PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SUB SEKTOR KERAMIK PORSELIN DAN KACA PERIODE 2009-2013

FRISKYLIA MARIA FIRMIANI AGUS & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAK

Persaingan bisnis terus berkembang pesat. Oleh karena itu suatu perusahaan berusaha untuk terus mempertahankan dan mengembangkan nilai dari perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Nilai dari perusahaan merupakan ukuran keberhasilan atas pelaksanaan fungsi-fungsi keuangan.Tujuan utama dari keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan tingkat kemakmuran pemilik perusahaan atau investor, menentukan harga saham, serta menilai kinerja perusahaan untuk dapat melihat keadaan perusahaan di masa yang akan datang bagi investor maupun calon investor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sub sektor porselin dan kaca periode 2009-2013 menggunakan uji statistik memanfaatkan SPSS versi 21.

Kata-kata kunci : Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Harga Saham

  1. PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan bisnis terus berkembang pesat.

Oleh    karena  itu        suatu    perusahaan      berusaha          untuk   terus    mempertahankan dan

mengembangkan nilai dari perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Penilaian

prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

laba. Nilai dari perusahaan merupakan ukuran keberhasilan atas pelaksanaan fungsi-fungsi

keuangan. Adapun laporan keuangan yang pokok dalam sebuah perusahaan adalah neraca

dan laporan laba rugi. Tujuan dari menganalisis laporan keuangan sebuah perusahaan, yaitu

untuk mengevaluasi kinerja khusus manajemen perusahaan dalam suatu periode, serta

mengetahui strategi yang ditetapkan perusahaan dalam periode tertentu.

Adapun tujuan utama dari keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan tingkat

kemakmuran pemilik perusahaan atau investor, menentukan harga saham, serta menilai

kinerja perusahaan untuk dapat melihat keadaan perusahaan di masa yang akan datang bagi

investor maupun calon investor. Pemain saham atau investor perlu memiliki sejumlah

informasi yang berkaitan dengan dinamika harga saham agar dapat mengambil keputusan

tentang saham perusahaan yang layak untuk dipilih. Cates (1998 :59-62, dalam Mulyono

2000: 99). Berdasarkan alat analisis rasio keuangan, para pemegang saham cenderung

menjual sahamnya jika rasio keuangan perusahaan tersebut buruk, sebaliknya jika rasio

keuangan perusahaan tersebut baik, maka pemegang saham akan mempertahankannya.

Demikan juga dengan para investor jika rasio keuangan perusahaan buruk, mereka cenderung

untuk tidak menginvestasikan modalnya, begitu pun sebaliknya jika rasio keuangan

perusahaan baik, para calon investor akan menginvestasikan modalnya (Hendrata, 2001).

Melihat keadaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perubahan pada harga saham

sangatlah berpangaruh. Harga saham itu sendiri adalah faktor yang membuat para investor

menginvestasikan dananya di pasar modal dikarenakan dapat mencerminkan tingkat

pengembalian modal.

Selain analisis empat analisis rasio keuangan yang dikenal yaitu rasio profitabilitas,

rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio likuiditas. Terdapat perkembangan pemikiran

di bidang manajemen maka terciptalah suatu pendekatan atau metode baru untuk mengukur

kinerja operasional suatu perusahaan yang memperhatikan kepentingan dan harapan penyedia

dana (kreditor dan pemegang saham), yang disebut dengan teknik pengukuran Economic

Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) diperkenalkan oleh Stern Stewart & Co, sebuah perusahaan di

Amerika. Stewart Co merupakan sebuah perusahaan di Amerika meyakini bahwa Economic

Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) adalah kunci dari penciptaan nilai

perusahaan. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukannya di Amerika Serikat dan

beberapa negara lainnya yang berhasil menciptakan kekayaan bagi para pemegang sahamnya

(Hendrata, 2001).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dan menganalisis kinerja perusahaan manufaktur, sektor industri dasar

dan kimia, sub sektor keramik perselin dan kaca yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)

terhadap harga saham yang diberi judul “PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED

(EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) TERHADAP HARGA SAHAM PADA

PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SUB

SEKTOR KERAMIK PORSELIN DAN KACA PERIODE 2009-2013”.

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Economic Value Added (EVA) berpengaruh terhadap harga saham pada

perusahaan manufaktur sub sektor keramik porselin dan kaca ?

2. Apakah Market Value Added (MVA) berpengaruh terhadap harga saham pada

perusahaan manufaktur sub sektor keramik porselin dan kaca ?

3. Berapa besar pengaruh dari metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value

Added (MVA) terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur sub sektor keramik

porselin dan kaca ?

1.3       Tujuan

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menguji dan menganalisis pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap harga

saham pada perusahaan manufaktur sub sektor keramik porselin dan kaca?

2. Menguji dan menganalisis pengaruh Market Value Added (MVA) terhadap harga

saham pada perusahaan manufaktur sub sektor keramik porselin dan kaca?

4. Mengetahui seberapa besar pengaruh dari metode Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur sub

sektor keramik porselin dan kaca ?

1.4       Manfaat

Dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Economic ValueAadded (EVA) dan Market

Value Added (MVA) terhadap Harga Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Sub Sektor Keramik Porselin dan Kaca Periode 2009-2013 Penulis berharap

dapat memberikan informasi yang tepat mengenai pengaruh EVA dan MVA terhadap harga saham.

Bagi dosen pengampu, Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan pengajaran untuk

mata kuliah Ekonometrik. Bagi Universitas Ma Chung Penulis berharap makalah ini dapat

menambah wawansan, ilmu pengetahuan, literature tambahan dan bahan pustaka bagi

Universitas Ma Chung. Bagi perusahaan dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan

kinerja, sehingga dapat meningkatkan harga per lembar saham yang dimiliki perusahaan.

  • LANDASAN TEORI

2.1       Pasar Modal

Menurut undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 “Pasar modal adalah kegiatan

yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang

berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan

efek”. Menurut Husnan (2004) pasar modal sebagai pasar dengan berbagai instrumen

keuangan (sekuritas) dalam jangka panjang yang dapat diperjualbelika di bursa, baik dalam

bentuk utang ataupun dalam bentuk modal sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah, publik,

maupun perusahaan swasta.

Menurut Husnan (2004) pasar modal mempunyai beberapa daya tarik, diantaranya

adalah pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai alternatif pilihan

investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Sedangkan bagi perusahaan yang

membutuhkan dana, pasar modal dapat menjadi alternatif pilihan pendanaan ekstern dengan

biaya yang relatif rendah dari sistem perbankan.

2.1.1 Saham

Pasar modal pada dasarnya merupakan tempat bertemunya pihak yang mempunyai

kelebihan dana (surplus funds) dengan cara melakukan investasi dalam surat berharga yang

diturunkan oleh perusahaan dan pihak yang membutuhkan dana (entities) dengan cara

menawarkan surat berharga dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas di pasar

modal sebagai perusahaan. Menurut Riyanto (2001) saham adalah tanda bukti

pengambilan    bagian  atau     peserta dalam  suatu    PT.

Dalam pasar modal yang efisien semua sekuritas diperjualbelikan pada harga pasar.

Harga pasar saham adalah harga yang ditentukan oleh investor melalui pertemuan permintaan

dan penawaran. Pertemuan ini dapat terjadi karena para investor sepakat terhadap harga suatu

saham. Harga saham mengalami perubahan naik atau turun dari satu waktu ke waktu lain.

Perubahan tersebut tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran, apabila suatu

saham mengalami kelebihan permintaan, maka harga cenderung naik. Sebaliknya jika terjadi

kelebihan penawaran, maka harga saham cenderung turun.

Nilai dari suatu saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi atas 3 jenis yaitu (Ang, 1997):

1.         Par Value (Nilai Nominal)

Par value disebut juga stated value atau face value, yang bahasa indonesianya

disebut nilai nominal atau nilai pari. Nilai nominal suatu saham adalah nilai yang

tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi.

2. Base Price (Harga Dasar)

Harga dasar suatu saham sangat erat kaitannya dengan harga pasar suatu saham.

Harga dasar suatu saham dipergunakan dalam perhitungan indeks harga saham.

Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Harga dasar akan

berubah sesuai dengan aksi emiten.

3. Market Price (Harga Pasar)

Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar

merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jika pasar

bursa efek sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutupnya (closing

price). Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham.

2.1.2 Manfaat dan Risiko Kepemilikan Saham

Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau

memiliki saham (Darmaji dan Fakhruddin, 2006):

1. Dividend

Dividen (dividend) adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan

penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen yang

dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), artinya kepada

setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah

tertentu untuk setiap saham. Atau dapat pula berupa dividen saham (stock

dividend) yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah

saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian

dividen saham tersebut.

2. Capital gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain

terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.

2.1.3 Informasi dalam Keputusan Investasi

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi

pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran, baik untuk keadaan masa

lalu, saat ini, maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan suatu perusahaan

dan bagaimana pasar efeknya (Anoraga dan Pakarti, 2001).

Informasi yang berkaitan erat dengan keputusan informasi di pasar modal tentunya

tidak dapat diabaikan atau dilupakan bagi siapa saja yang berkecimpung dalam investasi.

Supaya informasi, khususnya informasi yang menyangkut keuangan dan prestasi perusahaan

bermanfaat, maka harus memiliki sifat sebgai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001):

1. Relevan

Informasi yang relevan adalah informasi yang berhubungan dengan tindakan yang

direncanakan untuk dicapai.

2. Akurat

Sifat ini pada dasarnya berkaitan erat dengan pengukuran dan pemrosesannya.

Informasi yang bebas dari kesalahan adalah informasi yang akurat, sehingga

kualitas informasi sangat dipengaruhi oleh tingkat keakuratannya.

3. Konsistensi

Informasi diperlukan karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian berkaitan

dengan waktu sekarang dan waktu yang akan datang. Kualitas informasi akan

bertambah jika informasi tersebut dapat dipertimbangkan dari waktu ke waktu

atau dengan informasi lain.

4. Obyektivitas

Obyektivitas ini berkaitan dengan pengukuran yang dapat diulang oleh pihak yang

independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.

5. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu ini berkaitan dengan umur informasi. Umur informasi sangat

memengaruhi kualitas informasi.

6. Dapat Dimengerti

Sifat ini berhubungan dengan kemampuan pemakai untuk dapat menangkap pesan

yang disampaikan. Informasi akan bermanfaat apabila pemakai dapat mengerti

makna yang terkandung didalamnya.

2.2       Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua

laporan utama yakni neraca dan laporan laba rugi. Laporan keuangan disusun dengan maksud

untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan (anonymousa;

2009). Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan terdiri

dari laporan neraca dan laporan laba rugi dan laporan perubahan modal. Laporan keuangan

memiliki empat macam laporan dasar, yaitu :

1. Neraca (balance sheet) : sebuah laporan tentang posisi keuangan perusahaan

pada suatu titik waktu tertentu.

2. Laporan Laba Rugi (income statement) : laporan yang mengikhtisarkan

pendapatan dan pengeluaran perusahaan selama satu periode akuntansi, yang

biasanya setiap satu kuartal atau satu tahun.

3. Laporan Laba Ditahan (statement of retained earnings) : pernyataan yang

melaporkan berapa banyak laba perusahaan yang ditahan dalam usahanya dan

tidak dibayarkan ke didividennya.

4. Laporan Arus Kas (statement of cash flow) : laporan yang melaporkan dampak

dari aktivitas-aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan oleh perusahaan pada

arus kas selama satu periode akuntansi.

2.3       Analisis Laporan Keuangan

Analisa laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit

informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya bersifat signifikan atau mempunyai

makna antara satu dengan yang lain, baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif

(anonymousa; 2004).

Terdapat lima alat penting analisis menurut buku Analisis Laporan Keungan oleh Subramanyam (….) yaitu :

1. Analisis laporan keuangan komparatif

2. Analisis laporan keuangan common-size

3. Analisis rasio

4. Analisis arus kas

5. Penilaian

2.3.1 Manfaat Analisis Laporan Keuangan

Kegunaan analisis laopran keungan ini dapat dikemukakan sebagai berikut

(anonymousa; 2009) :

1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang

terdapat dari laporan keuangan biasa.

2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari

suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit).

3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.

4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya

dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern

maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.

5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-

model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi,

peningkatan.

6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil

keputusan. Dengan perkataan lain yang dimaksudkan dari suatu laporan

keuangan merupakan tujuan analisis laporan keuangan juga antara lain:

a. Dapat menilai prestasi perusahaan

b. Dapat memroyeksi laporan perusahaan

c. Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang

dari aspek waktu tertentu:

1) Posisi keuangan (Aset, Neraca, dan Ekuitas)

2) Hasil Usaha Perusahaan (Hasil atau Beban)

3) Likuiditas

4) Solvabilitas

5) Aktivitas

6) Rentabilitas atau Profitabilitas

7) Indikator Pasar Modal

d. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu

e. Menilai komposisi struktur keuangan, arus dana

7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu

yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.

2.4       Economic Value Added (EVA)

Menurut Anthony & Govindarajan (2002), Economic Value Added

(EVA) merupakan jumlah uang bukan rasio yang diperoleh dengan mengurangkan beban

modal (capital charge) dari laba bersih operasi (net operating profit). Menurut Amin Widjaja

Tunggal (2001), metode Economic Value Added (EVA) di Indonesia dikenal dengan metode

Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI) merupakan suatu sistem manajemen keuangan untuk

mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan, bahwa kesejahteraan

hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost)

dan biaya modal (cost of capital). Economic Value Added (EVA) merupakan tolok ukur

kinerja keuangan dengan mengukur perbedaan antara pengembalian atas modal perusahaan

dengan biaya modal (Young & O’Byrne, 2001: 831). Dari beberapa

definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Economic Value Added (EVA) merupakan konsep

yang mengukur atau menciptakan nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara

mengurangkan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dengan biaya modal yang timbul

sebagai akibat dari investasi yang dilakukan.

Keunggulan Economic Value Added (EVA) menurut Mulia (2002), yaitu :

1. Memfokuskan pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai

konsekuensi investasi.

2. Memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil yang dinyatakan dengan

ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar

bukan pada nilai buku.

3. Perhitungan Economic Value Added (EVA) digunakan secara mandiri tanpa

memerlukan data pembanding, seperti standar industri atau data perusahaan lain

sebagai konsep penilaian.

4. Digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus kepada karyawan terutama

divisi yang memberikan nilai tambah lebih.

5. Pengaplikasian yang mudah menunjukan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran

praktis, mudah dihitung, dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu

pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya proses penciptaan nilai suatu

perusahaan, yaitu (1) jika Economic Value Added (EVA) > 0, yaitu nilai Economic Value

Added (EVA) positif, yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.

(2) jika Economic Value Added (EVA) = 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA)

menunjukkan posisi impas atau break event point, berarti tidak ada nilai tambah ekonomis,

tetapi perusahaan mampu membayarkan semua kewajibannya kepada para penyandang dana

atau kreditur. (3) jika Economic Value Added (EVA) < 0, yaitu nilai Economic Value Added

(EVA) negatif, yang menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.

2.5       Market Value Added (MVA)

Menurut Steward (….)  dalam Rahayu (2007: 32), Market Value Added (MVA) suatu

pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan

kekayaan bagi pemiliknya. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang

saham) akan bertambah bila Market Value Added (MVA) bertambah. Peningkatan Market

Value Added (MVA) dapat dilakukan dengan cara meningkatkan Economic Value Added

(EVA) yang merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan, dengan demikian

Economic Value Added (EVA) mempunyai hubungan yang kuat dengan Market Value Added

(MVA). Indikator yang digunakan untuk mengukur Market Value Added (MVA) menurut

Young dan O’Byrne (2001: 27), yaitu (1) jika Market Value Added (MVA) > 0, bernilai

positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh

penyandang dana. (2) jika Market Value Added (MVA) < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak

berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.

2.6       Harga Saham

Harga saham adalah harga yang terjadi paling akhir dalam satu hari bursa atau yang

dapat disebut dengan harga penutupan. Harga saham terbentuk dari proses permintaan dan

penawaran yang terjadi di bursa. Naik turunnya harga saham yang diperdagangkan di lantai

bursa ditentukan oleh kekuatan pasar. Jika pasar menilai bahwa perusahaan penerbit saham

dalam kondisi baik, maka biasanya harga saham perusahaan yang bersangkutan akan naik,

sedangkan jika perusahaan dinilai rendah oleh pasar, maka harga saham perusahaan juga

akan ikut turun bahkan bisa lebih rendah dari harga di pasar sekunder antara investor yang

satu dengan investor yang lain sangat menentukan harga saham perusahaan. Jenis-jenis harga

saham, (www.idx.co.id) yaitu:

1. Harga saham pembukaan, terjadi pada transaksi pertama penjualan saham untuk

atau pada saat hari itu.

2. Harga saham tertinggi, terjadi pada transaksi (jual-beli) saham pada saat hari itu.

3. Harga saham terendah, terjadi pada transaksi (jual-beli) saham pada saat hari itu.

4. Harga saham penutupan, terjadi pada transaksi terakhir penjualan saham untuk atau

pada saat hari itu.

5. Harga saham minat beli, harga yang diminati pembeli untuk melakukan transaksi

jual-beli saham.

6. Harga saham minat jual, harga yang diminati penjual untuk melakukan transaksi

jual-beli saham.

7. Change, selisih antara harga saham pembukaan (Previous atau Open) dengan harga

saham penutupan (Close).

Faktor-faktor yang memengaruhi harga saham menurut Bunarto (2006: 22), yaitu (1)

faktor fundamental, memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dan faktor yang dapat

memengaruhinya, meliputi kemampuan manajemen dalam mengelola kegiatan operasional

perusahaan, prospek bisnis perusahaan di masa dating, prospek pemasaran dari bisnis yang

dilakukan, perkembangan teknologi yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan, dan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. (2) faktor teknis, menggambarkan

pasaran suatu efek baik secara individu maupun secara kelompok dalam menilai harga

saham, seperti perkembangan kurs, keadaan pasar modal, volume dan frekuensi transaksi

suku bunga, serta kekuatan pasar modal dalam mempengaruhi harga saham perusahaan.

2.7       Penelitian Terdahulu

Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan

dalam penelitian antara lain sebagai berikut:

Penelitian dilakukan oleh Inan Rinanti yang berjudul Pengaruh Net Progit Margin (NPM) ,

Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham pada

Perusahaan yang Tercantum Dalam Indeks LQ45. Variabel dependen yang digunaka adalah

harga saham sedangkan variabel independenya adalah pengaruh Net Progit Margin (NPM) ,

Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). Metode yang digunakan adalah uji

statistik regresi linier berganda. Kesimpulannya adalah terdapat pengaruh yang signifikan

pada semua variabel bebas yang diteliti (NPM, ROA, ROE) sedangkan pada uji regresi secara

parsial atau masing-masing, hanya variabel Return On Assets (ROA) yang memiliki pengaruh

signifikan terhadap harga saham, maka dapat dikatakan bahwa ROA memiliki kontribusi

dominan terhadap harga saham.

Adapun penelitian oleh Rosy (….) yang berjudul Analisi Pengaruh antara Economi

Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Sektor LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2008. Metode

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling method, dari empat puluh lima

perusahaan yang ada, hanya diambil lima belas perusahaan berturut-turut berada disekitar

index LQ45 yang memiliki laporan keuangan dan harga saham secara lengkap periode 2007-

2008. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa secara parsial tidak terdapa

perngaruh antara Economic Value Added (EVA) terhadap harga saham, sedangkan Market

Value Added (MVA) dengan harga saham terdapat pengaruh secara parsial. Uji korelasi

menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) dengan harga saham karena tingkat keeratan korelasi yang lemah.

2.8       Hipotesis

Dengan mengacu pada rumusan masalah, landasan teori dan beberapa peneltian terdahulu

maka hipotesis yang diajukan adalah:

H0 = Tidak terdapat pengaruh antara Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added

(MVA) terhadap harga saham.

H1 = Terdapat pengaruh antara Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added

(MVA) terhadap harga saham.

  • METODOLOGI PENELTIAN

3.1       Jenis Penelitian

Jenis penelitan ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Cresswell (2003), penelitian

kuantitatif adalah metoda-metoda untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti

hubungan antarvariabel. Variabel yang diukur menggunakan instrumen-instrumen penelitian,

sehingga data yang terdiri dari angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik.

3.2       Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat (nilai dari orang, objek atau kegiatan)

yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari ada ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 1999). Dalam penelitian ini digunakan dua (2) variabel, yaitu

sebagai berikut:

1.         Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel Independen adalah variabel yang berfungsi menerangkan atau mempengaruhi

variabel lainnya. Dalam penelitian ini ada dua (dua) variabel indipenden yang

digunakan, yaitu Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA).

2.         Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel dependen adalah variabel yang diterangkan atau mendapat pengaruh dari

variabel lainnya. Dalam Penelitian ini, Penulis menggunakan variabel dependen berupa

harga saham.

3.3       Defenisi Operasioanal

Definisi operasioanal merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur.

Untuk mempermudah dalam penganalisian maka tiap variabel akan didefinisikan secara

operasional.

3.3.1 Economic Value Added (EVA)

Menurut Anthony & Govindarajan (2002), Economic Value Added (EVA) merupakan jumlah uang bukan rasio yang diperoleh dengan mengurangkan beban modal (capital charge) dari laba bersih operasi (net operating profit).

1. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

2. Invested Capital (IC) ………….(2)

3. Biaya Modal Rata-rata Tertimbang dengan Pendekatan – Weighted Average Cost of

Capital (WACC)

Keterangan :

3.3.2 Market Value Added (MVA)

Menurut Steward (….) dalam Rahayu (2007: 32), Market Value Added (MVA) suatu

pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan

kekayaan bagi pemiliknya. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang

saham) akan bertambah bila Market Value Added (MVA) bertambah. Persamaan dari Market

Value Added (MVA), sebagai berikut (Young dan O’Byrne 2001: 26).

3.3.3 Harga Saham

Harga saham adalah harga yang terjadi paling akhir dalam satu hari bursa atau yang

dapat disebut dengan harga penutupan. Harga saham terbentuk dari proses permintaan dan

penawaran yang terjadi di bursa. Naik turunnya harga saham yang diperdagangkan di lantai

bursa ditentukan oleh kekuatan pasar.

3.4       Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekolompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai

karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 1999). Dalam Penelitian ini

populasi yang diambil adalah semua perusahaan manufaktur, sektor industri dasar dan kimia,

sub sektor keramik porselin dan kaca yaitu sebanyak 6 perusahaan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan

dianggap bisa mewakili populasi (Sugiyono, 1999). Sampel dalam penelitian ini diambil

dengan metode purposive sampling,artinya sampel dipilih dengan kriteria tertentu terlebih

dahulu. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur, sektor

industri dasar dan kimia, sub sektor keramik porselin dan kaca yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) dengan kriteria sebagai berikut:

1. Saham perusahaan yang masih aktif dibidang perdagangan yang terdaftar di BEI

yaitu perusahaan manufaktur, sektor industri dasar dan kimia, sub sektor keramik

porselin dan kaca selama tahun 2009-2013.

2. Perusahaan manufaktur, sektor industri dasar dan kimia, sub sektor keramik

porselin dan kaca yang menyajikan laporan keuangan yang lengkap sesuai dengan

variabel yang akan diteliti berdasarkan sumber yang digunakan dari tahun 2009-2013

3. Tahun buku pelaporan keuangan adalah 31 Desember.

Berdasarkan kualifikasi di atas maka perusahaan yang dapat dijadikan sampel dalam

penelitian ini berjumlah 6 (dari 6 perusahaan manufaktur industri dasar dan kimia yan

terdaftar di BEI), seperti yang ditampilakan Tabel 3.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

NoKode SahamNama Emiten
1AMFGAsahimas Flat Glass Tbk
2ARNAArwana Citra Mulia Tbk
3IKAIInti Keramik Alam Asri Industri Tbk
4KIASKeramika Indonesia Assosiasi Tbk
5MLIAMulia Industrindo Tbk
6TOTOSurya Toto Indonesia Tbk

3.5       Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data penelitian yang diperoleh penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Nur Indriantoro

dan Bambang Supono (1999). Data yang dibutuhkan oleh Penulis untuk penelitian ini adalah

laporan keuangan dari masing-masing perusahaan dari tahun2009-20013 yang ada di Pojok

Bursa IDX.

3.6       Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metoda studi pustaka. Dalam

metoda studi pustaka Penulis berusaha memahami literatur-literatur yang berkaitan dengan

pembahasan dengan cara melakukan klasifikasi dan pengkategorian bahan-bahan tertulis

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Data dikumpulkan juga melalui jurnal,

penelitian terdahulu, literature pustaka yang berkaitan dan materi-materi yang bisa

didapatkan melalui internet.

3.7       Metode Analisis

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari

nilai rata-rata (mean), standard deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis

dan skewness (Ghozali, 2009).

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.7.2.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar

maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk

mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan

uji statistik (Ghozali, 2009).

Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak adalah dengan analisis Grafik,

yaitu dengan melihat normal probability plot yang dibandingkan distribusi kumulatif dari

distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan plot data

akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis

yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (variabel independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2009).

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas didalam regresi ada beberapa cara,

yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Apabila tidak

terdapat variabel bebas yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 atau VIF lebih dari

10, maka dapat disimpulkan tidak ada multikolonieritas antara variabel bebas dalam regresi.

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual

satu pengamatan ke pengamat lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).

Dasar paling mudah untuk melihat adanya Heteroskedastisitas adalah melalui scatter

plot. Jika scatter plot hasil uji tidak berbentuk pola dan menyebar maka tidak terjadi

Heteroskedastisitas. Jika scatter plot hasil uji membentuk pola tertentu maka model regresi

terjangkit Heteroskedastisitas. Dasar lain untuk melihatnya adalah dengan Glejser Test. Uji

ini cukup melihat nilai signifikansi pada tabel hasil uji. Jika diatas 0,05 atau 5% maka tidak

terjangkit Heteroskedastisitas.

3.7.2.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi

antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t – 1

 (sebelumnya) untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dalam penelitian ini menggunakan uji

Durbin-Waton (DW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah (Ghozali, 2009):

Tabel 3.2 Uji Durbin-Watson

Hipotesis NolKeputusanJika
Tidak ada autokorelasi positifTolak0 < d < dL
Tidak ada autokorelasi positifNo decisiondL ≤ d ≤ dU
Tidak ada autokorelasi negatifTolak4 – dL < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatifNo decision4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL
Tidak ada autokorelasi positif dan negatifTidak ditolakdU < d < 4 – dU

3.8       Pengujian Hipotesis

Pada penelitian ini, Penulis menggunakan uji regresi berganda untuk menguji hipotesis.

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengukur pengaruh atau hubungan variabel

independen dengan variabel independen dengan variabel dependen. Model persamaan

analisis regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y= a+bX1+cX2+

Keterangan:

X1= Economic Value Added (EVA)

X2= Market Value Added (MVA)

e = error

DAFTAR PUSTAKA

Bringham, Eugene F., Housten. (2009). Dasar-dasar Manajemen Keuangan Edisi 10. Jakarta :

Salemba Empat

Wild, John J., Subramanyam., Halsey. (2005). Analisis Laporan Keuangan Edisi 8. Jakarta :

Salemba Empat

Brealey, Richard A., Myers.,Marcus. (2008).Dasar-dasar Manajemen Edisi kelima.

Jakarta:Erlangga

Ina Rinanti,. 2009. Pengaruh Net Profit Argin (NPM), Return on Asset (ROA) dan Return on

Equity terhadap Harga Saham pada Perusahaan Tercantum dalam Index LQ45. Jurnal

Akuntansi Universitas Gunadarma. Depok

Dwiatma Patriawan. 2011. Analisis Pengaruh Earning Per Share (EPS), Return on Equity,

dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Wholesale

and Retail Trade yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2007-2008.

Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang

Anonymousb.2010.

http://repository.maranatha.edu/27/1/Analisis%20Laporan%20Keuangan%20untuk%20

Menilai%20Kinerja%20Keuangan%20pad.pdf. Diakses tanggal 13 Desember 2013.

Anonymousa . 2010. http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/39/jbptunpaspp-gdl-naisgayatr-

1920-2-babii.pdf. Diakses tanggal 13 Desember 2013.

Santoso, Singgih (2012). Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik. Jakarta-Elex Media

Komputindo

LAMPIRAN

DAFTAR PERUSHAAN INDUSTRI MANUFAKTUR, SEKTOR INDUSTRI

DASAR DAN KIMIA, SUB SEKTOR KERAMIK PORSELIN DAN KACA TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) :

NOKODE SAHAMNAMA EMITEN
1AMFGAshimas Flat Glass Tbk
2ARNAArwana Citra Mulia Tbk
3IKAIInti Keramik Alam Asri Industri Tbk
4KIASKeramika Indonesia Assosiasi Tbk
5MLIAMulia Industrindo Tbk
6TOTOSurya Toto Indonesia Tbk

CASH RATIO (CR), DEBT TO EQUITY RATIO (DER), DEBT RASIO (DR), RETURN ON ASSETS (ROA) DAN PERPUTARAN TOTAL AKTIVA  (TOTAL ASSETS TURNOVER ) (TAT)) BERPENGARUH  TERHADAP LABA PER LEMBAR SAHAM (EPS) PERUSAHAAN – PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG BERGERAK DI INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BEI

FIDELIA FIONA K. & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi suatu Negara dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengetahui tingkat perkembangan pasar modal dan perkembangan berbagai jenis industry pada Negara tersebut. Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang dalam bentuk ekuitas dan hutang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun. Dalam aktivitas di pasar modal, para investor memiliki harapan dari investasi yang dilakukannya. Adapun investasi merupakan suatu kegiatan menempatkan sejumlah dana selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi di masa yang akan datang. (Jones, 2004). Tujuan kegiatan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan serta meningkatkan kesejahteraan investor baik sekarang maupun di masa yang akan datang. (Dhuwita, 2003). Dalam hal ini, kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang dilihat investor untuk menentukan pilihan dalam membeli saham. Agar saham tetap eksis dan diminati investor, maka perusahaan perlu menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan. Hal yang perlu diperhatikan bagi seorang calon investor sebelum melakukan investasi pada perusahaan tertentu adalah memastikan bahwa apakah investasinya tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian (rate of return) yang diharapkan atau tidak. Untuk memastikan apakah investasinya akan memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan, maka calon investor perlu melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap kinerja pada perusahaan yang akan menjadi tempat kegiatan investasinya. Dengan demikian perusahaan yang memiliki kinerja yang baik akan dapat memberikan tingkat pengembalian (rate of return) yang diharapkan bagi investor.

Semakin baik kinerja suatu perusahaan maka semakin kecil kemungkinan risiko investasi yang akan ditanggung investor dan semakin besar kemungkinan return yang akan diperoleh, ini akan mengakibatkan semakin banyak investor akan berinvestasi pada saham perusahaan tersebut (Muammarsyah, 2012 : 1). Rasio profitabilitas adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasinya. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan atau menjanjikan keuntungan di masa mendatang maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham tersebut. Dan hal itu tentu saja mendorong harga saham menjadi lebih tinggi.

Penelitian ini menggunakan variable – variable rasio keuangan dalam memprediksi profitabilitas. Rasio keuangan digunakan sebagai variable penelitian karena rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis yang diperlukana untuk mengukur kondisi dan efisiensi operasi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu laba bersih.laba perusahaan merupakan unsur dasar profitabilitas perusahaan. Rasio keuangan merupakan hasil perbandingan pos – pos dalam laporan keuangan pada suatu periode tertentu. Rasio – rasio keuangan yang digunakan antara lain adalah rasio likuiditas yang diukur oleh cash ratio, rasio leverage yang diukur oleh debt to equity ratio, dan debt rasio, rasio profitabilitas yang diukur oleh return on assets dan rasio aktivitas yang diukur oleh perputaran total aktiva.

Jika perusahaan bermaksud meningkatkan profitabilitas, maka peningkatan profitabilitas itu akan diikuti pula dengan peningkatan risiko. Demikian sebaliknya jika perusahaan ingin menurunkan risiko, maka penurunan tingkat risiko ini akan diikuti oleh menurunnya tingkat profitabilitas (Syamsuddin, 2000:208).  Van Horne dan Wachowicz, Jr (….) dalam bukunya Prinsip – prinsip manajemen Keuangan mengatakan ada dua prinsip dasar keuangan yaitu: Kemampuan memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas. Likuiditas yang meningkat merupakan biaya dari kemampuan memeproleh laba menurun dan Kemampuan memperoleh laba (profitabilitas) bergerak searah dengan risiko. Untuk memperoleh tingkat profitabilitas yagn lebih tinggi, ita harus berani mengabil risiko yang lebih besar. Jadi, risiko dan pengembalian bergerak searah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti hendak menguji pengaruh rasio – rasio keuangan yang ada terhadap profitabilitas perusahaan. Adapun profitabilitas perusahaan dalam penelitian ini diwakili oleh variable  Earning Per Share (EPS). EPS dijadikan sebagai variabel dependen dikarenakan peneliti melihat belum adanya penelitian yang menjadikan EPS sebagai variabel dependen melainkan sebagai variabel independen. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti EPS sebagai variabel dependen dimana EPS memiliki peran penting sebagai suatu pertimbangan bagi investor untuk memilih saham yang akan dibeli dan EPS dapat dijadikan sebagai indikator harga/nilai saham. Earnings Per Share berkaitan dengan laba bersih setelah pajak, dividen saham preferen, dan rata-rata jumlah saham beredar. Laba bersih setelah pajak yang merupakan unsur EPS dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibentuk dalam penelitian adalah sebgai berikut:

Apakah cash ratio (CR), debt to equity ratio(DER), debt rasio(DR), return on assets (ROA),dan perputaran total aktiva (Total Assets Turnover (TAT)) berpengaruh secara simultan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur yang bergerak di  industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.

Apakah cash ratio (CR), debt to equity ratio (DER), debt rasio (DR), return on assets (ROA),dan perputaran total aktiva (Total Assets Turnover (TAT)) berpengaruh secara parsial terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur yang bergerak dii ndustri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Mengetahui apakah cash ratio (CR), debt to equity ratio(DER), debt rasio (DR), return on assets (ROA),dan perputaran total aktiva (Total Assets Turnover (TAT)) berpengaruh secara simultan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur yang bergerak dii ndustri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.

Mengetahui apakah cash ratio (CR), debt to equity ratio (DER), debt ratio (DR), return on assets(ROA) dan perputaran total aktiva (Total Assets Turnover (TAT))  berpengaruh secara parsial terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur yang bergerak dii ndustri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.

2. Landasan Teori

2.1 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau ektivitas perusahaantersebut (Munawir, 2000:2).

Laporan keuangan (financial statement)memberikan ikhtisar mengenai keadaan finansial suatu perusahaan, dimana neraca (balance sheet)mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan laba rugi (income statement)mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun (Riyanto, 2001:327).

Menurut SAK dalam bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan mendefinisikan bahwa laporan keuangan meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) dan catatan atas laporan keuangan, laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ang, 1997:18.6). Sedangkan pengertian analisis laporan keuangan (financial statement analysis) menurut Soemarso (2000:430) adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend)suatu fenomena.

Menganalisis laporan keuangan, berarti melakukan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing masing unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan tersebut. Untuk membantu pembaca dalam menafsirkan data bisnis, laporan keuangan biasanya disajikan dalam bentuk komparatif.

Laporan komparatif adalah laporan keuangan yang disajikan berdampingan untuk dua tahun atau lebih (Simamora,2000:515). Melaui laporan keuangan akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, struktur modal perusahaan, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktiva, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, bebanbeban tetap yang harus dibayar, serta nilai-nilai buku tiap lembar saham perusahaan yang bersangkutan.

Analisa keuangan yang dilakukan suatu perusahaan tidak saja dilakukan terhadap satu periode saja, tetapi diperlukan adanya analisakomparatif (comparative analysis)sehingga dapat dilihat suatu hubungan atau kecenderungan yang bersifat significant. Dengan adanya kebutuhan akan analisa komparatif, maka analisa keuangan dapat dibagi atas tiga jenis ( Ang, 1997:18.22), yaitu:

a.  Intracompany Basis

Suatu perbandingan (komparatif) dalam internal perusahaan yang berfungsi untuk mendeteksi adanya  perubahan-perubahan finansial perusahaan atau kecenderungan (trend) yang significant.

b.  Intercompany Basis

Suatu perbandingan dengan perusahaan lain yang memberikan suatu pandangan terhadap posisi kompetitif perusahaan yang bersangkutan. Biasanya perusahaan yang dijadikan basis perbandingan adalah perusahaan yang menjadi leaderdalam industrinya atau perusahaan yang berada pada industri yang sama dan besarnya sama atau perusahaan kompetitor.

c.  Industry Averages

Suatu perbandingan dengan rata-rata industri atau norma industri dari industri yang sama dengan perusahaanyang akan dianalisa sehingga bisa memberikan informasi sejauh mana posisi relatif perusahaan tersebut dalam industrinya.Teknik-teknik analisis laporan keuangan digunakan untuk memperlihatkan hubungan dan perubahan-perubahan. terdapat tiga teknik yang lazim dipakai, yaitu:

a.  Analisis Horizontal (Horizontal Analysis)

Analisis horizontal adalah teknik yang dipakai untuk mengevaluasi serangkaian data laporan keuangan selama periode tertentu.

b.  Analisis Vertikal (Vertical Analysis)

Analisis vertikal adalah teknik yang digunakan untuk mengevaluasi data laporan keuangan yang menggambarkan setiap pos dari laporan keuangan dari segi persentase jumlahnya.

c.  Analisis Rasio (Ratio Analysis)

Analisis rasio menggambarkan hubungan diantara pos-pos yang terseleksi dari data laporan keuangan.

2.2 Analisis Rasio Keuangan

2.2.1  Pengertian Rasio Keuangan

Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship)antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain (Munawir, 2000:54). Rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam aritmathical termsyang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial (Bambang Riyanto, 2001:329). Rasio keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam akun (accounts) dari laporan keuangan yang mencerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan. Sedangkan studi yang berfungsi untuk mempelajari rasio keuangan tersebut disebut analisa rasio keuangan (financial ratios analysis).  Financial ratio analysis ini dapat dibagi atas dua jenis berdasarkan variate yang digunakan dalam analisa (Ang, 1997:18.23), yaitu:

a.  Unvariate Ratio Analysis

Unvariate ratio analysismerupakan analisa rasio keuangan yang menggunakan satu variate didalam melakukan analisa (profit margin ratio, return on assets, return on equity, dan sebagainya)

b.  Multivariate Ratio Analysis

Multivariate ratio analysismerupakan rasio keuangan yang menggunakan lebih dari satu variate didalam melakukan analisa (alman’s z-score, zeta score, dan sebagainya).

Penganalisa finansial dalam mengadakan analisa rasio finansial pada dasarnya dapat melakukannya dengan dua macam pembanding (Riyanto, 2001:329), yaitu:

1)  Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu yang lalu (ratio historis)atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.

2)  Membandingkan rasio-rasio darisuatu perusahaan (rasio perusahaan/company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/rasio rata-rata/rasio standard) untuk waktu yang sama.

2.2.2  Penggolongan Rasio

Untuk menganalisis laporan keuangantersebut diperlukan suatu alat analsis yaitu rasio keuangan. Menurut Munawir (2000:68), angka rasio dapat dibedakan menjadi tiga menurut sumber datanya, antara lain:

a.  Rasio-rasio neraca (balance sheet ratio)

Adalah semua rasio yang semua datanya diambil atau bersumber pada neraca (misalnya: current ratio, acid test ratio).

b.  Rasio-rasio Laporan laba rugi (income statement ratio)

Yaitu angka-angka rasio yang dalam penyusunannya semua datanya diambil dari Laporan laba rugi (misalnya: gross profit margin, net operating margin, operating ratio, dan sebagainya).

c.  Rasio-rasio antar laporan (interstatement ratio)

Ialah semua angka rasio yang penyusunan datanya berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi (misalnya: inventory turnover, account receivable turnover, sales to fixed assets,dan sebagainya) Sedangkan menurut Ang (1997:18.23-18.38) rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi lima jenis berdasarkan ruang lingkup atau tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

1)  Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan jangka pendek untuk memenuhi obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo. Rasio likuiditas ini terdiri dari: current ratio (rasio lancar), quick ratio dan net working capital.

2)  Rasio Aktivitas (Activity Ratios)

Rasio ini menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan didalam memanfaatkan harta-harta yang dimilikinya. Rasio aktivitas ini terdiri dari:  total asset turnover, fixed asset turnover, accounts receivable turnover, inventory turnover, average collection period (day’s sales inaccounts receivable) dan day’s sales in inventory.

3)  Rasio Rentabilitas/Profitabilitas (Profitability Ratios)

Rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan. Rasio rentabilitas ini terdiri dari: gross profit margin, net profit margin, operating return on assets, return on assets, return on equity, dan operating ratio.

4)  Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini juga disebut leverage ratios,karena merupakan rasio pengungkit yaitu menggunakan uang pinjaman (debt)untuk memperoleh keuntungan. Rasio leverage ini terdiri dari: debt ratio, debt to equity ratio, long-term debt to equity ratio, long-term debt to capitalization ratio, times interest earned, cash flow interest coverage, cash flow to net income, dan cash return on sales.

5)  Rasio Pasar (Market Ratios)

Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar ini terdiri dari: dividend yield, dividend per share, earning per share, dividend payout ratio, price earning ratio, book value per share, dan price to book value. Dari rasio-rasio tersebut, yang berkaitan langsung dengan kepentingan analisis kinerja perusahaan dalam penelitian ini meliputi:

Rasio Kas

Rasio kas merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio kas menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek ( Bringham dan Gapenski, 1996). Menurut Harahap (2009) rasio kas dirumuskan

Mollah dan Keansen (2000) menunjukkan bahwa posisi rasio kas merupakan variable penting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam kebijakan dividen. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar, free cash flow yang tinggi akan memungkinkan perusahaan berfokus pada pembayaran dividen atau menyelesaikan hutang untuk mengurangi biaya keagenan. Sehingga, semakin kuat rasio kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuan untuk membayar dividen.

Debt to Equity ratio (DER)

DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban, yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. (Riyanto, 2000),salah satu rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas adalah debt to equity ratio. Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang perusahaan atau untuk menilai banyaknya hutang yang dipergunakan oleh perusahaan. Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage(penggunaan hutang) terhadap total shareholders’equityyang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka penjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).

Kebijakan debt dapat dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan yang akan mempengaruhi kurva permintaan dari debt yang ditawarkan kepada perusahaan( Ang, 1997). Perusahaan yang profitable memiliki lebih banyak earnings yang tersedia untuk retensi dan karenanya, akan cenderung membangun ekuitas mereka relative terhadap debt. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban. Debt to equity ratio dihitung dengan total hutang dibagi total ekuitas (Jensen et al., 1992). Menurut Sartono (2010), DER dapat dirumuskan sebagai berikut.

ROA

ROA merupakan salah satu profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektif perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan laba bagi perusahaan. (Ang, 2007) menyebutkan rasio ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimiliki.

Nilai ROA yang tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan berbanding asset yang relative tinggi.

Debt Ratio

Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Menurut Sawir (2008:13) debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki.


Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar berarti rasio financial atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin tinggi.
Dan sebaliknya apabila debt ratio semakin kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini berarti risiko financial perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil.

Rasio Perputaran Total Aktiva

Rasio perputaran total aktiva dengan rasio ini akan mengetahui efektivitas penggunaan aktiva operasi perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Apabila perusahaan menghasilkan penjualan yang sama dengan aktiva lebih sedikit berarti perusahaan tersebut semakin efektif karena memerlukan tingkat investasi yang lebih rendah. Semakin efektif perusahaan dalam menggunakan aktivanya, semakin sedikit aktiva yang diperlukan. Dengan demikian pada akhirnya apabila aktiva yang digunakan lebih sedikit maka biaya atas penggunaan aktiva akan semakin sedikit dan seterusnya.

Earning per Share (EPS)

Earning  Per Share (EPS)  menunjukkan  jumlah  laba  yang menjadi  hak  setiap  pemegang  saham  (Prastowo  dan  Juliaty,  2008  :  99). Earning  per  share  (EPS)  atau  laba  per  lembar  saham  adalah tingkat  keuntungan  bersih  untuk  tiap  lembar saham  yang  mampu  diraih  perusahaan  pada  saat  menjalankan  operasinya.  Apabila Earning  Per  Share  (EPS)  suatu perusahaan mengalami peningkatan ini berarti laba perusahaan yang berarti juga peningkatan kekayaan  bagi  para  pemegang  saham. Earning  per  share  (EPS) memberikan  informasi  tentang perkembangan  suatu  perusahaan  (Brigham  dan  Houston, 2006:52) dan  dapat  dijadikan indikator  apakah  suatu  perusahaan  mampu meningkatkan keuntungannya.

Semakin besar EPS dalam  jumlah saham yang konstan, maka laba setelah pajak yang  dihasilkan  perusahaan akan  semakin besar. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar,  karena  hal  ini  merupakan  salah  satu  indicator keberhasilan suatu perusahaan.  Semakin  tinggi  nilai  EPS  hal  ini  menunjukkan  bahwa perusahaan  semakin  sehat  dan  akan  menjadi  faktor  yang memotivasi para investor untuk menginvestasikan dananya ke perusahaan (Walsh, 2004:150).

EPS  dapat dihitung  dengan  membagi  laba  yang  tersedia  bagi  pemegang  saham biasa  dengan  jumlah  saham  yang  beredar  selama  periode  periode perhitungan dilakukan. Secara sistematis EPS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Dividend Payout Ratio telah banyak dilakukan sebelumnya, antara  lain  oleh Chelmi (2012) dan Borromeu (2012). Penelitian Chelmi menguji pengaruh financial leverage ratio terhadap earning per share (eps) pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2008-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Debt to Total

Asset (DAR)  tidak berpengaruh terhadap  Earning Per Share (EPS), Debt  to  Equity  Ratio  (DER)  tidak  berpengaruh  terhadap  Earning Per  Share  (EPS),  Long  Term  Debt  to  Equity  Ratio  (LDER)  tidak berpengaruh  terhadap  Earning  Per  Share  (EPS).  Secara  simultan, Debt to Total Asset (DAR), Debt to Equity Ratio (DER),  dan  Long Term  Debt  to  Equity  Ratio  (LDER)  tidak  berpengaruh  signifikan terhadap  Earning  Per  Share  (EPS)  pada  perusahaan  Properti  dan Real Estate yang terdaftar di BEI periode 2008-2011.

Penelitian lain dilakukan oleh Borromeu, yang menguji Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uji Statistik diketahui  bahwa  variabel  bebas  yang terdiri dari Return On Assets, Debt to Equity  Ratio, Price  Earning  Ratio dan  Net  Profit  Margin secara bersama-sama  (simultan)  mempunyai pengaruh  yang  signifikan  terhadap  Earning Per Share (Y)  pada Perusahaan Perbankan yang  Terdaftar  di  Bursa  Efek Indonesia Periode 2007-2011. Berdasarkan  hasil  pengujian  secara individual  (parsial)  diketahui  bahwa hanya tiga variabel bebas yaitu Return On Assets, Debt  to  Equity  Ratio, dan  Net  Profit  Margin  yang berpengaruh  secara  signifikan  terhadap Earning  Per  Share  pada  Perusahaan

Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia  Periode  2007-2011.  Sedangkan variabel  bebas  lainnya  yaitu  Price Earning  Ratio tidak  berpeengaruh secara  signifikan  terhadap Earning  Per Share  pada  Perusahaan  Perbankan yang  Terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia Periode  2007-2011.

2.4 Rerangka berpikir

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rerangka berpikir tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho1: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara bersama – sama atau simultan.

Ha1: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara bersama – sama atau simultan.

Ho2: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara parsial.

Ha2: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara parsial.

3. Metoda Penelitian

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan hipotesis testing. Metoda penelitian kuantitatif merupakan penelitian empiris dimana data adalah dalam bentuk sesuatu yang dapat dihitung/ angka. Penelitian kuantitatif memperhatikan pada pengumpulan dan analisis data dalam bentuk numerik.

Metoda penelitian kuantitatif memiliki ciri khas yang berhubungan dengan data numeric dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas obyektif yang bisa diukur. Variable – variable penelitian dapat diidentifikasi dan interkolerasi variable dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subyek yang  ia teliti. Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivm, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analysis data bersifat kuantitatif/ statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiono, 2009:14).

Pendekatan penelititan yang digunakan adalah uji hipotesis (hypothesis testing), yaitu pendekatan yangmeneliti sesuatu gejala dalam wujud hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang kedua-duanya dapat diukur dan dinyatakan dalam bilangan. Hubungan tersebut disebut sebagai hipotesis. Tujuan penelitian adalah menguji dengan menggunakan berbagai metode statistik apakah hubungan yang dihipotesiskan tersebut dalam kenyatannya benar-benar betul.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaan – perusahaan manufaktur yang terdapat di industri makanan dan minuman pada tahun 2011 sampai 2013. Periode 2011 sampai 2013 digunakan sebagai periode pengamatan karena dengan rentang waktu tersebut diharapkan akan didapatkan jumlah sampel penelitian yang cukup dan dapat digeneralisasi.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metoda purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.

Perusahaan manufaktur yang tergolong di industri makanan dan minuman, yang terdaftar di BEI berturut – turut dari tahun 2011 sampai 2013.

Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangannya untuk perioda yang berakhir 31 desember

Berdasarkan data dari ICMD perusahaan manufaktur yang bergerak di industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI adalah 16 perusahaan. Perusahaan – perusahaan tersebut diseleksi kembali sesuai dengan kriteria purposive sampling yang telah ditetapkan sebelumnya. Seleksi sampel penelitian disajikan pada Tabel di bawah berikut ini.

noKriteria sampeljumlah
1.Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut – turut dari tahun 2011- 201316
2.Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangannya untuk periode yang berakhir pada 31 Desember4
 Jumlah sampel akhir12
 Jumlah pengamatan36

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 16 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan bergerak di industri makanan dan minuman dari tahun 2011-2013 hanya terpilih  12  perusahaan yang akan  digunakan sebagai  sampel  penelitian  dan  jumlah  pengamatan  sebanyak  36  pengamatan. Daftar perusahaan sampel disajikan dalam Tabel dibawah ini sebagai berikut.

No.KodeNama Emiten
1.ADESAKASHA WIRA INTERNATIONAL
2.AISATIGA PILAR SEJAHTERA FOOD
3.CEKAWILMAR CAHAYA INDONESIA
4.DLTADELTA DJAKARTA
5.INDFINDOFOOD
6.MLBIMULTI BINTANG INDONESIA
7.MYORMAYORA INDAH
8.SKLTSEKAR LAUT
9.STTPSIANTAR TOP
10.ULTJULTRAJAYA MILK INDUSTRY DAN TRADING COMPANY
11.ICBPINDOFOOD CB SUKSES MAKMUR
12.ROTINIPPON INDOSARI CORPINDO

Data Penelitian

Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka – angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dan ringkasan kinerja perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013.

Sumber data

Berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalaha data sekunder, yaitu data diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan  data kepada pengumpul data (Sugiyono,2008). Dalam penelitian ini data di peroleh dari website BEI dan ICMD. Data sekunder yang digunakan dalam  penelitian ini adalah laporan keuangan dan company profile perusahaan – perusahaan di industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013.

Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan teori – teori dan hipotesis penelitian, maka variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah sebagai berikut.

Rasio Kas (Cash ratio/ CR)

Rasio Kas merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas. Semakin tinggi rasio kas menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek (Bringham dan Gapenski, 1996). Rasio Kas dapat dihitung dengan rumus.

Debt to Equity Ratio (DER)

DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban, yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Riyanto, 2000). DER merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan di biayai oleh hutang. Semakin tinggi debt to equity ratio menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus.

Return On Assets (ROA)

Rasio ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimiliki (Ang, 2007). ROA mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. ROA dihitung berdasarkan perbandingan laba bersih setelah pajak terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan.

Debt Ratio

Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Menurut Sawir (2008:13) debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Debt Ratio dihitung dengan rumus:

Rasio Perputaran Total Aktiva

Rasio perputaran total aktiva digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan aktiva operasi perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Apabila perusahaan menghasilkan penjualan yang sama dengan aktiva lebih sedikit berarti perusahaan tersebut semakin efektif karena memerlukan tingkat investasi yang lebih rendah. Semakin efektif perusahaan dalam menggunakan aktivanya, semakin sedikit aktiva yang diperlukan. Dengan demikian pada akhirnya apabila aktiva yang digunakan lebih sedikit maka biaya atas penggunaan aktiva akan semakin sedikit dan seterusnya. Rasio ini dihitung dengan rumus:

Variabel terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Earning per Share (EPS).  Earning  Per Share (EPS)  menunjukkan  jumlah  laba  yang

menjadi  hak  setiap  pemegang  saham  (Prastowo  dan  Juliaty,  2008  :  99). Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar,  karena  hal  ini  merupakan  salah  satu indikator keberhasilan suatu perusahaan.  Semakin  tinggi  nilai  EPS  hal  ini  menunjukkan  bahwa perusahaan  semakin  sehat  dan  akan  menjadi  faktor  yang memotivasi para investor untuk menginvestasikan dananya ke perusahaan (Walsh, 2004:150). Rasio EPS ini dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Analisis data

Uji asumsi klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang diperoleh mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak. Uji asumsi klasik juga digunakan untuk menguji kelayakan data penelitian. Model regresi yang diperoleh akan mengalami bias jika terjadi penyimpangan terhadap salah satu asumsi klasik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hasil penelitian tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel yang diteliti, namun terdapat pula faktor pengganggu lain yang turut mempengaruhi hasil penelitian tersebut. Model regresi harus memenuhi asumsi normalitas, serta tidak boleh terjadi multikolinearitas, heterokedastisitas, maupun autokorelasi dalam model regresi tersebut.

Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa bagian, yaitu:

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel terikat dan variabel bebas dalam sebuah model regresi terdistribusi secara normal atau mendekati normal. Suatu model regresi yang baik dan tidak bias memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal (Gujarati, 2003:110). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan grafik normal probability plot, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik tersebut. Data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal mengindikasikan bahwa model regresi yang diuji memenuhi asumsi normalitas (Gujarati, 2003:147).

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah terdapat korelasi yang terlalu kuat antara variabel-variabel bebas. Korelasi yang terlalu kuat antara variabel-variabel bebas tidak boleh terjadi dalam suatu model regresi agar model tersebut tidak bias (Gujarati, 2003:374). Salah satu cara untuk mendeteksi kolinearitas adalah dengan memperhatikan angka Variance Inflation Factor (VIF) atau nilai Tolerance pada bagian Coefficient. Angka VIF yang berada di sekitar angka 1 (satu), demikian juga nilai tolerance yang mendekati angka 1 (satu) mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam variabel bebas yang digunakan dalam model regresi tersebut (Gujarati, 2003:353).

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dalam model regresi. Homokedastisitas akan terjadi jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain bersifat tetap (Gujarati, 2003:387). Heterokedastisitas terjadi jika terdapat perbedaan antara varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Gejala heterokedastisitas akan dideteksi dengan dua jenis pengujian, yaitu dengan grafik scatterplot dan uji Glejser. Heterokedastisitas dapat diuji dengan grafik scatterplot, yaitu dengan memperhatikan penyebaran titik pada grafik tersebut. Titik-titik yang menyebar secara acak serta tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur mengindikasikan tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai (Gujarati, 2003:402).

Heterokedastisitas juga dapat diuji dengan menggunakan uji Glejser, yaitu dengan cara meregresi nilai absolut residual dari variabel terikat terhadap semua variabel bebas (Ghozali, 2005). Apabila probabilitas semua variabel bebas bernilai lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tersebut tidak mengandung heterokedastisitas. Sebaliknya, jika probabilitas variabel bebas bernilai lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tersebut mengandung heterokedastisitas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi menurut Gujarati (2003:442) digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pada perioda t-1 (sebelumnya). Analisis regresi digunakan untuk  melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, sehingga tidak boleh terdapat korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya.

Pengujian autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai dari statistik Durbin Watson test (DW). Interpretasi angka Durbin Watson test menurut Gujarati (2003:470) adalah sebagai berikut:

Angka Durbin Watson test yang terletak di bawah -2 (negatif dua) mengindikasikan terjadinya autokorelasi positif.

Angka Durbin Watson test yang terletak di antara -2 (negatif dua) dan +2 (positif dua) mengindikasikan tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi.

Angka Durbin Watson test yang terletak di atas +2 (positif dua) mengindikasikan terjadinya autokorelasi negatif.

Pengujian Hipotesis

Analisis regresi linear berganda

Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi linear berganda. Model ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan persamaan sebagai berikut.

EPS = α + β1CR+ β2DER+β3ROA+ β4DR+ β5PTA +e

Keterangan:

EPS         :Earning Per Share

CR           :Cash Ratio

DER        :Debt To Equity Ratio

DR          :Debt Ratio

PTA        :Perputaran Total Aktiva

α            :Konstan

β            :Koefisien regresi

e             :Standar Error

Analisis  ini  akan  dianalisis  dengan  menggunakan  bantuan  program  SPSS  20 for  windows. 

 Uji goodness of fit model

Dalam  analisis  regresi,  selain  mengukur  kekuatan  hubungan  antara  dua variabel atau lebih  juga menunjukkan arah hubungan antara varaiabel dependen dengan variabel independen, dimana variabel dependen diasumsikan random atau  stokastik  yang  berarti  mempunyai  distribusi  probabilistik  dan  variabel  bebas diasumsikan  memiliki  nilai  tetap  (dalam  pengambilan  sampel  yang  berulang).

Cara  yang  digunakan  untuk  melihat  tujuan  tersebut  yaitu  dengan  melihat  nilai adjusted  R²  (koefisien  determinasi)  dan  F  hitung  (untuk  mengetahui  pengaruh  variabel independen secara simul tan terhadap variabel dependen). Koefisien determinasi mengindikasikan persentase variabilitas variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh suatu variabel bebas (Hansen dan Mowen, 2002:104). R2 dapat digunakan untuk mengukur ketepatan yang paling baik dari analisis regresi berganda, yaitu seberapa baik garis regresi mendekati nilai data yang sesungguhnya

3.5.3 Uji-t

Untuk  menguji  kebenaran  hipotesis  kedua yang  diajukan  dalam  penelitian  ini  pengujian  dilakukan  menggunaka  uji-t.  Uji-t  dipergunakan  untuk  menguji  pengaruh  masing-masing  variabel  bebas  (cash  ratio,  debt  to  equity  ratio,  return  on  asset, debt ratio dan perputaran total aktiva)  terhadap  variabel  terikat (Earning Per Share). 

3.6          Hipotesis Statistik

Hipotesis penelitian dirumuskan dalam formulasi hipotesis statistik sebagai berikut.

Ho1: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara bersama – sama atau simultan.

Ha1: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara bersama – sama atau simultan.

Ho2: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara parsial.

Ha2: Variabel DER, DR, CR, ROA, perputaran total aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap EPS perusahaan – perusahaan manufaktur di industri makanan dan minuman secara parsial.

3.7 Tahapan Penelitian

Menentukan sampel dalam penelitian dengan metoda purposive sampling dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan.

Mengumpulkan data melalui metode observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku – buku, laporan keuangan perusahaan, jurnal akuntansi dan bisnis, serta mengakses situs internet yang relevan.

Pengujian hipotesis dengan menggunakan model uji regresi linear berganda, Uji F dan Uji T.

Membuat kesimpulan mengenai ada atau tidaknya pengaruh cash ratio, debt to equity ratio, return on assets, Debt ratio, dan Perputaran total aktivaterhadap Earning Per Share.

Daftar Pustaka

Agnes Sawir, 2008. Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan. Gramedia.

Agus Sartono. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi (4 th ed.).Yogyakarta: BPFE.

Ang, Robert. 2007. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide To Indonesian Capital Market). Edisi Pertama. Mediasoft Indonesia. Jakarta

Ang, Robert.1997.Buku Pintar Pasar Modal Indonesia.Jakarta:Media Staff Indonesia.

Bambang Rianto, 2001, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, edisi empat Yogyakarta BPFE

Brigham, E. F dan Houston, 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi Sepuluh, Alih Bahasa Ali Akbar Yulianto, Penerbit Salemba Empat, Jilid I, Jakarta.

Brigham, Eugene F. dan I.C. Gapenski. 196. Intermediate Financial Management. Fifth Editon. New York: The Dryden Pres.

Damodar N. Gujarati, 2003 “Basic Econometrics” fourth edition McGraw-Hill, New York.

Dhuwita, Qiqin Trisna, 2003. “Pengujian Penerapan Analisis Teknikal Dalam Memprediksi Indeks LQ45 di Bursa Efek Jakarta”, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.

Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty. 2008. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi, Edisi 2, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Harahap, Sofyan Syafri. 2009. “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”. Jakarta: RajaGrafindo Persada

James C. Van Horne dan John M Wachowicz, 2005. Prinsip – prinsip Manajemen Keuangan. Edisi kedua belas. Jakarta : Salemba Empat.

Jones, Charles P., 2004, Investment, New York : Prentice-Hall.

Lukman, Syamsuddin, 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep, Aplikasi dalam Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan, Edisi Baru, Cetakan Keempat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muammarsyah, 2012. “Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Earnings Per Share, Laba Unexpected Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

S. Munawir,2000, Analisa Laporan Keuangan Yoyakarta: Liberty

Soemarso, 2000, Akuntansi: Suatu Pengantar, lembaga penerbit fakultas ekonomi, universitas Indonesia

 Simamora, Henry. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional. Jilid kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta: Bandung.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.

http://cipto-glory.blogspot.com/2013/04/rasio-aktivitas.html

http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-solvabilitas.html

James C. Van Horne, John M. Machowicz, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan (Buku

2) (Edisi 12), Jakarta: Salemba Empat,2005, hlm.313

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

FELLICIA NOVIANTI SOESILO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

1. PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Mendirikan suatu perusahaan harus didasari dengan tujuan yang jelas. Tujuan dasar mendirikan suatu perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Tujuan berikutnya adalah ingin mensukseskan pemilik perusahaan serta para pemilik saham. Dan tujuan mendirikan perusahaan yang terakhir adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham perusahaan tersebut.

Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan datang di ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010). Menurut Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010), Firm value atau nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar untuk menilai perusahaan secara keseluruhan. Wahyudi, Nurlela, dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) juga menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang tersedia untuk dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaantersebut, antara lain sebagai berikut: keputusan pendanaan, kebijakan dividen, keputusan investasi, struktur modal, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham.

Sebelum seorang investor memutuskan akan menginvestasikan dananya di pasar modal, terdapat beberapa kegiatan penting yang perlu untuk dilakukan, antara lain sebagai berikut: penilaian dengan cermat  terhadap emiten serta investor harus percaya bahwa informasi yang diterimanya adalah informasi yang benar. Indikator kepercayaan investor akan pasar modal dan instrumen-instrumen keuangannya, antara lain dicerminkan oleh dana masyarakat yang dihimpun di pasar modal (Pinuji, 2009). faktor yang mendukung kepercayaan investor adalah persepsi mereka akan kewajaran harga saham.

Pasar modal dikatakan efisiensi secara informasional apabila harga sahamnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Informasi yang tidak benar dan tidak tepat tentunya akan menyesatkan para investor dalam melakukan investasi pada sekuritas, hal ini dapat merugikan para investor. Semakin cepat dan tepat informasi sampai kepada calon investor dan dicerminkan pada harga saham, maka pasar modal yang bersangkutan semakin efisien (Imron, 2002 dalam Pinuji, 2009).

Laporan keuangan adalah akhir dari proses akuntansi dengan tujuan untuk memberikan infomasi keuangan yang dapat menjelaskan kondisi perusahaan dalam suatu periode. Informasi keuangan tersebut mempunyai fungsi sebagai sarana informasi, alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan, penggambaran terhadap indikator keberhasilan perusahaan, dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Harahap, 2004). Para pelaku pasar modal seringkali menggunakan informasi tersebut sebagai tolak-ukur mereka dalam melakukan transaksi jual-beli saham suatu perusahaan. Laporan keuangan dijadikan sebagai salah satu alat pengambilan keputusan yang andal dan bermanfaat, sebuah laporan keuangan haruslah memiliki kandungan informasi yang bernilai tinggi bagi penggunanya (Wintoro, 2002 dalam Raharjo, 2005). Suatu laporan keuangan dikatakan memiliki kandungan informasi bila publikasi dari laporan keuangan tersebut menimbulkan reaksi pasar. Reaksi pasar ini akan ditunjukkan dengan adanya perubahan dari harga sekuritas yang bersangkutan (Husnan, 2002).

Pengukuran kinerja perusahaan merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh investor untuk menilai suatu perusahaan dari harga pasar saham tersebut di Bursa Efek Indonesia. Semakin baik kinerja perusahaan maka akan semakin tinggi return yang akan diperoleh oleh investor. Horne (2005) menyatakan bahwa pengukuran kinerja keuangan meliputi hasil perhitungan rasio-rasio keuangan yang berbasis pada laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dan telah di audit oleh akuntan publik. Rasio-rasio tersebut di rancang untuk membantu para analisis atau investor dalam mengevaluasi suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangannya.

Penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan biasanya analis atau investor akan menghitung rasio-rasio keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas perusahaan untuk dasar pertimbangan dalam keputusan investasi. Dalam penelitian ini menggunakan rasio likuiditas, leverage dan profitabilitas (Riyanto, 2001).

Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia maka dianggap baiknya likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Harjito dan Martono, 2001). Tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang baik sehingga akan menambah permintaan akan saham dan tentunya akan menaikkan harga saham. Harga saham juga akan cenderung mengalami penurunan jika investor menganggap perusahaan sudah terlalu likuid yang artinya terdapat aktiva produktif yang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan, dan tidak dimanfaatkannya aktiva tersebut akan menambah beban bagi perusahaan karena biaya perawatan dan biaya penyimpanan yang harus terus di bayar (Prayitno, 2008). Penelitian ini menggunakan rasio likuiditas yang diwakili oleh cash ratio (CR) yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan.

Profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diwakili oleh return on equity (ROE). ROE merupakan rasio yang menunjukkan tingkat pengembalian yang diperoleh pemilik atau pemegang saham atas investasi di perusahaan. ROE membandingkan besarnya laba bersih terhadap ekuitas saham biasa. Semakin tinggi ROE menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengembalian terhadap investasi yang dilakukan dan semakin rendah ROE suatu perusahaan maka tingkat pengembaliannya akan semakin rendah pula. Seorang calon investor perlu melihat ROE suatu perusahaan sebelum memutuskan melakukan investasi supaya dapat mengetahui seberapa banyak yang akan dihasilkan dari investasi yang dilakukannya (Sitepu, 2010). Semakin tinggi tingkat laba yang diperoleh, maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen juga akan semakin tinggi dan harga saham perusahaan akan semakin meningkat.

Rasio leverage mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban finansialnya yang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjangnya. Leverage dalam penelitian ini diwakili oleh debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang membandingkan total utang ekuitas. Rasio ini mengukur persentase dari dana yang diberikan oleh para kreditur. Total utang meliputi kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. DER mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membayar atau memenuhi kewajibannya dengan modal sendiri. DER menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Semakin besar rasio ini menunjukkan bahwa semakin besar struktur modal yang berasal dari utang digunakan untuk mendanai ekuitas yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Warren et al. (2004) dalam Sitepu (2010) bahwa “semakin kecil rasio DER, semakin baik kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi yang buruk”. Rasio DER yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur.

Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen tersebut dapat mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi dan jika dividen dibayarkan kepada pemegang saham kecil maka harga saham perusahaan yang membagikannya tersebut juga rendah. Kemampuan sebuah perusahaan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang tinggi, maka kemampuan perusahaan akan membayarkan dividen juga tinggi. Dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan (Harjito dan Martono, 2005).

Besar Kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan berbagai faktor. Menurut Gitman (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan adalah debt covenant, likuiditas, posisi kas, prospek pertumbuhan perusahaan dan kuasa kendali para pemegang saham yang memiliki mayoritas saham perusahaan.

Beberapa penelitian telah mengembangkan dan menguji berbagai model untuk menjelaskan perilaku dividen. Telah dilakukan survei terhadap manajer kantor pusat dan investor untuk menentukan pandangan beberapa peneliti tersebut mengenai dividen. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Baker dan Powell juga memberi kontribusi terhadap riset survei mengenai kebijakan dividen. Bukti-bukti temuan tersebut menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar responden yakin bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan; (2) responden biasanya mengatakan sangat setuju dengan pernyataan mengenai signaling explanation dari relevansi dividen; dan (3) pandangan manajer mengenai penetapan pembayaran dividen saat ini konsisten dengan yang dilaporkan oleh manajer menurut wawancara yang dilakukan oleh Litner (1956) (Apriani, 2005).

Perekonomian di Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri manufaktur. Industri manufaktur memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai tahun 2010 sebanyak 170 perusahaan dari 477 perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa peran serta industri manufaktur dalam perekonomian di Indonesia mempunyai posisi yang dominan. Kelompok industri manufaktur memiliki target dividend payout ratio paling tinggi dibandingkan dengan kelompok industri lainnya.

Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan dividen telah banyak dilakukan. Sujasno, (2004) menemukan bahwa cash ratio, debt ratio dan return investement (ROI) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap DPR (dividend payout ratio). Hartoyo (2008) dengan menggunakan analisis faktor, menemukan bahwa ROE dan DER berpengaruh terhadap DPR (dividend payout ratio). Berbeda dengan Marlina dan Danica (2009) dengan menggunakan variabel keuangan cash position, debt to equity ratio dan return on assets, debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio.

Penelitian tentang nilai perusahaan menarik untuk diteliti karena berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya masih ditemukan hasil-hasil penelitian yang kontroversi antara variabel dependent (X) terhadap variabel independent (Y) dan variabel moderasi (Z). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan, kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan, dalam penelitian ini kebijakan dividen digunakan sebagai variabel moderasi antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dan menguji lebih lanjut hasil penelitian yang diperoleh oleh Enggar (2009) dan Murtini (2008).

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul “PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA”

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1)        Apakah likuiditas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?

2)        Apakah kebijakan dividen mampu memoderasi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan?

3)        Apakah leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?

4)        Apakah kebijakan dividen mampu memoderasi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan?

5)        Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?

6)        Apakah kebijakan dividen mampu memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan?

1.3       Tujuan Penelitian     

Berdasarkan penelitian yang ingin diteliti, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1)        Untuk mengetahui signifikansi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan?

2)        Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen pada hubungan likuiditas dengan nilai perusahaan?

3)        Untuk mengetahui signifikansi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan?

4)        Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen pada hubungan leverage dengan nilai perusahaan?

5)        Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan?

6)        Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen pada hubungan profitabilitas dengan nilai perusahaan?

1.4       Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis bagi banyak pihak yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris menyangkut yaitu pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan (kebijakan dividen sebagai variabel moderating) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan mampu memberikan tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan nilai perusahaan.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan datang di ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010). Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen asset (Susanti, 2010).

Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Susanti, 2010).

Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai ditentukan pada harga yang wajar serta penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah: (1) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio metode kapitalisasi; (b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; (c) pendekatan dividen antara lain pertumbuhan dividen; (d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva; (e) pendekatan harga saham; dan (f) pendekatan economic value added).

2.2 Kinerja Keuangan

Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan.

Menurut Fabozzi (1999) dalam Siregar (2010), kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan.

1.         Faktor Internal

a.             Manajemen Personalia

Manajemen personalia berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.

b.            Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

c.             Manajemen Produksi

Manajemen produksi berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai dengan yang diharapkan.

2.            Faktor Eksternal

a.             Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain.

b.            Kondisi Industri

Kondisi industry meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain.

Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Nainggolan (2004) dalam Christiani (2010) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain: rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.

Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dengan segala keterbatasannya dapat menjadi alat dalam mengkomunikasikan data keuangan suatu perusahaan dengan pihak-pihak berkepentingan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, catatan-catatan dan bagian integral dari laporan keuangan. (Raharjo, 2005). Laporan keuangan dapat memberikan gambaran tentang keuangan perusahaan. Maka dari itu perlu dilakukan suatu interpretasi terhadap data keuangan perusahaan pada suatu perusahaan.

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempuyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan kata penyederhanaan ini dapat menilai secara cepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian ( Harahap, 2004).

2.3 Dividen

Menurut Sunariyah (2004) dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Menurut Sunariyah (2003) dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dapat berupa :

Dividen Tunai (cash dividend)

Dividen tunai adalah dividen yang dibayar oleh emiten kepada para pemegang saham secara tunai setiap lembarnya.

Dividen Saham (stock dividend)

Dividen saham merupakan pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan saham-saham yang dimiliki.

Sedangkan menurut Baridwan (2004), dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat berbentuk :

Dividen yang berbentuk uang

Pembagian dividen yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk uang. Para pemegang saham akan menerima dividen sebesar tarif per lembar dikalikan jumlah lembar yang dimiliki.

Dividen yang berbentuk aktiva ( selain kas dan saham sendiri)

Dividen yang dibagikan terkadang tidak berbentuk uang tunai, tetapi berupa aktiva seperti saham perusahaan lain atau barang hasil produksi perusahaan yang membagikan dividen tersebut. Pemegang saham yang menerima dividen seperti ini mencatat dalam bukunya dengan jumlah sebesar harga pasar yang diterimanya.

Dividen saham (stock dividen)

Penerimaan dividen dalam bentuk saham dari perusahaan yang membagi saham disebut dividen saham. Saham yang diterima berbentuk saham yang sama dengan yang dimiliki atau saham jenis yang lain.

2.4 Kerangka Pemikiran

            H1         H3         H5

            H2         H4         H6

2.5 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 :        Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

H2:         Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan.

H3 :        Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

H4:      Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

H5:         Leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan.

H6:         Kebijakan dividen mampu secara signifikan memoderasi pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Ruang Lingkup Penelitian

Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan, untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai variabel pemoderasi.

3.2       Metode Penentuan Sample

Populasi penelitian ini adalah perusahaan–perusahaan pada sektor manufaktur yang telah terdaftar Bursa Efek Indonesia (BEI) dan membagikan dividen dari tahun 2006-2009 yaitu sebanyak 170 perusahaan sektor manufaktur. Metode penentuan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel yaitu non random Sampling  dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka jumlah sampel adalah sebanyak 30 sampel perusahaan manufaktur yang secara berturut-turut membagikan dividen selama periode 2006-2009.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non prilaku. Observasi non prilaku adalah metode pengumpulan data dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Data penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Indonesian Stock Exchange (www. idx.co.id) dan ICMD tahun 2006-2009.

3.4       Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai moderating variabel pada perusahaan sektor manufaktur di bursa efek Indonesia tahun 2006-2009 dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel yang diketahui.

Data yang telah di kumpulkan akan di analisis menggunakan alat bantu analisis statistik yaitu:

1.         Likuiditas

a.             Analisis regresi linier sederhana.

Y = α + b1X1 + e ………………………………………………………     (1)

b.            Model Persamaan Moderated Regression Analysis (MRA).

Y = α + b1X1 + b2Z + b3X1.Z + e        …………………………………….     (2)

Keterangan:

Y          =  Nilai perusahaan

α          =  Konstanta

b1 – b3 =  Koefisien regresi

X1        =  Likuiditas

Z          =  Kebijakan dividen

X1 Z     =  Interaksi antara likuiditas dengan kebijakan dividen

e          =  Tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

2.         Profitabilitas

a.             Analisis regresi linier sederhana.

Y = α + b1X2 + e ………………………………………………………     (3)

b.            Model Persamaan Moderated Regression Analysis (MRA).

Y = α + b1X2 + b2Z + b3X2.Z + e        …………………………………….     (4)

Keterangan:

Y          =  Nilai perusahaan

α          =  Konstanta

b1 – b3 =  Koefisien regresi

X2        =  Profitabilitas

Z          =  Kebijakan dividen

X2 Z     =  Interaksi antara profitabilitas dengan kebijakan dividen

e          =  Tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

2.         Leverage

a.             Analisis regresi linier sederhana.

Y = α + b1X3 + e ………………………………………………………     (5)

b.            Model Persamaan Moderated Regression Analysis (MRA).

Y = α + b1X3 + b2Z + b3X3.Z + e        …………………………………….     (6)

Keterangan:

Y          =  Nilai perusahaan

α          =  Konstanta

b1 – b3 =  Koefisien regresi

X3        =  Leverage

Z          =  Kebijakan dividen

X3 Z     =  Interaksi antara leverage dengan kebijakan dividen

e          =  Tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

Variabel perkalian antara Kinerja Keuangan (Likuiditas X1, Leverage X2 dan Profitabilitas, X3) dan Kebijakan dividen (Z) merupakan variabel moderating oleh karena menggambarkan pengaruh moderating variabel Kebijakan dividen (Z) terhadap hubungan Kinerja Keuangan (X) dan Nilai Perusahaan (Y).

3.5       Uji Hipotesis  

Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan Uji Asumsi Klasik. Uji asumsi klasik yaitu meliputi uji normalitas dan uji heteroskedastisitas.

Uji Normalitas

Asumsi data telah berdistribusi normal adalah salah satu asumsi yang penting dalam melakukan penelitian dengan regresi. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen, dependen dan moderasi terdistribusi secara normal atau tidak. Pengujian dalam penelitian dengan melihat normal probability plot, di mana pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastis pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Adapun dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

a.             Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur ( bergelombang, melebar kemudian menyempit ), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b.            Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan Uji T secara statistik yaitu sebagai berikut : Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

Jika t-hitung < t-tabel, maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak).

Jika t-hitung > t-tabel, maka variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis diterima).

Uji t juga dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masing-masing variabel pada pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (α=5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari α maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikansi), yang berarti secara individual variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari α maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan), berarti secara individual variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.6       Identifikasi Variabel

Pengujian hipotesi dan analisis data dalam penelitian ini dapat di identifikasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam model penelitian yaitu:

1.         Dependent variable (Y) atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dependent variable dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan.

2.         Independent variabel (X) atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Independent variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang terdiri dari likuiditas, profitabilitas, dan leverage.

3.         Moderating Variabel (Z) adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independen dan variabel dependen. Moderating Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kebijakan Dividen.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumadilaga, Rimba. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating, Skripsi, Fakultas Ekonomi Diponegoro, Semarang.

Susanti, Rika. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

Raharjo, Susilo. 2005. Analisa Penfaruh Kinerja keuangan Terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ-45 Di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Fakultas ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Harahap, S. S. 2004. Analisis Kritis atas laporan Keuangan. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA X

FANNY RASTITI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI  – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNGKABUPATEN MALANG

2014

ABSTRAKSI

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya    

Alam. Pajak hotel termasuk dalam pajak daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di kota X tahun 20xx – 20xx berdasarkan target dan realisasi. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu menganalisis data realisasi pajak hotel tahun 20xx-20xx.

Kata-kata kunci: Pajak Hotel, Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), tingkat pertumbuhan, efektivitas, kontribusi

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dapat

melalui beberapa hal. Salah satu dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui

pembangunan nasional. Pembangunan nasional bisa melalui pembangunan jalan,

penerangan jalan, perbaikan jalan rusak dan lain sebagainya.Namun dalam

pembangunan nasional ini tentu dibutuhkan dana untuk merealisasikannya.

Karena perihal ini untuk masyarakat, tentu pendanaan juga diambil dari

masyarakat itu sendiri. Tetapi tidak mungkin menarik dana dari masyarakat secara

merata nominalnya padahal ada beberapa masyarakat yang tergolong tidak

mampu akan menganggap hal tersebut menjadi beban bagi mereka. Sehingga

perlu adanya peraturan yang efektif untuk menarik dana dari masyarakat. Hal ini

berkaitan dengan pajak.

Pengelompokkan pajak menurut Resmi (2004) berdasarkan Lembaga

Pemungut dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak pusat

adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat sedangkan pajak daerah adalah

pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun

daerah tingkat II. Pajak pusat tentu memiliki peraturan yang sama di Indonesia

namun untuk pajak daerah sendiri, masing-masing wilayah dalam perundangan

pajak tentu berbeda. Sehingga penulis lebih mengarah kepada pajak daerah.

Dalam hal dana yang digunakan dalam pemerintahan daerah, tentu sumber

dana yang didapat setidaknya dapat memenuhi pelaksanaan tugas pemerintahan

daerah dan pembangunan daerah. Pembangunan daerah didasarkan atas otonomi

daerah dengan mengacu pada kondisi dimana suatu daerah mampu menggali

sumber keuangannya sendiri dan seminimal mungkin tergantung pada bantuan

pemerintah, sehingga pendapatan asli daerah harus menjadi bagian keuangan

terbesar yang didukung untuk kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah sesuai dalam UU No. 32 Tahun2004.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pusat dan Daerah memberikan dampak yang luas bagi

pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah menghendaki daerah untuk

berkreasi          dalam  mencari            sumber             penerimaan      yang    dapat membiayai

pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan

dan      pembangunan. Dalam hal ini, daerah kota/kabupaten itu sendiri harus

memahami potensi apa yang paling menguntungkan bagi daerah itu sendiri dan

cukup besar memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Dan untuk

pengelolaannya sendiri tentunya pemerintahan daerah harus lebih memahami

mengenai pembangunan seperti apa yang efektif untuk pendapatan asli daerah dan

bagaimana mengelola keuangan daerah tersebut.

Pamudji (1982) mengemukakan bahwa keuangan daerah inilah merupakan

salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam

mengurus rumah tangga sendiri, kemampuan dalam arti sampai seberapa besar

daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya guna membiayai keperluan

sendiri tanpa semata-mata menggantungkan diri pada bantuan/subsidi pemerintah pusat.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, pajak dan retribusi daerah     merupakan       dua      sumber

Pendapatan Asli Daerah (PAD), di samping penerimaan dari kekayaan daerah

yang dipisahkan serta PAD lain-lain yang sah. Semakin tinggi peranan PAD

dalam pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha atau

tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Pendapatan asli daerah ini, yang memiliki peranan terbesar terhadap

kontribusi penerimaan adalah pajak daerah. Menurut Lutfi (2004) pajak daerah

merupakan komponen yang sangat menjanjikan dan selama ini pendapatan

yang berasal dari perolehan hasil pajak daerah merupakan komponen yang

memberikan sumbangan besar dalam struktur pendapatan yang berasal dari

pendapatan asli daerah.

Pajak daerah yang merupakan salah satu dari pendapatan asli daerah memiliki

peranan penting. Salah satu pajak daerah yang memiliki potensi penerimaan yang

tinggi adalah pajak hotel. Dikarenakan banyaknya tempat penginapan, baik itu

hotel, kos, villa dan sebagainya. Banyaknya tempat rekreasi untuk berlibur, juga

menjadi opsi berbagai pihak untuk mendirikan hotel di beberapa kota yang

memiliki potensi pariwisata yang cukup baik. Pariwisata yang cukup baik adalah

dimana kota tersebut sudah termasuk dalam list atau daftar tempat berlibur para pengunjung.

Salah satu pajak daerah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pajak

hotel. Dimana pajak hotel pada Kota X yang akan diteliti, memiliki potensi

penerimaan pajak hotel yang cenderung tinggi. Dikarenakan potensi kota tersebut

dalam hal pariwisata dan rekreasi yang tergolong cukup baik, membuat banyak

pihak ingin membangun hotel. Sehingga kini kota X memiliki banyak hotel baru

dan beberapa penginapan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian tugas akhir

dengan judul “EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK

HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA X”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas,

dapat dirumuskan permasalahan.

1. Bagaimana pertumbuhan penerimaan pajak hotel di Kota X tahun 20XX –

20XX berdasar realisasi dan target ?

2. Bagaimana tingkat efektivitas pemungutan pajak hotel di Kota X tahun

20XX – 20XX berdasar realisasi dan target ?

3. Bagaimana kontribusi pajak hotel terhadap peningkatan pendapatan asli

daerah (PAD) di Kota X tahun 20XX – 20XX berdasar realisasi dan target?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pertumbuhan penerimaan pajak hotel di Kota X tahun 20XX

– 20XX berdasar realisasi dan target

2. Mengetahui tingkat efektivitas pemungutan pajak hotel di Kota X tahun

20XX – 20XX berdasar realisasi dan target

3. Mengetahui kontribusi pajak hotel terhadap peningkatan pendapatan asli

daerah (PAD) di Kota X tahun 20XX – 20XX berdasar realisasi dan target

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Peneliti

Menjadi bahan untuk pembelajaran mengenai salah satu pajak daerah yaitu

pajak hotel yang merupakan bagian dari pendapatan asli daerah (PAD) di kota X.

2. Bagi Dispenda kota X

Diharapkan penelitian ini menjadi salah satu bahan masukkan untuk

Dispenda dalam menentukan target dari pajak hotel, pemaksimalan

penerimaan      pajak    hotel    beserta kebijakan-kebijakan    dalam  hal

pemungutan pajak hotel

3. Bagi Universitas

Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk pembelajaran pajak daerah

salah satunya pada pajak hotel yang merupakan bagian dari pendapatan

asli daerah (PAD).

  • LANDASAN TEORI

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Prakosa (2005: 1) pengertian pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.

Sedangkan menurut Sumitro(….) , seperti yang dikutip oleh

Mardiasmo (2003: 1), “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontrapestasi) yang langsung dapat menunjukan dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum”.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut :

1. Pajak dipungut oleh negara, berdasarkan kekuatan Undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak mendapat kontra prestasi individu oleh

pemerintah      atau     tidak    ada      hubungan        langsung          antara  jumlah

pembayaran pajak dengan kontra prestasi individu.

3. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontrapestasi dari negara.

4. Diperuntukan bagi pengeluaran rutin pemerintah.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur.

2.1.2 Fungsi Pajak

Terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber

keuangan negara) dan fungsi regulerrend atau mengatur, (Siti Resmi.2004: 2).

1. Fungsi Budgetair, yaitu sebagai sumber penerimaan kas negara yang

digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.

2. Fungsi Mengatur, yaitu sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan

negara dalam bidang ekonomi maupun sosial dan sebagai alat untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan.

2.1.3 Pengelompokkan Pajak

Menurut Resmi (2004) pajak dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu pengelompokan menurut golongannya, pengelompokan menurut sifatnya dan pengelompokan menurut lembaga pemungutan.

1. Pengelompokan Pajak menurut Golongan

Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu

pajak langsung dan pajak tidak langsung

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang beban pembayarannya harus

ditanggung oleh wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan kepihak

lain. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pembayarannya

dapat dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tidak langsung

terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan

barang atau jasa. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.      Dimana

beban   Pajak   Pertambahan   Nilai    dapat   dilimpahkan    dari

produsen ke konsumen.

2. Pengelompokkan Pajak menurut Sifat

Menurut sifatnya, pajak dikelompokan menjadi 2(dua) yaitu Pajak

Subjektif dan Pajak Objektif.

a. Pajak Subyektif

Pajak subjektif adalah pajak yang dalam pemungutannya

memperhatikan keadaan        pribadi pembayarnya   (subyeknya),

seperti status perkawinan, banyaknya, dan tanggungan lainnya.

Keadaan          pribadi Wajib   Pajak selanjutnya digunakan untuk

menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. Contohnya

adalah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Obyektif

Pajak Objektif adalah pajak       yang dalam pemungutannya

memperhatikan obyeknya     baik     berupa benda, keadaan,

perbuatan,       dan      peristiwa          yang menyebabkan    kewajiban

membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subyek

pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contohnya adalah

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Pengelompokkan Pajak menurut Lembaga Pemungut

Menurut lembaga pemungutannya, pajak dikelompokan menjadi 2 (dua)

yaitu pajak pusat dan pajak daerah.

a. Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang

penyelenggaraannya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan

hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada

umumnya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk

membiayai anggaran  rumah tangga pemerintah daerah masing-

masing. Contoh Pajak DaerahTingkat I (Propinsi) adalah Pajak

Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea balik

nama Tanah. Contoh Pajak Daerah Tingkat II (Kotamadya/Kabupaten)

adalah Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Reklame.

2.1.4 Asas-asas Pemungutan Pajak

Proses pemungutan pajak baik yang dikelola pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas pemungutan pajak (Resmi, 2004: 9) yaitu antara lain:

1. Asas Domisili (Tempat tinggal).

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh

penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik yang

berasal dari dalam negri maupun berasal dari luar negeri.

2. Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan

kebangsaan suatu negara. Contohnya pajak bangsa asing di Indonesia  dikenakan     atas setiap        orang            asing    yang    bukan  berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia

3. Asas Sumber Penghasilan

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas

penghasilan     yang    bersumber        di wilayahnya  tanpa   memperhatikan

wilayah tempat tinggal wajib pajak.

2.1.5 Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan maka

harus memenuhi syarat-syarat pemungutanya. Menurut Mardiasmo (2001)

syarat syarat pemungutan pajak adalah sebagai berikut :

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) sesuai dengan tujuan

dan      hukum yang    berlaku.           Adil     dalam  perundang-undangan

diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2. Pemungutan          pajak    haruslah           berdasarkan     Undang-undang          (syarat

yuridis). Di Indonesia diatur dalam Undang-undang 1945 pasal 23 ayat 2.

hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik

bagi negara maupun warganya.

3. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu perekonomian (syarat

ekonomis). Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran

kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan

kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutran pajak harus efisien (syarat finansiil). Sesuai deangan

fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga

lebih rendah dari hasil pemungutanya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem yang sederhana

akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi

kewajiban perpajakanya.

2.1.5.1 Teori-teori yang mendukung Pemungutan Pajak

Di samping itu ada beberapa teori yang mendukung hak negara untuk

memungut pajak dari rakyatnya, sehingga secara teoritis pemungutan pajak yang

dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis

maupun sisi ilmiah menurut Kesit Bambang Prakosa (2005) teori-teori tersebut adalah:

a) Teori Asuransi

Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh

masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Kelemahan

teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian

dari negara kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang

dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung.

b) Teori Kepentingan

Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing-

masing orang. Teori ini dikenal sebagai Benefit Approach Theory.

c) Teori Daya Pikul

Kesamaan beban pajak untuk setiap orang sesuai daya pikul masingmasing

orang. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau

pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory.

d) Teori Bakti

Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti sesesorang

kepada negaranya.

e) Teori Asas Daya Beli

Dasar pemungutan pajak, pada kepentingan masyarakat bukan pada

individu           atau     negara. Keadilan          dipandang       sebagai            efek     dari

pemungutan pajak.

2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2004) sistem pemungutan pajak tiga, yaitu :

1. Official Assesment system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur

perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap

tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang

berlaku.           Dalam  sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta

memungut pajak sepenuhnya ditangan aparatur    perpajakan.      Dengan

demikian         berhasil            atau     tidaknya          pelaksanaan pemungutan       pajak

banyak bergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominant ada

pada aparatur perpajakan).

2. Self assesment system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib

Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap

tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang

berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta

memungut pajak sepenuhnya ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak

dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan

perpajakan yang sedang belaku, dan memunyai kejujuran yang

tinggi,  serta     menyadari       akan     arti       pentingnya      membayar        pajak.

Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan

pajak banyak bergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada

pada Wajib Pajak).

3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya jumlah pajak

yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang

perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan

dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan

lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan            dan

mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.

Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

banyak bergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2.1.7 Tarif Pajak

Untuk menghitung pajak diperlukan tarif dan dasar penggenaan pajak.

Berikut tariff pengenaan pajak menurut Siti Resmi (2004) :

1) Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun

besarnya dasar pengenaan pajak.

2) Tarif Proporsional (sebanding)

Tarif Proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya

tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar

dasar pengenaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak

yang terutang dengan kenaikan yang proporsional atau sebanding.

3) Tarif Progresif (Meningkat)

Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin

meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

Tarif progresif dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Tarif          Progresif-Proporsional,           merupakan       tarif     berupa persentase

tertentu            yang    semakin           meningkat       dengan            meningkatnya  dasar

pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.

2. Tarif Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu

yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan

pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat.

3. Tarif Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu

yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan

pajak, dan kenaikan persentase tersebut semakin menurun.

4) Tarif Degresif (Menurun)

Tarif degresif atau menurun adalah tarif berupa persentase tertentu yang

semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

2.2. Pajak Daerah

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Siahaan (2009:10) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang

ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang

wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya

digunakan       untuk   membiayai       pengeluaran     pemerintah      daerah dalam

melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Secara umum pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara

(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali

(kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk

membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan (Siahaan, 2013).

Menurut Mardiasmo (2003: 93) ”Pajak daerah adalah pajak yang dipungut

oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah (melalui

Perda) untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah.

2.2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah

Ciri-ciri pajak daerah yang dikemukakan oleh Siahaan (2009:7) adalah sebagai berikut.

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah,     berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas pemerintah

pusat atau kas pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut).

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi

individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh

pembayar pajak). Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara

jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.

4. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi

kontra prestasi dari negara kepada para pembayar pajak.

5. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan

yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak.

6. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak

memenuhi kewajiban pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik

sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2.3 Jenis dan Tarif Pajak Daerah

Siahaan (2009:84-88) menyatakan bahwa jenis dan tarif pajak yang dapat

dipunggut oleh pemerintah daerah di atur dalam UU No. 34 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut.

1. Jenis dan Tarif Pajak Propinsi adalah sebagai berikut.

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen);

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10%

(sepuluh persen);

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan 20% (dua puluh persen).

2. Jenis dan Tarif Pajak Kabupaten atau Kota adalah sebagai berikut.

a. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen);

b. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen);

c. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);

d. Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen);

e. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen);

g. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).

2.3 Pajak Hotel

2.3.1 Pengertian Pajak Hotel

Menurut Hotel Proprietors Act       seperti  yang    dikutip oleh     Sulastiyono (2001: 4) hotel adalah suatu perusahaan yang menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang membutuhkan dan mampu untuk membayar sesuai dengan tarif yang ada sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa perjanjian khusus.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20

dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran,

yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,

pesanggrahan, rumah  penginapan      dan sejenisnya, serta rumah kos dengan

jumlah kamar lebih dari sepuluh.

2.4 Pendapatan Asli Daerah

2.4.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos

Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos

Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos

Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Bastian, 2002).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli

Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya

yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan

mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar

sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

2.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan daerah merupakan semua perolehan uang atau dana bagi

daerah yang digunakan untuk membiayai urusan-urusan pemerintahan dan

pembangunan di daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah bagian dari sumber

pendapatan daerah yang merupakan sumber dana pemerintah daerah dalam

melaksanakan  pembangunan. Selain  itu        pendapatan      asli       daerah juga

termasuk usaha          daerah guna    memperkecil    ketergantungan           dana    dari

pemerintah pusat.

Adapun sumber-sumber pendapatan daerah menurut UU No. 33

tahun 2004 ada empat, yaitu :

a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainya yang dipisahkan

d. Lain-lain PAD yang sah

2.5 Efektivitas

Mahmudi (2010:143) menyatakan bahwa efektivitas merupakan hubungan

antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Dikatakan

efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan

(spending wisely). Semakin besar ouput yang dihasilkan terhadap pencapaian

tujuan dan sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.

Devas (1989: 144-145) mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut

semua tahap administrasi penerimaaan pajak yang meliputi penentuan wajib

pajak, penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak, penegakan sistem

pajak, dan pembukuan penerimaan.

1) Menentukan Wajib Pajak

Menentukan wajib pajak dengan menggunakan prosedur yang dapat

menyulitkan wajib pajak dalam menyembunyikan utangnya. Hal ini

dapat dilakukan bila pembanyaran pajak bersifat otomatis

2) Menetapkan Nilai Pajak Terutang

Nilai pajak terutang harus ditentukan dengan cermat. Hal ini melibatkan

wajib pajak atau petugas pajak dalam menentukan nilai sesungguhnya

dari objek pajak dan menentukan tarif pajak yang benar. Semakin besar

wewenang petugas pajak dalam menentukan pajak terutang semakin

besar pula kesempatan untuk melakukan perundingan. Kerjasama ini tidak

dapat dihilangkan sama sekali tetapi dapat           diminimalisir   dengan            cara

memisahkan    fungsi  penetapan        pajak terutang dengan dengan fungsi

pemungutan pajak.

3) Memungut Pajak

Memungut pajak terutang pada waktunya dapat lebih mudah apabila

pembayaran bersifat otomatis. Misalnya    orang membeli karcis nonton

bioskop maka dalam pembayaran karcis tersebut sudah dikenai pajak. Selain

pemungutan    pajak    secara  otomatis          diperlukan       juga     peraturan dan

penegakan hukum yang tegas terhawap wajib pajak yang Belem

membayar pajak terutangnya.

4) Pemeriksaaan Kelalaian Pajak

Untuk mengetahui wajib pajak  yang belum   memenuhi        kewajiban

pajaknya diperlukan sistem pencatatan yang baik, sehingga kelalaian

pembayaran pajak dapat diketahui. Sistem ini harus dilengkapi dengan

prosedur untuk menegakan pajak dan harus sungguh-sungguh dijalankan.

5) Prosedur Pembukuan yang Baik

Prosedur pembukuan yang baik dibutuhkan agar semua pajak yang telah

terpungut petugas benar-benar dibukukan dan masuk dalam rekening

pemerintah.     Untuk  itu        diperlukan       langkah-langkah          untuk mencegah

kehilangan       atau     pencurian         hasil     pajak,   pembukuan      yang cermat,

pemeriksaan    silang   oleh     berbagai           petugas            dan      sistem pengawasan keuangan

Pajak daerah dapat dikategorikan tingkat efektivitasnya sebagai berikut.

1. Tingkat pencapaian di atas 100% berarti sangat efektif.

2. Tingkat pencapaian antara 90% – 100% berarti efektif.

3. Tingkat pencapaian antara 80% – 90% berarti cukup efektif.

4. Tingkat pencapaian antara 60% – 80% berarti kurang efektif.

5. Tingkat pencapaian di bawah 60% berarti tidak efektif.

2.6 Kontribusi

Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh     mana    pajak    daerah

memberikan     sumbangan      dalam penerimaan      PAD.   Dalam  mengetahui

kontribusi        dilakukan        dengan membandingkan penerimaan pajak       daerah

(khususnya pajak hotel) perioda tertentu dengan penerimaan PAD periode

tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak

daerah terhadap PAD, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu

kecil berarti peranan pajak daerah terhadap PAD juga kecil (Mahmudi, 2010:145).

Menurut Bawasir (1999: 103) kriteria untuk mengetahui kontribusi

pajak hotel dalam menopang Pedapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut:

1. Jika prosentase antara 0%-0,9%, dinyatakan bahwa relatif tidak

memunyai kontribusi.

2. Jika prosentase antara 1%-1,9% dinyatakan bahwa kurang memunyai

kontribusi.

3. Jika prosentasenya antara 2%-2,9% dinyatakan bahwa cukup memunyai

kontribusi.

4. Jika prosentasenya antara 3%-3,9% dinyatakan bahwa memunyai

kontribusi

5. Jika prosentasenya > 4% dinyatakan bahwa sangat mempunyai kontribusi

2.7 Kerangka Pemikir

RETRIBUSI PAJAK PUSAT           DAERAH DAN

LAIN-LAIN

TARGET

LAJU PERTUMBUHAN

EFEKTIVITAS             KONTRIBUSI

Gambar 2.1 Kerangka Pemikir

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

  Peneliti (Tahun)Variabel Penelitian  Metoda Analisis  Kesimpulan 
Agus (2005)-Pajak Hotel -Pajak Daerah -Efektivitas -KontribusiAnalisis NumerikalHasil penelitian diperoleh bahwa efektifitas pajak hotel tahun 2000 dan 2001 tidak efektif, efektivitas tahun 2002 cukup efektif dan efektivitas tahun 2004 efektif. Kontribusi pajak hotel terhadap pajak daerah sebesar 10,9% dan sisanya dipengaruhi oleh unsur pajak yang lain. 
Andhi (2009)-Pajak Hotel -Pendapatan Asli Daerah -KontribusiAnalisis KontribusiKontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah mengalami peningkatan selama tahun 2006 hingga 2008. Dari target Realisasi (Dari Bulan Januari s/d Bulan November 2008) pajak Hotel di Kabupaten Kudus terdapat lima hotel yang pembayaran pajaknya telah melampaui batas target pajak untuk tahun 2008 
Niken (2010)-Pajak Hotel -Pajak Restoran -Pendapatan Aslii Daerah -Efektivitas -KontribusiAnalisis Efektivitas dan Analisis KontribusiPajak hotel dan restoran secara keseluruhan sangat efektif dan sangat berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah kota Surakarata
Ida (2013)-Pajak Hotel -Pajak Restoran -Pendapatan Aslii Daerah -Efektivitas -KontribusiAnalisis Efektivitas dan Analisis KontribusiPertumbuhan penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kota Semarang dari tahun 2008 sampai tahun 2012 mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Tingkat efektivitasnya memiliki kriteria sangat efektif. Tingkat kontribusinya kecil.
Nadya (2013)-Pajak Hotel -Pendapatan Asli Daerah -KontribusiAnalisis KontribusiPertumbuhan pajak hotel di Kota Semarang pada tahun 2010-2012 mengalami penurunan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Sehingga Tingkat kontribusi pajak hotel terhadap PAD Kota Semarang dari tahun 2010 sampai tahun 2012 mengalami penurunan setiap tahunnya.
Edward (2013)-Pajak Hotel -Pajak Restoran -Pendapatan Aslii Daerah -Efektivitas -KontribusiAnalisis Efektivitas dan Analisis KontribusiSecara keseluruhan kontribusi pajak hotel dan pajak restoran pada tahun 2007-2011 memberikan kontribusi yang baik terhadap PAD sehingga dapat mempengaruhi jumlah PAD yang diterima. Tingkat efektivitas dari pajak hotel dan pajak restoran Kota Manado sudah sangat efektif. 

Sumber : Data Diolah, 2014

2.9 Proposisi

Proposisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan pajak hotel dikota X secara keseluruhan sudah efektif

selama tahun 20XX-20XX.

2. Penerimaan pajak hotel dikota X berdasarkan klasifikasinya sudah

efektif selama tahun 20XX-20XX.

3. Penerimaan pajak hotel secara keseluruhan memunyai kontribusi

terhadap Pendapatan Asli Daerah dari tahun 20XX-20XX.

4. Penerimaan pajak hotel berdasarkan klasifikasinya memunyai

kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah tahun 20XX-20XX.

  • METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono

(2013:4) penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Penelitian kuantitatif ini

menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Menurut Nawawi (2003 : 64)

metode deskriptif yaitu metode-metode penelitian yang memusatkan perhatian

pada masalah-masalah ataufenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian

dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki

sebagaimana adanyadiiringi dengan interprestasi yang rasional dan akurat. Dengan

demikian penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan

keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan

dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada dan mencoba menganalisis

kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh

3.2 Data Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 99) ” Data adalah segala fakta

dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi,

sedangkan informasi adalah hasil penggolahan data yang dipakai untuk

keperluan”. Data merupakan faktor yang sangat penting karena melalui data

dapat   diperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan untuk membuktikan

suatu kebenaran.

3.2.1 Jenis Data

Data    yang    digunakan       dalam  penelitian         ini        sebagian          besar

menggunakan data kuantitatif berupa laporan Pajak Hotel dan PAD, dalam

bentul  angka-angka. Sedangkan       data     kualitatif          yang    diperlukan       dalam

penelitian ini berupa data tentang peraturan daerah dan mengenai Pajak Hotel dan PAD

3.2.2 Sumber Data

Adapun data yang diperlukan dalam penyusunan hasil penelitian ini

dibedakan atas dua jenis yaitu:

a. Data primer

Data primer atau data pokok ini merupakan data yang diperoleh penulis

dengan terjun langsung ke objek penelitian dalam hal ini melakukan wawancara

dan juga pengambilan data-data yang berhubungan dengan penulisan penelitian.

Dalam hal ini, peneliti mewawancarai secara singkat mengenai target PAD dan

permasalahan didalamnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder atau data pendukung ini adalah semua data yang diperoleh

dari studi pustaka untuk beberapa teori yang berkaitan dengan permasalahan dan

juga sebagai pembanding terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu untuk

mendukung pemecahan permasalahan. Data sekunder ini digunakan untuk

memperkuat opini yang sudah ada pada data sekunder sehingga akan mampu

menambah keyakinan penulis terhadap suatu kesimpulan penelitian. Dalam

penelitian ini informasi yang dibutuhkan untuk bahan penelitian seperti Laporan

Target Pajak Hotel dan PAD serta Laporan Realisasi Pajak Hotel dan PAD.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendukung penelitian ini, penulis ingin mengumpulkan beberapa

data yang diperlukan melalui teknik berikut :

a. Wawancara (Interview

Interview         adalah  usaha   mengumpulkan            informasi         dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk-dijawab secara lisan

pula. Ciri utama dari interview adalah kontak langsung dengan tatap muka

(face to face relationship) antara si pencari informasi (interviewer atau

informan hunter) dengan sumber informasi (interviewee). (Sutopo, 2006)

Jenis interview meliputi interview bebas, interview terpimpin, dan

interview bebas terpimpin (Sugiyono, 2008). Interview bebas, yaitu

pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data

apa yang dikumpulan. Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan

oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan

terperinci. Interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview

bebas dan interview terpimpin.

Dalam hal ini penulis lebih mengarah kepada Interview bebas

dimana penulis ingin menanyakan hanya pada hal tertentu dan bebas

mengenai bagaimana target dan realisasi PAD terkait dengan penerimaan

Pajak Hotel. Juga tidak lupa penulis akan menanyakan beberapa data yang

akan dikumpulkan dari interviewee.

b. Dokumentasi

Dokumentasi   adalah  teknik  pengumpulan   data     melalui

pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data-data yang

tersedia dan laporan-laporan yang relevan dengan objek penelitian untuk

mendukung data yang sudah ada. Sehingga penulis ingin mengajukan

beberapa permintaan data terkait dengan Target dan Realisasi PAD terkait

dengan penerimaan Pajak Hotel.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang terkait, antara lain

sebagai berikut.

1. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut

bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma

pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah

kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Variabel ini diukur dalam satuan Rupiah.

2. Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau

sasaran yang harus dicapai. Dikatakan efektif apabila proses kegiatan

mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).

Semakin besar ouput yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan dan

sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.

3. Kontribusi digunakan      untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah

memberikan sumbangan dalam penerimaan PAD. Dalam mengetahui

kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan pajak daerah

(khususnya pajak hotel dan pajak restoran)          periode tertentu dengan

penerimaan PAD periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti

semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap PAD, begitu pula sebaliknya.

3.5 Analisis Data

1. Pertumbuhan Pajak Hotel

Untuk menghitung pertumbuhan pajak hotel menggunakan rumus sebagai

berikut (Sedana, dkk 2013) :

Keterangan :

Gx       : Laju pajak pertumbuhan Pajak Hotel per tahun

Xt           : Realisasi penerimaan Pajak Hotel pada tahun tertentu

X(t-1)     : Realisasi penerimaan Pajak Hotel pada tahun sebelumnya

2. Analisis Efektivitas

Efektivitas menurut Jones dan Pendlebury seperti yang dikutip oleh

Halim  dan      Damayanti       (2004:  164)     adalah keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai suatu tujuan. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan efektivitas pajak hotel

a. Membagi   realisasi            penerimaan pajak hotel     dengan target

penerimaan pajak hotel.

b. Setelah didapat hasil pembagian dikalikan dengan 100%

c. Hasil prosentase yang didapat kemudian dibandingkan dengan

kriteria efektivitas.

Langkah-langkah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:

3. Analisis Kontribusi

Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung kontribusi pajak

hotel terhadap pendapatan asli daerah

a. Membagi realisasi penerimaan pajak hotel dengan realisasi

pendapatan asli daerah.

b. Setelah didapat hasil pembagian dikalikan dengan 100%

c. Hasil prosentase yang didapat kemudian dibandingkan dengan kontribusi.

Langkah-langkah        pehitungan      diatas   dapat   dirumuskan.    Menurut

Budiyuwono   (1995:160)       rumus  yang    digunakan       untuk

menghitung kontribusi sebagai berikut:

Keterangan :

Pn        : Kontribusi penerimaan pajak Hotel terhadap pendapatan asli

daerah (Rupiah)

QX      :Jumlah penerimaan pajak Hotel (Rupiah)

QY      :Jumlah penerimaan pendapatan asli daerah (Rupiah)

n          :Tahun (perioda) tertentu

3.6 Tahapan Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif kuantitatif. Adapun langkah menganalisis data sebagai berikut :

1. Mencari data target pajak hotel

2. Mencari data realisasi pajak hotel

3. Menghitung pertumbuhan pajak hotel

4. Menghitung efektivitas pajak hotel

5. Menghitung kontribusi pajak hotel

6. Menganalisis hasil perhitungan

7. Menarik kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sulastiono. (2001). Manajemen Penyelenggaraan hotel.Bandung: ALFABETA.

Bastian, Indra. (2002). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Penerbit. Salemba 4: Jakarta

Devas Nick. (1989). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: UI Press.

Fuad Bawasir. (1999). Peranan dan Strategi Keuangan di Daerah. Jakarta: Gramedia.

Kesit, Bambang Prakosa. (2005). Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta

Lutfi Effendi. (2004). Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Bayumedia. Malang.

Mahmudi. (2010). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen. Yogyakarta.

Mardiasmo. (2003). Perpajakan. Yogyakarta: Andi Offset.

Nawawi. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada

Pamudji, S. (1982). Pembinaan Perkotaan di Indonesia. Tinjauan dari Aspek Administrasi Pemerintahan. Ichtiar Baru. Jakarta.

Pratiwi. Dkk. (2007). Efektifitas Pajak Hotel dan Restaurant, Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bukittinggi. Akuntansi. UPI “YPTK”. Padang

Siahaan, Marihot Pahala. (2013). Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Rajawali Pers: Jakarta

Siahaan, Marihot. (2009). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Siti Resmi. (2004). Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian kuantitatife, Kualitatife, dan R & D. Bandung: ALFABETA.

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Reneka Cipta

Sutopo, HB. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

ANALISIS PENGARUH ROGALSKI, MONDAY, WEEKEND, DAY OF THE WEEK, WEEK FOUR, JANUARY, DAN MONTHLY EFFECT TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DI INDONESIA

EDWARD JOVI SETIAJI & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEM MALANG

2014

1.  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman ini, investasi bukanlah hal yang asing bagi masyarakat.

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa investasi dilakukan dengan tujuan untuk

memeroleh keuntungan di masa depan. Investasi tersebut terdiri dari dua jenis,

yaitu investasi riil dan keuangan. Investasi riil dilakukan dengan cara pembelian

pada aset berwujud, seperti emas dan tanah, sedangkan investasi keuangan

dilakukan dengan cara pembelian aset finansial, seperti saham, obligasi, dan

reksadana. Invetasi dapat dilakukan dengan jangka pendek maupun jangka panjang.

Pasar modal merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk

melakukan       investasi.          Sebelum           melakukan       investasi,          seseorang         perlu

mempertimbangkan return dan risiko dari instrumen keuangan. Semakin tinggi

return yang dapat diperoleh, maka semakin tinggi juga risiko yang dihadapi. Hal

ini juga berlaku sebaliknya. Maka dari itu, investor perlu menganalisis return dan

risiko, sehingga investasi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik (Tandelilin, 2010).

Fama (1970) menjelaskan bahwa pasar modal yang efisien merupakan

kondisi harga saham mencerminkan semua informasi yang ada. Semakin cepat

informasi baru yang diterima oleh investor dan tercemin dalam harga saham,

maka pasar modal semakin efisien. Oleh karena itu, tidak mudah bagi mereka

untuk memeroleh return di atas normal secara konsisten dengan perdagangan

saham. Pasar dapat efisien hanya jika banyak investor percaya bahwa pasar

bersifat efisien, sehingga mereka tidak mencari return di atas normal. Pada

kenyataannya, pasar tidak selalu efisien sesuai yang diharapkan, sehingga ada

kemungkinan pasar menjadi tidak efisien. Ketidakefisian tersebut memiliki

potensi menimbulkan anomali. Anomali merupakan teknik yang sepertinya

bertentangan dengan pasar efisien. Terdapat tiga bentuk pasar yang efisien, yaitu

pasar efisien dalam bentuk lemah, setengah kuat, dan kuat. Jones (1996)

menyatakan bahwa anomali harian merupakan salah satu dari anomali pasar yang

mengganggu hipotesis pasar efisien bentuk lemah.

Konsep pasar modal yang efisien telah menjadi suatu topik perdebatan

yang menarik dan cukup kontroversial di kalangan para ahli keuangan. Banyak

hasil penelitian yang mengemukakan bukti-bukti empiris yang mendukung konsep

pasar modal yang efisien. Cross (….) dalam Wibowo (2004) menyatakan bahwa rata-

rata return indeks S&P 50 antara tahun 1953—1970 pada hari Jumat lebih besar

daripada return hari Senin. Iramani & Mahdi (2007) mengemukakan bahwa

terjadi fenomena Day of the Week, Week Four, dan Mondy Effect pada Bursa Efek

Jakarta, tetapi tidak terjadi Rogalski Effect pada bulan April.    Rita (2009)

menjelaskan bahwa Day of the Week, Monday, dan Rogalski Effect memiliki

pengaruh, namun Rogalski Effect tidak berpengaruh terhadap return saham harian

pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian Arieyani (2012) adalah Day of the

Week, Week Four, dan Rogalski Effect tidak terjadi pada return saham perusahaan

yang tercantum pada LQ45 selama perioda Juni 2008 sampai dengan Juni 2011.

Ardinan (2014) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh Monday effect pada saham

perusahaan yang tercantum dalam LQ45 dan STI selama perioda 2010–2012.

Penelitian yang dilakukan oleh Yamaputra (2014) menunjukkan bahwa return

harian saham perusahaan yang tercantum dalam LQ45 pada perioda Februari 2011

hingga Januari 2013 tidak dipengaruhi secara signifikan oleh Day of the Week

Effect, Monday Effect, Week Four Effect, dan Rogalski Effect. Namun, tidak

terjadi Rogalski Effect.

Berdasarkan hasil penelitian yang berbeda-beda, maka dapat dikatakan

bahwa fenomena anomali pasar modal terjadi dengan tidak konsisten, sehingga

peneliti tertarik untuk mereplikasi penelitian Agung Wijaya Yamaputra yang

berjudul Analisis Pengaruh Day of the Week, Monday, Week Four, Rogalski, dan

Monthly Effect terhadap Return Saham Perusahaan Terbuka (Tbk) di Indonesia.

Dalam penelitian ini, peneliti menambah dua fenomena, yaitu Weekend dan

January Effect, sehingga penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Day of the

Week, Monday, Week Four, Rogalski, Monthly, January, dan Weekend Effect

terhadap Return Saham Perusahaan Terbuka (Tbk) di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yang diutarakan, yaitu:

a) Apakah terdapat pengaruh Day of the Week Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 – Juli 2014?

b) Apakah terdapat pengaruh Monday Effect terhadap return harian saham yang

terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

c) Apakah terdapat pengaruh Weekend Effect terhadap return harian saham yang

terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

d) Apakah terdapat pengaruh Week Four Effect terhadap return harian saham

yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

e) Apakah terdapat pengaruh Rogalski Effect terhadap return harian saham yang

terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

f) Apakah terdapat pengaruh January Effect terhadap return harian saham yang

terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

g) Apakah terdapat pengaruh Monthly Effect terhadap return harian saham yang

terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah:

a) Untuk menguji adanya pengaruh Day of the Week Effect terhadap return

harian saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 –Juli 2014.

b) Untuk memberikan bukti terjadinya Monday Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli

2014. Apakah terdapat pengaruh Weekend Effect terhadap return harian saham

yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 — Juli 2014.

c) Untuk memberikan bukti terjadinya Week Four Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 – Juli 2014.

d) Untuk memberikan bukti terjadinya Rogalski Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 – Juli 2014.

e) Untuk memberikan bukti terjadinya January Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 – Juli 2014.

f) Untuk memberikan bukti terjadinya Monthly Effect terhadap return harian

saham yang terdaftar dalam indeks LQ45 pada perioda Februari 2012 – Juli 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

a) Bagi akademisi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan maupun

referensi dalam bidang pasar modal.

b) Bagi investor

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pertimbangan dalam

melakukan investasi.

2.  LANDASAN TEORI

2.1 Investasi

2.1.1 Pengertian Investasi

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya

yang dilakukan saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan di

masa datang (Tandelilin, 2010:3). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004)

investasi didefinisikan sebagai berikut.

“investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalty, dividen, dan uang sewa) untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan yang dilakukan oleh perusahaan yang berinvestasi.”

Menurut Sunariyah (2004), investasi merupakan penanaman modal untuk satu

atau lebih aktiva yang dimiliki dengan jangka waktu yang lama. Investasi

dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan di masa- yang akan

datang. Maka, investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk membeli sesuatu

dengan tujuan untuk memeroleh keuntungan.

2.1.2 Tujuan Investasi

Tujuan seseorang melakukan investasi menurut Tandelilin (2010) adalah

sebagai berikut.

a) Seseorang berkeinginan untuk memiliki kehidupan yang lebik baik di masa

depan. Oleh karena itu, sebagian pendapatan yang diterima saat ini digunakan

untuk investasi, sehingga keuntungan yang diperoleh dapat meningkatkan

taraf hidupnya di masa depan.

b) Tekanan inflasi dapat berkurang melalui investasi yang dilakukan, sehingga

seseorang dapat terhindar dari risiko penurunan nilai kekayaan akibat

pengaruh inflasi.

c) Beberapa negara mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong

masyarakat melakukan investasi melalui pemberian fasilitas perpajakan

kepada mereka yang berinvestasi pada bidang tertentu, sehingga dapat

menghemat pajak yang dibayarkan.

2.1.3 Dasar Keputusan Investasi

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa keputusan investasi yang dilakukan

memiliki dasar pertimbangan sebagai berikut.

a) Return

Seseorang melakukan investasi untuk memperoleh keuntungan (return).

Return harapan merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan investor di

masa depan, sedangkan return aktual merupakan tingkat pengembalian yang

sudah diterima investor. Return harapan bersifat tidak pasti sehingga muncul

risiko yang dihadapi investor. Dengan kata lain, return harapan dapat berbeda

dengan return aktual, sehingga muncul risiko yang harus dipertimbangkan

dalam investasi. Maka, return tidak hanya menjadi bahan pertimbangan dalam

keputusan investasi, namun risiko juga harus dipertimbangkan (Tandelilin, 2010).

Sedangkan Jogiyanto (2009), return saham dibagi menjadi 2, yaitu return

realisasi dan return ekspektasi. Return realisasi adalah pengembalian yang

sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return ini dapat

digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan return ekspektasi dan

risiko di masa depan. Rumus dari return realisasi adalah sebagai berikut.

Ri = (Pt – Pt-1 + D) / Pt-1 ………………………………………………………(1)

Keterangan:

Ri:        Return saham

Pt:        Harga saham saat t Pt-1: Harga saham saat t-1 D:       Dividen

Sedangkan return ekspektasi adalah pengembalian yang diharapkan akan

diterima investor di masa depan. Dengan kata lain, return ekspektasi

merupakan return yang belum terjadi. Rumus dari return ekspektasi adalah

sebagai berikut.

E(Ri) = Σ(Rij . Pj)……………………………………………………………(2)

Keterangan:

E(Ri): Expected return Rij:     

Return saham Pj:          Probabilitas

b) Risiko

Risiko muncul dari selisih return harapan dengan return aktul. Maka,

risiko dapat diartikan sebagai return aktual lebih rendah daripada return

minimum yang diharapkan atau return yang disyarakatkan atau required date

of return (Tandelilin, 2010).

Jogiyanto (2010) membagi risiko menjadi 2, yaitu:

1) Risiko tidak sistematis adalah risiko pada suatu saham tertentu yang dapat

dihindari atau diminimalkan dengan cara diversifikasi. Risiko yang

termasuk dalam risiko ini adalah risiko kegagalan yang disebabkan oleh

kondisi internal perusahaan, risiko kredit atau keuangan, dan risiko

manajemen. Rumus dari risiko tidak sistematis adalah sebagai berikut.

σei2 = σi2 – βi2σm2…………………………………………………………(3)

Keterangan:

σei2:      Risiko tidak sistematis σi2:       Varian residu

βi2:       Beta saham σm2:           Varian pasar

2) Risiko sistematis adalah risiko yang bersifat umum dan berlaku bagi

semua saham tanpa terkecuali. Risiko ini disebabkan oleh faktor-faktor

yang memengaruhi harga saham secara serentak dan tidak dapat dihindari

oleh investor dengan cara diversifikasi. Rumus dari risiko sistematis

adalah sebagai berikut.

βi = σim/ σm2……………………………………………………………(4)

Keterangan:

βi:        Beta saham

σim:     Kovarian return antara saham I dengan pasar σm2:     Varian return pasar

c) Hubungan tingkat risiko dan return harapan

Hubungan tingkat risiko dan return harapan ditunjukkan dengan grafik

sebagai berikut.

Grafik 1. Hubungan tingkat risiko dan return harapan

Sumber: Tandelilin (2010)

Pada grafik di atas, garis vertikal menunjukkan besarnya tingkat return

harapan dari setiap aset keuangan, sedangkan garis horizontal menunjukkan

risiko yang dihadapi investor. Titik RF menunjukkan tingkat return bebas

risiko (risk-free rate) dalam artian investasi dengan tingkat return harapan

senilai RF memiliki risiko sebesar nol. Risiko terendah dimiliki oleh obligasi

pemerintah dengan tingkat return harapan yang rendah juga. Berbeda dengan

kontrak berjangka seperti futures yang memiliki risiko yang tinggi dengan

return harapan yang tinggi juga. Maka, hubungan tingkat risiko dan return

harapan bersifat searah dan linear dalam artian semakin tinggi risiko yang

dihadapi, maka semakin tinggi juga return harapan investor.

2.1.4 Jenis Investasi

Tandelilin (2010) membedakan investasi menjadi dua, yaitu:

a) Investasi dalam aset finansial (financial investment)

Investasi ini merupakan kepemilikan hak klaim atau aset yang diwujudkan

dalam bentuk dokumen legal yang disebut surat berharga, seperti saham,

obligasi, dan sebagainya.

b) Investasi dalam aset riil (real investment).

Investasi ini dilakukan dengan cara pembelian berupa aset berwujud yang

tampak nyata, seperti bangunan, tanah, dan sebagainya.

Sedangkan Jogiyanto (1998) membagi investasi keuangan menjadi dua, yaitu:

a) Investasi langsung

Investasi ini dilakukan dengan cara pembelian aset keuangan yang

diperdagangkan di pasar modal (capital market), pasar uang (money market),

atau pasar turunan (derivative market). Dalam pasar modal, instrumen yang

diperdangkan berupa surat berharga pendapatan tetap dan saham. Berbeda

dengan aset yang diperdagangkan di pasar uang yang memiliki risiko kecil

dengan jatuh tempo yang pendek dan tingkat likuidasi yang tinggi, seperti

treasury bill. Sedangkan opsi dan future contract diperdagangkan di pasar turunan.

b) Investasi tidak langsung

Investasi ini dilakukan dengan cara pembelian surat berharga di perusahaan

investasi yang menyediakan jasa keuangan dengan cara penjualan sahamnya

ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke portofolio.

2.1.5 Saham

Jogiyanto (2009) membagi saham menjadi 3 macam, yaitu:

a) Saham biasa

Bila perusahaan hanya menerbitkan satu macam saham, maka biasanya

berupa saham biasa (common stock). Pemegang saham merupakan pemilik

perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen perusahaan untuk

menjalankan operasi perusahaan. Pemegang saham biasa tersebut memiliki hak, yaitu:

1) Hak kontrol

Hak yang dimiliki pemegang saham untuk memilih pemimpin perusahaan

2) Hak menerima pembagian keuntungan.

Hak yang dimiliki pemegang saham untuk memperoleh bagian dari

keuntungan perusahaan.

3) Hak preemptive

Hak yang dimiliki pemegang saham untuk memperoleh persentasi

kepemilikan yang sama jika perusahaan menerbitkan tambahan saham

yang bertujuan untuk melindungi hak kontrol pemegang saham lama

dan harga saham lama dari penurunan nilai.

b) Saham Preferen

Saham ini        memiliki sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa.

Saham preferen memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen,

seperti obligasi yang membayarkan bunga atas pinjaman. Dalam hal

likuidasi, klaim pemegang saham preferen di bawah klaim pemegang

saham obligasi, seperti saham biasa. Pemegang saham preferen memiliki hak, yaitu:

1) Hak preferen terhadap dividen

Hak pemegang saham preferen untuk menerima dividen terlebih

dahulu daripada pemegang saham biasa.

2) Hak dividen kumulatif

Hak pemegang saham preferen untuk menerima dividen tahun

sebelumnya yang belum dibayarkan sebelum pemegang saham biasa

menerima dividen tersebut.

3) Hak preferen pada waktu likuidasi

Hak pemegang saham preferen untuk menerima aset perusahaan

sebelum pemegang saham biasa menerimanya pada saat terjadi likuidasi.

c) Saham treasuri

Saham treasuri adalah saham perusahaan yang pernah diterbitkan dan

beredar dalam masyarakat yang dibeli kembali oleh perusahaan tersebut

untuk disimpan dan dijual kembali.

2.2 Pasar Modal

2.2.1 Pengertian Pasar Modal

Menurut Tandelilin (2010), pasar modal adalah pertemuan antara pihak

yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara

memperjualbelikan saham. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pembeli

dan penjual dengan risiko untung dan rugi (Jogiyanto, 2009). Menurut Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, pasar modal diartikan sebagai

kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,

perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan

profesi yang berkaitan dengan efek. Maka, pasar modal merupakan sarana yang

mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan cara memperdagangkan saham dengan harapan

memperoleh keuntungan dan risiko menghadapi kerugian.

2.2.2 Jenis Pasar Modal

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa pasar modal di Indonesia terdiri dari 2 pasar, yaitu:

a) Pasar perdana (primary market)

Perusahaan menjual saham atau obligasi pertama kali pada pasar perdana yang

disebut sebagai penawaran umum pasar perdana atau initial public offering

(IPO). Setelah IPO, perusahaan tersebut juga dapat melakukan penawaran

saham baru, sehingga menambah jumlah saham yang telah ada melalui

penawaran umum terbatas (right issue) kepada pemegang saham. Sama seperti

obligasi,           perusahaan      dapat    menawarkan    obligasi            berikutnya       melalui

penawaran umum obligasi II, III, dan seterusnya. Penawaran saham baru

tersebut dikenal sebagai seasoned equity offering. Maka dari itu, interaksi

perdagangan pada pasar perdana terjadi antara investor dengan perusahaan

(emiten) saja. Ciri-ciri pasar perdana menurut Jogiyanto (2009) adalah

transaksi terjadi di luar bursa, harga efek sudah ditentukan, tidak ada

transaction fee, investor langsung ke penjamin atau agen penjual, dan jangka

waktu pasar biasanya tiga hari.

b) Pasar sekunder (secondary market)

Setelah perusahaan melakukan penawaran efek di pasar perdana, perusahaan

dapat mencatatkan efek tersebut di pasar sekunder agar dapat diperdagangkan

antar investor. Hubungan perdagangan efek yang terjadi pada pasar ini adalah

antar investor, tanpa melibatkan emiten. Pelaksanaan perdagangan efek di

bursa menggunakan fasilitas Jakarta Automated Trading System (JATS),

sehingga           order    jual      dan/     atau      order    beli diolah     computer         untuk

mempertemukannya, sehingga terjadi transaksi. Sistem perdagangan yang

digunakan adalah sistem lelang secara terbuka yang berlangsung selama jam

bursa. Ciri-ciri pasar sekunder menurut Jogiyanto (2009) adalah efek harus

tercatat di bursa, harga efek ditentukan berdasarkan kekuatan penawaran dan

permintaan, perusahaan perantara efek mengenakan transaction fee kepada

investor yang membeli atau menjual, perdagangan efek harus melalui

perantara efek, dan pasar diselenggarakan secara terus menerus.

2.3 Pasar Modal yang Efisien

2.3.1 Pengertian Pasar Modal yang Efisien

Fama (1970) menjelaskan bahwa pasar yang efisien terwujud bila harga

saham mencerminkan informasi yang tersedia secara penuh (a security market is

efficient is security price fully reflect the information available). Berdasarkan

pengertian tersebut, fully reflect menjelaskan bahwa harga saham benar-benar

mencerminkan seluruh informasi yang tersedia, sedangkan information available

menjelaskan bahwa pasar yang efisien terwujud bila investor dapat memerkirakan

harga saham berdasarkan informasi yang tersedia dalam pasar secara akurat.

Menurut Jogiyanto (2009), pasar modal yang efisien ditunjukkan oleh

reaksi pasar yang cepat dan akurat dalam pencapaian harga keseimbangan baru

yang benar-benar mencerminkan informasi yang tersedia. Tidak ada kemungkinan

investor mendapatkan  abnormal return dalam            kondisi normal dengan

menggunakan informasi tersebut. Jadi, ketika suatu informasi diberikan kepada

masyarakat, maka informasi tersebut akan tercemin dalam harga saham dalam

waktu penundaan yang paling minimum.

Tandelilin (2010) mengartikan pasar modal yang efisien adalah pasar

dengan kondisi harga semua saham yang diperdagangkan telah mencerminkan

semua informasi yang tersedia. Informasi tersebut dapat berupa informasi di masa

lalu (contohnya laba bersih perusahaan tahun lalu), informasi saat ini (contohnya

rencana ekspansi perusahaan), dan informasi seperti pendapat atau opini yang

beredar yang dapat memengaruhi perubahan harga saham (contohnya jika banyak

investor yang beragumen bahwa harga saham akan turun, maka argumen tersebut

akan tercemin pada perubahan harga saham tersebut yang cenderung turun).

Maka, pasar modal yang efisien merupakan kondisi pasar yang

ditunjukkan dengan harga-harga saham tercemin dari informasi yang digunakan oleh investor.

2.3.2 Syarat-syarat Efisiensi Pasar Modal

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa pasar yang efisien tercapai bila

memenuhi empat syarat, yaitu:

a) Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan

keuntungan dengan cara menganalisis, menilai, dan melakukan perdagangan

saham. Selain itu, mereka merupakan price taker, sehingga tindakan dari satu

investor tidak dapat memengaruhi harga saham.

b) Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan

cara yang murah dan mudah.

c) Informasi yang terjadi bersifat acak.

d) Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi yang baru, sehingga harga

saham akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sesungguhnya akibat

informasi tersebut.

2.3.3 Bentuk Efisiensi Pasar Modal

Fama (1970) membagi bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga Efficient

Market Hypothesis (EMH), yaitu:

a) Efisien dalam bentuk lemah (weak form)

Pasar efisien dalam bentuk lemah ditunjukkan oleh harga saham saat ini

mencerminkan semua informasi masa lalu (historis), seperti harga dan volume

perdagangan. Dengan kata lain, investor tidak dapat mengestimasi harga pasar

saham di masa depan dengan menggunakan informasi historis.

b) Efisien dalam bentuk setengah kuat (semi strong)

Pasar efisien dalam bentuk setengah kuat ditunjukkan oleh harga saham saat

ini mencerminkan semua informasi historis dan informasi yang dipublikasi

saat ini (seperti pengumuman stock split, dividen, kerugian perusahaan, dan

lain-lain). Pasar dikatakan memiliki bentuk setengah kuat jika informasi

direspon cepat oleh pasar dalam satu hingga dua spot waktu atau hari di

sekitar pengumuman. Return tak normal terjadi bila informasi direspon lambat

oleh pasar (lebih dari tiga spot waktu), sehingga pasar dikatakan tidak efisien

dalam bentuk setengah kuat.

c) Efisien dalam bentuk kuat (strong form)

Pasar efisien dalam bentuk kuat ditunjukkan oleh harga saham saat ini

mencerminkan semua informasi historis, informasi yang dipublikasi saat ini,

dan informasi yang tidak terpublikasi. Dalam pasar ini, investor tidak dapat

memperoleh return tidak normal karena informasi yang diketahui masyarakat

sama dengan informasi yang diketahui perusahaan.

2.4 Pengujian Ketiga Tingkatan Efisiensi dalam Teori Efisiensi Pasar Modal

2.4.1 Tingkat Efisiensi Lemah

Menurut Tandelilin (2010), pengujian pada tingkat ini dilakukan dengan

pengujian prediktibilitas return melalui tiga cara, yaitu:

a) Mempelajari return musiman (seasonal return)

Pengujian pola return musiman dilakukan untuk menunjukkan adanya tingkat

return yang lebih tinggi atau rendah pada perioda tertentu, baik dalam perioda

harian, mingguan, dan tahunan.

b) Menggunakan data return di masa lalu, baik untuk prediktibilitas jangka

pendek dan jangka panjang

Pengujian prediksi jangka pendek biasanya dilakukan untuk mengetahui

apakah return pada perioda sebelumnya dapat digunakan untuk memprediksi

return hari ini. Ada beberapa cara pengujian yang dapat dilakukan, yaitu

dengan hanya   menggunakan  data      return  perioda            sebelumnya     dan

menggunakan trading rules yang lebih kompleks (misalnya dengan uji

korelasi, run test, filter test, dan kekuatan relatif saham). Sedangkan pengujian

prediksi jangka panjang dilakukan dengan waktu pengujian yang relative lebih lama.

c) Mempelajari hubungan return dengan karakteristik perusahaan.

Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan abnormal return dinyatakan

sebagai anomali dalam pasar yang efisien karena secara teoritis tidak ada

investor yang dapat memperoleh abnormal return dengan menggunakan

informasi karakteristik perusahaan dalam pasar yang efisien. Karakteristik

tersebut antara lain size, market to book value, dan earning price.

2.4.2 Tingkat Efisiensi Setengah Kuat

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa pengujian studi peristiwa (event

studies) pada pasar dengan tingkat efisiensi setengah kuat dilakukan untuk

mengamati seberapa cepat informasi yang masuk ke pasar dapat tercemin dalam

harga saham. Jensen (1969) dalam Tandelilin (2010) meneliti dampak corporate

action perusahaan berupa stock split          terhadap perubahan harga saham dan

hasilnya adalah tingkat return di sekitar pengumuman stock split relatif stabil,

sehingga mendukung adanya efisiensi pasar. Husnan (2005) melakukan penelitian

event study dengan variabel kegiatan perdagangan dan variabilitas tingkat return.

Peristiwa yang digunakan adalah pengumuman laporan keuangan. Hasil penelitian

yang diperoleh adalah kegiatan perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebelum

dan sesudah pengumuman laporan keuangan perusahaan memiliki perbedaan yang

signifikan, sedangkan pengaruh pengumuman laporan keuangan terhadap

variabilitas tingkat return ternyata tidak signifikan.

2.4.3 Tingkat Efisiensi Kuat

Pengujian private information dilakukan pada pasar dengan tingkat

efisiensi yang kuat (Tandelilin, 2010). Tujuan dari pengujian ini adalah untuk

mengetahui apakah pihak insider perusahaan dan kelompok investor tertentu yang

dianggap mendapatkan informasi yang baik, dapat memperoleh return tak normal

lebih tinggi daripada return pasar pada umumnya. Elton & Gruber (1991) dalam

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa jika seluruh saran dari para analisis

keuangan         dikumpulkan   dan      diaplikasikan   secara  bersama-sama, maka

kemungkinan investor untuk memeroleh abnormal return sangat tinggi.

2.5 Anomali Pasar Modal

Jones (1996) menjelaskan bahwa anomali merupakan teknik yang

bertentangan dengan konsep efisiensi pasar. Anomali menyebabkan pergerakan

pasar terstruktur pada waktu tertentu, sehingga menimbulkan pola pergerakan

return yang dapat diprediksi oleh para investor untuk menghasilkan abnormal

return yang lebih tinggi.

2.6 Abnormal Return

Tandelilin        (2010)  menjelaskan     bahwa  harga    saham  seharusnya

mencerminkan informasi risiko dan return yang diharapkan di masa depan dalam

pasar efisien. Return normal menunjukkan return yang sepadan dengan risiko

saham. Jika pasar tida efisien, saham akan menghasilkan return yang lebih besar

daripada return yang normal, sehingga disebut return tak normal (abnormal return).

Brown & Warner (1985) dalam Tandelilin (2010) menyatakan bahwa

terdapat tiga model untuk menghitung return tak normal, yaitu:

a) Mean-Adjusted Model

Jika pasar bersifat efisien dan return saham bervariasi secara acak di sekitar

nilai sesungguhnya, maka rata-rata return saham yang dihitung dari perioda

sebelumnya dapat digunakan sebagai return harapan. Jika return harian

digunakan, maka dapat dikurangkan rata-rata return harian dari return harian

aktual untuk memeroleh return tak normal. Rumus dari Mean-Adjusted Model

adalah sebagai berikut.

ARi,t = Ri,t – Ṝi………………………………………………………….….… (5)

Keterangan:

ARi,t: return tak normal saham i pada hari t Ri,t : return aktual saham i pada t hari

Ṝi : rata-rata return saham i setelah sekian hari sebelum hari t b) Market-Adjusted Model

Pergerakan saham sering dihubungkan dengan pergerakan bersama dalam

pasar. Return tak normal dihitung dengan menghilangkan pengaruh pasar

terhadap return harian saham. Rumus dari Market-Adjusted Model adalah

sebagai berikut.

ARi,t = Ri,t – RM,t……………………………………………………….….… (6)

Keterangan:

ARi,t: return tak normal saham i pada hari t Ri,t : return aktual saham i pada t hari

RM,t : return pasar pada hari t c) Market Model

Cara ini menggambarkan hubungan antara saham dengan pasar dalam

persamaan regresi linear sederhana antara return saham dengan return pasar.

Rumus dari Market Model adalah sebagai berikut.

Ri = α1 + βiRM + ei…………………………………………………….….… (7)

Keterangan:

Ri: return saham i

α1 : intersep dalam regresi untuk saham i

βi : koefisien regresi yang menyatakan slope garis regresi RM : return pasar

ei : kekeliruan regresi

2.7 Rogalski Effect

Rogalski (1984) menjelaskan bahwa Rogalski effect merupakan fenomena

yang terjadi pada saat return Senin di bulan Januari bersifat positif, sedangkan

return Senin di bulan lain bersifat negatif karena pada bulan Desember, para

investor menjual sahamnya untuk mengurangi pendapatan, sehingga mereka

membayar pajak yang lebih sedikit atau yang dikenal dengan December effect (tax

month). Kemudian, mereka akan membeli kembali sahamnya pada bulan Januari,

sehingga return pada bulan ini lebih tinggi. Namun, beberapa penelitian yang

dilakukan oleh Cahyaningdiyah (2005), Iramani & Mahdi (2007), Rita (2009),

Rieyani (2012) tidak menemukan adanya January effecy pada Bursa Efek

Indonesia. Mereka menyimpulkan bahwa return pada bulan April lebih tinggi

daripada return bulan lainnya atau yang disebut dengan April effect karena

laporan keuangan perusahaan di Indonesia diterbitkan pada bulan April, sehingga

investor membeli saham pada bulan tersebut.

2.8 Day of the Week Effect

Cahyaningdiyah (2005) menjelaskan bahwa Day of the Week effect

ditunjukkan dengan return harian rata-rata tidak sama untuk semua hari dalam

satu minggu. Padahal, menurut teori pasar yang efisien, return saham tidak

berbeda pada hari perdagangan yang berbeda.

2.9 Weekend Effect

Tandelilin (2010) menjelaskan bahwa Weekend effect merupakan suatu

pengaruh akhir Minggu yang mengakibatkan return saham pada hari Jumat akan

lebih tinggi daripada hari-hari perdagangan lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh

sebagian besar rekomendasi yang dibuat oleh broker agar investor melakukan

order pembelian. Alasan utamanya adalah karena investor merespon secara cepat

rekomendasi pembelian, sedangkan investor yang dapat merespon rekomendasi

penjualan hanyalah investor yang memiliki saham tertentu untuk dijual.

2.10 Monday Effect

Cahyaningdyah (2005) menyatakan bahwa Monday effect merupakan

fenomena yang menunjukkan bahwa return saham pada hari Senin secara

signifikan negatif. Hal ini dapat disebabkan adanya berita buruk pada hari Jumat

sore menyebabkan investor menjual sahamnya untuk mengurangi kepanikan,

sehingga harga saham pada hari Senin mengalami penurunan.

2.11 Week Four Effect

Lakonishok & Maberly (1990) menjelaskan bahwa Week Four effect

merupakan efek hari Senin pada minggu keempat dalam satu bulan, yaitu minggu

saat rata-rata return saham yang dicapai paling rendah.

2.12 Monthly Effect

Menurut Pujiharjanto (2010), Monthly effect terjadi sebagai akibat dari

adanya return dari salah satu atau beberapa bulan yang lebih tinggi daripada

bulan-bulan lainnya. Di Amerika, investor menjual saham untuk mengurangi

pajak yang dibayarkan pada bulan Desember, sehingga harga saham akan

menurun dan mengurangi return saham tersebut. Lalu, pada bulan Januari,

investor membeli saham kembali, sehingga akan meningkaatkan harga dan return

saham tersebut.

2.13 January Effect

Agus (2007) menjelaskan bahwa January effect adalah anomali yang

menyajikan return saham rendah terjadi di bulan Desember dan return saham

tertinggi terjadi di bulan Januari. Hal ini disebabkan oleh investor menjual

sahamnya pada bulan Desember dan membelinya kembali pada bulan Januari.

2.14 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Cross (….) dalam Wibowo (2004) dilakukan dengan mengamati

return indeks S&P 50 antara tahun 1953–1970. Hasil yang diperoleh adalah rata-

rata return saham pada hari Jumat lebih besar daripada return hari Senin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iramani & Mahdi (2007) adalah

terjadi fenomena Day of the Week Effect pada Bursa Efek Jakarta, yakni pada hari

Senin terjadi return saham terendah, sedangkan hari Selasa terjadi return saham

tertinggi. Hasil ini juga membuktikan bahwa terjadi Monday Effect. Fenomena

Week Four Effect juga terjadi yang ditunjukkan oleh return saham yang negatif

secara signifikan terjadi pada hari Senin minggu keempat dan kelima setiap akhir

bulan. Namun, Rogalski Effect tidak ditemukan pada bulan April. Keterbatasan

penelitian ini terletak pada perioda penelitian karena sampel yang digunakan

hanya satu tahun, yaitu mulai bulan Januari hingga Desember tahun 2005.

Penelitian yang dilakukan oleh Rita (2009) memiliki hasil bahwa hari

perdagangan memiliki pengaruh terhadap return saham harian pada Bursa Efek

Indonesia. Fenomena Monday Effect ditemukan dalam penelitian ini yang

ditunjukkan oleh rata-rata return saham hari Senin memiliki nilai negatif dan

paling rendah daripada hari lainnya. Implikasi dari hasil ini adalah sebaiknya

investor membeli saham sebelum penutupan pasar pada hari Senin dan saham

tersebut dijual pada hari lainnya. Monday Effect tidak hanya terjadi pada minggu

keempat dan kelima setiap bulan, namun terjadi juga pada tiga minggu pertama,

sehingga dapat dikatakan bahwa Week Four Effect tidak terjadi. Rogalski Effect

ditemukan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian Arieyani (2012) adalah Day of the Week tidak terjadi pada

return saham perusahaan yang tercantum pada LQ45 selama perioda Juni 2008

sampai dengan Juni 2011. Week Four Effect dan Rogalski Effect juga tidak terjadi.

Hasil penelitian Ardinan (2014) adalah tidak ada pengaruh Monday effect

pada saham perusahaan yang tercantum dalam LQ45 dan STI selama perioda

2010–2012. Return saham pada hari Senin tidak terkonsentrasi pada minggu ke-4

dan ke-5. Return saham pada hari Senin secara sistematis terduga berdasarkan

kondisi pasar Jumat pada minggu sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Yamaputra (2014) menunjukkan bahwa

return harian saham perusahaan yang tercantum dalam LQ45 pada perioda

Februari 2011 hingga Januari 2013 tidak dipengaruhi secara signifikan oleh Day

of the Week Effect, Monday Effect, Week Four Effect, dan Rogalski Effect. Namun,

tidak terjadi Rogalski Effect.

2.15 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang peneliti kemukakan sebagai landasan pengujian untuk

penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Ha1: Terdapat pengaruh akibat perbedaan hari perdagangan (Day of the Week

effect) pada return harian saham-saham di LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

b) Ha2: Monday Effect terjadi pada return harian saham-saham di LQ45 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

c) Ha3: Weekend Effect terjadi pada return harian saham-saham di LQ45 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

d) Ha4: Week Four Effect terjadi pada return harian saham-saham di LQ45 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

e) Ha5: Rogalski Effect terjadi pada bulan April pada return harian saham-saham

di LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012

sampai dengan Juli 2014.

f) Ha6: January Effect terjadi pada return harian saham-saham di LQ45 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

g) Ha7: Monthly Effect terjadi pada return harian saham-saham di LQ45 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perioda Februari 2012 sampai dengan Juli 2014.

2.16 Rerangka Teoritis

3.  METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono

(2010), penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara memeroleh data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pengujian hipotesis

(hypothesis testing). Pengujian hipotesis menurut Sekaran (2003) adalah sebagai berikut.

“Studies that engage in hypothesis testing usually explain the nature of

certain relationship or establish the differences among groups or the

independence of two or more factors in a situation”.

Pengujian hipotesis bertujuan untuk memberikan pemahaman hubungan sebab

akibat dari suatu peristiwa dengan lebih baik.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang memunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya..

Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh daftar perusahaan yang telah tercatat

di Bursa Efek Indonesia (go-public) pada perioda Februari 2012 — Juli 2014.

Dari populasi dapat diambil sampel penelitian. Menurut Sugiyono

(2010:118), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Kriteria

perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan yang terdapat dalam indeks LQ45 secara berturut-turut dan tidak

mengalami de-listing pada perioda Februari 2012–Juli 2014.

2. Nilai penutupan (close) saham selama perioda Februari 2012–Juli 2014 tersedia.

3. Perusahaan tidak mengalami suspend selama perioda Februari 2012—Juli 2014.

4. Perusahaan tidak melakukan stock split selama perioda Februari 2012—Juli 2014.

Perusahaan yang berturut-turut terdapat dalam Indeks LQ45 selama

perioda penelitian sebanyak 29 perusahaan. Tiga perusahaan tidak dimasukkan

dalam obyek penelitian ini karena perusahaan tersebut melakukan stock split pada

perioda penelitian. Tidak ada perusahaan yang mengalami de-listing dan suspend

selama perioda penelitian. Nilai penutupan (close) saham selama perioda

penelitian tersedia lengkap. Maka, jumlah sampel dalam penelitian dideskripsikan sebagai berikut.

Tabel 1. Filterisasi Sampel

KeteranganJumlah Perusahaan
Perusahaan yang berturut-turut masuk dalam LQ45 perioda Februari 2012 – Juli 201428
Sampel dikeluarkan karena melakukan stock splitt(3)
Sampel dikeluarkan karena mengalami de-listing dan suspend0
Sampel yang dikeluarkan karena data tidak lengkap0
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian25

Sumber: Data Diolah

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 25 saham perusahaan yang

terdapat di indeks LQ45 pada perioda Februari 2012–Juli 2014 selama lima kali

pengumuman berturut-turut. Adapun 25 saham yang terpilih adalah sebagai berikut.

Tabel 2. 25 Perusahaan Sampel

No.KodeNama EmitenSektor
1AALIAstra Agro Lestari Tbk.Pertanian
2ADROAdaro Energy Tbk.Pertambangan
3  AKRA  AKR Corporindo Tbk.Perdagangan, Jasa, dan Investasi
4ASRIAlam Sutera Realty Tbk.Properti dan Real Estate
5BBCABank Central Asia Tbk.Keuangan
6  BBNIBank Negara Indonesia (Persero) Tbk.Keuangan
7  BBRIBank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.Keuangan
8BDMNBank Danamon Tbk.Keuangan
9BMRIBank Mandiri (Persero) Tbk.Keuangan
10CPINCharoen Pokphan Indonesia Tbk.Industri Dasar dan Kimia
11  EXCL  XL Axiata Tbk.Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi
12GGRMGudang Garam Tbk.Industri Barang Konsumsi
13HRUMHarum Energy Tbk.Pertambangan
14ICBPIndofood CBP Sukses Makmur Tbk.Industri Barang Konsumsi
15INDFIndofood Sukses Makmur Tbk.Industri Barang Konsumsi
16INTPIndocement Tunggal Prakasa Tbk.Industri Dasar dan Kimia
17ITMGIndo Tambangraya Megah Tbk.Pertambangan
18  JSMR  Jasa Marga (Persero) Tbk.Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi
19LPKRLippo Karawaci Tbk.Properti dan Real Estate
20LSIPLondon Sumatera Plantation Tbk.Pertanian
21  PGASPerusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi
22  PTBATambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk.Pertambangan
23SMGRSemen Gresik (Persero) Tbk.Industri Dasar dan Kimia
24  UNTR  United Tractors Tbk.Perdagangan, Jasa, dan Investasi
25UNVRUnilever Indonesia Tbk.Industri Barang Konsumsi

Sumber: Data Diolah

3.3 Data Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Data yang digunakan merupakan data sekunder. Sumber data diperoleh dari

http://www.idx.co.id dan http://www.finance.yahoo.com.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metoda

dokumentasi. Nawawi (2005) menjelaskan bahwa metoda dokumentasi dilakukan

dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa

arsip-arsip dan buku mengenai pendapat maupun dalil yang berhubungan dengan

masalah penyelidikan.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah return realisasi, yaitu

return yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2009). Return ini dihitung

berdasarkan data historis sesuai dengan formula (1).

3.5 Analisis Data

Pengujian ini menggunakan program Statistical Package for the Social

Sciences (SPSS) 21.0. Data yang dianalisis adalah return realisasi. Ghozali (2011)

menjelaskan bahwa uji normalitas dilakukan dengan alat uji Kolmogorov Smirnov.

Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah jika nilai Sig. < 0.05, maka data

terdistribusi tidak normal, tetapi jika Sig. > 0.05, maka data terdistribusi normal.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat uji One Way

Anova, uji One Sample t-Test dengan satu sisi kiri, Independent Sample t-test, dan

regresi dengan Generalized Auto Regressive Conditional Heteroskedacticity

(GARCH) model. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai landasan untuk

menjawab rumusan masalah. Pengujian ini menggunakan program Statistical

Package for the Social Sciences (SPSS) 21.0 dan E-views 5.

3.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Untuk menguji hipotesis pertama, yaitu terdapat pengaruh Day of the Week

effect terhadap return saham, maka digunakan alat uji One Way Analysis of

Variance (ANOVA). Hipotesis statistik pengujian yang akan digunakan adalah sebagai berikut.

H10: μSenin = μSelasa = μRabu = μKamis = μJumat

H1a: μSenin ≠ μSelasa ≠ μRabu ≠ μKamis ≠ μJumat

Jika Fhitung ≤ Ftabel atau Sig. > 0.05, maka H10 diterima. Jika Fhitung > Ftabel atau

Sig. < 0.05, maka H10 ditolak.

b) Untuk menguji hipotesis kedua, yaitu terjadi Monday Effect pada Bursa Efek

Indonesia, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai rata-rata

(mean) pada hasil uji statistik deskriptif atas sampel. Hipotesis statistik untuk

pengujian ini adalah sebagai berikut.

H20: Monday effect tidak terjadi pada return harian saham

H2a: Monday effect terjadi pada return harian saham

Jika mean dari return saham pada hari Senin bukan merupakan return yang

terendah dalam satu minggu, maka H20 diterima. Tetapi, jika return saham

pada hari Senin merupakan return yang terendah dalam satu minggu, maka

H20 ditolak.

c) Untuk menguji hipotesis ketiga, yaitu terjadi Weekend Effect pada Bursa Efek

Indonesia, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai rata-rata

(mean) pada hasil uji statistik deskriptif atas sampel. Hipotesis statistik untuk

pengujian ini adalah sebagai berikut.

H30: Weekend effect tidak terjadi pada return harian saham

H3a: Weekend effect terjadi pada return harian saham

Jika mean dari return hari Jumat bukan merupakan return yang tertinggi

dalam satu minggu, maka H30 diterima. Namun, jika return hari Jumat

merupakan return yang terendah dalam satu minggu, maka H30 ditolak.

d) Untuk menguji hipotesis keempat, yaitu terjadi Week Four effect pada Bursa

Efek Indonesia, maka digunakan uji One Sample t-Test dengan satu sisi kiri.

Hipotesis statistik untuk pengujian ini adalah sebagai berikut.

H40: μSenin – akhir ≥ 0

H4a: μSenin – akhir < 0

Jika Sig. < 0.05, maka H40 ditolak. Namun, jika Sig. > 0.05, maka H40 diterima.

e) Untuk menguji hipotesis kelima, yaitu terjadi Rogalski effect pada Bursa Efek

Indonesia, maka digunakan uji Independent Sample t-Test satu sisi kanan.

Perumusan hipotesis untuk pengujian tersebut adalah sebagai berikut.

H50: μ1 ≤ μ2

H5a: μ1 > μ2

Keterangan:

μ1 = Rata-rata return hari Senin pada bulan April

μ2 = Rata-rata return hari Senin pada bulan non April

Jika Sig. < 0.05, maka H50 ditolak. Namun, jika Sig. > 0.05, maka H50

diterima. Jika thitung ≤ ttabel, maka H50 diterima. Namun, jika thitung > ttabel, maka

H50 ditolak.

f) Untuk menguji hipotesis keenam, yaitu terjadi January Effect pada Bursa Efek

Indonesia, maka digunakan uji One Way Analysis of Variance (ANOVA).

Perumusan hipotesis untuk pengujian tersebut adalah sebagai berikut.

H60: μJanuari = μFebruari = μMaret = μApril = μMei = μJuni = μJuli = μAgustus = μSeptember =

μOktober = μNovember = μDesember

H6a: μJanuari ≠ μFebruari ≠ μMaret ≠ μApril ≠ μMei ≠ μJuni ≠ μJuli ≠ μAgustus ≠ μSeptember ≠

μOktober ≠ μNovember ≠ μDesember

Jika Fhitung ≤ Ftabel atau Sig. > 0.05, maka H60 diterima. Jika Fhitung > Ftabel atau

Sig. < 0.05, maka H60 ditolak.

g) Untuk menguji hipotesis ketujuh, yaitu terjadi Monthly Effect pada Bursa Efek

Indonesia, maka digunakan uji model regresi dengan GARCH model.

H70: Y t = δ1D1t + δ2D2t + δ3D3t + … … + δ12D12t + Ɛt

Keterangan:

Y t:

μ1, μ2,…, μ12:

Rata-rata return harian saham

Koefisien regresi untuk return dalam bulan. Jika return

bulan Januari, maka disimbolkan dengan μ1. Jika return

bulan Februari, maka disimbolkan dengan μ12, sampai

dengan return bulan Desember yang disimbolkan

dengan μ12.

D1t, D2t,…, D12t:       Variable dummy yang menunjukkan bulan. Jika bukan

Januari, maka disimbolkan dengan D1t. Jika bulan

Februari, maka disimbolkan dengan D2t, sampai

dengan bulan Desember yang disimbolkan dengan

D12t.

Ɛt:        Standar error

3.7 Tahapan Penelitian

Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Mengolah data berupa harga dan return harian saham yang menjadi sampel

penelitian dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

b) Mengelompokkan data harga dan return harian saham tersebut berdasarkan

hari perdagangan (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat) dan melakukan

rata-rata per harian saham tersebut dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

c) Mengelompokkan data harga dan return harian saham tersebut bulan (Januari,

Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober,

November, dan Desember) dan melakukan rata-rata per harian saham tersebut

dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

d) Menghitung mean dan deviasi standar dari saham yang menjadi sampel

penelitian berdasarkan hari perdagangan dengan menggunakan program SPSS 21.0.

e) Menguji hipotesis 1 dengan uji One Way ANOVA pada program SPSS 21.0.

f) Menguji hipotesis 2 dengan melihat hasil mean terendah di kolom nilai return

pada program SPSS 21.0.

g) Menguji hipotesis 3 dengan melihat hasil mean tertinggi di kolom nilai return

pada program SPSS 21.0.

h) Menguji hipotesis 4 dengan uji One Sample t-Test dengan satu sisi kiri pada

program SPSS 21.0.

i) Menguji hipotesis 5 dengan uji Independent Sampe t-Test pada program SPSS 21.0.

j) Menguji hipotesis 6 dengan uji dengan melihat hasil mean tertinggi di kolom

nilai return pada program SPSS 21.0

k) Menguji hipotesis 7 dengan model regresi dengan GARCH model pada

program E-views 5.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Wahyu Pratomo. 2007. January Effect dan Size Effect pada Bursa Efek

Jakarta (BEJ) Periode 1998-2005. Tesis Magister Manajemen pada Fakultas

Ekonomi Universitas Diponegoro.

Ardinan, Haikel. 2014. Pengujian Monday Effect pada Bursa Efek Indonesia dan

Bursa Efek Singapura. Journal of Business and Banking Vol. 4.

Cahyaningdyah, D. 2005. Analisa Pengaruh Hari Perdagangan terhadap Return

Saham. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 20.

Fama, E. F. 1970. Efficient Capital Market A Review of Theory and Empirical

Work. Journal of Finance Vol 25, No. 2: 383-417.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Hadari, Nawawi. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada.

Husnan, S. 2005. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas.

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Iramani, R. & Mahdi A. 2006. Studi tentang Pengaruh Hari Perdagangan terhadap

Return Saham pada Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 8.

Jogiyanto, H. M. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.

Jones, C.P. 1996. Investment Analysis and Managemen. Fifth Edition. Canada:

John Willey & Sons Inc.

Lahonishok, J. & Maberly, E. 1990. The Week Effect: Trading Pattern of

Individual and Institutional Investor. Journal of Finance Vol. 45.

Pujiharjanto, C. A. 2010. Efek Kalender Bulanan di Bursa Efek Indonesia: Bukti

Empiris dan Implikasi. Buletin Indonesia.

Rita, M.R. 2009. Pengaruh Hari Perdagangan terhadap Return Saham: Pengujian

Day of the Week Effect, Week-Four Effect, dan Rogalski Effect di BEI. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis Vol. 15.

Rogalski, R. J. 1984. New Findings Regarding Day of the Week Returns Over

Trading and Nontrading Periods: A Note. Journal of Finance.

Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business : A Skill Building Approach 2nd

Edition. New York: John Wiley and Son.

Silvano, J. H. 2011. Analisis Pengaruh Day of the Week Effect, Monday Effect,

dan Week Four Effect terhadap Return Saham LQ45. Skripsi Universitas Ma Chung. Malang.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keempat.

Yogyakarta: UMP AMP YKPN

Tandelilin, E. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE.

Wibowo, Budi. 2004. Pengujian Tuntas atas Anomali Pola Harian dan Efek Akhir

Pekan pada Return dan Volatilty IHSG dan LQ45 (194 – 204). Usahawan No.

12 Tahun XXXII Desember 2004.

http://www.idx.co.id, diakses pada tanggal 1 Desember 2014.

Yamaputra, Agung Wijaya. 2014. Analisis Pengaruh Day of the Week, Monday,

Week Four, Rogalski, dan Monthly Effect terhadap Return Saham Perusahaan

Terbuka (Tbk) di Indonesia. Skripsi Universitas Ma Chung. Malang

ANALASIS PENGARUH PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG , UTANG LUAR NEGERI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO DI INDONESIA PADA PERIODE 2005-2009

EDBERD SUMAMPOUW & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METEDOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNVIERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah khusunya di Negara berkembang dituntut untuk meningkatkan

kualitas atau taraf hidup masyarakat-nya dan melaksanakan pembangunan untuk mencapai kemakmuran. Untuk mencapai masyarakat yang makmur dan melaksanakan pembangunan, maka cara yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB). Produk domestik bruto adalah nilai pasar dari seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Semakin tinggi tingkat PDB, semakin tinggi pula tingkat kemakmuran masyarakat di negara tersebut sehingga dapat mendorong pembangunan (Wijaya, 2000:2)

Salah satu indikator terpenting untuk melakukan adanya analisis mengenai pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi, yaitu menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian unyuk mendaptkan pendapatan masyarakat pada periode tertentu. Dasar aktivitas ekonomi yaitu suatu proses dalam mengunakan faktor-faktor peroduksinya untuk menghasilkan adanya output yang dapat diukur menggunakan indikator PDB. Indonesia yang merupakan negara sedang berkembang mencoba untuk membangun bangsa ini tanpa mengharapkan bantuan dari bangsa lainnya. Pastinya hal ini sudah dicoba tapi indonesia memang sulit untuk terus bertahan saat berada ditengah arus globalisasi yang semakin berkembang terus meneru dengan cepat. Dalam kondisi seeperti ini bagaimanapun indonesia harus mengikuti arus yang ada, yaitu membuka diri dan menjalin kerjasama dengan negara lain, untuk berjalannya pembangunan nasional.

Indonesia sebenrnya pernah mengalami suatu kondisi ekonomi yang cukup baik dan menjanjikan, sekitar tahun 1980-an dan pertengahan 1990-an, itu diketahui sesuai dengan BPSI (Badan Pusat Statistik Indonesia) pada tahun 1986-1989 yang selalu mengalami peningkatann dalam perekonomian. Pada tahun 1989 sebesar 5.9%, 6.9% tahun 1988 dan 7.5% pada tahun 1989. Tapi pada saat tahun 1990-1991 mengalami penurunan menjadi 7.0%, kemudian tahun 1992-1996 masing-masing pertumbuhan ekonominya sekitar 6.2%, 5.8%, 7.2%, 6.8% serta 5.8%. pada saat itu angka inflasipun stabil dan angka pengangguran rendah karena dengan kondusifnya iklim invetasi menandai banyaknya kesempatan dalam bekerja. Tapi pada satu titik tertentu, akhirnya perekonomian Indonesia mengalami penurunan karena adanya krisis ekonomi yang melanda secara global, sekitar tahun 1997-1998 yaitu adanya angka inflasi yang terus meningkat, meningkatnya pengangguran dan nilai kurva rupiah melemah. Selain itu utang luar negeri Indonesia pun semakin bertambahdisebabkan melemahnya nilai kurva Rupiah pada saat itu. Hal ini disebabkan tidak adanya dukungan mikro yang kuat, praktek korupsi yang meningkat, adanya kolusi serta neptisme (KKN) serta rendahnya skill SDM ( Sumber Daya Manusia) sehingg tidak dapat bersaing dengan kompetitor lainnya.

Dengan adanya krisis eknomi pada tahun 1997 membuat utang luar negeri

Indonesia semakin membengkak, ini disebabkan karena proses dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesai yaitu negara berkembang. Adanya akumulasi utang luar negeri memang merupakan gejala umum, tapi dengan adanya tabungan domsetik yang rendah dapat menyebabkan investasi menurun dan akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Namundalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita negara berkembang terutama Indonesia selalu berhadapan dengan persoalan kebutuhan akan pembiayaan. Rendahnya kemampuan dalam negeri yang disebabkan oleh masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam menyisihkan pendapatannya (tabungan) untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan tabungan dalam negeri. Dimana kesenjangan tabungan tersebut mencerminkan suatu jumlah dana yang diperlukan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan tabungan dalam negeri. Namun, dari dalam negeri sendiri tidak memungkinkan bisa membiayai kekurangan-kekurangan tersebut.

Maka alternatif lain yang dilakukan pemerintah untuk bisa menutupi kekurangan-kekurangan dalam hal pembiayaan yaitu dengan mencari bantuan

sumber dana. bantuan ini dapat berupa Hutang luar negeri. Secara factual Hutang luar negeri sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan. Kebijakan anggaran belanja berimbang pemerintah Indonesia menempatkan utang luar negeri sebagai komponen penutup kekurangan. Saat Indonesia mendapat rejeki berlimpah dari oil boom, utang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di dalam angaran belanja pemerintah. Bahkan saat Indonesia telah mulai menganut sistem anggaran defisit/surplus sejak tahun 2005, komponen pembiayaan utang luar negeri cukup besar. Padahal di dalam kebijakan ekonominya pemerintah selalu mengatakan bahwa utang luar negeri hanya menjadi pelengkap belaka.

Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyebutkan sampai saat ini, utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit maupun untuk pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing). Utang luar negeri juga terkait dengan keberadaan variabel lain yaitu Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment), Tabungan (Saving) dan Rasio Pembayaran Utang (Debt Service Ratio). Sukirno sadorno (2006) menjelaskan bahwa pada dasarnya ada tiga sumber pembiayaan untuk menjalankan pembangunan nasional, yaitu tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa. Namun terdapat gap antara tabungan-investasi        yang    mencerminkan bahwa  perekonomian  tidak    mampu mengakumulasikan tabungan nasional yang cukup untuk membiayai pertumbuhan investasi domestik. Kesenjangan antara tabungan dan investasi ini ditutup oleh pinjaman luar negeri. Salah satu alternatif yang ditempuh oleh pemerintah meminjaman luar negeri. Sedangkan Debt Service Ratio merupakan cerminan kemampuan Indonesia untuk mengalokasikan besarnya dana yang akan disiapkan untuk membayar cicilan utang luar negeri beserta bunganya..

Dari berbagai referensi yang ada, pastinya ada dampak negatif dan dampak positif dari utang luar negeri dalam bentuk apapun Maka dari itu solusi yang dianggap dapat diandalkan yaitu dengan mendatangkan modal dari luar negeri, dengan begitu dapat mengatasi adanya kendala untuk mengurangi mobilisasi modal domestik. Untuk mendatangkan modal luar negeri seperti arus modal swasta, (grent) dalam bentuk hibah, utang bilateral dan multilateral, utang pembangunan, PMA (investasi swasta langsung ), protofolia investment, utang bank dan utang komersial lainnya serta kredit perdagangan (ekspor impor). Bagi negara yang berkembang yaitu Indonesia, yang menjadi pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus untuk memperoleh biaya dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah merupakan salah satu usaha yang berkelanjutan , sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila, agar dalam mencapai tujuan untuk pembangunan nasional terpusat pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tapi dengan seiringnya waktu bahkan mejadi bumerang buat Indonesia sendiri dikarenakan banyaknya masalah terutama adanya bunga yang tinggi dari utang luar negeri.

Utang luar negeri mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal ini dilihat pada saat tahun 1999 Indonesia mempunyai utang luar negeri sebesar 148.097 juta US$ dan pertumbuhan ekonominya sebesar 0.79%. namun tahun 2000 utang Indonesia mengalami penurunan hingga Rp 105.5 trilliun dan pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan sebesar 49.2%. Tahun 2001 utang Indonesia menurun sebesar 133.073 juta US$ dan pertumbuhan ekonominya sebesar 3.45 juta US$ mengalami penurunan. Perkembangan utang Indonesia ataupun swasta mengalami adanya perkembangan yang cukup fluktuasi serta pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tabel 1. Data Perkembangan PDB, Utang Luar Negeri serta Investasi Modal Asing di Indonesia.

TahunPertumbuhan Ekonomi (%)Utang Luar Negeri (Milliar rupiah)Realisasi PMA (Juta US$)
20055.6863,0948.916,9
20065.562,025.977
20076.3562,2510.349,6
20086.0165,44614.871,4
20094.5865,710.815,2

Sumber:

1.         Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP Constant Price based on Year 2000 pada situs resmi Bank Indonesia.

2.         Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia.

Dari data di atas dapat dilihat, pertumbuhan indonesia pada tahuan 2005-009

tidak stabil indonesia mengalami kemunduran dan lambat nya laju pertumbuhan. Diiringi semakin meningkatnya utang dan pertumbuhan negara yang tidak stabil, dan kemungkinan besar negara untuk membayar utang negara semakin besar. Resikopun yang Indonesia dapatkan bisa tinggi maupun rendah di karenakan jika utang indonesia tidak diiringi dengan pertumbuhan penduduka dan pdb yangg tinggi maka indoensia akan sia-sia dalam hal meminjam dana. di lain tempat terjadi Peningkatan yang terjadi dikarenakan adanya kerjasama Indonesia terhadap beberapa negara sehingga produktifitas meningkat dan pertumbuhan ekonomipun juga ikut meningkat, jika terus ditingkatkan pendapatan negara, bisa jadi pada tahun berikutnya Indonesia akan pendapatan negaranya menjadi surplus.

Sekarang tergantung bagaimana negara bisa mengelola kembali pendapatan negara baik secara tepat dan benar tanpa harus adanya korupsi dan pengguanaan dana yang tidak tepat sasaran yang sedang merajalela saat ini di      lembaga pemerintah maupun swasta di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Apakah adanya pengaruh PMA ( Penanaman Modal Asing ) terhadap PDB di Indonesia pada tahun periode 2005-2009.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penerimaan utang luar negeri terhadap pemerintah terhadap PDB yang ada di Indonesia tahun 2005-2009.

2. Mengetahui adanya pengaruh PMA (Penenaman Modal Asing) terhadap PDB di Indonesia 2005-2009.

1.4 Kegunaan/Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi para masyarakat Indonesia untuk mengetahui bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis agar tahu bagaimana dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan investasi asing.

3. Sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya ataupun peneliti yang sedang meneliti mengenai yang berkaitan dengan topik ini.

4. Menjadi masukan untuk pemerintah dalam mengambil keputusan dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia.

  • DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teoretik

2.1.1 Pertumbuhan Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi makro

yang menggambarkan pertumbuhan produksi barang dan jasa,di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi—tenaga kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.    Penghitungan  PDB mempertimbangkan produksi     domestik            tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan pertumbuhan PDB. Apabila ―diibaratkan‖ kue, PDB adalah besarnya kue tersebut. Pertumbuhan ekonomi sama dengan membesarnya ―kue‖ tersebut yang pengukurannya merupakan persentase pertambahan PDB pada tahun tertentu terhadap PDB tahun sebelumnya.

PDB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan. Penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep hargakonstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasifaktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan tahun dasar 2000. Pertumbuhan ekonomi yaitu suatu kenaikan kapasitas untuk jangka yang panjang dari negara yang berkaitan dalam menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro 2000). Menurut Sukirno (1996) suatu proses kenaikan output perkapita yang terus menerus untuk jangka panjang. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu sebagai indikator keberhasilan pembangunan yang ada di Indonesia.

Menurut Kuznet (2000) kenaikan untuk jangka panjang untuk kemampuan negara dalam menyediakan banyak jenis barang ekonomi untuk diberikan pada penduduknya atau masyarakatnya. Kemampuannya tergantung dengan adanya kemajuan teknologi serta penyesuaian kelembagaan dan idologis yang akan diperlukan.

Dalam pengertian diatas bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan output perkapita, yang terdapat dua sisi yang sangat perlu diperhatikan yaitu dari sisi total outputnya (PDB) serta jumlah penduduknya. Untuk mengenal output per kapita hasur dianalisis dengan cara melihat apa yang akan terjadi dengan total outputnya dan jumlah penduduknya. Untuk aspek lainnya ―pertumbuhan ekonomi‖ ialah perspektif waktu, yaitu suatu perekonomian tumbuh jika dalam waktu cukup lama akan mengalami kenaikan output per kapita. Namun pada suatu saat bisa saja total output mengalami penurunan. Tapi apabila jangka waktu yang dimiliki cukup panjang kecendrungannya output akan per kapitanya akan meningkat, maka dengan begitu bisa dikatakan adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan adanya peneydiaan serta alokasi faktor produksi secara efisien, salaha satu faktor produksi ialah modal yang digunakan sebagai pembiayaan pembangunan nasional yang pada dasarna berasal dari modal dalam negeri dan luar negeri. Tabungan merupakan salah satu sumber modal dari dalam negeri yang dihimpun serta diciptakan dengan cara penghematan konsumsi sekerang atau dapat meningkatkan penerimaan dari sektor swasta atau pemerintah. Jika modal yang berasal dari luar negeri yaitu hibah (gratnt), PMA serta utang luar negeri.

Dengan adanya pembentukan modal tersebut maka akan mempunyai manfaat sumber yang ada serta dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi suatu negara. Pembentukan laju modal yang cepat dapat mengurangi adanya kebutuhan terhadap modal asing, pada kenyataannya pada pembentukan modal dapat membantu tercapainya swasembada dan mengurangi beban utang luar negeri suatu negara atau bangsa. Dalam proses pembentuka modal akan membantu meningkatkan output yang pada akhirnya akan meningkatkan laju serta pendapatan nasional.

2.1.2 Tolak Ukur Pembangunan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang menjadi tolak ukurnya adalah pendapatan nasional, PNB ( Produk Nasional Bruto), perekonomian yang stabil, adanya distribusi yang merata, peluang kerja, serta neraca pembayaran luar negeri.

a. Pendapatan Nasional (Nasional Income) yaitu suatu kerangka untuk menghitung mengukur aktivitas ekonomi yang terjadi atau sedang berlangsung dalam perekonomian. Perhitungan pendapatan membantu negara untuk mengetahui serta perencanaan dalam melaksakan program pambangunan berjangka.

b.         PNB ( Produk Nasional Bruto) yaitu seluruh nilai produk jasa serta barang yang dihasilkan oleh para masyarakat dalam periode teretntu, biasanya terjadi selama satu tahun termasuk yang ada didalamnya barang serta jasa yang dihasilkan oleh para masyarakat yang berada diluar negeri.

c.         Perekonomian yang stabil ialah tingkat pendapatan suatu Negara relative stabil ditambah dengan adanya perkembangan ekonomi yang tumbuh dengan artian yang positif, dengan adanya perekonomian yang stabil maka akan membantu Negara untuk membuat rancangan pembangunan untuk waktu jangka panjang dikarenakan adanya dukungan materi yang cukup.

d.         Distribusi Pendapatan yang Merata yaitu apabila adanya kenaikan output perkapita maka bisa dikatakan adanya pertumbuhan ekonomi. Jika distribusi pendapatan merata maka akan memungkinkan terjadinya        suatu    bangsa atau     Negara dalam  merencanakan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi akan mengambarkan kenaikan tarif hiduo yang diukur melalui output riil per individu.

e.         Peluang Kerja yaitu dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk berarti meningkat pula tenaga kerja, serta dengan berlkunya hukum Pertambahan Hasil yang kurang yang mengakibatkan output meningkat semakin mengecil, produk rata menurun dan taraf hidup juga menurun. Apabila dihitung tidak dengan kenajuan teknologi serta kulaitas dan keterampilan kerja, maka dapat mengurangi adanya pertambahan hasil suatu Negara. Akhirnya akan sulit untuk merencanakan       pembangunan  nasional dikarenakan   pendapatan nasional yang kurang mencukupi.

f.          Neraca Pembayaran Luar Negeri yaitu dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah Neraca Transaksi Berjalan, yaitu merupakan gabungan Neraca Perdagangan (ekspor-impor) dengan Neraca Jasa yang mencakup Jasa faktor produksi dan non faktor produksi.

2.1.3 Model Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar (Teori Harrod-Domar)

Peranaan Harrod-Damor        adalah memberi peran kunci pada investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi yang pada khususnya bersifat ganda yang dipunyai           oleh investasi.  Pertama-tama  menciptakan    pendapatan            serta memperbesar kapasitas produksi dengan meningkatkan modal, maka dengan begitu akan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian. Dasar-dasar tersebut sesuai dengan asumsi-asumsi berikut ini :

a) Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam hal ini. b) Tingkat suku bunga tidak berubah.

c) Bekerja dengan perekonomian yang tertutup.

d) Barang modal perekonomian sepenuhnya digunakan.

e) Perekonomian terdiri dua sektor : sektor RT dan Perusahaan.

f)         Fungsi tabungan mulai dengan titik 0, yitu tabungan RT sama dengan pendapatan nasional.

g) COR = perbandingan pertambahan dan produksi tetap sama.

Harrod-Domar dapat menyimpulkan agar ekonomi nasional dapat terus bertumbuh dengan kapasitas produksi yang penuh yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi yang mantap atau steady-state growth. Dengan adanya efek permintaan dari penambahan investasi harus terus diimbangi dengan efek penawaran tanpa kecuali.

Secara sederhannya dengan teori ini, contohnya suatu waktu diciptakan

seimbang pada tingkatan full employment income, maka dalam memelihara

keseimbangan dari tahun-tahun yang diperlukan sejumlah pengeluaran. Karena bagaimanapun investasi harus cukup guna memenuhi kenaikan output yang akan ditimbulkan. Maka dari itu investasi harus seimbang dan tidak terganggu, karena apabila tidak seimbang maka pendapatn per kapita akan turun dikarenakan penduduknya yang juga bertambah.

2.1.4 Teori Schumpeter

Faktor-faktor utama yang menyebabkan dari perkembangan ekonomi adalah proses inovasi serta pelaku para inovator atau enterpreneur. Pertumbuhan ekonomi ialah meningkatkan output masyarakat yang disebabkan banyaknya faktor produksi tanpa adanya perubahan teknologi. Bahkan Schumpeter juga mengemukakan bahwa sistem kapitalis adalah suatu sistem yang paling cocok untuk timbulnya inovasi, pertumbuhan ekonomi serta pembangunan ekonomi nasional.

Teori Schumpeter mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut : a) Banyaknya menekankan pada pentingnya kredit bank.

b) Menganggap bahwa inovasi adalah sebab utama dari pembangunan ekonomi, padahal itu agak jauh dari kenyataan, karena pembangunan ekonomi tidak hanya dapat bergantung dengan itu saja, tapi bergantung juga pada banyak perubahan ekonomi serta sosialis yang lainnya.

2.1.5 Teori Solow

Dengan menggunakan modal ini akan melihatkan bagaimana tabungan, kenajuan tekhnologi serta pertumbuhan suatu populasi yang dapat mempengaruhi tingkat output perekonomian dan juga pertumbuhan sepanjang waktu. Model iini dibentuk untuk menunjukkan bagaimanan tingkat pertumbuhan untuk persediaan modal, pertumbuhan untuk angkatan tenaga kerja, dan kemajuan teknologi yang berinteraksi untuk perekonomian pada akhirnya berpengaruh pada output suatu negara (Mankiw, 2000).

Dengan pertumbuhan solow, akan dibahas bagaimana tabungan dalam akumulasi modal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan. Tahap yang pertama yaitu mengkaji bagaimana permintaan dan penawaran terhadap barang yang aka

menentukan akumulasi modal. Untuk tahap ini akan diasumsikan angkatan tenaga kerja serta teknologi tetap.

Penawaran barang berdasarkan fungsi produksi yang menyatakan jika output (Y) tergantung pada persediaan modal (M) dan tenaga kerja (K), maka dapat dirumuskan Y=F(M,K).

Model pertumbuhan Solow mengasumsikan, bahwa fungsi produksi mempunyai pengembalian skala konstan yang memungkinkan analisa seluruh jumlah perekonomian yang relatif terhadap besanrnya angkatan kerja. Jika setiap input dilipatgandakan sebesar X kali maka otomatis input juga bertambah sebesar X kali, rumusannya adalah xY=F(xM,xK).

Jika X=1/K, makan akan didapatkan Y/K=F(M/K,1) apabila y=Y/K ; m=M/K dan f(k) yaitu F(M/K, 1) maka persamaannya menjadi y = f(k). Dengan melihat persaman diatas dapat dilihat bawhwa output per kapita adalah fungsi dari modal per kapita, maka persamaannya sesuai dengan pengertian pertumbuhan ekonomi yang dimaan sebagai perubahan output per kapitanya.

Dalam model Solow mengasumsikan untuk setiap tahunnya orang menabung sebagian t dari pendapatan mereka serta mengkonsumsi sebagian (1-t) dapat dirumuskan 😡 = (1-t) y. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara fungsi konsumsi dengan investasi maka disubsitusi dengan persamaan y = (1-t) y+i , i = adalah investasi per pekerja. Atau ditulis dengan i = ty. Maksudnya adalah investasi sama dengan tabungan, maka tingkat tabungan adalah bagian dari output yang menunjukkan investasi.

Dengan begitu maka dengan menggunakan model solow menunjukkan tingkat tabungan ialah determinan penting dari persedian modal mapan. Jika tingkat tabungan tinggi, persediaan modal juga akan meningkat, begitu juga sebaliknya. Dengan adanya peningkatan terhadap tabungan maka dapat juga menambahkan pertumbuhan ekonomi hingga sampai mencapai kondisi yang mapan.

2.1.6    Teori Karl Max

Teori yang dikemukakan oleh Karl Max menitikberatkan pada kekurangan konsumsi yang akan melumpuhkan kemampuan produksi. Produksi yang berlebihan secara umum akan menimbulkan runtuhnya teori kapitalisme. Semua pendapat dari para tokoh memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana cara untuk mengembangkan perekonomian suatu negara dan bisa mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Jika kebutuhan masyarakat terpenuhi maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara yang maju dan sejahtera.

Menurut teori ilmu ekonomi klasik, masalah pokok ekonomi masyarakat dapat digolongkan menjadi tiga permasalahan penting, yaitu:

1. Masalah Produksi

Untuk mencapai kemakmuran, barang-barang kebutuhan harus tersedia diantara masyarakat. Karena masyarakat sangat heterogen maka barang-barang yang tersediapun juga beragam jenisnya sehingga akan muncul permasalahan bagi produsen, yaitu barang apa saja yang harus diproduksi. Selain itu akan muncul kekhawatiran bagi produsen apabila memproduksi suatu barang tertentu tetapi tidak dikonsumsi masyarakat.

2. Masalah Distribusi

Agar barang dan jasa yang telah dihasilkan dapat sampai kepada orang yang tepat maka dibutuhkan sarana serta prasarana distribusi yang baik.

3. Masalah Konsumsi

Hasil produksi yang telah didistribusikan kepada masyarakat yang idealnya dapat dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat yang tepat pasti digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tepat pula. Persoalan yang muncul apakah barang tersebut akan dikonsumsi dengan tepat oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkannya atau menjadi sia-sia karena tidak terjangkau oleh masyarakat sehingga proses konsumsi tidak berjalan sebagai subjek ekonomi

2.1.7    Teori Adam Smith

Adam Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada adanya pertumbuhan penduduk. Dengan adanya pertumbuhan penduduk maka akan terdapat pertambahan output dan pertambahan hasil. Teori ini terdapat dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Namun semua itu tidak selalu menjadi pertahananan dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi.

2.1.8    Produk Domestik Bruto

Salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Dapat mengukur pendapatan total pada setiap orang didalam perekonomian (Mankiw, 2000). PDB yaitu pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa pada periode yang ditentukan.

McEachern (2000) PDB atau GDB (Gross Domestic Product) yaitu mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang sudah diproduksi oleh suatu sumber daya yang ada dalam suatu negara untuk jangka waktu yang tertentu. Pada bisanya dilakukan selama satu tahun. Dengan mengetahui PDB maka dapat melihat bagaimana kinerja ekonomi suatu negara, maka apabila PDB semakin tinggi maka negara tersebut dapat dikatakan semakin biak untuk kinerja ekonominya. Selain itu banyak faktor-faktor lainnya yang saling memengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi PDB. Menurut teori Keynes, PDB memiliki 4 bentuk faktor secara positif yang dapat mempengaruhinya, yaitu konsumsi (K), Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), serta ekspor neto (NX) dari keempat tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti tingkat pendapatan, suku bunga, inflasi dan lain-lainnya.

Beberapa ekonom mengemukakan pendapat, kecendrungan yang terus meningkat hanya terhadap output parkapita tidak cukup, tapi kenaikan juga harus berdasar pada sumber proses intern ekonomi. Dengan kata lainnya bisa disebut dengan self generating, artinya menghasilkam kekuatan untuk timbulnya kelanjutan pertumbuhan untuk jangka panjang, pada periode selanjutnya.

Adapun cara untuk menghitung PDB dengan cara dua pendekatan (McEachern, 2000) yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Untuk lebih memahami mengenai pengeluaran pada PDB dapat dibagi menjadi empat komponen berikut ini :

a) Investasi atau lebih pada spesifik lagi investasi domestik swasta bruto ialah belanja untuk barang kapital baru serta tambahan bagi persediaan.

b) Konsumsi atau lebih spesifik lagi pengeluaran konsumsi pada setiap orang, yaitu pembelian barang dan jasa akhir RT (Rumah Tangga) selama 1 tahun.

c) Ekspor Netto = nilai ekspor barang dan jasa negara – impor barang dan ajsa negara. Selain nilai perdagangan ekspor netto juga meliptui jasa.

d) Pembelian Pemerintah atau lebih spesifisik lagi sama seperti konsumsi dan investasi bruto pemerintah, dapat mencakup semua belanja semua tingkatan barang dan jasanya. Pembersihan jalan sampai ruang pengadilan, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran, itu semua merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah namun tidak dicerminkan sebagai pembelian pemerintah, hanya merupakan bantuan pemerintah.

Rumusan umum PDB dengan pendaekatan pengeluaran yaitu :

PDB = konsumsi+investasi+pengeluaran pemerintah+ekspor-impor

Sementara dengan pendekatan pendapatan cara menghitungnya yang

diterima dari faktor produksi :

PDB = Sewa+upah+bunga+laba

Pada dasarnya (teori) dengan menggunakan pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan harus menghasilkan angka atau hasil yang sama. Karena didalam prakteknya untuk menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, dengan begitu pendekatan pengeluaran lebih sering digunakan.

Setelah mengetahui apa yang dapat dan tidak diukur dengan GDP, selanjutnya kita harus mengetahui komponen – komponen dari GDP. GDP (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi (c), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX):Y = C + I + G + NX Persamaan ini merupakan persamaan identitas sebuah persamaan yang pasti benar dilihat dari bagaimana variabel – variabel persamaan tersebut dijabarkan. Komponen tersebut ialah.

1. Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga.

2. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.

3. Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal).

4. Ekspor neto (net exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor) (Mankiw,2006:11-13). Berikutnya, ketika kita mempelajari perubahan perekonomian seiring berlalunya waktu, ekonom ingin memisahkan dua pengaruh (perekonomian menghasilkan output barang dan jasa dengan lebih banyak dan barang dan jasa dijual pada harga yang lebih tinggi). Khususnya, mereka ingin suatu ukuran jumlah barang dan jasa keseluruhan yang diproduksi perekonomian yang tidak terpengaruh perubahan harga barang dan jasa tersebut (Mankiw,2006:14).

Untuk mendapatkan ukuran dari jumlah produksi yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, kita menggunakan GDP riil (real GDP) yang menilai produksi barang dan jasa pada harga tetap. GDP riil menggunakan harga tahun pokok yang tetap untuk menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Karena GDP riil tidak dipengaruhi perubahan harga, perubahan GDP riil hanya mencerminkan perubahan jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Jadi, GDP riil merupakan ukuran produksi barang dan jasa dalam perekonomian(Mankiw,2006:15-16). Selain GDP riil, alat ukur yang lain yaitu GDP nominal. GDP nominal mengukur produksi barang dan jasa yang dinilai dengan harga – harga di masa sekarang. GDP

nominal dalam perhitungannya dipengaruhi kenaikan jumlah barang atau jasa yang diproduksi dan juga kenaikan harga barang atau jasa tersebut. Dari kedua statistika ini kita dapat mengetahui statistika yang ketiga , deflator GDP, yang mencerminkan harga barang dan jasa namun bukan jumlah yang diproduksi. Deflator GDP mengukur tingkat harga – harga saat ini relatif terhadap tingkat harga – harga di tahun pokok. Deflator GDP merupakan salah satu ukuran yang digunakan oleh para ekonom untuk mengamati rata – rata tingkat harga dalam perekonomian(Mankiw,2006:17). Pada bahasan yang terakhir, yaitu hubungan GDP dengan kesejahteraan dapat dijelaskan sebagai berikut. GDP dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, GDP per orang (kapita) memberi tahu kita pendapatan dan pengeluaran dari rata – rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan pengeluaran yang lebih tinggi, GDP per orang (kapita) sepertinya merupakan ukuran kesejahteraanrata – rata perorangan yang cukup alamiah. GDP per kapita memberitahukan kita apa yang terjadi pada rata – rata penduduk, namun di belakang rata – rata tersebut terdapat perbedaan yang besar antara berbagai pengalaman yang dialami orang – orang. Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa GDP merupakan ukuran kesejahteraan yang baik untuk berbagai tujuan, namun tidak untuk semua tujuan(Mankiw,2006:19-22).

2.2.1 Utang Luar Negeri

Pengertian utang luar negeri tidak beda dengan penegrtian pinjama luar negeri, yaitu pada hakekatnya dapat ditelaah dari sudut pandang yang berbeda, baik itu dari pemberi pinjaman/kreditur (Tribroto, 2011). Dalam penelaahnya akan lebih menekankan pada berbagai macam faktro yang mungkin pinjaman tersebut kembali pada waktunya dengan memperoleh manfaat yang teretntu. Sedangkan para debiturnya , penelaah akan ditekankan pada berbagai macam faktro yang mungkin dalam pemanfaatannya secara maksimal dengan nilai tambah     serta     kemampuan     pengembalian  sekaligus          kemampuan     untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi.

Pengertian lainnya utang didalam suatu konteks yaitu utang negara yang beradasar pada UU no1 2004, adalah merupakan jumlah uang yang harus dibayar oleh pemerintah pusat dan/atau merupakan kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang yang berdasarkan dengan aturan UU berlaku, perjanjian atahu sebab-sebab lainnya yang sah.

Utang sering menimbulkan berbagai masalah didalam ruang lingkup nasional. Namun itu merupakan hal yang terpenting untuk menetapkan suatu kebijakan fiskal yaitu APBN, yaitu merupakan bagian hal dari suatu sistem yang besar yang bisa disebut dengan pengelolaan perekonomian. Utang negara pastinya mempunyai beberapa keuntungan dan dapat dimanfaatkan, seperti dapat mengurangi defisit anggaran, dapat menutupi kas serta kebutuhan dalam waktu jangka pendek untuk pelaksanaan belanja negara yang mendesak, dan menjadi salah satu solusi untuk penataan protofolio utang pemerintah dan tentu untuk tujuan mengurangi beban belanja negara karena harus membayar utang dalam APBN ditahun selanjutnya.Maka dari fungsi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa utang adalah cara untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa harus menyebabkan masalah yang baru. Dengan adanya utang bisa juga membantu beberapa          permasalahan            mengenai pertumbuhan           perekonomian  yang membutuhkan biaya yang banyak, dengan utang dapat membantu negara untuk meningkatkan keproduktivitasan, sebagai mobilisasi dana atau transformasi struktural, serta dapat mengurangi kebutuhan akan modal asing setelah adanya perubahan struktural yang benar-benar terjadi ( walaupun modal asing dimasa yang akan datang lebih produktif).

Negara melakukan utang adalah salah satu altrnatif yang dilakukan dengan berbagai macam alasannya, jadi harus ada yang mendasari hal tersebut mengapa negara melakukan utang kepada negara lain. Selain itu alasan-alasan tersebut harus didasari secara rasional, didalamnya mengandung muatan urgensi atau muatan ekspansi. Muatan urgensi maksudnya adalah utang yang dipilih dan memungkinkan untuk menjadikan sumber daya pembiayaan karena merupakan biaya yang sangat dibutuhkan untuk pembiayaan segera. Muatan ekspansi yaitu utang yang di anggap sebagai alternatif untuk pembiayaannya melalui berbagai hitungan secara teknis dan ekonomis karena dapat memberikan keuntungan. Konsep dan pengertian utang luar negeri sudah digunakan dan diterima secara luas, yaitu utang yang meliputi semua utang pemerintah serta utang konsesional. Aliran suatu dana dari luar negeri dinamakan utang luar negeri, yaitu memunyai ciri-ciri aliran modal yang bukan didorong untuk tujuan mencari keuntungan, dan diberikan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang sedang berlaku di dalam pasar internasional (Sukimo, 1985).

Bantuan ataupun pinjaman yang diberikan oleh negara lain dapat berupa pinjaman resmi seperti ODA yaitu Official Develpment Assistance atau non ODA yaitu non- Official Develpment Assistance. ODA yaitu pinjaman yang diterima oleh pemerintah oleh pemerintah asing atau lemabaga keuangan nasional multilateral dengan sayarat lunak ataupun kurang lunak, sedangkan non ODA yaitu pinjaman diterima oleh pemerintah secara bilateral baik itu dari kreditor luar negeri atau bank dengan persayaratan tertentu.

Utang luar negeri dapat ditinjau dengan berbagai segi (Triboto, 2011) yaitu:

a) Jangka waktu :

i. Panjang yaitu pinjaman yang diberikan dalam waktu lebih dari 15 tahun.

ii. Pendek yaitu pinjaman yang diberikan dalam waktu 5 tahun.

iii. Menengah yaitu pinjaman yang diberikan dalam waktu 5 tahun hingga 15 tahun.

b) Status dana yaitu dana dari pinjaman pemerintah atau dana dari pinjaman swasta.

c) Sumber dana dari :

i. Multilateral yaitu World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan International Reconstruction and Development (IBRD), dalam penentuan syaratnya ringan.

ii. Bilateral yaitu pinjaman dari pemerintah lain melewati suatu lembaga badan keuangan yang sudah dibentuk oleh negara itu sendiri. Bisa saja merupakan kelompok non IGCG/GCI atau suatu lembaga yang merupakan badan keuangan internasional dan regional yang bukan merupakan anggota GCI, baik dari pinjaman multilateral atau pinjaman dari suatu pemerintah disuatu negara.

d) Segi persyaratan yaitu :

i. Pinjaman lunak : pinjaman yang diberikan baik dari multilateral yaitu asal dana dari iuran anggota atau bilateral yaitu meningkatkan pembangunan, sehingga suku bunga yang diberikan akan rendah maksimal sebesar 3.5%, dengan jangka waktu 25 tahun untuk pengembaliannya dan masa tenggangnya bahkan lebih cukup panjang, paling sedikitr 7 tahun. Selain itu dapat mengandung hibah yaitu paling rendah 35% dari total yang dipinjam.

ii. Pinjaman kurang lunak : pinjaman yang diberikan dengan persyaratan sebagian lunak dan sebagiannya lagi komersial, pinjaman ini bentuk ke dalam kategori fasilitas kredit ekspor serta PISA yaitu Purchasing and Installment Sales Agreement.

iii. Pinjaman komersial : pinjaman yang sumbernya dari bank atau lembaga badan keuangan yang dibentuk oleh suatu negara yang bersangkutan    dengan            memiliki persyaratan   berlaku            dipasar Internasional.

e) Bentuk pinjaman yang diterima :

i. Bantuan proyek dari luar negeri untuk keperluan proyek bangunan baik berupa jasa, modal ataupun barang.

ii. Bantuan teknik yaitu dalam penugasannya membutuhkan tenaga ahli darinegara donor ke negara yang berkembang dalam rangka alih teknologi atau dapat juga memberikan peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek.

iii. Bantusn berupa pelatihan pendidikan pada tenaga domestik baik dlam negeri ataupun luar negeri.

iv. Bentuk program yaitu dapat berupa devisa kredit, pangan, dan non pangan.

Cara     penggunaannya           sesuai   dengan            keinginan         pemerintah      daan

diserahkan kepada pemerintah. Dana Rupiah dalam bantuan program dipakai untuk membiayai proyek pembangunan nasional.

2.2.1.1 Peranan Utang Luar Negeri Beserta Alasannya

Pemerintah dalam membuat kebijakan untuk membutuhkan bantuan dana dari luar harus dapat ditinjau dan dianalisis dari beberapa sudut pandang, apakah dengan bantuan luar tersebut dapat membantu dan mempunyai manfaat untuk pertumbuhan ekonomi, karena khususnya bagi negara yang berkembang dibutuhkan adanya biaya pembangunan yang cukup guna untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Jika pemerintah dalam membiayai pembangunan apabila tidak memenuhi maka bisa meminta bantuan dana ke negara lainnya.

Namun sebaiknya dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu, dengan adanya bantuan dan dari luar apakah dapat mengatasi masalah tentang kekurangan tabungan (saving gap), yang kedua yaitu diharapkan dapat mengatasi masalah dengan melakukan adanya pengajuan bantuan dana (the two gaps problem) masalah jurang ganda. Adapun beberapa alasan, mengapa negara-negara maju memberikan bantuan dana ke negara berkembang, yaitu agar dapat membantu pembangunan ekonomi dengan cepat, menjalin kerjasama agar lebih solid dan erat baik dari segi hubungan politik atau perekonomian, dapat membendung pengaruh ideologi yang menyimpang dengan yang dianut dengan negara pemberi bantuan.

Utang luar negeri tidak hanya untuk menunjang kebutuhan perdangangan saja, tapi dibutuhkan dalam perekonomiannya agar dapat menunjang proses produksi suatu negara. Maksudnya dengan adanya utang luar negeri merupakan mata rantai yang mengaitkan kegiatan eksternal dengan internal ekonomi suatu negara. Didalam setiap negara tidak mungkin ada yang tidak berhutang, susah bagi suatu negara untuk tidak berhutang sama sekali, apalagi untuk menunjang pertumbuhan perekonomian suatu negara yang merupakan hal yang sangat penting bagi negara itu sendiri. Tapi jelas sekali bahwa jumlah serta pemanfaatn utang harus dapat dikendalikan dan dikelola secara bgenar sehinnga dengan adanya utang tersebut tidak menjadi beban bahkan menjadi solusi untuk menjadikan suatu negara itu lebih baik.

2.2.1.2 Adanya Pengaruh Utang Luar Negeri bagi Pertumbuhan Ekonomi

Teori hubungan hutang terhadap pertumbuhan ekonomi Samsul pasaribu (2003), menuliskan tentang pandangan ekonom mengenai hubungan antara utang dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui 3 aliran, yaitu Klasik/Neo Klasik, Keynesian dan Ricardian. Menurut paham keynesian ditelaah oleh Eisner (1989) dan Bernheim (1989). Paham keynesian melihat kebijakan peningkatan anggaran belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh lanjut dari terjadinya akumulasi modal. Kelompok keynesian memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah yang ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi.

Hal ini mengakibatkan beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap     dibelanjakan.   Peningkatan pendapatan         nasional            akan     mendorong perekonomian. Sedangkan menurut ekonom klasik dan Neo klasik Menurut Barsky, et. Al (1986) mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto. Kelompok Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran pemerintah yang permanen dan

penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Barsky, et al, 1986).

Sumber biaya untuk pembangunan nasional bisa berasal dari dalam ataupun luar negeri, selain dapat mengandalkan sumber biaya dari dalam negeri, khususnya Indonesia juga mengandalkan pembiayaan dari luar negari, karena ketidakmampuan dalam membiayai pembangunan dari dalam negeri saja. Tabungan domestik negara masih belum cukup untuk mendanai pembangunan dengan sepenuhnya.

Tabungan domestik dibutuhkan untuk biaya investasi, namun besar tabungan domestik tidak seimbang atau tidak sesuai dengan rencana kegiatan investasi, maka dengan begitu menyebabkan kegiatan investasi tidak berjalan dengan baik atau tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan. Adanya kesenjangan antara investasi dengan tabungan dapat ditutup dengan adanya dana yang masuk dari luar negeri. Maka itu merupakan salah satu alternatif. Utang luar negeri juga berperan dapat mengatasi adanya kesenjangan antara ekpor-impor sehingga dengan mempunyai utang memberikan tambhan devisa sesuai yang diperlukan negara dikarenakan hasil ekspor yang masih tidak mencukupi sehingga dapat menambah modal dalam pembangunan nasional.

Adanya utang luar negeri juga merupakan alternatif untuk menambah jumlah tabungan domestik dan dapat memicu investasi dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tapi beberapa kajian empiris menunjukkan hubungan antara utang dan pertumbuhan ekonomi berkolerasi negatif, walaupun terdapat sejumlah kajian menolaknya. Tapi karena utang masih bagian dari investasi maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Yang menjadi persoalan utang luar negeri adalah tidak hanya subtansinya tapi pengalokasiannya serta manfaat, apakah sudah proporsional atau sebaliknya.

2.3.1 Penanaman Modal Asing (PMA)

Arus sumber keuangan internasional dapat diwujudkan dengan cara Penanaman Modal Asing langsung atau PMA yang biasanya perusahaan besar multinasional atau transnbasional yang melakukan hal tersebut. perusahaan yang berkantor pusat biasanya ada di negara yang maju, sedangkan cabangnya atau anak perusahaan berada di penjuru dunia. Dana investasi langsung diwujudkan dengan mendirikan beberapa pembangunan, seperti pabrik, pengadaan fasilitas produksi, beli mesin dan lain sebagainya. Investasi asing dapat berupa investasi portofolio yaitu dana investasi tidak diujudkna langsung untuk sebagai alat produksi, melainkan untuk ditanam pada aneka instrumen keuangan seperti obligasi, saham, sertifikat deposito, dan lain-lain.

Krugman (1991) mengartikan bahwa PMA ialah merupakan arus modal

internasional dimana suatu perusahaan ingin memperluas perusahaannya di negara lain. Dengan begitu tidak hanya melakukan pemindahan terhadap sumber daya saja namun diberlakukannya control terhadap perusahaan yang ada diluar negeri.

Panayotou (1998) menyatakan bahwa PMA langsung lebih penting untuk menjamin kelangsungan pembangunan dibanding dengan aliran bantuan dana atau modal portofolio, karena terjadinya PMA suatu negara akan diikutkan oleh tranfer of technology, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable.PMA langsung yaitu suatu negara yang menyumbangkan atau memberikan dana berupa aset produktif dari yang memberikan kepada yang diberikan diluar pasar saham. Misalnya pertambangan, pabrik, jalan tol dan lain-lain. PMA secara langsung yaitu dana investasi yang langsung digunakan untuk menjalankan bisnis atau pengadaan alat fasilitas produksi seperti memblei lahan, buka pabrik, mendatangkan mesin, membeli bahan baku dan lain sebagainya. Ini untuk membedakan antara investasi portofolio. Namun pada umumnya dana investasi akan selalu tertuju ke negara atau kawasan yang tingkat hasilnya menjanjikan dan kadar kepastiannya tinggi.

Pada dasarnya PMA secara langsung lebih komplek dari sekedar transfer

modal atau pendirian bangunan pabrik dari suatu wilayah negara berkembang. Perusahaan raksasa membawa teknik atau teknologi yang lebih canggih, selera serta gaya hidup, dan lainnya termasuk sudah diberlakukan dan pengaturan perjanjian kerjasama. PMA langsung juga dapat diartikan bahwa perusahan negara penanam modal sevara de facto dan de jure yaitu melaksanakan pengawasan terhadap aktiva yang merupakan aset perusahaan.

Bantuan yang kedua yaitu bantuan dari pembangunan resmi pemerintah, atau pinjaman dari luar negeri yang berasal dari suatu negara secara individual atau beberapa pihak secara bersamaan melalui perantara lembaga independen atau swasta.

Bagi analisa neo-klasik tradisional, PMA secara langsung merupakan hal

positif, dikarenakan dapat mengisi kekurangan tabungan yang masih kurang cukup dalam mendanai pembangunan negara, dapat menambah devisa dan pembentukan modal domestik bruto (PDB).

2.3.1.1 Pengaruh PMA (Penanaman Modal Asing) bagi Pertumbuhan

Perekonomian

Dengan adanya pengaruh dari PMA langsing bagi pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi negara berkembang khususnya Indonesia. Dengan adanya PMA langsung akan membantu mempercepat pembangunan nasional. Dengan menggunakan PMA langsung dapat menimbulkan beberapa pendapat yaitu FDI (Foreign Direct Investment) memandang secara lebih efektif untuk pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Melalui FDI , maka modal asing dapat memberikan kontribusi lebih baik lagi untuk proses pembangunan.

Maka dari itu beberapa negara berkembang seperti Asia Timur, termasuk Indonesia yang memberikan insentif pada masuknya modal asing dalam bentuk FDI. Sisi lain negara pengeskpor perkapita juga memberikan insentif pada sektor swasta berupa insentif pajak, jaminan serta asuransu untuk mendorong FDI ke negara-negara yang berkembang.

2.3.1.2 Ketentuan dalam PMA

i.          Perusahaan tersebut harus berbentuk badan hukum dan sebagian besar berada di Indonesia

ii.         Suatu perusahaan harus menyediakan fasilitas pelatihan bagi pekerja WNI dengan tujuan untuk meningkatkan keproduktivitasan serta apabila suatu saat tenaga kerja WNI dapat menggantikan tenaga kerja WNA.

iii.        Izini untuk PMA memiliki jangka paling lama selama 30 tahun. Kalau berakhir maka PMA harus melanjutkan usahanya dibidang yang lain atau bisa saja melakukan gabungan dengan perusahaan nasional.

iv.        Para investor diberi hak transfer yaitu hak untuk mengkonversikan nilai suatu barang dengan mata uang asli terhadap nilai tukar rupiah saat itu, akun-akunnya seperti : laba bersih, penyusutan aktiva tetap, biaya tenaga kerja langsung dan sebagainya.

v.         Dapat bekerja sama dengan modal asing dengan dalam negeri.

vi.        Perusahaan diwajibkan menjalankan asas-asas ekonomi, sehingga tidak merugikan negara.

2.4       Studi Empiris

Beberapa hasil dari penelitian sebelumnya mengenai pertumbuhan

ekonomi, utang luar negeri pemerintah, serta penanaman modal asing (PMA), yang pernah dilakukan di Indonesia atau yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini seperti :

Juanita (2006), yaitu memberikan kesimpulan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan terhadap investasi asing dengan pertumbuhan ekonomi, berarti apabila jumlah investasi tinggi maka pertumbuhan pun ikut meningkat atau tinggi.

Akbar (2001) Hasil penelitiannya adalah penanaman modal asing signifikan dan memiliki koefisien positif. Jika terjadi kenaikan didalam PMA maka peluang kerja pun juga meningkat dan membawa teknologi yang lebih modern serta sistem pengelolaan suatu perusahaan lebih proporsional, dengan semua hal itu akan berdampak pada peningkatan keproduktivitasan dan akhirnya output yang akan dihasilkan akan meningkat pula atau lebih besar.

Penelitian selanjutnya yaitu dari Nur Hidayah Setiono (2009) Hasil penelitiannya yaitu peranan hutang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan pda sektor pemerintah selama periode yang diamati sudah tidak memberikan kontribusi yang besar untuk pengeluaran pembangunan yang dimana pada dua tahun belakangan ini kontribusi hutang semakin meningkat sebanyak 6% tahun

2008, jauh lebih rendah jika dibandingkan denga tabungan pemerintah yang memberikan kontribusi sampai 94% untuk pengeluaran pemerintah. Guna hutang luar negeri yang seharusnya digunakan untuk membiaya pembangunan nasional tidak efektif, yang ada hutang luar negeri digunakan untuk membayar bunga dan cicilan pokok hutang yang belum lunas sebelumnya. Maka dengan begitu sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia.

Sitompul (2007) Menemukan bahwa investasi PMDN dan PMA pada tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja, serta kondisi ekonomi memiliki pengaruh

positif terhadap pertumbuhan ekonomi SUMUT (Sumatera Utara) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebanyak 93,39%. Hal itu berarti semakin

meningkatnya investasi dan tenaga kerja maka pertumbuhan ekonomi di SUMUT akan meningkat.

Anwar (2011) Hasil dari penelitiannya bahwa perkembangan PDB di

indonesia selama pada tahun penelitian cenderung stabil, dan perkembangan mengenai utang luar negeri untuk kurun waktu penelitian melihatkan adanya perkembnangan yang fluktuatif, serta adanya pengaruh negatif antara utang luar negeri dengan PDB, ceteris paribus, disebabkan karena masih tingginya jumlah cicilan pokok utang serta bungan yang masih harus dinayar oleh negara. Begitu juga dengan perkembangan PMA yang mengalami perkembangan yang fluktuatif, meskipun realisasi PMA masih tergolong rendah dan fluktuatif tapi angka tersebut masih bisa memberikan dampak positif dan signifikan terhadap kenaikan PDB.

Gayun dan Kembar (2010 Penelitiannya memiliki kesimpulan adanya pengaruh yang signifikan anatar utang luar negeri dengan pengeluaran pembanguna, dikarenakan besarnya pengaruh langsung dari pengeluaran pembangunan terhadap utang lau bnegeri sekitar 8% dan pengaruh totalnya sebesar 25.2%. Penelitian Internasional oleh N. Gregory Mankiw tentang (the saver-spenders of fiscal policy) Teori penabung-pemboros kebijakan fiskal ini mengatkan bahwa hutang luar negeri itu membuat pajak Negara lebih besar yang pada akhirnya akan membuat warga Negara yang ada menjadi kurang bisa memaksimalkan pendapatanya, yang lambat laun akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Negara. Komponen dari pendapatan adalah salah satunya adalah tingkat

kosumsi apabila sampai konsumsi masyarakat menurun maka pendapatan Negara juga akan menurun, jadi berhubungan negative antara hutang dan pertumbuhan ekonomi.Dalam penelitian lain juga mengatakan bahwa hubungan antara utang pemerintah dan pertumbuhan PDB riil adalah lemah untuk rasio utang / PDB di bawah ambang batas dari 90 persen dari PDB. Di atas 90 persen, tingkat pertumbuhan rata-rata turun satu persen, dan pertumbuhan rata-rata jatuh jauh lebih. Kami menemukan bahwa ambang batas untuk utang publik mirip maju dan berkembang ekonomi. Kedua, pasar negara berkembang menghadapi ambang batas yang lebih rendah untuk utang luar negeri (pemerintah dan swasta)-yang biasanya dalam mata uang asing. Ketika utang luar negeri mencapai 60 persen dari PDB, tahunan pertumbuhan menurun sekitar dua persen; untuk tingkat yang lebih tinggi, tingkat pertumbuhan secara kasar dipotong setengah.

(Pertumbuhan Dalam Waktu Hutang, Carmen Reinhart M. dan Kenneth S. Rogoff ). Arif Lukman Rachmadi dalam penelitianya tentang Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Studi Kasus Tahun 2001-2011) mengatakan bahwa Utang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing, Debt Service Ratio dan Tabungan Domestik memilikipengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diwakili oleh variabel PDB. Variabel Utang Luar Negeri dan Tabungan Domestik memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap PDB, sedangkan variabel Penanaman Modal Asing dan Debt Service ratio memiliki pengaruh yang signifikan negative terhadap PDB.

2.5       Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara oleh peneliti terhadap suatu masalah yang akan menjadi objek penelitian, maka dari itu untuk meyakinkan dugaan tersebut perlu dilakukan adanya pengujian dan dibuktikan secara empiris seberapa besar tinkat kebenarannya dengan menggunakan beberapa data yang saling berkaitan :

H1          : Diduga adanya pengaruh positif yang signifikan antara PMA dengan PDB indonesia

H2          : Diduga adanya pengaruh positif yang signifikan antara Utang Luar Negeri dengan          PDB Indonesia.

2.6       Rerangka Fikir

Pada periode 2005/2006 terjadi penurunan pada laju pertumbuhan PDB sebesar 0.13% dari 5.68% menjadi 5.5%. Penurunan ini diikuti dengan penurunan pada PMDN dari Rp 30.665 miliar menjadi Rp 20.788,4 miliar, penurunan pada PMA dari 8.916,9 juta US$ menjadi 5.977 juta US$ dan penurunan pada laju inflasi dari 17.11% menjadi 13.3%. Sedangkan ekspor neto mengalami peningkatan dari 27.959,1 juta US$ menjadi 39.733,1 juta US$. Pada periode tahun 2006/2007 terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan PDB yaitu dari yang semula 5.5% menjadi 6.35%. Peningkatan ini diikuti dengan penurunan tekanan inflasi dari 13.3% menjadi 6.59%. Ekspor neto mengalami sedikit penurunan dari 39.733,1juta US$ menjadi 39.627,5juta US$. Investasi mengalami peningkatan dari PMDN sebesar Rp 20.788,4 miliar menjadi Rp 34.878,7 miliar, PMA meningkat dari 5.977 juta US$ menjadi 10.349,6 juta US$. Dengan menurunnya tekanan inflasi maka perekonomian dapat berjalan dengan stabil, invetasi yang meningkat baik dari PMDN maupun PMA menunjukkan bahwa investor asing menaruh harapan besar dalam perekonomian Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, Indonesia sedang giat-giatnya untuk melaksanakan adanya pembangunan di berbagi sektor, terutama bagi negara yang memiliki penduduk yang banyak maka akan banyak permasalahan yang muncul, yaitu permasalahan sosial yang sangat kompleks, dengan begitu peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menjadi sangat penting serta mendesak. Kenyataan yang haru diterima Indonesia ialah dalam perkembangannya tidak mampu untuk membayar seluruh sektor pembangunan nasional, sehingga yang muncul adalah beberapa alternatif untuk mencari solusi dari masalah ini. Utang salah satu alternatif agar dapat membiayai semua sektor pembangunan, utang dengan beberapa alasan. Selain itu mengadakan kerjasama dengan negara lain untuk meningkatkan keproduktifitasan dan membantu dalam sektor perdagangan, sehingga dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Dalam waktu jangka pendek utang luar negeri sangat membantu Negara dalam upaya menutup deifisit anggaran pendapatan serta belanja negara. Dengan begitu laju pertumbuhan ekonomi bisa dipicu sesuai dengan target yang sudah ditentukan sebelumnya. Tapi dalam jangka panjang dengan adanya utang luar negeri akan menyebabkan berbagai masalah. Usaha untuk melanjutkan pembangunan maka diperlukan secara rasional upaya dari beberapa pihak yang terkait. Maka diperlukan adanya investasi yang cukup besar agar dapat mempertahankan dan melanjutkan pembangunan. Salah satu sumber dana yang dimiliki pemerintah adalah melakukan investasi dalam tabungan pemerintah. Namun jika itu saja masih belum cukup, maka perlu bantuan dari pihak asing atau swasta guna untuk mencukupi pembiayaan dalam pembangunan pemerintah. Hal seperti ini pasti akan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan perekonomian dan akan menciptkaan lapangan kerja yang baru. Dengan adanya lapangan kerja yang baru maka akan menguragi tingkat pengangguran dan kemiskinan yang akan diharapkan bisa menyejahterakan kehidupan masyarakat dan negara.

Dalam kurun waktu satu dasawarsa, Indonesia telah mengalami dua kali

guncangan krisis, pertama yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi pada tahun 1998 dan kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan global tahun 2008.Saat perekonomian Indonesia belum pulih seutuhnya pasca krisis ekonomi tahun 1998, terjadi krisis finansial global pada tahun 2008 yang berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan peningkatan inflasi dari 6.59% menjadi 11.06%. Peningkatan pada inflasi ini diikuti oleh penurunan pada PMDN dari Rp 34.878,7 miliar menjadi Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juts US$ menjadi 7.823,1 juta US$.

Peningkatan pada inflasi serta penurunan pada ekspor neto dan PMDN ini juga diikuti dengan penurunan pada pertumbuhan ekonomi yaitu dari 6.35% menjadi 6.01%. Tetapi peningkatan inflasi ini tidak diikuti dengan penurunan pada PMA karena nilai PMA meningkat dari 10.349,6 juta US$ menjadi 14.871,4 juta US$. Ini menunjukkan bahwa peningkatan pada inflasi akan diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada PMDN diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada ekspor neto diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB dan walaupun terjadi peningkatan pada PMA tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.

Namun setiap tahunnya memang dapat kita lihat, dengan adanya berbagai kerjasama yang dijalankan oleh Indonesia, dapat membuahkan hasil, memang utang negara semakin bertambah, namun pendapatan negara pun juga meningkat karena produktifitas negara juga meningkat. Dengan begitu besar peluang bagi Indonesia untuk membayar utang dan merubah menjadi surplus. Diasumsikan bahwa tahun 2014 indonesia bisa menghasilkan surplus. hubungan positif antara hutang luar negeri, pertumbuhaan ekonomi, dan Debt Service Ratio (Rasio Pembayran Hutang). Utang Luar Negeri Indonesia mampu mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Sektor-sektor ekonomi yang menyerap utang luar negeri cukup tinggi, terbukti dari data di ats yang menunjukkan sangat signifikanya pertumbuhan ekonomi (GDB) yang ada di Indonesia. Namun pada data mengenai Debt Service Ratio (DSR), maka utang luar negeri justru berpotensi menghambat perekonomian. Sesuai dengan pendugaan awal, Debt Service Ratio (DSR) berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Karena semakin tinggi DSR, maka semakin besar sumber daya yang dialokasikan untuk membayar pokok dan bunga utang dan semakin rendah pula dana yang dialokasikan untuk mengembangkan perekonomian. Artinya, pertumbuhan ekonomi pun semakin menurun.

(PENANAM AN MODAL ASING)

PERTUMBU HAN

EKONOMI

Produk domestick

bruto

UTANG LUAR NEGERI

Gambar 2: Rerangka Fikir

  • METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yaitu suatu langkah serta prosedur yang akan dilaksanakan atau dilakukan untuk mengumpulkan beberapa data dan informasi empiris dalam memecahkan suatu masalah. Selain itu menguji beberapa data tersebut dengan hipotesis penelitian.

3.1       Jenis Penelitian

Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer (….) beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari         aspek-aspekkualitatif dari fenomena. Mereka            melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik. Pelabelan kuantitatif dan kualitataif juga menyesatkan karena para peneliti kualitatif tidak bisa sama sekali menghindari kuantifikasi. Misalnya ketika mereka mengguna-kan istilah kadangkadang, sering, jarang, atau tidak pernah, sebenarnya mereka telah melakukan semacam kuantifikasi dalam bentuk yang kurang tepat. Lebih jauh lagi, ada peneliti kualitatif yang bergerak melampaui bentuk kuantifikasi primitif dengan menyebar-kan kuesioner dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk statistik deskriptif. Data numerik ini dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai bagian dari triangulasi atas temuan-temuan kualitatif dan/atau untuk menentukan apakah hasil wawancara mendalam konsisten dengan pandangan mereka yang tidak diwawancarai karena alasan lamanya waktu dan banyaknya tenaga yang dikeluarkan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitif. Kuantitatif yaitu :

―metode           penelitian         dengan menggunakan  data      yang menggambarkan sesuatu dari ucapan dan tulisan serta sikap dan juga perilaku dari beberapa orang yang dijadikan objek dalam penelitian yang dilakukan‖ (Brogdan dan Taylor TAHUN).

Penelitian kuantitatif juga     menurut Robert Donmoyer dpat di artikan

(dalam Given, 2008: 713), adalah pendekatanpendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik daripada naratif. Sedangkan Menurut Cooper & Schindler (2006: 229), riset kuantitatif mencoba melakukan pengukuran yang akurat ter-hadap sesuatu.

3.2       Metode pengumpulan Data

Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data. Metode     pengumpulan     data     dalam     penelitian     ini     menurut     Sulistyo

Basuki(2006: 147) meliputi:

1. Observasi nonpartisipan ( Pengamatan tidak terkendali)

Pada metode ini peneliti hanya mengamati, mencatat apa yang terjadi.vMetode ini banyak digunakan untuk mengkaji pola perilaku pemustaka di

perpustakaan. 2. Kuesioner

Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan emudian mencatat jawaban yang berikan (Sulistyo-Basuki, 2006: 110).Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan menyangkut fakta dan pendapat responden, sedangkan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup, dimana responden diminta menjawab pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.

3. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden, dalam kalimat dan urutan yang seragam(Sulistyo-Basuki, 2006: 110

3.3       Populasi dan Sampel

Ruang lingkup penelitian yaitu tentang utang luar negeri (foreign debt) pemerintah serta Penanaman Modal Asing(PMA) sebagai dari determinan PDB pada periode tahun 2005-2009

3.4       Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder atau time series data. Dengan adanya kurun waktu selama lima tahun dari tahun 2005-2009.

Sumber data yang diambil adalah dari BPS yaitu Badan Statistik serta Website BI ( Bank Indonesia) dan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5       Definisi Operasional Variabel

1. PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia berdarkan dengan harga

konstan di tahun perioda 2005-2009dalam satuan miliar rupiah.

2. PMA (Penanaman Modal Asing) di Indonesia yang sudah di realisasikan untuk tahun 2005-2009 dalam satuan miliar Rupiah.

3. foreign debt yaitu Utang luar negeri, rasio utang luar negeri terhadap

PDB untuk tahun perioda 2005-2009 dalam persenan.

3.6       Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan adalah Jenis penelitian yang dilakukan

merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis. Faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005:54). Fokus penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Laporan tentang utang negara indonesia, penanam modal asing            dan pertumbuhan ekonomi selama lima tahun yaitu tahun 2005, 2006, dan 2007. 2008,2009.

2. Prospektus yang menggambarkan pengaruh atau hasil analisis dari kebijakan negara dalam hal membuka penanaman modal asing dan juga hutang.

Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder karena data tidak diperoleh secara langsung oleh peneliti, dimana sumber penelitian diperoleh dari data yang dipublikasikan oleh Bank indonesia dan bandan statistik indonesia.

3.7       Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda, dan

menggunakan model OLS yaitu Ordinary Least Squares            atau menggunakan Metode Kuadrat Terkecil Biasa. Berdasarkan studi empiris yang sebelumnya, untuk mengetahui adanya pengaruh PMA terhadapat PDB di tahun sebelumnya maka dapat menggunakan metode lag, agar foreign debt serta PMA sebagai variabel independen yaitu       yang memengaruhi, sedangkan PDB Indonesia sebagai variabel dependen yaitu dipengaruhi. Jika dimasukkan kedalam fungsi yaitu :

Y= f (X1t-1, X2,t-1) …………………. ……………(1)

Y= β0 X2,t-1β2 eβ1(X1t-)1+µ……………………… …(2) model analisis

LnY= Ln β0 + β1 X1,t-1 + β2 LnX2,t-1 + µ ….(3) persamaan liniernya dengan persamaan semilogarithmic.

Pembagian-pembagian nya :

1. Y

2. X1,t-1 3. X2,t-1 4. β0

5. β1, β2

6. µ

= PDB (miliar Rupiah)

= Rasio utang luar negeri terhadap PDB (%)

= PMA pada tahun sebelumnya (miliar Rupiah) = Koefisien konstanta

= Koefisien regresi

= error term

3.8       Uji Statistik

Peneliti melakukan pengujian data dengan uji statistik untuk mengetahui seberapa akurat data yang digunakan, maka perlu adanya beberapa pengujian ( Gujarati, 2003 ).

1. Uji Koefisien Regresi yaitu (t stastitik ) untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel indipenden dengan variabel dependen secara

individual.

2. Koefisien Determinasi (R2) yaitu menjelaskan besarnya persenatsi

total variabel dependen yang akan dijelaskan oleh model, karena apabila R2> maka untuk menjelaskan variabel dependen akan semakin besar kontribusi modelnya. Nilai R2 antara 0-1, jika 1 berarti adanya pengaruh yang signifikan antara dua variabel, jika 0 berarti tidak

adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.

3.9       Asumsi Klasik

Peneliti menguji data dengan menggunakan asumsi klasik agar dalam melihat

apakah model yang akan diteliti mengalami penyimpangan asumsi klasik apa tidak, dengan begitu pemeriksaan asumsi klasik harus diadakan jika ada.

1.         Multikolineritas yaitu adanya hubungan yang terjadi antara variabel independen yang ada, pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara membandingkan r2     ( koefisien determinasi parsial) dengan R2 ( koefisien determinasi majemuk). Jika r2 < R2, berarti multikolinearitas tidak ada (Gujarati, 2003).

2.         Autokorelasi yaitu keadaan dimana faktor yang mengganggu satu

sama lainnya mempunyai hubungan, pengujian ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan uji LM (Lagrange Multiplier)atau Durbin Watson.

4.0       Tahapan

Ada pun tahap-tahap untuk melaksanakan penelitian ini :

1.         Menentukan jenis penelitiannya (Kuantitatif)

2.         Ruang Lingkup yang akan diambil ( PMA, foreign debt serta PDB tahun 2005-2009.

3.         Menentukan jenis data yang digunakan data sekunder atau time series data

4.         Menentukan kurun waktu yang digunakan berapa lama (5 tahun, 2005-2009).

5.         Memilih sumber data yaitu BPS Malang, Website BI, dan berbagai situs yang berkaitan dengan yang diteliti.

6.         Menentukan teknik apa yang digunakan dalam mengumpulkan data (pencatatan langsung serta mengenal data yang akan digunakan).

7.         Mengolah data dengan menggunakan Exel,spss

8.         Model analisisnya dengan model ekonometrika dan regresi linier berganda.

9.         Menentukan definisi

10. Hiptesis Statistik ( Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik)

11. Judul        Proposalnya     (ANALASIS  PENGARUH  PENANAMAN MODAL ASING SERTA UTANG LUAR NEGERI TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO DI INDONESIA PADA PERIODE 2005-2009).

DAFTAR PUSTAKA

Mankiw, N. Gregory. ―the saver-spenders of fiscal policy‖. Journal of Political Economy.

Pasaribu, Syamsul H. 2003. Analisis kesenjangan tabungan-investasi berdasarkan residual model: studi kasus asean-4. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Rahmadi, Arif Lukman―Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia‖ (Studi Kasus Tahun 2001-2011). Junal Ekonomi dan Bisnis.

Reinhart, M. Carmen dan Kenneth S. Rogoff. 2010 ―Pertumbuhan Dalam Waktu Hutang‖. Nasional badan peneliti ekonomi.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah dan Dasar

Kebijaksanaan .Jakarta: Penerbit Kencana

Amalia, Lia. ―Ekonomi Pembangunan‖, Graha Ilmu,Yogyakarta, 2007.

Case, Karl E. dan Fair, Ray C. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan,

Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007.

Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖. Jurnal Kajian Ekonomi, 2013.

Handayani, Tri. ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1999-2008‖. Yogyakarta, 2011.

Muhadjir, Noeng. 1991. Metodologi penelitian kualitatif, cetakan ke-3. Yogyakarta: Rake

Sarasin.Rahmadi, Arif Lukman―Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia‖ (Studi Kasus Tahun 2001-2011). Junal Ekonomi dan Bisnis.

Reinhart, M. Carmen dan Kenneth S. Rogoff. 2010 ―Pertumbuhan Dalam Waktu Hutang‖. Nasional badan peneliti ekonomi.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan .Jakarta: Penerbit Kencana

Syamsul H. 2003. Analisis kesenjangan tabungan-investasi berdasarkan residual

model: studi kasus asean-4. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

http://finance.detik.com/read/2013/11/06/150402/2405103/4/pertumbuhan-ekonomi-562-terendah-dalam-3-tahun-terakhir

http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-

menurut/

http://shareshareilmu.wordpress.com/2012/09/18/pengertian-fungsi-tujuan-dan-jenis-jenis-utang-negara/

2

ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. “XX”

CANDRIA NICA SETYANINGSIH & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber-

sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat. Menurut

pendapat Kansil (2001), perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan

didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara indonesia untuk

tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Menurut Undang-Undang No. 3

Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk

usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus

dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia

dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

Selain untuk memperoleh keuntungan atau laba, perusahaan memiliki tujuan

lain yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. Tujuan perusahan mencakup

pertumbuhan, laba, produktivitas, kesejahteraan karyawan dan sebagainya. Dalam

hal ini, peranan sumber daya manusia sangatlah penting. Perusahaan disarankan

untuk memiliki sumber daya yang berkualitas agar tercapainya tujuan perusahaan,

sehingga pentingnya perusahaan memiliki kinerja yang baik.

Kinerja dibagi menjadi dua yaitu kinerja karyawan dan kinerja keuangan

perusahaan. Menurut Sugiyarso & Winarmi (2006), kinerja dapat diartikan

sebagai tingkat pencapaian hasil atau tujuan perusahaan, tingkat pencapaian

pelaksanaan tugas secara aktual dan pencapaian misi perusahaan. Sedangkan

Menurut Sutrisno (2009), kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai

perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan

perusahaan tersebut. Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Mulyadi &

Setyawan (2001), penilaian bagaimana aktivitas dan proses diselenggarakan

merupakan dasar yang melandasi usaha untuk meningkatkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan demikian, kinerja merupakan hasil

atau prestasi yang dicapai perusahaan mengenai posisi keuangan perushaan,

informasi dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membantu mereka dalam

proses pengambilan keputusan.

Dalam meningkatkan kinerja, perusahaan dapat menerapkan Good Corporate

Governance (GCG). Menurut Tjager (2004), penerapan GCG dapat menjadi salah

satu upaya dalam peningkatan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. GCG

merupakan sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak terutama pemegang

saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu.

Selain meningkatkan kinerja, perusahaan juga harus melaksanakan penilaian

kinerja. Dikarenakan penilaian kinerja merupakan suatu tahap evaluasi kerja yang

dapat meningkatkan kualitas pekerjaan bagi kelangsungan aktivitas perusahaan

didalamnya. Menurut pendapat Mathis dan Jackson (2006)

penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan

pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian

mengkomunikasikan informasi tersebut pada karyawan. Dengan adanya penilaian

kinerja perusahaan akan mengetahui tingkat kepuasan kerja karyawannya.

Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya memiliki catatatan

kehadiran, perputaran kerja dan prestasi kerja yang baik dibandingkan dengan

karyawan yang tidak mendapatkan kepuasan kerja. Menurut Toto (2006),

kepuasan kerja merupakan konsep praktis yang penting karena merupakan hasil

atau dampak dari keefektifan performance dan kesuksesan bekerja.

Semua proses kegiatan dalam bekerja pada akhirnya akan menghasilkan

kinerja karyawan yang diinginkan sesuai dengan tujuan perusahaan, baik dari segi

perusahaan bidang industri atau jasa akan membutuhkan hasil kinerja karyawan.

Kinerja karyawan dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar keberhasilan

produk tersebut. adanya masukan informasi yang berupa informasi yanng

berhubungan dengan karyawan akan memengaruhi kinerja perusahaan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik

untuk mengambil judul “ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE

GOVERNANCE (GCG) DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA

KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT.

“XX”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah GCG dan kepuasan kerja berpengaruh terhdap kinerja karyawan?

2. Bagaimana GCG berpengaruh terhadap kinerja karyawan?

3. Bagaimana kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan?

4. Apakah GCG, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan berpengaruh terhadap

kinerja keuangan perusahaan?

5. Bagaimana GCG berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?

6. Bagaimana kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?

7. Bagaimana kinerja karyawan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk membuktikan pengaruh GCG dan kepuasan kinerja terhadap kinerja karyawan.

2. Untuk menganalisis pengaruh GCG terhadap kinerja kayawan.

3. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

4. Untuk membuktikan pengaruh GCG, Kepuasan kerja, dan kinerka

karyawan terhadap kinerja keuangan.

5. Untuk        menganalisis    pengaruh         GCG   terhadap kinerja          keuangan perusahaan.

6. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja keuangan perusahaan.

7. Untuk menganalisis pengaruh kinerja karywan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi penulis.

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai

pengaruh GCG dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan maupun kinerja keuangan.

2. Bagi PT “Xx”.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan evaluasi

mengenai kinerja karyawan dan kinerja keuangan perusahaan.

3. Bagi pembaca.

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya yang

ingin melakukan penelitian serupa yang berkaitan dengan GCG, kepuasan

kerja, kinerja karyawan, dan kinerja keuangan perusahaan.

  • LANDASAN TEORI

2.1 Organisasi

Menurut Dimock (2005), organisasi adalah suatu cara yang sistematis untuk

memadukan bagian-bagian yang saling tergantung menjadi suatu kesatuan yang

utuh dengan kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dilatih untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Robbins (2008), organisasi

adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan

yang relatif dapat diidentifikasi dan yang bekerja atas dasar yang relatif terus

menerus untuk mencapai tujuan bersama. Dapat disimpulkan bahwa organisasi

adalah tempat yang didalamnya terjadi hubungan antar individu atau kelompok

yang melakukan kerja sama dengan pembagian tugas dalam organisasi tersebut.

2.1.1    Perilaku Organisasi

Perilaku organisasi terletak pada dua komponen, yaitu individu-individu yang

berperilaku, baik itu perilaku sekelompok, dan perilaku organisasi. Komponen

yang kedua adalah organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu. Organisasi

dapat digunakan sebagai sarana bagi individu dalam bermasyarakat ditandai

dengan keterlibatannya pada suatu organisasi tersebut dan menjalankan

peranannya dalam organisasi tersebut. Menurut Robbins (2008), perilaku

organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan,

kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud

menerapkan pengetahuan untuk memperbaiki keefektifan organisasi. Menurut

Luthans (2006), perilaku organisasi adalah bidang studi yang mengkaji dampak

perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku organisasi dalam organisasi

untuk memperbaiki keefektifan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa perilaku

organisasi adalah apa yang dilakukan orang-orang dalam suatu organisasi dan

bagaimana yang memengaruhi kinerja dari organisasi tersebut.

2.1.2 Budaya Organisasi

Budaya organisasi terbentuk karena adanya perilaku organisasi. Kebiasaan-

kebiasaan dan tradisi umumnya terjadi pada suatu organisasi merupakan cikal

bakal dari tumbuhnya budaya organisasi yang dikembangkan oleh pimpinan

puncak organisasi. Armstrong (2009), budaya organisasi atau budaya

perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan

bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan

sesuatu hal yang bisa dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi

adalah kebiasaan dan tradisi yang telah dianut oleh orang-orang dalam organisasi.

2.1.3 Good Corporate Governance (GCG)

Pentingnya aspek dalam GCG dalam pembentukan budaya organisasi.

Bagaimana penerapan budaya organisasi terhadap pelaksanaan GCG pada

perusahaan? Menurut Moeljono (2005), budaya organisasi merupakan sisi dalam

atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi, atau menjadi bagian hulu dari GCG

dengan muatannya yang fokus pada basic Value dari pengelolaan korporasi yang

kemudian ditentukan melalui sistem. Bentuk itu dapat dikembangkan melalui

peningkatan kemampuan (skill) dan peningkatan pengetahuan (knowledge).

Sementara itu, budaya organisasi memberikan konsentrasi pada bentuk sikap.

Bentuk sikap itu merupakan kepribadian individu dalam perusahaan sehingga

kumpulan sikap dan interaksi kepribadian antar individu dalam perusahaan akan

memunculkan karakter perusahaan dalam dirinya. Sedangkan menurut Effendi

(2009), mengemukakan bahwa corporate governance merupakan suatu sistem

pengandalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko

yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset

perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Terdapat dua teori utama yang berkaitan dengan corporate governance menurut

Chinn (2006) & Shaw (2003).

1.         Stewardship Theory

Teori ini dibangun dengan asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni

bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan

penuh tanggungjawab, memiliki integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain.

2.         Agency Theory

Keagenan merupakan suatu kontrak antara principal dengan agent. Inti dari

hubungan keagenan adalah adanya pemisah antara kepemilikan (principal

atau investor) dan pengendalian (agent atau manajer). Kepemilikan diwakili

oleh investor untuk mengelola kekayaan investor.

Menurut Moeljono (2005), tedapat lima karakteristik GCG, yaitu.

1. Transparency (Transparansi).

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability (Akuntabilitas).

Kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan

sehingga perusahaan terlaksana secara efektif.

3. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan

dan prinsip perusahaan yang sehat.

4. Independency (Indepedensi)

Keadaan tempat perusahaan dikelola secara fungsional, tanpa benturan

kepentingan dan pengaruh atau tekanan pihak manapun yang tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip organisasi yang sehat.

5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)

Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul

berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Hery (2010), terdapat beberapa manfaat yang diberikan kepada

perusahaan atas penerapan GCG.

1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya

perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan

turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.

2. GCG dapat membatu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini

menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan

kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.

3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa

perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.

4. Membangun manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan

aset perusahaan.

5. Mengurangi korupsi.

2.2 Jenis Organisasi

2.2.1 Organisasi Profit

Organisasi profit adalah organisasi yang semata-mata dibentuk untuk tujuan

memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya, dan seluruh kehidupan serta

eksistensi organisasinya sangat tergantung pada keuntungan yang diperoleh dari

usahanya. Menurut Salusu (2005), organisasi profit memunyai motif untuk

mencari untung, yaitu hanya melayani konsumen yang dapat memberikan

keuntungan. Organisasi profit disebut juga sebagai organisasi bisnis. Organisasi

bisnis terdiri dari pasar, perusahaan, pihak eksternal, dan konsep perubahan.

2.2.2 Organisasi Non-Profit

Menurut Komang (2008), organisasi nirlaba atau organisasi non-profit adalah

suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal

didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa

ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Karakter dan

tujuan dari organisasi non-profit menjadi jelas terlihat ketika dibandingkan

dengan organisasi profit. Organisasi non-profit berdiri untuk mewujudkan

perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai

dengan namanya jelas-jelas bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi non-

profit menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga,

karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk

manusia.

Sedangkan menurut Sapto (2009), organisasi nirlaba adalah organisasi yang

tidak dapat mendistribusikan aset atau pendapatannya untuk kepentingan dan

kesejahteraan pekerja atau pemimpinnya. Akan tetapi, dibalik pembatasan yang

demikian, terdapat beberapa kelonggaran. Pertama adalah organisasi nirlaba tidak

dilarang untuk memberikan kompensasi untuk pekerjanya sebagai imbal balik atas

kinerja yang diberikan. Kedua adalah organisasi nirlaba tidak dilarang untuk

mencari keuntungan, akan tetapi untuk pendanaan proyek lainnya. Keuntungan

lainnya adalah organisasi nirlaba tidak dikenai pajak.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa organisasi nirlaba atau

organisasi non-profit adalah organisasi yang menuntut manajemennya untuk

mampu memberikan program dan pelayanan kepada publik sesuai dengan apa

yang disyaratkan oleh para penyandang dana.

2.3 Kinerja

Menurut Hasibuan (2007), kinerja merupakan perwujudan kerja yang

dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap

karyawan atau organisasi. Menurut Tika (2006), kinerja adalah hasil-hasil fungsi

pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan dalam perioda waktu

tertentu. Dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah sebuah proses komunikasi yang

berkesinambungan dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh karyawan. Kinerja

dapat dibagi menjadi dua cara yaitu dengan kinerja karyawan dan kinerja keuangan.

2.3.1 Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan adalah yang memengaruhi seberapa banyak mereka

memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas

keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan

sikap kooperatif. Menurut Mangkunegara (2005), terdapat dua aspek standar

pekerjaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Aspek kuantitatif yaitu proses kerja dan kondisi pekerjaan, waktu yang

dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, jumlah kesalahan dalam

melaksanakan pekerjaan, jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

2. Aspek kualitatif yaitu ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, tingkat

kemampuan dalam bekerja, kemampuan menganalisis data atau informasi,

kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan dan

kemampuan mengevaluasi.

Menurut Mathis & Jackson (2002), kinerja pegawai adalah memengaruhi

seberapa banyak kontribusi kepada organisasi antara lain.

1. Kuantitas Kerja

Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya voluma

kerja yang seharusnya (standar kerja norma) dengan kemampuan sebenarnya.

2. Kualitas Kerja.

Standar ini menekankan pada mutu kerja yang dihasilkan dibandingkan voluma kerja.

3. Pemanfaatan Waktu.

Penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.

4. Tingkat Kehadiran.

Asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika kehadiran pegawai di

bawah standar kerja yang ditetapkan maka pegawai tersebut tidak akan mampu

memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan

5. Kerjasama.

Keterlibatan seluruh pegawai dalam mencapai target yang ditetapkan akan

memengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi. Kerjasama antara pegawai

dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu memotivasi pegawai dengan baik.

Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno & Waridin (2005), adalah

sebagai berikut.

1. Mampu meningkatkan target pekerjaan.

2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.

5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.

Dapat dikatakan kinerja karyawan merupakan output dari penggabungan

faktor-faktor yang penting yaitu kepuasan kerja. Semakin tinggi kepuasan kerja

seorang karyawan, maka semakin besar kinerja karyawan yang bersangkutan.

2.3.1.1 Kepuasan Kerja

Menurut Handoko (2001), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan seseorang memandang pekerjaan

mereka. Menurut Luthans (2006), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi

karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai

penting. sedangkan menurut Mangkunegara (2005), kepuasan kerja berhubungan

dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat

pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari presepsi karyawan

terhadap pekerjaan yang mendatang ataupun imbalan.

2.3.2 Kinerja Keuangan

Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka

mewujudkan tujuan perusahaan. Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban

untuk memresentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber

daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Kinerja keuangan merupakan salah satu

faktor yang menunjukkan efektivitas dan efisien suatu organisasi dalam rangka

mencapai tujuannya. Menurut Sutrisno (2009), merupakan prestasi yang dicapai

perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan

perusahaan tersebut. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah

usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan

perusahaan dalam menghasilkan laba.

2.3.2.1 Value of Money

Menurut Bastian (2006), terdapat beberapa pengertian mengenai masing-masing

elemen value for money, yaitu.

1. Efisiensi adalah hubungan antara input dan output barang dan jasa yang dibeli

oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu. Atau dengan kata

lain efisiensi merupakan perbandingan output, input yang dikaitkan dengan

standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.

2. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, efektivitas diukur

berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur organisasi

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input barang dan jasa dibeli pada

kualitas yang diinginkan pada harga terbaik yang dimungkinkan.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 1: Penelitian Terdahulu

NoJudul   PenelitianVariabelAlat AnalisisHasil
1Windah   (2013)GCG (X)   Kinerja keuangan (Y)Menggunakan uji   regresi linear   bergandaAdanya pengaruh   hubungan corporate   governance dengan   kinerja perusahaan.
2Soegiharto   (2012)Kepemimpinan (X1)   Kepuasan Keja (X2)   Kinerja Karyawan (Y)Sampel yang   digunakan   berjumlah 200   orang.   Menggunakan Uji   validitas, Uji   reabilitas, regresi   berganda, R   Square, uji parsial   dan uji mediasi.Kepemimpinan dan   kepuasan kerja   berpengaruh positif dan   signifikan terhadap   kinerja pegawai dengan   dimediasi oleh komitmen   organisasi.

2.5 Rerangka Teoritis

Jenis Organisasi        
Good Corporate Governance (X1)            

Teori Organisasi

Perilaku Organisasi     Kinerja

Budaya Organisasi    Profit   Non-Profit

Kepuasan kerja (X2)

Kinerja Karyawan (Y1)

Kinerja Keuangan Perusahaan (Y2)

  • METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Terdapat dua jenis metoda penelitian, yaitu metoda penelitian kualitatif dan

metoda penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metoda penelitian

kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010), mengemukakan bahwa penelitian

kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian – bagian dan

fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah

mengembangkan dan menggunakan model matematis, teori dan hipotesis yang

berkaitan dengan fenomena alam.

Sedangkan menurut Danim (2002), mengemukakan bahwa penelitian

kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai. Dengan kata

lain, penelitian kuantitiatif sangat ketat menerapkan prinsip obyektivitas.

Obyektivitas diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telah di

uji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian ini menggunakan uji hipotesis

(hypothesis testing). Menurut Indriantoro & Supomo (2007), hypothesis testing

adalah penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan umumnya

merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar

variabel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi

variabel – variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.2 Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2010), mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah

generasasi terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik

tertentu. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan PT ―XX‖. Alasan

dipilihnya PT ―XX‖ sebagai tempat penelitian karena PT ―XX‖ termasuk

perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan merupakan salah satu perusahaan

yang memiliki perkembangan yang sangat pesat.

Untuk penentuan ukuran sampel dari suatu populasi, terdapat bermacam-

macam cara yang dikemukakan. Menurut Sugiyono (2010), sampel adalah

sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purprosive sampling.

Purprosive sampling adalah penelitian sampel secara tidak acak yang

informasinya dapat diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang

disesuaikan dengan tujuan riset.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Menurut Sekaran (2006), definisi operasional adalah mengoperasikan atau

secara operasional mendefinisikan sebuah konsep untuk membuatnya bisa diukur,

dilakukan dengan melihat dimensi pada dimensi perilaku, aspek atau sifat yang

ditunjukkan oleh konsep.

3.4 Data Penelitian

3.4.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam riset ini berupa data primer. Data primer

merupakan data riset yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak

melalui perantara). Data primer diperoleh langsung dari responden yang menjadi

anggota sampel. Pengumpulan menggunakan kuisioner yang memuat pertanyaan

yang menjadi indikator variabel.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Menurut Hadi

(2006), kuisioner adalah pertanyaan yang sudah disiapkan dan ditulis sebelumnya

oleh peneliti, untuk diminta jawabannya pada responden, kuisioner tidak selalu

berupa petanyaan namun juga dapat berupa pernyataan. Proses menyebarkan dan

mengumpulkan kuisioner dilakukan secara langsung di tempat yang sedang

menjadi obyek peneliti. Jenis pertanyaan pada metoda ini adalah wawancara

tertutup, yaitu pilihan jawaban yang telah disediakan oleh peneliti dengan

menggunakan skala.

Menurut Sugiyono (2010), skala likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena

sosial. Sebagai alternatif jawaban yang digunakan untuk tiap pertanyaan adalah

sebagai berikut.

1. Sangat setuju (SS)

2. Setuju (S)

3. Tidak setuju (TS)

: nilai jawaban 4

: nilai jawaban 3

: nilai jawaban 2

4. Sangat tidak setuju (STS) : nilai jawaban 1

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2010), uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang

dilakukan terhadap content dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk

mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian.

Pengukuran validitas untuk mengukur setiap hal pada pertanyaan atau

pernyataan dalam kuisioner digunakan analisis item, yaitu mengoreksi skor

tiap butir item dengan skor total. Data penelitian tidak berguna apabila

instrumen yang digunakan tidak memiliki tingkat reabilitas yang tinggi. Jika

nilai profitabilitas r dihitung lebih kecil dari nilai α (p<0,05) maka

pertanyaannya tersebut dikatakan tidak valid sehingga harus dikeluarkan atau diperbaiki.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah rangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang

memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur

tersebut dilakukan secara berulang (Sugiyono, 2010). Uji reliabilitas

dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengukuran tetap konsisten

apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama

dengan menggunakan alat pengukur yang sama. Uji reliabilitas yang

dilakukan dalam penelitian ini memakai teknik Cronbach’s Alpha. Koefisien

alpha mencerminkan koefisien reliabilitas seluruh item yang terdapat dalam

suatu variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2010), nilai Cronbach’s

Alpha di tabel Reliability Statistics yang dihasilkan harus lebih besar daripada

0,6. Apabila lebih besar dari 0,6 maka dianggap data tersebut reliabel atau

dapat diandalkan.

3.5.2 Regresi Linear Berganda

Dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linear berganda. Hal ini

dikarenakan untuk melihat variabel independen mana secara parsial yang paling

dominan          memengaruhi   variabel            dependen.       Persamaan       regresi  berganda

merupakan persamaan regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel

independen. Adapun persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut.

Y1=α + β1X1 + β2X2 + e         …………………………………………………………………….(1)

Keterangan :

Y1: Kinerja Karyawan α: Konstanta

β1: Koefisien GCG X1: GCG

Β2: Koefisien Kepuasan Kerja X2: Kepuasan Kerja

e: error (Residual Term)

Y2=α + β1X1 + β2X2 + Y1 + e            ………………………………………………………..(2)

Keterangan:

Y2: Kinerja Keuangan Perusahaan α: Konstanta

β1: Koefisien GCG X1: GCG

Β2: Koefisien Kepuasan Kerja X2: Kepuasan Kerja

Y1: Kinerja Karyawan e: error (Residual Term)

3.5.3 Uji Asumsi Klasik

Terdapat beberapa pengujian yang harus dijalankan terlebih dahulu untuk

menguji apakah model yang dipergunakan tersebut mewakili atau mendekati

kenyataan yang ada. Untuk mengetahui apakah dalam koefisien regresi linear

berganda pada persamaan tersebut tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan

yang berarti, maka dalam pelaksanaan analisis data haruslah memenuhi asumsi

klasik yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data statistik penelitian dalam

model regresi terdistribusi secara normal (Ghozali, 2009). Uji normalitas

bertujuan untuk menguji mengenai distribusi variabel terikat untuk setiap nilai

variabel bebas tertentu terdistribusi normal atau tidak. Dalam model regresi

linear, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai error (e) yang berdistribusi normal.

Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal

atau mendekati normal. Teknik yang digunakan untuk uji asumsi normalitas

adalah sebagai berikut.

a. Analisis Statistik

Untuk  mendeteksi      normalitas,       dapat   menggunakan  One     Sample

Kolmogorov-Smirnov Test. Uji statistik non parametrik Kolmogorov-

Smirnov (K-S) terhadap nilai residual persamaan regresi menggunakan

hipotesis pada tingkat signifikansi sebesar 0,05 (Santoso, 2010). Tingkat

signifikansi dapat dijelaskan sebagai berikut.

·          H0: probabilitas > 0,05 Data residual terdistribusi normal.

·          Ha: probabilitas < 0,05 Data residual tidak terdistribusi normal.

Jika data residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (seperti

signifikansi yang dihasilkan K-S sebesar 0,049) maka dapat dicoba dengan

metoda lain yang mungkin memberikan justifikasi normal. Tetapi, jika jauh

dari nilai normal, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu melakukan

transformasi data, melakukan trimming data outliers, atau menambah data observasi.

b. Analisis Grafik

Analisis grafik dilihat melalui penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal

dari grafik normal probability plot. Adapun dasar dari pengambilan

keputusan didasarkan pada hal-hal berikut.

·          Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

·          Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti

arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola

distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linear yang kuat diantara

variabel independen (Ghozali, 2009). Uji multikolinearitas digunakan untuk

melihat mengenai hubungan antara satu variabel independen dengan variabel

independen lainnya (Santoso, 2010). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi  korelasi            di         antara  variabel            independen.    Jika      terbukti            ada

multikolinearitas, sebaiknya salah satu dari variabel independen yang ada

dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diulang kembali

(Santoso, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat

pada besaran Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Pedoman suatu

model regresi yang bebas multikolinearitas adalah memiliki hasil uji yang

dilihat dari tabel nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance >

0,1 dan nilai VIF tidak lebih dari 10 (sepuluh), maka model regresi terbebas

dari multikolinearitas (Ghozali, 2009).

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2009), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak

ada kesamaan standar deviasi nilai variabel dependen pada setiap variabel

independen. Metoda yang digunakan untuk mendeteksi adanya gejala

heteroskedastisitas adalah sebagai berikut.

a. Uji Glejser

Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas juga dapat diketahui

dengan melakukan uji glejser. Jika variabel bebas signifikan secara

statistik memengaruhi variabel terikat maka ada indikasi terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2009). Langkahnya adalah melakukan regresi

sederhana antara nilai absolute el dan tiap-tiap variabel independen.

Apabila ditemukan nilai thitung lebih besar dari ttabel diantara hasil regresi

tersebut maka pada model tersebut terjadi heterokedastisitas. Pada kriteria

ini terjadi heterokedastisitas apabila variabel bebas secara individual

berpengaruh signifikan terhadap absolute el, nilai signifikan yang

disyaratkan adalah 5% (0.05). Gejala ini dapat diatasi dengan melakukan

transformasi variabel-variabel dalam model regresi yang ditaksir, yaitu

dengan membagi model regresi asal dengan salah satu variabel bebas yang

memiliki koefisien yang tertinggi dengan residualnya.

b. Grafik Scatterplot

Selain menggunakan uji glejser, heteroskedastisitas, dapat dideteksi

dengan melihat grafik scatterplot. Model regresi yang baik yaitu tidak

terjadi heteroskedastisitas, yang dapat dijelaskan pada grafik scatterplot

antara Regression Studentized Deleted Press Residual (SDRESID) dan

Regression Standardized Predicted Value (ZPRED) tidak membentuk pola

dan nilainya berkumpul di sekitar angka 0 (Ghozali, 2009). Deteksi ada

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya

pola tertentu pada grafik scatterplot antara variabel dependen dan

residualnya pada sumbu Y adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X adalah

residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah mengalami studentized

(Ghozali, 2009). Dasar analisis adalah sebagai berikut.

· Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit),

maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

· Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Bila terjadi heteroskedastisitas, akan menimbulkan akibat yaitu varians

koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar

sehingga hasil uji signifikansi statistik menjadi tidak valid (Santoso, 2010).

3.5.4 Uji Hipotesis

Dalam melakukan uji hipotesis, peneliti menggunakan uji F, koefisien

determinasi, Uji t, dan uji r parsial. Hipotesis dalam penelitian ini memengaruhi

oleh nilai signifikan koefisien variabel yang bersangkutan setelah dilakukan pengujian.

1. Uji Regresi Secara Simultan (uji F)

Menurut Ghozali (2009), uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel dependen yang dimaksudkan dalam model memunyai pengaruh

secara simultan terhadap variabel independen. Pengujuan ini membandingkan

nilai Fhitung dengan Ftabel. Apabila Fhitung berada di bawah minus Ftabel atau di

atas Ftabel, maka H0 ditolak. Apabila Fhitung berada di antara minus Ftabel dan

plus Ftabel, maka H0 diterima. Jika tingkat signifikan berada di bawah tingkat

error yaitu 5% maka variabel independen akan dinilai berpengaruh secara

signifikan. Apabila angka signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan jika

<0,05 maka Ha diterima.

2. Koefisien determinasi (R2)

Menurut Supagat (2008), menyatakan bahwa koefisien determinasi adalah

merupakan besaran untuk menunjukan tingkat kekuatan hubungan antara dua

variabel atau lebih dalam bentuk persen atau dengan kata lain seberapa besar

X dapat memberikan kontribusi terhadap Y. Nilai R2 memunyai interval

antara 0–1 (0 ≤ R2 ≤ 1). Semakin R2 mendekati 1, semakin baik hasil untuk

model regresi tersebut dan apabila semakin mendekati 0, maka variabel

independent secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen.

3. Uji Regresi Secara Parsial (uji t)

Menurut Sundjaja (2002), Uji t digunakan untuk menguji signifikan pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat. Langkah selanjutnya adalah

membandingkan nilai signifikasinya dengan taraf signifikan 0,05. Apabila

signifikasi t < 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya ada

pengaruh signifikan antar variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Dan

sebaliknya pada taraf signifikasi t > 0,05 maka ha ditolak dan H0 diterima

yang artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antar variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).

4. Uji r parsial

Uji r parsial digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh atau proporsi

variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji r parsial

dapat dilihat pada tabel standardized coefficient. Tabel standardized

coefficient memiliki nilai yang berkisar antara 0—1 atau 0 < r parsial < 1.

Menurut santoso (2010), semakin kecil nilai r parsial yang dimiliki

menunjukan bahwa pengaruh antara variabel independen dengan variabel

dependen semakin kecil. Sebaliknya, jika nilai r parsial memiliki yang

dimiliki semakin besar maka pengaruh antara variabel independen dengan

variabel dependen semakin besar. Sedangkan r parsial yang memiliki nilai 0

menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel independen dengan

variabel dependen. Jika r parsial semakin mendekati 1 menunjukan bahwa

pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen semakin kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael. 2009. Armstrong’s Handbook of Human Resource

Management Practice. London: Kogan Page.

Andi Supangat. 2008. Statistika Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan

Parametrik. Jakarta: Kencana Prenada

Ardana, Komang, dkk. 2008. Perilaku Keorganisasian. Edisi Pertama. Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Bastian. 2006. Pengaruh budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan dengan

Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Dharmo. Tesis : Ekonomi UI.

Dibuka pada tanggal 10 Februari 2012.

Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Dimock. 2005. Manajemen Publik .

Djokosantoso Moeljono. 2005. Good Corporate Culture sebagai inti dari Good

Corporate Governance. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Dr. Nur Indriantoro, M.Sc., Akuntan, Drs. Bambang Supomo, M.Si. Akuntan.

2002. Metedologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : Edisi Pertama, Penerbit BPFE.

Gabriela Cyntia Windah. 2013. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance

terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survey The Indonesian

Institute Perception Governance (IICG) Periode 2008-2011. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Vol. 2 No. 1 Universitas Surabaya.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro

Guritno, Bambang dan Waridin. 2005. Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai

Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja.

JRBI, Vol.1 No. 1, pp.63-74.

Hadi. 2006. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Handoko TH. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE

Haryoko, Sapto. 2009. Efektivitas Pemanfaatan Audio-Visual Sebagai Alternatif

Optimalisasi Model Pembelajaran. Universitas Negeri Semarang. Jurnal

Edukasi@       Elektro            Vol.     5,         No.      1,         Maret   2009,   hlm      1-10.

http://journal.uny.ac.id/index.php/jee/article/download/347/249. (Diakses 02

Agustus 2012).

Hasibuan, S.P. Malayu. 2007. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.

Edisi Revisi, Cetakan Keenam. Bumi Aksara. Jakarta.

Hery. 2010. Potret Profesi Audit Internal (Di Perusahaan Swasta & BUMN

Terkemuka). Bandung: Alfabeta.

Kansil dan Christine. 2001. Kitab Undang-undang Ketenagakerjaan, Pradnya

Paramita. Jakarta, 2001.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, (Alih Bahasa V.A Yuwono, dkk),Edisi

Bahasa Indonesia, Yogyakarta: ANDI.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja. Bandung : Refika Aditama

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung :

Refika Aditama

Mathis, dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama,

Jakarta: Salemba Empat

Mulyadi dan Setyawan Jhony. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian

manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan.

Salemba Empat : Jakarta.

Robert L. Mathis & John H. Jackson, Human Resources Management, Edisi

sepuluh, Penerbit Salemba Empat, 2006.

Robbins, Stephen. P & Timothy. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational

Behaviour. Edisi Kedua Belas. Salemba Empat. Jakarta.

Salusu, J. 2005. Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan

Organisasi Non Profit. Cetakan Kedelapan, Jakarta: Gramedia.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Alfabeta Bandung.

Ridwan Sundjaja. 2002. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta, Prenhallindo.

Sutrisno, M.Si, Drs. Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana

Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi

Aksara. Jakarta.

Tjager dkk. 2004. Komisaris Independen, Penggerak Praktek GCG di Perusahaan.

Jakarta: PT Indeks.

Tasmara. Toto. 2006. Spiritual Centered Leadership. Jakarta: Gema Insani.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

Winarni F dan Sugiyarso G, 2006. Administrasi Gaji & Upah. Yogyakarta :

Pustaka Widyatama

Analisis Pengaruh Intellectual Capital dan Ukuran Perusahaan Terhadap Peningkatan Kinerja Perusahaan

No Name & Daniel Sugama Stephanus

Perkuliahan Metodologi Penelitian

Program Studi Akuntansi – Fakultas Ekonomi & Bisnis

Universitas Ma Chung – Kabupaten Malang

2014

Pendahuluan

Latar Belakang Penelitian

Lahirnya era ekonomi baru yang disebut knowledge economic mengutamakan peranan teknologi, sistem, dan kecepatan informasi sebagai penggerak utama kinerja operasional organisasi (McGrattan dan Prescott, 2007). Kehadiran knowledge economic terjadi karena kemajuan peradaban manusia yang semakin kompeten dan memiliki kapabilitas yang besar dalam menciptakan teknologi yang canggih. Kecanggihan teknologi membuat sistem yang efektif dan dinamis sehingga dapat mempercepat arus informasi dan penggunaan sumber daya secara maksimal.

Fenomena knowledge economic tentunya menjadi momentum bagi perusahaan untuk meningkatkan performance perusahaan. Performance perusahaan menjadi hal yang penting karena menjadi suatu tolak ukur keberhasilan perusahaan dalam mengolah resources baik yang bersifat tangible maupun intangible, dan memberikan value added kepada stakeholders perusahaan.

Dalam kaitannya meningkatkan performance perusahaan, resource based theory berpandangan bahwa perusahaan akan mendapatkan keunggulan kompetitif dan kinerja yang optimal dengan mengakuisisi, menggabungkan, dan menggunakan aset-aset vital (Lev, 1987). Penyatuan aset berwujud dan tidak berwujud merupakan strategi potensial untuk meningkatkan kinerja (Belkaoui, 2003). Oleh karena itu saat ini perusahaan mulai menyadari bahwa bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia yang dimilikinya yang disebut intellectual capital

Saat ini pengakuan terhadap intellectual capital sebagai main drive dari keunggulan kompetitif makin meningkat, sehingga banyak peneliti yang tertarik untuk menguji secara empiris pengaruh intellectual capital terhadap performance perusahaan. Penelitian tentang intellectual capital yang dilakukan Tan, et al., (2007) di Bursa Efek Singapore menggunakan pengukuran yang dikembangkan oleh Pulic (1998) yaitu VAIC™ yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998).

Value added dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1999), hasil dari penelitian tersebut  menunjukkan bahwa intellectual capital (VAIC™) berhubungan secara positif dengan kinerja perusahaan an kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi intellectual capital (VAIC™) terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya. Hasil penelitian Tan, et al., (2007) tersebut selaras dengan penelitian Bontis (2001) dan Belkaoui (2003) yang menyatakan bahwa intellectual capital (VAIC™) berpengaruh positif terhadap financial performance perusahaan.

Selain intellectual capital, dalam penelitian juga membahas mengenai pengaruh size atau ukuran perusahaan terhadap performance perusahaan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang tidak konsisten, seperti halnya penelitian yang dilakukan Barth et. al. (1998), Collins dan Kothari (1989), Bhushan (1989), dan Atiase (1985) menemukan bahwa ukuran perusahaan pengaruh negatif dengan performance perusahaan. Pengaruh negatif tersebut terjadi karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan-perusahaan besar, pada saat pengumuman laba, pasar kurang bereaksi. Namun, hasil berlawanan ditemukan Chaney dan Jeter (1992) yang menguji pengaruh ukuran perusahaan dengan performance perusahaan dalam jangka panjang.

Berdasarkan isu knowledge economic yang sedang terjadi di berbagai negara dan masih ditemukan adanya beberapa perbedaan hasil penelitian, maka peneliti ingin meneliti topik intellectual capital dan size perusahaan sebagai bentuk pengujian atas konsistensi Resource Based Theory dalam memprediksi peningkatan performance perusahaan.

Rumusan Masalah Penelitian

1. Apakah intellectual capital berpengaruh positif terhadap performance perusahaan?

2. Apakah size berpengaruh positif terhadap performance perusahaan?

Tujuan Penelitian

Membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap performance perusahaan.

Membuktikan bahwa size berpengaruh positif terhadap performance perusahaan.

Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi mendukung terhadap pembenaran Resource based Theory,  karena hasil penelitian akan mendukung bahwa pemanfaatan secara maksimal size (tangible asset) dan intellectual capital (intangible asset) akan meningkatkan performance perusahaan. Selain kontribusi teoritis, penelitian ini juga memberikan kontribusi praktis yaitu memberikan masukan pada perusahaan dalam mengelola resources yang dimilikinya khususnya intellectual capital dan size, karena dengan pengelolaan asset yang baik, human capital yang kompeten dan structural capital yang memadai, sehingga perusahaan dapat meningkatkan performance dan mendapatkan sustained competitive advantage.

Tinjauan Pustaka

Resource based Theory

Resource based theory menjelaskan bahwa sumber daya atau resource perusahaan merupakan “main drive” dibalik kesuksesan mempertahankan strategic competitiveness dan firm performance (Belkoui, 2003). Dalam konteks untuk menjelaskan pengaruh Intellectual Capital  terhadap firm performance, Wernerfelt (1984) dalam Solikhah (2010) menjelaskan resource based theory memandang bahwa untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan kinerja yang baik adalah dengan memiliki, menguasai, dan memanfaatkan aset-aset strategis yang penting. Aset strategis yang dimaksud adalah tangibles asset dan intangibles asset.

Aset-aset strategis tersebut oleh Barney (1991) dibagi menjadi tiga yaitu: physical resources, human capital resources, dan organizational resources. Ketiga jenis resources tersebut yang dianggap sebagai faktor utama dalam menciptakan sustained competitive advantages. Lebih lanjut dalam teori ini menjelaskan bahwa perusahaan diasumsikan memiliki sumber daya yang heterogen dan tidak bergerak sehingga perusahaan dapat mengimplementasikan strateginya. Dalam mengimplementasikan strategi tersebut dibutuhkan resources yang memiliki sifat valuable yang dapat menciptakan peluang dan menetralisir ancaman dari lingkungan perusahaan, selanjutnya resources juga harus memiliki sifat rare atau keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan yang resources dimiliki perusahaan kompetitornya.

Resources tidak mudah untuk diduplikasi oleh kompetitor dan mampu bertahan dalam lingkungan sosialnya disebut dengan imperfectly imitable resources. Berkembangnya persaingan dalam dunia bisnis, perusahaan harus menyesuaikan kebutuhan sumber daya, misalnya sistem informasi akuntansi, struktur organisasi, dan kebutuhan expert dalam bidang-bidang tertentu, dalam resource based theory menjelaskan bahwa sumber daya yang intangible adalah suatu aset yang rare dan imperfectly imitable sehingga menjadi resources yang tidak dapat digantikan atau non substitutability sehingga perusahaan fleksibel dalam megimplementasikan strateginya (Barney, 1991).

Intellectual Capital

Di era “new economy” yang didominasi oleh informasi dan ilmu pengetahuan perusahaan untuk meningkatkan intellectual capital (Tan et al., 2007). Edvinson dan Malone (1997) mendefinisikan intellectual capital adalah selisih antara nilai pasar perusahaan dengan nilai buku perusahaan, sedangkan Williams (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai. Bontis et al., (2000) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari modal intelektual, yaitu: human capital, structural capital, dan customer capital. Ide tentang intellectual capital merupakan hasil dari pemikiran dari human capital dan structural capital (Bontis, 1996). Human capital adalah kepentingan dari karyawan, misalnya kompetensi, komitmen, motivasi, dan loyalitas. Sedangkan structural capital   adalah modal tak berwujud yang dimiliki perusahaan termasuk inovasi, relasi, dan struktur organisasi (Chen et al., 2005).

Firer dan Williams (2003) melakukan penelitian intellectual capital dengan proxy VAICTM sebagai variabel dependen yang mempengaruhi corporate performance, market value, productivity yang ber-setting di Afrika Selatan dengan menggunakan sampel sebanyak 75 perusahaan. Dari hasil pengujian tersebut tidak ditemukan hubungan signifikan antara proxy intellectual capital dengan market value, sehingga dari hasil penelitian tersebut disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut karena menurut Firer dan Williams (2003) kondisi dan sumber daya perusahaan berbeda di tiap-tiap negara.

Berdasarkan saran dari penelitian yang dilakukan oleh Firer dan Williams (2003), Chen et al., (2005) melakukan penelitian dengan setting di Taiwan dengan menggunakan 4254 perusahaan publik selama 10 tahun yaitu mulai tahun 1992 sampai dengan 2002. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap performance perusahaan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tan et el., (2007) dengan pola yang sama dengan melakukan penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap corporate financial returns yang dilakukan di Singapore Stock Exchange dengan menggunakan 327 perusahaan dari 10 sektor perusahaan public di SGX selama 3 tahun (2000-2003). Hasil dari penelitian tersebut juga mendukung hipotesis yang dibangun bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap performance perusahaan.

Size

Menurut Bolton dan Bhagat (2008) size adalah refleksi atas besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan. Dengan semakin besar ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang memberikan perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil. Kestabilan tersebut menarik investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Kondisi tersebut menjadi penyebab atas naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Investor memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan besar.

Ekspektasi insvestor berupa perolehan dividen dari perusahaan tersebut. Peningkatan permintaan saham perusahaan akan dapat memacu pada peningkatan harga saham di pasar modal. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dianggap memiliki performance yang lebih besar.

Kerangka Pemikiran

Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin kompetitif, perusahaan harus meningkatkan performance perusahaan karena dengan nilai perusahaan yang tinggi, maka perusahaan dinilai berhasil dalam menjalankan bisnisnya sehingga mendapatkan keunggulan kompetitif. Menurut pandangan resource based theory, untuk mendapatkan keunggulan kompetitif perusahaan harus memanfaatkan secara maksimal resource yang dimiliki baik yang bersifat tangible atau intangible. Resources tersebut oleh Barney (1991) dibagi menjadi tiga yaitu: physical resources, human capital, dan organizational capital yang memiliki sifat valuable, rareness, imperfectly imitable, non substitutability.

Berdasarkan sudut pandang resource based theory  dalam mencapai tujuan perusahaan maka timbul pemikiran tentang intellectual capital yangsaat ini telah diterima secara luas sebagai aset strategis utama yang menentukan sustainable competitive advantage dan superior financial performance (Barney, 1991). Dalam penelitian yang dilakukan Belkoui (2003), Chen et al., (2005), Tan et al., (2007) menunjukan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap performance perusahaan. Untuk lebih memahami bagaimana jalan pemikiran penelitian ini, maka dibuatlah suatu bagan alur pemikiran penelitian. Bagan alur dari kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis Penelitian

Pengaruh intellectual capital terhadap performance perusahaan

Resource based theory berpandangan bahwa perusahaan akan mendapatkan keunggulan kompetitif dan kinerja optimal dengan mengakuisisi, menggabungkan, dan menggunakan aset-aset vital untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan kinerja optimal (Lev, 1987). Penyatuan aset berwujud dan tidak berwujud merupakan strategi potensial untuk meningkatkan kinerja (Belkaoui, 2003). Praktik akuntansi konservatisma menekankan bahwa investasi perusahaan dalam intellectual capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari peningkatan selisih antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien, maka investor akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki modal intelektual lebih besar (Belkaoui, 2003; Firer dan Williams, 2003).

Selain itu, jika modal intelektual merupakan sumberdaya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka modal intelektual akan memberikan kontribusi terhadap performance perusahaan (Abdolmohammadi, 2005). Bagaimanapun, modal intelektual diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan maupun kinerja keuangan. Penelitian Belkaoui (2003), Chen et al.,(2005), Tan et al.,(2007) menunjukkan bahwa modal intelektual memiliki penagaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1: Intellectual capital berpengaruh positifterhadap performance perusahaan

Pengaruh size terhadap performance perusahaan

Dalam Resource Based Theory dijelaskan perusahaan yang strategic asset baik yang bersifat tangible atau Intangible akan menciptakan keunggulan kompetitif jangka panjang. Menurut Barney (1991), asset yang menciptakan value creation akan meningkatkan performance perusahaan. Oleh karena itu semakin besar strategic asset yang dimiliki perusahaan maka semakin besar pula kemampuan perusahaan tersebut meningkatkan performance perusahaan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang tidak konsisten, seperti halnya penelitian yang dilakukan Barth et. al. (1998), Collins dan Kothari (1989), Bhushan (1989), dan Atiase (1985) menemukan bahwa ukuran perusahaan pengaruh negatif dengan performance perusahaan.

Pengaruh negatif tersebut terjadi karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan-perusahaan besar, pada saat pengumuman laba, pasar kurang bereaksi. Namun, hasil berlawanan ditemukan Chaney dan Jeter (1992) yang menguji pengaruh ukuran perusahaan dengan performance perusahaan dalam jangka panjang. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya maka hipotesis ke dua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2: Size  berpengaruh positifterhadap performance perusahaan

Metoda Penelitian

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hypothesis testing. Indriantoro dan Supomo (2006) menyatakan bahwa, “Penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis (hypothesis testing) umumnya merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel.” Sementara itu, Sekaran (2006) menyatakan bahwa, “Studi yang termasuk dalam pengujian hipotesis biasanya menjelaskan sifat hubungan tertentu atau menentukan perbedaan antar kelompok atau independensi dua atau lebih faktor dalam suatu situasi.”

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling method, artinya sampel sengaja dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu agar dapat mewakili populasinya (Sekaran, 2006). Pengambilan sampel dilakukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:

Perusahaan di Bursa Efek Indonesia yang tergabung dalam indeks Kompas 100 untuk periode 2011-2013. Adapun judgement pemilihan sampelmenggunakan Indeks Kompas 100 adalah sebagai berikut:

Perusahaan yang tergabung dalam indeks kompas 100 merupakan perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang baik serta fundamental yang kuat dan kinerja perusahaan yang baik.

Saham-saham yang termasuk dalam indeks Kompas 100 diperkirakan mewakili sekitar 70-80% dari total 3.537 triliun pada akhir Desember 2013 nilai kapitalisasi pasar seluruh saham yang tercatat di BEI.

Indeks Kompas 100 yang memuat 100 saham unggulan di bursa juga merupakan acuan dalam melihat arah pergerakan pasar dan acuan investor dalam mengatur portofolio investasi sahamnya.

Perusahaan yang tergabung dalam indeks Kompas 100 adalah perusahaan yang unggul di bursa sehinggga informasi yang dibutuhkan oleh investor untuk melakukan analisa seperti laporan tahunan, laporan keuangan auditan, dan data-data lain yang diperlukan dapat tersedia dengan tepat waktu.

Berikut adalah kriteria yang digunakan oleh BEI untuk melakukan pemilihan 100 saham indeks Kompas 100:

Tercatat di BEI minimal 3 bulan.

Dipilih 150 berdasarkan nilai transaksi di Pasar Reguler.

Dari 150 saham tersebut, 60 saham dengan nilai transaksi terbesar otomatis masuk perhitungan indeks.

Untuk mendapatkan 100 saham, dipilih 40 saham lagi  dengan kriteria Hari Transaksi dan Frekuensi Transaksi di pasar reguler dan Kapitalisasi Pasar. Metode pemilihan 40 saham: 

Dari 90 sisanya, dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler.

Dari 75 saham tersebut, dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler.

Dari 60 saham tersebut, dipilih 40 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar, sehingga didapat 100 saham.

Langkah terakhir, BEI mempertimbangkan factor fundamental emiten dan pola transaksi di bursa.  Perhitungan indeks Kompas100 dimulai 2 Januari 2002. Sejak 10 Agustus 2007, perhitungan Kompas100 dilakukan melalui mesin JATS (Jakarta Automatic Trading System).

Saham-saham Kompas100 direview setiap Februari dan Agustus. Dalam penelitian ini mengambil data laporan tahunan perusahaan tahun 2011-2013 berdasarkan daftar pengumuman perusahaan yang masuk dalam Indeks Kompas 100 dari BEI No. Peng-0046/BEI.PSH/07-2012 untuk periode Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013. Sumber informasi diatas diambil dari beberapa artikel dan website www.kompas.com dan www.idx.com.

Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah  data panel. Data panel atau pooled data menurut Ghozali (2009) adalah data yang memiliki gabungan dua elemen yaitu runtut waktu (time series) dan antar waktu (croosectional). Data panel memiliki beberapa kelebihan sehingga digunakan penelitian ini untuk mendukung dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Data panel mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara ekspilisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu;

Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.

Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment.

Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informative, lebih variatif, dan multikolinearitas antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks.

Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, antara lain data laporan keuangan, opini audit, dan pengungkapan prinsip-prinsip good corporate governance dari perusahaan yang termasuk dalam sampel. Sumber data yang digunakan diperoleh dari http://www.idx.co.id, pojok BEI dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Dependen

Performance Perusahaan

Performance perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam melakukan pengelolaan asset baik yang bersifat tangible maupun intangible. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al., (2005), penelitian ini menggunakan ROA sebagai proksi atas kinerja perusahaan, alasannya adalah  rasio ini dapat merefleksikan firm’s efficiency dalam pemanfaatan total asset dengan asumsi kebijakan akuntansi dan keuangan yang konstan, oleh karena itu pengukuran terhadap performance diukur dengan membandingkan laba sebelum pajak dengan total Aset dengan rumus sebagai berikut:

Variabel Independen

Intellectual Capital

Intellectual Capital adalah jumlah dari nilai yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Bontis, 2000). Intellectual capital yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal intelektual yang diukur berdasarkan value added yang diciptakan dari physical capital (VACE), human capital (VAHC), dan structural capital (VASC). Kombinasi dari ketiga value added tersebut disimbolkan dengan nama Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) yang dikembangkan oleh Pulic (2003). Pemilihan model VAIC™ sebagai ukuran atas modal intelektual mengacu pada penelitian Firer dan Williams (2003), Tan, et al., (2007), dan Ulum (2008) serta Sianipar (2009). Formulasi perhitungan VAIC™ terdiri atas beberapa tahap antara lain:

Value Added (VA) yaitu selisih antara output dan input.

VA= OUT – IN

Keterangan:

Output (OUT)  : Total penjualan dan pendapatan lain.

Input (IN)                     : Beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan).

Value Added Capital Employed (VACE) menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap Value added organisasi.

VACE= VA/CE

Keterangan:

Value Added (VA)        : Selisih antara output dan input

Capital Employed (CE)            :Dana yang tersedia (ekuitas)

Value Added Human Capital (VAHC) menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi. VAHC dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

VAHC= VA/HC

Keterangan:

Value Added (VA)            : Selisih antara output dan input

Human Capital (HC)        :Beban karyawan

Value Added Structural Capital (VASC) mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.

VASC= SC/VA

Keterangan:

Structural Capital (SC)   : Selisih antara (VA) dan (HC)

Value Added (VA)            : Selisih antara output dan input

Human capital (HC)        :  Beban karyawan

Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi. VAIC™ dapat juga dianggap sebagai Business Performance Indicator (BPI) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

VAIC™ = VACE + VAHC + VASC

Business Performance Indicator (BPI) yang digunakan oleh Mavridis (2004), Kamath (2007), dan Ulum (2008) yang membagi modal intelektual perusahaan ke dalam empat kategori sebagai berikut:

Top performers – skor VAICTM di atas 3

Good performers – skor VAICTM antara 2,0 sampai 2,99

Common performers – skor VAICTM antara 1,5 sampai 1,99

Bad performers – skor VAICTM di bawah 1,5

Size

Size adalah refleksi atas besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan. Dengan semakin besar ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang memberikan perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil. Kestabilan tersebut menarik investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Kondisi tersebut menjadi penyebab atas naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Investor memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan besar.

Ekspektasi insvestor berupa perolehan dividen dari perusahaan tersebut. Peningkatan permintaan saham perusahaan akan dapat memacu pada peningkatan harga saham di pasar modal. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dianggap memiliki nilai yang lebih besar. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian (Bolton dan Bhagat, 2008) yang dihitung dengan diproxy dengan nilai logaritma dari total asset yaitu:

Variabel Kontrol

Ownership Structure

Ownership structure adalah struktur kepemilikan yang terbagi dalam kategori struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Struktur kepemilikan dalam penelitian ini menekankan pada adanya konsentrasi kepemilikan saham. Kepemilikan saham terkonsentrasi adalah suatu kondisi ketika sebagian besar saham dimiliki  oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga individu atau kelompok tersebut memiliki jumlah saham relative dominan dibandingkan dengan pemegang saham lainnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Claessens et al., (2000), Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan ownership structure berpengaruh positif terhadap performance perusahaan, dalam penelitian nya disebutkan bahwa kepemilikan terkonsentrasi atau lebih dari 50% mempunyai aktivitas pengendalian dan pengelolaan dalam menghasilkan laba jangka panjang. Konsentrasi kepemilikan saham pada penelitian ini diukur dengan pendekatan dikotomi. Nilai 1 diberikan struktur kepemilikan terkonsentrasi yaitu persentase kepemilikan saham 50% atau lebih, dan nilai 0 untuk struktur kepemilikan menyebar yaitu persentase kepemilikan saham kurang dari 50%. 

Metoda Analisis Data

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji normalitas dapat digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009). Uji normalitas residual harus terpenuhi agar uji statistik yang dilakukan valid. Untuk menguji normalitas residual, maka salah satu cara adalah dengan menggunakan uji One-sample Kolmogorov Smirnov dengan tingkat signifikansi 0,05. Pada pengujian ini, jika signifikasi lebih besar dari (>0,05) maka dapat dikatakan bahwa data tersebut normal (Ghozali, 2009). Selain itu, peneliti juga menggunakan analisis grafik histogram dan normal probability plot untuk mendeteksi normalitas residual. Dasar pengambilan keputusannya yaitu:

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar menjauhi garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2009) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara varibel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dalam model regresi dapat dilihat dari toleransi value dan variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF= 1/ tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot. Dasar analisis yang digunakan adalah:

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk menjamin keakuratan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas maka dilakukan uji Park, dalam uji Park variabel residual dikuadratkan kemudian dibuat persamaan logaritma natural. Jika nilai α secara statistik signifikan pada tingkat 0.01 maka mengindikasikan heteroskedastitias, dan jika α tidak signifikan maka model regresi homoskedastisitas (Ghozali. 2009).

Uji Autokorelasi

Ghozali (2009) menyebutkan bahwa autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui adanya autokorelasi dapat menggunakan uji Durbin Watson test, kemudian dari hasil tersebut dibandingkan dengan d table Durbin Watson.

Uji Hipotesis

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau: Ho : β1= β2 =….= βk = 0, berarti variabel-variabel independen secara serentak tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.  Halternatif : β1 β2 …. βk 0, berarti variabel-variabel independen secara serentak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ditolak atau tidaknya Halternatif adalah dengan melihat tingkat signifikansi hasil dari uji F. Jika tingkat signifikansi uji F < (0,05), Ho ditolak dan Halternatif diterima. Hal tersebut berarti bahwa variabel independen secara serentak memunyai probabilitas statistik yang signifikan terhadap variabel dependen.

Uji Koefisien Regresi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi (Ghozali, 2009). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel independen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memrediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tanpa memperhatikan apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi suatu model regresi (Ghozali, 2009).

Uji signifikansi parameter individual (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individu dalam menerangkan variasi variabel independen. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (β1) sama dengan nol, atau:  Ho : β1 = 0, berarti variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.  Halternatif : β1 0, berarti variabel-variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009).  Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ditolak atau tidaknya Halternatif adalah dengan melihat tingkat signifikansi hasil dari uji t. Jika tingkat signifikansi uji t < (0,05), Ho ditolak dan Halternatif diterima. Hal tersebut berarti bahwa variabel independen mempunyai probabilitas statistik yang signifikan terhadap variabel dependen.

Daftar Pustaka

Barney, J. 1991, Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management, 17.

Bhagat S and Bolton B, 2008. Corporate Governance and Firm Performance. Journal of corporate finance, Elsevier.

Belkaoui, A.R., 2003, “Intellectual capital and firm performance of US multinational firms: a study of the resource-based and stakeholder views”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 2.

Badingatus, Rohman, dan Meiranto, 2010, “Financial Performance, Growth Dan Market Value; Studi Empiris dengan Pendekatan Simplistic Specification”. Proceeding SNA XIII. Purwokerto.

Bontis, N. 1998a. “Intellectual capital questionnaire”. Available online at: www.bontis.com. (accessed November 2006).

Chen, M.C., S.J. Cheng, dan Y.Hwang., 2005, “An empirical investigation of the relationship between intellectual capital and firms’ market value and financial performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 N0. 2. pp. 159-176.

Edvinsson, L. and Malone, M. S., 1997, Intellectual capital : realizing your company’s true value by finding its hidden brainpower, Harper Business, New York

Firer, S., and S.M. Williams. 2003, “Intellectual capital and traditional measures of corporate performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3.

Ghozali, Imam, 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Guthrie, J. and Petty, R. 2000. Intellectual Capital: Australian

Hartono, Jogiyanto, 2007, Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman, Edisi Keenam, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Indriantoro dan Supomo, 2006, Metodologi Penelitian dan Bisnis, Edisi pertama, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kuryanto dan Benny, 2008. “Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Perusahaan”. Proceeding SNA XI. Pontianak.

Laksono Hari W., 2012, Nilai Kapitalisasi Pasar Capai Rp. 3.916 Triliun,http://www.kompas.com/Nilai.Kapitalisasi.Pasar.Saham.Capai.Rp.3.916.Triliun.html

McGrattan, E. R., and Prescott, E. C., 2007, Unmeasured Investment and the Puzzling U.S. Boom in the 1990s, Working Paper 13499, National Bureau of Economic Research.

Neil Rupidara. 2008. “Modal Intelektual dan Strategi Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia”. Paper disajikan pada Diskusi Modal Intelektual UKSW. Salatiga, 21 Februari 2008

Pulic, A. 1998. Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential. available online at: http://www.vaic-on.net. (accessed March 2009).

Serra, 2010, “Pengaruh Modal Fisik, Modal Finansial, Dan Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Susanto, A.B., 2007, “Resource Based Versus Market Based”. Eksekutif no.338. Mei.

Tan, H.P., D. Plowman, and P. Hancock., 2007, “Intellectual capital and financial returns of companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8, No. 1: 76-95.

Ulum, Ihyaul, Ghozali, dan Chariri. 2008. “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares”. Proceeding SNA XI. Pontianak.

Wernerfelt, B. 1984, “A resource-based view of the firm”, Strategic Management Journal. Vol. 5. No. 2.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESADARAN WAJIB PAJAK UMKM KOTA MALANG DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN

YULIANA DEVI LUKITO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS

PERKULIAHAN METODOLOGI PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG – KABUPATEN MALANG

2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pajak adalah kegiatan membayar sejumlah uang kepada negara yang

diatur oleh undang-undang yang berlaku yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran pemerintah dan pembangunan (Ahira, 2012). Secara umum pajak merupakan iuran wajib dari pemerintah yang wajib di bayar oleh wajib pajak. Pajak merupakan wujud dari peranan masyarakat dalam mendukung pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Hal ini tercakup dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan dari pembayaran pajak ini adalah sumber pemasukan terbesar negara. Pajak juga merupakan salah satu pendapatan negara yang langsung dipungut dari berbagai objek pajak (Astri Corry, 2013).

Seorang Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban dalam perpajakan. Sesuai sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Negara Indonesia, yaitu Self Assessment system, maka Wajib Pajak-lah yang diberikan wewenang, kepercayaan dan tanggungjawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan  melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Wajib pajak kadang-kadang perlu melakukan negosiasi untuk mengurangi jumlah pajak terutang akibat kekeliruan dalam menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melapor pajak (Resmi 2007).

Harahap (2004:43) menyatakan bahwa dianutnya “Self Assessment system membawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance)”. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung Self Assessment system (Chong dan Lai, 2010). “Wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut” (Devano, 2006:110).

Kelemahan Self Assessment system yang memberikan kepercayaan pada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang dalam praktiknya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan, bahkan disalahgunakan (Tarjo dan Indrawati,2006). John Hutagaol (2007) menyatakan bahwa penerapan Self Assessment system dalam sistem perpajakan tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena sebagian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masih saja mendapatkan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan perpajakan. Salah satu di antaranya adalah surat pemberitahuan (SPT) yang diisi dan dilaporkan oleh wajib pajak sulit terdeteksi kebenarannya. Watung (2010) mengatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya antara lain pengetahuan wajib pajak tentang pajak, pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan, manfaat yang dirasakan wajib pajak dan sikap optimis wajib pajak pada pajak.

Perekonomian Indonesia sesungguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Titik Setyaningsih,2014). Kelompok usaha ini telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan ekspor. Kontribusinya secara total dalam PDB sebesar 55,6%, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,18% dengan nilai investasi 52,9% dan kinerja ekspor non migas mencapai 20,2% (Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 2009). Dari besarnya penerimaan negara yang berasal dari sektor UMKM, maka akan berpotensi besar pula jumlah penerimaan pajak dari sektor tersebut.

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi salah satu pendorong penting dalam membangun kekuatan ekonomi negara. Hal ini dapat dicermati dari keunggulan UMKM, yakni cukup fleksibel dan sangat mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar, menciptakan lapangan kerja yang lebih cepat dibandingkan dengan sektor bisni lainnya, memiliki diversiasi yang luas sehingga mampu berkontribusi signifikasi dalam ekspor dan perdagangan (Made Narsa, 2012).

Pemberdayaan UMKM di Indonesia saat ini sangat gencar dilakukan oleh pemerintah yakni di bawah koordinasi Menteri Negara Usaha Kecil Menengah. Berbagai fasilitas dan kemudahan disediakan demi kelangsungan hidup dan perkembangan usaha ini. Fasilitas kredit, pendampingan dalam bidang produksi dan marketing diberikan serta pembinaan pada UMKM pun dilakukan (Isroah, 2013).

Jumlah UMKM yang dari tahun ke tahun semakin menjamur, memberikan peluang kepada pemerintah untuk membidik sektor ini dalam upaya ekstensifikasi pajak. (Titik, 2013) Namun, hal tersebut tidak mudah karena dimungkinkan adanya berbagai penafsiran dari Wajib Pajak UMKM dalam hal perpajakannya. Dan fakta di lapangan menunjukkan tumbuhnya UMKM tidak seiring dengan jumlah kenaikan penerimaan pajak (Direktorat Jendral Pajak, 2009).

Namun dengan diberlakukannya sistem pemungutan pajak Self Assessment, justru semakin menambah kebingungan dari wajib pajak UMKM dalam hal kewajiban perpajakannya. Berdasarkan fenomena ini, sangat mungkin terdapat berbagai persepsi, pemahaman atau penafsiran dari wajib pajak UMKM dalam hal kewajiban perpajakannya dan kinerja dari aparat pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak (Novrita, 2012).

Usaha kecil menengah (UKM) memiliki beberapa karakteristik, seperti ketidakpastian pasar, ketidakpastian apakah dalam beberapa tahun pertama perusahaan dapat bertahan hidup atau tidak (Setyawan, 2006). Kelemahan UKM lainnya adalah adanya pembukuan yang tidak jelas (Zein, 2004). Latar belakang pendidikan pengusaha UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan juga dapat menimbulkan perbedaan pemahaman dan kewajiban mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Kelemahan-kelemahan UKM tersebut dapat menimbulkan perbedaan pemahaman dan kewajiban setiap pengusaha UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Ekawati dan Radianto, 2008). Perbedaan pemahaman tersebut dapat menimbulkan ketidak patuhan Kompleksitas meningkatkan ketidakpastian bagi pembyar pajak, yang selanjutnya mendorong ketidakpatuhan (Westat dalam Jackson et al., 1986). Hasil penelitian Milirion  (1988) menunjukan bahwa ambigusitas dalam peraturan perpajakan berkorelasi positif dengan ketidakpatuhan dalam penyusunan pelaporan pajak penghasilan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran kewajiban perpajakan oleh pemilik usaha kecil dan menengah diantaranya adalah rendahnya pendidikan para pemilik usaha kecil dan menengah, kurangnya sosialisasi peraturan oleh pihak aparatur pajak dan tingkat kesadaran yang masih rendah dalam melakukan pembayaran pajak. Ketidaktaatan dalam membayar pajak tidak hanya terjadi pada lapisan pengusaha saja tetapi pihak fiskus juga tidak taat untuk membayar pajak. Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang mudah di samping peran serta aktif dari petugas perpajakan, juga dituntut kesadaran dari para wajib pajak itu sendiri.

Indonesia menerapkan sistem Self Assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melapor sendiri pajaknya, menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban perpajakannya (Tarjo, 2005:119). Keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak dengan tujuan akhir untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara dari pajak, bukanlah pekerjaan yang ringan. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya, tidak akan berarti banyak dalam membangun kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari kepatuhan membayar pajak. Di sisi lain, ancaman hukuman yang kurang keras terhadap wajib pajak yang lalai juga menyebabkan wajib pajak cenderung untuk mengabaikan kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan  latar belakang masalah di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam meningkatkan kesadaran kewajiban perpajakan pada usaha kecil dan menengah. Selain itu, masih banyak usaha kecil dan menengah yang tingkat kesadaran dalam melakukan pembayaran pajak masih rendah, khususnya pendaftaran untuk mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak UMKM Kota Malang Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan”

Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufti Rahmatika (2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah UMKM yang berada di kota Malang, sedangkan pada penelitian sebelumnya adalah UMKM wilayah Jakarta Selatan

Obyek penelitian ini adalah kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Variabel ini juga untuk membuktikan apakah tingkat penghasilan wajib pajak dan pengaruh kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan  latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah pengetahuan wajib pajak berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah?

 Apakah pemahaman sistem Self Assessment berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah?

Apakah tingkat penghasilan wajib pajak berpengaruh terhadap kesadarann kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah?

Apakah kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah?

Apakah pengetahuan wajib pajak, pemahaman sistem Self Assessment, tingkat penghasilan wajib pajak dan kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan, berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

Pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pengaruh pemahaman sistem Self Assessment terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pengaruh tingkat penghasilan wajib pajak terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pengaruh tingkat kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pengaruh pengetahuan wajib pajak, pemahaman sistem Self Assessment, tingkat penghasilan WP, tingkat kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

Bagi Mahasiswa.

Sebagai sarana pembelajaran untuk mengetahui bagiamana kesadaran UMKM terhadap kewajiban perpajakan. Mendapatkan wawasan mengenai pemahaman UMKM Penulis dapat mengetahui sampai sejauh mana aplikasi ilmu perpajakan dan akuntansi sehingga penulis dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia perekonomian yang semakin berkembang dan memiliki tuntutan yang besar.

Bagi UKM

Memberikan gambaran bagi pelaku UMKM atas pemahaman tentang pajak. Menambah wawasan, pemahaman, dan kesadaran dalam hal kewajiban perpajakannya serta dapat memberikan motivasi dan dorongan terhadap Wajib Pajak UMKM untuk menjadi wajib pajak yang baik untuk negara.

Bagi Perguruan Tinggi.

Sebagai bahan referensi dan bacaan untuk pengembangan penelitan selanjutnya. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi civitas akademika serta menambah pembendaharaan kepustakaan yang memperkaya jumlah literature yang dapat digunkan oleh kalangan akademisi.

LANDASAN TEORI

Pajak

Pengertian Pajak

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Mardiasmo, 2006:1). Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan negara.

Pajak yaitu iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut peraturan perpajakan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Adriani, 2010:3). Undang-undang perpajakan terbaru nomor 36 tahun 2008 dalam pasal 1 mendenifisikan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat (Primandita Fitriandi, 2008:4).

Dari definisi di atas, pajak adalah pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak tertentu berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku tanpa harus memberikan imbalan secara langsung. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai unsur-unsur, meliputi kontribusi dari rakyat kepada negara, pajak dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang perpajakan,artinya pajak dapat dipungut dengan kekuatan undang-undang dan aturan pelaksanaannya, pajak diperuntukkan sebagai pencapaian tujuan pembangunan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyat dan pajak dapat memberikan manfaat tidak langsung kepada wajib pajak dan rakyat.

Fungsi Pajak

Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah membutuhkan sumber pendanaan atau modal. Salah satu sumber pendanaan tersebut diperoleh dari pungutan pajak. Selain sebagai sumber pendanaan, pungutan pajak juga dapat digunakan sebagai pengatur dalam melaksanakan kebijakan pemerintah. Sejalan dengan itu, berdasarkan literatur-literatur pajak umum, diketahui bahwa fungsi pajak terdiri atas fungsi budgetair (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur).

Fungsi budgetair (anggaran)

Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen untuk menarik dana dari masyarakat untuk di masukkan ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan (Ali, 1993, hal 134).

Hal yang sama juga dirumuskan oleh Nurmantu, yang mendefinisikan fungsi budgetair yakni: “suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undangundang perpajakan yang berlaku”. Nurmantu juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku adalah:

Jangan sampai ada Wajib Pajak/Subjek Pajak yang tidak memenuhi sepenuhnya kewajiban perpajakannya.

Jangan sampai ada Objek Pajak yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak kepada fiskus.

Jangan sampai ada Objek Pajak yang terlepas dari pengamatan atau penghitungan fiskus (Nurmantu, 2005, hlm. 30).

Dari uraian di atas maka diperoleh pengertian bahwa dalam optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tidak hanya tergantung kepada fiskus atau kepada Wajib Pajak saja, akan tetapi kepada kedua-duanya berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Fungsi regulerend (mengatur)

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak, yakni fungsi budgetair. Untuk

mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijaksanaan, misalnya: Pemerintah menentukan tujuan untuk memberantas/menghilangkan kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda. Di sini pemerintah dapat menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara memajaki harga minuman keras sedemikian rupa, sehingga tidak terjangkau lagi oleh sebagian besar generasi muda (Nurmantu, 2005, hlm. 36).

Dalam hal fungsi mengatur ini, kadangkala menyebabkan sisi penerimaan

(budgetair) justru tidak menguntungkan. Terhadap kegiatan masyarakat yang dipandang bersifat negatif, apabila fungsi regulerend yang dimaksudkan untuk menekan kegiatan itu dikedepankan, pemerintah justru akan dipandang berhasil apabila pemasukan dari pajaknya kecil. Sebagai contoh adalah cukai minuman keras. Bila pemasukan dari cukai minuman keras sangat sedikit, dan diindikasikan bahwa masyarakat tidak lagi banyak mengonsumsi minuman keras, hal itu justru dianggap sebagai suatu keberhasilan meskipun dari sisi budgetair tidak menguntungkan. Apabila dikaitkan dengan salah satu dimensi hubungan antara pemerintah dengan rakyat maka fungsi ini tidak lepas dari fungsi pengendalian (sturen) (Nurmantu, 2005, hal 36).

Jenis Pajak

Pajak dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu berdasarkan golongan, berdasarkan wewenang pemungut dan berdasarkan sifat (Erly Suandi, 2005:37).

Berdasarkan Golongan

Pembagian pajak berdasarkan golongan terbagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Berdasarkan Wewenang

Berdasarkan wewenang pemungut pajak dapat dibagi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, misalnya: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai. Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, seperti: pajak kendaraan bermotor, pajak hotel dan pajak reklame.

Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu pajak

subjektif dan pajak objektif (Erly Suandi, 2005:40).

Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan wajib pajak, seperti pajak penghasilan.

Pajak objektif adalah pajak yang memperhitungkan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, jadi pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya saja, seperti pajak pertambahan nilai.

Secara umum, jenis pajak yang diterapkan di Indonesia terbagi menjadi tiga, yaitu berdasarkan golongan, berdasarkan pihak yang memungut dan berdasarkan sifatnya. Dengan adanya pembagian pajak tersebut, maka wajib pajak dapat mengetahui jenis pajak berdasarkan golongannya dan menambah pengetahuan tentang pajak.

Sistem Pemungutan  Pajak : Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang dianut Indonesia saat ini adalah Self Assessment system, yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh Wajib Pajak sendiri yang dilakukannya dalam SPT. Menurut Zain (2008) dalam Supadmi (2011) dengan sistem ini Wajib Pajak mendapatkan beban yang berat karena harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam surat pemberitahuannya, yaitu menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang, dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.

Self assesment system adalah suatu sistem perpajakan yang member kepercayaan kepada wajib untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. “Tata cara pungutan pajak dengan self assesment system akan berhasil dengan baik apabila masyarakat mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi, dimana ciri-ciri self assesment system adalah adanya kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan perhitungan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak” (Devano dan Rahayu, 2006:81).

Judisseno (2004) dalam Devano dan Rahayu (2006:81) mengatakan bahwa “self assesment system diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesarbesarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya”. Konsekuensinya, masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakan.

Resmi (2011:11), “self assesment system merupakan system pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku”. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terhutang, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri jumlah pajak yang terutang, melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan mempertanggung jawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutuan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak). Ciri-ciri self assesment system menurut Mardiasmo (2002:8) adalah “wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,dan fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.”

Seorang dan/ atau badan yang sudah memenuhi kewajiban pajak subjektif dan/atau objektif mempunyai kewajiban untuk membayar pajak.  Mekanisme full assesment system di Indonesia dimulai pemahaman Wajib Pajak mengenai kapan pelaksanaannya. Membayar pajak tidak sama seperti membayar keperluan belanja sehari-hari. Ada tata cara atau prosedur yang harus kita mengerti dengan benar. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif, status dan pekerjaan Wajib Pajak, tata cara menghitung beserta penerapan tarif adalah langkah awal yang baik untuk memahami penerapan full self assesment system di Indonesia. Tahap selanjutnya adalah memahami sarana pembayaran dan pelaporan pajak yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Ning, 2013).

Tahap selanjutnya yang penting diketahui dalam pencapaian mekanisme penerapan full self assesment system oleh Wajib Pajak adalah tata cara menghitung besarnya utang pajak yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak. Dalam melaksakan perhitungan Wajib Pajak harus mengerti betul tentang penerapan tarif yang berlaku untuk setiap subjek dan obejk pajaknya. Tahap akhir dalam mekanisme full self assesment system adalah melaporkan dan mempertanggungjawabkan besarnya utang pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) (Wahyuni,2013).

Mekanisme penerapan Self Assessment system dapat didukung dengan diterapkannya kewajiban memiliki NPWP bagi setiap pelamar kerja tanpa memandang jenis pekerjan yang dilakukan dan sepanjang pekerjaan tersebut adalah legal dan sah menurut hukum. “Keadaan ini secara otomatis akan mendidik dan menumbuhkan kepedulian dan kesadaran pentingnya membayar pajak, secara otomatis pula penerimaan pajak dari sector ini cenderung meningkat secara tajam” (Judisseno, 2001:178).

Penerapan self assesment sytem di Indonesia masih memiliki berbagai hambatan. Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi (Mardiasmo, 2002:9) : “selanjutnya adalah memahami sarana pembayaran dan pelaporan pajak yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. Tahap selanjutnya  yang penting diketahuidalam pencapaian mekanisme penerapan  full self assesment system oleh Wajib Pajak adalah tata cara menghitung besarnya utang pajak yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak.

Dalam melaksakan perhitungan Wajib Pajak harus mengerti betul tentang penerapan tarif yang berlaku untuk setiap subjek dan obejk pajaknya. Tahap akhir dalam mekanisme full self assesment system adalah melaporkan dan mempertanggungjawabkan besarnya utang pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT). Mekanisme penerapan Self Assessment system dapat didukung dengan diterapkannya kewajiban memiliki NPWP bagi setiap pelamar kerja tanpa memandang jenis pekerjan yang dilakukan dan sepanjang pekerjaan tersebut adalah legal dan sah menurut hukum. “Keadaan ini secara otomatis akan mendidik dan menumbuhkan kepedulian dan kesadaran pentingnya membayar pajak, secara otomatis pula penerimaan pajak dari sektor ini cenderung meningkat secara tajam” (Judisseno, 2001:178).

Penerapan self assesment sytem di Indonesia masih memiliki berbagai hambatan. Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Mardiasmo, 2002:9). Perlawanan pasif dapat berupa masyarakat enggan (pasif) membayar pajak. Hal tersebut  dapat disebabkan karena pertama,  perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Kedua ,sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. Ketiga, sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

Sedangkan perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain adalah tax avoidance yang merupakan usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang dan tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak) (Dharmawan, 2013).

Wajib Pajak

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, yang menurut peraturan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak (Erly Suandi, 2005:109). Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (Primandita Fitriandi, 2008:3). Berdasarkan pendapat di atas maka pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk membayar jumlah pajak yang terhutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak mendapatkan timbale balik secara langsung dari pembayaran pajak tersebut.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Undang-undang mengatur dengan tegas hak dan kewajiban wajib pajak dalam satu hukum pajak formal secara jelas. Dinas Pelayanan Pajak menjelaskan mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak, antara lain (Dinas Pelayanan Pajak, 2007):

Hak Wajib Pajak

Dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTD paling lama dua bulan (pasal 8)

Dapat membetulkan SPTD dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan (pasal 9/1)

Menghilangkan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 100%, apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum pemeriksaan (Pasal 11/5)

Mengajukan keberatan paling lama 3 bulan sejak tanggal diterimanya SKP (Pasal 33/1,4)

Mengajukan keputusan keberatan apabila lewat jangka waktu yang ditetapkan paling lama 12 bulan (Pasal 34/3)

Dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan pajak dalam jangka waktu 3 bulan

Dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan surat keputusan keberatan dan keputusan banding (Pasal 42/1)

Mengajukan permohonan untuk tidak melegalisasi bon penjualan/bill (Pasal 25/5)

 Mengajukan permohonan keberatan (Pasal 35/1)

Mengajukan gugatan (kurang dari 14 hari) atas:

Surat teguran sejak diterima wajib pajak

Surat paksa sejak surat pemberitahuan diterima wajib pajak

 Pelaksanaan sita sejak BAP dibuat

Lelang, sejak pengumuman lelang dibuat

Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (Pasal 41/1)

Kewajiban Wajib Pajak

Melaksanakan pendaftaran diri atau melaporkan usahanya untuk memperoleh NPWP (Pasal 6/1,3)

 Menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang (Pasal 10/1,2)

Melegalisasi bon penjualan

Membayar pajak yang terhutang paling lambat 15 hari kerja (Pasal 15/1)

Membayar kekurangan pajak dalam DPP kurang dari 30 hari (Pasal 15/2)

Membuktikan ketidak-benaran atas ketetapan pajak (Pasal 33/3)

 Mengajukan keberatan dan tidak menunda kewajiban membayar (Pasal 33/6)

Memberikan keterangan atau meminjamkan buku pada saat pemeriksaan (pasal 46/2)

Membayar 50% dari jumlah pajak yang terhutang pada saat mengajukan banding (pasal 37/1,7)

 Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak dengan pendapatan bruto lebih dari Rp. 300.000.000 (Pasal 45/1)

 Melakukan pencatatan pendapatan bruto untuk wajib pajak dengan peredaran pendapatan bruto lebih dari Rp. 300.000.000

Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran merupakan suatu proses belajar dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang diterima untuk mendapatkan keyakinan diri yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (Padila dan Prior, 2010). Kesadaran adalah kemauan disertai dengan tindakan dari refleksi terhadap kenyataan (Paulo Freira, 2010).  Jadi, kesadaran wajib pajak adalah suatu upaya atau tindakan yang disertai dengan kemauan dan dorongan dari diri sendiri dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tapi pada dasarnya, kesadaran wajib pajak masih rendah dalam melaksanakan pembayaran pajaknya, hal ini dikarenakan pembayaran pajak di Indonesia menggunakan self assesment system,

dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya. Sehingga sistem ini membuka peluang bagi wajib pajak untuk melaporkan data yang tidak sebenarnya untuk menghindari jumlah pajak yang besar.

UMKM

Pengertian UMKM

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2008).

Kriteria UMKM

No.URAIANKRITERIA
ASSETOMZET
1USAHA MIKROMaks. 50 JutaMaks. 300 Juta
2USAHA KECIL> 50 Juta – 500 Juta> 300 Juta – 2,5 Miliar
3USAHA MENENGAH> 500 Juta – 10 Miliar> 2,5 Miliar – 50 Miliar

Sumber: (Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2008)

Faktor yang Memengaruhi Kesadaran Pelaporan Pajak Pada UMKM

Faktor adalah hal atau peristiwa yang menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu peristiwa. Dari penjelasan tersebut, kita dapat mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi wajib pajak terhadap kesadaran dalam melakukan pelaporan perpajakan, sehinga dapat mencari solusi dalam mengatasi kendala dan hambatan dalam melakukan pembayaran pajak pada usaha kecil dan menengah (Tatiana Vanessa Rantung, 2009):

Pengetahuan Wajib Pajak

Pengetahuan wajib pajak merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kesadaran pelaporan perpajakan pada usaha kecil dan menengah. Pengetahuan wajib pajak tentang pajak adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang wajib pajak mengenai manfaat dari pembayaran pajak. Semakin tingginya pengetahuan wajib pajak, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak.

Pengaruh Pemahaman Sistem Self Assessment

Di Indonesia, sistem pemungutan pajak menggunakan sistem Self Assessment yaitu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Keuntungan dari sistem Self Assessment adalah wajib pajak diberikan kepercayaan oleh fiskus untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku. Wajib pajak harus memahami mengenai sistem Self Assessment, karena semakin tinggi tingkat pemahaman mengenai sistem tersebut maka wajib pajak akan lebih mudah memahami dalam mengisi surat pemberitahuan (Tarjo dan Indra Kusumawati, 2005:101).

Tingkat Penghasilan Wajib Pajak

Tingkat penghasilan seseorang berpengaruh terhadap kesadaran dalam melakukan pembayaran perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah, semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang yang diterima maka tentu saja semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar. Pengaruh kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan. Pemerintah dan Ditjen Pajak harus senantiasa memberikan inovasi baru mengenai sistem pembayaran pajak yang lebih efektif dan efisien serta memberi kemudahan bagi wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya. Pada saat ini pemerintah maupun Ditjen Pajak melakukan inovasi terbaru dengan mendirikan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk orang kaya dan pembayaran pajak melalui elektronik atau yang lebih dikenal dengan ESPT. Selain itu, Ditjen Pajak juga memberikan kemudahan pembayaran perpajakan kepada usaha kecil dan menengah dengan menerapkan tarif tunggal sebesar 14%.

Keterkaitan Antar Variabel

Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Kewajiban Perpajkan Pada Usaha Kecil dan Menengah

Pada Sektor Usaha Kecil dan Menengah Penelitian Nurseto (2002) mengenai “Pengaruh Persepsi Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kesadaran Wajib Pajak”, menunjukkan bahwa persepsi tentang pajak dan tingkat pendidikan dapat memberikan sumbangan efektif terhadap kesadaran wajib pajak sebesar 37,15%. Ini berarti semakin tinggi tingkat persepsi pajak dan tingkat pendidikan maka pengaruh terhadap kesadaran wajib pajak semakin signnifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Siti Qomaria tahun 2008 dengan judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak”, hasil dari penelitian ini adalah hasil uji regresi yang ditemukan nilai koefisien determinasi sebesar 0,604.

Hal ini menunjukkan bahwa variable pengetahuan dan tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran kewajiban pajak sebesar 60,4% sedangkan sisanya 39,6% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak termasuk dalam analisis ini. Jadi, pengetahuan dan tingkat pendidikan wajib pajak mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Berdasarkan hasil tersebut, maka keterkaitan antara pengetahuan wajib pajak terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Pengetahuan wajib pajak berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pemahaman Sistem Self Assessment Systems Terhadap Kesadaran Kewajiban Perpajakan Pada Usaha Kecil dan Menengah

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Maria Ulfa Malik (2007) dengan judul “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assessment Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan”, hasil penelitian menyimpulkan bahwa persepsi wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem Self Assessment dengan persentase pengaruh sebesar 31,2%. Jadi pemahaman sistem Self Assessment berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Berdasarkan hasil tersebut, maka keterkaitan antara pemahaman sistem Self Assessment terhadap kesadaran kewajiban perpajakan oleh usaha kecil dan menengah dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha2: Pemahaman sistem Self Assessment berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Tingkat Penghasilan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Kewajiban Perpajkan Pada Usaha Kecil dan Menengah

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Yusrinillah (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Wajib Pajak terhadap Motivasi Memenuhi Kewajiban Pajak”. Hasilnya menunjukkan bahwa jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak dengan menunjukkan hasil signifikansi di atas 5%. Jadi tingkat penghasilan wajib pajak tidak terlalu berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Berdasarkan hasil tersebut, maka keterkaitan antara tingkat penghasilan wajib pajak terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Tingkat penghasilan wajib pajak berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban  perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Pengaruh Kemudahan Dalam Melakukan Sistem Pembayaran Perpajkan Pada Usaha Kecil dan Menengah

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Leli Agesti (2007) mengenai “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Modernisasi Kantor Pelayanan Pajak”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah modernisasi kantor pelayanan pajak. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan sesudah adanya modernisasi kantor pelayanan pajak dilihat dari jumlah wajib pajak PPh badan yang terdaftar. Menurut penelitian ini, modernisasi kantor pelayanan pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam hal peningkatan jumlah wajib pajak PPh badan terdaftar.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Agus Sigit Nugroho (2005) yaitu melakukan penelitian terhadap “Sosialisasi Perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Klaten”. Penelitan ini ingin menguji sejauh mana pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak di Klaten. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara sosialisasi perpajakan dengan tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Klaten, yang berarti semakin baik sosialisasi perpajakan maka semakin baik pula kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Besarnya pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kesadaran wajib pajak adalah sebesar 33,2% dan sebesar 26 % terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kesadaran wajib pajak lebih dominan dibanding pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

Jadi, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dengan adanya kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran pajak. Sehingga diperlukan adanya modernisasi dalam melakukan pembayaran perpajakan, guna untuk meningkatkan kesadaran pembayaran pajak oleh wajib pajak. Berdasarkan hasil tersebut, maka keterkaitan antara tingkat penghasilan wajib pajak terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha4: Tingkat kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan dalam melengkapi penelitian selanjutnya. Tabel menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran membayar pajak.

Peneliti (Tahun)Judul PenelitianVariabel Yang DitelitiHasil Penelitian (Kesimpulan)
Nurseto (2002)Pengaruh Persepsi Tentang Pajak Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kesadaran Wajib PajakPersepsi tentang pajak (X1) Tingkat Pendidikan (X2) .Kesadaran wajib pajak (Y)Semakin tinggi tingkat persepsi pajak dan tingkat pendidikan maka akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran wajib pajak.
Siti Qomaria (2008)Analisis Pengaruh Pengetahuan entang Pajak Dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar PajakPengetahuan tentang pajak (X1) Tingkat pendidikan wajib pajak (X2) Kesadaran membayar pajak (Y)Pengetahuan dan pendidikan wajib pajak mempengaruhi kesadaran kewajiban pajak.
Maria Ulfa Malik (2007)Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assessment Dalam Memenuhi Kewajiban PerpajakanPersepsi wajib pajak badan (X1) Sistem Self Assessment (X2) Kewajiban perpajakan (Y)Pemahaman sistem Self Assessment berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan.
Leli Agesti (2007)Analisis kepatuhan wajib  pajak sebelum dan sesudah modernisasi kantor pelayanan pajakModernisasi kantor  pelayanan pajak (X)  Kepatuhan wajib pajak (Y)Modernisasi kantor pelayanan pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Yusrinillah (2006)Analisis pengaruh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan wajib pajak terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajakTingkat pendidikan(X1) Jenis pekerjaan(X2) Motivasi memenuhi kewajiban pajak (Y)Tingkat penghasilan wajib pajak tidak terlalu berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban pajak.
Fery Dwi Prasetyo (2006)Analisis Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilik Usaha Kecil Menengah Dalam Melaporkan Kewajiban Perpajakan Di Daerah JogjakartaPengetahuan wajib pajak tentang pajak (X1) Pemahaman wajib pajak tentang pajak (X2) Manfaat yang dirasakan wajib pajak dari pajak (X3) Kesadaran wajib pajak dalam pelaporan perpajakan (Y)Pengetahuan wajib pajak, pemahaman wajib pajak tentang pajak dan manfaat yang dirasakan wajib pajak berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan.              
Mufti Rahmatika (2010)Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh  Terhadap Kesadaran Kewajiban Perpajakan Pada Sektor Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)Pengetahuan WP (X1) Pemahaman sistem Self Assessment (X2) Tingkat penghasilan WP (X3) Kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan (X4) Kesadaran kewajiban perpajakan pada UKM (Y)Pemahaman sistem Self Assessment dan tingkat penghasilan WP tidak berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan UMK. Pengetahuan WP dan tingkat kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan UMKM. Saat dilakukan pengujian secara bersama-sama, semua variabel berpengaruh.

Tabel 2. Peneltian Terdahulu

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, pada dasarnya merupakan gambar sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang diterapkan (Abdul Hamid, 2007:26). Gambar di bawah ini menjelaskan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen                                    Variabel Dependen

Pengetahuan WP (X1)(Abdul Djawad (2003) 
Pemahaman sistem self assessment (X2)(Rosita (2008) 
Tingkat penghasilan WP (X3)(Ratni Zulaicha (1993) (Ratni Zulaicha (1993)
Kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan (X4)(Chaizi Nasuha (2004)
Kesadaran kewajiban perpajakan pada UKM (Y)(Tarjo (2003) dan Tatiana Vanessa Rantung (2009)

METODOLOGI PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup dalam bidang analisis perpajakan, yaitu mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kesadaran kewajiban perpajakan dikaitkan dengan usaha kecil dan menengah, yaitu dengan mengumpulkan jurnal-jurnal, buku-buku yang berkaitan serta melalui situs internet (studi pustaka) dan data primer dari usaha kecil dan menengah yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah, diantaranya adalah pengetahuan wajib pajak, pemahaman mengenai sistem Self Assessment, tingkat penghasilan wajib pajak dan pengaruh kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan. Penelitian dilakukan terhadap Paguyuban Amang Tiwi yang merupakan perkumpulan pemilik UMKM Kota Malang. Penelitian ini menguji dan memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah. Populasi dari penelitian ini adalah usaha kecil dan menengah yang berada di wilayah Malang.

Metoda Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian dari junlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Adapun tekhnik sampling yang digunakan adalah Convenience Sampling. Convenience Sampling adalah metode pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, dimana metode ini memilih sampel dari elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel dengan cepat (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2004:130).

Metoda Pengumpulan Data

Abdul Hamid (2007:33) dalam bukunya Pedoman Penulisan Skripsi, jika dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun metode yang digunakan penulis dalam proses pengumpulan data berupa:

Data Primer

Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner dan melaksanakan interview atau tanya jawab kepada pemilik usaha kecil dan menengah, sehingga dapat memperoleh informasi mengenai kesadaran perpajakan oleh pemilik usaha kecil menengah tersebut.

Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder meggunakan sumber bacaan atau kepustakaan. Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Nur Indiriantoro dan Bambang Supomo, 2004:150). Data sekunder diperoleh peneliti tidak secara langsung yaitu melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak luar) dengan menggunakan:

Riset pustaka yaitu penelitian jurnal, literatur dan bahan bacaan.

Riset Dokumentasi data mengutip langsung data yang berhubungan dengan penelitian terhadap usaha kecil dan menengah. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Metode Analisis data

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti, melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2009:29). Statistik deskriptif juga memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Imam Ghozali, 2009:19).

Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer, maka peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuisioner dikatakan reliable atau handal jika seseorang terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkalikali.

Uji Validitas

Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali,2009:45).

Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer, maka peneliti melakukan uji multikoloneritas, uji normalitas dan uji heteroskedastisitas.

Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem (multiko). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variable independen. Untuk mendeteksi adanya problem multiko, maka dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel independen. Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1, sedangkan jika dilihat dengan besaran korelasi antar variabel independen, maka suatu model regresi dapat dikatakan bebas multikol jika koefisien antar variabel independen haruslah lemah (dibawah 0,5). Jika korelasinya kuat, maka terjadi problem multikol (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2004:120).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Cara mendetekesinya yaitu dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2004:212-214).

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varians berbeda, disebut heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik, dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di stundentized. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.

Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Sugiyono, 2009). Model ini digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variable dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linier (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2004:72). Variabel independen terdiri dari pengetahuan wajib pajak, pemahaman

sistem Self Assessment, tingkat penghasilan wajib pajak, tingkat kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan. Sedangkan variabel dependennya adalah kesadaran kewajiban perpajakan pada sector usaha kecil dan menengah. Untuk menguji hipotesis tersebut, maka rumus persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e

Keterangan:

Y = kesadaran kewajiban perpajakan pada sector usaha kecil dan menengah

a = konstanta

b1-b4 = koefisien regresi

X1 = pengetahuan WP

X2 = pemahaman sistem Self Assessment

X3 = tingkat penghasilan WP

X4 = kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran

e = error

Dalam uji hipotesis ini dilakukan melalui:

Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variable dependen (Imam Ghozali, 2009:83).

Uji Statistik t

Uji statisitik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variable penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknyapengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2009:84). Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.

Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.

Uji Statistik F

Uji Statisitk F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji statisitik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05 (Imam Ghozali, 2009:84). Dasar pengambil keputusan adalah sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variable independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel dependen atau terikat.

 Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.

Operasionalisasi Variabel Penelitian

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan definisi dari masingmasing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

Pengetahuan Wajib Pajak (X1) Pengetahuan wajib pajak adalah persepsi atau pendapat wajib pajak mengenai perpajakan. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siti Qomaria (2008), hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variable pengetahuan dan tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran kewajiban pajak. Instrumen pengukuran variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3),  setuju (4), sampai sangat setuju (5).

Pemahaman Sistem Self Assessment(X2)

Seberapa besar tingkat pemahaman wajib pajak mengenai sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menganut sistem Self Assessment. Self Assessment adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maria Ulfa Malik (2007), hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak terhadap pelaksanaan sistem Self Assessment berpengaruh terhadap pembayaran perpajakan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).

Tingkat Penghasilan Wajib Pajak (X3)

Tingkat penghasilan adalah jumlah pendapatan atau jumlah yang diterima oleh wajib pajak dalam kurun waktu tertentu. Semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang, maka tentu saja semakin besar pula jumlah pajak terhutang yang harus dilaporkan oleh wajib pajak. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yusrinillah (2006), hasilnya menunjukkan bahwa jenis pekerjaan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi memenuhi kewajiban perpajakan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1),

tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).

Kemudahan Dalam Melakukan Sistem Pembayaran Perpajakan (X4) Dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan, kemudahan dalam melakukan pembayaran juga mempengaruhi tingkat pembayaran pajak oleh wajib pajak. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Leli Agesti (2007). Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya tingkat perbedaan kepatuhan wajib pajak antara sebelum dan sesudah modernisasi adanya modernisasi kantor pelayanan pajak, modernisasi kantor pelayanan pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib

pajak dalam hal peningkatan jumlah wajib pajak. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).

Kesadaran Kewajiban Perpajakan Pada Sektor Usaha Kecil dan Menengah (Y)

Kesadaran merupakan suatu dorongan dari dalam diri sendiri berdasarkan pertimbangan dan perasaan serta seluruh pribadi seseorang yang menimbulkan kegiatan yang terarah untuk tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan pribadinya. Kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah yaitu adanya dorongan atau sikap dari industri usaha kecil dan menengah untuk melakukan kewajiban perpajakan tanpa adanya dorongan dari pihak luar dan tanpa paksaan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).

VariabelDimensiIndikator No.PertanyaanSkala
Pengetahuan wajib pajak (Sumber:Siti Qomaria, 2008)PengetahuanPengetahuan mengenai pajak Pengetahuan mengenai peraturan pajak yang berlaku1, 2 3, 4, 5Skala interval
VariabelDimensiIndikator No.PertanyaanSkala
Pemahaman sistem self assessment (Sumber: Maria Ulfa Malik, 2007)Pemahaman wajib pajak terhadap self assessmentPengisian SPT dengan benar Ketepatan dalam memberikan data dan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan6, 7, 8,9, 10,11 12, 13,14Skala Interval
Tingkat penghasilan wajib pajak (Sumber: Yusrinillah, 2006)Penghasilan yang diterima oleh wajib pajakPembayaran perpajakan Melaporkan penghasilan yang diterima  15, 16 17, 18  Skala interval
Kemudahan dalam melakukan sistem pembayaran perpajakan (Sumber: Leli Agesti, 2004)Kemudahan wajib pajak dalam membayar pajak terhutang  Saat ada peraturan baru Pelayanan Seminar dan penyuluhan  19, 20  21, 22, 23 24, 25, 26  Skala interval
Kesadaran kewajiban perpajakan (Sumber: Tarjo (2003) dan Tatiana Vanessa Rantung (2009)Kesadaran wajib pajak dalam melaporkan pajaknya  Menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sebagai warga negara yang baik Melaksanakan kewajiban perpajakan tanpa adanya paksaan27, 28,29, 30, 31 32, 33,34, 35, 36  Skala interval

Tabel 3. Variabel Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Ananggadipa, Septian.2012. Studi Empiris Pada Penggunaan Aplikasi Pajak: Integrasi Theory Of Planned Behavior Dan Technology Acceptance Model (Studi Empiris Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ajzen, I.1985. From Intentions to Action:A Theory of Planned Behavior.New York: Springer.

Ajzen, Icek.1991. Organizational of Behavior and Human Decision Processes. University of Massachusetts at Amherst.

Azwar, S. 2000. Sikap Manusia : Teori dan Pengukuran. Yogyakarta : Liberty

Ba, S. and Pavlou, P.A 2002. Evidence Of The Effect Of Trust Building Technology In Electronic Markets: Price Premiums And Buyer Behaviour”. MIS Quarterly, Vol. 26 , No. 3, pp 243-268.

Bachmann & Zaheer. 2006. Handbook of Trust Research. Edward Elgar Publishing

Bobek, D dan Richard C. Hateld. 2003. An Investigation of Theoryof Planned Behavior and the Role of Moral Obligation in TaxCompliance. Behavioral Research in Accounting.

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana

Burgess, Robert, G. 1984. Strategies of educational Research Qualitative Methods. London: The Falmers Press.

Choong, K. F., & Lai, M. L. 2009. “Self Assessment Tax System and Compliance Complexities: Tax Practitioners’ Perspectives”. Oxford Business & Economics Conference Program. 24–26 Juni 2009.

Coetzee, M dan Eloff, J.H.P.2005.Antonomous Trust For Web Service.Internet Research,Vol. 15 :498-507

Cohen, L. and Manion, L. 1988 Research methods in education (2nd Ed)  London: Croom Helm.

Corry N Ds, Astri. 2013. Pengaruh Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak UMKM Dan Penerimaan PPH Pasal 4 Ayat (2) (Studi Kasus Pada KPP Pratama Malang Selatan). Jurnal Ekonomi Tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Bisnis. Universitas Brawijaya. Malang

Creswell, John W. 2010 Edisi ke-3. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta.

Devano Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Prenada Media Group.

Doney, P.M., and Cannon, J.P., 1997, “An Examination of The Nature of Trust in Buyer – Seller Relationship, “Journal of Marketing” April, pp. 35-51

Eagly, A. H. & Chaiken, S. 1993. The Psychology of Attitudes. Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovitch.

Feagin, J. R., Orum, A. M., and Sjoberg, G. (eds.) 1991.  A Case for the Case Study. Chapel Hill, NC: The University of North Carolina Press.

Hadini, Anindita Ulfa. 2012. Artikel Perubahan Sistem Organisasi Perpajakan Di Direktorat Jenderal Pajak Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Hanno, D.M. dan G.R. Violette. 1996. An Analysis of Moral andSocial Inuences on Taxpayer Behavior. Behavioral Research in Accounting.

Harahap Abdul Asri. 2004. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi. Yogyakarta.

Hill, M.R. 1993 Archival strategies and techniques.  Newbury Park: Sage.

Hoy, W.K. dan Tarter, C.J. 2004. Organizational justice in schools: no justice without trust. International Journal of Educational Management; 18(4): 250-259.

Isroah. 2013. Perhitungan Pajak Penghasilan Bagi UMKM. Jurnal Nominal, Vol. II No. 1. Pp. 42-56.

Jogiyanto, H.M, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Semarang: Penerbit ANDI Yogyakarta.

John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno & Arya Pradipta. 2007. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak .Jurnal Perpajakan Indonesia, vol 6 no. 2 ,pp. 186-193.

Judisseno, K, Rimsky. 2001. Perpajakan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kim, E., dan Tadisina, S., 2003. Customer’s Initial Trust in E-Business: How to Measure Customer’s Initial Trust, Proceedings of Ninth Americas Conference on Information Systems, pp. 35-41.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Koeszegi, S.T. 2004. Trust-building strategies in inter-organizational negotiations. Journal of Managerial Psychology, 19(6): 640-660.

Kotler, Philip. 2000. Marketing Management: Edisi Milenium, International Edition. Prentice Hall International, Inc, New Jersey

Liana Ekawati dan Wirawan Endro Dwi Radianto. 2005. “Survey Pemahaman dan Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah di Kota Yogyakarta”. Teknologi & Manajemen Informatika. Volume 6.

Luarn, Pin. and Hsin-Hui Lin. 2003. A customer Loyalty Model for E-Service Context. Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 4, No. 4, 2003, 156 – 167.

Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Yogyakarta : Andy, 2002.

Miles, B.B., dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif, UI Press Jakarta

Milliron, V. A.1988. Conseptual Model of Factor Influencing Tax Preparers Agresiveness, in Shane Moriarity and Julie H. Collins, eds., Contemporary Tax Research, pp. 1-15.

Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edit Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Morgan, R.M., & Hunt. S.D.,1994, The Commitment-Trust of The Relationship Marketing, Journal of Marketing, Vol. 58, No.3, pp.20-38.

Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. Bandung: Alfabeta.

Mustikasari Elia. 2007. Kajian Empriris Tentang Kepatuhan Wajib pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X tidak dipublikasikan, Universitas Hasanudin Makassar.

Mutiah M dkk 2011. Interpretasi Pajak dan Implikasinya menurut Perspektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Sebuah studi interpretif) disampaikan dalam SNA XIV-Aceh.

Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

Narsa, I Made.2012. Mengungkap Kesiapan Umkm Dalam Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (Psak-Etap) Untuk Meningkatkan Akses Modal Perbankan. Majalah Ekonomi. Tahun XXII. No. 3.

Niehoff, B.P & Moorman, R.H, 1993. Justice As A Mediator Of The Relationship Between Methods Of Monitoring And Organizational Citizenship Behavior. Academy of Management Jounal, Vol. 36, No.3, 327-556.

Novita Miladia. 2010.“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan Pada Perusahaan Industri Manufaktur Di Semarang”.Jurnal Ekonomi Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Putri, Wike Puspasari.2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemilik Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Dalam Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)(Survey pada Wajib Pajak Pemilik UMKM yang Terdaftar di KPP Pratama Batu).Jurnal Akuntansi Vol 1. Universitas Brawijaya. Malang. Tidak dipublikasikan.

Resmi Siti, 2008. Perjakan Teori dan Kasus Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat

Resyniar, Gandhys. 2013. Persepsi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Terhadap Penerapan Pp. 46 Tahun 2013.Jurnal Ekomoni tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya. Malang.

Rofiq, Ainur.2007.Pengaruh Dimensi Kepercayaan (Trust) Terhadap Partisipasi Pelanggan E-Commerce.Thesis tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Rousseau, D.M., S.B. Sitkin, R.S. Burt, and C. Camerer. 1998. Not So Different After All: A Cross-Discipline View of Trust. Academy of Management Review 23:393–404.

Saleh, Novrita.2012. Interpretasi Sistem Pemungutan Pajak Self Assessment System Menurut Perpektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Kota Gorontalo. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomi. Akuntansi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Salovey, Peter, Mayer, John D. et al. 1995. Emotional Attention, Clarity and Repair: Exploring Emotional Intelligence Using the Trait Meta-mood Scale, American Psychological Press.

Schiffman & Kanuk. 2004. Perilaku Konsumen (edisi 7). Jakarta : Prentice Hall

Setyaningsih, Titik. Persepsi Wajib Pajak Umkm Terhadap Kecenderungan Negosiasi Kewajiban Membayar Pajak Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4.

Setyawan, A. A. 2006. Utopia Sinergi UKM-Korporasi Besar. (Online). (www.kompas.com, diakses pada 3 Oktober 2014).

Stake, R. The Art of Case Research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications,1995.

Stephen P. Robbins. 2006. Perilaku Organisasi, Jakarta : Indeks.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Supadmi, Ni Lu. 2009. Analisis Tingkat Pemahaman Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Pelaksanaan Self Assesment System Dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakan. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana. Bali.

Suseno, Franz Magnis.1988. “Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi TentangKebijaksanaan Hidup Orang Jawa”, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Tarjo dan Indra Kusumawati. 2006. Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System : Suatu Studi Di Bangkalan. Jurnal Perpajakan Vol. 3. Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo.

Tampubolon P, Manahan.2004. Manajemen Operasional. Edisi Pertama. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Wahyuni, Ning.2013 Pengaruh Kesadaran, Penerapan Selfassesment System Dan Pemeriksaan Terhadap Kewajiban Membayar Pajak Orang Pribadi. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Watung, Ranni Angelina. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilik Usaha Kecil Menengah Dalam Pelaporan Kewajiban Perpajakan di Daerah Yogyakarta (Studi Kasus pada Usaha Restoran di Kota Tomohon). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Widayati dan Nurlis, 2010. Fakto-faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Pada KKP Pratama Gambir Tiga, Makalah Simposium Nasional Akuntansi 13.

Yin, Robert K.2003. Studi Kasus Desain dan metode, Jakarta :  Raja Grafindo Persada.

Yulianto, Gatot dan Purwanto Waluyo.2004. Pengaruh Keefektifan Komunikasi, Kualitas Tekhnikal, Kualitas Fungsional dan Nilai pelanggan pada Komitmen Keterhubungan Pada Bandara Ahmad Yani Semarang. Telaah Manajemen Vol 1, Edisi 3 Magister STIE Stikubank Semarang.

Zain, I.H. 2004. UKM Sambut Pendirian PT UKM. (online). (www.kompas.com, diakses tanggal 3 Oktober 2014).

Pengaruh Independensi, Pengalaman, dan Keahlian Auditor Terhadap Opini Audit

Yonathan Adinata & Daniel Sugama Stephanus

Perkuliahan Metodologi Penelitian

Program Studi Akuntansi – Fakultas Ekonomi & Bisnis

Universitas Ma Chung – Kabupaten Malang

2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan mengenai laporan keuangan memiliki peran
penting dalam dunia bisnis. Hal ini disebabkan laporan keuangan dapat
mencerminkan bagus tidaknya posisi keuangan suatu perusahaan sehingga
dapat menentukan keberlangsungan usaha suatu perusahaan (going concern).
Seiring berjalannya waktu, laporan keuangan suatu perusahaan pasti
membutuhkan jasa seorang akuntan publik (auditor) untuk mengaudit laporan keuangan tersebut. Standar Professional Akuntan Publik pada seksi 341 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya harus berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap kemampuan suatu kesatuanusaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode satu tahun sejak tanggal keuangan auditan. Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian klien tetap merupakan pihak yang memunyai pengaruh besar terhadap auditor.

Maraknya kejahatan akuntansi korporat yang terjadi akhir-akhir ini
membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan khususnya laporan
keuangan auditan terhadap auditor mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut,
para pemakai laporan keuangan seperti Investor dan kreditur mulai
mempertanyakan kembali eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen
yang menilai kewajaran laporan keuangan melibatkan akuntan publik yang
seharusnya menjadi pihak independen. Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak dapat dilepaskan dari terjadinya beberapa skandal besar ”malpraktik bisnis” yang telah melibatkan profesional akuntan. Krisis moral dalam dunia bisnis yang sangat fenomenal pada dekade terakhir ini adalah kasus ”Enron”, yang didalamnya melibatkan salah satu the big five accounting firm ”Arthur Anderson”. Suatu kasus yang sedemikian kompleks, yang kemudian diikuti mencuatnya kasus-kasus besar lainnya. Skandal keuangan ini tidak saja berakibat pada menurunnya kinerja perekonomian Amerika Serikat (yang ditandai dengan menurunnya harga saham di Wall Street dan indeks harga saham Dow Jones), tetapi kemudian juga merembet ke negara-negara lainnya (Suharto, 2002 dalam Ludigdo 2006). Bahkan kemudian peristiwa ini memicu kembali kalangan pemerintahan dan legislatif di Amerika Serikat untuk meninjau kembali perangkat hukum yang mengatur perusahaan (korporat) dan praktik akuntan publik dengan antara lain mengeluarkan ”Sarbanes-Oxley Act of 2002” dan juga ”Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002” untuk pengaturan praktik akuntan publik (Purba, 2002 dalam Ludigdo 2006).

Kasus di Indonesia, terjadinya kegagalan audit sering dihubungkan
sebagai salah satu penyebab krisis ekonomi yang dimulai di tahun 1997.
Buruknya praktik akuntansi di Indonesia ditengarai ikut mendorong
memburuknya krisis ekonomi yang terjadi (ADB, 2003 dalam Koroy 2007).
Menurut media massa, integritas dan tanggungjawab auditor Indonesia
dipertanyakan khususnya pada pengauditan Bank. Bank yang memperoleh
opini auditor wajar tanpa pengecualian dalam laporan keuangannya justru
mengalami kebangkrutan (Bisnis Indonesia, 1999 dalam Koroy 2007).
Kasus-kasus serupa juga terjadi, misalnya kasus yang cukup menarik
adalah keterlibatan 10 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan audit
terhadap bank beku operasi dan bank beku kegiatan usaha (Toruan, 2002 yang
dikutip Baidaie, 2000 dalam Ludigdo, 2006). Selain itu terdapat kasus
penggelapan pajak yang melibatkan KAP ”KPMG Sidharta & Harsono”
(KPMG-SSH) yang menyarankan kliennya (PT.Easman Christensen/PTEC)
untuk melakukan penyuapan kepada aparat perpajakan Indonesia untuk
mendapatkan keringanan atas jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarnya
(Sinaga et al, 2000 dalam Ludigdo, 2006).

Untuk mencegah agar tidak terjadi kasus-kasus seperti diatas, maka
khususnya di Indonesia dibuat suatu aturan dalam Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik dan diatur
lebih lanjut oleh Peraturan Bapepam Nomor VIII.A.2 (Bapepam, 2002 dalam
Koroy, 2007) tentang Independensi akuntan yang memberikan jasa audit di
pasar modal. Peraturan Bapepam ini menyatakan akuntan tidak independen
bila mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang
material pada klien, mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien,
mempunyai hubungan usaha secara langsung maupun tidak langsung dengan
klien dan memberikan jasa-jasa non audit kepada klien. Selain itu agar
akuntan tetap independen dipersyaratkan agar mempunyai sistem
pengendalian mutu dan pembatasan penugasan audit. Dengan mencegah hal
diatas dan menjalankan persyaratan, auditor diharapkan mampu bersikap
independen. Bertolak dari kasus-kasus diatas dan kemudian dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan seolah menjadi profesi yang harus paling bertanggung jawab. Dalam hal ini, karena peran pentingnya
dalam masyarakat bisnis, akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang
paling besar tanggung jawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia.
Bagaimanapun situasi kontekstual ini memerlukan perhatian dalam berbagai
aspek pengembangan profesionalisme akuntan, termasuk di dalamnya melalui
suatu penelitian.

Ashton (1991), Choo dan Trootman (1991), Libby dan Libby (1989) dalam Mayangsari (2003) mengatakan bahwa pengalaman dan pengetahuan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan pemberian audit. Knapp (1985) dalam Mayangsari (2003) mengatakan bahwa yang mempengaruhi pemberian pendapat audit adalah kemampuan auditor untuk tetap bersikap independen meskipun ada tekanan dari pihak manajemen.
Di pihak lain, pekerjaan auditor adalah pekerjaan yang melibatkan
keahlian (expertise). Salah satu ciri keahlian (expertise) auditor yang sudah
diteliti dalam riset keperilakuan adalah mengenai perhatiannya terhadap
informasi negatif dan positif (auditor attendance to negative and positive
information), yang telah ditunjukkan Anderson dan Maletta (1994). Hasil studi
mereka didasarkan pada temuan dalam pengauditan dan psikologi yang
menunjukkan pengalaman memainkan peran penting dalam sejauh mana
perilaku konservatif / berorientasi negatif diperlihatkan.Haynes et al (1998) lebih cenderung mengaitkannya dengan factor eksternal dari auditor, yaitu insentif kontekstual. Hal yang juga penting dikaitkan dengan hal ini adalah berkaitan dengan karakteristik individual auditor yang berpengalaman itu. Berbagai penelitian pengauditan menunjukkan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakinkompleks (Libby, 1995). Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil simpulan bahwa prosespengambilan keputusan dalam bidang audit dipengaruhi oleh faktor keahlian audit dan Independensi seorang auditor yang dalam penerapannya akan terkait dengan . Keahlian audit berkaitan erat dengan struktur pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki auditor dan dapat menyebabkan perbedaanpendapat audit terhadap suatu kasus tertentu. Sedangkan Independensimerupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independensi menjadisyarat mutlak yang harus dimiliki. Variabel penelitian ini meliputi independensi, pengalaman, keahlian auditor, dan opini audit. Penelitian ini mengevaluasi hubungan antara independensi, pengalaman, keahlian auditor, dan opini audit.

Rumusan Masalah

Berdasarkan  latar  belakang  masalah  diatas,  maka  masalah  dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana  pengaru  independensi,  pengalaman,  dan  keahlian auditor terhadap opini audit?

Variabel  Independen  apakah  yang  paling  dominan  mempengaruhi  opini audit?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk:

Menganalisis pengaruh independensi, pengalaman, dan keahlian
auditor terhadap opini audit.

2. Menganalisis variabel Independen yang paling dominan memengaruhi opini audit.

Manfaat Penelitian

Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberi  manfaat  bagi  semua  pihak, diantaranya:

Auditor

Auditor  diharapkan  melakukan  pengambilan  keputusan  yang  etis, independen  dengan  pengalaman  dan  keahlian  audit  yang  mereka  miliki berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sehingga auditor tersebut dapat memberikan Opini Audit dengan tepat.

Bagi Pemakai Jasa Akuntan

Agar  klien  auditor  mengerti  hal-hal  yang  berhubungan  dengan  Independensi, Pengalaman, Keahlian Auditor terhadap Opini Audit. Selain itu,  diharapkan  kepada  klien  auditor  dapat  terus  mempertahankan keberlangsungan  usahanya  sesuai  dengan  aturan  bisnis  yang  legal  dan tidak melakukan manipulasi bisnis yang dapat merugikan pihak-pihak lain seperti stakeholder, investor, pemegang saham, dan lainnya. 

Penulis

Untuk  memenuhi  sebagian  dari  persyaratan  akademis  dalam menyelesaikan  studi  program  strata  satu  (S-1)  Fakultas  Ekonomi  dan Bisnis  Jurusan  Akuntansi  Universitas Ma Chung serta untuk menambah wawasan  yang  lebih mendalam mengenai auditing.

LANDASAN TEORI

Pengertian Auditing

Auditing  menurut  Boynton  (2005:5)  adalah  Suatu  proses  sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi  kegiatan dan  peristiwa  ekonomi,  dengan  tujuan  menetapkan  derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan  kriteria  yang telah ditetapkan sebelumnya  serta  penyampaian  hasil-hasilnya  kepada  pihak-pihak  yang berkepentingan. Beberapa ciri penting yang ada dalam definisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Suatu proses sistematis berupa serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisir.

2.             Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif berarti memeriksa dasar  asersi  serta  mengevaluasi  hasil  pemeriksaan  tersebut  tanpa memihak dan berprasangka, baik untuk atau terhadap perorangan (atau entitas) yang membuat asersi tersebut.

3.  Asersi tentang kegiatan dan peristiwa ekonomi merupakan representasi  yang dibuat oleh perorangan atau entitas.

4.  Derajat  kesesuaian  menunjuk  pada  kedekatan  dimana  asersi  dapat diidentifikasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan.

5.  Kriteria  yang telah ditetapkan adalah standar-standar  yang digunakan sebagai dasar untuk menilai asersi atau pernyataan. 

6.  Penyampaian  hasil  diperoleh  melalui  laporan  tertulis  yang menunjukkan derajat kesesuaian  antara  asersi  dan  kriteria  yang telah ditetapkan.

7.  Pihak-pihak  yang  berkepentingan  adalah  mereka  yang  menggunakan (atau mengandalkan) temuan-temuan auditor.

Auditing  adalah  pengumpulan  dan  evaluasi  bukti  tentang  informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria  yang  telah  ditetapkan.  Auditing  harus  dilakukan  oleh  orang  yang kompeten dan independen (Arens, 2008). Berdasarkan  definisi  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  Auditing merupakan  suatu proses untuk mendapatkan  dan  mengumpulkan  bukti-bukti yang  berkaitan  dengan  informasi  atau  asersi  suatu  kegiatan  dan  peristiwa untuk  menentukan,  menetapkan  dan  melaporkan  derajat  kesesuaian  antara informasi atau asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Standar Auditing

Standar  auditing  merupakan  panduan  umum  bagi  auditor  dalam memenuhi  tanggungjawab  profesinya  untuk  melakukan  audit  atas laporan keuangan  historis.  Standar  ini  mencakup  pula  pertimbangan  atas  kualitas profesional seperti kompetensi dan Independensi, persyaratan pelaporan serta bukti audit.

Standar  auditing  menurut  Ikatan  Akuntan  Indonesia  (IAI)  dalam  SA Seksi  150  berbeda  dengan  prosedur  auditing,  yaitu  ”prosedur”  berkaitan dengan  tindakan  yang  harus  dilaksanakan,  sedangkan  ”standar”  berkaitan dengan  kriteria  atau  ukuran  mutu  kinerja  tindakan  tersebut,  dan  berkaitan dengan  tujuan  yang  hendak  dicapai  melalui  penggunaan  prosedur  tersebut. Standar  auditing  yang  berbeda  dengan  prosedur  auditing,  berkaitan  dengan tidak  hanya  kualitas  profesional  auditor  namun  juga  berkaitan  dengan pertimbangan  yang  digunakan  dalam  pelaksanaan  auditnya  dan  dalam laporannya.  Standar  auditing  terdiri  dari  tiga  jenis  standar,  yaitu  standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI, 2009:150.1).

a)  Standar Umum 

1. Audit  harus  dilaksanakan  oleh  seseorang  atau  lebih  yang  memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 

2. Dalam  semua  hal  yang  berhubungan dengan  perikatan,  independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam  pelaksanaan  audit  dan  penyusunan  laporannya,  auditor  wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 

b)  Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan  harus  direncanakan  sebaik-baiknya  dan  jika  digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3. Bukti  audit  kompeten  yang  cukup  harus  diperoleh  melalui inspeksi, pengamatan,  permintaan  keterangan,  dan  konfirmasi  sebagai  dasar memadai  untuk  menyatakan  pendapat  atas  laporan  keuangan  yang diaudit. 

c)  Standar Pelaporan

1. Laporan  auditor  harus  menyatakan  apakah  laporan  keuangan  telah disusun  sesuai  dengan  prinsip  akuntansi  yang  berlaku  umum  di Indonesia.

2. Laporan  auditor  harus  menunjukkan  atau  menyatakan,  jika  ada, ketidakkonsistenan  penerapan  prinsip  akuntansi  dalam  penyusunan laporan  keuangan  periode  berjalan  dibandingkan  dengan  penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan  informatif  dalam  laporan  keuangan  harus  dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4. Laporan  auditor  harus  memuat  suatu  pernyataan  pendapat  mengenai laporan  keuangan  secara  keseluruhan  atau  suatu  asersi  bahwa pernyataan  demikian  tidak  dapat  diberikan.  Jika  pendapat  secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya  harus dinyatakan. Dalam  hal  nama  auditor  dikaitkan  dengan  laporan  keuangan,  maka laporan keuangan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Independensi

Independensi  dianggap  sebagai  karakteristik  auditor  yang  paling,  bahkan  nilai  auditing  sangat  bergantung  pada  persepsi  publik  atas independensi  auditor  (Arens  et  al,  2008:111).  Kwanbo  (2009) Independensi sebagai berikut: 

Independence is the ability to act with integrity and objectivity, and that certain relationships with client would cause third parties to question the ability of an auditor to act with requisite impartiality.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009) melalui Standar ProfesionalAkuntan  Publik  SA  Seksi  220  mendefinisikan  independensi  sebagaiberikut: ”Independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada  kepentingan  siapapun,  mengakui  kewajiban  untuk  jujur  tidak hanya  kepada  manajemen  dan  pemilik  perusahaan,  namun  juga kepada kreditur  dan  pihak  lain  yang  meletakkan  kepercayaan  (paling  tidak sebagian) atas laporan auditor independen”.   Standar umum  yang  kedua  mengatur sikap  mental  auditor dalam menjalankan tugasnya. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP,2009) yaitu  pada  standar  umum  kedua  berbunyi:  ”Dalam  semua  hal  yang berhubungan  dengan  perikatan,  independensi  dalam  sikap  mental harus dipertahankan  oleh  auditor”.  Standar  ini  mengharuskan  auditor bersikap independen,  artinya  tidak  mudah  dipengaruhi,  karena  ia  melaksanakan pekerjaannya  untuk  kepentingan  umum  (dibedakan  dalam  hal  ini  Ia berpraktik sebagai auditor intern).  Supriyono  (1988)  yang  dikutip  Wati  dan  Subroto  (2003)  dalam Alim, Hapsari, dan Purwanti (2007) telah melakukan penelitian mengenai independensi auditor di Indonesia. Penelitian ini mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi  independensi  auditor  yaitu  Ikatan  keputusan keuangan danhubungan usaha dengan klien, persaingan KAP, pemberian jasa  selain  jasa  audit, lama  penugasan  audit,  besar  kantor  akuntan, dan besarnya  audit  fee. Responden  yang  dipilih  meliputi  direktur  keuangan perusahaan  yang  telah  go public,  partner  KAP,  pejabat  kredit  bank  dan lembaga keuangan non bank, dan Bapepam. Selanjutnya Nicholas dan Price (1976) dalam Alim,  Hapsari, dan Purwanti (2007) menemukan bahwa  ketika auditor dan manajemen tidak mencapai  kata  sepakat  dalam  aspek  kinerja,  maka  kondisi  ini  dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan yang melawan  standar,  termasuk  dalam  pemberian  opini.  Kondisi  ini  akan sangat  menyudutkan  auditor  sehingga  ada  kemungkinan  bahwa  auditor akan melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen.  Deis dan Giroux (1992) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran  yang  besar,  kondisi  keuangan  klien  yang  sehat  dapat  digunakan sebagai  alat  untuk  menekan  auditor  dengan  cara  melakukan  pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan  klien  tersebut  sehingga  menyebabkan  independensi  mereka melemah.  Posisi  auditor  juga  sangat  dilematis  dimana  mereka  dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di satu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka .

 Pengalaman

Pengalaman  adalah  keseluruhan  pelajaran  yang  dipetik  oleh seseorang  dari  peristiwa  yang  dialami  dalam  perjalanan  hidupnya (Anoraga, 1995:47  yang  dikutip  Widiyanto  dan  Yuhertian,  2005  dalam Kusumastuti,2008).  Pengalaman  berdasarkan  lama  bekerja  merupakan pengalaman  auditor  yang  dihitung  berdasarkan  satuan  waktu/tahun. Sehingga auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan auditor berpengalaman. Semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan auditing.   Choo  dan  Trootman  (1991)  memberikan  bukti  empiris  bahwa auditor  berpengalaman  lebih  banyak  menemukan  item-item  yang  tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara  auditor  yang  berpengalaman  dengan  yang  kurangberpengalaman tidak  berbeda  dalam  menemukan  item-item  umum  (typical). Penelitian serupa  dilakukan  oleh  Tubbs  (1992)  menunjukkan  bahwa  subyek yang mempunyai  pengalaman  audit  lebih  banyak,  maka  akan  menemukan kesalahan  yang  lebih  banyak  dan  item-item  kesalahannya  lebih  besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit.  Abdolmohammadi  dan  Wright  (1987)  dalam  Koroy  (2007)  yang mengindikasikan suatu hubungan negatif antara pengalaman audit dengankecenderungan  mengusulkan  penyesuian  audit  dan  opini  wajar  dengan pengecualian. Menurut mereka hasil ini mencerminkan naiknya kesadaran auditor  yang  berpengalaman  atas  konsekuensi  buruk  dari  penyesuaian audit  tersebut.  Studi  Haynes  et  al  (1998)  mendukung  hasil  terakhir ini, yaitu bila kepentingan klien dibuat menonjol (salient) maka auditor yang berpengalaman  memperlihatkan  perilaku  yang  sesuai  atau  konsisten dengan sikap advokasi atau mendukung klien.

Haynes et al (1998) membahas hasil ini berkaitan dengan insentif yang  bertentangan  (conflicting  incentives)  yang  dihadapi  auditor  yang semakin berpengalaman itu. Di satu pihak, auditor diharuskan untuk dapat mempertahankan  klien  yang  menuntut  auditor  untuk  membangun  dan menjaga  hubungan  baik  dengan  klien.  Di  pihak  lain,  auditor  juga  harus mencegah kerugian di masa datang yang diakibatkan adanya tuntutan atau litigasi  hukum  dan  hilangnya  reputasi  dalam  memandang  pengaruh pengalaman  terhadap pertimbangan  auditor  menghadapi preferensi  klien. Haynes  et  al  (1998)  lebih  cenderung  mengaitkannya  dengan  faktor eksternal  dari  diri  auditor,  yaitu  insentif  kontekstual.  Hal  yang  juga penting  dikaitkan  dengan  hal  ini  adalah  berkaitan  dengan karakteristik individual auditor  yang berpengalaman itu. Jadi, efek pengalaman dalam hal ini dihubungkan sebagai faktor internal dalam karakteristik diri auditor itu. 

Temuan  psikologi  Anderson  dan  Maletta  (1994)  secara  spesifik menyatakan  individu  yang  kurang  mengenal  atau  familiar  dengan suatu keputusan  berisiko  berperilaku  secara  lebih  berhati-hati  dan  lebih menghindari risiko dibanding  mereka  yang  lebih  mengenal  atau familiar dengan tugas itu. Dalam konteks pengauditan, hasil ini berarti auditor yang kurang  familiar  atau  kurang  berpengalaman  terhadap  suatu  tugaspertimbangan  akan  lebih  berhati-hati  (berorientasi  negatif)  daripada auditor yang mempunyai pengalaman lebih banyak.

Keahlian Auditor

Definisi Keahlian (Kompetensi) 

Menurut  Kamus  Kompetensi  LOMA  (1998)  yang  dikutip Lasmadi  (2002)  dalam  Alim,  Hapsari,  dan  Purwanti  (2007) Kompetensi  didefinisikan  sebagai  aspek-aspek  pribadi  dari  seorang pekerja  yang  memungkinkan  dia  untuk  mencapai  kinerja  superior. Aspek-aspek  pribadi  ini  mencakup  sifat,  motif-motif,  sistem  nilai, sikap,  pengetahuan  dan  ketrampilan  dimana  kompetensi  akan mengarahkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.  Susanto  (2000)  dalam  Alim,  Hapsari,  dan  Purwanti  (2007) definisi  tentang  kompetensi  yang  sering  dipakai adalah  karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi  juga  merupakan  pengetahuan,  ketrampilan,  dan kemampuan  yang  berhubungan  dengan  pekerjaan,  serta  kemampuan yang  dibutuhkan  untuk  pekerjaan-pekerjaan  non-rutin.  Definisi kompetensi  dalam  bidang  auditing  pun  sering  diukur  dengan pengalaman (Mayangsari, 2003).  Ashton (1991) menunjukkan  bahwa  dalam  literatur psikologi, pengetahuan  spesifik  dan  lama  pengalaman  bekerja  sebagai  faktor penting  untuk  meningkatkan  kompetensi.  Ashton  juga  menjelaskan bahwa  ukuran  kompetensi  tidak  cukup  hanya  pengalaman  tetapi diperlukan  pertimbangan-pertimbangan  lain  dalam  pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsurlain selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt et al  (1988)  yang  memberikan  bukti  empiris  bahwa  terdapat  hubungan antara pengalaman  bekerja  dengan  kinerja  dimoderasi  dengan  lama pengalaman  dan  kompleksitas  tugas.  Selain  itu,  penelitian  yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik  tugas  dapat  meningkatkan  kinerja  auditor  berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa  pendapat  auditor  yang baik  akan  tergantung  pada  kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogart, 1991).  Bedard  (1989)  menggunakan  kombinasi  variabel  yang berkaitan dengan pengalaman praktis dan pendidikan  ke dalam  suatu ukuran dari keahlian dengan menggunakan pendekatan analisis faktor. Bedard  sendiri  mengatakan  bahwa  keahlian  adalah  seseorang  yang memiliki  pengetahuan  dan  keahlian  prosedural  yang  luas  yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.

Kriteria Keahlian. 

Menurut  Abdolmohammadi  dan  Wright  (1992)  yang  dikutip Larasati (2005) dalam Rinaldi (2008) keahlian seorang Auditor terdiri dari  lima  komponen  yaitu  Komponen  Pengetahuan  (Knowledge component),  Ciri-ciri  Psikologis  (Psichological  traits),  Kemampuan berfikir (Cognitive abilities), Strategi Penentuan Keputusan (Decision strategis), dan Komponen Pengalaman (Experience decision).

a)  Komponen Pengetahuan (Knowledge Component).

Merupakan  komponen  penting  dalam  suatu  keahlian.  Komponen ini meliputi  pengetahuan  terhadap  fakta-fakta,  prosedur-prosedur, dan pengalaman

b)  Ciri-ciri Psikologis (Psychological traits).

Meliputi  kemampuan  dalam  berkomunikasi,  kreatifitas, kemampuan  bekerjasama  dengan  orang  lain,  dan  kepercayaan kepada keahlian.

c)  Kemampuan berfikir (Cognitive abilities).

Kemampuan  berfikir  merupakan  kemampuan  untuk mengakumulasi dan mengolah  informasi. Beberapa karakter  yang dapat dimasukkan kedalam  komponen ini antara lain kemampuan untuk  beradaptasi  pada  situasi  yang  baru,  kemampuan  untuk memfokuskan  pada  fakta-fakta  yang  relevan  dan  mengabaikan fakta-fakta  yang  tidak  relevan,  serta  kemampuan  untuk  dapat menghindari tekanan-tekanan. 

d)  Strategi Penentuan Keputusan (Decision strategis).

Kemampuan seorang auditor membuat keputusan secara sistematis baik  formal  maupun  informal  akan  membantu  dalam  mengatasi keterbatasan manusia. 

e) Komponen Pengalaman (Experience decision). Kemampuan  melakukan  analisis  tugas  berpengaruh  terhadap penentuan keputusan dan dipengaruhi tingkat pengalaman auditor.Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka penulis mengambil kesimpulan mengenai kriteria keahlian yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini. Oleh karena itu, kriteria kehliannya menjadi:

a.  Lama  bekerja  sebagai  auditor  paling  tidak  selama  tiga  tahun atau lebih.

b.  Telah  mengikuti  pendidikan  profesi,  diklat,  seminar  atau lokakarya sebanyak dua kali atau lebih.

c.  Sedang atau telah menjabat sebagai ketua tim auditor. 

Opini Audit

Laporan  audit  adalah  langkah  terakhir  dari  keseluruhan  proses audit.  Bagian  yang  terpenting  yang  merupakan  informasi  utama  dari laporan  audit  adalah  opini  audit  menurut  standar  professional  akuntan publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada 5 Jenis opini auditor yaitu Pendapat wajar  tanpa  pengecualian  (Unqualified  opinion),  Pendapat  wajar  tanpa pengecualian  dengan  bahasa  penjelas  (Unqualified  with  Explanatory Language),  Pendapat  wajar  dengan  pengecualian  (Qualified  Opinion), Pendapat tidak wajar (Adverse opinion), dan Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaemer Opinion).

Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion).

Pendapat  wajar  tanpa  pengecualian  dapat  diberikan  auditor apabila  audit  telah  dilaksanakan  atau  diselesaikan  sesuai  dengan standar  auditing,  penyajian  laporan  keuangan  sesuai  dengan  prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaantertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Dalam SA 411 paragraf 04 dikatakan  bahwa  laporan  keuangan  yang  wajar  dihasilkan  setelah melalui apakah:

a)  Prinsip  akuntansi  yang  dipilih  dan dilaksanakan  telah  berlaku umum

b)  Prinsip  akuntansi  yang  dipilih  tepat  untuk  keadaan  yang bersangkutan 

c)  Laporan  keuangan  beserta  catatannya  memberikan  informasi cukup  yang  dapat  mempengaruhi  penggunaannya, pemahamannya, dan penafsirannya.

d)  Informasi  yang  disajikan  dalam  laporan  keuangan diklasifikasikan  dan  diikhtisarkan  dengan  semestinya,  yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu ringkas.

e)  Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya  dalam  suatu  cara  yang  menyajikan  posisi keuangan,  hasil  usaha,  dan  arus  kas  dalam  batas-batas  yang dapat  diterima,  yaitu  batas-batas  yang  rasional  dan  praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan. 

2.  Pendapat  wajar  tanpa  pengecualian  dengan  bahasa  penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language).

Pendapat  ini  diberikan  apabila  audit  telah  dilaksanakan  atau diselesaikan  sesuai  dengan  Standar  Auditing,  Penyajian  Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapiterdapat keadaan  atau  kondisi  tertentu  yang  memerlukan  bahasa penjelas.  Kondisi  atau  keadaan  yang  memerlukan  bahasa  penjelas tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

a)  Pendapat  auditor  sebagian  didasarkan  atas  laporan  auditor independen  lain.  Auditor  harus  menjelaskan  hal  ini  dalam paragraf untuk menegaskan pemisahan tanggung jawab dalam pelaksanaan audit.

b)  Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi  yang ditetapkan oleh  IAI.  Penyimpangan  tersebut  adalah  penyimpangan  yang terpaksa  dilakukan  agar  tidak  menyesatkan  pemakai  laporan keuangan.

Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion).

Sesuai  dengan  SA  508  paragraf  38  dikatakan  bahwa  jenis pendapat ini diberikan apabila:

a)  Tidak  adanya  bukti  kompeten  yang  cukup  atau  adanya pembatasan  lingkup  audit  yang  material  tetapi  tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

b)  Auditor yakin bahwa laporan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak  mempengaruhi  laporan  keuangan  secara  keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.    Bentuk  dari  penyimpangan  Prinsip  Akuntansi  yang  BerlakuUmum yaitumenyangkut resiko atau ketidakpastian, dan pertimbangan materalitas. Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di  Indonesia  yang  menyangkut  resiko  atau  ketidakpastian  umumnya dikelompokkan kedalam satu diantara tiga golongan:

a)  Pengungkapan  yang  tidak  memadai,  jika  auditor  berkesimpulan bahwa hal  yang berkaitan dengan resiko atau ketidakpastian tidak diungkapkan  secara  memadai  dalam  laporan  keuangan  sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus  menyatakan  pendapat  wajar  dengan  pengecualian  atau pendapat tidak wajar.

b)  Ketidaktepatan  prinsip  akuntansi,  Standar  Akuntansi  Keuangan yang berkaitan dengan kontijensi atau estimasi hasil peristiwa masa depan  tipe  tertentu  menjelaskan  situasi  yang  didalamnya ketidakmampuan  untuk  membuat  estimasi  yang  dapat menimbulkan pertanyaan tentang ketetapan prinsip akuntansi yang digunakan, dan jika auditor berkesimpulan bahwa prinsip akuntansi yang  digunakan  menyebabkan  laporan  keuangan  salah  disajikan secara  material,  Ia  harus  menyatakan  pendapat  wajar  dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.  

Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion).

Pendapat  ini  menyatakan  bahwa  laporan  keuangan  tidak menyajikan  secara  wajar  posisi  keuangan,  hasil  usaha  dan  arus  kas sesuai  dengan  prinsip  akuntansi  yang  berlaku  umum.  Auditor harus menjelaskan  alasan  pendukung  pendapat  tidak  wajar,  dan  dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan.  Penjelasan  tersebut  harus  dinyatakan  dalam  paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. 

Pernyataan  tidak  memberikan  pendapat  (Disclaimer  of  opinion  atau No opinion).

Pernyataan auditor tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila:

Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.

Auditor tidak Independen terhadap klien.

Penelitian Terdahulu 

Penelitian sebelumnya oleh Megasari (2008) dengan Judul ”Pengaruh Etika, Keahlian Audit, dan Independensi terhadap Opini Audit”. Penelitian ini dilakukan  pada  Kantor  Akuntan  Publik  di  Jakarta dan  hasilnya menunjukkan  bahwa  Etika,  Independensi,  dan  Keahlian  Audit    secara bersama-sama  memiliki  pengaruh  yang  signifikan  terhadap  Opini  Audit. Keahlian  Audit  dan  Independensi  secara  parsial  memiliki  pengaruh  yang signifikan  terhadap  Opini  Audit,  tetapi  Etika  secara  Parsial  tidak  memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Opini.

Penelitian selanjutnya oleh Muttaqin (2008) dengan Judul ” Pengaruh Pengalaman  dan  Keahlian  Audit  terhadap  Pendapat  Audit”.  Penelitian  ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di Malang dan hasilnya menunjukkan bahwa  Pengalaman  dan  Keahlian  Audit  secara  bersama-sama  memilikipengaruh  yang  signifikan  terhadap  Opini  Audit,  akan  tetapi  secara  parsial Pengalaman dan Keahlian Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Opini Audit. Kemudian  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Nursyofah  (2007)  dengan Judul ”Analisis Pengaruh Faktor Keahlian dan Independensi Auditor terhadap Opini Audit”. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta dan hasilnya menunjukkan bahwa Faktor Keahlian dan Independensi Auditor secara  bersama-sama  maupun  secara  parsial  memiliki  pengaruh  yang signifikan terhadap Opini Audit.

Hipotesis Penelitian

Melalui model penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang akan diuji, yaitu :

Ha1:  Independensi berpengaruh terhadap Opini Audit.

Ha2:  Pengalaman tidak berpengaruh terhadap Opini Audit.

Ha3:  Keahlian Auditor berpengaruh terhadap Opini Audit.

Rerangka Teoritis

METODE PENELITIAN

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana metoda penelitian ini bersifat induktif, obyektif, dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan-pertanyaan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. Penelitian dengan menggunakan metoda kuantitatif digunakan untuk membuktikan dan menolak suatu teori atau hipotesis. Penelitian ini bertolak dari suatu teori yang kemudian di teliti, dihasilkan data, kemudian dibahas dan diambil kesimpulan. Menurut Sugiyono (2002, 7) penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan, yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara acak, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Kemudian terdapat pengujian hipotesis. Uji hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan dari analisis data, baik dari percobaan yang terkontrol, maupun dari yang tidak terkontrol. Dalam sebuah uji statistik sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara statistik jika kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor yang kebetulan, sesuai dengan batas probabilitas yang sudah ditentukan sebelumnya. Uji hipotesis disebut juga “konfirmasi analisis data”. Keputusan dari uji hipotesis hampir selalu dibuat berdasarkan pengujian hipotesis nol (Ho). Ini adalah pengujian untuk menjawan pertanyaan yang mengamsusikan hipotesis nol adalah benar. Daerah kritis dari uji hipotesis adalah serangkaian hasil yang bisa menolak hipotesis nol, untuk menerima hipotesis alternatif.

Kemudian penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat dengan cara tertentu berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan melakukan perbandingan diantara data yang terkumpul/diteliti (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 53).

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Malang. Daftar Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut:

No.Nama Kantor Akuntan Publik
1KAP Made Sudarma, Thomas & Dewi
2KAP Drs. Nasikin
3KAP Drs. Jimmy Andrianus
4KAP Drs. Koenta Adji
5KAP Drs. Supriadi & rekan
6KAP Drs. Soewardhono & rekan
7KAP Wayan Sadha
8KAP Benny, Tony, Frans & Daniel
9KAP Krisnawan, Busroni, Achsin & Alamsyah
10KAP Subagyo & Luthfi
11KAP Thoufan Nur, CPA

Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metoda quota sampling. Quota sampling dapat dikatakan sebagai jugdement sampling dua tahap. Tahap pertama, adalah tahapan di mana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota  dari populasi yang akan diteliti. Tahapan kedua, adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamora, 2005:75).

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Malang. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Pamela, 2001:56).

Data sekunder dalam peneilitan ini diperoleh dari sejumlah data tau dokumen yang berasal dari tangan kedua atau lebih yang berkaitan terhadap obyek penelitian (Cooper dan Pamela, 2001:57).

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini opini audit, yaitu merupakan pernyataan pendapat dari auditor mengenai kewajaran laporan keuangan auditnya. Ukuran opini audit berdasarkan pada jenis-jenis opini audit yang digunakan. Pengukuran opini audit dilakukan dengan memberikan sepuluh pernyataanb lewat kuesioner yang didapat dari Sari (2008) dengan menggunakan skala likert, yaitu skala 1 ( sangat tidak setuju) sampai dengan skala 5 (sangat setuju).

Variabel Independen

Independensi

Independensi akuntan publik adalah sikap yang diharapkan dari diri seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentinganpribadi dalam pelaksanaan  tugasnya,  yang  bertentangan  dengan  prinsip integritas  dan obyektivitas.  Ada  tiga  dimensi  untuk  mengukur  variabel independensi akuntan  publik  yaitu:  Independensi  dalam  program  audit, Independensi dalam verifikasi, dan Independensi dalam pelaporan. Instrumen pengukuran variabel  ini  dikembangkan  dari  teori  yang  dikemukakan  oleh  Mautz dan Sharaf  (1993)  dalam  Aini  (2009).

.Pengalaman Auditor (X­3­)

Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran  yang diperoleh seseorang dari  peristiwa-peristiwa  yang  dialami  dalam  perjalanan  hidupnya (Anoraga,  1995:47  yang  dikutip  Widiyanto  dan  Yuhertian,  2005  dalam Kusumastuti,  2008).

Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan : 

Y                              :  Opini Audit

X1                           :  Independensi

X2                           :  Pengalaman

X3                           :  Keahlian Auditor

a                              :  Konstanta

β1, β2, β3            :  Koefisien Regresi

е                             :  error

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat graik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2000: 347).

Dasar pengambilan keputusan antara lain:

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.

Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Dengan menggunakan nilai tolerance, nilai yang terbentuk harus di atas 10% dengan menggunakan VIF(Variance Inflation Faktor), nilai yang terbentuk harus kurang dari 10, bila tidak maka akan terjadi multikolinieritas dan model regresi tidak layak untuk digunakan (Santoso, 2000:377).

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik plot (scatterplot) di mana  penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu serta arah penyebarannya berada di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada regresi ini, sehingga model regresi yang dilakukan layak dipakai (Santoso, 2000: 348).

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada seseorang individu atau kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu atau kelompok yang sama atau pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang digunakan adalah menggunakan Durbin Watson Test (DW test).

Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif adalah cara menganalisis data tanpa menggunakan perhitungan angka-angka, melainkan mempergunakan perbandingan yang berhubungan dengan responden, dengan menggunakan analisis persentase yaitu metode yang membandingkan jumlah responden yang memilih dari masing-masing pilihan dengan jumlah responden secara keseluruhan dikalikan 100%.

Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi sederhana adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Santoso, 2000:334). Pengujian analisis regresi sederhana dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Kriteria hipotesis diterima:

– Jika P value (sig) < α Į sebesar 0,05

– Jika koefisien regresi searah dengan hipotesis

Analisis Regresi Berganda

Pengujian atas variabel-variabel penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak antara semua variabel independen terhadap pertimbangan tingkat materialitas secara simultan. Pengujian hipotesis ini menggunakan tingkat signifikan (alpha) 5%. Jika P value (sig) <  Į (alpha), maka terdapat  pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Aini,  Nur.  ”Pengaruh  Independensi  Auditor,“Pengalaman  Auditor  dan  Etika Auditor  Terhadap  Kualitas  Audit”.  Skripsi.  Universitas  Islam  Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009.

 Alim,  M.Nizarul,  Trisni  Hapsari,  Liliek  Purwanti.  ”Pengaruh  Kompetensi  dan Independensi  Terhadap  Kualitas  Audit  dengan  Etika  Auditor  sebagai Variabel Moderasi”.  Simposium  Nasional  Akuntansi  X  Universitas Makassar. Juli 2007.

 Arens,  Alvin  A.,  Randal  J.  Elder  ,  dan  Mark  S.  Beasly.  “Auditing  dan  Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi”. Jilid I, Edisi Keduabelas, Erlangga, 2008.

Ashton,  Hubbard,  Alison.  ”Experience  and  Errror  Frequency  Knowledge  as Potential  Determinants  of  Audit  Expertise”.  The  Accounting  Review (April): 218-239.1991. http://proquest.umi.com/pqdweb .

Bedard, J. ”Experience in Auditing: Myth or Reality? Accounting”, Organization and Society Vol-14:113-131. 1989. http://proquest.umi.com/pqdweb .

Boynton,  William  C,  Raymond  N.  Johnson,  dan  Walter  G.  Kell.“Modern

Auditing”. Edisi ketujuh, Erlangga, Jakarta. 2005.

Ghozali,  Prof.  Dr.  H.  Imam.  ”Aplikasi  Analisis  Multivariate  dengan  Program SPSS  Edisi  Keempat  Cetakan  IV”.  Badan  Penerbit  Universitas Diponegoro, Semarang. 2009

Hamid, Abdul. ”Panduan Penulisan Skripsi”, UIN Press, Jakarta, 2007.

Ikatan  Akuntan  Indonesia.  ”Standar  Profesional  Akuntan  Publik”.  Salemba Empat, Jakarta. 2009.

Koroy,  Tri  Ramaraya.  ”Pengaruh  Preferensi  Klien  dan  Pengalaman  Audit terhadap  Pertimbangan Auditor”. Jurnal Riset  Akuntansi  Indonesia,  Vol 10, No.1, Hal 113. Januari. 2007.

Kusumastuti, Rika Dewi. “Pengaruh Pengalaman, Komitmen Profesional, Etika Organisasi dan Gender Terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008.

Kwanbo,  Lubabah  Mansur.  ”Internal  Control  and  Issues  of  Independence  & Confidentially in Nigerian Local Government Auditing: An Examination”. Kaduna State University. March 22, 2009. http://www.ssrn.com.&nbsp;

Libby, R. “The Role of Knowledge and Memory in Audit Judgement. Dalam R.H. Ashton dan A.H. Ashton (Eds.), Judgment and Decision Making Research in  Accounting  and  Auditng,  New  York:  Cambridge”.  1995. http://proquest.umi.com/pqdweb .

PENGARUH INDEPENDENSI, PENGALAMAN, & KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP OPINI AUDIT

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Malang)

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil

Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Disusun oleh:

Yonathan Adhinata

121210058

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Ma Chung

Malang

2014