PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE DENGAN DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI BIDANG TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BEI

FELISIA MAGDALENA & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

MAKAlAH MATA KULIAH METODA PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan  mengetahui pengaruh debt covenant sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang mengambil sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria – kriteria yang  digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bei pada bidang transportasi yang menerbitkan obligasi pada tahun 2011-2013, menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2011-2013, dan menyajikan debt covenant. Dengan metode purposive sampling diperoleh 12 sampel.

Sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji analisis sederhana dan regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa debt covenant terbukti secara signifikan memperlemah efek negatif growth opportunity terhadap leverage

Keywords : growth opportunity, leverage, debt covenant

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu perusahaan baik perusahaan terbuka maupun perusahaan perseorangan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham atau para investornya. Perusahaan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan sendiri ditentukan oleh keputusan investasi. Keputusan investasi tersebut diambil oleh manajer keuangan dalam mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset  tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Setiap perusahaan akan membutuhkan dana untuk berinvestasi, baik investasi jangka panjang maupun investasi jangka pendek. Keputusan investasi meliputi investasi pada aset jangka pendek (aset lancar) dan aset jangka panjang (aset tetap). Pengembalian atas investasi pada aset jangka pendek diharapkan akan diterima dalam jangka waktu dekat atau kurang dari satu tahun dan diterima sekaligus. Investasi pada aset jangka pendek ditujukan untuk kegiatan operasional  perusahaan. Sebaliknya pengembalian atas investasi pada aset jangka panjang akan diterima dalam waktu lebih dari satu tahun dan diterima secara bertahap. Investasi pada aset jangka panjang ditujukan pada peningkatan nilai perusahaan.

Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan oleh perusahaan berada di tangan manajer sebagai agen. Manajer harus mampu menghimpun modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan (Yuke dan Hadri, 2005). Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan. Biaya modal merupakan konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang diambil manajer. Ketika manajer menggunakan utang, biaya modal yang  timbul adalah sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditor. Sedangkan saat manajer menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul  opportunity cost  dari dana atau modal sendiri yang digunakan. 

Utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk utang lebih disukai daripada modal sendiri karena dua alasan. Alasan pertama adalah biaya emisi obligasi  lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Alasan kedua adalah penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan mengakibatkan harga saham mengalami penurunan (Husnan, 2000).

Problem underinvestment yaitu problem dalam hal pemegang saham menolak investasi dengan peningkatan nilai karena lebih menguntungkan kreditur. Hal ini terjadi karena pemegang saham memikul seluruh biaya proyek tetapi hanya menerima sebagian peningkatan nilai perusahaan dan sebagian peningkatan nilai perusahaan lainnya dibagi dengan kreditur. Hal ini terjadi pada saat perusahaan dengan kesempatan investasi tinggi menghadapi proyek dengan NPV positif.  Underinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki free cash flow yang rendah sementara proyek dengan NPV positif membutuhkan dana dalam jumlah besar. Agar dapat mengeksekusi proyek dengan NPV positif, perusahaan  memutuskan untuk mengambil utang.

Aliran kas internal yang tinggi akan menghasilkan aliran kas yang melebihi kebutuhan (excess cash flow). Kelebihan aliran kas ini dapat digunakan secara bebas oleh manajer. Manajer dapat menggunakan kelebihan aliran kas untuk pembayaran dividen, pembayaran utang, investasi berlebihan (overinvestment), atau konsumsi berlebihan (excessive perquisities). Pembayaran dividen dan utang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan kreditur. Overinvestment dan konsumsi berlebihan akan menurunkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Oleh karena itu, peningkatan kelebihan aliran kas akan meningkatkan biaya pengawasan yang dipikul pemegang saham (Jensen, 1986). Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain karena kelebihan modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sementara shareholders beranggapan bahwa kelebihan modal seharusnya dibagikan sebagai deviden. Konflik antara shareholders dan manajer dapat diatasi dengan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan pada proyek-proyek baru. Utang juga dapat digunakan sebagai jaminan bahwa kelebihan modal akan dibayarkan sebagai deviden kepada shareholders.

Meski demikian utang menimbulkan konflik baru, yaitu konflik antara shareholders dan bondholders. Konflik tersebut muncul karena adanya perbedaan struktur penerimaan dan tingkat risiko antara  shareholders dan  bondholders. Dilihat dari struktur penerimaan, bondholders memperoleh pendapatan yang tetap dari bunga dan pengembalian pokok pinjaman. Sementara shareholders memperoleh pendapatan dari sisa laba perusahaan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada bondholders. Dilihat dari tingkat risiko, bondholders menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan risiko yang dihadapi oleh shareholders.

Tinggi rendahnya konflik antara shareholders dan bondholders dipengaruhi oleh growth opportunities perusahaan yang dilihat dari kesempatan investasi. Semakin besar kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan, semakin besar pula konflik antara shareholders dan  bondholders. Untuk memperkecil konflik tersebut perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memilih dana internal sebagai sumber pendanaannya.

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sunarsih (2004). Sunarsih melakukan penelitian mengenai simultanitas hubungan antara kebijakan utang (leverage) dan kebijakan maturitas utang (debt maturity). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang memiliki hubungan yang komplementer. Hal ini berarti bahwa ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai growth opportunity, leverage,  debt maturity, dan  debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Namun penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh growth opportunity terhadap leverage berubah positif saat  debt covenant atau  short term debt memoderasi hubungan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa debt covenant maupun short term debt terbukti dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara shareholders dan bondholders.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh growth opportunity terhadap  leverage dan  debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Penelitian yang dilakukan oleh Dang juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity.

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap leverage dan debt maturity. Dalam penelitian tersebut Fatmasari menghitung  leverage dengan membandingkan  total debt dengan  total aset. Sementara growth opportunity  pada penelitian ini dihitung dengan proksi investasi, yaitu dengan membandingkan total capital expenditure dan  total assets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap  leverage dan debt maturity. Selanjutnya dalam penelitian tersebut Fatmasari memasukkan debt covenant sebagai variabel moderating. Fatmasari menggunakan 2 jenis debt covenant, yaitu debt covenant dengan 20 indikator dan debt covenant dengan 24 indikator. Penelitian yang menggunakan 20 indikator debt covenant menunjukkan bahwa debt covenant berpengaruh positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa debt covenant terbukti dapat mengurangi hubungan negatif antara growth opportunity dan leverage. Sementara penelitian yang menggunakan 24 indikator debt covenant menunjukkan bahwa  debt covenant berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji kembali hubungan antara growth opportunity, leverage, dan debt covenant. Penelitian ini akan menguji pengaruh growth opportunity terhadap leverage. Penelitian ini menggunakan ukuran variabel yang berbeda dari ukuran variabel yang digunakan dalam penelitian Fatmasari (2010). Penelitian ini akan memasukkan harga pasar saham dalam pengukuran variabelnya. Leverage dalam penelitian ini diukur dengan market leverage ratio. Sementara growth opportunity yang diproksikan dengan set kesempatan investasi diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu market to book value of equity

 Selanjutnya, akan dilakukan pengujian debt covenant sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi hubungan antara growth opportunity dan leverage. Debt covenant  yang digunakan dalam penelitian ini akan menggabungkan debt covenant yang ditemukan pada saat penelitian. Sehingga beberapa tipe debt covenant  dalam penelitian ini berbeda dari tipe debt covenant  dalam penelitian sebelumnya.

 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti mengambil judul PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY TERHADAP LEVERAGE  DENGAN  DEBT COVENANT SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

1.2          Rumusan Masalah

Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

Apakah growth opportunity berpengaruh terhadap leverage?

Apakah debt covenant yang berfungsi sebagai variabel moderating berpengaruh  pada hubungan antara growth opportunity dan leverage?

1.3          Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ini untuk memberikan bukti dan analisis mengenai :

Pengaruh growth opportunity terhadap leverage

Peran  debt covenant sebagai variabel moderating dalam hubungan antara growth opportunity dan leverage.

1.4          Manfaat Penelitian

Memberikan masukan bagi para peneliti lain yang tertarik dengan penelitian di bidang pasar modal terutama yang terkait dengan growth opportunity, leverage, dan debt covenant.

Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan.

Sebagai bahan pertimbangan bagi bondholders dalam pengambilan keputusan investasi.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Agency Theory (Teori Keagenan)

Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.

Konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agent dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya suatu asimetri information atau asymetric information.

Set Kesempatan Investasi

Chung dan Charoenwong (1991) menyatakan bahwa esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang–peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan, maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.

Myers (1977) mengemukakan suatu konsep mengenai set kesempatan investasi. Menurut konsep ini perusahaan adalah kombinasi  asset in place yang sifatnya tangible dan kesempatan investasi yang sifatnya intangible. Kombinasi keduanya akan berpengaruh pada struktur modal dan nilai perusahaan. Lebih lanjut Myers (1977) menyatakan bahwa kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan di masa depan adalah sebuah opsi. Nilai  opsi ini tergantung pada kemungkinan perusahaan untuk melakukan investasi secara maksimal.

Menurut Jensen (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi (high growth), aktif melakukan investasi, memiliki  cash flow yang rendah dan asset in place yang kecil. Dalam keadaan demikian, perusahaan berpotensi mengalami underinvestment problem.

Selanjutnya Myers (1986) menjelaskan bahwa underinvestment problem terjadi saat perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menghadapi kesempatan berinvestasi pada proyek dengan NPV positif yang mensyaratkan penggunaan dana yang besar. Dalam keadaan free cash flow rendah dan assets in place  yang kecil, perusahaan akan mengambil utang untuk mengambil kesempatan investasi yang ada. Namun hal ini memungkinkan terjadinya konflik antara  shareholder dan  bondholdersShareholders beranggapan bahwa keuntungan harus dibagi sebagai deviden. Sementara  bondholders beranggapan bahwa keuntungan harus digunakan untuk melunasi utang. Pada keadaan seperti ini, perusahaan akan memilih untuk meninggalkan proyek dengan NPV positif dan kehilangan kesempatan untuk tumbuh. Agar dapat  meneruskan proyek–proyek dengan NPV positif perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal atau menggunakan utang dalam jumlah kecil.

Sementara itu menurut Myers (1986) perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat (slow growth), memiliki free cash flow dan assets in place yang bessar. Dalam keadaan demikian perusahaan berpotensi mengalami  overinvestment problem. Jensen (1986) berpendapat bahwa  overinvestment problem terjadi karena adanya kelebihan modal. Kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila diinvestasikan kembali dalam perusahaan sehingga manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal tersebut pada proyek–proyek lain. Manajer beranggapan tindakan tersebut akan meningkatkan kesempatan bertumbuh perusahaan di atas ukuran yang optimal dan kompensasi yang akan diterimanya sebagai imbalan dari pertumbuhan tersebut. Namun, shareholders berangapan bahwa kelebihan modal tersebut harus dibagikan sebagai deviden.

Perusahaan dengan  overinvestment problem menggunakan utang sebagai sumber pendanaan investasi pada proyek–proyek baru. Utang tersebut juga sebagai jaminan bahwa  free cash flow yang tinggi akan digunakan untuk membayar deviden. Selain itu, pengambilan utang akan menempatkan perusahaan dan manajer pada pengawasan pihak eksternal. Sehingga kecenderungan manajer untuk berinvestasi pada proyek dengan NPV negatif dapat dicegah. 

Leverage

Leverage adalah penggunaan  asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki  biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.  Leverage juga dapat meningkatkan variabilitas keuntungan karena jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah biaya tetapya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada  analisis keuangan dalam melihat  trade off antara  risiko dan keuntungan.  Agus Sartono (2008) memaparkan konsep sebagai berikut :

Operating leverage

Perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan operating leverage. Menggunakan leverage operasi perusahaan mengharapkan bahwa penjualan akan meningkatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil pengguanaan biaya tetap operasi terhadap laba sebelum bunga dan pajak  disebut  degree of operating leverage (DOL). Besar kecilya  DOL akan berdampak pada tinggi rendahnya risiko bisnis perusahaan. Semakin besar DOL, maka semakin besar pula risiko bisnis yang ditanggung perusahaan.

Financial Leverage

Financial Leverage adalah pengguanaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan akan  memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham.  Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap disebut  degree of financial leverage  (DFL). Pengguanaan  financial leverage yang tinggi  mengakibatkan risiko keuangannya  juga meningkat.

Combined leverage

Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa.  Degree combined leverage (DCL) merupakan multiplier effect atas perubahan laba per lembar saham karena perubahan penjuaalan.  DCL mengukur keseluruhan  risiko perusahaan, DCL merupakan fungsi dari DOL dan DFL.

Financial leverage adalah suatu pilihan. Tidak ada perusahaan yang disyaratkan untuk memiliki utang jangka panjang atau pendanaan dengan saham preferen. Sebagai alternatif perusahaan dapat membiayai pengeluaran operasional dan modalnya dari sumber–sumber internal dan penerbitan saham biasa. Namun, jarang ada perusahaan yang tidak memiliki financial leverage. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan peningkatan pengembalian kepada pemegang saham biasa.

Leverage yang menguntungkan (favorable) atau positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dengan menggunakan dana yang didapat dalam bentuk biaya tetap (dana yang didapat dengan menerbitkan utang bersuku bunga tetap atau saham preferen dengan tingkat deviden yang konstan) daripada biaya pendanaan tetap yang harus dibayar. Sedangkan leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau negatif terjadi ketika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan tetapnya.

Debt Covenant

Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditur untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery pinjaman  (Cochran, 2001).  Sebagian kesepakatan  hutang berisi perjanjian (covenant) yang mengharuskan peminjam memenuhi syarat yang disepakati dalam perjanjian hutang  (Scott, 2000). Watts dan Zimerman (1986) mengidentifikasikan perjanjian seperti pembatasan dividen dan pembatasan pembelian kembali saham, pembatasan modal kerja, pembatasan merger, pembatasan akuisisi, pembatasan investasi, pembatasan pelepasan asset, pembatasan pembiayaan masa depan merupakan bentuk debt covenant.

Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman (lender atau kreditor) dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan model kerja dan kekayaan pemilik berada di bawah tingkat yang telah ditentukan, yang mana semuanya menurunkan keamanan (atau menaikkan resiko) bagi kreditur yang telah ada. Kontrak ini didasarkan pada teori akuntansi positf, yakni hipotesis debt covenant, yang menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang, manajer memiliki kecenderungan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan.

Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi fokus utama penelitian (Sekaran, 2006). Variabel independen pada penelitian ini adalah leverage. Pengukuran leverage pada penelitian ini menggunakan pendekatan nilai pasar utang (market leverage ratio), yaitu perbandingan antara nilai buku total utang dengan nilai pasar perusahaan. Rasio ini digunakan dengan pertimbangan adanya kecenderungan penggunaan utang yang pada umumnya  didasarkan pada besarnya aset yang dapat dijadikan jaminan. Berikut ini adalah rumus  market leverage ratio :

  Rumus 1.

Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen entah secara positif atau negatif (Sekaran, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini adalah growth opportunity. Growth opportunity pada penelitian ini dilihat dari kesempatan investasi suatu perusahaan.

Kesempatan investasi pada penelitian ini diukur dengan proksi berdasarkan harga, yaitu  market to book value of equity. Menurut Barclay  et al (1995) penggunaan market to book value of equity mampu mencerminkan potensi nilai perusahaan di masa depan. Gaver dan Gaver (1993) dan Hartono (1999) menyatakan bahwa penggunaan nilai pasar dalam membentuk rasio kesempatan investasi sudah tepat karena mampu menunjukkan potensi perusahaan untuk tumbuh (growth opportunity) di masa depan.

  Rumus 2.

Variabel Moderating

Variabel moderating adalah variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan variabel bebas (Sekaran, 2006). Kehadiran variabel moderating mengubah hubungan awal antara variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel moderating dalam penelitian ini adalah  debt covenantDebt covenant yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt covenant yang digunakan dalam perjanjian utang obligasi. Pengukuran debt covenant dilakukan dengan menggunakan indeks debt covenant

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kebijakan leverage perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berikut ini adalah uraian mengenai penelitian – penelitian terdahulu.

Sunarsih (2004) meneliti simultanitas kebijakan utang dan kebijakan  debt maturity, serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan utang dan kebijakan maturitas mempunyai hubungan yang komplementer. Hal ini berarti ada hubungan simultanitas yang positif antara kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Penelitian ini juga menganalisis variabel–variabel eksogen yang mempengaruhi kebijakan utang dan kebijakan maturitas utang. Variabel–variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesempatan investasi, firm size, efek signaling, non debt tax shield, dan asset maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size dan non tax debt shield berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis yang diajukan. Sedangkan, variabel kesempatan investasi dan efek signaling menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa firm size, efek signaling, dan assets maturity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan maturitas utang. Sedangkan, kesempatan investasi menunjukkan pengaruh yang konsisten dengan hipotesis tetapi tidak signifikan.

Bukhori (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan saham institusi dan set kesempatan investasi terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan set kesempatan investasi berpengaruh terhadap kebijakan utang.

Billett et al (2007) melakukan penelitian mengenai konflik keagenan antara shareholders dan  debtholders. Billett meneliti hal tersebut dengan menguji hubungan antara growth opportunity, debt maturity, leverage, dan debt covenant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Billet  et al menemukan bahwa pengaruh negatif growth opportunity terhadap  leverage dapat dikurangi melalui penggunaan debt covenant atau utang dengan debt maturity yang pendek.

Dang (2010) melakukan penelitian mengenai  leverage,  debt maturity, dan firm investment. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi mencoba mengontrol  underinvestment problem dengan mengurangi jumlah leverage. Dengan kata lain, growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage. Selanjutnya Dang menguji hipotesis yang menyatakan bahwa debt maturity yang pendek dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Dang menunjukkan bahwa hipotesis tersebut tidak terbukti. Dang juga meneliti hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara growth opportunity dan debt maturity

Fatmasari (2010) meneliti pengaruh growth opportunity terhadap perubahan leverage dan debt maturity. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage dan debt maturity. Selanjutnya, Fatmasari meneliti pengaruh debt covenant dalam memoderasi hubungan antara growth opportunity dan leverage, serta hubungan antara growth opportunity dan debt maturity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  debt covenant terbukti secara signifikan dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap leverage. Namun, hasil penelitiannya tidak menunjukkan debt covenant dapat mengurangi efek negatif growth opportunity terhadap  debt maturity.

Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, dan aktif melakukan investasi. Karena aktif melakukan investasi, perusahaan memiliki free cash flow yang rendah. Sehingga pada saat menghadapi proyek dengan NPV positif perusahaan mengalami underinvestment problem.

Agar dapat melaksanakan proyek dengan NPV positif perusahaan mengambil utang. Namun, keputusan ini mengakibatkan terjadinya konflik antara shareholders dan  bondholders. Dari sisi shareholders, keuntungan harus dibagi sebagai deviden, sedangkan dari sisi bondholders, keuntungan harus digunakan untuk membayar utang. Dalam beberapa kasus bondholders memperoleh keuntungan yang cukup sedangkan shareholders tidak memperoleh keuntungan yang normal dari proyek dengan NPV positif. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan utang pada perusahaan dengan kesempatan  investasi yang tinggi adalah mahal. Agar dapat meneruskan proyek dengan NPV positif, perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi menggunakan dana internal.

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu perusahaan pada tahap mature dan memiliki tingkat pertumbuhan  yang rendah berpotensi mengalami overinvestment problem. Penyebabnya adalah adanya kelebihan modal pada perusahaan tersebut. Kelebihan modal tersebut akan memicu konflik antara manajer dan shareholders. Manajer berpendapat bahwa kelebihan modal tersebut harusnya digunakan untuk berinvestasi pada proyek – proyek lain karena kelebihan modal tersebut kurang menguntungkan bila  diinvestasikan kembali pada perusahaan. Sedangkan shareholders berpendapat bahwa manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek yang kurang menguntungkan sehingga shareholders menginginkan kelebihan modal yang ada dibagikan sebagai deviden.

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

2.6.2 Pengaruh Debt Covenant dalam Memoderasi  Pengaruh Growth Opportunity terhadap Leverage

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi  memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, assets in place yang kecil, aktif berinvestasi, dan free cash flow yang rendah. Saat perusahaan tersebut memperoleh kesempatan investasi pada proyek dengan NPV positif, perusahaan mengalami underinvestment problem. Underinvestment problem terjadi karena proyek dengan NPV positif membutuhkan dana yang besar sementara perusahaan memiliki free cash flow yang rendah.

Agar dapat melaksanakan proyek tersebut, perusahaan mengambil utang. Namun tindakan tersebut justru menimbulkan konflik  antara  shareholders dan bondholders. Shareholders beranggapan keuntungan perusahaan harus dibagikan sebagai deviden sementara bondholders beranggapan keuntungan harus digunakan untuk membayar utang dan bunga utang. Untuk menghindari konflik antara bondholders dan shareholders, pada akhirnya perusahaan menggunakan dana internal. Sehingga jumlah leverage perusahaan kecil. 

Perusahaan dengan kesempatan investasi yang rendah, yaitu pada perusahaan yang telah berada pada tahap mature, berpotensi mengalami overinvestment problem.  Overinvestment problem terjadi karena perusahaan memiliki kelebihan modal. Modal tersebut tidak menguntungkan bila diinvestasikan kembali pada perusahaan sehingga perusahaan manajer menginvestasikan dana tersebut pada proyek – proyek lain. Pada keadaan demikian terjadi konflik antara shareholders dan manajer. Manajer menginginkan dana tersebut diinvestasikan pada proyek lain dengan harapan tingkat pertumbuhan perusahaan di atas ukuran optimal dan manajer mengharapkan kompensasi dari pencapaian tersebut. Sementara  shareholders menentang hal tersebut karena manajer cenderung menginvestasikan kelebihan modal yang ada pada proyek – proyek dengan NPV negatif.

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

Rerangka Teoristis

Rounded Rectangle: Debt
Covenant

Gambar 1.1 Kerangka Teoristis

  • METODA PENELITIAN

3.1 Metoda Penelitian

Metode Penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya tepat untuk melakukan sesuatu dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:2) adalah sebagai

berikut: “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,empiris dan sistematis”

Menurut Nazir (2003) metode penelitian adalah: “Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptitf kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala pengukuran (Sugiyono, 2002: 7).

Penelitian kuantitatif mengambil jarak antara peneliti dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen formal, standar dan bersifat mengukur (Sukmadinata,2006: 95).

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu. Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2. Menerbitkan obligasi pada tahun 2009 – 2013

3. Menerbitkan laporan keuangan secara periodik pada tahun 2009 – 2013

4. Mencantumkan debt covenant pada catatan atas laporan keuangan

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau non publikasi entah di dalam  atau luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi para peneliti. 

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan di bidang transportasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dan mempublikasikan debt covenant perjanjian utang bank jangka panjang selama tahun 2009 – 2013. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

Alat Analisis yang Digunakan

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2007).

Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kolmogrov-Smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Situmorang, 2010:151).

Uji Heteroskedastisitas

Adanya varians variabel independen adalah konstan untuk setiap nilai tertentu variabel independen (Homokedastisitas). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji dengan

menggunakan uji Glejser dengan pengambilan keputusan jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas. 

Analisis Regresi

Analisis regresi linear sederhana

Leverage =  +  GO

Analisis uji nilai selisih mutlak

Leverage =  +  GO + +  (GO-DC)

Hipotesis Statistik

H1 : growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage

H2: Debt covenant memperlemah pengaruh negatif growth opportunity terhadap leverage

ANALISIS PENGARUH UTANG SEBAGAI LEVERAGE TERHADAP PENINGKATAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN

Yosef Kurniawan & Daniel S. Stephanus

Program Studi Akuntansi

Universitas Ma Chung Malang

2010

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap perusahaan yang beroperasi pasti memunyai tujuan. Salah satu tujuan perusahaan yang paling umum adalah mendapatkan laba setinggi-tingginya. Berbagai strategi dilakukan manajer suatu perusahaan untuk menghasilkan laba yang maksimal. Peningkatan laba perusahaan sebenarnya memiliki tujuan tersendiri. Antara lain memenuhi kepentingan investor melalui dividen yang dibayarkan. Selain itu, laba juga dapat digunakan untuk membiayai operasional perusahaan pada periode yang akan datang.

Pada kenyataannya, laba yang disisihkan perusahaan berupa retained earnings belum tentu cukup untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan pada periode yang selanjutnya. Dibutuhkan dana lebih untuk mendukung kegiatan perusahaan seutuhnya. Dalam Pecking Order Theory diperkenalkan model struktur keuangan dimana perusahaan bisa memperoleh dana melalui dua sumber utama, yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Sumber internal berupa laba ditahan, sedangkan sumber eksternal berupa hutang dan saham.

Utang merupakan solusi kedua setelah laba bersih yang dapat dipilih oleh perusahaan untuk mendukung pendanaan operasionalnya. Teori ini mengasumsikan bahwa banyak keunggulan dan kemudahan yang dimiliki dengan memanfaatkan hutang dibandingkan dengan saham. Keunggulan tersebut antara lain berkaitan dengan kendali, kemudahan proses, dan tax deductible. Hutang juga memiliki fungsi sebagai pengungkit (leverage) dalam menghasilkan laba yang maksimal. Pembahasan hutang sebagai pengungkit laba perusahaan akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini.

Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah: Bagaimana pengaruh utang terhadap profitabilitas perusahaan?

Tujuan dan Manfaat Makalah

Tujuan Makalah adalah untuk mengetahui pengaruh hutang terhadap profitabilitas perusahaan.

Manfaat makalah ini memiliki beberapa manfaat bagi pihak-pihak, baik yang berkaitan secara langsung maupun tidak, yakni:

  1. Bagi ilmu pengetahuan:

Artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata di dunia pendidikan dan perekonomian berupa sumber informasi mengenai pengaruh hutang terhadap profitabilitas perusahaan.

  1. Bagi masyarakat:

Artikel ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi atau pun acuan bagi masyarakat, khususnya lingkungan bisnis, di dalam melakukan pengambilan keputusan dan melakukan aktivitas-aktivitas perekonomian.

  1. Bagi penulis:

Artikel ini pun memiliki manfaaat khusus bagi penulis, yakni sebagai bentuk pengembangan dan pengaplikasian teori-teori yang telah diperoleh dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah, serta sebagai bahan pembelajaran lebih lanjut untuk lebih memperdalam teori-teori mengenai utang.

LANDASAN TEORI

Pengertian Kewajiban

Menurut PSAK 00 Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan no.49 (IAI, ….), pengertian kewajiban adalah: Hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

Sedangkan menurut FSAB (….) pengertian liabilities adalah: Probable Future Sacrifices of Economic Benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events

Dari kedua definisi di atas dapat dilihat secara garis besar bahwa pengertian kewajiban (hutang) yaitu manfaat ekonomi yang diperoleh saat ini dengan mengorbankan sesuatu yang dibayar di kemudian hari dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki perusahaan, seperti kas, aset, dan lain-lain.

Kewajiban sendiri dibagi menjadi dua, yakni kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang jangka waktu pelunasannya kurang dari satu tahun. Kewajiban ini meliputi:

  1. Accounts payable.
  2. Notes payable.
  3. Current maturities of long-term debt.
  4. Short-term obligations expected to be refinanced.
  5. Dividends payable.
  6. Customer advances and deposits.
  7. Unearned revenues.
  8. Sales taxes payable.
  9. Income taxes payable.
  10. Employee-related liabilities.

Sedangkan kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang jangka waktu pelunasannya lebih dari satu tahun. Secara umum kewajiban jangka panjang dibedakan menjadi:

Utang Hipotik. Utang ini timbul ketika perusahaan meminjam sejumlah dana dan menjaminkan dana tersebut dengan aset tetap perusahaan, seperti tanah, dan gedung.

Utang Obligasi. Suatu bentuk utang perusahaan mengeluarkan surat-surat obligasi/pengakuan hutang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Hutang obligasi juga masih dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Misal dilihat dari sisi penerbit, obligasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

  1. Corporate Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.
  2. Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
  3. Municipal Bond: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).

Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk menganalisis pengaruh hutang terhadap profitabilitas perusahaan adalah dengan menggunakan analisis rasio. Akan tetapi tidak semua rasio dapat digunakan, melainkan rasio leverage dan rasio profitabilitas. Kedua rasio ini dapat menjadi indikator yang melihat bagaimana tren hutang dibandingkan dengan tren laba yang dihasilkan perusahaan.

Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan hutang dari luar untuk membiayai operasi maupun ekspansi dirinya. Leverage sering dikaitkan sebagai pendongkrak/pengungkit kinerja perusahaan dan identik dengan hutang. Rumus dari rasio leverage yang akan digunakan antara lain:

1. Debt to Equity Ratio = Total Liabilities/ Total Stockholder’s Equity

Digunakan untuk menjamin utang kreditor dengan melihat risiko tak tertagihnya utang. Rasio ini juga sering digunakan untuk mengetahui keadaan struktur modal perusahaan. Semakin tinggi rasio, semakin besar risiko yang dihadapi.

2. Debt Ratio = Total Liabilities/Total Asset

Gambaran dari seluruh kebutuhan dana yang dibiayai dengan hutang. Aset digunakan sebagai jaminan kreditor terhadap kemungkinan likuidasi. Semakin rendah rasio semakin besar jaminan.

3. Long Term Debt to Equity = Longterm Liabilities/Total Stockholder’s Equity

Berkaitan dengan jaminan terhadap utang jangka panjang perusahaan. Semakin tinggi rasio, semakin besar resiko.

4. Debt to Market Equity = Total liabilities at book value/Total Equity at market value

Untuk mengukur total kewajiban dibandingkan dengan seluruh ekuitas yang dimiliki. Semakin rendah rasio, semakin besar jumlah ekuitas perusahaan.

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor dan analis sangat memperhatikan rasio laba ini karena berkaitan dengan harga saham dan dividen perusahaan. Rasio profitabilitas antara lain:

1. Gross Margin = (Sales-COGS)/Sales

Merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. Semakin tinggi rasio, semakin bagus karena menandakan biaya produksi yang rendah

2. Return on Sales = Net Income/Sales

Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Semakin tinggi rasio semakin bagus karena berarti perusahaan dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi.

3. Return on Asset = Net Income/Average Total Asset

Merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio berarti perusahaan telah memanfaatkan aset secara efisien untuk menghasilkan laba.

4. Return on Equity = NI/Average stockholder’s equity

Merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio, maka kemampuan perusahaan memanfaatkan modal untuk menghasilkan laba semakin baik.

Perusahaan yang akan digunakan sebagai objek studi kasus adalah PT Bentoel, dan data yang digunakan berasal dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan selama 5 tahun, dari tahun 2004 – 2008 (termasuk tahun 2003 sebagai tahun basis).

STUDI KASUS

Untuk mengetahui pengaruh utang terhadap profitabilitas PT Bentoel digunakan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan selama 5 tahun (2004-2008) sebagai alat analisis. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis rasio, khususnya rasio leverage dan rasio profitabilitas. Hasil penghitungan kedua rasio tersebut akan dibandingkan trennya dengan menggunakan media grafik. Selanjutnya akan diketahui bagaimana presentase (tren) dari hutang (leverage) dibandingkan profit perusahaan, dan bagaimana pengaruhnya.

Berdasarkan penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rasio leverage dan rasio profitabilitas menghasilkan data sebagai berikut:

Leverage20042005200620072008
DER1.6356802471.3963392892.3898441633.3712632863.964295117
Debt Ratio0.4620157270.3952870220.492735550.6005553020.611673446
Long Term Debt to Equity0.0015685890.0016087030.0000619711.9648551431.971253977
Debt to Market Equity0.858791210.653677680.9713583321.5034774141.575153161
Profitabilitas20042005200620072008
Gross Margin0.1065434490.1960919560.2339391710.2191401410.187960007
Return on Sales0.0191517780.0497041140.0485594260.0529689670.040253326
Return on Asset0.040755050.0569418340.0694510930.0782703550.05752156
Return on equity0.1426958260.2013750810.289387590.3533482960.347851321

Dari data di atas selanjutnya akan diolah menjadi grafik sebagai berikut:

1. Grafik rasio leverage:

2. Grafik rasio profitabilitas:

Grafik di atas menunjukkan arah tren dari masing-masing rasio. Untuk rasio leverage akan semakin baik apabila tren semakin turun. Sebaliknya, pada rasio profitabilitas akan semakin baik jika tren naik. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini:

LeverageTren+/-Analisis
DERNaikNegatifSecara keseluruhan tren dari rasio ini naik. Kenaikan rasio berarti negatif dan dapat terjadi karena dua hal, yaitu besarnya hutang yang ditanggung perusahaan, atau kecilnya jumlah aset atau ekuitas yang dimiliki perusahaan.
Debt RatioNaikNegatif
Long Term Debt to EquityNaikNegatif
Debt to Market EquityNaikNegatif
KeseluruhanNaikNegatif
ProfitabilitasTren+/-Analisis
Gross MarginNaikPositifSecara keseluruhan tren dari rasio ini naik. Hail ini berarti sangat baik bagi perusahaan karena perusahaan sanggup menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi, baik dari penjualan, pemanfaatan aset, dsb
Return on SalesNaikPositif
Return on AssetNaikPositif
Return on equityNaikPositif
KeseluruhanNaikPositif

Dari analisis di atas dapat dilihat bahwa rasio leverage mengalami kenaikan, begitu pula dengan rasio profitabilitas yang juga mengalami kenaikan. Dapat diketahui bahwa kenaikan leverage dapat berdampak buruk bagi perusahaan, dalam hal ini PT Bentoel, karena berarti perusahaan terus menerus menambah jumlah hutangnya tiap tahun. Meskipun besarnya hutang tidak melebihi aset maupun ekuitasnya tetapi meminjam hutang dalam jumlah besar akan sangat beresiko bagi perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar pula resiko yang dihadapi karena perusahaan masih dihadapkan pada pengembalian bunga hutang dan pembayaran pokok hutang pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan tidak dapat mengelola hutangnya dengan baik maka perusahaan akan terancam likuidasi.

Akan tetapi, perusahaan yang dapat mengelola dana dengan baik dan menerapkan manajemen yang benar, maka modal pinjaman akan sangat berguna untuk mendukung operasional perusahaan dan menghasilkan laba yang tinggi seperti yang terjadi pada PT Bentoel ini. Terlepas dari resiko yang dihadapi, perusahaan ini sanggup memanfaatkan hutang sebaik-baiknya dan dapat dilihat pada grafik bahwa kenaikan hutang juga berdampak pada naiknya profitabilitas (laba) perusahaan. Bahkan dengan memakai hutang akan sangat bermanfaat sekali karena dengan asumsi bahwa perusahaan tidak perlu repot mengumpulkan modal sendiri dalam mendanai perusahaan, tetapi cukup dengan meminjam sejumlah dana dapat menghasilkan keuntungan tersendiri. Maka dari itu, penelitian mengenai hutang sebagai pengungkit laba perusahaan terbukti pada PT Bentoel sebagai contoh kasus dalam artikel ini.

PENUTUP

Simpulan

Kasus PT. Bentoel dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan yang memperoleh sumber dana melalui utang akan berdampak positif dengan naiknya laba perusahaan. Dengan asumsi bahwa perusahaan mengelola dengan baik utang tersebut, dan besarnya hutang tidak melebihi besarnya aset maupun ekuitas perusahaan. Terbukti bahwa hutang dapat menjadi pengungkit untuk mendanai operasional perusahaan. Karena secara psikologis juga mendukung bahwa pihak manajemen pasti akan lebih berhati-hati dan disiplin dalam pemakaian dana pinjaman dari luar perusahaan tersebut.

Saran

Pembahasan selanjutnya lebih mengenai bagaimana perusahaan mengembalikan utang tersebut. Boleh saja perusahaan terus menambah jumlah hutangnya tiap tahun dengan batasan aset dan ekuitasnya. Tetapi, perlu dipikirkan juga kemampuan perusahaan untuk mengembalikan hutangnya, baik jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Tentu hal ini lebih berkaitan dengan likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada penelitian selanjutnya agar dapat menganalisa lebih jauh tentang hutang, tidak hanya sebatas menganalisa leverage tetapi juga sampai pada likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Penulis juga menyarankan untuk menggunakan lebih dari satu perusahaan sebagai objek dan jumlah tahun yang lebih banyak untuk mendapatkan data dan hasil yang lebih akurat.

Daftar Pustaka

Achun. 2009. Hutang Jangka Panjang, (Online), (http://zulidamel.wordpress.com/2009/02/26/hutang-jangka-panjang/, diakses tanggal 15 Maret 2010)

Exchange, Indonesia Stock. 2007. Mengenal Obligasi, (Online), (http://www.idx.co.id/MainMenu/Education/WhatisBond/tabid/89/lang/id-ID/language/id-ID/Default.aspx, diakses tanggal 15 Maret 2010)

Exchange, Indonesia Stock. 2007. P.T. Bentoel Internasional Investama Tbk dan Anak Perusahaan/ and Its Subsidiaries, (Online), (http://202.155.2.90/corporate_actions/new_info_jsx/jenis_informasi/01_laporan_keuangan/02_Soft_Copy_Laporan_Keuangan/Laporan%20Keuangan%20Tahun%202008/LKT%20Desember%202008_Audit/Bentoel%20Internasional%20Investama%20(RMBA)/BINI%202008.pdf, diakses tanggal 15 Maret 2010)

Martiningsih, Tri. 2007. Pengujian Pecking Order Theory Dan Trade-Off Theory Pada Perusahaan Perusahaan Publik Yang Terdaftar di BEJ, (Online), (http://arc.ugm.ac.id/files/Abst_(0144-H-2008).pdf, diakses tanggal 19 Maret 2010)

Purwanti, Ratih. 2007. Efektivitas Mekanisme Bonding: Dividen dan Utang, (Online),(http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/2008061812114101312413.pdf, diakses tanggal 19 Maret 2010)

Unknown. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan (Studi Kasus Pada Industri Real Estate dan Property yang Go Public di PT Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2005), (Online), (http://digilib.petra.ac.id/img-rep//jiunkpe/s1/eman/2008/jiunkpe-ns-s1-2008-31403402-9135-real_estate-chapter1_1_high.jpg, diakses tanggal 19 Maret 2010)

Unknown. Kesulitan Keuangan Perusahaan Bagian 1, (Online), (http://usupress.usu.ac.id/files/Kesulitan%20Keuangan%20Perusahaan%20dan%20Personal_Normal_bab%201.pdf, diakses tanggal 19 Maret 2010)

Unknown. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE) Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, (Online), (http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/718/content%201.pdf?sequence=1, diakses tanggal 19 Maret 2010)

The Effect of Leverage to Profit of PT. Berlian

Chrisantia Novita & Daniel S. Stephanus

Program Studi Akuntansi

Universitas Ma Chung Malang

2010

INTRODUCTION

The challenge for many investors whether professional or first time, is determining how to optimise returns from their investments with limited resources. One solution is a leveraged investment strategy. As the tax year-end looms many investors will be considering tax minimisation strategies such as negative gearing and prepaying interest.

Source of fund can we get from three different source which are from the owner which mean giving a financial capital for the company, second is from liability which mean from other parties, borrowing money for invest. But there must be an interest to pay on the debt. This is where the leverage comes from. When debt or liabilities of the company is high the cost of leverage also increases. It can increase return (net income) of the company and risk of the company also increases, because the company must pay the debt and interest. Third is selling the share of the company, but it is very seldom the company to sell the share of the company, and usually we call it as the last resort.

Using borrowed money to finance business operations is called applying leverage. Leverage is one choice from many choices that is taken in a company to control financial management. If borrowed money can be invested to earn a rate of return higher than the interest rates paid to the lenders, net income and the return on stockholders’ equity will increase, for the example what happened to PT. Berlian Laju Tanker Tbk. The management increases their liabilities for investment so that the income will also increase. But leverage is a double-edge sword the effects may be favorable or unfavorable. If the rate of return earned on the borrowed money falls below the rate of interest being paid, the use of borrowed money reduces net income and the return on equity. Companies with large amounts of debt sometimes become victims of their own debt service requirements.

The effect of leverage may be summarized as follows:

Relationship of Return on Assets to Interest Rate on Borrowed FundsEffect on Net Income and Return on Equity
Return on Assets > Interest Rates Being PaidIncrease
Return on Assets < Interest Rates Being PaidDecrease

But over time, both the return on asset and the interest rates that the company must pay may change. The more leverage a company applies, the greater the effects on net income and the return on equity. Using more leverage simply means having more debt. Therefore, the debt ratio, earning per share, return on equity, return on asset, return on working capital, and return on investment are basic measure of the amount of leverage being applied.

Problem

All businesses incur some debts as a result of normal business operations. These include, for example, account payable and accrued liabilities. Regarding to the debts which is borrowed for operational and growth of the company, there are problems to be solved in this article which are:

  1. PT. Berlian Laju Tanker Tbk may be too aggressively use long-term debt, such as mortgages and bonds payable, to finance growth and expansion. Is this wise?
  2. Does it benefit the stockholders?
  3. Can the borrowed funds be invested to earn higher than the rate of interest paid to creditors?
  4. Does leverage increase or decrease income of the company?

THEORY

Leverage

Leverage is the use of various financial instruments or borrowed capital, such as margin, to increase the potential return of an investment. There are two kinds of leverages, which is:

Financial leverage

Financial leverage is a measure of financial risk, refers to financing a portion of the firm’s assets, bearing fixed financing charges in hopes of increasing the return to its owners. Financial leverage:debt in relation to equity in a firm’s capital structure-its long-term debt (usually bonds), preferred stock , and shareholder’s equity -measured by the debt-to-equity ratio . The more long-term debt there is, the greater the financial leverage. Shareholders benefit from financial leverage to the extent that return on the borrowed money exceeds the interest costs and the market value of their shares rises. For this reason, financial leverage is popularly called trading on the equity. Because leverage also means required interest and principal payments and thus ultimately the risk of default, how much leverage is desirable is largely a question of stability of earnings. As a rule of thumb, an industrial company with a debt to equity ratio of more than 30% is highly leveraged, exceptions being firms with dependable earnings and cash flow, such as electric utilities. 

Operating leverage

Operating leverage is a measure of operating risk, refers to the fixed operating costs found in the firm’s income statement. Operating leverage extent to which a company’s costs of operating are fixed (rent, insurance, executive salaries) as opposed to variable materials, direct labor). In a totally automated company, whose costs are virtually all fixed, every dollar of increase in sales is a dollar of increase in operating income once the breakeven point has been reached, because costs remain the same at every level of production. In contrast, a company whose costs are largely variable would show relatively little increase in operating income when production and sales increased because costs and production would rise together. The leverage comes in because a small change in sales has a magnified percentage effect on operating income and losses. The degree of operating leverage-the ratio of the percentage change in operating income to the percentage change in sales or units sold-measures the sensitivity of a firm’s profits to changes in sales volume. A firm using a high degree of operating leverage has a breakeven point at a relatively high sales level.

Combined Leverage

When financial leverage is combined with operating leverage the effect of a change in output (sales) in magnified in the change in earning per share (EPS). Operating leverage gives us the change in EBIT with a change in sales and financial leverage gives us the change in EPS with a change in EBIT. We cam then see the change in EPS for a change in sales (volume of output). The combining both concepts as can be seen below:

Operating Leverage is: Change in sales leads to a change in EBIT

Financial Leverage is:Change in EBIT leads to a change in EPS

Therefore, Combined Leverage is: Change in sales leads to a change in EPS.

Deleverage

A company’s attempt to decrease its financial leverage. The best way for a company to delever is to immediately pay off any existing debt on its balance sheet. If it is unable to do this, the company will be in significant risk of defaulting. Companies will often take on excessive amounts of debt to initiate growth. However, using leverage substantially increases the riskiness of the firm. If leverage does not further growth as planned, the risk can become too much for the company to bear. In these situations, all the firm can do is delever by paying off debt. Any sign of deleverage shown by a company is a red flag to investors who require growth in their companies.

Leverage Ratios

Debt to Equity Ratio (Financial Leverage Ratio)

Debt to Equity Ratio = Short Term Debt + Long Term Debt

                                             Total Shareholders’ Equity

Debt to equity ratio definition and explanation:

Debt to Equity Ratio is also referred to as Debt Ratio, Financial Leverage Ratio or Leverage Ratio. The debt to equity (debt or financial leverage) ratio indicates the extent to which the business relies on debt financing. Upper acceptable limit of the debt to equity (debt or financial leverage) ratio is usually 2:1, with no more than one-third of debt in long term. A high financial leverage or debt to equity ratio indicates possible difficulty in paying interest and principal while obtaining more funding.

Earnings per share ratio

Earnings per share = Net Income after Tax

Weighted Average Number of Common Shares Outstanding

Earnings per share ratio definition and explanation:

Expresses the corporation’s net income after taxes on a per share of common stock basis. The computation requires the deduction of preferred dividends from the net income if a corporation has preferred stock. Also requires the weighted average number of shares of common stock during the period of the net income.

Return on Equity ratio

Return on Equity = Net Income for the Year after Taxes

Average Stockholders’ Equity during the Year

Return on Equity definition and explanation:

Reveals the percentage of profit after income taxes that the corporation earned on its average common stockholders’ balances during the year. If a corporation has preferred stock, the preferred dividends must be deducted from the net income.

Return on Investment ratio

Return on Investment = Income

Value of Assets

Return on Investment definition and explanation:

A performance measure used to evaluate the efficiency of an investment or to compare the efficiency of a number of different investments. To calculate ROI, the benefit (return) of an investment is divided by the value of assets; the result is expressed as a percentage or a ratio. Return on investment is a very popular metric because of its versatility and simplicity. That is, if an investment does not have a positive ROI, or if there are other opportunities with a higher ROI, then the investment should be not be undertaken.

Degree of Financial Leverage (DFL)

 

Degree of financial leverage definition and explanation:

Financial Leverage affects the EPS (Earnings per Share) of the firm. Financial Leverage acts as a double-edged sword. If the economic conditions are favorable and EBIT is increasing, a higher financial leverage has a positive impact on the EPS. The DFL captures this relationship between EBIT and EPS. DFL is defined as the percentage change in EPS for a given percentage change in EBIT. For different applications of leverage, analysts may include or exclude certain items, such as non-tangible balance sheet items, non-financial liabilities, and similar items, or may adjust the carrying value of other items. It is not uncommon to use only financial liabilities (long-term and short-term borrowings), thereby excluding, for example, accounts payable.

DOL and Operating income

This can also be computed as Total Contribution Margin over Operating Income:

Alternatively, as Contribution Margin Ratio over Operating Margin:

Assuming the model, for a given level of sales and profit, the DOL is higher the higher fixed costs are (an example): for a given level of sales and profit, a company with higher fixed costs has a higher contribution margin, and hence its Operating Income increases more rapidly with Sales than a company with lower fixed costs (and correspondingly lower contribution margin).

If a company has no fixed costs (and hence breaks even at zero), then its DOL equals 1: a 10% increase in Sales yields a 10% increase in Operating Income, and its operating margin equals its contribution margin:

DOL is closely related to the rate of increase in the operating margin: as sales increase past the break-even point, operating margin rapidly increases from 0% (reflected in a high DOL), and as sales increase, asymptotically approaches the contribution margin: thus the rate of change in operating margin decreases, as does the DOL, which asymptotically approaches 1.

Return On Net Worth ratio

Return on Equity or Net Worth = Net Profit x 100%

Net Worth or Owners Equity

Net Worth or Owners Equity = Total Current Assets (minus) Total Current Liability

 The Return on Equity of a company measures the ability of the management of the company to generate adequate returns for the capital invested by the owners of a company. Generally a return of 10% would be desirable to provide dividends to owners and have funds for future growth of the company

Advantage and Disadvantage of Leverage

Leverage is borrowing money from other people for investment in the company. If the return on the investment is higher than the debt plus the interest of the debt, thus leverage is profitable and using leverage can increase the return on equity which mean net income also increase. But leverage is a double-edge sword, if the return of investment that is from leverage is smaller than interest and money borrowed, so the leverage is un-favorable because it will also decrease the net income of the company and return of equity will also decrease. Leverage can be use to increase the return of equity, but the risk is also big if the company not using it wisely. It will make the company loss their profit. So profit and loss is multiplied by the leverage, if the leverage is favorable it can increase the income of the company, but if the leverage is un-favorable it will decrease the income of the company.

CASE STUDY

The purpose

The purpose of this article is:

  1. To know that PT. Berlian Laju Tanker uses the long term debt wisely or the company too aggressively takes the debt.
  2. To know the return on investment and return on equity after using leverage.
  3. To know the return on investment and the debt to equity ratio of the company after using leverage.
  4. To know the return of the investment and earnings per share after using leverage.

Ratio analysis

To identify if there is any relation using financial leverage to the profit in PT. Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA). The data is from PT. Berlian Laju Tanker Tbk financial statement on 2003 & 2004. To find if there are any relation we use debt to equity ratio, return on equity ratio, earning per share ratio, return on asset, and return on investment ratio.

Debt to equity ratio:


20032004
Short term debtRp. 334,169,110,230Rp. 646,893,082,952
Long term debtRp. 1,419,971,904,976Rp. 1,724,414,132,205
Total share holder equityRp. 1,036,792,794,519Rp. 1,094,267,518,754

Debt to equity ratio for 2003:

( Rp. 334,169,110,230 + Rp. 1,419,971,904,976)

Rp. 1,036,792,794,519

= 1.692

Debt to equity ratio for 2004:

(Rp. 646,893,082,952 + Rp.1,724,414,132,205)

Rp. 1,094,267,518,754

= 2.167

From my point of view, a high debt ratio will produce maximum benefits if management is able to earn a rate of return on asset greater than the rate of interest paid to creditors. From the equation above, we can see that there is an increase in 2004. Which mean that debt ratio is favorable. It means that the company uses a large proportion of financing provided by creditors. The company uses the debt wisely so that the income will also increase.

Return on Equity Ratio:


20032004
Net Income for the Year after TaxesRp. 115,455,110,427Rp. 192,610,916,267
Average Stockholders’ Equity during the YearRp. 1,036,792,794,519Rp. 1,094,267,518,754

Return on Equity ratio for 2003:

Rp.115,455,110,427 X 100%

Rp. 1,036,792,794,519

= 11.1 %

Return on Equity ratio for 2004:

Rp. 192,610,916,267 x 100%

Rp. 1,094,267,518,754

= 17.6%

Commonly, stockholders have expected to earn an average annual return of 12% or more from equity investments in large, financially strong companies. From the equation above, we can see that there is an increase in 2004, which mean that even though the company increase their liabilities, but the return to stockholders also increase and it is reach the expected percentage return. So it is good for the company.

Earnings per share ratio:


20032004
Net Income after TaxRp. 115,455,110,427Rp. 192,610,916,267
Weighted Average Number of Common Shares Outstanding7,338,240,0007,338,240,000

Earnings per share ratio for 2003:

Rp. 115,455,110,427

7,338,240,000

= 15.733

Earnings per share ratio for 2004:

Rp. 192,610,916,267

7,338,240,000

= 26.248

If investors expect earnings to increase substantially from current levels, the P/E ratio will be quite high perhaps 20, 30, or even more. A mature company with very stable earnings usually sells between 10 and 12 times earnings. From the equation above we can see that the company is a mature company because the P/E ratio is above 15 and there is an increase on 2004, which mean that performance of the business is good.

Return on Investment ratio:


20032004
Net incomeRp. 115,455,110,427Rp. 192,610,916,267
InvestmentRp. 2,790,933,809,725Rp. 3,465,574,733,911

Return on Investment ratio for 2003:

Rp. 115,455,110,427

Rp. 2,790,933,809,725

= 0.041

Return on Investment ratio for 2004:

Rp. 192,610,916,267

Rp. 3,465,574,733,911

= 0.056

The concept of ROI is applied in many different situations, such as evaluating the profitability of a business, a branch location, or a specific investment opportunity. From the equation above we want to know the profitability of the investment which is from the debt (liabilities) and it shows that there is an increase on 2004, which mean that the investment is profitable and give return to the company.

Return on Asset ratio:


20032004
Net incomeRp. 115,455,110,427Rp. 192,610,916,267
Fixed assetRp. 2,244,044,816,557Rp. 2,603,567,101,689

Return on Asset ratio for 2003:

Rp. 115,455,110,427 x 100%

Rp. 2,244,044,816,557

= 5.1 %

Return on Asset ratio for 2004:

Rp. 192,610,916,267 x 100%

Rp. 2,603,567,101,689

= 7.4 %

Most successful businesses earn a return on average total assets of, perhaps, 15% or more. From the equation above the percentage is below 15%, it means that the return is below the average of successful company. But it is still good because there is an improvement in 2004, hopefully next year the percentage will increase.

Return on Net Worth ratio:


20032004
Net IncomeRp. 115,455,110,427Rp. 192,610,916,267
Current AssetRp. 546,888,993,168Rp. 862,007,632,222
Current LiabilitiesRp. 334,169,110,230Rp. 646,893,082,952

Return On Net Worth ratio for 2003:

Rp. 115,455,110,427 x 100%

(Rp. 546,888,993,168 – Rp. 334,169,110,230)

= 54.3%

Return On Net Worth ratio for 2004:

Rp. 192,610,916,267 x 100%

(Rp. 862,007,632,222 – Rp. 646,893,082,952)

= 89.5%

PT. Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) generates a 54.3 % in 2003 and 89.5% in 2004. It is really good because the return is very high. And there is an increase in 2004. Which mean that the company is doing well.

CONCLUSION AND SOLUTION

In this article, have been shown six ratios, which are; debt to equity ratio, earning per share, return on equity, return on asset, return on investment, and return on net worth. From the calculation above showing that the leverage is favorable to the company. Long term liabilities that PT. Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) use is Bank Loans. Almost 50% is Bank loan from the total liabilities. The bank interest rate is approximately 14% of the loan. It means that the company has a return or net income more than the interest must be paid and also the debt itself. From the equation above, debt to equity ratio show that the portion of debt or liabilities is bigger than the equity. From here we can know that PT. Berlian Laju Tanker Tbk use leverage for investment in the company. The return on investment and return on equity is above the average of a company usually achieved. Earnings per share of the company showing that it is have a positive return to stockholders. Return on asset not as good as return on investment but there an increase in 2004. The calculation showing that the leverage brings good effect on the company. The management use the liability wisely.

In my case the effect of leverage is favorable, because it increases the return or net income of the business, but otherwise it can bring the company to an unfavorable leverage. Because first, since cash is required to make periodic interest payments and to pay back the principal amount of the debt at the maturity date, a company whose plans for earnings do ot pan out, whose operations are subject to ups and downs, or whose cash flow is weak can be in danger. If the company fails to meet its obligations, it can be forced into bankruptcy by creditors. In other words, a company may become overcommitted. Second, financial leverage can work against a company if the earnings from its investments do not exceed its interest payments. This happened during the saving and loan crisis when long-term debt was used to finance the construction of office buildings that subsequently could not be leased for enough money to cover interest payment

This analysis can be better if we have another company with same characteristic of business to compare on. So we can know which one is better in using leverage. Second we can add up EVA and MVA for analysis so can make the analysis perfect because we can see from two side analysis. Economic Value Added (EVA) is a measure of a company’s financial performance based on the residual wealth calculated by deducting cost of capital from its operating profit (adjusted for taxes on a cash basis). (Also referred to as “economic profit”.) Eva is an estimate of the amount by which earning exceeds or fall short of the required minimum rate of return for shareholders or lenders at comparable risk. Market Value Added (MVA) is the difference between the equity market valuation of a listed/quoted company and the sum of the adjusted book value of debt and equity invested in the company. In other words it is the sum of all capital claims held against the company; the market value of debt and the market value of equity. The higher the Market Value Added (MVA), the better. A high MVA indicates the company has created substantial wealth for the shareholders. MVA is equivalent to the present value of all future expected EVAs. So if we can add up that calculation we can get a better analysis on this problem.

REFERENCE:

http://www.roiformula.net/

http://www.stock-market-investors.com/pick-a-stock-guides/earnings-per-share-eps-calculation.html

http://www.bized.co.uk/compfact/ratios/investor4.htm

http://beginnersinvest.about.com/od/incomestatementanalysis/a/understanding-return-on-equity.htm

http://www.valuebasedmanagement.net/methods_mva.html

http://www.investopedia.com/terms/e/eva.asp

http://www.creditguru.com/ratios/ratiopg3.html

http://hubpages.com/hub/Financial_Leverage

Belverd E. Needles, Jr and Marian Powers., “Leverage,” Financial Sixth Edition, 1998, pp. 490.

Weston Copeland., “Financial Leverage,” Financial Management eighth edition , 1991, pp. 3-15.

Meigs Williams and Haka Bettner., “Leverage,” Financial Accounting, 2002, pp. 402, 591.