selain itu juga dilakukan pengukuran skewness dan kurtosis untuk menggambarkan distribusi data apakah normal atau tidak.  Tujuan dari pengujian statistik deskriptif ini adalah untuk memberikan gambaran tentang keadaan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar selama periode penelitian. Dalam statistik deskriptif akan menggunakan tabel untuk lebih memudahkan analis dalam membaca data.

Uji Kualitas Data

Penelitian yang mengukur variabel dengan menggunakan instrumen kuisioner harus dilakukan pengujian kualitas terhadap data yang diperoleh. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan valid dan reliable sebab kebenaran data yang diolah sangat menentukan kualitas dari hasil penelitian.

Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mempu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di bawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2009:49).

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas data adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang dalam kuisioner konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu kuisioner dikatakan relaibel atau handal jika memberikan nilai cronbach alpha di atas 0,6 (Ghozali, 2009:45).

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedasitas, dan uji autokorelasi. Tidak ada ketentuan pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat yang tidak memenuhi persyaratan, kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan akan dilakukan pengujian pada uji yang lain. Uji asumsi klasik dilakukan agar mendapat model persamaan regresi yang baik dan benar-benar mampu memberikan estimasi yang handal dan tidak bias. Apabila data telah dipastikan bebas dari penyimpangan klasik, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam suatu model regresi linear berganda (Ghozali, 2009). Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terkaitnya menjadi terganggu. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan pada multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson antara variabel-variabel bebas, atau dengan melihat eigenvalues dan condition index (CI). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.

Jika nilai Tolerance ≤ 0.10 dan nilai VIF ≥ 10, maka terjadi masalah multikolinearitas, artinya model regresi tersebut tidak baik. (Ghozali, 2009).

Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

1.         Mengganti atau mengeluarkan variabel yang memunyai korelasi yang tinggi.

2.         Menambah jumlah observasi.

3.         Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural, akar kuadrat, dan first difference delta.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak.. Dalam uji normalitas ini ada 2 cara untuk mendeteksi residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2009). Alat uji yang digunakan adalah dengan analisis grafik histogram, grafik normal probability plot, uji chi square, skewness, dan uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S). Pengujian dengan metoda grafik sering menimbulkan perbedaan presepsi di antara beberapa pengamat, sehingga penggunaan uji normalitas dengan uji statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa pengujian dengan uji statistik lebih baik dari pada pengujian dengan metoda grafik (Ghozali, 2009).

 Dasar pengambilan keputusan uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) ≤ 0.05, maka H0 ditolak, dan Ha diterima. Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal.

Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) ≥ 0.05, maka H0 diterima, dan Ha ditolak. Hal ini berarti data residual terdistribusi normal.

Dasar pengambilan keputusan dengan analisis grafik normal probability plot adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

Jika titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika titik menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas.

Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang dapat digunakan adalah uji Glejser, uji Park atau uji White.

Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.

Uji Hipotesis

Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel individu independen secara individu dalam menerangkan variabel          dependen        (Ghozali, 2009:88). Dalam penelitian ini menggunakan uji signifikan dua arah atau two tailed test, yaitu suatu uji yang mempunyai dua daerah penolakan Ho yaitu terletak di ujung sebelah kanan dan kiri. Kriteria dalam uji parsial (Uji t) dapat dilihat berdasarkan uji hipotesis dengan membandingkan t hitung dengan t tabel yaitu :

1) Apabila – t hitung < – t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen,

2) Apabila thitung ≤ t tabel atau – t hitung ≥ – t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Selain itu, dapat juga dengan melihat nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05 (untuk tingkat signifikansi=5%), maka variabel independen secara satu persatu berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari pada 0,05 maka variabel independen secara satu persatu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik simultan atau disebut juga dengan analisis varian (ANOVA) merupakan uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F). Uji F bertujuan untuk menunjukkan semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% dengan ketentuan sebagai berikut (Santoso, 2012) :

1.         Apabila signifikan ≥ 0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak (variabel bebas tidak berpengaruh secara simultan)

2.         Apabila signifikan ≤ 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima (variabel bebas berpengaruh secara simultan).

Analisis Regresi Linier Berganda

a. Uji Persamaan Regresi Linier Berganda 

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda yang bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain. Variabel yang dipengaruhi disebut variabel dependen, sedangkan variabel yang mempengaruhi disebut variabel bebas atau independen.

Model persamaannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e

Keterangan:

            Y          : Pendeteksian Kecurangan 

            X1 : Pengalaman

            X2 : Independensi 

X3        : Skeptisme Profesional Audit

a          : Konstanta

bx : Koefisien regresi  

e : Error

Linearitas hanya dapat diterapkan pada regresi berganda karena memiliki variabel independen lebih dari satu, suatu model regresi berganda dikatakan linier jika memenuhi syarat-syarat linieritas, seperti normalitas data (baik secara individu maupun model), bebas dari asumsi klasik statistik multikolineritas, autokorelasi, heteroskedastisitas.

Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam pengujian hipotesis pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya nilai R Square (R2) untuk mengetahui seberapa jauh variabel bebas yaitu Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional Audit terhadap Pendeteksian Kecurangan. Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤1). Jika nilai R2 bernilai besar (mendekati 1) berarti variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika R2 bernilai kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas (Ghozali, 2009:87).

Dalam pengujian hipotesis kedua koefisien determinasi dilihat dari besarnya nilai Adjusted R-Square. Kelemahannya mendasar pada penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukan ke dalam  model. Setiap tambahan satu variabel bebas maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R-square dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2009:87).

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel bebas adalah variabel yang             menjelaskan atau mempengaruhi variabel lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari:

Pengalaman

Dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya pengambilan keputusan, memberikan kesimpulan bahwa kompleksitas tugas merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan pengalamannya terbatas dari buku sedangkan auditor senior mengembangkan pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan (Asih, 2006:22). Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Indepedensi

Independensi merupakan salah satu ciri paling penting yang harus dimiliki oleh profesi akuntan publik, karena banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada kebenaran laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang dibuat oleh akuntan publik. Akuntan publik harus bersikap indpenden jika melaksanakan praktik publik (public pratice). Pratik publik adalah aktivitas profesi akuntan publik yang mempengaruhi publik (Suryaningtias, 2007:35).

Menurut Sawyer (2006:35) terdapat 3 mengenai independensi, yaitu: independensi dalam verifikasi, independensi dalam program audit, dan independensi dalam pelaporan yang dapat diperuntukkan bagi akuntan publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan untuk auditor internal dalam bersikap objektif.

Independensi akuntan publik dapat dibagi ke dalam 3 aspek yaitu:

Program Independen

Laporan audit akan mempunyai sedikit nilai jika didukung oleh suatu penyelidikan secara seksama. Suatu penyelidikan sesama mungkin tidak akan diminati oleh direktur. Sekalipun mereka tidak mempunyai apapun untuk disembunyikan, para direktur dapat mengurangi fee audit atau menerbitkan laporan keuangan dengan cepat setelah tahun berakhir dan hal seperti itu mungkin saja terjadi.

Independen investigasi (verifikasi)

Program independen melindungi kemampuan auditor untuk memilih strategi yang paling sesduai untuk hasil audit mereka dalam bekerja. Sedangkan investigasi independen melindungi cara dimana mereka menerapkan strategi ini. 

Laporan Independen

Jika para direktur berusaha untuk menyesatkan pemegang saham dengan memberitahukan informasi akuntansi yang salah atau tidak sempurna, mereka pasti mencegah auditor dari perbuatannya terhadap publik. Ketika independen auditor menjadi rumit, tentu banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam hubungan seperti penafsiran suatu standar akuntansi atau suatu perkiraan atau seperti suatu ketetapan untuk hutang yang tidak terbayar. Skeptisme Profesional Auditor

Menurut Waluyo (2008:7) menyatakan bahwa auditor menerapkan sikap skeptisme profesional pada saat mengajukan pertanyaan dan menjalankan prosedur audit, dengan tidak cepat puas dengan bukti audit yang kurang persuasive yang hanya didasarkan pada kepercayaan bahwa manajemen dan pihak terkait selalu memiliki pikiran kritis, professional, bersikap jujur dan memunyai sikap percaya diri.

Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit, karena bukti audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut. Skeptisme profesional auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan  setiap isyarat yang menunjukkan kemungkinan terjadinya fraud (Waluyo, 2008:24).

Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau tergantung pada faktor-faktor lain dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendeteksian kecurangan. Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindak lanjut oleh auditor untuk melakukan investigasi.

Empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor penyebabnya yaitu:

a.         Karakteristik terjadinya kecurangan

b.         Standar pengauditan (SPI) mengenai pendeteksian kecurangan

c.         Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit

d.         Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan.

Daftar pustaka

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2001

William F. Messier, dan Margareth Boh. (2003). Auditing and Assurance: A Systematic Approach (3th edition). USA : McGraw-Hill.

Boyton, W.C., R.J.Johnson and W.G. Kell,. (2001). Modern Auditing (7th edition). New York : John Wiley & Sons,Inc.

Farmer, T.A, L.E. Rittenberg dan G.M. Trompeter. 1987. An investigation of the impact of economic and organizational factors on auditors independence. Auditing: A Journal of Practice and Theory 7 (Fall): 1-14.

Gusnardi. 2003. Analisis Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Judgment Penetapan Risiko Audit oleh Auditor yang Berpengalaman dan Auditor yang Belum Berpengalaman. Tesis. Bandung : Universitas Padjadjaran. (Tidak Dipublikasikan)

Puspa A, Enggar Diah. 2006. Pengaruh Persuasi atas Preferensi Klien dan Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor dalam Mengevaluasi Bukti Audit. Tesis Bandung : Universitas Padjadjaran. (Tidak Dipublikasikan)

Shelton, S. W. 1999. The Effect of Experience on the Use of Irrelevant Evidence in Auditor Judgment. The Accounting Review. Vol.74. No. 2. April: 217 – 224.

Haynes, C. M., J. G. Jenkins and S. R. Nutt. 1998. “The Relationship between Client Advocacy and Audit Experience: An Exploratory Analysis”. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol.17 (2) Fall : 88 – 104.

Ruchjat Kosasih, 2000, Akuntan Publik Tidak Independen Bila Terlalu Lama Menjadi Auditor Suatu Entitas ?, Juni, Media Akuntansi, pp. 47 – 48

Supriyono. (1988). Pemeriksaan Akuntan (Auditing). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Shaub, K. Michael dan Jenice E. Lawrence. 1996. “Ethics Experience and Professional Scepticism: A Situational Analysis”. Behavioral Research In Accounting Vol 8, 124-157.

Kee, H.W. dan R.E. Knox. 1976. “Conceptual and Metoda Logical Considerations in The Study of Trust and Suspicion”. Journal of Conflict Resolution 14, hal 357-366.

Quadackers, L. et al., 2009, “Auditors’ Skeptical Characteristic and Their Relationship”, Amsterdam: VUUniversity

Hurtt, R. Kathy, Martha Eining, dan David Plumlee. (2003). Professional Skepticism: A Model with Implications for Research, Practice, and Education. Working Paper. Universit of Wisconsin.

Financial Reporting Council. (2010). Auditor Scepticism: Raising the Bar. Discussion Paper. The Auditing Practice Board.

Yulius Jogi Christiawan. 2002. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 4 No. 79-92

Asih, Dwi Annaning Tyas, 2006. “Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing”. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta,.

Beasley, M.S., Carcello, J.V., and Hermanson, D.R. (2001). “Top 10 Audit Deficiencies”. Journal of Accountancy.

 Ghozali, Imam, 2009.”Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang.

  Herman, Edy, 2009. “Pengaruh Pengalaman dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”, Universitas Islam Negeri, Jakarta.

 Ikatan Akuntan Indonesia 2001. Standar Auditing Seksi 316 : “Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan”. Standar Profesional Akuntan Publik. IAI-KAP. Jakarta : Salemba – Empat.

Mulyadi. “Auditing”. Edisi Enam; cetakan kesatu. Salemba Empat, Jakarta, 2002.

Sawyer, B, Lawrence, 2006. Dittenhofer A, Mortimer., dan Scheiner H, James.

“Internal Auditing”. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Setyaningrum, 2010. “Pengaruh Independensi Dan Kompetensi Auditor Terhadap Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Dan Kekeliruan Laporan Keuangan”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya, 

Suryaningtiyas, “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Independensi Akuntan

Publik”, Fakultas Ekonomi Widyatama, Jakarta, 2007

Taufik, Muchammad. “Pengaruh Pengalaman Kerja dan pendidikan Profesional Auditor Internal terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud”. FEIS UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2008.

Waluyo, Agung “Skeptisme    professional auditor dalam    pendeteksian kecurangan”, Junal 2005.

http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-auditing-menurut-ahli/ 

http://journal.ui.ac.id/index.php/jaki/article/viewFile/2886/2266

http://e-journal.uajy.ac.id/4867/1/karya%20ilmiah%20andi.pdf

ADA APA DENGAN KOPERASI…???

MENGAPA RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGEMBANGAN & PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN (RUU-PPSK) Ditolak…???

Rancangan Undang-Undang PPSK yang disebut juga dengan Omnibus Law Sektor Keuangan menuai banyak kecaman dan penolakan dari para pelaku koperasi. Mengapa? Karena pada RUU-PPSK pengawasan pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) akan dialihkan dari Dinas Koperasi Provinsi & Kabupaten/Kota pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, KSP akan diperlakukan sama dengan Bank. Padahal secara prinsip dan filosofis sangat jauh berbeda. Bank ditujukan untuk melayani masyarakat secara luas yang disebut nasabah, sedangkan KSP (baca: koperasi) hanya ditujukan untuk melayani anggotanya saja.  Bahkan, koperasi yang melakukan praktik dengan melayani di luar anggotanya disebut dengan shadow banking, praktik perbakan yang ilegal.

Untuk mengetahui lebih jauh mengapa penolakan para pelaku, khususnya para aktivis & pengelola Koperasi terjadi, mari kita pelajari lebih dalam tentang RUU-PPSK dan kontroversinya.

Ruang Lingkup RUU-PPSK

RUU PPSK yang disahkan oleh Rapat Paripurna DPR-RI pada tanggal 20 Oktober 2022, menggabungkan 15 Undang-Undang Sektor Keuangan. Ruang lingkup atau cakupannya meliputi:

  1. Kelembagaan,
  2. Perbankan,
  3. Pasar Modal,
  4. Pasar Uang,
  5. Pasar Valuta Asing,
  6. Perasurasian,
  7. Asuransi Usaha Bersama,
  8. Program Penjaminan Polis,
  9. Usaha Jasa Pembiayaan,
  10. Usaha Modal Ventura,
  11. Dana Pensiun,
  12. Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi,
  13. Lembaga Keuangan Mikro,
  14. Konglomerasi Keuangan,
  15. Inovasi Teknologi Sektor Keuangan,
  16. Keuangan Berkelanjutan,
  17. Inklusi Keuangan & Perlindungan Konsumen,
  18. Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil & Menengah,
  19. Sumber Daya Manusia,
  20. Stabilitas Sistem Keuangan,

Catatan-Catatan Penting:

  1. Menteri Keuangan bisa menentukan saat Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK).  Mekanime Musyawarah dan bila buntu dapat dilajutkan dengan voting, tetapi hasilnya bisa dianulir oleh Menteri Keuangan (Pasal 9 RUU-PPSK).
  2. Kewenangan Bank Indonesia untuk membeli SBN di pasar perdana (Pasal 11 UU 9/2016).
  3. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin Simpanan Nasabah Perbankan & Polis Asuransi.
  4. Pembentukan Badan Supervisi OJK & LPS.
  5. Perluasan kewenangan BPR, BPR menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
  6. Penerbitan Rupiah Digital.
  7. Memperkuat wewenang Bank Indonesia.
  8. Memperkuat tugas OJK untuk mengawasi seluruh lembaga keuangan.
  9. Memperkuat LPS sebagai otoritas resolusi perbankan & polis asuransi.
  10. Memperkuat industri keuangan dengan fungsi pengaturan & pengawasan pada seluruh lembaga keuangan.
    1. Perbankan, asuransi, dana pensiun & lembaga pembiayaan.
    1. OJK mengatur & mengawasi Koperasi Simpan Pinjam.
    1. Pengawasan Pasar Kripto, Pasar Karbon & Pembiayaan Berkelanjutan.
    1. Komisioner Pengawas IKMB: Asuransi & Dana Pensiun.
    1. Komisioner Khusus: Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, Koperasi & Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

RUU-PPSK & Koperasi

Perhatian pada Pasal 191, 192 & 298 tentang Pengawasan Koperasi oleh OJK. Termasuk di dalamnya adalah Pemberian Ijin & Pencabutan Ijin operasional Koperasi. Padahal Prinsip & Regulasi Koperasi berbeda dengan perbankan & OJK.

Sebagai catatan:

  1. Koperasi tidak hanya mengedepankan profit tetapi juga benefit. Kemanfaatan untuk Anggotanya. Sedangkan Perbankan hanya mengedepankan profit dan minim benefit untuk nasabahnya. Benefit & profit sebesar-besarnya untuk pemodalnya. 
  2. Pemilik Koperasi adalah Anggota, sedangkan pemilik Bank adalah pemodal atau investor. Anggota Koperasi adalah pengguna produk & layanan sekaligus pengendali aktivitas operasional Koperasi. Sedangkan pemilik Bank atau investor hanya segelintir orang dengan risiko yang telah dimitigasi oleh OJK.
  3. Koperasi memiliki prinsip, nilai & jati diri yang bersifat sosialistik & solidaritas. Berbeda dengan Bank & OJK yang bersifat kapitalistik & industri.
  4. Koperasi mengedepankan prinsip gotong royong & solidaritas antar Anggota & sesama Koperasi. Bank & OJK lebih mengedepankan kehati-hatian (prudence) dan Bankable.
  5. Koperasi berazaskan kekeluargaan & gotong royong sebagai prinsip & indikator Pengawasan. Sedangkan Bank & OJK berazaskan mitigasi risiko & kehati-hatian.

Bila Koperasi di bawah OJK, maka yang terjasi adalah:

  1. Modal materiil & modal finansiil akan lebih besar ketimbang modal sosial.
  2. Roh konstitusional & filosofi gotong royong akan hilang.
  3. Potensi bertentangan dengan UUD 1945, karena:
    1. Hilangnya kedaulatan rakyat.
    1. Hilangnya demokrasi ekonomi.
    1. Tercerabutnya azas kekeluragaan & gotong royong.

Koperasi tidak sama dengan Bank. Karena Koperasi adalah milik Anggota yang bersolidaritas & bergotong royong untuk mencapai kesejahteraan bersama.  Sejahtera bukan sekadar makmur secara ekonomi, sejahtera saat:

  1. Pengetahuan & ketrampilan melalui pendidikan meningkat.
  2. Kohesi sosial semakin merekat.
  3. Kesehatan & spiritual semakin baik.
  4. Kebutuhan Anggota terpenuhi.

Koperasi adalah:

  1. Pengorganisasian sosial & pemberdayaan Anggota.
  2. Konsolidasi Dana Sosial & Dana Pendidikan.
  3. Pendampingan dan pemberdayaan (usaha) Anggota.
  4. Koperasi bersifat swakendali (self control) & swakelola (self regulation).
  5. Kopeasi adalah kumpulan orang bukan kumpulan modal.

Jadi, sebaiknya Koperasi tetap dibawa pembinaan & pengawasan Kementerian Koperasi & UMKM tetapi dengan berbagai perbaikan.  Karena Koperasi adalah antitesis dari kapitalisme pada industri perbankan.

RUU-PPSK adalah RUU yang cacat akademis karena akan mengerdilkan koperasi.  Protokol mitigasi risiko sektor keuangan dan mitigasi krisis ekonomi tidaklah tepat sasaran karerna cacat metodologi & epistimologi, karana:

  1. Tidak melibatkan partisipasi masyarakat, khususnya pada pelaku Gerakan Koperasi.
  2. Tidak ada sarana bagi wakil Penggerak Koperasi.
  3. Naskah Akademik miskin referensi untuk justifikasi teoretis & empiris.
  4. RUU-PPSK disusun secara top down.
  5. Gerakan Koperasi dijadikan korban (baca: tumbal) untuk melindungi pemodal (perbankan & asuransi).
  6. RUU-PPSK Tidak didasarkan pada proses substantif penting untuk memperkuat ekonomi konstitusi.
  7. Terjadinya inequality policy. Sebagai contoh LPS tidak hanya menalangi kerugian nasanah Bank & pemegang polis asuransi yang kapitalistik tetapi tidak melindungi Anggota Koperasi yang bersifat sosialistik
  8. Mengabaikan Koperasi yang adalah  lembaga ekonomi demokratis yang juga adalah Sokoguru ekonomi nasional.
  9. Memperkuat aksi polisional terhadap Koperasi dengan memperluas peran OJK.
  10. Kooptasi terhadap Koperasi melalui OJK dengan mengabaikan prinsip ekonomi & demokrasi.
  11. Diskriminasi terhadap koperasi sebagai lembaga ekonomi yang demoktatis karena Koperasi adalah Badan Hukum Ficta Persona yang dimarginalisasi.

Sehingga, dengan berbagai paparan di atas RUU-PPKS harus ditolak.  Khususnya untuk Pasal-Pasai yang menyankut Koperasi seperti Pasal 44, 191, 192 & 298.

Usulan Menteri Koperasi & UMKM

  1. UMKM yang dilayani oleh Bank hanya 19,8 Juta dari kurang lebih 65 Juta UMKM dan mayoritas dilayani oleh Koperasi, sebanyak kurang lebih 30 juta pelaku.
  2. Bank & Koperasi berbeda, baik secara prinsip maupun nilainya, sehingga bila ada OJK sifatnya khusus untuk Koperasi, Otoritas Jasa Koperasi.
  3. Harus ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk Anggota Koperasi sehingga terjadi kesetaraan & keadilan kebijakan serta menjamin fleksibilitas & aspek prudensial.
  4. Kepailitan tidak ditetapkan oleh OJK karan Koperasi bersifat swakelola (self regulated) & otonomi karena akan menganggu stabilitas & keberlangsungan koperasi.

Sehingga, setelah RUU-PPKS dicabut dilakukan pembenahan dan revisi besar, khususnya terkait dengan Koperasi.  Harus mengedepankan azas keadilan dan partisipatif bagi pelaku & penggerak Koperasi.

Kabupaten Malang, Gerimis di hari Selasa malam.

22 November 2022: 18.15

PERBEDAAN HARGA SAHAM PT. UNILEVER SEBELUM DAN SESUDAH PELANTIKAN JOKOWI

RUTH FELISIA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Saat ini investasi bukanlah monopoli kaum berduit, karena hampir semua orang dapat melakukan investasi dengan beragam pilihan produk yang dapat disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan. Pada prinsipnya dalam melakukan investasi terdapat beberapa pilihan antara lain produk-produk keuangan seperti deposito, saham, dan reksa dana. Aset berwujud seperti emas, properti, dan benda-benda koleksi juga dapat dijadikan pilihan investasi. Selain itu, membuka usaha secara mandiri juga merupakan investasi (http://www.investasisaham.org/) . Namun, banyak orang memiliki pemikiran bahwa investasi hanya sebatas saham.

Menurut Jogiyanto (2009) klasifikasi saham dibedakan menjadi tiga yaitu saham biasa,  saham preferen, saham treasuri. Selain itu, Menurut Siamat (2005:508) saham biasa dapat dibedakan dalam berbagai jenis antara lain saham unggul (blue chip),  growth stock, emerging growth stock, income stock, cyclical stock, defensive stock.  Defensive stock adalah saham yang perusahaannya dapat bertahan dan tetap stabil dari suatu periode atau kondisi yang tidak menentu dan resesi. Saham Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu saham defensif di bidang konsumer. Berdasarkan pasardana.com, Unilever  Indonesia Tbk. merupakan  perusahaan yang memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti perlengkapan mandi, deterjen, margarin, produk perawatan kulit, makanan, dan lain sebagainya.

Beberapa waktu belakangan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan dan penurunan dipengaruhi oleh perekonomian nasional dan global. Tidak hanya perekonomian saja, keputusan-keputusan politik di tingkat atas juga dapat mempengaruhi IHSG. BKPM melaporkan bahwa realisasi investasi sepanjang semester III 2014 mencatat titik tertinggi sepanjang sejarah Indonesia yaitu Rp 119,9 triliun. Hal ini menunjukkan indikator meningkatnya kepercayaan para investor asing terhadap stabilitas perekonomian Indonesia.

Menurut Sukirno (2006) melalui teori ekspektasi rasional (rational expectations) menganggap bahwa semua pelaku kegiatan ekonomi bertindak secara rasional, mengetahui seluk beluk kegiatan ekonomi dan mempunyai informasi yang lengkap mengenai peristiwa-peristiwa dalam perekonomian. Ketika hasil pemilu pada 9 Juli 2014 menunjukkan Jokowi-Jusuf Kalla memperoleh suara paling tinggi, pasar menunjukkan respon yang positif. IHSG mengalami kenaikan 3,2% ke posisi 4,878. Pada tanggal 22 Juli 2014 ketika Komisi Pemilihan Umum mengumumkan secara resmi IHSG bergejolak tidak terlalu ekstrm. IHSG mengalami penurunan 43,60 poin atau sekitar 0,85%.

Dengan latar belakang IHSG yang bergejolak karena pengaruh kondisi perekonomian Indonesia dan keputsan-keputusan politik, Penulis hendak melakukan penelitian yang berjudul PERBEDAAN HARGA SAHAM PT. UNILEVER SEBELUM DAN SESUDAH PELANTIKAN JOKOWI. Penelitian ini untuk membuktikan apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah pelantikan Jokowi terhadap harga saham PT. Unilever.

Rumusan Masalah

Bagaimana kondisi harga saham PT. Unilever sebelum pelantikan presiden Jokowi?

Bagaimana kondisi harga saham PT. Unilever sesudah pelantikan presiden Jokowi?

Apakah terdapat perbedaan harga saham PT. Uniever sebelum dan sesudah pelantikan presiden Joko Widodo?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kondisi harga saham PT. Unilever sebelum pelantikan presiden Jokowi.

Untuk mengetahui kondisi harga saham PT. Unilever sesudah pelantikan presiden Jokowi.

Untuk membuktikan  apakah terdapat perbedaan yang signifikan harga saham PT. Unilever sebelum dan sesudah pelatikan presiden Jokowi.

Manfaat Penelitian

Manfaat bagi Penulis.

Penulis mampu memahami penggunaan SPSS untuk melakukan proses pengujian statistik dan menarik kesimpulan terhadap hipotesis yang telah dibuat.

Manfaat Praktik.

Manfaat praktik dari penelitian ini adalah sebagai referensi mengenai penanaman modal PT.Unilever, apakah terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah pelantikan presiden Jokowi.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Pasar Modal

Pasar modal merupakan sarana yang bagi investor untuk melakukan pilihan investasi pada berbagai alternatif asset. Sedangkan,  bagi perusahaan, pasar modal digunakan untuk mendapatkan tambahan dana jangka panjang guna membiayai kegiatan usahanya. Pasar modal dapat dijadikan salah satu alternatif investasi yang  berfungsi untuk menyalurkan dana dari lender (pihak yang kelebihan dana) kepada borrower (pihak yang membutuhkan dana) dalam waktu jangka panjang. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Lawrence J. Gitman dalam bukunya Principles of Management Finance (2003: 38). “The capital market is financial relationship created by number of institutions and arrangements that allows the suppliers and demanders of long-term funds transactions”.

Menurut keputusan menteri keuangan RI No.1548/KMK/90, tentang peraturan pasar modal, pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga berupa saham yang beredar.

Sementara, menurut UU No.8 tahun 1995 tentang pasar modal, Pasal 1 ayat 13, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek yang diterbitkannya dan lembaga serta profesi yang berkaitan dengan efek. Efek yang dimaksud dalam definisi di atas adalah setiap surat berharga berupa surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

2.1.1 Bursa Efek

Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui wakil-wakil. Menurut Siamat (1999) bursa efek berfungsi untuk menjaga komunitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran.

 Agar kegiatan emisi dan transaksi di bursa dapat berlangsung dengan cepat, efisien dan bisa dipercaya maka diperlukan peran lembaga-lembaga pendukung pasar modal. Menurut Siamat (1999:200) lembaga penunjang pasar modal di Indonesia meliputi lembaga penunjang pasar perdana, lembaga penunjang pasar sekunder, dan lembaga penunjang dalam emisi obligasi.

Stock Index merupakan suatu indikator pasar yang mencatat rata-rata perubahan sebagian atau seluruh harga saham (common stock) yang ditransaksikan di bursa saham. Salah satu dari stock index adalah Indeks Harga Saham Gabungan.  IHSG adalah penggambaran secara keseluruhan keadaan harga-harga saham pada suatu bursa untuk waktu tertentu dibandingkan dengan harga saham secara keseluruhan pada waktu yang berbeda sehingga dapat dilihat kecendrungan kenaikan atau penurunan. IHSG merupakan indeks gabungan dari seluruh saham yang terdaftar, yang dikeluarkan oleh BEI yang bertujuan untuk memudahkan  investor mengukur kinerja portofolio global mereka. Indeks tersebut memasukan hasil-hasil dari perdagangan saham yang telah dikelompokan dalam sektornya masing-masing.

Adapun rumus untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut :

Keterangan :

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

ΣPs = Total harga saham

Divisor = Harga dasar saham

2.2 Investasi

Dalam arti luas investasi diartikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Sedangkan dalam arti sempit investasi adalah suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari suatu aset selama periode tertentu dengan harapan memperoleh penghasilan atau return.

Investasi dapat dilakukan pada aktiva riil (real assets) dan akiva keuangan (financial assets). Pada aktiva riil, investasi dapat dilakukan baik dalam bentuk berwujud (tangible assets) seperti membangun pabrik, mesin, kantor, kendaraan, maupun dalam bentuk tidak berwujud seperti (intangible assets) seperti merek dagang (trade mark) dan keahlian teknis (technical expertise).

2.2.1 Proses Investasi

Menurut Husnan (1993: 23) terdapat lima langkah yang mendasari pengambilan keputusan dalam  investasi, yaitu:

1. Menentukan Kebijakan Investasi

Pada tahap ini investor perlu menentukan tujuan investasinya dan berapa banyak investasi tersebut dilakukan. Investor harus benar-benar memahami bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat resiko dan return yang akan diperoleh.

2. Analisa Sekuritas

Tahap ini merupakan proses di mana investor melakukan analisis terhadap penilaian sekuritas secara individual (atau beberapa kelompok sekuritas) yang masuk dalam kategori luas dari aset finansial yang telah teridentifikasi sebelumnya. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk melakukan identifikasi sekuritas mana yang terlihat salah harga (misspriced). Untuk menganalisis sekuritas, terdapat dua pendekatan yang lazim dipergunakan yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal adalah analisis yang menggunakan data perubahan pada masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga di masa yang akan datang. Sedangkan, analisis fundamental adalah analisis yang mengidentifikasi prospek perusahaan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat  memperkirakan harga saham di masa mendatang.

3. Pembentukan Portofolio

Pada tahap ini investor harus melakukan identifikasi terhadap jenis-jenis sekuritas yang akan dipilih dan berapa porsi dana yang akan ditanamkan pada masing-masing sekuritas tersebut. Pembentukan portofolio ini bertujuan untuk mengurangi unsystematic yang ditanggung oleh perusahaan dengan kata lain investor melakukan diversifikasi.

4. Revisi Portofolio

Tahap ini merupakan pengurangan periodik dari tahap pembentukan portofolio. Revisi portofolio dimaksudkan untuk melakukan perubahan terhadap jenis portofolio yang telah dimiliki seiring dengan dirubahnya tujuan dari investasi.

5. Evaluasi Kinerja Portofolio

Dalam tahap ini investor melakukan penilaian periodik terhadap kinerja (performance) dari portofolio yang dimiliki. Penilaian ini tidak hanya ditinjau dari return yang diperoleh tapi juga dari resiko yang dihadapi. Oleh karena itu diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko serta standar relevan.

2.2.2 Tujuan Investasi

Tujuan seseorang melakukan investasi menurut Tandelilin (2010) adalah sebagai berikut.

Untuk memiliki kehidupan yang lebik baik di masa depan. Oleh karena itu, sebagian pendapatan yang diterima saat ini digunakan untuk investasi, sehingga keuntungan yang diperoleh dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa depan.

Agar terhindar dari risiko penurunan nilai kekayaan akibat pengaruh inflasi.

Untuk dapat menghemat pajak yang dibayarkan sehingga beberapa negara mengeluarkan kebijakan untuk mendorong masyarakat melakukan investasi melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada mereka yang berinvestasi pada bidang tertentu,

2.2.3 Risiko Investasi

Dalam melakukan investasi saham, investor akan memperkirakan tingkat penghasilan yang diharapkan (expected return) atas investasinya untuk periode tertentu di masa akan datang. Akan tetapi belum tentu hasil yang diharapkan akan sama dengan hasil yang terealisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya suatu ketidakpastian yang oleh investor dianggap sebagai resiko investasi.

Dalam kaitannya dengan investasi, terdapat dua tipe resiko yang harus diperhatikan oleh investor.

1. Resiko Sistematik (systematic risk)

Resiko sistematik atau sering juga disebut market risk adalah bagian dari resiko sekuritas yang tidak dapat dihilangkan. Umumnya resiko ini berasal dari fakta-fakta yang secara sistematik mempengaruhi perusahaan, seperti perang, inflasi, resersi seperti yang terjadi akhir-akhir ini, dan suku bunga yang tinggi. Karena faktor ini cendrung menimbulkan akibat buruk bagi semua saham, maka resiko ini tidak dapat dieleminasi melalui diversifikasi (non deversable risk). Resiko sistematis dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :

2. Resiko Suku Bunga

Resiko suku bunga merupakan resiko yang timbul dari ketidak pastian dari nilai pasar dan imbal hasil di masa depan yang diakibatkan oleh fluktuasi semua bunga, harga surat berharga, atau pergerakan harga saham yang berkebalikkan dengan suku bunga pasar.

3. Resiko Daya Beli

Resiko daya beli adalah ketidakpastian mengenai daya beli dari penghasilan yang akan diterima di masa yang akan datang sebagai tingkat pengembalian dari suatu investasi. Resiko ini umumnya dikenal sebagai dampak dari inflasi dan deflasi dari suatu investasi. Inflasi adalah kondisi di mana terjadi peningkatan harga tinggi menyebabkan daya beli konsumen menurun, sedangkan deflasi merupakan kondisi yang berbeda seperti dari inflasi, yang merupakan koreksi dari harga tinggi.

4. Resiko Pasar

Resiko pasar adalah ketidakpastian terhadap harga saham yang disebabkan oleh antisipasi masyarakat terhadap tingkat pengembalian dari investasi. Perubahan perilaku masyarakat terhadap return saham dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya iklim politik, sosila budaya, ekonomi, dan juga oleh faktor intangible, yang biasanya disebabkan oleh reaksi masyarakat (semua investor) menuju kejadian yang sebenarnya, misalnya penurunan laba perusahaan, panic selling sehingga menyebabkan para investor menjual sahamnya, yang akan menyebabkan koreksi terhadap harga saham.

5. Resiko Tidak sistematik

Resiko tidak sistematik adalah resiko yang dapat dihilangkan dengan menambahkan jumlah saham yang dimiliki. Resiko ini bersangkutan dengan resiko khusus perusahaan seperti gugatan hukum, pemogokan, program pemasaran yang gagal dan kejadian-kejadian lain yang unik bagi perusahaan tertentu. Karena kejadian tersebut pada hakikatnya adalah bersifat acak, maka pengaruhnya terhadap portofolio dapat dieleminasi melalui diversifikasi (deversifiable risk).

2.3.4 Saham

Saham dapat dibedakan antara saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock).

1. Saham Biasa (common stock)

Saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Saham biasa tidak memiliki jaminan hasil karena deviden yang diberikan perusahaan nilainya tidak tetap sesuai dengan laba yang diperoleh perusahaan. Bila menajemen perusahaan tidak dijalankan dengan baik sehingga harga saham melemah maka kemungkinan terburuk bagi para investor adalah kehilangan investasinya (tidak mendapat pembagian deviden). Akan tetapi bila perusahaan memperoleh kenaikan laba, terdapat kemungkinan adanya peningkatan deviden yang diterima oleh investor.

Menurut Siamat (2005:508) saham biasa dapat dibedakan dalam berbagai jenis antara lain:

1) Saham unggul (blue chip), yaitu saham yang diterbitkan oleh perusahaan besar dan terkenal yang lebih lama memperlihatkan kemampuannya memperoleh keuntungan dan pembayaran deviden.

2) Growth stock, yaitu saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang baik penjualannya, perolehan labanya, dan pangsa pasarnya mengalami perkembangan yang lebih cepat dari rata-rata industri.

3) Emerging growth stock, yaitu saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang relatif lebih kecil dan memiliki daya tahan yang kuat meskipun dalam kondisi ekonomi yang kurang mendukung.

4) Income stock, yaitu saham yang membayar deviden lebih dari jumlah rata-rata pendapatan.

5) Cyclical stock, yaitu saham perusahaan yang keuntungannya sangat berfluktuasi.

6) Defensive stock, yaitu saham yang perusahaannya dapat bertahan dan tetap stabil dari suatu periode atau kondisi yang tidak menentu dan resesi.

2. Saham Istimewa (Preferred Stock)

Saham istimewa merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa. Seperti pada obligasi, pemegang saham preferen juga memberikan hasil (deviden) yang tetap dan jumlahnya tidak akan bertambah walaupun perusahaan mengalami keuntungan. Seperti saham biasa, apabila perusahaan terlikuidasi klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi.

Menurut Joesoef (2007:118) saham preferen dapat dibedakan menjadi tiga macam antara lain:

1) Convertible Preferred Stock, yaitu jenis saham preferen yang memungkinkan bagi pemegangnya untuk menukar menjadi saham biasa dengan rasio penukaran yang sudah ditentukan.

2) Callable Preferred Stock, yaitu bentuk saham preferen yang memberikan hak kepada perusahaan yang mengeluarkan untuk membeli saham ini dari pemegang saham pada tanggal tertentu dimasa mendatang dengan nilai tertentu.

3) Floating/Adjustable Preferred Stock, yaitu saham yang tidak membayar deviden secara tetap, tetapi tingkat deviden yang dibayar tergantung dari tingkat return dari Sekuritas Treasury Bills. Saham ini merupakan saham inovasi baru di Amerika Serikat yang baru dikenalkan pada tahun 1982.

  • METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel-variabel ini biasanya diukur dengan menggunakan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan  prosedur-prosedur statistik. Penelitian ini bersifat induktif, obyektif, dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan-pertanyaan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan  (Creswell, 2008). Menurut Sugiyono (2010) pendekatan yang digunakan dalam penelitian kuantitatif menggunakan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu  hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2007:72), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertenu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel menurut Sugiyono (2002: 73), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

3.2.2 Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih. Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada. Metode sampling yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah convience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga peneliti mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah harga saham dari PT. Unilever 30 hari efektif sebelum dan sesudah pelantikan presiden Jokowi.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian  ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data angka. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002). Data yang digunakan dalam  penelitian  ini adalah data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber. Adapun data yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

Sebelum PelantikanSesudah Pelantikan
TanggalHarga SahamnTanggalHarga Saham
Sep 8, 201431,850.001Oct 21, 201431,625.00
Sep 9, 201431,300.002Oct 22, 201432,025.00
Sep 10, 201431,150.003Oct 23, 201431,200.00
Sep 11, 201431,175.004Oct 24, 201430,600.00
Sep 12, 201431,300.005Oct 27, 201430,050.00
Sep 15, 201431,325.006Oct 28, 201429,875.00
Sep 16, 201431,600.007Oct 29, 201431,100.00
Sep 17, 201431,900.008Oct 30, 201430,450.00
Sep 18, 201431,975.009Oct 31, 201430,400.00
Sep 19, 201431,750.0010Nov 3, 201430,450.00
Sep 22, 201431,975.0011Nov 4, 201430,375.00
Sep 23, 201431,500.0012Nov 5, 201430,325.00
Sep 24, 201431,325.0013Nov 6, 201430,100.00
Sep 25, 201431,300.0014Nov 7, 201429,800.00
Sep 26, 201431,800.0015Nov 10, 201429,925.00
Sep 29, 201432,000.0016Nov 11, 201430,525.00
Sep 30, 201431,800.0017Nov 12, 201430,550.00
Oct 1, 201431,800.0018Nov 13, 201430,650.00
Oct 2, 201431,650.0019Nov 14, 201430,450.00
Oct 3, 201430,775.0020Nov 17, 201431,050.00
Oct 6, 201430,750.0021Nov 18, 201431,600.00
Oct 7, 201430,650.0022Nov 19, 201431,100.00
Oct 8, 201430,575.0023Nov 20, 201431,400.00
Oct 9, 201430,700.0024Nov 21, 201431,450.00
Oct 10, 201430,800.0025Nov 24, 201431,500.00
Oct 13, 201430,500.0026Nov 25, 201431,700.00
Oct 14, 201430,925.0027Nov 26, 201431,600.00
Oct 15, 201431,100.0028Nov 27, 201432,000.00
Oct 16, 201430,925.0029Nov 28, 201431,800.00
Oct 17, 201431,950.0030Dec 1, 201431,375.00
Oct 20, 201431,175.00   

3.4 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah melakukan analisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan.

3.5 Alat Analisis Statistik

3.5.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik  parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non parametrik. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model uji beda yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas menggunakan kolmogorov-smirnov test dengan melihat nilai dari sig. apakah di atas 0,05 atau tidak. Jika diatas nilai tersebut penyebaran data sudah dapat dikatakan normal (lolos uji normalitas). Untuk mendeteksi normalitas dapat juga melihat graik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000: 347).

Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti data tersebut memiliki sebaran yang normal pula. Dengan profit data semacam ini maka data tersebut dianggap bisa mewakili populasi.  Sehingga uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita.

3.5.2 Paired Sample t Test

Paired sample t test ini dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan (paired). Sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah  sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Analisis ini akan melihat perbandingan rata-rata kedua variabel dalam satu grup.

3.5.3 Uji Hipotesis

Penilitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak ada perbedaan nilai harga saham PT. Unilever 30 hari sebelum dan sesudah pelantikan Jokowi

Ha: Terdapat perbedaah nilai harga saham PT. Unilever 30 hari sebelum dan sesudah pelantikan Jokowi

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Jogiyanto HM, MBA, Akt. 009. Analisis dan Desain. Andi. Yogyakarta

Sugiono.(2010). MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif &RND. Bandung :Alfabeta

Singgih Santoso, 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elek Media Komputindo, Jakarta.

http://finance.yahoo.com/

http://www.investasisaham.org/

http://howmoneyindonesia.com/2014/10/20/pengaruh-politik-pelantikan-jokowi-jk-terhadap-ihsg/

http://www.unilever.co.id/id/aboutus/purposeandprinciples/

PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, RASIO AKTIVITAS, RASIO SOLVABILITAS, RASIO PROFITABILITAS, RASIO PASAR, DAN IOS TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR FARMASI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODA 2009-2013

OKTAVIANUS JOELNETAN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri farmasi merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat. Perkembangan industri farmasi ini disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan antar perusahaan yang bergerak di sektor farmasi. Pesatnya perkembangan industri farmasi terilihat dari berbagai macam obat jadi yang diproduksi dengan jumlah yang terus meningkat dan jaringan distribusi yang juga meningkat. Industri farmasi juga merupakan salah satu industri yang masih tetap survive pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-an. Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan, pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai 13% per tahun selama tahun 2006 hingga 2011. Total angka penjualan tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun, menjadi Rp33,96 triliun pada 2009,  pada tahun 2010 total penjualan sektor farmasi tercatat  sebesar Rp38.5 triliun meningkat menjadi Rp43.1 triliun. Dari total pencapaian tersebut, pasar obat ethical (obat yang diresepkan) masih menjadi kontributor utama yang bertumbuh menjadi Rp21,14 triliun dan pasar OTC (over the counter) yaitu obat yang dijual bebas mencapai Rp16,38 triliun.

Berdasarkan keterangan tersebut penulis tertarik untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian. Pertimbangan lain yang membuat penulis terdorong untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian ialah karena perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang memiliki

periode jangka panjang (long term period) untuk terus bertahan dan berkembang dalam industri barang konsumsi. Masyarakat pasti akan selalu membutuhkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi, baik berupa obat-obatan maupun vitamin lainnya.

Ketatnya persaingan perusahaan industri sektor farmasi, semakin memicu setiap perusahaan yang bergerak di sektor farmasi untuk mengembangkan usaha untuk menghadapi pesaingnya. Pendanaan ialah salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembangkan usaha atau untuk melakukan ekspansi.  Dalam hal ini, pasar modal menjadi salah satu sarana alternatif yang efektif bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Husnan, 2003). Perusaahaan dapat memperoleh dana dari masyarakat melalui saham yang diterbitkan, selain itu pendanaan juga dapat diperoleh dengan melakukan utang kepada kreditur. Perusahaan yang mengambil pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaannya, muncul salah satu unsur baru dalam struktur kepemilikannya, yaitu adanya pemegang saham publik. Dilihat dari sudut pandang perusahaan munculnya pemegang saham publik akan meberikan dana segar bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya (Jogiyanto, 2000). Untuk dapat memperoleh dana dari pihak eksternal tersebut, perusahaan harus terus berupaya untuk memberikan kinerja sebaik mungkin sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan.

Investor yang berinvestasi dalam bentuk pembelian saham berarti melakukan investasi pada obyek yang mengandung risiko, hal ini disebabkan oleh return di masa depan yang tidak dapat dipastikan 100%. Namun walaupun investasi dalam bentuk saham berisiko, investor dapat meminimalisir risiko tersebut dengan mempertimbangkan pilihan pembelian saham yang dijadikan sarana berinvestasi yaitu dengan melihat kinerja perusahaan melalui laporan keuangannya. Laporan keuangan berguna bagi investor untuk mengambil kepututsan investasi. Berdasarkan laporan keuangan tersebut, dapat diketahui kinerja perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha dan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aktivitas usahanya secara efisien dan efektif serta faktor di luar perusahaan ekonomi, politik, finansial dan lain-lain (Rasmin 2007). Investor dapat mengoptimalkan laporan keuangan apabila investor tersebut dapat menganalisis lebih lanjut melalui analisis laporan keuangan (Penman, 1991).  Salah satu teknik analisis yang digunakan untuk memprediksi return saham ialah analisis fundamental.

Faktor fundamental perusahaan memunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba memprediksi harga saham diwaktu yang akan datang dengan mengestimasi faktor-faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dan menerapkan hubungan variable-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham (Desy, 2012). Dalam melakukan analisis fundamental, digunakan beberapa rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan rasio pasar.

Secara umum rasio likuidaitas mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya, baik kewajiban terhadap pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Rasio likuiditas secara umum terdiri dari rasio lancar, rasio cepat, rasio kas, dan rasio modal kerja bersih. Hasil penelitian Ulupui (2007), Limento dan Djuaeriah (2013) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan rasio lancar terhadap return saham. Sementara itu Thrisye (2013), Hatta dan Dwiyanto (2012), Imran (2011), Saqavi dan Vakilifard (2012), serta John dan Muthusamy (2010) memperoleh hasil penelitian dimana rasio lancar menunjukkan pengaruh yang berlawanan arah tidak signifikan terhadap return saham.

 Sedangkan dari sisi rasio solvabilitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuannya dalam melunasi kewajiban, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Secara umum rasio solvabilitas terdiri dari rasio utang, rasio utang terhadap ekuitas, dan rasio pengungkit keuangan. Hasil penelitian Arista dan Astohar (2012), Hermawan (2012), serta Gill (2010) memperoleh hasil dimana rasio utang terhadap ekuitas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah serta signifikan terhadap return saham. Sementara itu, Susilowati dan Turyanto (2011), Martani (2009), Limento dan Djuaeriah (2013) serta Sari dan Hutagaol (2012) memperoleh hasil sebaliknya. Selanjutnya ialah rasio aktifitas, rasio ini menggambarkan kemampuan serta efesiensi perusahaan dalam menghasilkan penjualan dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Rasio aktifitas secara umum terdiri dari total perputaran aset, total perputaran modal kerja, total perputaran aktiva tetap, perputaran persediaan, rata-rata umur piutang, dan perputaran piutang. Dari beberapa rasio aktifitas tersebut, yang berkaitan erat dengan harga saham perusahaan ialah total perputaran aset, total perputaran aset tetap dan perputaran persediaan. Studi empiris mengenai hubungan totar perputaran aset dengan return saham digambarkan sebagai hubungan yang signifikan dengan return saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Dian Restiyani (2006). Sedangkan hasil penelitian Thrisye (2013) yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham BUMN Sektor Pertambangan memperoleh hasil dimana total perputaran aset menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap return saham.

Profitabilitas dari perusahaan juga berkaitan dengan efesiensi perusahaan dalam menghasilkan laba. Secara umum rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari sumber dana yang dimiliki. Beberapa rasio profitabilitas yang berkaitan erat dengan harga saham suatu perusahaan antara lain return on asset (ROA), return on equity (ROE), earning per share (EPS), dan marjin laba bersih. Hasil penelitian yang diperoleh Olowoniyi dan Ojenike (2012), Kabajeh (2012), serta Haghiri dan Haghiri (2012) menunjukkan return on asset (ROE) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Sementara itu, Wijaya (2008) memperoleh hasil penelitian dimana return on ekquty (ROE) memiliki pengaruh yang berlawanan serta tidak signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian yang diperoleh Natarsyah (2000) dan Hardiningsih (2002) menunjukkan return on asset (ROA) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham.

Rasio terakhir dari analisis fundamental ialah rasio pasar, rasio ini menggambarkan penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dari organisasi perusahaan yang sedang berjalan atau rasio yang mengukur  kinerja saham perusahaan di lantai bursa (Thrisye, 2013). Hasil penelitian Sugiarto (2011) dan Chairatanawan (2008) menunjukkan MBV memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham.  Sementara itu, hasil penelitian berbeda diperoleh John dan Muthusamy (2010) serta Emamgholipour (2013) dimana MBV yang memiliki pengaruh berlawanan arah serta tidak signifikan terhadap return saham.

Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pertumbuhan diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Penelitian Vogt (1997) menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar. Kesempatan perusahaan untuk tumbuh yang disebut dengan Investment Opportunity Set (IOS) diperkenalkan pertama kali oleh Myers (1977) yaitu, IOS merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki dan pilihan di masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif. Set kesempatan investasi akan memberikan informasi tentang porspek pendapatan yang diperoleh di masa datang.

Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai yang bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang yang pada saat ini merupakan pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal serta dapat menghasilkan keuntungan. Chen et al. (2000) menunjukkan bahwa badan usaha dengan IOS yang tinggi memiliki respons positif yang signifikan terhadap harga saham. Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur & Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi IOS tersebut yaitu, rasio market to book value of asset (MV/BVA), rasio market to book value equity (MV/BVE) dan rasio EPS/Price. Ketiga proksi IOS tersebut menurut Kallapur & Trombley (1999) merupakan proksi IOS berdasarkan harga, tetapi dalam penelitian ini juga akan menggunakan proksi IOS berdasarkan investasi yaitu ratio of capital expenditures to book value of asset (CA/BVA), pemilihan proksi ini untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan untuk aset produktif berpotensi sebagai indikator perusahaan bertumbuh.

Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Yonatan Wahyu Susanto dengan penambahan variabel IOS, dan beberapa variabel rasio keuangan lainnya serta merubah tempat penelitian, yaitu perusahaan sektor Farmasi. Perusahaan sektor farmasi merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dan memiliki fundamental dan finansial yang baik. Pertimbangan lain yang membuat penulis terdorong untuk memilih perusahaan industri sektor farmasi sebagai objek penelitian ialah karena perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang memiliki periode jangka panjang (long term period) untuk terus bertahan dan berkembang dalam industri barang konsumsi, di mana masyarakat akan selalu membutuhkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan farmasi, baik berupa obat-obatan maupun vitamin lainnya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti akan meneliti keterkatian variable Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Rasio Pasar, dan  Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Return Saham. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Rasio Pasar, dan  Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Return Saham pada Perusahaan Sektor Farmasi di Indonesia Perioda 2009-2013.”

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Apakah terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/ BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013 ?

Bagaimanakah pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara parsial terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013 ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

Untuk menganalisis pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Untuk menganalisis pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara parsial terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013?

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.

Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return saham.

Bagi Perusahaan

Perusahaan dapat mengetahui bagaimana cara yang harus dilakukan untuk melihat seberapa besar return saham agar bisa ditingkatkan lagi di masa depan untuk menarik minat investor agar para investor mau menanamkan modalnya di dalam perusahaan.

Bagi Para Investor

Para investor dapat menerima informasi bagaimana pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return saham, sehingga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi investor sebelum menanamkan modalnya di dalam perusahaan.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap return saham.

TINJAUAN PUSTAKA

Investasi

Pengertian Investasi

Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi disebut investor. Pada umumnya investor diklasifikasikan menjadi dua, yaitu investor individual dan investor institusional. Pihak-pihak yang melakukan investasi secara individulah yang disebut sebagai investor individi, sedangkan investor institusional pada umumnya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Menurut Tandelilin (2001), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Pengertian investasi menurut Jogiyanto (2008) investasi digunakan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu.

Tandelilin (2010) memaprkan beberapa alasan seseorang melakukan investasi adalah sebagai berikut.

Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa mendatang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu, atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.

Mengurangi tekanan inflasi. Melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pembelian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan oleh pemilik modal memperoleh sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut.

Jenis Investasi

Menurut Senduk (2004) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di pasaran ialah:

Tabungan Bank, dengan menyimpan uang di tabungan maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.

Deposito Bank, produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Perbedaanya ialah, dalam deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan. Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga tabungan. Selama deposito kita belum jatuh tempo, uang tersebut tidak akan terpengaruh pada naik turunnya suku bunga di bank.

Saham, saham ialah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih harganya disebut capital loss.

Properti, investasi berupa property ialah tanah ataupun rumah.

Emas, Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah mata uang asing dari negara-negara G-7 Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin tinggi pula harga emas. Harga emas biasanya juga berbanding searah dengan inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula kenaikan harga emas.

Mata Uang Asing, segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi. Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan penawaran di pasaran.

Obligasi, obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau membiayai suatu proyek pemerintah.

Saham, surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberikan berbagai hak menurut ketentuan anggaran dasar. Surat utang yang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk me narik dana dari masyarakat, guna pembiayaan perusahaan atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanjanya.

Tipe-tipe Investasi Keuangan

Jogiyanto (2008) memaparkan bahwa investasi keuangan diklasifikan menjadi dua tipe yaitu sebagai berikut.

Investasi langsung.

Investasi langsung adalah investasi yang dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market). Investasi langsung tidak hanya dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan, namun juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan yaitu seperti tabungan, giro, dan sertifikat deposito.

Investasi tidak langsung.

Investasi tidak langsung adalah investasi yang dilakukan dengan membeli surat-surat berharga di perusahaan investasi. Hanya dengan modal yang relatif kecil, investor dapat mengambil keuntungan karena pembentukan portofolio investasinya.

Halim (2005) membedakan investasi dalam dua bentuk, yaitu investasi pada aset-aset riil (real assets) dan investasi pada aset-aset finansial (financial assets). Investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan lain-lain, sedangkan investasi dalam bentuk financial assets dapat dilakukan antara lain dalam bentuk investasi di pasar uang, seperti: sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi dapatdilakukan di pasar modal, misalnya obligasi, waran, reksadana, opsi, futures ,saham, dan lain-lain.

Pasar Modal

Pengertian Pasar Modal

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pasal 1 ayat (13) disebutkan bahwa pasar modal adalah sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang diterbitkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan menurut Rusdin (2008:1) Pengertian Pasar Modal yaitu sebagai berikut.

“Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yangberkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.”

Berdasarkan teori di atas, penulis berpendapat bahwa pasar modal ialah sarana atau tempat yang mempertemukan pihak kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana yang terhimpun dalam tempat jual beli instrumen pasar modal hingga terbentuknya permintaan dan penawaran atas efek.

Pelaku Pasar Modal

Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal No.8 Tahun 1995, yaitu sebagai berikut.

Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas, pertama mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga saham (efek) dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat umum. Kedua, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga dan profesi-profesi penunjang yang terkait dalam pasar modal. Ketiga, memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal beserta kebijakan operasionalnya.

Bursa Efek. Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.

Perusahaan Go Public. Pihak yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran umum surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna membelanjai operasi maupun rencana investasi.

Perusahaan Efek. Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, manajer investasi atau penasehat investasi.

Lembaga Kliring dan Penyelesaian Penyimpanan. Suatu lembaga yang menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di bursa efek, serta penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain.

Reksa Dana

Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Jadi perusahaan reksa dana adalah pihak yang kegiatan utamanya adalah melakukan investasi, investasi kembali (reinvesment) atau perdagangan efek.

Lembaga Penunjang Pasar Modal. Lembaga penunjang pasar modal meliputi tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat, atau penanggung yang menyediakan jasanya. Tempat penitipan harta adalah pihak yang menyelenggarkan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.

Profesi Penunjang Pasar Modal, terdiri dari akuntan, notaris, perusahaan penilai (appraisal), dan konsultan hukum.

Pemodal, adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya dalam efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal.

Peranan Pasar Modal

Beberapa peranan pasar modal pada suatu negara dapat dilihat dari aspek berikut ini (Jogiyanto, 2010).

Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual dalam menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.

Pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal, para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimiliki tersebut setiap hari.

Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.

Rusdin (2006) menjelaskan bahwa ada lima peranan pasar modal di Indonesia, yaitu antara lain: (1) Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien (2), pasar memudahkan alternatif berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah resiko tertentu, (3) memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprosfek baik, (4) pelaksanaan manajemen perusahaan secara professional dan transparan, (5) peningkatan aktivitas ekonomi nasional.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal berfungsi sebagai lembaga yang mendorong terbentuknya alokasi dana yang efisien melalui pengalihan dana dari pihak lender ke pihak borrower yang dapat memicu pertumbuhan perekonomian suatu negara dengan mengalirkan dana lebih kepada sektor-sektor produktif.

Saham

Pengertian Saham

Menurut Jogiyanto (2010), saham ialah sekuritas di pasar modal yang merupakan investasi langsung yang dapat diperjualbelikan. Menurut Tandelilin (2010), saham merupakan sertifikat bukti kepemilikan seseorang suatu perusahaan. Menurut UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, saham merupakan sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal. Selanjutnya menurut Husnan (2002) saham adalah surat berharga yang menunjukkan hak bagi para investor untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan para investor menjalankan haknya.

 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dismpulkan bahwa saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang atau perusahaan yang menyertakan modal dimana saham ini diterbitkan oleh perusahaan terbuka tertentu yang diperjual belikan di pasar modal.

Jenis-jenis Saham

Saham merupakan sekuritas yang paling populer dipasar modal karena saham bisa memberikan keuntungan dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu yang relative singkat. Menurut Zaki Baridwan (2004:203) ialah sebagai berikut.

“Apabila perusahaan mengeluarkan satu macam saham maka saham itu disebut saham biasa (common stock). Apabila saham yang dikeluarkan 2 macam, yang satu adalah saham biasa dan yang lainnya adalah saham prioritas (preferred stock)“

Samsul (2006) memaparkan mengenai jenis saham dibedakan menjadi 2 menurut penerimaan hak (return), yaitu sebagai berikut.

Saham Preferen (Preferred Stock). Merupakan jenis saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayarkan pada tahun yang mengalami keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali. Hak istimewa ini akan diberikan kepada pemegang saham preferen karena mereka yang memasok dana ke perusahaan sewaktu mengalami kesulitan keuangan.

Saham Biasa (Common Stock). Merupakan jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang menderita terlebih dahulu.  Perhitungan indeks harga saham didasarkan pada harga saham biasa.

Return Saham

Pengertian Return Saham

Return saham dapat diartikan sebagai tingkat kembalian keuntungan yang di nikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang di lakukannya. Menurut Brigham et al. (1999:192), pengertian dari return adalah “measure the financial performance of an investment”. Pada penelitian ini, return digunakan pada suatu investasi untuk mengukur hasil keuangan suatu perusahaan. Menurut Ang (2010), return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Dalam teori pasar modal, tingkat pengembalian yang diterima oleh seorang investor dari saham yang diperdagangkan di pasar modal (saham perusahaan go public) biasa diistilahkan dengan return.

 Menurut Tandelilin (2010), return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukan. Horne dan Wachoviz (1998:26) mendefinisikan return sebagai: “Return as benefit which related with owner that includes cash dividend last year which is paid, together with market cost appreciation or capital gain which is realization in the end of the year”. Menurut Jones (2000:124) “return is yield dan capital gain (loss)”. (1) Yield , yaitu cash arus kas yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang saham (dalam bentuk dividen), (2) Capital gain (loss) , yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian dengan harga saham pada saat penjualan.  Hal tersebut diperkuat oleh Corrado dan Jordan (2000:5) yang menyatakan bahwa ”Return from investment security is cash flow and capital gain/loss”. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan return saham adalah keuntungan yang didapat atas kepemilikan saham investor terhadap investasi yang dilakukan, keuntungan tersebut terdiri dari dividen dan capital gain/loss.

Jenis & Penghitungan Return Saham

Menurut Jogiyanto (2003) return saham dibedakan menjadi dua: (1) return realisasi merupakan return yang telah terjadi, (2) return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian return, bahwa return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus: Ross et al. (2003:238).

Keterangan:

Ri         = Return Saham

Pt         = Harga Saham pada Perioda t

Pt-1      = Harga Saham pada Perioda t-1

Selain return saham terdapat juga return pasar (Rm) yang dapat dihitung dengan rumus: Jogiyanto (2003:232)

Keterangan:

Rm                   = Return Pasar

IHSGt               = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t

IHSGt-1            = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t-1

Signaling Theory

Menurut Wolk & Dodd (2001) teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut serta mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Jogiyanto (2009) memaparkan, informasi dapat dipublikasikan sebagai suatu pengumuman untuk memberikan signal bagi investor dalam suatu pengambilan keputusan investasi. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah telah menerima informasi tersebut, pelaku pasar akan terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor maka akan terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Melewar (2008) menyatakan teori sinyal menunjukkan bahwa perusahaan akan memberikan sinyal melalui tindakan dan komunikasi. Perusahaan ini mengadopsi sinyal-sinyal ini untuk mengungkapkan atribut yang tersembunyi untuk para pemangku kepentingan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori sinya berguna bagi perusahaan, hal ini karene ketika manajer mengetahui bahwa perusahaan mereka “kuat” sementara investor untuk beberapa alasan tidak mengetahui hal ini, maka manajer dapat membayar dividen dengan harapan kualitas sinyal perusahaan mereka ke pasar.

Agency Theory

Menurut Sinkey (1992), Jensen dan Smith (1984) Agency Theory, merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. Jensen & Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis dan manajer yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Ada dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham, dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bondholders). Sedangkan positif accounting theory secara implisit mengakui tiga bentuk hubungan keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen (bonus plan hypothesis), kreditor dengan manajemen (debt/equity hypothesis), dan pemerintah dengan manajemen (political cost hypothesis).

Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan memiliki banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditornya, dimana antara agent dan principal ingin memaksimalkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Kedua jenis kontrak ini sering kali dibuat berdasarkan angka laba bersih, oleh karena itu, kontrak tersebut memunyai implikasi terhadap akuntansi. Dalam konteks perusahaan yang terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agent yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Pada dasarnya, antara principal dan agent memiliki tujuan yang berbeda. Principal menginginkan return yang besar atas investasinya, sedangkan agent memiliki kepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil kerjanya.

Jensen & Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisma yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.

Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Scott (2000) mengungkapkan bahwa, kontrak kerja akan menjadi optimal jika kontrak dapat dilakukan dengan wajaryaitu mampu menyeimbangkan antara principal dan agent yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agent dan pemberian insentif/ imbalan khusus yang memuaskan dari principal ke agent

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa agency theory merupakan penjelasan mengenai investor berperan sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh investor untuk bekerja bagi kepentingan investor, yaitu mendapatkan return saham semaksimal mungkin. Manajemen diberikan wewenang untuk mengatur dan mengambil keputusan yang tepat guna untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Laporan Keuangan

Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2002), laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007), Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keungan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Dari pernyataan dan pendapat para ahli akuntansi di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan atau keadaan keuangan perusahaan, hasil kinerja perusahaan, dan kondisi “kesehatan” perusahaan yang kemudian akan dipakai oleh pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan dibuat karena memiliki tujuan penting. Tujuan laporan keuangan menurut Kieso, Weygandt & Warfield (2007), antara lain sebagai berikut.

Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis.

Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan.

Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya.

Sedangkan menurut Harahap, (2004) menyatakan bahwa laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan pada pemakainya untuk dipakai dalam proses pengambilan suatu keputusan.

Berdasarkan kutipan-kutipan penjelasan diatas dapat dismpulkan bahwa, tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan guna pengambilan  keputusan secara tepat.

Analisis Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2004), menjelaskan bahwa, analisa-analisa laporan keuangan terdiri dari penelaan atau mempelajari daripada hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan (tren) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Soemarso (2005) menyatakan bahwa, analisis laporan keuangan (Financial Statement Analysis) adalah, hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.

Menurut Rachim (2008) analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut penggunaan informasi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi. Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor, dimana mereka harus memahami bagimana membaca, mngartikan serta menganilisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan mencakup :

Perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industry yang sama, dan

Evaluasi posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan memberikan kemudahan bagi pengguna informasi dalam pengambilan keputusan secara tepat, karena analisis laporan keuangan memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan.

Rasio Keuangan

Menurut Irawati (2006), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan. Harahap (2006) mengungkapkan bahwa rasio keuangan adalah, angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan berarti. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan penyederhanaan ini maka dapat diperoleh informasi dan penilaian kinerja perusahaan.

Rasio keuangan memiliki beberapa bentuk, rasio-rasio ini bertujuan dan  dan memiliki maksud tertentu dalam rangka menilai kinerja perusahaan. Ada lima jenis rasio keuangan yang dikemukakan oleh Munawir (2004), yaitu antara lain: (1) rasio likuiditas (liquidity ratio), (2) rasio aktivitas (activity ratio), (3) rasio solvabilitas (leverage ratio), (4) rasio profitabilitas (profitability ratio), (5) rasio pasar (Market Ratio).

Rasio Lancar

Rasio lancar dihitung dengan  membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar, rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Rachim (2008) menjelaskan bahwa rasio lancar memberikan indikator terbaik atas besarnya klaim kreditor jangka pendek yang ditutup oleh aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Apabila rasio lancar kurang dari satu, maka aktiva lancar perusahaan lebih rendah dari kewajiban lancarnya atau aktiva lancar tidak cukup dipakai untuk memenuhi kewajiban lancarnya, namun bila rasio lancar sangat besar, hal ini mencerminkan investasi dalam modal kerja yang cukup tinggi. Penghitungan rasio lancar, Rachim (2008).

Rasio lancar =            

Hubungan Rasio Lancar dengan Return Saham

Rasio ini menjadi salah satu pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya, semakin besar rasio ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan semakin kecil risiko perusahaan untuk di likuidasi (Ang, 2010). Jika rasio ini baik  maka investor tertarik untuk menanamkan modalnya dan akan meningkatkan nilai perusahaan yang juga berpengaruh pada return saham.

Hasil penelitian Ulupui (2007), Limento dan Djuaeriah (2013) menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan rasio lancar terhadap return saham. Penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan current ratio maka akan semakin tinggi return saham. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa current ratio berpegaruh terhadap return saham.

Rasio Utang terhadap Ekuitas

Rasio utang terhadap ekuitas adalah imbangan antara utang yang dimiliki  perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan utangnya, (Sutrisno, 2007). Perusahaan menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat penggunaan utang dengan modal/ekuitas. Semakin perusahaan menggunakan utang untuk mendanai operasional, maka semakin besar risiko dari perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin baik kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam kondisi yang buruk dan tetap dapat memenuhi kewajibannya terhadap kreditor. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin kecil pendanaan ekuitas dan semakin besar utang perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini:

Rasio Utang terhadap Ekuitas = 

Hubungan Rasio Utang terhadap Ekuitas dengan Return Saham

Rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat utang semakin tinggi yang menggambarkan bahwa beban bunga akan semakin besar dimana hal ini dapat mengurangi keuntungan. Peningkatan beban terhadap para kreditur akan menunjukkan bahwa sumber modal perusahaan lebih bergantung pada pihak eksternal, sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan danya di perusahaan yang  bersangkutan dan hal ini juga akan menyebabkan menurunnya return saham (Ang,  2010).

Hasil penelitian Arista dan Astohar (2012), Hermawan (2012), serta Gill (2010) memperoleh hasil dimana rasio utang terhadap ekuitas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah serta signifikan terhadap return saham. Dari beberapa uraian diatas dapat dismpulkan bahwa rasio utang terhadap ekuitas berkaitan dengan return saham.

Rasio Perputaran Total Aktiva

Rasio ini menunjukkan efektivitas kemampuan perusahaan dalam menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Rachim (2008) mengemukakan bahwa rasio perputaran total aktiva mengukur perputaran semua aktiva perusahaan.  Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran tentang seberapa jauh aktiva perusahaan telah digunakan didalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali aset berputar dalam suatu perioda tertentu (Ang, 2010). Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

Rasio Total Peputaran Aktiva  =                  

Hubungan Rasio Perputaran Total Aktiva dengan Return Saham

Semakin tinggi rasio ini menggambarkan semakin efektif perusahaan dalam mengoptimalkan aktiva menjadi penjualan. Studi empiris mengenai hubungan totar perputaran aset dengan return saham digambarkan sebagai hubungan yang signifikan dengan return saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Dian Restiyani (2006). Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi rasio ini, maka investor akan semakin yakin untuk menanamkan modalnya, sehingga semakin banyak investor yang berinvestasi maka nilai perusahaan juga akan meningkat dan berdampak pada return saham.

Return on Asset

Return On Asset juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak Rachim (2008). Hasil dari pengembalian total aktiva atau modal investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan penggunaan alternative dari dana tersebut. Sebagai salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi rasio ini semakin efektif kinerja perusahaan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut.

ROA  = 

Hungbungan ROA dengan Return Saham

Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Semakin banyak investor yang menanamkan modal, maka harga saham akan juga mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, yaitu semakin tinggi permintaan, maka harga akan meningkat.

Hasil penelitian yang diperoleh Natarsyah (2000) dan Hardiningsih (2002) menunjukkan return on asset (ROA) memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ROA berkaitan dengan return saham.

Return on Equity

Menurut Sutrisno (2008) Return On Equity ini sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE sebagai rentabilitas modal sendiri. Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

ROE  = 

Hubungan ROE dengan Return Saham

Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien. Selain itu ROE yang tinggi menandakan kinerja perusahaan semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat. Peningkatan rasio ROE menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen semakin meningkat dan akan terjadi kecenderungan naiknya harga saham (Riyanto, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins,1998). Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ROE berkaitan dengan return saham.

Market to Book Value

Menurut Husnan (2006), rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini semakin besar tambahan kekayaan yang dinikmati oleh pemilik perusahaan. Jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Jika seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimis maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya

Hubungan Market to Book Value dengan Return Saham

Harga pasar saham semakin meningkat maka akan menyebabkan capital gain (actual return) dari saham tersebut juga meningkat. Hal ini disebabkan karena actual return merupakan selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham sebelumnya. Semakin tinggi rasio MBV suatu perusahaan menunjukkan semakin tinggi pula penilaian investor terhadap perusahaan yang bersangkutan, dan hal ini juga akan memengaruhi harga saham dan return saham perusahaan. Selain itu hasil penelitian Sugiarto (2011) dan Chairatanawan (2008) menunjukkan MBV memiliki pengaruh yang searah serta signifikan terhadap return saham. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa MBV memiliki pengaruh terhadap return saham.

Earning Per Share

EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.

Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Menurut Alwi (2003), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmeen. Laba menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan kenaikan harga saham di masa mendatang.

Hubungan Earning Per Share dengan Return Saham

Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik dengan earning per share, karena menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham. Sedangkan jumlah EPS yang akan didistribusikan kepada investor saham tergantung kebijakan perusahaan dalam pembayaran dividen (Mulyono, 2001). Para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk saham biasa (Prastowo, 2005). Dari penjelasasn diatas dapat disimpulkan bahwa EPS memiliki pengaruh terhdap return saham.

Investment Oppurtunity Set (IOS)

Kesempatan perusahaan untuk tumbuh yang disebut dengan Investment Opportunity Set (IOS) diperkenalkan pertama kali oleh Myers (1977) yaitu, IOS merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki dan pilihan di masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif. Menurut Gaver & Gaver (1993), IOS merupakan nilai yang bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang yang pada saat ini merupakan pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal serta dapat menghasilkan keuntungan. Menurut Kallapur & Trombley (2001), IOS adalah pilihan untuk berinvestasi pada proyek-proyek yang memiliki Net Present Value (NPV)positif. Disebutkan pula bahwa IOSjuga menghasilkan peningkatan dalam ukuran perusahaan.

Nilai IOS dapat dihitung dengan kombinasi berbagai jenis proksi yang mengimplikasikan nilai aset di tempat. Nilai IOS tersebut yaitu berupa nilai buku aset maupun ekuitas dan nilai kesempatan untuk bertumbuh bagi suatu perusahaan di masa depan. IOS dari suatu perusahaan akan berpengaruh besar terhadap cara bagaimana perusahaan dinilai oleh manajer, pemilik, investor dan kreditor (Kallapur & Trombley, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IOS menggambarkan mengenai besarnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaranperusahaan untuk kepentingan di masa depan. Kallapur & Trombley (2001) memaparkan bahwa terdapat tiga jenis proksi IOS yang digunakan dalam bidang keuangan yaitu sebagai berikut.

  1. Proksi IOS berbasis pada harga.

Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam nilai pasar saham. Proksi ini berdasarkan prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial yang dinyatakan dengan harga saham. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aset-aset yang dimiliki (assets in place) dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bertumbuh. Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis dengan harga adalah market value of equity plus book value of debt, ratio of book to market value of asset, ratio of book to market value of equity, ratio of book value property, plant and equipment to firm value, ratio of replacement value of asset to market value, ratio of depreciation expense to value, dan Earning Price Ratio to Price (EP/P).

2.            Proksi IOS berbasis pada investasi

Proksi IOS berbasis ini menunjukan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi memilki tingkat investasi yang tinggi pula. Proksi IOS ini dapat dihubungkan dengan capital expenditure to book value of asset, ratio research & development expense to firm value, ratio of research & development expense to total assets, ratio of research & development expense to sales, ratio of capital addition to firm value, dan ratio of capital addition to asset book value.

3.            Proksi IOS berbasi pada varian

Proksi ini mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aset. Proksi ini terdiri dari variance of total return dan market model beta.

Proksi Investment Oppurtunity Set (IOS)dalam Penelitian

Proksi IOS yang dipilih dalam penelitian ini adalah proksi IOS yang digunakan oleh Smith & Watts (1992), Gaver & Gaver (1992), Kallapur & Trombley (1999) yang merupakan proksi IOS paling valid sebagai proksi pertumbuhan. Proksi IOS tersebut sebagai berikut.

Market to Book Value of Asset (MV/BVA).

Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka akan semakin tinggi pula nilai IOS.

Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting.       Rasio market value to book of equity (MV/BVE) merupakan proksi berdasarkan harga.

Earning per Share/Price Ratio

Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.

Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA)

Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.

Hubungan Market to Book Value of Asset dengan Return Saham

Proksi ini berguna untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Selain itu proksi ini juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Semakin besar nilai rasio market value to book of assets (MV/BVA), maka semakin besar juga kesempatan perusahaan untuk bertumbuh diamana hal ini juga akan membuat semakin besar kemungkinan perusahaan  untuk terus berkembang yang berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan itu sendiri. Return saham yang diperoleh para pemegang saham akan semakin meningkat pula. Sehingga dapat disimpulkan market value to book of assets berpengaruh terhadap return saham.

Hubungan Market to Book Value of Equity dengan Return Saham

Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, semakin besar nilai rasio Market to Book Value of Equity Ratio (MV/BVE) maka semakin tinggi juga IOS. Hal ini akan berdampak pada besarnya kemungkinan perusahaan untuk terus tumbuh dan berkembang yang kemudian akan berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan itu sendiri. Kenaikan harga saham akan memengaruhi besarnya return saham yang diperoleh para pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan Market to Book Value of Equity Ratio berpengaruh terhadap return saham.

Hubungan Earning per Share/Price Ratio dengan Return Saham

Rasio earning per share/price digunakan untuk mengukur seberapa besar potensi dari laba yang dimiliki perusahaan. Besarnya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan akan memengaruhi menarik minat investor untuk menanamkan labanya pada perusahaan. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba maka hal tersebut akan semakin menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan harga saham perusahaan. Harga saham yang meningkat akan berdampak pada return saham yang meningkat pula. Sehingga dapat disimpulkan rasio Earning per Share/Price berpengaruh terhadap return saham.

Hubungan Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset dengan     Return Saham

Rasio ini berguna untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktif, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar nilai rasio ini akan membuat harga saham perusahaan juga akan meningkat dimana hal ini akan meningkatkan return yang diterima oleh para investor. Pemilihan proksi ini karena untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan untuk aset produktif, sehingga berpotensi sebagai indikator perusahaan bertumbuh. Dari uraian tersebut dapat dismpulkan bahwa Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset berhubungan dengan return saham.

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Anastasia (2003) dengan judul “Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko Sitematik Terhadap Harga Saham Properti di BEJ” menggunakan variabel independen anatara lain: return on asset, return on equity, book value, payout ratio, dan debt to equity ratio, sedangkan variabel dependennya ialah harga saham. Pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan non probability random sampling dengan metoda purposive sampling. Sampel yang diambil adalah perusahaan property (33 perusahaan) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang memiliki laporan keuangan lengkap selama enam tahun terakhir dari tahun 1996 sampai 2001. Secara empiris terbukti bahwa faktor fundamental (ROA, ROE, BV, DER,r) dan risiko sistematik (beta) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara bersama-sama. Secara empiris terbukti bahwa hanya variabel book value yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara parsial.

Penelitian Alfred (2005), variabel independen yang digunakan adalah likuiditas dan risiko sistematik. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah return saham. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko sistematik dan likuiditas berpengaruh signifikan secara parsial terhadap return saham. Secara simultan risiko sistematik dan likuiditas berpengaruh secara signifikan.

Penelitian Anthi (2009) dengan judul “Analysis of The Effect of Investment Oppirtunity Set (IOS) On Return Stock Company Manufacturing Sector” menggunakan variabel independen MV/BVA, MV/BE, EPS/P, CABVA, kemudian variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan ialah peruahaan sektor manufaktur. Penelitian tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil diperoleh yang secara parsial ialah variabel MV/BVA, MV/BVE berpangaruh posititf signifikan terhadap return saham, dan EPS/P tidak berpengaruh positif signifikan terhadap return saham serta CABVA juga tidak berpengaruh positif signifikan terhadap return saham

Penelitian Yonathan (2009) dengan judul “Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Aktivitas terhadap Return Saham Pada Perusahaan Rokok Yang Terdaftar di BEI” menggunakan variabel independen return on asset, earning per share, total asset turn over, dan inventory turnover, kemudian variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan ialah peruahaan rokok yang termasuk dalam Tabaco Manufactures. Penelitian tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil diperoleh yang secara parsial ialah variabel EPS, TATO, dan ROA berpangaruh signifikan terhadap Return Saham

Hasil Penelitian Rinistya (2012) yang berjudul “Penagruh CAR, NIM, LDR terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan Indonesia” menunjukkan variabel capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), dan loan to deposit ratio (LDR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham, NIM dan LDR secara parsial berpengaruh terhadap return saham, namun CAR secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2008–2010. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metoda purposive sampling.

Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2013) dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta” menggunakan variabel independen Earning per Share, Equity per Share, Divident per Share, Price Earning Ratio, Price Book Value, Dividend Pay Out Ratio, Dividend Yield, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Leverage Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Inventory Turn Over, Total Asset Turn Over, Return On Investment, Return On Equity. Sedangkan variabel dependen yang digunakan ialah return saham. Sampel penelitian yang digunakan adalah purposive sampling pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Secara parsial, diketahui bahwa ada 5 (lima) variabel (ROI, DER, TATO, EPS dan GPM) berpangaruh signifikan terhadap Return Saham. Analisis regresi dengan menggunakan metode Stepwise hanya ada 5 buah variabel yang berpengaruh signifikan terhadap Return Saham yang terdiri dari EPS (X1), EQPS (X2), DPS (X3), PER (X4), PBV (X5), DPR (X6), DY(X7), CR (X8), DER (X9), LR (X10), GPM (X11), OP (X12), NPM (X13),ITO (X14), TATO (X15), ROI (X16), ROE (X17).

Yuliantari & Sujana (2014), variabel independen yang digunakan adalah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), total asset turn over (TAT), Return On Equity (ROE), ukuran perusahaan, arus kas operasi dan variabel dependen yang digunakan adalah return saham. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CR dan ukuran perusahaanberpengaruh positif terhadap return saham. TAT berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. DER berpengaruh negatif terhadap return saham. ROE dan arus kas operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.

Hasil penelitian Thrisye (2013) yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham BUMN Sektor Pertambangan memperoleh hasil dimana total perputaran aset menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan rasio lancar menunjukkan pengaruh yang berlawanan arah tidak signifikan terhadap return saham. Sampel penelitian yang digunakan adalah purposive sampling pada BUMN Sektor Pertambangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada jumlah variabel independen dan perioda yang digunakan dalam penelitian serta sampel yang juga berbeda. Pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel IOS (Market to Book Value of Asset (MBV), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)) terhadap return saham dan pada sektor farmasi.

Rerangka Teoritis

Rerangka teoretis berguna untuk memberikan gambaran secara jelas dan sistematik mengenai apa yang ada dalam benak peneliti yang dapat menjadi pedoman bagi penelitian secara keseluruhan. Indriantoro & Supomo (2004) mengungkapkan, rerangka teoretis merupakan dasar pemikiran peneliti untuk dikomunikasikan dengan orang lain, sehingga hasilnya dapat dimengerti oleh orang lain dan memungkinkan untuk direplikasi atau diekstensi oleh peneliti yang lain.

Pada era globalisasi ini, sebagian perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya memerluka pendanaan untuk mengembangkan usahanya. Pendanaan perusahaan dapat diperoleh dari dalam maupun luar perusahaan, dimana pendanaan dari luar perusahaan berupa saham, penerbitan obligasi, atau melakukan peminjaman dana pada kreditor. Perusahaan yang telah go public dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham yang diperdagangkan di bursa efek yang kemudian akan dibeli oleh investor yang ingin berinvestasi. Perusahaan yang telah go public wajib menyajikan laporan keuangan perusahaan secara berkala. Laporan keuangan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan investor untuk melakukan investasi pada suatu perusahaan. Investor yang berinvestasi memiliki harapan untuk mendapatkan return yang besar atas investasinya. Oleh karena itu investor memerlukan laporan keuangan yang kemudian akan melihat kinerja perusahaan melalui beberapa aspek. Salah satu aspek yang penting untuk menilai kinerja perusahaan ialah aspek fundamental. Aspek fundamental dapat dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO, Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV).

Selain itu peneliti menggunakan variabel IOS yaitu Market to Book Value of Asset (MV/BVA), rasio Market to Book Value Equity (MV/BVE), Earning per Share/Price Ratio (EPS/P), dan ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA) untuk mengukur pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang yang berpengaruh pada return saham dan keputusan investasi bagi calon investor. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, penjelasan teoretis serta hasil-hasil penelitian terdahulu maka rerangka pikir yang terbentuk adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Rerangka Teoritis

Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2010) menegaskan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang telah diperoleh melalui pengumpulan data. Kemudian Menurut Erlina (2008), hipotesis adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ialah dugaan atau jawaban sementara mengenai permasalahan yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dimana kebenaranya akan diketahui setelah meneyelesaikan penelitian. Berdasarkan rerangka teoretis yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1: Terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

H2: Secara parsial terdapat pengaruh secara berikut

H2.1 Current Ratio (CR) berpengaruh positif  terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.2: Total Asset Turn Over berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.3:Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.4: Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.5:Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.6:Earning Per Shares (EPS) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.7:Market to Book Value (MBV) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.8:Market to Book Value of Asset (MV/BVA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.9:Market to Book Value of Equity (MV/BVE) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.10:Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H2.11:Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

METODA PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan uji hipotesis. Menurut Sugiyono (2010), penelitian kuantitatif merupakan metoda penelitian yang berdasarkan sampel filsafat postitivisma yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan datanya menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Menurut Furchan (2007), untuk menguji hipotesis peneliti harus melakukan antara lain: (1) menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar, (2) memilih metoda-metoda penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lain yanng diperlukan untuk menunjukan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.

Arikunto (2010) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka dengan pengumpulan data serta penafsiran data. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, penelitian kuantitatif ialah metoda yang menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang ada dan hubungan antar variabel-variabel yang diselidiki dengan mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisis dalam suatu pengujian hipotesis. Data angka yang diperlukan pada penelitian ini berasal dari laporan keuangan tahunan perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013.

Populasi dan Sampel

Populasi

Menurut Sugiyono (2010) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memunyai kualiras dana karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut. Menurut Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Dari beberapa pendapat di atas, maka populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2009 sampai 2013.

Sampel

Menurut Arikunto (2010), sampel ialah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sugiyono (2010) mengungkapkan bahwa sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi tersebut.  Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan pengambilan sebagian dari anggota populasi untuk mewakili seluruh anggota populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.Teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sampel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Perusahaan tersebut adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009, 2010, 2012, dan 2013.

Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap dan telah diaudit pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan tersebut tidak melakukan delisting pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan yang menggunakan denominasi rupiah

Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor faramasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013. Perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013 ialah berjumlah 10 perusahaan. Namun dari 10 perusahaan sektor farmasi hanya 8 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Dua perusahaan yang tidak memiliki laporan keungan yang lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013 karena baru IPO diatas tahun 2009. Sehingga total perusahaan yang digunakan sebagai sampel di dalam penelitian ini sebanyak 8 perusahaan.

Tabel 1. Rekapitulasi Obyek Penelitian.

KeteranganJumlah
Perusahaan sektor sektor farmasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.10
Perusahaan sektor farmasi yang tidak memiliki laporan keuangan lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013.(2)
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian8

Sumber: Data Diolah, 2014.

Berikut ini merupakan daftar 8 perusahaan yang termasuk dalam sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 2. Daftar Sampel Perusahaan

NoKode SahamNama Perusahaan
1DVLAPT Darya Varia Laboratoria Tbk
2INAFPT Indofarma (Persero) Tbk
3KAEFPT Kimia Farma Tbk
4KLBFPT Kalbe Farma Tbk
5MERKPT Merck Tbk
6PYFAPT Pyridam Farma Tbk
7SQBBPT Taisho Pahrmaceutical Indonesia Tbk
8TSPCPT Tempo Scan Pasifik Tbk

Sumber: www.idx.co.id

Data Penelititan

Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis data kuantitatif yang datanya dinyatakan dengan angka. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Menurut Indriantoro & Supomo (2004), sumber data adalah subyek dimana data tersebut diperoleh, sedangkan data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013. Data tersebut diperoleh dari Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GI BEI) Universitas Ma Chung. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari penelitian lain, buku-buku, serta referensi pasar modal Indonesia. Pengambilan data harga saham setiap bulan diperoleh melalui berbagai informasi melalui website http://www.yahoofinance.com

Teknik Pengumpulan Data

Pada penelititan ini menggunakan metoda dokumentasi, metoda dokumentasi yang digunakan berupa literatur-literatur dari Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia Universitas Ma Chung. Menurut Indrianto & Supomo (2004), metoda dokumentasi atau metoda arsip ini memuat kejadian di masa lalu. Arikunto (2010) menjelaskan bahwa metoda pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat dipergunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.

Tahap pengumpulan data dimulai dengan penelitian pendahuluan, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang akan diteliti. Tahap ini dilakukan peneliti dengan mengkaji data-data yang diperlukan serta melihat gambaran untuk mengolah data-data tersebut. Tahap selanjutnya melakukan penelitian pokok untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam  penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian yang akan diulas.

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dependen

Menurut Sugiyono (2010), variabel dependen ialah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini, penulis memilih return saham sebagai variabel dependen. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Ang, 2010). Berdasarkan pengertian return, return  suatu saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus: Ross et al. (2003:238).

……………………………………………………………………………..(1)

Keterangan:

Ri         = Return Saham

Pt         = Harga Saham pada Perioda t

Pt-1      = Harga Saham pada Perioda t-1

Selain return saham terdapat juga return pasar (Rm) yang dapat dihitung dengan rumus: Jogiyanto (2003:232)

…………………………………………………………………………….(2)

Keterangan:

Rm                   = Return Pasar

IHSGt               = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t

IHSGt-1            = Indeks Harga Saham Gabungan pada Perioda t-1

Variabel Independen

Menurut          Sugiyono (2010) variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.

Rasio Lancar sebagai X1

Rasio lancar dihitung dengan  membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar, rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Rachim (2008) menjelaskan bahwa rasio lancar memberikan indikator terbaik atas besarnya klaim kreditor jangka pendek yang ditutup oleh aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek.

Rasio lancar =             (3)

Rasio Utang terhadap Ekuitas sebagai X2

Rasio utang terhadap ekuitas adalah imbangan antara utang yang dimiliki  perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan utangnya, (Sutrisno, 2007). Perusahaan menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat penggunaan utang dengan modal/ekuitas.

Rasio Utang terhadap Ekuitas =    (4)

Rasio Perputaran Total Aktiva sebagai X3

Rasio ini menunjukkan efektivitas kemampuan perusahaan dalam menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Rachim (2008) mengemukakan bahwa rasio perputaran total aktiva mengukur perputaran semua aktiva perusahaan.

Rasio Total Peputaran Aktiva  =    (5)

Return on Asset (ROA) sebagai X4

Rasio ini mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak Rachim (2008). Hasil dari pengembalian total aktiva atau modal investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan penggunaan alternative dari dana tersebut. Sebagai salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi rasio ini semakin efektif kinerja perusahaan.

ROA  =        (6)

Return on Equity (ROE) sebagai X5

Menurut Sutrisno (2008) Return On Equity sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE sebagai rentabilitas modal sendiri. Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan

ROE  =             (7)

Market  to Book Value (MBV) sebagai X6

Menurut Husnan (2006), rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini semakin besar tambahan kekayaan yang dinikmati oleh pemilik perusahaan. Jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Jika seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya.

MBV  =        (8)

Earning per Share (EPS) sebagai X7

EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Menurut Alwi (2003), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmen. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain.

EPS  =        (9)

Market to Book Value of Asset (MV/BVA) sebagai X8

Smith & Watts (1992) menjelaskan bahwa proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan suatu usaha. Proksi juga ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi mengenai adanya pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu informasi yang penting yang dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan untuk memperoleh return maupun abnormal return. Gaver & Gaver (1993) juga menemukan bahwa semakin tinggi rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku, maka akan semakin tinggi pula nilai IOS.

MV/BVA dapat dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).

            ….(10)

Keterangan:

Total aset:          Total kekayaan perusahaan

Total ekuitas:    Modal yang berasal dari penjualan saham

Jumlah lembar saham beredar: Jumlah lembar saham yang beredar

Harga penutupan saham:          Harga jual penutupan saham akhit tahun

Market to Book Value of Equity (MV/BVE) sebagai X9

Gaver & Gaver (1993) mengungkapkan, rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan, sehingga bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting.

MV/BVE dapat dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).

           (11)

Keterangan:

Total ekuitas:                Modal yang berasal dari penjualan saham

Jumlah lembar saham beredar: Jumlah lembar saham yang beredar

Harga penutupan saham:          Harga jual penutupan saham akhit tahun

Earning per Share/Price Ratio sebagai X10

Rasio earning per share/ price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan (Gaver & Gaver, 1993). Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.

EPS/P dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).

    (12)

Ratio of Capital Expenditures to Book Value of Asset (CA/BVA) sebagai X11

Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan, dimana dengan tambahan modal saham, perusahaan dapat memanfaatkan untuk tambahan investasi aset produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh (Gaver & Gaver, 1993). Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi IOS investasi. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital pengeluaran (expenditure) dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sebagai tambahan investasi dan hal ini akan membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat bertumbuh.

CA/BVA dirumuskan sebagai berikut (Gaver & Gaver, 1993).

          (13)

Keterangan:

Tambahan aset tetap dalam satu tahun: Pengurangan aset tahun yang

bersangkutan dengan tahun sebelumnya. Total aset:  Total kekayaan perusahaan.

Metoda Analisis Data

Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Sugiyono (2010), statistika deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Kemudian Santoso (2010) memaparkan, statistika deskriptif merupakan pengujian yang memperlihatkan banyak data yang dimasukkan, rata-rata data, nilai maksimum, nilai minimum, dan deviasi dari setiap variabel baik variabel independen maupun variabel dependen.

Dengan demikian, di dalam statistika deskriptif data terdapat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, dimana rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum disajikan dalam bentuk tabel. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data harga saham perioda t dan laporan keuangan tahunan pada perusahaan sektor Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013.

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Pengujian dilakukan  untuk menganalisis suatu model sehingga memberikan hasil secara representatif dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap koefisien regresi pada suatu persamaan. Pengujian asumsi klasik yang digunakan yaitu, uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian asumsi klasik dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

Uji Normalitas

Pengujian ini dilakukan untuk analisis statistik  parametrik, karena data yang terdistribusi normal menjadi syarat untuk tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak terdistribusi normal, analisisnya menggunakan tes non parametrik. Menurut Ghozali (2009) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal, jika nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Menurut Ghozali (2009), ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistri normal atau tidak yaitu sebagai berikut.

Menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan membandingkan distribusi data dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Sehingga uji Kolmogorov-Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Penerapan pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah bahwa jika signikansi >0.05 berarti data berdistribusi normal, begitu pula sebaliknya jika nilai signifikansi <0.05 berarti data berdistribusi tidak normal.

Menggunakan grafik scatter plot.Data yang menyebar di sekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian pula sebaliknya.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel independen. Ghozali (2009) memaparkan, model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidak adanya multikolinearitas, dalam model regresi dilakukan dengan nilai variance inflation factor (VIF) dan nilai tolerance yang dapat dilihat dari output SPSS. Model regresi dikatakan tidak terjadi multikolinearitas jika memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak melebihi angka 10 dan nilai tolerance yang mendekati 1. Menurut Ghozali (2009) beberapa cara yang dapat dilakukan apabila terdapat multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang memiliki kolerasi tinggi dari model regresi dan identifikasi variabel independen lainnya untuk membantu prediksi

Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data)

Menambah data penelitian

Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2009), uji heteroskedasitisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka hal tersebut disebut homoskedastisitas. Jika berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang bagus ialah jika terjadi homoksedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Sebagian besar data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang kecil, sedang, dan besar. Menurut Ghozali (2009), untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas maka dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut.

Menggunakan Uji Glejser. Dasar pengambilan keputusan pada pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser ini ialah, jika nilai signifikansi >0,05 maka variabel independen dinyatakan bebas dari gejala heteroskedastisitas.

Melihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dengan analisis sebagai berikut.

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola tertentu serta titik-titik menyebar dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan perioda t-1, (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik ialah yang bebas autokorelasi. Autokorelasi dapat terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering kali ditemukan pada data time series karena gangguan pada seorang individu atau kelompok yang cenderung memengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang sama pada perioda selanjutnya. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistic yaitu uji Durbin-Watson (DW test) menggunakan program SPSS. DW test sebagai bagian dari statistik non-parametik dapat digunakan untuk menguji korelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel log diantara variabel independen. Santoso (2010) mengungkapkan, dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut.

Bila angka DW terletak diantara -2 sampai +2, berarti menunjukkan tidak ada autokorelasi

Bila angka DW terletak di bawah -2 , berarti menunjujkkan adanya autokorelasi positif

Bila angka DW terletak diatas +2, berarti menunjukkan adanya autokorelasi negatif

Analisis Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β11X11 +e……………………………………………………………………………………………….(14)

Keterangan:

α:         Konstanta

Y:         Return Saham

X1:       Current Ratio (CR)

X2:       Total Asset Turn Over (TATO)

X3:       Debt to Equity Ratio (DER)

X4:       Return On Asset (ROA)

X5:       Return On Equity (ROE)

X6:          Earning Per Shares (EPS)

X7:          Market to Book Value (MBV)

X8:       Market to Book Value of Asset (MV/BVA)

X9:          Market to Book Value of Equity (MV/BVE)

X10:       Earning Per Share/Price

X11:       Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)

Analsis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk memilih apa saja variabel independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Analisis sensitivitas ini menggunakan uji regresi berganda yang kemudian dipilih apa saja variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Setelah itu variabel yang signifikan tersebut diuji lagi dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel dependen (Santoso, 2010).

Uji Hipotesis

 Ketepatan fungsi dari regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur menggunakan goodness of fit. Secara statistik, setidaknya hal ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai F statistik, dan nilai t statistik. Perhitungan statistik dikatakan signifikan secara statistik jika uji nilai statistik berada dalam daerah kiritis, yaitu daerah dimana H0 ditolak. Sebaliknya, perhitungan statistik tidak dikatakan signifikan apabila uji nilai statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2009). Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.

Ho1:     Tidak terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha1:     Terdapat pengaruh variabel fundamental yang terdiri dari Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TATO), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shares (EPS), Market to Book Value (MBV), serta Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BVE), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Return Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.1: Current Ratio (CR) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham perusahaan pada Saham perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.1: Current Ratio (CR) berpengaruh positif terhadap Return Saham perusahaan pada perusahaan sektor Farmasi yang    Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.2: Total Asset Turn Over (TATO) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.2:   Total Asset Turn Over (TATO) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.3: Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh positif terhadap Return perusahaan pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.3:   Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.4: Return On Asset (ROA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.4:   Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.5: Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.5:   Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.6: Earning Per Shares (EPS) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.6:   Earning Per Shares (EPS) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.7: Market to Book Value (MBV) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.7:   Market to Book Value (MBV) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.8: Market to Book Value of Asset (MV/BVA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.8:   Market to Book Value of Asset (MV/BVA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.9: Market to Book Value of Equity (MV/BVE) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.9:   Market to Book Value of Equity (MV/BVE) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.10: Earning Per Share/Price tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.10Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ho2.11: Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) tidak berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Ha2.11Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap Return Saham pada perusahaan sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 Hingga Tahun 2013.

Uji F-Statistik

Uji F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara berrsama-sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009). Uji ini digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap vriabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Tingkat signifikansi pada F tabel dapat dilihat pada tabel ANOVA. Dasar pengambilan dari signifikansi adalah sebagari berikut (Sugiyono, 2010).

Apabila probailitas signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Apabila probabilitas signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1. Nilai R2 yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen juga sangat terbatas, nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variansi variabel dependen. Secara umum, koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variansi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data kurun waktu (time series) memiliki nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2009).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi terletak pada jumlah jumlah variabel yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen maka R2 akan meningkat walaupun variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga disarankan menggunakan nilai adjusted R2 (Santoso, 2010).

Uji t-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Apabila tingkat signifikansi di bawah tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho ditolak. Sebaliknya jika tingkat signifikansi di atas tingkat error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan Ho diterima. Nilai t dan signifikansinya dapat dilihat pada tabel coefficient (Ghozali, 2011).

Uji r parsial

Uji rparsial ini digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai rparsial maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap dependen secara parsial. Pada uji ini dapat dilihat tingkat dominan dari suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen yang paling dominan adalah variabel yang memiliki nilai r parsial paling tinggi. Besarmya r parsial ini dapat dilihat pada nilai Beta standardized coefficient pada tabel coefficient dengan bantuan program SPSS (Ghozali, 2009).

Tahapan-tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

Merumuskan Masalah

Merumuskan hipotesis

Penyusunan Model

Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.

Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada.

Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan SPSS 20 for Windows.

Memproses data dengan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.

Memroses data dengan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 20  for Windows.

Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%

Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1, untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2, untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

Mengolah data dengan analisis sensitivitas dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Analisis sensitivitas dilakukan dengan analaisis regresi linear berganda pada variabel independen yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke dalam kata-kata dan selanjutnya hasil penelitian akan disbandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.

Mengambil kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abd’rachim, E.A. 2008. Manajemen Keuangan. Jakarta : PT. NERACA.

Alfred, S, J. 2005. Pengaruh Risiko Sistematis (Beta) dan Likuiditas terhadap Return Saham Perusahaan. Skripsi. Program Sarjana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Alwi, Iskandar Z. 2003. Pasar Modal, Teori dan Aplikasi. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.

Anastasia, Njo. 2003. Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham Properti di BEJ. Jurnal Akuntansi & Keuangan. Vol. 5, No. 2; Hal 123-132.

Ang, R. 2010. Buku Pintar Modal. Edisi Ketujuh. Jakarta: Mediasoft Indonesia.

Ang, R. 2010. Buku Pintar Modal. Edisi Ketujuh. Jakarta: Mediasoft Indonesia.

Arista, Desy dan Astohar. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham (Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI periode tahun 2005-2009). Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan. Vol. 3, No. 1, Hal. 1–15.

Badawi, Zaki. 2004. Intermediate Accounting, cet. 6. Yogyakarta: BPFE.

Brigham, Eugene F., Gapenski, Louis C., dan Ehrnart, Michel C. 1999. Financial Management Theory and  Practice. Orlando: The Dryden Press.

Chairatanawan, Yongyoot. 2008. Predictive Power of Financial Ratios to Stock Return in Thailand. RU International Journal. Vol 2, No. 2, pp. 113-120.

Chen, S.S., Ho, K.W., Lee, C.F., & Yeo, G.H.H. 2000. Investment Opportunity, Free Cash Flow and Market Reaction to International Joint Venture.Journal of Banking and Finance, Vol.24, pp.1747-1765.

Corrado, Charles J. and Jordan, Bradford D. 2000. Fundamentals of Investment Analisis . Fourth Edition.  Singapore: Mc Graw-Hill.

Emamgholipour, Milad, Abbasali Pouraghajan, Naser Ail Yadollahzadeh Tabari, Milad Haghparast, dan Ali Akbar Alizadeh Shirsavar. 2013. The Effects of Performance Evaluation Market Ratios on the Stock Return: Evidence from the Tehran Stock Exchange. International Research Journal of Applied and Basic Sciences. Vol 4, No. 3, pp 696-703.

Erlina. 2008. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Kedua. Medan: USU Press.

Gaver, J. J., & Gaver, K. M. 1993. Additional Evidence on the Association between the Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividen, and Compensation Policies. Journal Of Accounting & Economics. Vol.16;125—16.

Gill, Amarjit, Nahum Biger, dan Rajendra Tibrewala. 2010. Determinants of Dividend Payout Ratios: Evidence from United States. The Open Business Journal. Vol 3, pp. 8-14.

Haghiri, Amir dan Soleyman Haghiri. 2012. The Investigation of Effective Factors on Stock Return with Emphasis on ROA and ROE Ratios in Tehran stock exchange (TSE). Journal of Basic and Applied Scientific Research. Vol. 2, No. 9, pp. 9097-9103.

Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis atsa Laporan Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Hardiningsih, Pancawati., Suryanto.,Chariri, A, 2002, “Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Ekonomi terhadap Return Saham pada Perusahaan di Bursa Efek Jakarta: Studi Kasus Basic Industry & Chemical”, Jurnal Strategi Bisnis, Vol, 8, Des. Tahun VI.

Hatta, Atika Jauharia dan Bambang Sugeng Dwiyanto. 2012. The Company Fundamental Factors and Systematic Risk in Increasing Stock Price. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura. Vol. 15, No. 2, pp. 245-256.

Hermawan, Dedy Aji. 2012. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning per Share, dan Net Profit Margin Terhadap Return Saham. Management Analysis Journal. Vol. 1, No. 5, Hal. 1–7.

Horne, James C. V. and Wachoviz Jr, John M. 1998.  Fundamental of Financial Management. 8th ed, New Jersey: Prentice Hall Internationa.

Husnan, Suad. 2002. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ketiga.Yogyakarta :AMP YKPN.

IAI. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat,

Ika. Farkhan. 2012. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Vol. 9, No.1, September 2012.

Imran, Kashif. 2011. Determinants of Dividend Payout Policy: A Case of Pakistan Engineering Sector. The Romanian Economic Journal.  Vol. 14, No. 1, pp. 47-59.

Indriantoro, N. & Supomo, B. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPPE.

Irawati, Susan. 2006. Manajemen Keuangan, Bandung : Pustaka.

Jensen, M. C. & Meckling, W. H. 1976). The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial and Economics, Vol 3; 305-360.

Jensen, Michael C & CW Smith Jr. 1984. The Modern Theory of Corporate Finance. McGrow-Hill. Inc., USA.

Jogiyanto, H. M., 2003. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.

Jogiyanto, H. M., 2008. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.

Jogiyanto, H. M., 2009. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.

Jogiyanto, H. M., 2010. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta:BPEE.

John, S. Franklin dan K. Muthusamy. 2010. Leverage, Growth and Profitability as Determinants of Dividend Payout Ratio-Evidence from Indian Paper Industry. Asian Journal of Business Management Studies. Vol. 1, No. 1, pp. 26-30.

Jones, Charles P. 2000. Investment: Analysis and Management, 7th edition, New York: John Willey and Sons. Inc.

Kabajeh, Majed Abdel Majid, Said Mukhled Ahmed AL Nu’aimat, dan Firas Naim Dahmash. 2012. The Relationship between the ROA, ROE and ROI Ratios with Jordanian Insurance Public Companies Market Share Prices. International Journal of Humanities and Social Science. Vol.2, No.11, pp. 115-120.

Kallapur, S., & Trombley, M. A. 1999. The Association Between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth. Journal of Bussiness Finance & Accounting, Vol 26 (3); 505-519.

Kieso, Weygandt, Warfield. 2007. Intermediate Accounting, Twelfth Edition,Erlangga, Jakarta.

Kurniadi, Rintistya. 2012. Penagruh CAR, NIM, LDR terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan Indonesia. Accounting Analysis Journal. Vol. 1, No. 1. ISSN 2252-6765.

Limento, Andrew Dustin, dan Neneng Djuaeriah. 2013. The Determinant of The Stock Price in Indonesian Publicly Listed Transportatioan Industry. Journal of Business and Information.  Pp. 776- 794.

 Limento, Andrew Dustin, dan Neneng Djuaeriah. 2013. The Determinant of The Stock Price in Indonesian Publicly Listed Transportatioan Industry. Journal of Business and Information. Pp. 776-794.

Martani, Dwi, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka. 2009. The effect of financial ratios, firm size, and cash flow from operating activities in the interim report to the stock return. Chinese Business Review. Vol. 8, No. 4, pp. 44–55.

Melewar, T. C. 2008. Facets of Corporate Identity, Communication and Reputation. New York: Routlege.

Munawir, S. 2002. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.

Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.

Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan, edisi Kedua. Yogyakarta: YPKN.

Myers, S. 1997. Determinants of Corporate Borrowing. Journal Financial Economics Vol. 16; 125—160.

Natarsyah, Syahib, 2000, “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol.5, No. 3, Hal. 294-312.

Nuryana, Ida. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, No. 2; 57-66. Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Olowoniyi dan Ojenike. 2012. Determinants of Stock Return of Nigerian-Listed Firms. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS).  Vol. 3, No. 4, pp. 389-392.

Penman, S.H.(1991). An Evaluation of Accounting Rate of Return. Journal of Accounting. Auditing and Finance.

Prastowo, Dwi dan Rifka Julianty. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Yokyakarta: AMP YKPN.

Putriani Dwi, Anthi. 2009. Analysis of The Effect of Investment Oppirtunity Set (IOS) On Return Stock Company Manufacturing Sector. Skripsi.  Program Sarjana Universitas Gunadarma.

Rasmin. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham. Skripsi. Program Strata 1 STIE Totalwin, Semarang. (tidak dipublikasikan).

Restiyani, D. 2006. “Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya di BEJ Periode 2001-2004).” Skripsi Tidak Dipublikasikan , Universitas Diponegoro Semarang.

Riyanto, Bambang. 2000. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE UGM.

Ross, A Stephen. Westerfield, Randolph W. Jordan, Bradford D. 2003. Fundamentals of Corporate Finance. Sixth edition. New York: Mc Graw-Hill.

Rusdin. 2006. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.

Rusdin. 2008. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik. Bandung: ALFABETA.

Samsul. 2006. Pasar Modal & Manajemen Portofolio. Erlangga: Jakarta.

Saqafi, Vahid dan Hamidreza Vakilifard. 2012. The Effect of Variables of The Fundamental Techniques on Return of The Stock in Tehran Stock Exchange. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 4, No. 3, pp. 808-813.

Sari, Lusia Astra dan Yanthi Hutagaol. 2012. Debt to Equity Ratio, Degree of Operating Leverage Stock, Beta and Stock Returns of Food and Beverages Companies on Indonesian Stock Exchange. Journal of Applied Finance and Accounting. Vol. 2, No. 2, pp. 1–13.

Scott, R. W. 2000. Financial Accounting Theory. 2nd Edition. Canada: Prentice Hall.

Senduk, S. 2004. Mencari Penghasilan Tambahan. Jakarta: Alex Media Komputoindo.

Sinkey, Joseph F. 1992. Commercial Bank Financial Management in Financial Services Industry. 3th edition, Macmillan Publishing Company. Englewood Cliffs, New York.

Smith Jr. C. W., & Watts, R. L. 1992. The Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend an Compensation Policies. Journal of Financial Economics, Vol 32; 263—292.

Soemarso SR. 2005, Akuntansi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rineka Citra.

Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 5. AMPYKPN. Yogyakarta.

Suad Husnan. 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio. Edisi kedua. AMPYKPN. Yogyakarta.

Sugeng Mulyono. 2000. Pengaruh EPS dan Tingkat Bunga Terhadap Harga Saham. Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 1 No. 2, Universitas Brawijaya, Malang.

Sugiarto, Agung. 2011. Analisa Pengaruh Beta, Size Perusahaan, DER, dan PBV Ratio Terhadap Return Saham. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 3, No. 1, Hal. 8-14.

Sugiyono. 2010. Metoda Peneltian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Suharli. Michell. (2005). Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Memengaruhi Return Saham Pada Industri Food & Beverage di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol 7, No. 2;  99-16.

Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. 2011. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio Solvabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan. Vol.3, No.1, Hal. 17–37.

Sutrisno. 2007. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Ekonisia, Yogyakarta.

Sutrisno. 2008. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Ekonisia, Yogyakarta.

Tandelilin, E. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Thrisce, Risca Yuliana. 2013. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return             Saham BUMN Sektor Pertambangan. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. Vol 8. No. 2. Juli 2013.

Ulupui, I.G.K.A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman) dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). AUDI Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No.1.

Vogt, S.C. 1977. Cash Fllow and Capital Spending: Evidence from Capital Expenditure Announcement.  Journal of Financial Management, pp 3-30.

Wijaya, David. 2008. Pengaruh Rasio Modal Saham Terhadap Return Saham Perusahaan-Perusahaan Telekomunikasi Go Public di Indonesia Periode 2007. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.10, No.2, Hal. 136-152.

Wolk, H. I., Tearney, M. G., and Dodd, J. L. 2001. Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach. Fifth edition, South-Western College Publishing.

Yonatan. 2009. Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Aktivitas terhadap Return Saham Pada Perusahaan Rokok Yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Program Sarjana Universitas Ma Chung Malang.

Yulianti, N. N. A., & Sujana, K. I. 2014. Pengaruh Financial Ratio, Firm Sixe, dan Cash Flow Operating terhadap Return Share Perusahaan F&B. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 7.3; Hal. 547-558.

ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE, OPERATING CASH FLOW, ECONOMIC VALUE ADDED, MARKET VALUE ADDED DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET TERHADAP RATE OF RETURN SAHAM

MEILISA IRAWATI ALEXANDER & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAKSI

Dalam berinvestasi di saham, seorang investor harus memperhatikan kinerja perusahaan. Dalam menilai kinerja suatu perusahaan investor dapat menggunakan beberapa alat ukur, antara lain adalah Earning Per Share (EPS), Operating Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS). Beberapa ukuran tersebut diduga dapat memrediksi besar Rate of Return (ROR) dari sebuah saham. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat  pengaruh baik secara simultan maupun parsial antara EPS, OCF, EVA,  MVA dan IOS terhadap ROR saham.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh EPS, OCF, EVA,  MVA dan IOS terhadap RORsaham perusahaan yang termasuk dalam sub sector retail  baik secara parsial maupun secara simultan.

Sampel penelitian ini adalah perusahaan sub sector retail dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 dan konsisten pada periode pengamatan. Dengan adanya karakteristik penyampelan yang ada didapatkan sampel dalam penelitian yaitu sebanyak 8 perusahaan. Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan dengan cara dokumentasi laporan keuangan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan diolah menggunakan uji statistik regresi linier berganda dengan alat uji statistik SPSS 20.

Hasil penelitian membuktikan bahwa secara simultan EPS, OCF, EVA, MVA dan IOS tidak memiliki perngaruh dan tidak signifikan secara statistik terhadap ROR. Dengan nilai Adjusted R Square sebesar – 0,050 berarti 8 variabel independen tersebut dapat menjelaskan – 50 % variabel dependen ROR, sedangkan sisanya sebesar – 50% variasi ROR dijelaskan oleh variabel independen lain yang tidak diteliti. Hasil lain dari penelitian ini adalah EPS, OCF, EVA dan IOS secara parsial tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap ROR sedangkan MVA memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan secara statistik terhadap ROR. Dapat disimpulkan juga dari penelitian ini bahwa MVA sebagai penilaian kinerja yang memiliki pengaruh lebih terhadap ROR dibandingkan dengan EPS, OCF, EVA dan IOS.

Kata-Kata Kunci: Earning per Share (EPS), Operating Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Investment Opportunity Set (IOS) dan Rate of Return (ROR) Saham.

  1. PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Perusahaan retail merupakan perusahaan yang melakukan penjualan langsung barang di setiap jenis outlet seperti kios atau warung, tradisional, pasar modern, departemen store, butik, dan lainnya termasuk layanan pengiriman yang umumnya memasok untuk pembeli konsumsi pribadi. Bisnis retail di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu modern retail dan tradisional retail. Modern retail merupakan perkembangan baru dari tradisional retail dengan perkembangan teknologi serta perubahan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan dan kepraktisan dalam berbelanja.

Perkembangan perusahaan retail pada tahun 2007–2012 di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia.  Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket.

Sedangkan menurut Solihin pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia  sebesar 5,5 hingga 5,9 persen. Sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,8 hingga 6,2 persen. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi tahun 2013 melambat, dan pada tahun 2014 diperkirakan meningkat karena didorong kondisi global yang kondusif dan permintaan domestik yang baik. Survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan indeks keyakinan konsumen (IKK) Indonesia periode Oktober 2013 mulai menguat ke level 109,5 setelah mengalami tren perlambatan selama tiga bulan terakhir pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Juni 2013 lalu. Tetap adanya pengaruh Pemilu 2014 juga mempengaruhi sektor konsumsi. Ini disebakan oleh meningkatnya order barang-barang kebutuhan Pemilu seperti kaos, spanduk, belanja iklan dan lain-lain. Bahkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, pada 2013, omzet ritel modern diperkirakan tumbuh 10% – 11%, dengan total penjualan mencapai Rp150 triliun. Pertumbuhan sektor ritel pada 2014 diperkirakan meningkat dari tahun ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih baik.

Indonesia dengan salah satu jumlah penduduk terbanyak, merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dengan dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana Keputusan Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi penanaman modal asing (PMA), sejak itu ritel asing mulai marak masuk ke Indonesia. Masuknya ritel asing dalam bisnis ini menunjukkan bisnis ini sangat menguntungkan. Namun di sisi lain, masuknya hipermarket asing yang semakin ekspansif memperluas jaringan gerainya, dapat menjadi ancaman bagi peritel lokal. Peritel asing tidak hanya membuka gerai di Jakarta. Misalnya Carrefour, dalam enam tahun belakangan sudah merambah ke luar Jakarta, termasuk ke Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Palembang, dan Makassar. Semakin maraknya ritel modern tentu saja menimbulkan persaingan sesama ritel modern tersebut. Selain itu, maraknya ritel modern memudahkan konsumen untuk memilih ritel yang disukai dan cocok dengan keinginan konsumen. Sehingga konsumen dengan mudah bisa berganti ritel modern yang dikunjungi, atau tetap loyal dengan satu ritel karena sudah merasa cocok.

Sekarang dunia ekonomi yang khususnya di bidang investasi juga semakin berkembang sehingga juga semakin banyak orang-orang yang mengetahui dan memanfaatkan berbagai jenis investasi. Dalam praktiknya, investor dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu investor yang berorientasi pada jangka pendek atau yang biasa disebut dengan spekulan dan investor yang berorientasi pada jangka panjang. Perbedaan kedua jenis investor tersebut adalah pada jenis pengembalian yang diharapkan. Para spekulan mengharapkan keuntungan jangka pendek berupa selisih harga pembelian investasi dengan harga penjualannya atau yang juga biasa disebut dengan capital gain, sedangkan investor yang berorientasi pada jangka panjang mengharapkan dividen sebagai pengembaliannya.

Sebuah investasi dikatakan memenuhi kriteria investor apabila modal yang ditanamkan dapat memberikan tingkat pengembalian (Rate of Return) yang sesuai dengan yang diharapkan oleh investor tersebut. Pada faktanya tingkat pengembalian dari investasi tidak lepas dari kinerja perusahaan. Tetapi sebagai salah satu dasar pembuatan keputusan investasi, investor paling sering menggunkan rasio Earning Per Share (EPS). EPS memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh rasio profitabilitas yang lainnya, yaitu dalam perhitungan EPS sudah memperhitungkan jumlah saham yang beredar. Bagi investor EPS sangat berguna untuk mengetahui kemampuan setiap lembar saham yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Jadi dapat dikatakan informasi EPS juga sangat mudah dan cepat untuk diperoleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama investor.

Permasalahan yang menyebabkan investor sering salah dalam membuat keputusan investasi, yaitu hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang sangat bagus, akan tetapi performa atau kinerja yang tampak di laporan keuangan adalah kinerja yang telah dibuat skenarionya sehingga tampak berprospek dan menguntungkan. Maka muncul satu metoda yang paling tidak dapat menggambarkan posisi kas perusahaan sebagai bahan untuk menilai kinerja suatu perusahaan, yaitu dengan melihat laporan aliran kas pada bagian Operational Cash Flow (OCF). Semakin besar saldo aliran kas dari aktivitas operasi dapat dikatakan semakin baik pula kinerja perusahaan terutama dalam menghasilkan kas. Hal tersebut juga menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dan terutama bagi investor, informasi tersebut juga dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen kepada para pemegang saham.

Perusahaan dengan kinerja yang bagus merupakan perusahaan yang dapat menciptakan nilai dengan memanfaatkan struktur permodalannya dengan baik, maksudnya dapat menghasilkan pengembalian yang lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkannya termasuk di dalamnya biaya modal. Untuk mengatasi hal tersebut maka ada beberapa metoda yang bertujuan untuk menilai kinerja suatu perusahaan dari penciptaan nilai yang dilakukan perusahaan, yaitu Economic Value Added (EVA), dan Market Value Added (MVA).

Dalam perhitungan EVA, biaya modal merupakan variabel yang mencerminkan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Economic Value Added (EVA) mengukur nilai tambah yang diciptakan perusahaan dengan cara mengurangi laba operasi setelah pajak dengan biaya modal (Cost of Capital) yang timbul akibat struktur pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan Market Value Added (MVA) merupakan model analisis kinerja lanjutan dari EVA, yaitu dengan melihat nilai EVA pada masa sekarang atau dengan kata lain nilai dari MVA merupakan present value dari nilai EVA. Sehingga MVA dapat menjelaskan berapa besar kekayaan atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham apabila ia menjual sahamnya pada saat tersebut. Langkah berikutnya jika investor ingin melihat peluang investasi  dapat menggunakan variabel Investment Opportunity Set (IOS). IOS merupakan suatu kombinasi antara aktiva yang dimiliki dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. Maka IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Lugito (2010) dengan penambahan variabel IOS dan merubah tempat penelitian menjadi sektor retail.  Sektor retail sebagai salah satu sektor yang memiliki fundamental dan finansial yang baik karena labanya yang hampir dapat dipastikan akan meningkat, dan jika laba meniingkat maka return saham juga akan meningkat. Sehingga hal ini akan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan sektor retail. Sehingga penulis menarik judul “ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), OPERATIONAL CASH FLOW (OCF), ECONOMIC VALUE ADDED (EVA), MARKET VALUE ADDED (MVA) DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP RATE OF RETURN SAHAM (ROR) PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR RETAIL YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2009 HINGGA TAHUN 2013”.

 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013?

Apakah terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

Untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013

Untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS) secara parsial terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.

Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Rate of Return (ROR) saham pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013.

Bagi Perusahaan

Dapat menjadi referensi bagi perusahaan, sehingga dapat menilai perusahaan dari beberapa variabel yang mempengaruhi Rate of Return Saham pada perioda tahun 2009 hingga 2013.

Bagi Para Investor

Penelitian akan memberikan informasi kepada investor mengenai penggunaan Earning Per Share, Operational Cash Flow, Economic Value Added, Market Value Added dan Investment Opportunity Set (IOS) dalam memrediksi Rate of Return saham serta memberikan pengetahuan mengenai faktor penilaian kinerja mana yang memberikan pengaruh paling signifikan terhadap Rate of Return.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap Rate of Return Saham.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Investasi

2.1.1. Pengertian Investasi

Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Selisih tingkat perolehan antara future consumption (future dollar) dan current consumption (current dollar) ini disebut dengan pure rate of interest. Keinginan untuk membayar perbedaan tingkat perolehan ini, baik untuk meminjam atau meminjamkan sering kali disebut pure time value of money.

Di Indonesia, topik investasi sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 13) Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, deviden, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Investasi menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, untuk perusahaan-perusahaan yang dikelola Negara (BUMN).

Menurut Husnan (2004: 13) investasi adalah setiap penggunaan dana dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Sedangkan menurut Tandelilin (2001: 3) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto 2000, 5). Dari beberapa pengertian investasi dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan kegiatan dalam bidang finansial yang dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari kekayaan atau aset yang ditanam.

Menurut Sunariyah (2003) investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan berjangka waktu baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Keputusan penanaman modal tersebut dapat dilakukan oleh orang perorang atau lembaga yang mempunyai kelebihan dana. Pihak yang menanamkan dana disebut investor. Menurut Halim (2005) secara umum investasi dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu:

Real Assets, yaitu investasi dalam bentuk aktiva berwujud atau nyata, seperti investasi untuk kendaraan dan properti.

Financial Assets, yaitu investasi dalam bentuk aktiva finansial, atau produk-produk keuangan, seperti; obligasi, dan deposito.

Kepemilikan aktiva finansial dalam rangka investasi pada sebuah institusi atau perusahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu investasi langsung (direct investing) dan investasi tidak langsung. Investasi langsung diartikan sebagai suatu kepemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu perusahaan yang telah go public. Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai prestasi aktiva-aktiva keuangan dari perusahan lain. Perusahaan investor (investor company) berfungsi sebagai perantara (Jogiyanto, 2000).

2.1.2. Jenis-Jenis Investasi

Dalam hubungannya dengan pengelolaan, investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu Investasi langsung (direct Investment) dan investasi tidak langsung (Indirect  Investment).

Investasi Langsung (direct Investment)

Investasi Langsung (direct Investment) adalah penanaman modal secara langsung dalam bentuk pendirian perusahaan yang pada awalnya dikelola sendiri oleh sipenanam modal tersebut, keuntungan dan kerugian ditanggung sendiri dan biasanya memerlukan waktu jangka panjang, pengembalian modal dalam waktu tidak terbatas. Dalam investasi langsung yang dapat diperjual-belikan adalah aktiva yang mempunyai tingkat risiko kecil, dan jatuh tempo yang pendek dengan likuiditas yang tinggi. Aktiva keuangan yang diperjual-belikan di pasar modal memiliki sifat investasi jangka panjang berupa saham-saham (equity securities) dan surat-surat berharga pendapatan tetap (fixed income securities).

Investasi tidak langsung (Indirect Investment)

Investasi tidak langsung (indirect investment) yaitu penanaman modal pada perusahaan lain yang sudah berdiri dengan cara pembelian saham perusahaan lain, dengan harapan untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen. Dalam investasi tidak langsung yang di perjual belikan dalam bentuk investasi di pasar uang, seperti: sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi dapatdilakukan di pasar modal, misalnya obligasi, waran, reksadana, opsi, futures, saham, dan lain-lain.

Dilihat dari segi waktu (lamanya), investasi dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu Investasi Jangka Pendek dan Investasi Jangka Panjang.

Investasi Jangka Pendek

Investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang dengan tujuan memberdayakan kas supaya mendapatkan keuntungan dari penjualan surat berharga dikumudian hari jika harga surat berharga yang dimiliki kursnya lebih tinggi dari pada kurs beli atau untuk mendapatkan capital gain dan juga agar tidak terjadi kas menganggur (idle cash). Investasi jangka pendek merupakan investasi yang memiliki karakteristik dapat segera diperjualbelikan/dicairkan dalam waktu 3 bulan sampai dengan 12 bulan. Investasi jangka pendek biasanya digunakan untuk tujuan manajemen kas dimana pemerintah daerah dapat menjual investasi tersebut jika muncul kebutuhan akan kas. Investasi jangka pendek biasanya berisiko rendah. Investasi Jangka Pendek berbeda dengan Kas dan Setara Kas. Suatu investasi masuk klasifikasi Kas danSetara Kas jika investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo kurang dari 3 bulan dari tanggal perolehannya.

Investasi Jangka Panjang

Investasi jangka panjang merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifatnya, yaitu:

Investasi Jangka Panjang Nonpermanen

Investasi jangka panjang nonpermanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau suatu waktu akan dijual atau ditarik kembali.

Investasi Jangka Panjang Permanen

Investasi jangka panjang permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan atau tidak untuk diperjual belikan atau ditarik kembali.

Dalam Bagan Akun Standar, investasidiklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Investasi

Perusahaan melakukan investasi dengan alasan yang berbeda-beda.Bagi beberapa perusahaan, aktivitas investasi merupakan unsur penting dari operasi perusahaan, dan penilaian kinerja perusahaan mungkin sebagian besar, atau seluruhnya bergantung pada hasil yang dilaporkan mengenai aktivitas ini. Beberapa perusahaan melakukan investasi sebagai cara untuk menempatkan kelebihan dana dan beberapa perusahaan lain melakukan perdagangan investasi untuk mempererat hubungan bisnis atau memperoleh suatu keuntungan perdagangan.

Tujuan Investasi

Tujuan perusahaan mengadakan investasi pada umumnya adalah :

1.    Untuk dapat mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan atau kegiatan  perusahaan lain.

2.    Untuk memperoleh pendapatan yang tepat secara terus menerus.

3.    Untuk membentuk suatu dana guna tujuan tertentu.

4.    Untuk membina hubungan baik dengan peusahaan lain.

5.    Untuk tujuan-tujuan lainnya.

Pengeluaran Investasi

Menurut Mankiw (2003), ada tiga jenis pengeluaran investasi, yaitu:

Investasi tetap bisnis (business fixed investment), mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi, seperti pengeluaran untuk membeli barang-barang material, mesin-mesin dan peralatan pabrik, serta semua modal lain yang dibutuhkan dalam proses produksi. Model investasi bisnis tetap disebut model investassi neoklasik (neoclassical model of investment). Model neoklasik mengkaji manfaat dan biaya bagi perusahaan untuk memiliki barang-barang modal, dikaitkan dengan produk marjinal modal, tingkat bunga, dan aturan perpajakan yang mempengaruhi perusahaan. Pengeluaran total atas investasi tetap bisnis adalah jumlah investasi neto dan penggantian dari modal yang disusutkan. Investasi tetap bisnis bergantung pada produk marjinal modal, biaya modal, dan jumlah penyusutan atau depresiasi.

Investasi residensial (residential investment), mencakup rumah baru yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Permintaan rumah pribadi bergantung pada tiga faktor; yaitu pendapatan, suku bunga hipotek (mortgage interest rate), dan pajak. Ketika pendapatan naik, maka permintaan akan rumah akan meningkat, suku bunga hipotek turun maka biaya kepemilikan rumah bulanan turun dan permintaan akan rumah naik sehingga investasi perumaha akan meningkat, demikian juga kebijakan menurunkan pajak modal scara langsung akan meningkatkan investasi.

Investasi persediaan (inventory investment), mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dalam proses barang jadi.

Risiko Investasi

Menurut Halim (2003:47), terdapat beberapa jenis risiko investasi yang akan dihadapi dan perlu dipertimbangkan oleh investor dalam membuat keputusan untuk melakukan investasi, yaitu:

Risiko bisnis (business risk)

Merupakan risiko yang akan dihadapi oleh investor akibat dari menurunnya profitabilitas suatu bentuk investasi, dimana hal tersebut memiliki dampak langsung terhadap investasi atau modal yang ditanamkan dalam bentuk investasi yang bersangkutan.

Risiko likuiditas (liquidity risk)

Merupakan risiko yang memiliki kaitan dengan kemampuan bentuk investasi yang bersangkutan untuk dapat segera diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.

Risiko tingkat bunga (interest rate risk)

Merupakan risiko yang akan dihadapi oleh investor akibat terjadinya perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar, dimana hal tersebut turut mempengaruhi nilai suatu investasi.

Risiko pasar (market risk)

Merupakan risiko yang akan dihadapi oleh investor akibat dari adanya perubahan kondisi perekonomian negara atau daerah secara cepat yang dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi ataupun kondisi perekonomian lainnya.

Risiko daya beli (purchasing power-risk)

Merupakan risiko yang akan dihadapi oleh investor akibat dari adanya pengaruh perubahan tingkat inflasi, dimana perubahan tersebut akan menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat terhadap objek investasi sehingga akan menurunkan nilai riil pendapatan.

Risiko mata uang (currency risk)

Merupakan risiko yang akan dihadapi oleh investor akibat dari adanya pengaruh perubahan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing, dimana perubahan tersebut dapat mempengaruhi nilai investai secara langsung.

Pasar Modal

2.2.1. Pengertian Pasar Modal

Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai berikut : ”Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.

Sedangkan menurut Husnan (2001), pasar modal didefinisikan sebagai Instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah maupun perusahaan swasta.

2.2.2. Peranan Pasar Modal

Peranan pasar modal menurut Ang (1997) dalam perekonomian negara adalah:

Fungsi Investasi.

Uang yang telah disimpan di dalam bank pasti akan mengalami penyusutan. Nilai mata uang cenderung akan menurun di masa yang akan datang karena terjadinyanya inflasi, perubahan kurs, pelemahan ekonomi, dan lain-lain. Apabila uang tersebut diinvestasikan di pasar modal keuntungan yang di dapat oleh investor adalah investor dapat melindungi nilai investasinya, dan uang yang diinvestasikan di pasar modal cenderung tidak mengalami penyusutan karena aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh emiten.

Fungsi Kekayaan

Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan dalam jangka panjang dan jangka pendek sampai dengan kekayaan tersebut dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena kekayaan itu tidak mengalami depresiasi seperti aktiva lain. Semakin tua nilai aktiva seperti, mobil, gedung, kapal laut, dll, maka nilai penyusutannya akan semakin besar pula. Akan tetapi obligasi saham deposito dan instrument surat berharga lainnya tidak akan mengalami depresiasi. Surat berharga mewakili kekuatan beli pada masa yang akan datang.

Fungsi Likuiditas

Kekayaan yang disimpan dalam surat-surat berharga, bisa dilikuidasi melalui pasar modal dengan risiko yang sangat minimal bila dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga dapat dilakukan dengan cepat dan murah, walaupun nilai likuiditasnya lebih rendah daripada uang, tetapi uang memiliki kemampuan menyimpan kekayaan yang lebih rendah daripada surat berharga, hal ini terjadi karena nilai uang mudah terganggu oleh inflasi dari waktu ke waktu.

Fungsi Pinjaman

Pasar modal dalam suatu perekonomian negara merupakan sumber pembiayaan pembangunan pinjaman yang dihimpun dari masyarakat. Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar modal untuk mendapatkan dana yang lebih mudah dan murah hal ini terjadi karena pinjaman dari bank-bank komersial pada umumnya memunyai tingkat bunga yang tinggi. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang menjual obligasi pada pasar uang dapat memperoleh dana dengan biaya bunga yang lebih rendah daripada bunga bank.

 Bursa Efek Indonesia (BEI)

2.3.1. Pengertian BEI

Bursa Efek Indonesia merupakan tempat atau wadah bagi para pelaku saham untuk  memperdagangkan atau memperjual belikan setiap saham/efek yang mereka miliki dan ingin beli. UU yang mengatur tentang pasar modal (UU Republik Indonesia no. 8 /1995) juga mencantumkan pengertian bursa efek, yaitu pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan  beli efek pihak-pihak yang lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Sedangkan menurut Bursa Efek menurut Usman (1994 : 10) adalah:

“Bursa Efek adalah wadah tempat bertemunya para broker dan dealer untuk melakukan jual beli efek (saham dan obligasi). Karena itu umumnya diluar negeri Bursa Efek itu diselenggarakan oleh swasta, bahkan pemiliknya adalah para broker dan dealer itu sendiri”

Bursa Efek Indonesia (BEI) sarana untuk memperkenalkan Pasar Modal sejak dini kepada dunia akademisi.  Galeri Investasi BEI berkonsep 3 in 1 yang merupakan  kerjasama antara BEI, Perguruan Tinggi dan Perusahaan Sekuritas diharapkan  tidak  hanya memperkenalkan Pasar Modal dari sisi teori saja akan tetapi juga prakteknya.  Kedepannya melalui Galeri Investasi BEI yang menyediakan real time information untuk belajar menganalisa aktivitas perdagangan saham, diharapkan dapat menjadi jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan beserta prakteknya di pasar  modal.

BEI menyediakan semua publikasi dan bahan cetakan mengenai pasar modal yang diterbitkan  oleh Bursa Efek Indonesia termasuk peraturan  dan Undang-Undang Pasar Modal. Informasi  dan data yang ada di Galeri Investasi BEI dapat  digunakan untuk tujuan  akademik, bukan untuk tujuan komersial  dalam hal transaksi jual dan beli saham. Penyebaran informasi pasar modal tepat sasaran serta dapat memberikan manfaat yang optimal bagi mahasiswa, praktisi ekonomi, investor, pengamat pasar modal maupun masyarakat umum di daerah dan sekitarnya baik untuk kepentingan sosialisasi dan pendidikan/edukasi pasar modal maupun untuk kepentingan ekonomis atau alternatif investasi.

2.3.2. Manfaat BEI

Manfaat Bursa Efek Indonesia (Tandelilin, 1991: 81 ) adalah sebagai berikut.

Sebagai sarana sosialisasi dan edukasi di kalangan akademis agar dapat terlaksana dengan baik, sehingga diharapkan pihak  akademika tidak hanya mengenal Pasar Modal dari sisi teori saja akan tetapi dapat langsung melakukan prakteknya.

Menciptakan pasar secara terus menerus bagi efek yang telah ditawarkan kepada masyarakat.

Menciptakan harga yang wajar bagi efek yang bersangkutan melalui mekanisme pasar.

Membantu pembelanjaan dunia usaha.

Menurut Darmadji ( 2001) manfaat Bursa Efek adalah sebagai berikut.

 Menyediakan sarana perdagangan efek.

Mengupayakan likuiditas instrumen yaitu mengalirnya dana secara cepat pada efek-efek yang dijual .

Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat.

Memasyarakatkan pasar modal, untuk menarik calon investor dan perusahan yang go public .

Menciptakan instrumen dan jasa baru.

2.3.3. Organisasi Bursa Efek Indonesia

Organisasi bursa efek memiliki beberapa fungsi, yaitu:

Perusahaan Efek

Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi.

Penjamin Emisi Efek

Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum  bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual.

Perantara Pedagang Efek

Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.

Manajer Investasi

Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Biro Administrasi Efek

Pihak yang berdasarkan kontrak dengan Emiten melaksanakan pencatatan  pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek.

Kustodian

Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Wali  Amanat

Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang.

Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)

Lembaga yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Lembaga ini didirikan dengan tujuan agar transaksi bursa dapat terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien. Saat ini lembaga ini diselenggarakan oleh PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia atau disingkat KPEI.

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)

Lembaga yang menyelenggarakan jasa penyimpanan dan penyelesaian dengan tujuan agar transaksi bursa berjalan teratur, wajar, dan efisien. Sebagai SRO, LPP menetapkan peraturan mengenai kegiatan penyimpanan dan  penyelesaian transaksi bursa termasuk ketentuan mengenai pemakaian biaya jasa.

2.3.4. Sekuritas yang Diperjualbelikan Di Bursa Efek Indonesia

Instrument yang dipejualbelikan dalam pasar modal ada berbagai macam dintaranya adalah sebagai berikut.

Saham

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk  pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang  banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham juga dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Produk Turunan (Derivatif)

Efek derivatif merupakan Efek turunan dari Efek “utama” baik yang bersifat  penyertaan maupun utang. Efek turunan dapat berarti turunan langsung dari Efek “utama”  maupun turunan selanjutnya. Derivatif merupakan kontrak atau perjanjian yang nilai atau  peluang keuntungannya terkait dengan kinerja aset lain. Aset lain ini disebut sebagai underlying assets. Dalam pengertian yang lebih khusus, derivatif merupakan kontrak finansial antara 2 (dua) atau lebih pihak-pihak guna memenuhi janji untuk membeli atau menjual assets/commodities yang dijadikan sebagai obyek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan kesepakatan bersama antara pihak penjual dan pihak pembeli. Adapun nilai di masa mendatang dari obyek yang diperdagangkan tersebut sangat dipengaruhi oleh instrumen induknya yang ada di spot market.

Reksadana

Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal dan kemudian selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio efek oleh manajer investasi. Reksadana yang dijalankan oleh perusahaan investasi adalah intermediasi keuangan yang mengumpulkan dana dari investor-investor individual dan menginvestasikan dana tersebut pada berbagai efek dan aset lain yang potensial (Bodie et al., 2005).

Pasar Modal Syariah

Pasar Modal Syariah secara umum  dapat didefinisikan sebagai Pasar Modal yang dalam operasionalnya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam operasional Pasar Modal adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI.

Rate of Return (ROR)

Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang dihadapinya. Return saham adalah penghasilan yang diperoleh selama periode investasi per sejumlah dana yang diinvestasikan dalam bentuk saham (Kamaruddin, 1996). Secara praktis, tingkat pengembalian suatu investasi adalah persentase penghasilan total selama periode inventasi dibandingkan harga beli investasi tersebut. Menurut Brigham et al. (1999), pengertian dari return adalah .measure the financial performance of an investment. Menurut Jones (2000) return is yield dan capital gain (loss).:

1.    Yield, yaitu cash flow yang dibayarkan secara periodik kepada   saham (dalam bentuk deviden)

2.    Capital gain (loss), yaitu selisih antara harga saham pada saat pembelian      dengan harga saham pada saat penjualan.

       Hal tersebut diperkuat oleh Francis (1998) yang menyatakan bahwa: Return from investment security is cash flow and capital gain/loss.. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan return saham adalah keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham investor atas investasi yang dilakukannya,yang terdiri dari deviden dan capital gain/loss. Bila harga saham pada akhir periode lebih tinggi dari harga awalnya, maka dikatakan investor memperoleh capital gain, sedangkan bila yang terjadi sebaliknya maka investor dikatakan memperoleh capital loss. Menurut Jogiyanto (2000) return saham dibedakan menjadi dua:

1.    Return realisasi merupakan return yang telah terjadi

2.    Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh  investor di  masa yang akan datang.

Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Current Income (pendapatan lancar)

Current income adalah keun-tungan yang didapat melalui pembayaran  yang bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk            kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat.

b. Capital gain/Loss (keuntungan seli-sih harga)

Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana return saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa untuk memperkirakan return saham dapat menggunakan analisa fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektivitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya (Foster, 1986). Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Kim, 1991). Dengan analisis tersebut, para analisis mencoba memperkirakan return saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran return saham. Sedangkan jika melihat pada ROR, menyatakan bahwa tingkat pengembalian saham atas investasi yang dilakukan. Komposisi hasil penghitungan rate of return saham berupa capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba/ rugi yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif lebih tinggi atau rendah dibandingkan harga saham perioda sebelumnya. Sedangkan dividen merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan pada perioda tertentu sesuai dengankeputusan manajemen.Nilai dividen hanya dapat berupa angka nol (0) dan positif (+). Hal tersebut dikarekan hanya terdapat dua pilihan bagi perusahaan, yaitu tidak membagikan dividen atau membagikan dividen. Rumus untuk menghitung rate of returnadalah sebagai berikut:

……………………………………………………………..(1)

Keterangan :

: Harga saham sekarang

: Harga saham perioda lalu

: Dividen yang dibayarkan sekarang

 Saham

Menurut Tjiptono dan Hendy (2006), saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau  perseroan terbatas. Saham berwujud selembar  kertas yang menerangkan bahwa pemilik  kertas adalah pemilik perusahaanmyang  menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi  kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Sedangkan, menurut Fahmi (2012), saham merupakan tanda bukti penyertaan kepemilikan modal atau dana pada suatu perusahaan. Atau saham merupakan kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal,nama perusahaan, dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegang saham.

2.5.1. Jenis-Jenis Saham

Saham yang akan diperoleh para investor, dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

Saham biasa

Saham biasa adalah saham yang tidak meiliki hak istimewa dari perusahaan. Tetapi pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh deviden sepanjang perusahaan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), sesuai dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya (one man one vote). Hak suara tersebut yang memiliki pengaruh terbesar saat investor memiliki saham lebih dari 50%. 

Saham preferen

Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga dan obligasi), tetapi juga bisa mendatangkan hasil yang dikehendaki investor. Adanya hak istimewa untuk saham preferen yaitu : 1. Klaim terlebih dahulu atas dividen 2. Persyaratan dividen untuk saham preferen harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum segala sesuatunya dibayarkan untuk saham biasa. Jika saham preferen mempunyai nilai pari, maka dividen dinyatakan dengan suatu persentasedan nilai pari.Tapi jika saham preferen tidak mempunyai nilai pari, maka dividen harus dinyatakan dalam jumlah uang.

2.5.2. Harga Saham

Menurut Sunariyah (2006), harga saham adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung di bursa efek. Harga saham dapat dipengaruhi oleh situasi pasar antara lain harga saham dipasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan go public(emiten), berdasarkan analisis fundamental perusahaan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada  masyarakat sebagai calon pemodal. Sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Besarnya permintaan dan penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal perusahaan yang berhubungan dengan kebijakan internal pada suatu perusahaan beserta kinerja perusahaan yang telah dicapai. Faktor internal juga berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dapat dikendalikan oleh manajemen misalnya pendapatan per lembar saham, besaran deviden yang dibagi, kinerja manajemen perusahaan, dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan faktor eksternal perusahaan yaitu hal-hal diluar kemampuan perusahaan atau diluar kemampuan manajemen untuk mengendalikan antara lain munculnya gejolak politik pada suatu negara,  perubahan kebijakan moneter, dan laju inflasi yang tinggi.

Menurut Widiatmojo (2001) harga saham dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

Harga Nominal

Harga nominal adalah nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkannya, harga nominal ini tertera  pada lembar saham tersebut.

Harga Perdana

Harga perdana adalah harga sebelum harga tersebut  tercatat pada bursa efek. Besarnya harga perdana ini sesuai dengan hasil persetujuan antara emiten dan penjamin emisi.

Harga Pasar

Harga pasar adalah harga jual dari satu investor ke investor yang lain. Harga pasar terjadi setelah saham tersebut dicatat di bursa efek.

Harga Pembukaan

Harga pembukaan adalah harga yang diminta penjual dari pembeli pada saat jam bursa dibuka.

Harga Penutupan

Harga penutupan merupakan harga yang diminta oleh penjual dan pembeli saat akhir dibuka.

2.5.3. Analisis Saham

Analisis saham dilakukan melalui dua acara yaitu:

Analisis Teknikal

Analisis teknikal adalah sebuah metode peramalan gerak harga saham, indeks atau instrumen keuangan lainnya dengan menggunakan grafik dari data historis (masa lalu). Tujuan dari analisis teknikal adalah memperhitungkan supply dan demand dari sebuah saham sehingga dapat diprediksi. Dalam analisis teknikal diperlukan perhitungan matematis dan dibantu dengan menggunakan software Metastock dalam menggambarkan grafik serta dalam proses pengolahan data. Indikator-indikator yang digunakan dalam pendekatan analisis teknikal adalah :

Simple Moving Average (SMA) dihitung dengan mengambil nilai rata-rata dari harga suatu sekuritas pada rentang waktu tertentu. Perhitungan SMA diambil dari nilai rata-rata harga penutupan berdasarkan periode waktu tertentu.

Relative Strength Index menghitung rasio dari rata-rata kenaikan harga penutupan dengan rata-rata penurunan harga penutupan dalam periode tertentu. RSI diperkenalkan pertama kali oleh Welles Wilder dalam bukunya yang berjudul New Concept in Technical Trading. Kenaikan dan penurunan harga diinterprestasikan dalam suatu chart dengan range penilaian antara 0 – 99 dan Wilder menganjurkan pemakaian dengan menggunakan periode perhitungan sebanyak 14 periode.

Stokastik Osilator dikembangkan oleh George C. Lane. Indikator Stokastik Osilator membandingkan harga penutupan relatif terhadap range harga pada periode tertentu. Stokastik Osilator diperlihatkan dengan 2 garis. Garis pertama dinamakan %K dan garis kedua disebut %D yang mengidentifikasikan perubahan rata-rata (Moving Average) atas nilai %K.

Dalam analisis risiko keuangan, perhitungan Value at Risk (VaR) merupakan pengukuran kemungkinan kerugian terburuk dalam kondisi pasaryang normal pada kurun waktu T dengan tingkat kepercayaan tertentu . Dari pernyataan tersebut, secara sederhana dapat dilihat 3 variabel yang penting: besar kerugian, selang waktu, dan besar tingkat kepercayaan. VaR sendiri disimbolkan dengan .

Analisis Fundamental

Menurut Tjiptono dan Hendy (2006), analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksikan nilai suatu saham. Beberapa data atau indikator yang umum digunakan adalah pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas (return on equity), margin laba (profit margin),dan data-data keuangan lain seperti laba per lembar saham (earning per share) sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan di masa mendatang.

Teori Signaling

Menurut Jogiyanto (2009) informasi dipublikasikan sebagai suatu pengumuman untuk memberikan signal bagi investor dalam suatu pengambilan keputusan investasi. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah telah menerima informasi tersebut, pelaku pasar akan terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor maka akan terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.

Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. Maka Teori Signaling menekankan kepada pentingnya informasi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan oleh pihak di luar perusahaan.

 Laporan Keuangan

2.7.1. Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang dapat menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Laporan keuangan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi sekaligus  sebagai dasar untuk membuat keputusan. Menurut PSAK 00 paragraf 7 laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan aliran kas, atau laporan aliran dana), catatan dan laporan lainnya. (IAI, 2001).

Menurut  Munawir (2004), laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak  pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.

Menurut  Raharjo (2005), laporan keuangan adalah laporan pertanggungjawaban manajer / pimpinan perusahaan atas yang dipercayakan kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan (stockholders) di luar perusahaan, pemilik perusahaan, pemerintah, kreditur dan pihak lainnya.

Laporan keuangan merupakan salah satu dari sekian informasi yang juga biasa digunakan untuk merevisi dan mendeteksi harga sekuritas seperti saham, obligasi, dan surat berharga lainya. Pentingnya laporan keuangan bagi pelaku pasar modal adalah (Harianto dan Sudomo, 1998):

Memahami analisis fundamental laporan keuangan.

Memahami hubungan antara kinerja keuangan perusahaan dan nilai saham.

Memahami penerapan analisis laporan keuangan untuk dijadikan dasar dalam keputusan investasi.

2.7.2. Tujuan Laporan Keuangan

Melakukan analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisa untuk mengetahui keadaan perkembangan keuangan suatu  perusahaan. Dengan mengadakan analisa laporan keuangan suatu perusahaan dapat segera mengetahui kelemahan dan kelebihan dari perusahaan tersebut. Tujuan laporan keuangan menurut IAI (1996) adalah sebagai berikut :

1.    Menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna dalam           pengambilan keputusan ekonomi.

2.    Untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar penggunanya.  Namun  demikian laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan, karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian dimasa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.

3.    Menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban atas   sumber daya yang dipercayakan kepada pengguna yang ingin menilai apa yang             telah dilakukan atau pertanggung jawabkan. Manajemen berbuat            demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini   mencakup, misalnya untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam   perusahaan, atau keputusan untuk meningkatkan atau mengganti manajemen.

Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan

Agar laporan keuangan lebih bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu yang berkepentingan maka harus dilakukan analisis terlebih dahulu. Analisis laporan keuangan adalah menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan, termasuk hasil analisisnya dengan keputusan usaha yang akan diambil. Dari hubungan ini dapat dilakukan penilaian terhadap perusahaan yang bersangkutan, sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk pengambilan keputusan. Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap dalam buku “Analisis Laporan Keuangan” adalah:

Laporan keuangan bersifat historis

Merupakan laporan atau kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.

Laporan keuangan bersifat umum

Disajikan untuk semua pemakai dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja, misalnya untuk pajak, bank dan lain-lain.

Proses penyusunan laporan keuangan tidak dapat luput dari penggunaan perkiraan  dan berbagai pertimbangan.

Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material, demikian pula penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta tertentu yang mungkin tidak dilaksanakan jika hal itu dianggap tidak material atau tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan  laporan keuangan.

Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian bila terdapat beberapa kemungkinan yang tidak pasti mengenai penilaian, maka seharusnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.

Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa atau transaksi dari pada bentuk hukumnya.

Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.

Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan kesuksesan suatu perusahaan.

Karakteristik Laporan keuangan

Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan digunakan oleh berbagai pihak dan kepentingan, tetapi laporan keuangan itu haruslah sama akan penyajian dan menurut ketentuan yang berlaku. Dari berbagai kepentingan yang berbeda akan suatu laporan keuangan haruslah memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan sebagai pertimbangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Informasi keuangan akan bermanfaat apabila dapat memenuhi kebutuhan setiap pemakai baik pihak ekstern maupun pihak intern. Seperti yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2004) dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan” bahwa Karakteristik Laporan Keuangan adalah:

1.    Dapat dipahami

                   Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.

2.    Relevan

                   Agar bermanfaat, informasi keuangan harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Dikatakan relevan, maksudnya adalah laporan keuangan tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.

3.  Materialitas

                   Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencantumkan (misstatement) karenanya materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.

4.   Keandalan

                   Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi mempunyai kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

5.   Dapat dibandingkan

                   Para pemakai laporan keuangan harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengindentifikasikan kecenderungan (trend) posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Selain itu, pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.          

Komponen-Komponen Laporan Keuangan

Pada umumnya, laporan keuangan itu terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, serta laporan perubahan modal, tetapi dalam praktik keseharian sering  diikut sertakan kelompok lain yang sifatnya membantu memperoleh penjelasan, seperti laporan sumber dan penggunaan kas atau arus kas, laporan biaya produksi, dan lain-lain. Oleh karena itu, laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat berkomunikasi dengan pihak-pihak berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. Laporan keuangan terdiri dari empat laporan dasar, yaitu:

Neraca

Neraca merupakan Laporan Keuangan yang memberikan informasi tentang posisi keuangan perusahaan baik mengenai keadaan harta,utang, dan modal pada saat tertentu dengan tujuan memberikan gambaran mengenai posisis kadaan keuangan perusahaan pada saat tertentu. Beberapa definisi Neraca dari beberapa ahli:

Menurut Munawir (2007), mendefinisikan Neraca adalah laporan sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk menenjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu,biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun kalender. Sedangkan menurut Baridwan (2004), mendefinisikan Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal tertentu.

Laporan rugi-laba

Laporan Laba Rugi menunjukkan penghasilan-penghasilan yang diperoleh perusahaan, biaya-biaya yang terjadi serta laba atau rugi sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu, sehingga laporan laba rugi yang diperbandingkan menunjukkan penghasilan, biaya, laba rugi netto dari hasil operasi perusahaan dalam dua periode atau lebih. Laporan laba rugi merupakan Laporan keuangan suatu perusahaan yang dibutuhkan untuk menganalisa posisi keuangan perusahaan. Laporan ini memberikan gambaran tentang posisi keuangan dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Setiap perusahaan mempunyai tujuan umum dalam menjalankan aktivitasnya yaitu memperoleh laba, dari laporan laba rugi dapat menggambarkan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dalam setiap perusahaan untuk mengetahui laba perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan memperbandingkan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan adanya perbandingan tersebut perusahaan dapat mengetahui keadaan perusahaan dalam posisi untung atau rugi, jika pendapatan lebih besar dari pada biaya keluar maka perusahaan dapat dikatakan perusahaan tersebut memperoleh laba dan sebaliknya jika pendapatan lebih kecil dari pada pengeluaran maka dapat dikatakan perusahan dalam keadaan rugi.

Laporan perubahan modal

Memuat tentang saldo awal dan akhir laba ditahan dalam Neraca untuk menunjukkan suatu analisa perubahan besarnya laba selama jangka waktu tertentu. Laporan perubahan modal juga menunjukkan Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemiliki, saldo akumulasi rugi dan laba pada awal dan akhir periode serta perubahannya dan rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis model saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

Laporan arus kas

Merupakan pengganti dari laporan perubahan posisi keuangan yang menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan dana perusahaan, dimana pengertian dana dapat didefinisikan sebagai modal kerja ataupun dapat didefinisikan sebagai kas. Laporan arus kas harus menyajikan kas selama periode tertentu dan klasifikasi menurut klasifikasi operasi, investasi dan pendanaan. Klasifikasi ini memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh aktivitas tersebut terhadap jumlah kas. Selain itu laporan arus kas juga berfungsi untuk memperlihatkan aliran kas selama periode tertentu, serta memberikan informasi terhadap sumber-sumber kas serta penggunaan kas dari setiap kegiatan dalam periode yang dicakup.

Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio adalah suatu metoda untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laba-rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2001:37).Tujuan dari analisis rasio keuangan adalah membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami apa yang perlu dilakukan sehubungan dengan informasi yang berasal keuangan yang sifatnya terbatas.

Muhammad dan Halim (1996), membagi rasio keuangan menjadi lima kelompok.

Pembagian rasio keuangan tersebut karena terdapat perbedaan tujuan dan harapan yang ingin dicapai oleh pihak internal (manajemen) dengan pihak eksternal, antara lain adalah pemerintah, kreditor, dan investor. Kelima analisis rasio tersebut secara umum digunakan untuk mengetahui gambaran prospek dan risiko yang akan dihadapi perusahaan di masa mendatang. Kelima faktor tersebut akan mempengaruhi ekspektasi pemakai laporan keuangan terhadap perusahaan di masa mendatang. Lima kelompok rasio keuangan tersebut adalah:

Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, dan persediaan.

Rasio Aktivitas, merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk memperoleh penjualan. Dengan kata lain, rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.

Rasio Solvabilitas, merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio solvabilitas mengukur likuiditas perusahaan untuk jangka panjang, fokus dari rasio solvabilitas adalah pada sisi kanan neraca. Apabila total hutang lebih besar daripada total aset, maka perusahaan dikatakan tidak solvabel. Ada beberapa macam rasio solvabilitas, antara lain rasio total hutang terhadap total aset, rasio time interest earned, dan rasio fixed charges coverage.

Rasio Profitabilitas, merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Bagi investor jangka panjang, rasio profitabilitas dapat digunakan untuk melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Rasio profitabilitas akan dibahas tersendiri, karena merupakan bagian dari penelitian.

Rasio Pasar, merupakan rasio yang membandingkan harga pasar terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio pasar lebih banyak dilihat berdasarkan sudut pandang investor atau calon investor, meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio ini. Ada beberapa macam rasio pasar, antara lain PER (Price Earning Ratio), dividend yield, dan pembayaran dividen (dividend payout)

Earning Per Share (EPS)

Pengertian EPS

Menurut Eduardus (2001) komponen penting pertama yang harus di-perhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau yang lebih dikenal sebagai earning per share. Tjiptono (2001) mendefinisikan EPS sebagai rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar sahamnya. Jadi secara umum dapat di-jelaskan bahwa EPS adalah tingkat ke-untungan bersih untuk tiap lembar saham-nya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya.

Bagi para investor, informasi earning per share merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan ber-guna, karena dapat menggambarkan pros-pek earning perusahaan di masa depan (Eduardus: 2001). Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara jika laba per saham lebih rendah, berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik. Oleh karena itu informasi earning per share suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap di-bagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.

EPS merupakan indikator dari apa yang dipikirkan investor tentang kinerja perusahaan pada masa lalu dan di masa yang akan datang. Banyak cara untuk me-ngetahui prospek laba per saham, seperti:

a.    Menghitung rata-rata laba per saham beberapa tahun yang lalu

b.    Laba per saham tahun berjalan sama dengan laba per saham tahun depan

c.     Laba per saham beberapa bulan dalam tahun berjalan dikonversi men-jadi satu tahun

Keuntungan perlembar saham biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan dalam menentukan harga saham.Earning Per Share atau laba perlembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bersihsetelah pajak atau EAT (Earnings After Tax).

Rumus yang digunakan untuk mengukur EPS adalah:

………………………..……(2)

Pengaruh Earning Per Share Terhadap Rate Of Return 

Earning per Share (EPS) adalah rasio antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah lembar saham (Tjptono Darmadji dan Hendy MFakhuddin, 2006). Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkanbesarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semuapemegang saham perusahaan. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain.Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividend dan kenaikan nilai saham dimasa datang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan (Dwi Prastowo dan Rifka Julianty,2002). Apabila Earnings per Share (EPS) perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi (Dharmastuti, 2004).

Arus Kas Operasi (Operation Cash Flow)

Pengertian Operational cashflow

Menurut PSAK No. 2 Revisi 2009 arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Menurut Soemarso (2008) laporan arus kas adalah laporan yang mengikhtisarkan sumber kas yang tersedia untuk melakukan kegiatan perusahaan serta penggunaannya selama periode tertentu.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001), laporan aliran kas dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori aktivitas utama, yaitu:

1. Aktivitas Operasi

Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

2.  Aktivitas Investasi

Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Pengungkapan dari aktivitas investasi perlu dipisahkan untuk mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan aliran kas masa depan.

Aktivitas Pendanaan

Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.Pengungkapan secara terpisah dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi klaimterhadap aliran kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan.

Dalam PSAK No 2 paragraf 12 dijelaskan bahwa jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah operasi perusahan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar perusahaan. Informasi mengenai arus kas historis bersama dengan informasi lain berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan. (IAI, 2001)

Operational cashflow (OCF), merupakan aliran kas yang akan dipergunakan untuk menutup investasi. Operational cashflow biasanya diterima setiap tahun selama usia investasi, dan berupa aliran kas bersih. Operational cashflow juga sering disebut sebagai cashflow saja. Dengan demikian operational cashflow dapat dihitung dengan menambahkan laba akuntansi (EAT) dengan penyusutan.

Rumus yang digunakan untuk mengukur Operational Cash Flow adalah:

Operational Cashflow = EAT + penyusutan…………………………………(3)

2.10.2. Pengaruh Operational Cafh Flow Terhadap Rate Of Return

Perusahaan yang memiliki arus kas operasi yang baik, berarti perusahaan memiliki kas yang bisa digunakan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan berikutnya agar menghasilkan  laba yang tinggi. Menurut Agus (2001) semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham maka akan semakin banyak investor tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut, sehingga harga sahamnya akan meningkat dan akan berakibat pada naiknya return saham perusahaan yang bersangkutan. Triyono dan Jogianto (2000) dalam Oktavia (2008) menyatakan bahwa arus kas operasi, mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga saham. Semakin tinggi arus kas dari aktivitas operasi menunjukkan bahwa perusahaan mampu beroperasi secara profitable, karena dari aktivitas operasi saja perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan baik. Sehingga dengan adanya peningkatan arus kas dari aktivitas operasi akan memberikan sinyal positif mengenai kinerja perusahaan di masa yang akan datang kepada investor, akibatnya investor akan membeli saham tersebut, hal ini akan meningkatkan harga saham dan akhirnya mempengaruhi peningkatan return saham.

2.11.  Economic Value Added (EVA)

Dalam mengambil keputusan berinvestasi, konsep EVA merupakan salah satu konsep manajemen keuangan yang cukup dikenal luas dan sering dipergunakan. Sebelum adanya konsep EVA, dalam melihat nilai sebuah perusahaan biasanya digunakananalisis rasio keuangan sebagai alat pengukurnya, tetapi setelah diteliti kembali, metoda tersebut memiliki kelemahan utama, yaitu mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan nilai atau tidak. EVA dapat diartikan sebagai nilai tambah ekonomis yang dihasilkan perusahaan dengan mengoptimalkan beban bunga pinjaman atas struktur permodalan.EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang mengurangkan biaya-biaya modal terhadap laba operasi. Adapun Economic Value Added (EVA) dapat diformulasikan sebagi berikut :

EVA= NOPAT – Biaya Modal……………………..…………………….(4)

Biaya Modal = WACC × Modal yang diinvestasikan……………………(5)

Keterangan :

NOPAT= Net Profit After Tax (Laba Bersih Setelah Pajak)

WACC= Weighted Average Cost Of Capital(Biaya Modal Rata-rata)

Keunggulan EVA adalah sebagai berikut:

Penilaian EVA dimasa yang akan datang mengakibatkan perusahaan harus lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.

EVA membantu manajemen puncak untuk memfokuskan kegiatan usaha mereka, yaitu memperoleh EVA setinggi mungkin agar para pemegang saham mendapatkan penghasilan yang maksimal. Fokus tersebutakan membantu mengurangi konflik yang terjadi antara pihak manajemen dengan pemilik perusahaan.

EVA memfokuskan penilainnya pada nilai tambah dengan mempertimbangkan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi.

EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti standar industri atau perusahaan sejenis.

Penggunaan EVA meminimalisir terjadinya missleading dalam membuat kesimpulan atas kondisi perusahaan yang sesungguhnya, karena adanya pertimbangan atas tingkat pertumbuhan usaha dan faktor penghambat bagi investor untuk memperoleh dividend.

Kelemahan yang dimiliki EVAadalah :

EVA hanya mengukur hasil akhir (result), tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat resensi konsumen.

EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.

EVA tergantung transparansi internal. Kenyataannya perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya.

2.11.2. Pengaruh Economic Value Added Terhadap Rate Of Return

EVA adalah ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik/efektif (dilihat dari besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan. EVA dihitung dengan mengurangkan keuntungan operasi perusahaan dengan biaya modal perusahaan, baik untuk biaya utang (cost of debt) maupun modal sendiri (Cost of equity). Biaya modal perusahaan sangat dipengaruhi oleh hubungan antara risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return), semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang dikehendaki.

EVA mampu menghitung laba ekonomi yang sebenarnya atau true economic profit suatu perusahaan pada tahun tertentu. EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu manajer yang menitik beratkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Dengan demikian EVA merupakan salah satu kriteria yang lebih baik dalam penilaian kebijakan manajerial dan kompensasi. Nilai perusahaan akan meningkat jika perusahaan membiayai investasi dengan net present value yang positif, karena net present value yang positif akan memberikan economic value added kepada pemegang saham. Oleh karena itu, dengan memberikan nilai tambah kepada pemegang saham maka dapat menarik investor untuk menanamkan sahamnya ke perusahaan. Banyaknya investor yang menanamkan sahamnya diharapkan berpengaruh terhadap meningkatnya harga saham yang diikuti dengan peningkatan return saham kepada pemegang saham. Maka, diharapkan hubungan economic value added dengan return saham berpengaruh positif.

2.12. Perhitungan Weighted Average Cost Of Capital (WACC)

Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menghitung WACC.

Langkah-langkah tersebut meliputi:

Menghitung Biaya Utang

Biaya utang (cost of debt) atau Kd merupakan tarifyang harus dibayar perusahaan didalam pasar pada saat tersebut untuk mendapatkan utang jangka panjang baru. Perusahaan memiliki beberapa paket surat utang dengan beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitungnya adalah secara tertimbang (Weight). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak (PKP), maka Kd harus dikoreksi dengan faktor tersebut (1-t) dengan t = tingkat pajak yang dikenakan. Sehingga dapat dirumuskan menjadi:

       (6)

       Dan setelah dimasukkan unsur pajak dapat dirumuskan sebagai berikut:

           (7)

Menghitung Biaya Modal Sendiri

Biaya modal sendiri sering disebut cost of equity atau Ke. Bila para investor menyerahkan dananya berupa equity kepada perusahaan mereka berhak untuk mendapatkan pembagian dividen dimasa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial dari perusahaan tersebut. Besarnya dividen tidak ditentukan pada saat investor menyerahkan dananya, akan tetapi bersifat tidak tentu tergantung kinerja perusahaan tersebut dimasa datang. Hal tersebut sangat berbeda dengan modal utang karena sudah ada kepastian tingkat bunga yang disetujui.Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku. Dalam menghitung Ks, ada 3 metoda yang biasa digunakan, yaitu:

Pendekatan Capital Asset Pricing Model

       ………………………………………(8)

Keterangan:

= tingkat pengembalian yang diharapkan pemegang sahambiasa

= beta, ukuran dari risiko sistematis saham

= risk free

= tingkat pengembalian pasar

Pendekatan Bond Yield Plush Risk Premium

………………………….(9)

Pendekatan Discounted Cash Flow

       …………………………………………………..(10)

Keterangan:

= dividen saham biasa yang dibagikan perusahaan

= harga saham

Menghitung Biaya Saham Preferen ( )

Biaya saham preferen ( ) merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas saham preferen perusahaan.  Biaya saham preferen dapat dirumuskan sebagai berikut :

       ………………………………….(11)

Keterangan:

= dividen saham preferen

Po= harga saham

Flotation cost = biaya-biaya penerbitan saham

Menghitung WACC

WACC dihitung dengan menggunakan penjumlahan hasil kali antara bobot tertimbang atas komponen hutang dan komponen modal ekuitas perusahaan dari keseluruhan struktur modal perusahaan dengan persentase masing-masing komponen struktur modal. WACC dapat dirumuskan sebagai berikut:

WACC =  × (1-T ) × Wd +  × Ws +  × Wps………………(12)

Keterangan:

T                 =  Pajak yang dikenakan pemerintah pada perusahaan.

               =  Biaya hutang

                =  Biaya modal sendiri

              =  Biaya saham preferen

Wd =  Proporsi hutang

Ws =  Proporsi modal sendiri

Wps =  Proporsi saham preferen

2.13. Market Value Added (MVA)

2.13.1. Pengertian Market Value Added

Selisih antara nilai perusahaan (nilai pasar kapital) dengan nilai buku kapital disebut dengan Market Value Added (MVA). Karena dalam nilai perusahaan dan milik kapital terdapat komponen hutang yang sama maka MVA juga adalah selisih antara nilai pasar ekuitas (market value of equity) atau total kapitalisasi saham di pasar modal dan nilai buku ekuitas (Ruky, 1999), maka Market Value Added dapat dirumuskan sebagai berikut:

MVA = Nilai Pasar – Modal yang diinvestasikan……………(13)

Modal yang diinvestasikan menurut Young (2001:39) merupakan jumlah seluruh keuangan perusahaan terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities), seperti utang upah yang akan jatuh tempo dan pajak jatuh tempo. Young (2001:50) memformulasikan modal yang diinvestasikan adalah sebagai berikut:

Modal yang diinvestasikan = utang jangka pendek + utang jangka panjang + kewajiban jangka panjang lainnya + ekuitas pemegang saham…………(14)

MVA sebagai ukuran yang paling tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemilik. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah bila MVA bertambah.

Peningkatan MVA dapat dilakukan dengan cara meningkatkan EVA yang merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan, dengan demikian EVAmempunyai hubungan yang kuat dengan MVA.

2.13.2. Pengaruh Market Value Added Terhadap Rate Of Return

MVA mencerminkan pemikiran pemegang saham terhadap perusahaan dalam menciptakan kekayaan di masa yang akan datang. MVA lebih merupakan metric kekayaan (wealth metric) yang mengukur nilai perusahaan dari waktu ke waktu (Djawahir, 2007). MVA merupakan ukuran kumulatif perusahaan yang memperlihatkan penilaian pasar modal pada suatu waktu tertentu dari nilai sekarang EVA di masa mendatang. Perubahan nilai EVA akan menyebabkan perubahan searah terhadap nilai MVA (Rousana, 1997). Selain itu MVA merupakan selisih antara nilai pasar saham dengan modal sendiri yang disetor oleh pemegang saham. Nilai pasar saham adalah perkalian jumlah saham beredar dengan harga saham (Husnan & Pudijiastuti, 2004). Dari penjelasan tentang MVA di atas dapat disimpulkan bahwa MVA berpengaruh positif terhadap return saham dan MVA merupakan selisih antara nilai pasar ekuitas dan nilai buku ekuitas.

2.14.  Investment Opportunity Set (IOS)

2.14.1. Pengertian Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set (IOS) pertama kali dikemukakan oleh Myers (1976) dalam Utami (2007).  Menurut Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif.  Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam Utami (2007) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size-nya, sementara IOS merupakan opsi untuk berinvestasi pada suatu proyek yang memiliki net present value positif.  Menurut kedua penelitian tersebut, IOS juga dapat meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua growth opportunities mampu menghasilkan net present value positif.  Menurut Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besamya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.

Investment Opportunity Set ( IOS) menurut Myers  (1977) adalah nilai dari suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in placedengan investment optionpada masa depan. Menurut Gaver dan Gaver (1993), IOS merupakan proyeksi nilai perusahaan yang besarnya bergantung pada pengeluaran –pengeluaran yang dilakukan perusahaan di masa akan datang dan besarnya sudah ditetapkan oleh manajemen sebelumnya, dimana untuk masa sekarang pilihan investasi dilakukan dan diharapkan untuk mendapatkan returnyang lebih besar untuk masa yang akan datang. Smith dan Wrath (1992) menyatakan sejalan degan pendapat tersebut komponen dari nilai perusahaan merupakan sebuah hasil dari pilihan –pilihan investasi untuk digunakan pada masa yang akan datang dan merupakan proksi dari IOS itu sendiri.

Komponen nilai perusahaan yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk melakukan investasi di masa yang akan datang merupakan set kesempatan investasi Myers (1976) dalam Utami (2007) IOS menunjukan opsi pertumbuhan bagi perusahaan.  Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure dari manajer (Myers, 1976 dalam Utami, 2007).  Opsi pertumbuhan tersebut bisa berupa investasi tradisional atau discretionary expenditure yang diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitian dan pengembangan teknologi baru (Jones dan Sharma, 2001 dalam Utami, 2007).

Analisis IOS didasarkan pada beberapa menggunakan 4 variabel proksi IOS terhadap return saham perusahaan. Variabel proksi IOS yang digunakan adalah  Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA).

2.14.2.  Market to Book Value of Asset (MKTBKASS)

2.14.2.1. Pengertian Market to Book Value of Asset (MKTBKASS)

Rasio nilai buku aktiva terhadap nilai pasar, untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Pemilihan proksi ini oleh perusahaan dikarenakan dalam proksi ini secara konsisten memiliki korelasi yang signifikan dengan realisasi pertumbuhan perusahaan. Semakin tinggi MKTBKASS semakin besar aset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, jika perusahaan semakin bertumbuh maka akan membuat harga saham perusahaan tersebut semakin meningkat (Norpratiwi, 2004).

…………………………………………

         ……(15)

2.14.2.2. Pengaruh Market to Book Value of Asset (MKTBKASS) Terhadap Rate Of Return

Rasio market value to book of asset (MKTBKASS) merupakan proksi IOS berdasarkan harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Bagi para investor, proksi ini menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang bertumbuh merupakan informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return. Semakin tinggi MKTBKASS semakin besar asset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat,return saham meningkat dan pada akhirnya semakin tinggi pula return yang diperoleh.

2.14.3. Market Value to Book of Equity (MKTBKEQ)

2.14.3.1. Pengertian Market Value to Book of Equity (MKTBKEQ)

Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ) adalah menunjukkan peluang investasi perusahaan, apabila perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh (Anugrah, 2009)

Selain itu. juga MKTBKEQ digunakan untuk menggambarkan permodalan suatu perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting. Apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik dalam menjalankan usaha, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan meningkat.

……(16)

2.14.3.2. Pengaruh Market to Book Value of Asset (MKTBKEQ) Terhadap Rate Of  Return

Rasio market value to book of equity merupakan proksi berdasarkan harga. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan. Rasio ini dapatdiperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga penutupan saham terhadap total ekuitas. Bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mendapatkandan mengelola modal merupakan suatu hal yang penting. Apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik dalam menjalankan usaha, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan meningkat, dan pada akhirnya semakin meningkat pula return yang diperoleh.

2.14.4. Earning Per Share/Price

2.14.4.1. Pengertian Earning Per Share/Price

Earning Per Share/Price menggambarkan seberapa besar earning power yang  dimiliki perusahaan. Kekuatan laba dari suatu perusahaan dapat diukur menggunakan proksi IOS EPS/P rasio. Rasio ini mengukur seberapa besar kekuatan laba yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan memiliki rasio EPS/P yang fluktuatif akan memengaruhi  nilai dari return saham secara flutuatif pula (Norpratiwi,2004). Sehingga semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba maka semakin menarik minat investor untuk menanamkan labanya ke dalam perusahaan tersebut, sehingga hal ini akan menyebabkan harga saham perusahaan tersebut meningkat (Jones            & Sharma, 2001).

         ………………..(17)

2.14.4.2. Pengaruh Earning Per Share/Price Terhadap Rate Of Return

Rasio earning per share/price ratio atau rasio laba per lembar saham terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan seberapa besar earning poweryang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang stabil akan memperlihatkan stabilitas pertumbuhan earning per share/price, sebaliknya perusahaan yang tidak stabil akan memperlihatkan pertumbuhan earning per share/priceyang fluktuatif. Bila E/P perusahaan naik secara konsisten (tidak fluktuatif), dapat diartikan perusahaan sedang tumbuh. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan tersebut.Hal ini akan berdampak positif terhadap harga saham,dan pada akhirnya return yang diperoleh akan semakin tinggi.

2.14.5. Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)

2.14.5.1. Pengertian Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)

Ratio of Capital Expenditureto Asset Book Value (CAPBVA), menunjukkan produktivitas investasi yang tercermin dari total aset perusahaan. Rasio ini juga dapat digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan menggunakan modal tambahan tersebut perusahaan dapat memanfaatkannya untuk tambahan aktiva  produktifnya. Maka semakin besar aliran tambahan modal yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin besar kemampuan perusahaan tersebut untuk memanfaatkannya sebagai tambahan investasi dan hal ini akan berakibat pada kenaikan harga saham perusahaan (Isnaeni, 2005).

         (18)

2.14.5.2. Pengaruh Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) Terhadap Rate Of Return

Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan tambahan modal saham ini perusahaan dapat memanfaatkannya untuk tambahan investasi aktiva produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh. Para investor dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan membagi capital expenditure dengan total asset. Semakin besar aliran tambahan modal saham, semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkannya sebagai tambahan investasi, sehingga perusahaan tersebut mempunyai kesempatan untuk dapat bertumbuh. Dengan demikian akan mengakibatkan kenaikan harga saham pada perusahaan dan pada akhirnya akan meningkatkan return perusahaan.

2.15. Penelitian Terdahulu

Penelitian Dodd dan Chen (1996) merupakan sebuah penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap return saham. Penelitian tersebut menggunakan 566 data dari tahun 1983-1992 dengan variabel penelitian antara lain adalah EVA, ROI, EPS, ROE, dan return saham. Hasil dari penelitian tersebut adalah ROI, EPS, ROE, dan EVA memunyai pengaruh terhadap return saham. Dan yang paling besar pengaruhnya adalah ROI dibandingkan EVA.

Lehn dan Makhija (1996), melakukan penelitian untuk meneliti hubungan EVA / MVA dengan stock return dari 241 perusahaan yang termasuk dalam peningkatan penciptaan nilai untuk tahun 1987, 1988, dan 1993. Lehn dan Mekhija menghitung enam pengukur kinerja yaitu tigajenis rasio profitabilitas (ROE, ROl, dan ROS), tingkat balikan saham (stock return) serta EVA dan MVA perusahaan tersebut pada setiap tahun yang diuji.Hasil pengujian menyimpulkan bahwa semuanya menunjukkan hubungan yang positif dengan balikan saham, tetapi walaupun perbedaannya tidak terlalu besar temyata hubungan EVA dengan return saham mempunyai hubungan yang lebih tinggi.

Wibowo (2005) menganalisis pengaruh pengukuran kinerja dengan metoda tradisional dan metoda EVA terhadap Return saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang aktif di perdagangan Bursa Efek Jakarta dari tahun 2001-2003 dan selalu membagikan dividen selama perioda pengamatan. Penelitian tersebut menggunakan variabel dependen return saham, sedangkan variabel independennya adalah EVA, ROA, dan ROE. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rasio profitabilitas dan EVA tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap return saham.

Rahayu (2007) menganalisis pengaruh EVA dan MVA terhadap return saham perusahaan manufaktur di BEJ. Sampel yang digunakan dalah perusahaan manufaktur yang termasuk di dalam indeks LQ 45 dari tahun 2001-2004.Penelitian menggunakan variabel dependen return saham, sedangkan variabel independennya adalah EVA dan MVA. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa EVA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham dan MVA juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return saham. Di samping itu penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa EVA dan MVA secara simultan tidak berpengaruh terhadap return saham.

Marshal (2010) menganalisis pengaruh EVA, MVA, dan OCF terhadap ROR. Sampel yang digunakan dalah perusahaan yang termasuk di dalam indeks LQ 45 perioda pengumuman Februari-Agustus 2008. Hasil yang diperoleh adalah bahwa EVA, OCF, dan MVA tidak memiliki pengaruh yg signifikan terhadap return saham, EVA memiliki arah pengaruh negatif sedangkan OCF dan MVA memiliki arah pengaruh positif terhadap ROR. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila OCF dan MVA meningkat, ROR juga meningkat. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa secara simultan EVA, MVA, dan OCF tidak berpengaruh terhadap variabel ROR.

Ade Pratiwi (2010) mengenai pengaruh Return On Investment, Operating Cash Flow, dan Economic value added terhadap total Return saham menemukan bahwa Return On Investment dan Operating Cash Flow memiliki pengaruh signifikan positif terhadap total Return saham, sedangkan Economic value added memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap total return saham.

Lugito (2012) menganalisis pengaruh Earning Per Share, Operational Cash Flow, Economic Value Added, dan Market Value Added terhadap Rate of Return. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang termasuk di dalam indeks LQ 45 perioda tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Hasil yang diperoleh adalah Secara simultan EPS, OCF, EVA dan MVA berpengaruh signifikan terhadap ROR perusahaan LQ 45.  Secara parsial variabel EPS memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan LQ 45. Secara parsial variabel OCF  dan EVA memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan LQ 45. Secara parsial variabel MVA memiliki pengaruh positif yang signifikan secara statistik terhadap ROR perusahaan LQ 45. MVA merupakan konsep penilaian kinerja yang memiliki pengaruh dengan tingkat signifikansi paling tinggi terhadap ROR.

Perbedaan penelitian ini dari peneliti terdahulu adalah pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel IOS (Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)  terhadap return saham.

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun)Variabel PenelitianMetoda AnalisisKesimpulan
Dodd dan Chen (1996)Dependen: return saham, Independen: EVA, ROI, EPS, dan ROERegresiROI, EPS, ROE, dan EVA mempunyai pengaruh terhadap return saham. Dan yang paling besar pengaruhnya adalah ROI dibandingkan EVA.
Lehn dan Makhija (1996)  Dependen: Return Saham, Independen: ROE, ROI, ROS, EVA, MVA  RegresiROE, ROI, ROS, EVA, MVA menunjukkan hubungan yang positif dengan balikan saham, hubungan EVA dengan balikan saham mempunyai hubungan yang lebih tinggi.
Wibowo (2005)Dependen: Return saham, Independen: ROA, ROE, EVARegresiRasio profitabilitas dan EVA tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
Rahayu (2007)Dependen: Return saham, Independen: EVA dan MVARegresiEVA dan MVA secara simultan tidak berpengaruh terhadap returnsaham. Secara parsial baik EVA maupun MVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Marshal (2010)                                            
Andreas (2012)
Dependen: Return saham, Independen: EVA, MVA, dan OCF                                       Dependen: Rate of return saham Independent: EPS, OCF, EVA dan MVARegresi                                             RegresiEVA, OCF, dan MVA tidak memiliki pengaruh yg signifikan terhadap return saham, EVA memiliki arah pengaruh negatif sedangakan OCF dan MVA memiliki arah pengaruh positif. Hal tersebut menunjukkan apabila MVA meningkat, ROR juga meningkat. Secara simultan EVA, MVA, dan OCF tidak berpengaruh terhadap ROR.   EPS dan MVA memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROR, MVA memiliki pengaruh dengan tingkat signifikansi paling tinggi. OCF  dan EVA memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROR. Secara simultan EPS, OCF, EVA dan MVA berpengaruh signifikan terhadap ROR perusahaan.  

2.16. Kerangka Pikir

Investor pada prinsipnya lebih berkepentingan dengan keuntungan saat ini dan di masa-masa yang akan datang. Investor akan menaruh minat pada kondisi perusahaan sejauh hal itu dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk berkembang, membayar dividen dan menghindari kebangkrutan. Selanjutnya oleh para investor informasi keuangan tadi akan digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi yang rasional. Keputusan-keputusan inilah yana nantinya akan membentuk harga saham.

Analisis fundamental meruapakan analisis dari infromasi yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Analisis fundamental inilah yang menjadi dasar penilaian yang utama dalam analisis saham bagi para pemodal. Analisis yang diteliti dalam penelitian ini yaitu analisis mengenai seberapa besar pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF) terhadap Rate of Return (ROR) saham yang didapat oleh investor.

Analisis lain yang dinilai adalah Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA). Selain itu juga dengan analisis terhadap Investment Opportunity Set (IOS) yang dapat membantu perusahaan dalam menarik minat para investor atau calon investor guna menanamkan modalnya di perusahaan yang bersangkutan. Variabel Investment Opportunity Set (IOS) yang digunakan adalah Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA).

Dari uraian tersebut dapat disusun rerangka pikir dalam penelitian ini dapat  digambarkan dalam bagan berikut.

Operational Cash Flow (OCF)
Economic Value Added (EVA)
Market Value Added (MVA)
Investment Opportunity Set (IOS)
Earning Per Shares (EPS)
Rate Of Return

2.17. Hipotesis Peneelitian

Hipotesis merupakan sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati (Good dan Scates, 1954). Atau dengan kata lain hipotesis Jawaban sementara dari masalah penelitian yang harus diuji kebenarannya.

Berdasarkan penjelasan yang ada, hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:

Ha1: Terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF),  Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), dan Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset        (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail             yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2: Secara parsial terdapat pengaruh secara berikut

Ha2.1:Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2: Operational Cashflow (OCF) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3: Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.4: Market Value Added (MVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.5: Market to Book Value of Asset (MKTBKASS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.6: Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.7: Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.8:  Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya denan instrument-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan – hubungan kuantitatif. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan uji hipotesis, yang bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel (Sugiyono, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013 sebanyak  22 perusahaan

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Perusahaan tersebut adalah perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di BEI pada tahun 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013.

Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan secara lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan tersebut tidak melakukan delisting pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian secara berturut-turut dari tahun 2009 hingga tahun 2013

Laporan keuangan dilaporkan dengan denominasi mata uang Rupiah

Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 hingga tahun 2013 yang memiliki 22 perusahaan. Dari 22 perusahaan sub sektor retail terdapat 10 perusahaan yang memiliki laporan keuangan lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013, sementara 12 perusahaan tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Dan perusahaan yang pernah mengalami rugi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah 2 perusahaan. Jadi total perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebanyak 8 perusahaan sector farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 3.1  Rekapitulasi Obyek Penelitian

KeteranganJumlah
Perusahaan sub sektor retail yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia22
Perusahaan sub sektor retail yang laporan keuangannya tidak lengkap pada tahun 2009 hingga tahun 2013(12)
Perusahaan sub sektor retail yang pernah mengalami rugi dari tahun 2009 hingga tahun 2013(2)
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian 8

Sumber: Data diolah, 2014

Berikut ini merupakan daftar 8 perusahaan sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013.

Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan

NoKode SahamNama Perusahaan
1ACESAce Hardware Indonesia Tbk
2CSAPCatur Sentosa Adiprana Tbk
3HEROHero Supermarket Tbk
4KOINKokoh Inti Arebama Tbk
5MPPAMatahari Putra Prima Tbk
6MAPIMitra Adiperkasa Tbk
7RALSRamayana Lestari Sentosa Tbk
8SONASona Topas Tourism Industry Tbk

Sumber: www.idx.co.id

Data Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data yang dinyatakan dalam angka. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002). Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Laporan keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dengan cara mendownload laporan keuangan perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga dari berbagai lieratur seperti penelitian lain, penelitian terdahulu, referensi pasar modal Indonesia, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda dokumentasi, atau disebut juga metoda arsip yang memuat tentang kejadian di masa lalu (Indrianto & Supomo, 2002). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh melalu Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Tahap-tahap pengumpulan data dimulai dengan melakukan penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkajian data yang dibutuhkan yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, dan gambaran cara mengolah data. Tahapan selanjutnya yaitu penelitian pokok yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dibahas, serta memperbanyak sumber-sumber literature yang menunjang dalam penelitian ini.

Variabel dan Pengukuran Variabel

Variabel dependen pada peneletian adalah Rate of Return (ROR) sedangkan variable independennya meliputi Earning Per Share (EPS), Operational Cash Flow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Investment Opportunity Set (IOS).

3.4.1 Rate of Return (ROR)

Untuk menghitung Rate Of Return (ROR) digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

    : Harga saham sekarang

            : Harga saham perioda lalu

   : Dividen yang dibayarkan sekarang

Earning Per Share (EPS)

EPS dihitung dengan membagi laba bersih atau Earning After Tax (EAT) dengan jumlah lembar saham. Formula yang digunakan untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut:

EPS = EAT / jumlah lembar saham

Keterangan:

EAT : Earning After Tax/Laba setelah pajak

Operational Cashflow (OCF)

Variabel Operational Cashflow diukur berdasarkan nilai Operational Cashflow yang tersaji dalam laporan aliran kas. Operational Cashflow dapat diformulasikan sebagai berikut:

OCF = EAT + penyusutan

Keterangan:

EAT : Earning After Tax/Laba setelah pajak

Economic Value Added (EVA)

Merupakan hasil pengurangan total biaya modal terhadap laba operasi setelah pajak. Biaya modal sendiri berupa cost of debt dan cost of equity. Economic Value Added dapat diformulasikan sebagai berikut:

EVA = NOPAT – Capital Charges

Keterangan:

NOPAT = Net Profit After Tax (Laba Bersih Setelah Pajak)

Market Value Added (MVA)

Merupakan selisih antara nilai perusahaan (nilai pasar kapital) dengan nilai buku capital. Market Value Added dapat diformulasikan sebagai berikut:

MVA = (Nilai pasar − Nilai nominal per lembar saham) * Jumlah saham 

Market to Book Value Asset (MKTBKASS)

Market value to book of asset (MKTBKASS) merupakan proksi IOS berdasarkan harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan usahanya.

Market Value to Book of Equity (MKTBKEQ)

Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ) adalah rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai pasar, selain itu juga MKTBKEQ adalah rasio yang digunakan untuk menggambarkan permodalan suatu perusahaan.

Earning Per Share/Price (EPS/P)

Rasio earning per share/price digunakan untuk mengukur seberapa besar kekuatan laba yang dimiliki oleh perusahaan.

Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)

Capital expenditure to book value of asset (CAPBVA) merupakan rasio yang digunakan untuk melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan.

Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Deskriptif

Statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi penelitian responden yang diteliti oleh peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dan dimasukkan dalam tabulasi yang kemudian dideskriptifkan. Untuk mendapatkan model regresi yang benar-benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif maka model tersebut harus memenuhi pengujian asumsi klasik regresi. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Agar data dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representif, yang berarti tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti terhadap koefisien regresi pada penelitian ini maka dilakukan uji asumsi klasik dengan menggunakan program SPSS.

3.5.2.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data dan untuk mengetahui apakah nilai residu di dalam sebuah model regresi mempunyai distribusi yang normal. Pengujian normalitas suatu data dilakukan dengan melihat grafik Normal Probability Plot yang dapat ditampilkan dalam output SPSS. Sebuah model regresi dikatakan terhindar dari masalah normalitas apabila titik-titik yang ada di dalam grafik tersebut menyebar di sekitar garis diagonal dan persebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut.

Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik  parametrik. Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya tes parametrik. Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non parametric.  Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula. Dengan data seperti ini maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi. Normal atau tidaknya berdasarkan patokan distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita.

Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, dapat digunakan uji statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S), bila nilai signifikasi pada tabel Kolmogrov-Smirnov <0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2009)

3.5.2.2 Uji Mutikolinearitas

Tujuan digunakannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar-variabel independen. Apabila terjadi korelasi, maka dapat dikatakan terjadi masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen (Ghozali, 2009). Pengujian multikolinearitas dilakukan dnegan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off  yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance mendekati 1 atau sama dengan nilai VIF<10

Beberapa cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009).

Menambah data penelitian.

Mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi paling tinggi dari model regresi.

Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi atau terdapat ketidaksamaan varians dari rersidual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut dengan homokedastisitas. Dan jika varians berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, maka disebut heteroskedastisitas (Sugiyono 2009).

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residual SPRED. Jika ada pola-pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskedastisitas, tetapi jika tidak ad pola yang jelas, serta titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Untuk memeriksa adanya autokorelasi, biasanya dilakukan uji statistik Durbin-Watson (DW). Berikut adalah penjelasan batas-batas untuk memastikan suatu model regresi mengalami autokorelasi atau tidak berdasarkan nilai Durbin-Watson:

Apabila nilai D-W berada di antara nilai dU sampai dengan 4-dU maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak ada autokorelasi.

Apabila nilai D-W lebih kecil daripada dL koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya ada autokorelasi positif.

Apabila niali D-W terletak di antara dL dan dU, maka tidak dapat disimpulkan.

Apabila nilai D-W lebih besar daripada 4-dL koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya ada autokorelasi negatif.

Apabila D-W terletak di antara 4-dU dan 4-dL maka tidak dapat disimpulkan.

Untuk lebih jelas dapat melihat batasan-batasan tersebut pada gambar di bawah:

Gambar 3.1 Batasan Nilai Durbin-Watson

Sumber: Setyadharma, 2010.

3.5.3 Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Sugiyono, 2010). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

Y =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X56+ β7X7+ β8X8+ e…………….(18)

Keterangan:

α:    Konstanta

Y:    Rate of Return Saham (ROR)

X1:  Earning Per Share (EPS)

X2:  Operational Cashflow (OCF)

X3:  Economic Value Added (EVA)

X4:  Market Value Added (MVA)

X5:  Market to Book Value Asset (MKTBKASS)

X6: Market Value to Book of Equity (MKTBKEQ)

X7: Earning Per Share/Price (EPS/P)

X8: Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)

3.6 Uji Hipotesis

Hipotesis peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

H01: Tidak terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), dan Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha1: Terdapat pengaruh Earning Per Share (EPS), Operational Cashflow (OCF), Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), dan Investment Opportunity Set (IOS) yang terdiri dari Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ), Earning Per Share/Price, dan Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) secara simultan terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.1: Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.1: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.2: Operational Cashflow (OCF) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.2: Operational Cashflow (OCF) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.3: Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.3: Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.4: Market Value Added (MVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.4: Market Value Added (MVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.5: Market to Book Value of Asset (MKTBKASS) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.5: Market to Book Value of Asset (MKTBKASS) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.6: Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.6: Market to Book Value of Equity (MKTBKEQ) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.7:  Earning Per Share/Price tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.7: Earning Per Share/Price berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H02.8:  Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) tidak berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) pada perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha2.8:  Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) berpengaruh positif terhadap Rate of Return Saham (ROR) perusahaan sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.6.1 Uji F-Statistik

Uji F digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel-variabel bebas (X) secara simultan mempengaruhi variabel terikat (Y). Pembuktian dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai F tabel dengan nilai F hitung.

…………………………………………………………(19)

Keterangan:

R2= koefisien determinasi

n  = jumlah sampel

k  = jumlah variabel

Dengan adanya program SPSS nilai F hitung dapat langsung dilihat pada hasil output SPSS. Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Arti statistik dari diterimanya Ha adalah variabel independen (X) secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Tingkat signifikansi F tabel dapat dilihat dari tabel ANOVA. Pada penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% atau 0.05, jadi apabila nilai signifikansi di bawah 0,05 dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan.

3.6.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinnya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara nol dan 1. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3.6.3 Uji t-statistik

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) secara parsial. Nilai t dapat dihitung dengan menggunakan rumus statistik sebagai berikut:

      (20)

Keterangan:

 = Rata-rata sampel

 = Rata-rata populasi

 = Simpangan baku populasi

 = Sampel yang diteliti

Cara mengambil kesimpulan dari uji t adalah dengan melihat tingkat signifikansi yang tertera di dalam tabel. Apabila nilai sig suatu variabel < 0,05 maka variabel tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Untuk memperkuat hasil uji juga dapat dilakukan perbandingan antara t hitung dan t tabel. Apabila nilai t hitung > t tabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan variabel tersebut signifikan secara statistik berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.4 Uji r parsial

Uji r parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Semakin besar nilai r parsial maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Sebaliknya jika nilai r parsial semakin kecil maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Besarnya nilai r parsial dapat dilhat pada  nilai beta standardized coefficient pada tabel coefficient dengan menggunakan program SPSS (Ghozali, 2011).

3.7 Tahapan-Tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang digunakan peneliti untuk menganalisis data, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

Merumuskan Masalah

Merumuskan hipotesis

Penyusunan Model

Mengumpulkan data berupa laporan keuangan perusahaan sub sektor retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 hingga tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria purposive sampling.

Menghitung variabel dependen dan variabel independen sesuai dengan rumus yang telah ada.

Tabulasi data variabel independen dan variabel dependen menggunakan SPSS 20  for Windows.

Memproses data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dengan menggunakan SPSS 20  for Windows.

Memroses data dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 20  for Windows.

Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5%

Menarik kesimpulan untuk hipotesis 1 (H1)

Untuk pengujian hipotesis 1, pengujian yang digunakan adalah uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Uji F akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji F lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Uji koefisien determinasi (R2) untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

Menarik kesimpulan untuk hipotesis 2 (H2)

Untuk pengujian hipotesis 2, pengujian yang digunakan adalah uji t dan uji r parsial. Uji t akan menghasilkan tingkat signifikansi dari hasil pengolahan data. Apabila tingkat signifikansi pada uji t lebih besar dari tingkat signifikansi yang diterapkan, maka Ho1 ditolak atau varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara parsial. Uji r parsial untuk melihat persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

Menganalisis hasil data dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Pada tahap ini data yang telah diolah dan dianalisis akan dideskripsikan ke dalam kata-kata dan hasil penelitian akan dibandingkan dengan teori dan penelitian terdahulu sebelum diambil kesimpulan.

Mengambil kesimpulan dari hasil data yang telah selesai dianalisis dan membuat ringkasan serta saran dari hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Dodd, James L. and Shimin Chen. EVA: A New Panacea?. B & E Review. July-September 1996. pp. 26-28.

Faudzan, Agung, “Analisis Pengaruh Penilaian Kinerja Terhadap Rate Of Return Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam LQ 45”, Yogyakarta, 2006.

Halim, Abdu. Analisis Investasi. Edisi ke-2. Salemba Empat. Jakarta. 2005.

Harianto, Farid dan Siswanto Sudomo, “ Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, PT. Bursa Efek Jakarta, 1998.

http://financeroll.co.id, diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul 18.00    WIB.

http://www.idx.co.id , diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul 18.00 WIB.

http://www.academia.edu, diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul 18.00 WIB.

http://repository.widyatama.ac.id, diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul 18.00          WIB.

http://thesis.binus.ac.id, diakses pada tanggal 15 November 2014, pukul 18.00   WIB.

http://repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 17 November 2014, pukul 17.00 WIB.

http://e-journal.uajy.ac.id , diakses pada tanggal 17 November 2014, pukul 17.00 WIB.

http://keuda.kemendagri.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2014, pukul             17.00 WIB.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), “ Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2001.

Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 2, Yogyakarta, BPFE UGM, 2000.

Lehn, Kenneth. And Mahkija, A.K., “EVA & MVA : as Performance”, 1996.

Marshal, Yogi, “Pengaruh Economic Value Added, Market Value Added dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Saham”, 2010.

Mirza, Teuku dan Imbuh Sulistyarini, “Konsep Economic Value Added : Pendekatan Untuk Menentukan Nilai Riil Manajemen”, Usahawan No. 10 Tahun XXVIII, Januari 1999, hal 37 – 40.

Muhammad, Hanafi M. dan Abdul Halim, “Analisis Laporan Keuangan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1996.

Munawir, S. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Ningrum, Indah. 2011. Analisis Penaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Return Saham Perusahaan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rahayu, Mariana S., “Pengaruh EVA dan MVA Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di BEJ”, 2007.

Ruky, Saiful M., Lebih dalam Tentang “Economic Value Added” EVA dan Penciptaan Nilai Perusahaan, Usahawan N0.9, September 1997, hal 3–6.

Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Erlangga,Surabaya.

Santoso, Singgih, “Menguasai Statistik Di Era Informasi Dengan SPSS”, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2006.

Santoso, Singgih, “Statistik Parametrik SPSS”, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2010.

Setiaji, Bambang., Panduan Riset dengan Pendekatan Kuantitatif. Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2004.

Setyadharma, Andryan, “ Uji Asumsi Klasik dengan SPSS 16.0”, 2010.

Sunariyah, Pengantar Pasar Modal, Cetakan Kedua, UPP AMK, Yogyakarta. 2003.

Sutrisno, Manajemen Keuangan : Teori, Konsep, dan Aplikasi, Yogyakarta, Ekonisia, 2000.

Terestiani, Putu. 2011. Pengaruh Investmen Opportunity Set Dan Struktur Modal Terhdap Rate Of Ruturn Saham Pada Perusahaan Farmasi Di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Universitas Udayana Denpasar.

Wibowo, Lucky B., “Pengaruh EVA dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap ROR”, Skripsi. 2005.

Young, S.David, Stephen F. O’Byrne. EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai: Panduan Praktis untuk Implementasi, Diterjemahkan oleh Lusy Widjaja, MBA, edisi pertama. Salemba Empat. Jakarta. 2001.

PENGHITUNGAN KERUGIAN DENGAN AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF PADA KASUS FRAUD YANG DILAKUKAN OLEH LIPPO GROUP PADA TAHUN 2002

KEVIN & DANIEL SUGAMA STEPHANUS               

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bank Century merupakan salah satu bank besar yang beberapa tahun lalu mengalami masalah dengan penyimpangan yang dilakukan oleh Bank Century terhadap laporan keuangan yang diterbitkannya. Dalam kasus ini, peran auditor sangat dibutuhkan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai Bank Century dianggap menyesatkan antara lain karena audit investigasi BPK memuat ‘dosa’ Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang belum secara resmi menetapkan penghitungan perkiraan biaya penanganan Bank Century secara keseluruhan. Hal tersebut dapat muncul karena adanya penghilangan fakta yang material, atau adanya pernyataan fakta material yang salah (www.antara.co.id dalam Pramitasari, 2013).

Bila ditelusuri lebih dalam, yang berada di balik penyimpangan tersebut adalah auditor itu sendiri. Dalam hal ini, pihak auditor bertindak secara tidak professional dalam auditnya dan terjadi persekongkolan antara pihak dalam dengan auditor, spesifiknya dalam hal ini auditor menerima sogokan dari Bank Century agar laporan keuangan yang tidak sehat menjadi sehat kembali. Hal ini jelas menguntungkan perusahaan, karena hal ini memudahkan perusahaan untuk bisa mendapat dana pinjaman dari Bank Indonesia dan kemudian para investor tertarik untuk menginvestasikan sahamnya ke Bank Century, dan menarik nasabah ke Bank Century. Karena hal ini, auditor secara jelas telah melanggar kode etik yang ada, spesifiknya mengenai independensi (karodalnet.blogspot.com dalam Pramitasari, 2013).

Kasus lainnya adalah mengenai fraud dalam Bank Negara Indonesia (BNI) yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,7 triliun. Kasus ini terkuak oleh Kepala Divinisi Internasional terhadap kejanggalan prosedur L/C BNI cabang Kebayoran Baru. Berdasarkan laporan dari Divisi Internasional yang dirilis pada 7 Agustus 2003, Direktur Utama BNI menurunkan tim audit khusus yang dirilis pada awal September 2003 membuktikan kebenaran pembobolan uang negara sebesar Rp 1,7 tiliun (www.kompas.co.id dalam  Pramitasari 2013).

Pemaparan dua kasus di atas merupakan contoh nyata terjadinya fraud pada beberapa perusahaan di Indonesia. Terlihat jelas bahwa peran auditor sangat penting dalam menilai kewajaran dan kelayakan laporan keuangan serta dalam mengunkap indikasi fraud yang terjadi di perusahaan. Profesi auditor merupakan profesi yang ‘menjual’ kepercayaan kepada masyarakat. Profesi auditor memiliki peran penting dalam penyediaan informasi keuangan yang andal bagi seluruh pemangku kepentingan. Peranan auditor juga penting dalam pengungkapan praktik keuangan yang dapat merugikan negara atau perusaan yang dilakukan dengan akuntansi forensik, yang merupakan bagian dari audit khusus.

Akuntansi forensik adalah suatu ilmu akuntansi yang digunakan untuk menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius untuk mengungkap kecurangan dan penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (Miqdad dalam Pramitasari, 2013).

Beberapa contoh di atas menunjukkan pentingnya audit, khususnya audit khusus dalam penangan kasus yang berhubungan dengan fraud dan telah banyak penelitian mengenai akuntansi forensik dan audit investigatif yang merupakan bagian dari audit khusus. Namun, penelitian-penelitian tersebut masih merupakan penelitian yang bersifat normative dan berisi data kualitatif saja. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Pramitasari (2013) merupakan penelitian yang melakukan rekonstruksi pada kasus yang ditangani oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menghitung kerugian negara.

Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya. Pengembangan dan penyempurnaan ini dilakukan dengan melakukan perhitungan kerugian keuangan yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group. Sepsifiknya, kasus yang dipilih adalah kasus yang terjadi pada tahun 2002, dimana Bank Lippo melaporkan tiga buah laporan keuangan yang isinya berbeda. Oleh Sebab itu, judul dalam penelitian ini adalah Penghitungan Kerugian dengan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif pada kasus Fraud yang Dilakukan oleh Lippo Group pada tahun 2002.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

Bagaimanakah prosedur pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif pada kasus Penghitungan Kerugian Keuangan pada Fraud yang Dilakukan oleh Lippo Group?

Bagaimanakah peran akuntansi forensik dan audit investigatif untuk menghitung krtugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Untuk memahami prosedur penanganan kasus Penghitungan Kerugian pada fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.

Untuk mengidentifikasi peran akuntansi forensik dan audit investigatif dalam menghitung kerugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain.

Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi peneliti mengenai ilmu akuntansi forensik dan audit investigatif serta pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus penhitungan kerugian yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group.

Bagi Dunia Praktik

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai praktik akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus-kasus tertentu. Hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan mengenai pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif ini dalam dunia praktik sehingga dapat mencegah fraud yang sama terjadi kembali.

Bagi Penelitian yang Akan Datang

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian sejenis dan sebgagai referensi untuk mempraktikkan pelaksanaan akuntansi forensik dan audit investigatif dalam kasus oleh Lippo Group.

  • LANDASAN TEORI

Audit

Pengertian dan Jenis-jenis Audit

Menurut  Arens dan Loebbecke (2003), audit adalah sebuah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai informasi dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan korespondensi informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan audit seharusnya hanya boleh dilakukan oleh seseorang yang independen dan kompeten. Menurut Mulyadi (2002), audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk menetapkan tingkat kepatuhan antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan pelaporannya kepada pemakai yang berkepentingan.

Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan definisi audit sebagai suatu proses sistematik dalam pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai informasi kegiatan dan kejadian ekonomi yang dinyatakan untuk menentukan kelayakan informasi yang dinyatakan tersebut dalam mematuhi kriteria yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Dalam melaksanakan audit, terdapat beberapa faktor yang harus diperatikan, yaitu:

Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan standar yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut.

Penetapan entitas ekonomi dan perioda waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.

Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit.

Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.

Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008), pada umumnya audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

Audit laporan keuangan.

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal pada laporan keuangan klien untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit ini kemudian digunakan oleh pihak lain sebagai acuan.

Audit kepatuhan.

Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda, tergantung pengguna laporan audit. Contohnya, kriteria yang digunakan adalah sistem pengendalian internal perusahaan tersebut, atau standar akuntansi yang berlaku di negara perusahaan. Audit kepatuhan juga sering disebut sebagai fungsi audit internal karena yang melakukan adalah internal perusahaan.

Audit operasional.

Audit Operasional adalah penelaahan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubugannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang objektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk menilai kinerja berdasarkan kebijakan, standar, atau target yang ditetapkan manajemen, mengidentifikasi peluang, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Hasil dari audit operasional ini akan diserahkan kepada pihak yang meminta dilakukan audit ini.

Tujuan dan Manfaat Audit Independen

Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kewajaran Laporan keuangan diukur berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan , yang disebut dengan asersi manajemen. Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori (Arens dan Loebbecke, 2003).

Keberadaan atau kejadian. Asersi ini merupakan pernyataan manajemen aktiva, kewajiban, dan ekutias yang tercantum dalam neraca benar-benar pada tanggal neraca serta apakah pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan laba rugi benar-benar terjadi selama perioda akuntansi.

Kelengkapan. Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya dicatat dalam laporankeuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi keberadaan. Jika asersi keberadaan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika asersi kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu rendah. Asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan, sedangkan asersi ekebradaan berkaitan dengan penyebutam amgka yang seharusnya tidak dimasukkan.

Hak dan kewajiban. Auditor harus memastikan apakah aktiva memang menjadi hak klien dan apakah kewajiban merupakan utang klien pada tanggal tertentu.

Penlialian atau alokasi. Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, atau beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat.

Penyajian dan pengungkapan. Asersi ini menyangkut masalah apakah komponen-komponen laporan keuangan telah diklasifikasikan, diuraikan, dan diungkapkan secara tepat. Pengungkapan berhubungan dengan apakah informasi dalam laporan keuangan termasuk catatan yang terkait, telah menjelaskan secara jelas hal-hal yang dapat memengaruhi penggunaannya.

Auditor

Jenis-jenis Auditor

Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008), auditor umumnya diklasifikasikan berdasarkan siapa yang mempekerjakan auditor tersebut.

Akuntan Publik. Akuntan publik adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang telah dibuat oleh kliennya.

Akuntan pemerintah. Akuntan pemerintah adalah akuntan profesional yang berkerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya  melakukan pemeriksaan terhadap eprtanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dlam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

Akuntan internal. Akuntan internal adalah akuntan yang berkerja dalam perusahaan yang bertugas menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan iformasi yang dihasilkan oleh ebrbagai bagian organisasi.

Laporan Auditor

Pengertian dan Jenis-jenis Laporan Auditor

Pembuatan laporan auditor merupakan langkah terakhir dan yang paling penting dari proses audit. Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai kelayakan atau ketepatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya disajikan secara wajar sesuai dengan pronsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yang diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya. Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audit, auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Sangat penting untuk dilihat standar yang terakhir, karena standar ini mensyaratkan suatu pernyataan atas laporan keuangan secara keseluruhan, atau pernyataan bahwa pendapat tidak dapat diberikan disertai dengan alasannya. Standar ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara jelas mengenai sifat pemeriksaan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi tanggung jawabnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit bentuk baku.

Dikarenakan fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keeragaman pelaporan untuk menghindari bias. Oleh karena itu, standar profesional telah merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan audit yang ahrus disertakan pada laporan keuangan.

Secara umum, menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008),  terdapat lima opini auditor, yaitu:

Wajar tanpa pengecualian

Opini wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika  tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsisten dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha satu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum jika sudah menggunakan prinsip dalam pembuatan laporan keuangan, bila ada perubahan prinsip dari perioda ke perioda, maka harus cukup dijelaskan, dan informasi-informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Wajar dengan catatan penjelas

Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan Bahasa penjelasan. Hal ini biasanay terjadi bila ada auditor lain yang telah melakukan audit pada bagian tertentu, atau adanya tansaksi yang tidak  sesuai denga kaidah akuntansi yang berlaku umum namun masih bisa diterima oleh auditor.

Wajar dengan pengecualian

Opini ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan wajar, namun ada beberapa unsur atau akun yang dikecualikan dengan kondisi bahwa pengecualian ini tidak memengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa keadaan yang membuat auditor harus memberikan pengecualian, diantaranya adalah adanya pembatasan lingkup audit, auditor tidak dapat memperoleh informasi atau melakukan proses audit yang penting karena kondisi-kondisi yang di luar kekuatan auditor dank lien, laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tidak adanya konsistensi dalam penyusunan laporan keuangan.

Tidak wajar

Opini ini diberikan jika laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, perbahan saldo laba, dan arus kas organisasi dengan wajar. Auditor memberikan opini ini bila tidak dilakukan pembatasan ruang lingkup audit, sehingga auditor bisa dan harus mengumpulkan seluruh bukti untuk menyatakan opini ini.

Tidak berpendapat

Auditor tidak menyatakan opini jika auditor tidak berhasil meyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pernyataan ini diberikan jika auditor banyak dibatasi lingkup auditnya, dan tidak adanya independensi auditor. Bila salah satu dari kondisi tadi terpenuhi, maka auditor tidak bisa memberikan opini mengenai laporan keuangan secara keseluruhan.

Tujuan dan Manfaat Laporan Auditor

Dalam perusahaan perseroan, pemilik perusahaan, atau pemegang saham akan mempekerjakan para manajer dan karyawan untuk menjalankan perusahaan dan mendapatkan keuntungan. Para manajer yang menjalankan perusahaan akan memberikan pertanggungjawabannya pada pemegang saham melalui lapora keuangan. Oleh karena kinerja dari para manajer diukur menggunakan laporan keuangan, maka para manajer akan tergiur untuk melakukan manipulasi pada laporan keuangan agar kinerjanya terlihat bagus sehingga para manajer bisa mendapat timbal balik yang besar dari pemegang saham. Akibat dari adanya manipulasi tersebut, maka akan berbahaya bagi para pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh manajer saja.

Oleh karena adanya fenomena ini, maka para pemangku kepentingan yang menggunakan laporan keuangan membutuhkan jasa professional yang menjamin kewajaran dari laporan keuangan yang dibuat oleh para manajer. Laporan atau opini auditor adalah salah satu alat yang bisa digunakan oleh pemangku kepentingan secara umum untuk menjamin kewajaran dari laporan keuangan sehingga bisa meminimalisir risiko informasi yang ada. Dengan adanya laporan auditor yang independen, maka pemerintah juga diuntungkan karena mempercepat proses pelaporan pajak karena sudah ada yang menjamin dan pertanggungjawaban untuk program yang bekerjasama dengan pemerintah akan lebih kredibel.

Fraud Audit

Pengertian Fraud

Menurut Garner (2009) dalam bukunya yang berjudul “Black Law Dictionary”, definisi fraud adalah:

1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is a usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of a material fact or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.”

Kamus Hukum mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld): menggelapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 KUHP dan Pasal 268 KUHPer.  

Dari kedua definisi mengenai fraud tersebut, dapat disimpulkan definisi fraud adalah kecurangan atau penggelapan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja, namun ada kecurigaan dan tetap dibiarkan, atau mengetahui dan membiarkan adanya salah saji, atau bahkan memang direncanakan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.

Unsur-unsur Fraud

Dari definisi-definisi yang telah dibahas, maka dapat dikatakan bahwa cakupannya sangat luas da nada beberapa kategori dari kecurangan tersebut. Namun, secara umum, unsur-unsur kecurangan adalah:

Harus ada salah pernyataan

Dari suati masa lampau atau sekarang

Fakta bersifat material

Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan

Dengan maksud untuk menyebabkan suatu pihak beraksi

Pihak yang dirugikan harus beraksi terhadap salah pernyataan tersebut

Yang merugikannya

Kecurangan dalam hal ini juga termasuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseoang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi.

Klasifikasi Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi professional yang bergerak di bidang pemeriksaan atas kecuarangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan memunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal sebagai Fraud Tree.

http://www.acfe.com/uploadedImages/ACFE_Website/Content/images/fraud-tree-large.jpg

Gambar 1. Fraud Tree

Sumber: Association of Certified Examiners, 2004

Dari bagan tersebut, ACFE membagi fraud menjadi tiga jenis berdasarkan perbuatan.

Penyimpangan atas aset

Penyimpangan atas aset meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Hal ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya tangible atau mudah diukur. Penyimpangan atas aset dalam bentuk penjarahan kas dilakukan dalam tiga bentuk berdasarkan arus masuknya kas.

Skimming

Uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para auditor, yaitu lapping.

Larceny

Uang dijarah saat uang tersebut telah masuk ke perusahaan, secara umum disebut pencurian. Larceny merupakan bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal sejak awal peradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini berkaitan erat dengan lemahnya sistem pengendalian internal, khususnya yang berkenaan dengan perlindungan keselamatan aset (Tuanakota, 2010).

Fraudulent disbursements

Uang dijarah sekali arus uang sudah terekam dalam sistem. Isitlah ini dekat dengan penggelapan dalam Bahasa Indonesia.

Billing Schemes

Skema permainan dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sasarannya. Pelaku fraud dapat mendirikan perusahaan bayangan yang seolah-olah merupakan pemasok atau rekanan atau kontraktor. Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan (Tuanakotta, 2010).

Payroll Schemes

Merupakan skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilapoerkan lebih besar daripada gaji yang dibayarkan.

Expense reimbursement schemes

Merupakan sekma permainan melalui pembayaran kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan, ada beberapa permainan melalui skema permainan melalui mekanisma reimbursement ini, antara lain rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya atau biaya dilaporkan lebih besar dari pengeluaran yang sebenarnya, hal ini lazimnya dilakukan dalam pengeluaran yang tidak ada atau tidak memerlukan bukti pendukung.

Check tampering

Merupakan skema permainan melalui pemalsan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan orang yang memunyai kuasa mengeluarkan cek, endorsemennya, nama kepada siapa cek dibayarkan, atau ceknya disembunyikan.

Register disbursements

Merupakan pengeluaran yang sudah masuk ke dalam cash register. Skema permainan melalui mekanisma ini pada dasarnya ada dua, yakni false refunds dan false voids.

Pernyataan Palsu atau Salah Pernyataan

Pernyataan palsu meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atay ekskutif suat perusahaan atau instansi pemerintah untuk menurupi kondisi keuangan yang sebnarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Jenis fraud ini sangat dikenal auditor yang melakukan audit umum. Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), namun tudak menjadi perhatian akuntan forensik (Tuanakotta, 2010).

Korupsi

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Korupsi merupakan jenis yang paling banyak terjadi di negara-negara berkembang yang proses hukumnya lemah dan masih belum memiliki kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor ontegritasnya masih belum jelas. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerjasama sama-sama menikmati keuntungan

Penyalahgunaan wewenang

Penyuapan

Penerimaan yang tidak sah

Pemerasan secara ekonomi

Cybercrime

Selain itu, menurut Simanjuntak (2008) fraud dapat diklaisifikasikan sebagai berikut:

Berdasarkan Pencatatan

Kecurangan yang berupa pencurian aset dapat dikelompokkan dalam tiga kategori.

Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi

Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi di antara catatan akuntansi yang valid, seperti kickback.

Pencurian aset yang tidak tampak pada buku dan tidak dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi yang dibukukan, seperti pencurian untuk pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan.

Berdasarkan Frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya.

Tidak berulang

Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan, walaupun terjadi beberapa kali, pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat, misalnya pembayaran cek meingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar.

Berulang

Dalam kecurangan beruulang, tindakan menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisias, diawali sekali saja. Selanjutnya, kecurangan terjadi terus menerus sampai dihentikan. Misalnya, pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan pemasukan data setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perntah untuk menghentikannya.

Berdasarkan Konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya, kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bonafide maupun pseudo. Dalam bonafide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

Berdasarkan Keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut.

Kecurangan khusus

Kecurangan khusus terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh (1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan seperti bank, dana pension, reksadana dan (2) klaim asuransi yang tidak benar.

Kecurangan umum

Kecurangan ini mungkin dihadapi oleh semua orang dalam operasi bisnis secara umum. Misalnya, kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.

Faktor Pemicu Fraud

Terdapat empat faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, atau disebut juga dengan istilah GONE (Simanjuntak, 2008).

Greed

Opportunity

Need

Exposure

Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan. Sedangkan faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan.

Tabel 1.

Faktor Pemicu Fraud

Faktor IndividualFaktor Umum
Greed (Keserakahan)Opportunity (Kesempatan)
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut adalah sebagai berikut. Misi/tujuan organisasi/perusahaan ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak Aturan perilaku pegawai dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan Gaya manajemen memberikan contoh bekerja sesuai dengan dan aturan perilaku yang ditetapkan perusahaan/organisasi Praktik penerimaan pegawai mencegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baikKesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesemaptan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan, namun ada yang mempunyai kesempatan lebih besar. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan memunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
Need (Kebutuhan)Exposure (Pengungkapan)
Motivasi, berhubungan dengan kebutuhan, yang cenderung berhubungan dengan pikiran/pandangan dan keperluan pegawai yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan tempat ia bekerja. Selain itu, tekanan yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur memunyai motif untuk melakukan kecurangan. Beberapa kemungkinan keterlibatan kecurangan. Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai untuk mengetahui masalah secara dini. Proses penerimaan karyawan yang tidak adil. Kecerobohan atau tidak hati-hati, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaluknya produk motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan.Pengungkapan suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut, baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenai sanksi apabila perbuatannya terungkap.

Sumber: Simanjuntak, 2008

Gejala Adanya Fraud

Fraud menurut Amrizal (2004) bila dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan daripada kecurangan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.

Gejala kecurangan pada manajemen.

Ketidakcocokkan diantara manajemen puncak.

Moral dan motivasi karyawan rendah.

Departemen akuntansi kekurangan staf.

Tingkat keluhan yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen. Pemasok, atau badan otoritas.

Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.

Penjualan/laba menurun, sementara utang dan piutang dagang meningkat.

Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.

Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan

Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

Gejala kecurangan pada karyawan

Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa penjelasan yang mendukung.

Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.

Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku besar atau jurnal.

Penghancuran, penghilangan, perusakan dokumen pendukung pembayaran.

Kekurangan barang yang diterima.

Faktur ganda.

Penggantian mutu barang.

Pelaku dan Perilaku Fraud

Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuanan. Sedangkan karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan pribadi, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva.

Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dolakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen, salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities. Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen, misalnya berupa manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Lesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan atau sengaja menghilangkan syatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan (Amrizal, 2004).

Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan. Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meluputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsp akuntansu yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang dari kelemagan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut.

Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi perhatiam larena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut.

Perubahan perilaku secara siginifikan, seperti easy going, tidak seperti biasanya.

Gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal.

Gaya hidup di atas rata-rata.

Sedang menjalani trauma emosional di rumah atau tempat kerja.

Penjudi berat.

Peminum berat.

Sedang dililit utang.

Temuan audit atas kekeliruan atau ketakberesan dianggap tidak material ketika ditemukan.

Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering kerja sendiri.

Pencegahan Fraud

Menurut Amrizal (2004), sebelum terjadi fraud, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang auditor internal. Tindakan pencegahan tersebut antara lain sebagai berikut.

Membangun struktur pengendalian internal yang baik.

Manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian internal yang baik dan efektif dalam mencegah kecurangan. Struktur pengendalian internal itu terdiri dari lima komponen.

Lingkungan pengendalian.

Penaksiran risiko.

Standar pengendalian.

Informasi dan komunikasi.

Pemantauan/pengawasan.

Mengefektifkan aktivitas pengendalian.

Review kinerja.

Pengelolaan informasi.

Pengendalian fisik.

Pemisahan tugas.

Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG).

Keadilan

Melindungi pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Transparansi

Keterbukaan bagi stakeholder yang terkait untuk memahami proses suatu pengambilan keputusan/pengelolaan suatu perusahaan. Perusahaan juga wajib mengungkapkan informasi material kepada pemgang saham dan pemerintah secara benar, akurat, dan tepat waktu.

Akuntabilitas

Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antara anggota direksi, komisaris, pemegang saham, dan pengawas.

Tanggung jawab

Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan yang berlaku, termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada.

Moralitas

Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prnsip ini terkandung unsur-unsur kejujuran, kepekaan sosial, dan tanggun jawab individu.

Keandalan

Pihak manajemen perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisma dalam pengelolaan perusahaan.

Komitmen

Pihak manajemen dutuntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu menungkatkan nila perusahaan dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnya serta menurunkan risiko perusahaan.

Akuntansi Forensik

Pengertian dan Lingkup Akuntansi Forensik

Di Amerika Serikat pada awalnya, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Istilah akuntansi forensik tersebut bermula dari penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum. Di Amerika, profesi yang bergerak di bidang akuntansi forensik disebut auditor forensik atau pemerika fraud bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) yang bergabung dalam Association of Certified Fraud Examiners (ACFE).

Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sector public maupun privat (Tuanakotta, 2010). Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administrative. Akuntansi forensik merupakan praktik khusus budang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan actual atau yang diantisipasi atau litigasi (Crumbley, 2005).

Dari berbagai kesimpulan di atas, Pramitasari (2013) menyimpulkan  akuntansi forensik sebagai bidang ilmu akuntansi yang menangani secara khusus tentang kecurangan yang berhubungan dengan masalah hukum. Penyelesaian masalah dalam temuan akuntansi forensik dilaksanakan melalui proses pengadilan.

Awalnya akuntansi forensik merupakan perpaduan sederhana antara akuntansi dan hukum, akan tetapi dalam beberapa kasus yang sylit ada satu bidang tembahan yang berpadu, yaiut bidang auditing, sehingga akuntansi forensik menjadi perpaduan antara akuntansi, hukum, dan auditing. Akuntansi forensik dapat dipraktikkan di sector public maupun sector privat (Tuanakotta, 2010).

Di sector public maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan kerugian, di sector public berurusan dengankerugian bagi negara dan keuangan dengara, sedangkan di sector privat, berurusan dengan kerugian karena terjadi cidera janji dalam suatu perikatan. Kerugian merupakan titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik. Titik kedua adalah tindakan melawan hukum yang dapat menimbulkan tuntutan akibat terjadi kerugian. Titik ketifa menunjukkan adanya keterkaitan antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum. Berikut ini segitiga akuntansi forensik yang menjelaskan hubungan kasualitas antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum (Tuanakitta, 2010).

Gambar X Segitiga Akuntansi Forensik

Sumber: Tuanakotta, 2010

Oerbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranah para ahli dan praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum adalag ranah akuntansi forensik. Akuntan forensik membantu para ahli dan praktisi hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menentukan hubungan kausalitas tersebut. Segitiga akuntansi forensik, selain menjelaskan hubungan kausalitas antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum, juga menjelaskan hbungan antara ulmu akuntansi, hukum, dan auditing.

Atribut, Standar, dan Kode Etik Akuntansi Forensik

Setiap profesi memiliki persyaratan bagi anggotanya. Umumnya persyaratan bagi akuntan forensik serupa dengan auditor pada umumnya, misalnya dalam menerapkan professional skepticism dansifat pantang menyerah. Namun, sifat khas pekerjaan investigator (auditor yang melakukan investifasi) atau akuntan forensik mewarnai ciri khas tuntutan dan persyaratan profesi ini.

Atribut

Davia (2000) memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud.

Hindari pengmpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature.

Auditor harus mengidentifikasi terlebih dahulu siapa pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan namun tidak dapat menjawab pertanyaan penting, yaitu siapa yang melakukannya.

Fokus pada pengumpulan bukti untuk proses pengadilan.

Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan. Banyak kasus kecurangan kandas di siding pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan pelanggaran.

Kreatif dalam menerapkan teknik investigasi.

Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku kejahatan, dan jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan.

Identifikasi adanya persekongkolan.

Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan. Pengendalian internal yang bagaimanapun baiknya, tidak akan dapat mencegah hal ini, ada dua macam persekongkolan, yaitu persekongkolan yang bersifat sukarela dan persekongkolan yang terjadi karena seseorang tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya.

Kenali pola fraud.

Dalam memilih strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam penbukuan atau di luar pembukuan.

Kualitas Akuntan Forensik

Akuntan forensik memiliki ciri-ciri yang sama dengan akuntan dan auditor, yaitu harus tunduk kepada kode etik profesinya. Sikap independen, objektif, dan skeptic juga harus dimiliki oleh akuntan forensik (Howard dan Sheetz, 2007). Kualitas yang harus dimiliki oleh akuntan forensik menurut Bologna dan Lindquist (2005) adalah sebagai berikut.

Kreatif: kemampuan untuk melihat sesuatu yang dianggap orang lain situasi bisnis normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal.

Rasa ingin tahu: keinginan untuk menemukan apa yang sesingguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

Tidak menyerah: kemampuan untuk terus maju pantang mundur walaupun fakta tidak mendukung dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.

Akal sehat: kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.

Business sense: kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan sekadar memahami bagaimana transaksi dicatat.

Percaya diri: kemampuan untuk memercayai diri sendiri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).

Standar

Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan standar mereka. Dengan standar ini, puhak yang diaudit, pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para investigator dan forensik accountant (Pramitasari, 2013).

Pickett dan Pickett (2002) merumuskan standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang dirujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan pegawai di perusahaan. Standar tersebut adalah sebagai berikut (Tuanakotta, 2010).

Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui

Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti-buktu tersebut dapat diterima di pengadilan

Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, serta jejak audit tersedia.

Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi pegwai dan senantiasa menghormatinya.

Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam hukum administrative maupun dalam hukum pidana.

Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protocol, dikumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Pekerjaan Akuntan Forensik

Akuntan forensik sering disebut juga sebagai auditor forensik atau auditor investigasi. Di Indonesia terlihat peran-peran akuntan forensik, seperti BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah menghitung kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Auditor forensik dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga di balik angka-angka yang tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang sedang berkembang agar dapat mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, serta dapat menemukan adanya penyimpangan (Pramitasari, 2013). Menurut Karni (2000), Pekerjaan auditor atau akuntan forensik dapat diuraikan sebagai berikut.

Fraud Auditor.

Fraud auditor berperan untuk mencegah dan mengoreksi kecurangan-kecurangan dalam dunia bisnis pada umumnya. Keahlian seorang fraud auditor dapat dikembangkan antara lain untuk mengevaluasi laporan keuangan karena adanya window dressing yang dapat menyesatkan para investor dalam mengambil keputusan.

Expert witness.

Dalam hal ini, auditor memberkan keterangan sesuai dengan keahliannya jika diminta oleh enyidik dengan harapan dapat memperjelas perkara pidana khusus yang sedang ditangani oleh penyidik.

Litigation Consultant.

Peran auditor forensik sebagai konsultan litigasi terbatas pada pemberian nasihat dan konsultasi pada pengacara.

Metodologi Akuntansi Forensik

Perbedaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset. Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntansi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi, dan lain sebagainya (Tuanakotta, 2010).

Akuntansi forensik umumnya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan, baik dari laporan pihak dalam, atau orang ketiga, atau petunjuk terjadinya kecurangan, serta petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena laporan dari pihak dalam atau orang ketiga dan ketidaksengajaan (Tuanakotta, 2010).

Agar dapat membongkar terjadinya fraud, maka seorang akuntan forensik harus memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat. Seorang akuntan forensik juga harus memiliki pengetahuan mengenai perilaku manusia/organisasi, pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan, pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi, pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (Tuanakotta, 2010).

Audit Investigatif

Investigasi secara dapat didefinisikan sebagai penmbuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku. Dalam filsafat auditing, dikenal konsep due audit care, prudent auditor, seorang professional yang berupaya untuk menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor dalam melaksanakan tugasnya (Mautz dan Sharaf, 1961).

Aksioma dalam Investigasi

Pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui aksioma dalam pemerukaan fraud. Aksioma adalah asumsi dasar yang tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya. Ada tiga aksioma yang tidak boleh diabaikan oleh pemeriksa fraud atau investigator (Fraud Examiners Manual, 2006).

Fraud selalu tersembunyi.

Berbeda dengan kejahatan laun, sifat fraud adalah tersembunyi atau mengandung tipuan, yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi. Metoda untuk menutupi fraud ini begitu rapi sehingga pemerika fraud atau investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh, karena itu, pemerika fraud atau investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemerikaannya membuktikan tidak ada fraud.

Pembuktian fraud secara timbal balik.

Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud tidak terjadi. Sebaluknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya untuk membuktikan fraud itu terjadi. Harus ada upaya pembuktian timbal balik. Kedua sisi fraud harus diperiksa

Hanya pengadilan yang menetapkan bahwa fraud memang terjadi.

Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud terjadu. Hanya pengadilan yang memunyai kewenangan untuk menetapkan hal tersebut. Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah atau tidak. Bersalah atau tidaknya seseotang merupakan dugaan atau bagian dari teori, sampau pengadilan memberikan keputusannya

Metodologi Investigasi

Kemahiran pemeriksa dalam menguasai konsep keuangan dalam kasus yang dihadapinya dan kemampuannya dalam menarik kesimpulan dari penerapan konsep tersebut akan membantunya dalam mengungkapkan apakah perbuatan itu merupakan fraud menurut hukum. Dalam contoh L/C fiktif, seorang pemeriksa harus memahami dengan baik segala seluk beluk mengenai L/C dan celah-celah, bahkan tipologi dari kejahatan dan modus operandi L/C fiktif (Pramitasari, 2013).

Tidak kalah penting adalah kemahiran pemeriksa untuk menyampaikan konsep-konsep penting itu secara sederhana, sehingga mudah dicerna oleh hakim yang harus memutuskan dan jaksa atau pengacara pembela yang harus diyakinkan. Diagram yang menunjukkan arus uang dari hasil kejahatan kepada pelaku yang merupakan oak kejahatan merupakan contoh dari kemampuan menyajikan sesuatu yang rumit secara sederhana. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication sebagai berkut:

predication is the totally of circumstances that would lead a reasonable, professionally trained, and prudent individual to believe a fraud has occurred, is occurring, and/or will occur. Predication is the basis upon which an examination is the basis upon which an examinations should not be conducted without proper predication.”

Setiap investigasi dumulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir dengan suatu litigasi. Padahal, ketika memulai litigasi pemeriksa belum memiliki bukti yang cukup. Ia baru memiliki dugaan atas dasar predication yang dijelaskan di atas. Keadaan ini tidak berbeda dengan ilmuan yang membuat dugaan atas pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian dugaan ini diujinya. Seperti hopotesis yang harus diuji oleh ilmuan, pemeriksa fraud membuat teori fraud meliputi langkah-langka berikut (Tuanakotta, 2010).

Analisis data yang tersedia.

Ciptakan hipotesis berdasarjan analisis tersebut.

Uji atau tes hipotesis tersebut.

Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

Investigasi dengan Teknik Audit

Kata investigasi dalam akuntansi forensik umumnya berarti audit investigasi atau audit investigatif. Karena itu, secara alamiah, di antara beberapa teknik investigasi ada teknik-teknik audit, teknik audit adalah cara-cara dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah ukti audit. Karena itu, ada penulis yang menggunakan istilah teknik audit dan jenis bukti audit secara bergantian. Ada lima teknik yang diterapkan dalam audit investigatif (Tuanakotta, 2010).

Memeriksa fisik dan mengamati

Memeriksa fisik lazimnya diartikan sebagai perhitungan secara tunai, surat berharga, persediaan barang, aktiva tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatanindera kita untuk mengetahui sesuatu. Indera yang digunakan bisa salah satu atau beberapa indera sekaligus.

Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan dan konfirmasi

Seperti dalam audit pada umumnya, juga dalam investigasi, permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Dalam invetigasi, kuta harus memerhatikan apakah pihak ketiga memunyai kepentingan dalam investigasi.

Memeriksa dokumen

Tidak ada investigasi tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis.

Review analitikal

Teknik review analitikal yang dapat diterapkan adalah sebagai ebrikut.

Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich.

Betriebs Vergleich dan Zeit Vergleich merupakan istilah yang diambil dari Bahasa Jerman. Dalam Betriebs Vergleich, kita mebandingkan perusahaan yang kita investigasi dengan saingannya yang memiliki ukuran yang sama. Apabila perusahaan lainnya memiliki jumlah yang cukup banyak, kita dapat memiliki rata-rata industry yang lebih andal. Pada dasarnya betriebs vergleich ini yang dimanfaatkan oleh para akademisi untuk menganalisis kompetisi atau persaingan.

Dalam Zeit Vergleich kita membandingkan perusahaan yang kita investigasi sekarang dengan hal yang sama di masa lalu. Dalam zeit vergleich kita mencoba memahami bagaimana perusahaan yang kita investigasi ini berbeda dengan masa lalunya dan mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Membandingkan anggaran dan realisasi

Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Dalam teknik ini, yang perlu dipahamu adalah mekanisma pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran, dan insentif yang terkandung dalam sistem anggarannya.

Dalam entitas yang merupakan sentral laba, pejabat tertentu menerima insentif sesuai dengan keberhasilan yang diukurn dengan pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecenderungan realisasi penjualannya dibuat tinggi. Penjualan kredit dan pengiriman barang secara besar-besaran pada akhir tahun merupakan indikasi mengenai hal itu. Pengembalian barang setelah akhir tahun memperkuat adanya indikasi fraud.

Hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lain.

Beberapa akun, baik dalam satu atau beberapa laporan keuangan, bisa memiliki keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review analitikal. Contoh: angka penjualan dengan eprsediaan dan piutang rata-rata, angka penjualan dengan Boys bagian penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan, dan sebagainya.

Menggunakan data non keuangan.

Inti dari review analitikal adalah mengenal pola hubungan. Pola ini tidak hanya terihat dalam data keuangan. Pola hubungan non keuangan pun dapat bermacam-macam bentuknya. Berbagai macam rasio pun telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk berbagai industry.

Regresi atau analisis tren

Dengan data historical yang memadai, review analitikal dapat menungkapkan tren. Tren ini dapat semakin mudah dianalisis dalam bentuk grafik.

Menggunakan indicator ekonomi makro.

Indicator-indikator ekonomi makro seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indicator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdaganan Indonesia, serta harga mntak mentah dan kimoditi lain dapat memengaruhi besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam tahun tertentu.

Menghitung kembali

Menghitung kembali adalah mengecek ekbenaran dari perhitungan yang telah dilakukan. Prosedur ini merupakan prosedur standar dalam audit. Biasaynya pekerjaan ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor. Dalam investigasi, penghitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak perjanjian dyang rumit, mundkin sudah ada terjadi perubahan atau renegosiasi berkalu-jali dengan pejabat yang berbeda. Penghitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.

Bila teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasil dihumpun akan mendukung penapat auditor independen. Dalam audit investigatif, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari wilayah garapan, atau probing, maupun pendalaman.

Mengenai teknik audit eksploratif dari teknik audit untuk audit investigatif, Davia (2000) mengibaratkan seperti orang memancing. Memancing bukan sekadar memasang umpan pada kail dan melemparkan tali pancing, sambal mengharapkan ikan akan datang. Mungkin saja ikannya akan datag dan memakan umpan. Banyak auditor mencoba menangkap fraud dengan cara dimikan. Pemancing yang terampil mulai dengan bertanay kepada dirinya, ikan apa yang akan kupancing hari ini, unutuk ikan yang berbeda, ada pancing yang berbeda, umpan yang berbeda, dan lokasi yang erbeda. Probing  atau ksplorasi dalam menemukan fraud tidak berbeda dari memancing tadi, kunci keberhaslan dari semua teknik investigasi adalah sebagai berikut.

Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi.

Kuasai dengan baik teknik-teknik investigasi.

Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih.

Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang dipulih.

Hubungan Audit Investigatif dengan Akuntansi Forensik

Audit investigatif mendahului forensik secara kontekstual. Perlu ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisma. Audit investigatisi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistem hukum yang berlaku denagn tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecuranagan (Pramitasari, 2013). Sementara itu akuntansi forensik meliputi investigasi fraud dan menginvestigasi pembukuan maupun catatan yang terkait dengan sengketa. akuntansi forensik cenderung lebih berfokus kepada suatu dugaan atau peristiwa tertentu, bukannya seperti auditor yang meberikan opini terhadap laporan keuangan (Pramitasari, 2013).

Audit investigatif juga merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional yang memuat adanya indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisma dengan konsekuensi terjadinya kerugian uang negara. Namun, audit investigatof dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai ebrita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat. Meskupun merupakan audit yang bersifat khusus, teknologi atau emtoda audit yang diterapkan dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku (Pramotasari, 2013).

Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi dilakukan melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti audit yang bersifat khusus. Hal ini ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau ekcurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan negara. Modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundang-ndangan yang dilanggar, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian ayng ditimbulkan, dan alat bukti perkara harus dapat dikumpulkan dan diketahui oleh auditor. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud (www.itjen.deptan.go.id diakses pada tanggal 20 Januari 2013).

Pelaksanaan akuntansi forensik ini selalu diiringi dengan pelaksanaan audit investigatif. Audit investigatif ini berguna untuk menggali informasi berkaitan dengan hal-hal yang dicurigai dalam kejadian tertentu. Dengan dilakukannya akuntansi forensik dan audit envstigatif, maka dilakukan uji menyeluruh terhadap semua materi pemeriksaan dengan teknik pengendalian internal dalam tata cara internal audit (Noor, 2002).

Akuntansi forensik dan Audit investigatif termasuk ketaatan, namun dalam praktiknya, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, terutama menyangkut kebijakan manajemen, hukum formal, maupun hukum material. Keuda ilmu ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, oleh sebab itu sebagian orang menyebut kedua ilmu ini dengan audit forensik. Audit forensik bisa didefinisikan sebafai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang ada, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak criminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli di pengadilan (www.panjikeris.wordpress.com diakses tanggal 20 januari 2013).

Penelitian Terdahulu

Ringkasan penelitian terdahulu mengenai akuntansi forensic dan audit investigative dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No.PenelitiJudul PenelitianHasil Penelitian
1.Wiratmaja (2000)Akuntansi Forensik Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiAkuntansi Forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif, dan perusasif melalui penerapan prosedur audit forensic dan audit investigative yang bersifat litigation support untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan. Belum tersedianya institusi yang menghasilkan tenaga akuntansi forensic dan audit forensic memerlukan upadaya dari institusi penyelenggaran pendidikan dalam menyediakan kurikulum yang menangani masalah nasional, khususnya pengungkapan dan penanganan kasus korupsi.
2.Miqdad (2008)Mengungkap Praktik Kecuranagn (Fraud) pada Korporasi dan Organisasi Publik Melalui Akuntansi ForensikUpaya untuk memberantas korupsi dan kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius atau mengungkap kecurangan, penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku pada organisasi public maupun swasta dan sebagai kelengkapan untuk proses hukum dapat dilakukan dengan forensic auditing. Forensic auditing merupakan bagian dari audit khsus yang digunakan untuk proses rekonstruksi transaksi kecurangan keuangan ketika diajukan sebagai kasus korupsi di pengadilan memenuhi persyaratan bukti.
3.Jumansyah, Dewi, dan Tan (2011)Akuntansi Forensik dan Prospeknya Terhadap Penyelesaian Masalah-masalah Hukum di Indonesia.Prospek profesi akuntan forensic untuk ikut serta dalam penyelesaian kasus-kasus hukum di Indonesia sangat besar dan penting. Kasus-kasus hukum di Indonesia khususnya yang berhubungan dengan kecurangan perlu melibatkan akuntan forensic dalam penyelesaiannya, karena akuntan forensic dapat membantu para ahli dan para pengak hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menemukan potensi kerugian yang timbul akibat adanya kecurangan. Selain itu, prospek akuntan forensic lebih besar karena prinsipnya orang yang bekerja di lembaga keaungan, perlu memahami tentang akuntansi forensic ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan.
4.Pramitasari (2013)Rekonstruksi Akuntansi Forensuj dan Audit Investigatif pada Kasus yang Ditangani oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Dapat dilakukannya rekonstruksi prosedur Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang meliputi persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Tahap perisapan dimulai dengan diterimanya surat permintaan dari Kepilisian Wilayah Madiun yang meminta bantukan kepada BPKP untuk melaksanakan prosedur penghitungan kerugian keuangan negaea untuk kasus ini. Tahap pelaksanaan terdiri dari pengumpulan dan evaluasi bukti, penghitungan kerufian negara, ekspos internal, dan ekspos eksternal. Dari hasil penghitungan kerugian keuangan negara, diketahui bahwa pada tahun 2002 terdapat kerugian negara sebesar Rp1.731.064.280,00, tahun 2003 Rp3.668.148.900,00 dan tahun 2004 Rp2.943.028.120,00 sehingga total kerugian keuangan negara adalah Rp8.342.241.300,00.

Sumber: dikembbangkan untuk penelitian ini.

Rerangka Pemikiran

Pelasksanaan akuntansi forensic  dan audit investigative dimaksdukan untuk menyelidiki adanya indikasi terjadi fraud dalam kasus tertentu. Sebagai ilmu audit khusus, akuntansi forensic ini dapat memberikan identifikasi yang lebih jelas mengenai fraud yang terjadi  untuk pada akhirnya bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan yang terjadi karena kasus fraud tersebut.

  • METODA PENELITIAN

Struktur penulisan dalam bab ini memiliki satu bagian pembahasan, yaitu mengenai metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dirancang dengan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Pada bab ini, akan dibahas mengenai rancangan penelitian secara rinci mengenai jenis dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, desain penelitian, metoda pengumpulan data, teknik analisis data, teknik analisis keabsahan data, dan tahapan penelitian yang berisi tahapan yang dilakukan oleh peneliti sampai dengan penyampaian hasil dan pembuatan kesimpulan atas hasil penelitian. Penelitian ini dirancang sedemikian rupa guna melakukan penghitungan kerugian keuangan pada kasus fraud yang dilakukan oleh Lippo Group menggunakan akuntansi forensik dan audit investigatif

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.. Pada dasarnya metode kuantitatif digunakan apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktik, antara rencana dengan pelaksanaan. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan – hubungan kuantitatif.

Pendekatan Penelitian

Menurut Arikunto (2002) penelitian dengan pendekatan deskriptif merupakan penelitian non-hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sedangkan analisis kuantitatif adalah metode analisis dengan melakukan perhitungan terhadap data-data yang bersifat pembuktian dari masalah. Sehingga metode deskriptif kuantitatif adalah metode penelitian yang memaparkan atau menjelaskan data melalui angka-angka. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian deskriptif biasanya hanya dilibatkan satu variabel sehingga cenderung tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan hubungan antar variabel. Oleh karena itu, penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Penelitian ini lebih memberikan tekanan pada deskripsi suatu variabel tanpa menghubungkan dengan variabel lain, sehingga informasi yang diperoleh adalah keadaan menurut apa yang sesungguhnya ada pada saat penelitian dilakukan.

Alasan penulis menggunakan metode ini karena tujuan metode ini adalah  untuk membuat deskripsi, gambaran serta lukisan secara sistematis, faktual dan  akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang  diselidiki kemudian disusun, dijelaskan, dianalisis dan akhirnya diperoleh  kesimpulan.

Jenis Data

Adapun data yang diperlukan dalam penyusunan hasil penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah semua data yang diperoleh dari studi pustaka untuk beberapa teori yang berkaitan dengan permasalahan dan juga sebagai pembanding terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu untuk mendukung pemecahan permasalahan. Data sekunder ini digunakan untuk memperkuat opini yang sudah ada pada data sekunder sehingga akan mampu menambah keyakinan penulis terhadap suatu kesimpulan penelitian. Adapun  wujud dari data sekunder yang terdapat di dalam penelitian ini misalnya laporan keuangan yang diterbitkan oleh Lippo Group, laporan audit yang diterbitkan auditor yang mengaudit perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Lippo Group, dan data-data lain yang sesuai dengan tema penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data yang tersedia dan laporan-laporan yang relevan dengan objek penelitian untuk mendukung data yang sudah ada. Selain itu, bahan-bahan audio dan video juga bisa dijadikan pendukung data tertulis.

Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah akuntansi forensik. Variabel ini akan menjelaskan mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung kerugian yang disebabkan oleh fraud yang dilakukan oleh Lippo Group. Variabel ini menjelaskan mulai dari perencanaan hingga pencarian bukti dan pembuktian hingga pelaporan hasil temuan dengan melaukan analytical review.

Tahap-tahap Penelitian

Langkah-langkah yang akan diambil peneliti untuk melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Mengumpulkan data yang berhubungan dengan kasus yang diteliti berupa dokumen dari publikasi-publikasi, baik digital maupun cetak dari berbagai media

Melakukan tabulasi dan pengolahan data mentah agar bisa digunakan untuk melakukan analytical review dengan alat banti Microsoft Excel 2013.

Melakukan pengolahan data dengan metodologi akuntansi forensik dan audit investigatif pada data yang telah dikumpulkan dan diolah

Melakukan perhitungan kerugian berdasarkan analytical review dan pengolahan data yang telah dilakukan.

Memberikan analisis akhir dari hasil perhitungan.

DAFTAR PUSTAKA

Amrizal. 2004. Membangun Kultur dan Etika Internal Organisasi yang Anti Kecurangan. Artikel BPKP

Arens, A. A., Elder, R. J., dan Beasley, M. S. 2006 Auditing dan Jasa Assurance Edisi Keduabelas. Jakarta: Penerbit Erlangga

Arens, A. A., Loebbecke. 2003. Auditing dan Pendekatan Terpadu Edisi Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga

Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2000. Manual Investigation.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2004. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2006. Fraud Examiners Manual.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2008. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse.

Bologna, G. J. dan Lindquist, R. J. 1995. Fraud Auditing and Forensics Accounting; New Tools and Techniques, Second Edition. New York: John

Crumbley, D. L. 2005. Forensic and Investigative Accounting. CCH Group: ISBN 0808013653.

Davia, H. R. 2000. Fraud 101: Techniques and Strategies of Detection. New York: McGraw Hill

Garner, B. A. 2009. Black’s Law Dictionary, Ninth Edition. St. Paul: West Group

Howard, S. dan Sheetz, M. 2007. Forensic Accounting and Investigation for Non-Experts. New York: John Wiley

Karni, S. 2000. Auditing: Audit Khusus & Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.

Marbun, B. N. 2006. Kamus Hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka SInar Harapan

Mautz, R. K. dan SHaraf, H. A. 1961. The Philosophy of Auditing. American Accounting Association

Miqdad, M. 2008. Mengungkap Praktek Kecurangan (Fraud) pada Korporasi dan Organisasi Publik Melalu Audit Forensik. Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 3, Nomor 2, Mei 2008.

Moeljatno. 2006. Kitab UNdang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara

Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat

Noor, P. 2002. iSawyer’s Internal Auditing, the Practice of Modern Internal Auditing 5th Edition. Jakarta: Salemba Empat

Pickett, K. H. S. dan Pickett, J. M. 2002. Financial Crime Investigation and Control. New York: John Wiley and Sons

Tuanakotta, T. M. 2009. Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Salemba Empat

Tuanakotta, T. M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat

Wiratmaja, I. D. N. 2000. Akuntansi Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Pramitasari, M. 2013. Rekonstruksi Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif pada Kasus yang Ditangani oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP); Studi Kasus pada Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Pengelolaan Pos Anggaran DPRD Kota Madiun Tahun Anggaran 2002, 2003, dan 2004. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung

PENGARUH PROFESIONALISME, ETIKA PROFESI, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

JONATHAN KURNIA PRATAMA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di era globalisasi ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara, perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dapat memicu persaingan yang semakin meningkat antara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola usaha. Salah satu kebijakan yang selalu ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen, mengingat kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi.

Auditor dalam melakukan audit atas laporang keuangan tidak hanya bekerja untuk kepentingan kliennya saja, melainkan untuk kepentingan-kepentingan pihak lain yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan auditan. Profesi auditor diharapkan oleh banyak orang untuk dapat memberikan jaminan kepercayaan atas laporan keuangan suatu perusahaan melalui pemeriksaan dan pendapat yang diberikan sehingga seorang auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 2; menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Standar Akuntasi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Oleh karena itu auditor harus meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna peningkatan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan. Gambaran tentang Profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009), tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Dengan profesionalisme yang tinggi, kebebasan auditor akan terjamin.

Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang menimpa salah satu akuntan publik yaitu Drs. Hans Burhanuddin Makarao, yang dikenakan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena tidak mematuhi Standar Auditing-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT. Samcon pada tahun buku 2008, yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap Laporan Auditor Indepeden (www.antara.co.id).

Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi

isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Dewi, 2009). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Di samping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat.

Ada beberapa kasus yang menyebutkan tidak sedikit akuntan melakukan kecurangan dalam memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya tekanan psikologis yang diterima akuntan dari perusahaan yang tidak akan menggunakan jasanya kembali di periode yang akan datang, bila akuntan tidak memberikan pendapat yang positif atas laporan keuangan yang diperiksanya saat ini. Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang menimpa 10 (sepuluh) KAP yang melakukan pelanggaran saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998. Contoh lainnya adalah pada tahun 2000 banyak bank-bank yang dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata sebagian besar kondisi bank itu tidak sehat. Selain itu disebutkan pula adanya kasus rekayasa laporan keuangan oleh akuntan intern yang banyak dilakukan sejumlah perusahaan go-public (Winarna, 2001:3).

Selain profesionalisme dan etika profesi, seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam laporan auditan. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi, mempengaruhi jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Informasi yang tidak material atau tidak penting biasanya diabaikan oleh auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi jika informasi tersebut melampaui batas materialitas (materiality), pendapat auditor akan terpengaruh.

Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhanyang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut.Selain itu tingkat materialitas tergantung pada dua aspek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional.

Aspek kondisional adalah aspek yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi dilema etika dalam menjalani karier bisnis (Mulyadi, 2002). Misalnya, klien mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. Untuk mencegah adanya tekanan dari pihak manajemen, maka auditor memerlukan independensi. Misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, dia harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit. Auditor akan menjadi sepenuhnya tidak independen apabila dia mendapatkan imbalan yang lebih agar memberikan pendapat yang wajar tanpa pengecualian.

Materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena hilangnya informasi penting (Haryono, 2001 dalam Martiyani, 2010:20). Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencaku semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Terdapat dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu; konsep materialitas dan konsep resiko audit. Karena auditor tidak bisa memeriksa setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia harus bersedia menerima beberapa jumlah kekeliruan kecil. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberikan pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan mempengaruhi neraca secara material apabila mencapai angka Rp 200.000.000 adalah tidak memadai baginya untuk merancang prosedur audit yang diharapkan dapat mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp 200.000.000 (Hastuti dkk, 2003 dalam Martiyani, 2010:21).

Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme auditor maupun etikaprofesi. Skandal di dalam negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran, menyusul keberatan pemerintah atas sanksi berupa peringatan plus yang telah diberikan. 10 KAP tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh auditor yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Martiyani, 2010:22). Sehingga penulis memiliki keingin untuk melakukan penelitian terhadap Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Malang.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:

Bagaimanakah pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Bagaimanakah pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah maka tujuan dari penelitian adalah memberikan bukti:

Pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Penelitian

Manfaat bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah penulis mampu memahami bagaiamana pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Keilmuan

Manfaat keilmuan dari penelitian ini adalah menjadi tambahan referensi atau rujukan mengenai pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Manfaat Praktik

Manfaat praktik dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi KAP dan pihak-pihak lain yang berkepentingan agar dapat mengambil kebijakan-kebijakan terkait dengan peningkatan profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor yang memengaruhi pertimbangan tingkat materialitas auditor.

  • LANDASAN TEORI

Pertimbangan Tingkat Materialitas

2.1.1 Pengertian Materialitas

Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit menurut Arens dan Loebeccke (1996) dalam Noveria (2006:25) adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.

Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu atau informasi yang dikatakan material.

2.1.2 Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas

Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji, dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru.

Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan penting yang diambil oleh auditor yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.

Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkan, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.

2.1.3 Konsep Materialitas

Materialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan, bagi para pemakai laporan keuangan dalam konteks pembuatan keputusan (Frishkoff, 1970 dalam Hastuti dkk, 2003: 1209). Peran konsep materialitas adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti.

Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi seharusnya dikomunikasikan. Dalam laporan akuntansi hanya informasi material yang seharusnya disajikan. Informasi yang tidak material sebaiknya diabaikan atau dihilangkan. Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki. Material seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan keputusan investor, baik yang hanya berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metode informasi yang disajikan. Informasi yang material dibagi menjadi dua yaitu (Mulyadi, 2002:72):

Informasi yang kurang material, adalah informasi yang penting yang memerlukan penjelasan dalam laporan audit yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. Informasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja.

Informasi yang sangat material, adalah informasi yang sangat penting terhadap pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.

Pertimbangan yang digunakan oleh auditor dalam menentukan apakah suatu informasi termasuk ke dalam jenis informasi yang kurang atau sangat material meliputi: besar dan sifat informasi, ketidakpastian yang melekat dalam informasi, seberapa jauh dampak informasi tersebut meresap, dan kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh informasi tersebut.

Dengan demikian pertimbangan tingkat materialitas adalah pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan seberapa penting tingkat materialitas, pengetahuan tentang tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

Profesionalisme Auditor

2.2.1 Pengertian Profesionalisme

Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan ketrampilan karena pendidikan dan latihan.

Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Arens et al. (2003) dalam Noveria (2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat  yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi (Guntur dkk, 2002 dalam Ifada dan M. Ja’far, 2005:13).

Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28):

Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.

Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.

Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya.

Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

2.2.2 Konsep Profesionalisme

Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dalam Lestari dan Dwi (2003: 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

Pengabdian pada Profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.

Kewajiban Sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

Keyakinan terhadap peraturan profesi

Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

Etika Profesi

Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah  laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2005:118). Definisi etika secara umum menurut Arens & Loebecke (2003) dalam Suraida (2003: 118) adalah ”a set of moral principles or values.Prinsip-prinsip etika tersebut (yang dikutip dariThe Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity, promise keeping, loyalty, fairness, caring for others, responsible citizenship, pursuit of excellent and accountability (Suraida, 2005: 118).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (Diakses di http://www.wikipedia.com tanggal 17 Februari 2009).

Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, UnitPeer Review Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi (Martadi dan Sri, 2006:17):

Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretense. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya.

Ada dua sasaran dalam kode etik ini, yaitu pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua,  kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.

Dengan demikian, Etika Profesi merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Pengalaman Auditor

Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani (Asih, 2006:26). Alasan yang paling umum dalam mendiagnosis suatu masalah adalah ketidakmampuan menghasilkan dugaan yang tepat. Libby dan Frederick (1990) dalam Suraida (2005:119) menemukan bahwa makin banyak Pengalaman Auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit.

Definisi lain menyebutkan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktik (Knoers & Haditono, 1999 dalam Asih, 2006:12).

Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001 dalam Asih, 2006:13). Sebagaimana yang disebutkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bahwa persyaratan yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik-praktik dalam bidang auditing sebagai auditor independen.

Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisicated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman (Taylor dan Tood, 1995 dalam Asih, 2006:13).

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjuntak, 2005:27).

Sebagai seorang akuntan yang profesional, harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan yang lain. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor yunior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktik-praktik audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya Pengalaman Auditor.

Dengan demikian, Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.

Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Herawaty dan Susanto (2008)

Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004), Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,613) dan signifikan padap-value di bawah 0,05 (p=0,01), dan Etika Profesi mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-valuedi bawah 0,05 (p=0,002).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, sedangkan perbedaannya adalah:

Penelitian ini menambahkan variabel pengalaman auditor sebagai variabel independen.

Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) menggunakan KAP di wilayah Jakarta, sedangkan penelitian ini menggunakan KAP di wilayah Malang.

Hipotesis Penelitian

Melalui model penelitian ini terdapat empat hipotesis yang nantinya akan diuji. Keempat hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

­1 ­: Profesionalisme auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

H­2­ : Etika profesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

H­3­ : Pengalaman auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas.

H­4­ : Profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Rerangka Teoritis

  • METODA PENELITIAN

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana metoda penelitian ini bersifat induktif, obyektif, dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan-pertanyaan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Penelitian dengan menggunakan metoda kuantitatif digunakan untuk membuktikan dan menolak suatu teori atau hipotesis. Penelitian ini bertolak dari suatu teori yang kemudian di teliti, dihasilkan data, kemudian dibahas dan diambil kesimpulan. Menurut Sugiyono (2002, 7) penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan, yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara acak, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Kemudian terdapat pengujian hipotesis. Uji hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan dari analisis data, baik dari percobaan yang terkontrol, maupun dari yang tidak terkontrol. Dalam sebuah uji statistik sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara statistik jika kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor yang kebetulan, sesuai dengan batas probabilitas yang sudah ditentukan sebelumnya. Uji hipotesis disebut juga “konfirmasi analisis data”. Keputusan dari uji hipotesis hampir selalu dibuat berdasarkan pengujian hipotesis nol (Ho). Ini adalah pengujian untuk menjawan pertanyaan yang mengamsusikan hipotesis nol adalah benar. Daerah kritis dari uji hipotesis adalah serangkaian hasil yang bisa menolak hipotesis nol, untuk menerima hipotesis alternatif.

Kemudian penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat dengan cara tertentu berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan melakukan perbandingan diantara data yang terkumpul/diteliti (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 53).

Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2007:72), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertenu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Malang.

Daftar Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar KAP di Kota Malang

No.Nama Kantor Akuntan Publik
1KAP Made Sudarma, Thomas & Dewi
2KAP Drs. Nasikin
3KAP Drs. Jimmy Andrianus
4KAP Drs. Koenta Adji
5KAP Drs. Supriadi & rekan
6KAP Drs. Soewardhono & rekan
7KAP Wayan Sadha
8KAP Benny, Tony, Frans & Daniel
9KAP Krisnawan, Busroni, Achsin & Alamsyah
10KAP Subagyo & Luthfi
11KAP Thoufan Nur, CPA

3.2.2. Sampel

Menurut Sugiyono (2002: 73), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metoda quota sampling. Quota sampling dapat dikatakan sebagai jugdement sampling dua tahap. Tahap pertama, adalah tahapan di mana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota  dari populasi yang akan diteliti. Tahapan kedua, adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamora, 2005:75).

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Malang. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Pamela, 2001:56).

Data sekunder dalam peneilitan ini diperoleh dari sejumlah data tau dokumen yang berasal dari tangan kedua atau lebih yang berkaitan terhadap obyek penelitian (Cooper dan Pamela, 2001:57).

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini Pertimbangan Tingkat Materialitas, yaitu pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan pengetahuan tentang tingkat materialitas, seberapa penting tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

Variabel Independen (X)

Profesionalisme Auditor (X­1­)

Profesionalisme auditor merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur oleh organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

Etika Profesi (X­2­)

Etika Profesi adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Pengalaman Auditor (X­3­)

Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.

Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y          : variabel dependen

ɑ          : konstanta

β1        : koefisien profesionalisme auditor

X1        : nilai variabel profesionalisme auditor

β2        : koefisioen etika profesi

X2        : nilai variabel etika profesi

β3        : koefisien pengalaman auditor

X3        : nilai variabel pengalaman auditor

Alat Analisis Statistik

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

3.6.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat graik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000: 347).

Dasar pengambilan keputusan antara lain:

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.

3.6.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Dengan menggunakan nilai tolerance, nilai yang terbentuk harus di atas 10% dengan menggunakan VIF(Variance Inflation Faktor), nilai yang terbentuk harus kurang dari 10, bila tidak maka akan terjadi multikolinieritas dan model regresi tidak layak untuk digunakan (Santoso, 2000:377).

3.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik plot (scatterplot) di mana  penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu serta arah penyebarannya berada di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada regresi ini, sehingga model regresi yang dilakukan layak dipakai (Santoso, 2000: 348).

3.6.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada seseorang individu atau kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang sama atau pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang digunakan adalah menggunakan Durbin Watson Test (DW test).

3.6.2 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif adalah cara menganalisis data tanpa menggunakan perhitungan angka-angka, melainkan mempergunakan

perbandingan yang berhubungan dengan responden, dengan menggunakan analisis persentase yaitu metode yang membandingkan jumlah responden yang memilih dari masing-masing pilihan dengan jumlah responden secara keseluruhan dikalikan 100%.

3.6.3 Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi sederhana adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Santoso, 2000:334). Pengujian analisis regresi sederhana dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Kriteria hipotesis diterima:

– Jika P value (sig) < α Į sebesar 0,05

– Jika koefisien regresi searah dengan hipotesis

3.6.4 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi linier berganda atau disebut juga multiple regression analysis adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependennya (Santoso, 2000:349).

Pengujian atas variabel-variabel penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak antara semua variabel independen terhadap pertimbangan tingkat materialitas secara simultan. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Jika P value (sig) <  Į (alpha), maka terdapat  pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Asih. (2006). Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor         dalam Bidang Auditing.Skripsi.Tidak Dipublikasikan

Badudu dan Sutan. (2002).Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka         Sinar Harapan.

Hastuti, dkk. (2003). Hubungan antara Profesionalisme dengan Pertimbangan      Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan.        Prosiding Simposium Nasional Akuntansi.Oktober. hal 1206-1220

Herawati dan Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan    Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat        Materialitas Akuntan Publik.Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.11 No.

            1

Ifada dan M. Ja’far. (2005). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor        terhadap Peranan Internal Auditor dalam Pengungkapan Temuan Audit.

Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi.Vol.7 No. 3

Mulyadi. (2002).Auditing.Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2002).Statistik Untuk Penelitian.Bandung: CV Alfabeta

Yanuar. (2008). Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Pengalaman Auditor         terhadap Tingkat Materialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Auditor BPK Yogyakarta). Skripsi.

http://www.antara.co.id diakses tanggal 26 November 2014

tingkat materialitas.JPGLAMPIRAN

profesionalisme.JPG
etika profesi.JPG
pengalaman.JPG

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN TERHADAP TINGKAT KETAATAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PADA KLUB SEPAKBOLA AREMA MALANG

INA PRAMESWARI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MATA KULIAH METODELOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MACHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa adanya pengaruh perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang. Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner di klub sepakbola Arema Malang dengan responden dari pengurus, official, dan manajemen serta pemain dari klub sepakbola Arema Malang. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan Purposive sampling. Penganalisaan data untuk pengjuian hipotesis dilakukan dengan uji regresi berganda.

Kata-kata kunci: sistem pengendalian internal, perencanaan, pengelolaan keuangan, klub sepakbola Arema Malang

  1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sepakbola telah menjadi olahraga yang paling populer di dunia, setidaknya sejak akhir abad ke-19 dan difusi internasional oleh Inggris. Permainan ini meliputi beragam budaya masyarakat di seluruh benua. Diperkirakan sekitar kurang lebih 250 juta orang ikut berpartisipasi dan 1,4 miliar orang tertarik dalam olahraga sepakbola ini. Turnamen sepakbola menjadi kompetisi yang menjadi unggulan pada saat ini. Seperti yang selalu ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang, yaitu piala dunia. Piala dunia telah menarik lebih dari 3 miliar pemirsa televisi di seluruh dunia. (The British Journal of Sociology, 2004: vol.55).

Di Indonesia, sepakbola juga merupakan salah satu olahraga paling populer. Olahraga ini dimainkan oleh semua tingkatan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Di Indonesia, sepakbola dipertandingkan secara resmi dalam bentuk liga. Saat ini Liga Super Indonesia adalah liga profesional tingkat teratas yang sedang berjalan bersama dengan Liga Prima Indonesia. Dimana dalam liga tersebut terdapat banyak klub sepak bola Indonesia papan atas yang bertanding. Salah satu klub yang berada di Liga Super Indonesia adalah klub sepakbola Arema Malang, yang merupakan kebanggaan dari warga Malang.

Olahraga sepakbola, dalam perkembangannya, telah menjadi sebuah industri yang berpengaruh dalam perekonomian. Smith (2008:14) menyatakan bahwa industri olahraga adalah penyediaan produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen dibidang olahraga. Dengan kata lain, sepakbola sebagai sebuah industri yang memiliki potensi besar untuk berkembang, karena seperti yang telah disebutkan di atas, jumlah penggemar dari sepakbola ini jumlahnya adalah miliaran.  Konsep industri sepakbola itu sendiri pada dasarnya adalah bagaimana sepakbola menjadi sebuah even yang mampu menguntungkan semua pihak yang terlibat. Mulai dari pemain, pelatih, klub, panitia penyelenggara, hingga para penikmat sepakbola.

Siregar yang  dikutip  kompas  (2010:  29)  menyatakan  meski  perputaran  uangnya  tidak menjangkau  luas,  seperti  pertanian  dan  pangan,  pengembangan  industri  sepakbola mampu membantu bergeraknya ekonomi kerakyatan. Ekspor bola sepak ke negara Afrika  dari  perajin  di  Majalengka  Jawa  Barat  mampu  menggerakkan  ekonomi  disana adalah salah satu contohnya. Hal tersebut diperkuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (2005: 36) pembinaan dan pengembangan industri olahraga  dilaksanakan  melalui  kemitraan  yang  saling menguntungkan  agar  terwujud kegiatan olahraga yang mandiri dan professional. Tanda-tanda atau indikator industrialisasi sepakbola atau pengelolaan klub dan kompetisi yang profesional di Indonesia menurut Subardi (2010: 4) sudah mulai terlihat.

Melihat kondisi dari persepakbolaan Indonesia saat ini, cukup memprihatinkan. Hal tersebut salah satunya tampak pada banyaknya klub yang menunggak gaji dari pemain, pelatih serta official mereka. Seperti yang terjadi pada klub sepakbola Persita Tangerang (Olahraga, Jawa Pos, 30 Agustus 2014), bahwa manajemen menunggak gaji pemain dan pelatih hingga tiga bulan. Selain itu fasilitas yang dimiliki juga kurang, seperti halnya mess (tempat tinggal para pemain) yang fasilitasnya tidak begitu layak, tidak tersedianya makanan, dan hanya memiliki beberapa kamar mandi, mengingat ada sekitar 20 lebih kamar yang dimiliki di sana.

Banyak klub sepak bola yang tidak mampu memenuhi kewajiban membayar gaji kepada pemain, pelatih, dan ofisial mereka dikarenakan kekurangan dana. Mereka kesulitan mencari sumber pendapatan setelah selama ini dibiayai oleh dana APBD hingga puluhan miliar rupiah. Sehingga, banyak pemain yang mencari nafkah dari pertandingan tarkam atau hengkang dari klub lama. Namun, tak sedikit pula yang hanya pasrah menanti klub melunasi gaji mereka (Olahraga, Jawa Pos 30 Agustus 2014).

Di sisi lain dari hal yang telah disebutkan diatas, kondisi klub sepakbola Arema Malang justru sebaliknya. Klub sepakbola ini dapat terus berjalan tanpa adanya isu-isu yang menyinggung tentang penunggakan gaji pemain. Walaupun hal itu pernah terjadi beberapa tahun silam, namun pada kondisi yang sekarang, Arema telah berjaya di dunia persepakbolaan Indonesia. Arema telah memberikan banyak prestasinya kepada warga Malang khususnya.

Di balik kesuksesan klub sepakbola Arema, ada beberapa hal yang menarik untuk diketahui. Dibandingkan dengan klub sepakbola yang sebagian besar mengalami kesulitan dalam pembiayaan klubnya, Arema tetap tenang dalam hal tersebut. Pasalnya, gaji dari para pemain pun dibayarkan dengan rutin, selain itu proses latihan dan fasilitas yang diterima pun juga cukup baik. Sehingga hal ini menjadi pertanyaan mengapa di saat klub lainnya sedang mengalami krisis, namun di klub Arema Malang hal tersebut tidak menjadi penganggu. 

PSSI memberikan dana kepada klub-klub besar yang ada di Liga Super Indonesia, selain itu, dari daerah masing-masing klub, juga diturunkan dana dari APBD. Namun, Arema tidak sepenuhnya menggunakan dana APBD dari pemerintah. Dana yang digunakan adalah dana mandiri yang didapatkan dari sponsor dan juga dari perusahaan yang menaunginya. Banyak perusahaan yang menawarkan diri untuk menjadi sponsor dari Arema ini, salah satunya adalah Bintang Sport yang ingin mengambil alih sponsor utama yang saat ini dipegang oleh Anker Sport.

Selain itu, masih banyak sponsor-sponsor yang ikut mendanai klub sepakbola Arema Malang, seperti Ijen Nirwana, Malang Post, Surabaya Post, dan lain sebagainya. Juga Lotto, Umbro, Ultras, dan juga Joma yang menjadi kit supplier (sponsor seragam) klub sepakbola Arema Malang. Dana yang dipakai untuk semua keperluan klub Arema tidak hanya dari sponsor maupun donatur saja. Namun, juga dari hasil tiket yang terbeli pada saat Arema bertanding. Tiket yang dijual pada saat pertandingan adalah Rp 25.000 untuk kelas ekonomi, Rp 100.000 untuk VIP dan Rp 150.000 untuk VVIP. Tiket tersebut selalu laku terjual, terutama tiket pada kelas ekonomi yang selalu sold out. Untuk tiket VIP dan VVIP juga tidak kalah larisnya, bangku pada kelas ini juga selalu dipadati oleh Arema dan Aremania.

Hal tersebut diatas telah menunjukkan tentang adanya industri persepakbolaan dalam klub sepakbola Arema Malang. Di luar negeri, hal tersebut sudah menjadi bisnis yang diincar oleh para investor.  Seperti yang ditulis oleh Astri Prima Devi dalam jurnalnya yang berjudul “Akuntansi Untuk Pemain Sepakbola” (2004:Vol.1), bahwa maraknya industri persepakbolaan dalam satu dekade terakhir ini telah melahirkan klub-klub raksasa dengan pendapatan lebih dari dua ratus juta dollar per tahun. Pendapatan ini terutama berasal dari tiket pertandingan, penjualan hak siar kepada media, sponsorship dan penjualan merchandise klub ke seluruh dunia. Misalnya saja Manchester United (MU), salah satu klub sepakbola terkaya di Eropa memiliki MU Megastore yaitu toko yang menjual souvenir-souvenir seperti kaos seragam asli, syal, dan lain-lain, yang ada hampir di seluruh Negara dunia.

Hal tersebut di atas dapat dianalogikan pada klub sepakbola Arema Malang, yang juga dibidik oleh brand-brand besar yang ingin menjadi sponsor dari klub tersebut. Misalnya sebut saja Bintang Sport yang merupakan salah satu brand bir yang terkenal, ingin mengambil alih sponsor utama yang sekarang ini sedang dinaungi oleh Anker Sport, yang juga merupakan salah satu brand bir yang terkenal. Arema juga mempunyai bisnis-bisnis lainnya. Bisnis tersebut antara lain toko-toko jersey atau merchandise yang berlabelkan Arema Sport, yang menjual pernak-pernik dan kaos klub sepakbola Arema. Di Malang sendiri, ada banyak gerai yang menjual hal-hal semacam itu. Belum termasuk yang berada di luar Malang.  Selain itu Arema juga mendirikan Akademi Arema sebagai alternatif bagi tunas-tunas muda yang memiliki bakat sepakbola untuk menjadi pesepakbola profesional. Akademi yang didirikan klub sepakbola Arema bernama Arema Junior.

Dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, peneliti ingin menganalisis tentang bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang. Melihat dari sisi keuangan yang dimiliki oleh klub sepakbola tersebut, yang tidak terganggu dengan adanya krisis, di mana pada saat yang sama klub sepakbola ISL (Indonesia Super League) yang lainnya sedang mengalami krisis keuangan. Selain itu, melihat juga dari sisi lainnya, di mana klub sepakbola tersebut dapat terus berkembang tanpa menggantungkan diri dengan dana dari APBD, juga dengan banyaknya bisnis yang dijalankan oleh manajemen Arema Malang.

Dari latar belakang yang telah disebutkan di atas, penulis memilih judul “Analisis Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan terhadap Tingkat Ketaatan Sistem Pengendalian Internal pada Klub Sepakbola Arema Malang”. Peneliti ingin meneliti tentang bagaimana kesuksesan klub sepakbola Arema Malang. Ditinjau dari bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan dapat mempengaruhi tingkat sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang. Klub sepakbola Arema Malang yang tidak terganggu oleh krisis keuangan seperti yang dialami klub-klub sepakbola yang lainnya. Di mana klub sepakbola tersebut dapat terus berkembang tanpa menggantungkan diri dengan dana dari APBD, juga dengan banyaknya bisnis yang dijalankan oleh manajemen Arema Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana tingkat ketaatan sistem pengendalian internal dipengaruhi oleh perencanaan dan pengelolaan keuangan pada klub sepakbola Arema Malang?

Apakah pengaruh antara perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal tersebut benar-benar berpengaruh atau tidak dengan hasil yang dicapai oleh klub sepakbola Arema Malang?

1.3  Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui tingkat ketaatan sistem pengendalian internal dipengaruhi oleh perencanaan dan pengelolaan keuangan pada klub sepakbola Arema Malang.

Untuk mengetahui pengaruh antara perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal tersebut benar-benar berpengaruh atau tidak dengan hasil yang dicapai oleh klub sepakbola Arema Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan, informasi, serta pengetahuan mengenai ilmu yang diteliti khususnya mengenai perencanaan dan pengelolaan keuangan memberikan pengaruh dalam ketaatan sistem pengendalian  internal.

1.4.2 Bagi Universitas

Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu akuntansi tentang analisis perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang.

Bagi Klub Sepakbola Arema Malang

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk penilaian dan tolok ukur atas kinerja klub sepakbola Arema Malang.

Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian yang lebih lanjut.

  • LANDASAN TEORI

Dalam penelitian yang berjudul, “Analisis Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Terhadap Tingkat Ketaatan Sistem Pengendalian Internal pada Klub Sepakbola Arema Malang” ini, peneliti menggunakan beberapa teori untuk mendukung penelitian ini, teori-teori tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

2.1  Sistem Pengendalian Internal

2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal    

Sistem pengendalian internal menurut Anthony (dikutip oleh Langfield-Smith, 1997) dalam jurnal yang ditulis oleh Hamed Armesh dan Dr. Habibollah Salarzehi , Dr.Baqer Kord (Vol.2, No. 6, Oktober 2010) adalah proses di mana manajer memastikan bahwa sumber daya diperoleh dan digunakan secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi.

Hal tersebut diperkuat oleh Siti dan Ely (2010), yang menyatakan bahwa, pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas yang dirancang untuk pencapaian suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain: (a) pelaporan keuangan yang handal; (b) menjaga kekayaan dan catatan organisasi; (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan; (d) efektivitas dan efisiensi dalam operasi.

Pengendalian internal bagi suatu perusahaan merupakan suatu keharusan. Hal ini dilakukan bersamaan dengan kewajiban audit pada laporan keuangan.

Direksi wajib memberikan pernyataan tentang kecukupan sistem pengendalian perusahaan yang dikelola serta model/framework mana yang diadopsi (atau sepenuhnya didesain sendiri), dan wajib diaudit oleh auditor eksternal.

Dalam menjalankan perusahaan, selain di dalamnya terdapat pengendalian internal, untuk mendukung berjalannya suatu pengendalian yang baik, terdapat pula sistem pengendalian manajemen. Sistem pengendalian manajemen adalah suatu kesatuan pemikiran dari metode akuntansi manajemen untuk mengumpulkam dan melaporkan data serta mengevaluasi kinerja perusahaan. Suatu sistem pengendalian manajemen berusaha untuk mengarahkan berbagai macam usaha yang dilaksanakan oleh semua sub unit organisasi agar mengarah pada tujuan organisasi dan tujuan para manajernya. Toumela 2005, dalam jurnal Management Control System, Vol. 2, No. 6 mengatakan bahwa pengendalian manajemen dikenal sebagai koleksi indikator kinerja keuangan dan atau non-keuangan yang digunakan oleh manajer untuk mengevaluasi kinerja karyawan.

Sistem merupakan suatu cara tertentu yang bersifat repetitif untuk melaksanakan sesuatu atau sekelompok aktivitas (Vijay, Robert 2005). Sistem memiliki karakteristik berupa rangkaian langkah-langkah yang berirama, terkoordinasi, dan berulang, yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Beberapa tindakan manajemen bersifat tidak sistematis. Para manajer pada umumnya menghadapi situasi di mana aturan tidak terdefinisikan dengan baik sehingga harus menggunakan penilaian terbaik mereka dalam memutuskan tindakan apa yang akan diambil.

2.1.2 Sistem Pengendalian Internal dalam Sepakbola

Jurnal yang berjudul A Review of Leadership in Sport: Implication for Football Management (December 2006, Vol. 8, No.4) menyebutkan bahwa  proses mengelola orang baik dalam olahraga atau bisnis merupakan tugas yang kompleks dan membutuhkan apresiasi simpatik dari peran multi-dimensi yang diperlukan. Secara tradisional, pelatih memiliki sejumlah peran, yang biasanya mencakup perencanaan, koordinasi dan program terpadu persiapan atlet (Baker, Horton, Robertson-Wilson & Wall, 2003; Lyle, 2002; Pyke, 1992; Sabock, 1985; Woodman, 1993). Sebaliknya, manajer sepak bola modern harus mengakui pentingnya peran dari sebuah bisnis atau perspektif keuangan (Perry, 2000). Sementara beberapa teori berusaha membedakan antara manajer dan pemimpin dengan menekankan bagaimana peran dari manajer organisasi, visi, dan juga ke mana arah organisasi, yang diberikan oleh para pemimpin (Weinberg & Gould, 2003).

Peran dari sebuah bisnis atau perspektif keuangan seperti yang telah disebutkan di atas merupakan peranan penting dalam sebuah industri persepakbolaan. Dengan pengendalian internal mengenai pembiayaan dan pengelolaan keuangan yang baik, klub sepakbola tersebut akan menjadi klub yang solid dan tidak akan terpengaruh dengan krisis keuangan yang berarti. Seperti halnya yang dinyatakan oleh  Suratno  (2008:  51):

Iklim persepakbolaan di Eropa telah memiliki dasar industry yang kuat dengan terbentuknya elemen-elemen pendukung industry yang mapan, perputaran uang yang lebih terpola dan sumber keuangan yang jelas, sehingga hampir seluruh aspek pengelolaan klub dapat lebih terukur dan terprediksi.

2.1.3 Sistem Pengendalian Internal dalam Pengelolaan Keuangan

Akuntansi, sebagai bagian integral dari sistem pengendalian manajemen (Manajemen Control System), memungkinkan untuk melakukan kontrol dalam perusahaan multinasional (MNC), karena memungkinkan untuk menjaga kedisiplinan, juga untuk mengontrol tindakan para pelaku bisnis (Robson 1992, Ezzamel 1994, Kirk & Mouritsen 1996, Carmonaet al.1997). Peran dan sifat dari akuntansi manajemen yang berkaitan dengan sistem kontrol di perusahaan multinasional (Schweikart 1986, Al.1999 Chowet, Quattrone & Hopper 2005) dan peran dari sistem pengendalian manajemen dalam konteks merger dan akuisisi (egJones 1985, Roberts 1990, Granlund 2003), baru-baru ini keduanya telah dipelajari secara ekstensif.

Pengendalian manajemen juga dapat berlaku di dalam pengelolaan keuangan  perusahaan. Disebutkan dalam pernyataan di atas, bahwa sistem pengendalian manajemen memungkinkan untuk mengontrol perusahaan multinasional, karena memungkinkan untuk menjaga kedisiplinan, juga untuk mengontrol tindakan dari para pelaku bisnis. Hal ini menjelaskan, bahwa sistem pengendalian manajemen diterapkan untuk mengontrol perusahaan dalam hal menjaga kedisiplinan, dalam hal ini tentang kedisiplinan dalam pengadaan dan penggunaan biaya (pengelolaan keuangan) dalam transaksi perusahaan. Juga untuk mengontrol tindakan para pelaku bisnis dalam melaksanakan transaksi yang ada. Apakah ada penyelewengan atau tidak, itulah nanti yang akan dikontrol dan juga dipantau melalui sistem pengendalian manajemen.

Hal tersebut diperkuat oleh Baliga dan Jaeger (1984), yang menyatakan bahwa pengendalian tersebut berkaitan dengan proses, di mana seseorang atau kelompok atau organisasi menentukan apa yang akan mereka lakukan. Pemantauan proses, di mana target atau tujuan yang telah ditetapkan dan juga kinerja mereka, akan dievaluasi untuk menentukan sejauh mana target atau tujuan  yang telah mereka capai. Pengendalian diperlukan agar para pelaku bisnis dapat bertindak sesuai dengan kepentingan organisasi atau perusahaan (Merchant, 1985).

Ouchi (1979), membagi mekanisme pengendalian menjadi tiga kategori: pasar, birokrasi, dan klan. Tindakan pengendalian tersebut menyerupai pengendalian tingkat birokrasi dan pengendalian klan yang berkaitan dengan pengendalian sosial. Pengendalian tersebut biasanya dilakukan secara finansial, sedangkan pengendalian tindakan termasuk kendala perilaku, fisik dan administrasi. Sementara itu, Simons (1995) memiliki empat kategori untuk sistem sistem pengendalian: keyakinan, sistem batas, diagnostik dan pengendalian interaktif. Pengendalian diagnostik menyerupai pengendalian akuntansi, meskipun langkah-langkahnya mungkin dapat menjadi non finansial. Namun, informasi akuntansi yang disampaikan bagaimanapun dapat digunakan secara interaktif oleh manajer.

Pengendalian manajemen mencakup spektrum yang luas dari mekanisme dan praktek selain akuntansi, akuntansi manajemen itu sendiri merupakan integral dari sistem pengendalian manajemen. Akuntansi dapat menghilangkan perbedaan jarak antara kantor pusat dengan anak perusahaan (Latour 1987, Robson 1992). Seperti  dapat membuat isu-isu lokal tentang globalisasi (lih Giddens 1990, Jones & Dugdale 2001). Oleh karena itu, akuntansi menjelaskan tentang pembuatan operasi yang kinerjanya dilihat dan disesuaikan menurut pengendalian manajemennya (Ezzamel 1994, Carmonaet al.1997, Quattrone & Hopper 2001). Namun, sistem akuntabilitas lebih sering sebagai sarana kantor pusat untuk memonitor dan ikut campur tangan dalam urusan anak perusahaan. Sarana tersebut untuk memetakan anak perusahaan menurut logika mereka sendiri (lih Kirk & Mouritsen 1996). Ini berarti bahwa akuntansi juga menciptakan dan membangun jarak dalam hal ruang dan waktu dengan mendefinisikan struktur akuntabilitas (Miller & O’Leary 1994, Ezzamel & Willmott 1998, Carmonaet al.2002, Quattrone & Hopper 2005). Selain itu, akuntansi dapat melindungi anak perusahaan terhadap kantor pusat selama persyaratan pelaporan tepat terpenuhi (Siti-Nabiha & Scapens 2005).

Perencanaan Keuangan

Sawir (2001) menyatakan bahwa  perencanaan keuangan  mencakup penjualan,  laba,  dan  aktiva  yang  didasarkan pada alternatif  strategi  produksi  dan pemasaran,  untuk kemudian  menentukan bagaimana  memenuhi  kebutuhan permodalan. Apabila  ternyata  hasil  aktual tidak  sesuai  dengan proyeksinya, perencanaan keuangan harus  dapat  mengidentifikasikan perubahan-perubahan potensial  yang  mungkin  akan  memberikan hasil  yang  memuaskan.  Perencanaan keuangan biasanya  berupa  performa  neraca,  laporan  laba-rugi,  laporan  sumber dan penggunaan dana,  serta rencana pengeluaran modal  berdasarkan kategori dan divisi. Syarat untuk perencanaan yang efektif, adalah :

Peramalan,  perusahaan tidak akan pernah dapat melakukan peramalan yang tepat secara sempurna.

Menemukan rencana keuangan yang optimal, seorang manajer keuangan yang baik harus dapat menilai rencana mana yang terbaik untuk perusahaannya.

Melihat rencana keuangan berjalan, rencana jangka panjang digunakan juga sebagai tolok ukur untuk menilai hasil yang akan dicapai pada masa yang mendatang.

Prinsip-Prinsip Perencanaan

Dalam skripsi Desiyana Hertanti, STIE Perbanas Surabaya (2011) yang berjudul Analisis Penyusunan Anggaran Kas dalam Meningkatkan Perencanaan Keuangan pada PT. PLN (Persero) disebutkan bahwa perencanaan  adalah  proses  menetapkan  tujuan  dan  tindakan-tindakan  yang  akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanan memberikan acuan untuk  mendapat komitmen atas sumber daya untuk mencapai tujuan. Perencanaan juga mendorong anggota organisasi untuk melakukan kegiatan yang konsisten dengan tujuan  dan  prosedur.  Perencanaan  juga  memungkinkan  untuk  melihat perkembangan  pencapaian  tujuan  dengan  cara  pemantauan  dan  pengukuran sehingga  dapat  dilakukan  tindakan  perbaikan  yang  terjadi  tidak  sesuai  dengan yang diinginkan. Adapun tujuan perencanaan adalah :

Perencanaan  membentuk  koordinasi  atas  usaha  yang  memberikan  arahan  kepada manajer untuk bekerja secara konsisten.

Perencanaan juga mengurangi ketidakpastian dengan melakukan antisipasi terhadap perubahan.

Dengan adanya koordinasi yang dihasilkan perencanaan, pemborosan dapat dikurangi.

Perencanaan membentuk adanya standar yang merupakan fasilitator yang terjadi dengan tujuan yang telah diterapkan.

Pengelolaan Keuangan

Konsep Pengelolaan

Pengelolaan  berasal  dari  kata  manajemen  atau  administrasi.  Hal tersebut seperti  yang  dikemukakan  oleh  Husaini  Usman  (2004:3),  “Management diterjemahkan  dalam  bahasa  Indonesia  menjadi  manajemen  atau  pengelolaan. Dalam beberapa konteks keduanya mempunyai persamaan arti, dengan kandungan makna  “to control” yang  artinya mengatur dan mengurus.”

Menurut M. Manullang (2006) manajemen  merupakan  sebuah  seni  dan  ilmu  perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah di tetapkan. Terkait  dengan  proses  pelaksanaan  manajemen,  Nanang  Fattah  (2004:1) mengemukakan bahwa:

“Dalam  proses  manajemen  terlihat  fungsi-fungsi  pokok  yang  ditampilkan oleh  seorang  manajer/pimpinan,  yaitu:  Perencanaan  (Planning), Pengorganisasian  (Organizing),  Pemimpinan  (Leading),  dan  Pengawasan (Controlling).  Oleh  karena  itu,  manajemen  diartikan  sebagai  proses merencanakan,  mengorganisasi,  memimpin,  dan  mengendalikan  upaya organisasi  dengan  segala  aspeknya  agar  tujuan  organisasi  tercapai  secara efektif dan efisien”.

Dari  beberapa  pendapat  tentang  definisi  yang  telah  dikemukakan, dapat disimpulkan  bahwa  pada  dasarnya  pengelolaan  atau  manajemen  adalah  suatu proses  kegiatan  perencanaan,  pengorganisasian,  penyusunan,  pengarahan, pengendalian,  serta  pengawasan  terhadap  penggunaan  sumber  daya  organisasi baik  sumber  daya  manusia,  sarana  prasarana,  sumber  dana  maupun  sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Pengertian Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan sangat penting dalam setiap perusahaan, karena dengan pengelolaan keuangan yang baik dapat memperlancar aktivitas perusahaan. Menurut Syarifudin (2005:89) definisi pengelolaan keuangan adalah sebagai berikut:

“Pengelolaan keuangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menggerakan para pejabat yang bertugas dalam bidang keuangan untuk menggunakan fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan atau penganggaran,  pencatatan, pengeluaran serta pertanggungjawaban”.

Pengelolaan keuangan adalah tindakan administratif yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan anggaran, penyimpanan, penggunaan, pencatatan dan pengawasan keluar masuknya uang/dana organisasi. Dari pengertian–pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan adalah tindakan administratif  yang berhubungan dengan kegiatan  perencanaan anggaran, penyimpanan, penggunaan, pencatatan, dan pengawasan, serta pertanggungjawaban keluar masuknya uang atau dana organisasi.

Pengelolaan keuangan tidak terlepas dari kegiatan berupa perencanaan, penggunaan, pencatatan, dan pelaporan pertanggungjawaban dana. Untuk lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:

Perencanaan adalah kegiatan untuk menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biaya, sehingga perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan.

Penggunaan meliputi kegiatan berupa pemasukan dan pengeluaran, baik anggaran rutin maupun pembangunan.

Pencatatan atau pembukuan adalah pencatatan berbagai transaksi yang terjadi sebagai implementasi dari penganggaran.

Pelaporan dan pertanggungjawaban befungsi untuk memeriksa terutama yang ditujukan pada berbagai masalah keuangan meliputi berbagai transaksi- transaksi yang telah dilakukan, apakah transaksi tersebut sesuai dengan pencatatan dan perencanaan anggaran.

 Mulyasa (2002) menjelaskan bahwa tugas pengelolaan keuangan dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu:

1. Financial Planning

Financial planning merupakan kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. 

Implementation

Adalah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan.

Evaluation

Merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran yang ingin dituju oleh suatu organisasi.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini mengenai analisis perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang adalah sebagai berikut:

Variabel Independen                                                  Variabel Dependen

Perencanaan Keuangan (X1)
Tinngkat Ketaatan Sistem Pengendalian Internal (Y)
Pengelolaan  Keuangan (X2)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  • METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian kuantitatif merupakan metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur dengan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metoda penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan (Creswell, 2008). Penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai suatu fenomena yang terjadi dalam suatu populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002:26). Penelitian deskriptif dapat dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistik (Sulistyo Basuki. 2006:110).

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita baik yang jumlahnya tak terhingga maupun jumlahnya yang berhingga. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah klub sepakbola Indonesia yang berada di klasemen Liga Super Indonesia.

Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang telah dipilih (Sugiyono, 2010). Sampel yang diambil harus dapat merepresentasikan populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Beberapa pertimbangan sebagai sampel yang ditentukan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Klub sepakbola tersebut merupakan klub sepakbola papan atas yang menempati klasemen Liga Super Indonesia.

Klub sepakbola tersebut merupakan klub sepakbola yang mempunyai prestasi baik dan juga merupakan kebanggaan dari warga Malang.

Klub sepakbola tersebut dapat terus berkembang tanpa menggantungkan diri dengan dana dari APBD, dan juga klub sepakbola tersebut mempunyai bisnis yang dijalankan oleh pihak manajemen.

Gambaran Obyek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klub sepakbola Indonesia yang berada di klasemen Liga Super Indonesia. Klub sepakbola ini merupakan klub sepakbola yang mempunyai prestasi yang cukup membanggakan dan merupakan ikon dari warga Malang, yaitu klub sepakbola Arema Malang yang berjuluk Singo Edan. Klub sepakbola Arema Malang ini dapat terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Di sisi lain kondisi keuangan dari klub-klub sepakbola di Liga Super Indonesia sedang mengalami krisis, namun klub sepakbola Arema Malang dapat terus berkembang tanpa gangguan yang pasti dari krisis keuangan tersebut. Klub sepakbola Arema Malang juga mempunyai banyak sekali bisnis yang dijalankan oleh pihak manajemen Arema Malang.

Jenis dan Sumber Data

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data angka. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2010). Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh (Indrianto & Supomo, 2002). Sumber data di dalam penelitian ini diperoleh dari pengisian kuesioner tentang ketaatan sistem pengendalian internal, perencanaan dan juga tentang pengelolaan keuangan. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literatur seperti penelitian lain, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) data primer dilakukan melalui metode survei dengan menggunakan kuesioner (Indriantoro dan Supomo, 2002: 26).  Kuesioner  adalah  pertanyaan  terstruktur  yang  diisi  sendiri  oleh responden  atau  diisi oleh pewawancara  yang  membacakan  pertanyaan  dan kemudian mencatat jawaban yang diberikan oleh responden (Sulistyo Basuki, 2006: 110). Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan yang menyangkut  fakta  dan  pendapat  responden,  sedangkan  kuesioner  yang digunakan  pada  penelitian  ini  adalah  kuesioner  tertutup,  dimana  responden diminta  menjawab pertanyaan dan  menjawab dengan  memilih dari  sejumlah jawaban alternatif.  Keuntungan  bentuk  tertutup  ini adalah mudah  diselesaikan,  mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.

Metode Analisis

Dalam penelitian ini setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis data berdasarkan metode penilaian data. Kegiatan analisis dan pengolahan data dengan melakukan tabulasi terhadap kuesioner dengan memberikan dan menjumlahkan bobot jawaban pada masing-masing pertanyaan untuk masing-masing variabel. Analisis data ini menggunakan metode regresi berganda yang dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui.

Hasil analisis regresi ini berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan satu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan yaitu meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen yang ada. Dalam penelitian ini persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Penjelasan model diatas adalah sebagai berikut:

Y          : Tingkat ketaatan sistem pengendalian internal

b1,b2,b3 : Koefisien regresi

X1                  : Perencanaan keuangan

X2                  : Pengelolaan keuangan

a          : Konstan

Uji Instrumen Penelitian

Uji instrumen dalam penelitian ini akan mengolah data-data sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur melalui kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini, uji validitas diukur dengan melakukan korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total skor variabel.

2. Uji Reabilitas

Hasil uji reabilitas digunakan untuk mengetahui instrumen penelitian yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik cronbach alpha. Dimana suatu instrumen dikatakan tidak reliabel bila memiliki koefisien atau alpha sebesar; (1) < 0,6 tidak reliabel (2) 0,6-0,7 acceptable (3) 0,7-0,8 baik (4) > 0,8 sangat tidak baik.

Uji Hipotesis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Pada dasarnya merupakan eksistensi dari model regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua variabel atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala interval atau rasio dalam suatu pengukuran linear.

Riset dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan media kuesioner. Kuisioner diberikan kepada responden dengan meminta izin dan membuat janji terlebih dahulu. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti sendiri dengan mengunjungi tempat penelitian yang akan dituju, dalam penelitian ini peneliti akan mengunjungi kantor manajemen dan mess dari klub sepakbola Arema Malang dan bertemu langsung dengan objek penelitian, dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah para pengurus, official dan tim manajemen serta para pemain dari klub sepakbola Arema Malang.

Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik, dalam melakukan uji asumsi klasik ini, peneliti melakukan dua uji, yaitu sebagai berikut:

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas menyatakan hubungan antar sesama variabel independen (Santoso, 2000:206), deteksi adanya multikolinearitas dibagi menjadi dua yaitu: (a) besaran VIF (Variance Inflation Factor)  dan tolerance. Pedoman model regresi bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai nilai tolerance mendekati 1, dan (b) besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independen.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain terjadi ketidaksamaan. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilihat melalui grafik scatterplot. Cara pendeteksiannya dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu Y (Santoso, 2000: 210).

Dasar pengambilan keputusan adanya heteroskedastisitas ini antara lain adalah sebagai berikut: (a) jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar) maka telah terjadi heteroskedastisitas dan (b) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi heteroskedastisitas dapat menggunakan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen residual. Jika hasil uji Glejser signifikan, maka model regresi tersebut bebas heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105).

Uji Normalitas

Menguji dalam sebuah model regresi berganda yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah terdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000: 214). Dasar pengambilan keputusan data normal adalah sebagai berikut: (a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas dan (b) jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas ( Ghozali, 2005:110).

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh perencanaan dan pengelolaan keuangan terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal melalui analisis regresi berganda, yaitu:

Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen, yaitu pengaruh perencanaan dan pengelolaan keuangan dalam menjelaskan variasi variabel dependen yaitu: berpengaruh terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk menunjukkan presentase tingkat kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan. Nilai R2 memiliki range antara 0 sampai 1, jika R2 semakin mendekati 1 maka semakin besar variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen diukur dengan korelasi (R), jika R diatas 0,5 maka korelasi atau hubungan antar variabel independen adalah kuat. Sebaliknya jika angka R dibawah 0,5 maka korelasi atau hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah (Santoso, 2002:167).

Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji Statistik t)

Uji t diperlukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen terhadap variabel dependen. Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Demikian pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, bila Ha diterima maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005:58).

Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F)

Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel independen, yaitu: perencanaan dan pengelolaan keuangan yang mempengaruhi terhadap satu variabel dependen, yaitu: berpengaruh terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal. Secara bebas dengan signifikansi sebesar 0,05 dapat disimpulkan (Ghozali, 2005:45):

Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ha diterima.

Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya

Variabel independen dalam penelitian ini adalah perencanaan dan pengelolaan keuangan sedangkan variabel dependennya adalah berpengaruh terhadap tingkat ketaatan sistem pengendalian internal pada klub sepakbola Arema Malang. Dalam penelitian ini, skala pengukuran yang digunakan oleh peneliti adalah skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Skala Likert umumnya menggunakan lima angka penelitian, yaitu: (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) netral, (4) tidak setuju dan (5) sangat tidak setuju. Pengukuran dari masing-masing variabel dapat dikemukakan sebagai berikut:

Perencanaan Keuangan

Sawir (2001) menyatakan bahwa  perencanaan keuangan  mencakup penjualan,  laba,  dan  aktiva  yang  didasarkan pada alternatif  strategi  produksi  dan pemasaran,  untuk kemudian  menentukan bagaimana  memenuhi  kebutuhan permodalan. Apabila  ternyata  hasil  aktual tidak  sesuai  dengan proyeksinya, perencanaan keuangan harus  dapat  mengidentifikasikan perubahan-perubahan potensial  yang  mungkin  akan  memberikan hasil  yang  memuaskan.  Perencanaan keuangan biasanya  berupa  performa  neraca,  laporan  laba-rugi,  laporan  sumber dan penggunaan dana,  serta rencana pengeluaran modal  berdasarkan kategori dan divisi.

Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menggerakan para pejabat yang bertugas dalam bidang keuangan untuk menggunakan fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan atau penganggaran,  pencatatan, pengeluaran serta pertanggungjawaban (Syarifudin, 2005:89).

DAFTAR PUSTAKA

Amir,  E.,  Livne,  G.,  2005.  “Accounting,  Valuation  and  Duration  of  Football  Player  Contracts”,  Journal  of  Business  Finance  &  Accounting, 32 (3) & (4), pp. 549-586.

Arema Indonesia. 2013. “Arema Cronus Football Club”. http://www.Aremafc.com.

Audas, R., Dobson, S., & Goddard, J. (1997). Team performance and managerial change in the English football league. Economic Affairs, 17(3), 30-36.

Barrow, J. (1977). The variables of leadership. A review and conceptual framework.

Academy of Management Review, 2, 231-251.

Borrie, A., & Knowles, Z. (2003). Coaching science and soccer. In T. Reilly & A. M. Williams (Eds.), Science and soccer (2nd ed., pp.187-195). London:    Routledge.

Chelladurai, P., & Saleh, S. (1978). Preferred leadership in sports. Canadian Journal of  Applied Sport Sciences, 3, 85-92.

Chenhall, H.R. 2003. Management control systems design within its organizational       

context: findings from contingency-based research and directions for the future. Accounting, Organizations and Society 28, 127-168.

Dr. Kord, Baqer., Dr. Salarzehi, H. 2010. “Management Control System”, Vol. 2. No.6. Federation International Football Association (FIFA). 2007. “Football Stadium”.

http://www.FIFA.com.

Gerrard,  W.  2005.  A  Resource-Utilization  Model  of Organizational  Efficiency 

            in Professional Sports Teams. Journal of Sport Management, 19,143-169.

Greece., Cyprus. 2009. International Journal of Sport Management Recreation &

Tourism, Vol.4, pp.20-39.

Inglish,  Sue.  1997.  Role  Off  The  Board  Amateur  Sport  Organization.  Journal  of sport management. Vol. 11, pp. 160-176.

Jawa Pos. 30 Agustus 2014. Kondisi Klub Sepakbola Persita Tangerang.

Lawrence, Ian., Crust, Lee. 2006. “A Review of Leadership in Sport: Implications For Football Management”, Vol. 8, Issue 4.

McCrindell, Q, J. 1999. A Framework for Financial Management  and Control.

Pitts. B.G., Fielding, L.W., Miller, L.K. 1994.  Industry segmentation theory and

the sport industry : Developing a sport industry segment model. Sport

Marketing Quarterly, 3 (1) 15-24.

Steward, Bob. 2007. Sport Funding and Finance. Netherland: Elsivier.

Subardi. 2010. Sejarah Dan Prestasi Sepakbola Indonesia, Organisasi PSSI, Serta

Pembinaan   Sepakbola   Indonesia.  Yogyakarta. Seminar Nasional Olahraga: 5 Juni 2010.

Waweru, M.N. 2010. Problems and Perspectives in Management. Vol. 8, Issue 3

Zimbalist, A., Siegfried, J. 2000. The Journal of Economic Perspectives. Vol. 14, No. 3, pp. 95-114.